Anda di halaman 1dari 120

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA PADA

An.N DAN An.A DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD
dr. HARYOTO LUMAJANG
TAHUN 2018

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh

Mira Indah Yani


NIM 152303101014

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA PADA
An.N DAN An.A DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD
dr. HARYOTO LUMAJANG
TAHUN 2018

LAPORAN TUGAS AKHIR

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Keperawatan (D3)
dan mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh

Mira Indah Yani


NIM 152303101014

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

ii
PERSEMBAHAN

Laporan Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk:


1. Ibu Suprin Nikmah dan Ayah Lamadi tercinta dan keluarga besar yang selalu
memberi semangat, memberikan dukungan dan mendoakan, sehingga penulis
dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah ini
2. Guru-guru sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi yang telah
membimbing hingga sampai pada tahap sekarang
3. Segenap keluarga besar Program Studi D3 Keperawatan Universitas Jember
Kampus Lumajang yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan
motivasi.
4. Teman-teman dari D3 Keperawatan Unej Kampus Lumajang .
5. Sahabat-sahabat D’6 Friends Dinda, Fitri, Kharisma, Diah, dan Septi dan
Stianem Insani, Silmi, Nia yang selalu memberikan dukungan dalam
penyusunan laporan tugas akhir ini.
6. Abdul Hakim Amir yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam
proses penyusunan laporan tugas akhir ini.

iii
MOTTO

“Pendidikan adalah tiket ke masa depan. Hari esok dimiliki oleh orang-orang yang
mempersiapkan dirinya sejak hari ini”.
(Malcom X)*)

                 
“Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah
kemenangan yang hakiki”.
(Mahatma Ghandi)**)

*)

Giri, U. (2016). Amazing Dubai. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


**)

Babtista, Y. (2011). Berani Bnagkit Berani Menang. Jakarta: PT Bhuana Ilmu


Populer.

iv
.

PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama Mahasiswa : Mira Indah Yani
NIM : 152303101014
menyatakan bahwa karya tulis ilmiah saya berjudul “Asuhan Keperawatan
Bronkopneumonia Pada An.N dan An.A dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan
yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana
pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan
kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi
Demikian pernyataan saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan
paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Lumajang, 19 April 2018


Yang menyatakan,

Mira Indah Yani


NIM. 152303101014

v
LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA PADA


An.N DAN An.A DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD
dr. HARYOTO LUMAJANG
TAHUN 2018

Oleh
Mira Indah Yani
152303101014

Pembimbing:

Dosen Pembimbing : Anggia Astuti S.Kp.,M.Kep

vi
PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir berjudul “Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada


An.N Dan An.A Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas Di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018” karya
Mira Indah Yani telah diuji dan disahkan pada:
Hari, tanggal : 10 Juli 2018
tempat : Prodi D3 Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang

Ketua Penguji

Ns. Arista Maisyaroh. M.Kep


NIP. 19820528 201101 2 2013

Penguji I Penguji II

Sri Wahyuningsih, S.ST., M.Keb Anggia Astuti, S.Kp., M.Kep


NIP. 19780303 200501 2 001 NRP. 760017251

Mengesahkan,
Koordinator Program Studi
D3 Keperawatan Universitas Jember
Kampus Lumajang

vii
Nurul Hayati, S.Kep., Ners., MM.
NIP. 19650629 198703 2 008

RINGKASAN

Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An. N dan An.A dengan


Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang
Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018; Mira Indah Yani,
152303101014; 2018: 118 halaman; Program Studi D3 Keperawatan Unej
Kampus Lumajang.

Bronkopneumonia merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru


melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus. Proses peradangan dari proses penyakit
bronkopneumonia mengakibatkan produksi sekret meningkat. Jika produksi sekret
meningkat muncul masalah keperawatan dan salah satu masalah keperawatan
tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Masalah keperawatan
bersihan jalan nafas jika tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan
masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan
bisa menimbulkan kematian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
deskriptif. Jenis rancangan penelitian deskriptif yang digunakan yaitu laporan
kasus. Penelitian ini mengeksplorasi asuhan keperawatan pada dua anak yang
mengalami bronkopneumonia dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Data yang dikumpulkan dengan cara melakukan pengkajian ,
analisa data, diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Hasil pengkajian pada kedua klien didapatkan kedua klien berusia dibawah
12 bulan. Kedua klien mengalami sesak dan batuk grok-grok, sedangkan klien
kedua disertai pilek dan muntah. Berdasarkan keluhan yang dialami kedua klien
didapatkan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Intervensi
keperawatan yang digunakan sesuai dengan teori. Implementasi keperawatan yang
dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat yaitu
manajemen jalan nafas, monitor pernafasan, administrasi (pemberian) obat
inhalasi dan terapi intravena. Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas pada kedua klien yang mengalamai bronkopneumonia selama 6 hari kedua
klien telah memenuhi 3 kriteria hasil dari 6 kriteria hasil, 3 kriteria tersebut adalah
tidak ada batuk, tidak ada otot bantu pernafasan dan mampu mengeluarkan sekret.
Disarankan bagi tenaga kesehatan untuk terus melakukan dan
meningkatkan intervensi keperawatan, serta memberikan penyuluhan kepada
keluarga mengenai bronkopneumonia sehingga keluarga dapat kooperatif terhadap

viii
terapi yang diberikan sehingga angka kejadian bronkopneumonia dapat berkurang
dan tidak terjadi bronkopneumonia yang berulang.

SUMMARY

Nursing Care for Children with Bronchopneumonia, with Nursing Problem


Ineffective Airway Clearance in Bougenville Room of dr. Haryoto Hospital
Lumajang Year 2018; Mira Indah Yani, 152303101014; 2018: 119 pages; D3
Nursing Program, Jember University, Lumajang Campus.

Bronchopneumonia is an inflammation of the pulmanory caused by direct


transmission process through the respiratory tract or hematogen to the bronchus.
The inflammatory process of bronchopneumonia disease results in increasing
secretion production. If the production of secretions increases, nursing problem
arises and one of the nursing problems is ineffectiveness of airway clearance.
When the problem of nursing airway clearance does not handle quickly, then it
could Iead many problems as patient will get severe shortness and could even
cause death.
This research used quantitative approach with descriptive method. Type of
descriptive research design used is case report. This study explores nursing care in
two children who have bronchopneumonia with nursing problem ineffectiveness
problems of airway clearance. Data collected by conducting assessment, data
analysis, nursing diagnoses, nursing orders, nursing implementation and nursing
evaluation
The results of the assessment on both the clients obtained that they are
under 12 month age. They have tightness and cough, while the second one has
also cold and vomit. Based on the complaint of the clients obtained the nursing
problem of the ineffectiveness of the clearance of the airway. Nursing
interventions used in accordance with the theory. Implementation of nursing
implemented based on the nursing interventions that have been made, namely the
management of the airway, monitor breathing, administration of the drug
inhalation and intravenous therapy. The nursing problem of the ineffectiveness of
the clearance of the airway on both the clients experiencing bronchopneumonia
for 6 days the second client has to meet 3 criteria result of 6 criteria result , 3
criteria are no cough, no muscles aids breathing and able to eject secretions.
It is advisable for health workers to continue in doing and improving the
nursing interventions and giving counseling to family regarding
bronchopneumonia so that the family can be cooperative to therapy given that the
incidence of bronchopneumonia can be reduced and does not occur
bronchopneumonia are repeated.

ix
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Bronkopneumonia Pada An.N dan An.A dengan Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Laporan Tugas
Akhir ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Ahli Madya
Keperawatan.
Dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir ini saya sampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung:
1. Bapak Drs. Moh. Hasan, M.Sc, Ph.D selaku rektor Universitas Jember
2. Ibu Ns. Lantin Sulistyorini., S.Kep., M.Kes selaku dekan Fakultas
Keperawatan
3. Ibu Nurul Hayati, S.Kep., Ns., MM. selaku koordinator Prodi D3
Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang yang memberikan
dukungan dalam penelitian.
4. Ibu Ns. Arista Maisyaroh. M.Kep selaku ketua penguji yang telah memberi
masukkan pada penulis.
5. Ibu Sri Wahyuningsih, S.ST., M.Keb selaku penguji I yang telah memberi
masukkan pada penulis.
6. Ibu Anggia Astuti S.Kp.,M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan dan bimbingan kepada penulis.
Penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan laporan tugas akhir dimasa yang akan datang dan penulis juga
berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Lumajang, 19 April 2018

x
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.................................................................................i
HALAMAN JUDUL.....................................................................................ii
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................iii
HALAMAN MOTTO...................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................vi
HALAMAN PEMBIMBING.......................................................................vii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................vii
RINGKASAN................................................................................................viii
SUMMARY...................................................................................................ix
PRAKATA....................................................................................................x
DARFTAR ISI..............................................................................................xi
DAFTAR TABEL.........................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................xv

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................4
1.4 Manfaat...................................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Bronkopneumonia....................................................................5
2.1.1 Definisi..................................................................................................5
2.1.2 Etiologi..................................................................................................5
2.1.3 Patofisiologi...........................................................................................7
2.1.4 Manifestasi Klinis..................................................................................8
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................8
2.1.6 Penatalaksanaan.....................................................................................9
2.1.7 Komplikasi............................................................................................12
2.1.8 Prognosis...............................................................................................12
2.2 Konsep Anak...........................................................................................12
2.2.1 Pengertian Anak....................................................................................12
2.2.2 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan........................................12
2.2.3 Tahap Tumbuh Kembang......................................................................13
2.2.4 Prinsip Keperawatan Anak....................................................................13
2.2.5 Peran Perawat........................................................................................14
2.2.6 Pengertian Hospitalisasi........................................................................15

xi
2.2.7 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi.....................................................15
2.2.8 Faktor Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi.........................................17
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................18
2.3.1 Pengkajian.............................................................................................18
2.3.2 Pemeriksaan Fisik..................................................................................21
2.3.3 Masalah Keperawatan...........................................................................22
2.3.4 Masalah Keperawatan Lain Yang Muncul............................................25
2.3.5 Intervensi Keperawatan.........................................................................25
2.3.6 Implementasi Keperawatan...................................................................26
2.3.7 Evaluasi Keperawatan...........................................................................27

BAB 3. METODE PENULISAN


3.1 Desain Penelitian....................................................................................28
3.2 Batasan Istilah........................................................................................28
3.3 Partisipan................................................................................................29
3.4 Lokasi dan Waktu..................................................................................29
3.5 Pengumpulan Data.................................................................................30
3.6 Analisa Data ...........................................................................................32
3.7 Etika Penulisan.......................................................................................32

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data..................................................34
4.2 Hasil dan Pengkajian.............................................................................34
4.2.1 Pengkajian.............................................................................................34
4.2.2 Analisa Data..........................................................................................54
4.2.3 Batasan Karakteristik............................................................................56
4.1.5 Intervensi Keperawatan.........................................................................58
4.1.6 Implementasi Keperawatan...................................................................61
4.1.7 Evaluasi Keperawatan...........................................................................70

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.............................................................................................73
5.1.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................73
5.1.2 Masalah Keperawatan...........................................................................73
5.1.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................73
5.1.4 Implementasi Keperawatan...................................................................74
5.1.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................75
5.2 Saran........................................................................................................75
5.2.1 Bagi RSUD dr.Haryoto Lumajang........................................................75
5.2.2 Bagi Keluarga........................................................................................75
5.2.3 Bagi Penulis...........................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................77


LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Identitas Klien..............................................................................34


Tabel 4.2 Riwayat Kesehatan Sekarang.......................................................36
Tabel 4.3 Riwayat Penyakit Dahulu.............................................................37
Tabel 4.4 Riwayat Kesehatan Keluarga.......................................................38
Tabel 4.5 Riwayat Kehamilan dan Persalinan..............................................39
Tabel 4.6 Riwayat Imunisasi........................................................................41
Tabel 4.7 Riwayat Perkembangan................................................................42
Tabel 4.8 Riwayat Pertumbuhan..................................................................42
Tabel 4.9 Riwayat Pemberian Nutrisi..........................................................43
Tabel 4.10 Riwayat Sosial............................................................................44
Tabel 4.11 Reaksi Hospitalisasi...................................................................45
Tabel 4.12 Perubahan Pola Kesehatan.........................................................46
Tabel 4.13 Pemeriksaan Fisik......................................................................48
Tabel 4.14 Pemeriksaan penunjang Hasil Laboratorium.............................52
Tabel 4.15 Hasil Penunjang Foto Rotgen.....................................................53
Tabel 4.16 Penatalaksanaan Terapi..............................................................53
Tabel 4.17 Diagnosa Medis..........................................................................54
Tabel 4.18 Analisa Data...............................................................................54
Tabel 4.19 Batasan Karakteristik.................................................................56
Tabel 4.20 Intervensi Keperawatan..............................................................58
Tabel 4.21 Implementasi Keperawatan........................................................61
Tabel 4.22 Evaluasi Keperawatan Hari ke 1................................................70
Tabel 4.23 Evaluasi Keperawatan Hari ke 2................................................70
Tabel 4.24 Evaluasi Keperawatan Hari ke 3................................................71

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi Bronkopneumonia.............................................7


Gambar 2.2 Foto Thoraks Bronkopneumonia............................................8

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SAP.........................................................................................80
Lampiran 2 Jadwal Penyusunan KTI.........................................................91
Lampiran 3 Informed Consent...................................................................92
Lampiran 4 Surat Ijin Penyusunan KTI.....................................................94
Lampiran 5 Surat Pengambilan Data.........................................................95
Lampiran 6 Surat Bankesbanpol................................................................96
Lampiran 7 Surat RSUD dr.Haryoto..........................................................97
Lampiran 8 Jadwal Konsultasi KTI...........................................................98

xv
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan masa dimana organ- organ tubuhnya belum berfungsi
secara optimal sehingga anak lebih rentan terhadap penyakit (Marini &
Wulandari, 2016). Hal ini juga berkaitan dengan fungsi protektif atau immunitas
anak, salah satu penyakit yang sering diderita oleh anak adalah gangguan
pernafasan atau infeksi pernafasan. Penyakit gangguan pernafasan tersebut seperti
Asma, bronchitis, pneumonia, dan bronkopnemonia. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan tersebut pada masa bayi dan anak-anak dapat memberi kecacatan
sampai pada masa dewasa (Maidartati, 2014). Proses peradangan dari proses
penyakit bronkopneumonia mengakibatkan produksi sekret meningkat. Jika
produksi secret meningkat dan itu dialami oleh bayi maka bayi tidak dapat
mengeluarkan secret tersebut sehingga muncul masalah dan salah satu masalah
tersebut adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Apabila masalah bersihan
jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang
lebih berat saperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa
menimbulkan kematian (Marini & Wulandari, 2016).
Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal
dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO
menyebutkan bronkopneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi
penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS. Di Indonesia,
bronkopneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan TBC, dengan terdapatnya penderita bronkopneumonia pada
tahun 2011 sebanyak 779 kasus, tahun 2012 terdapat 791 kasus dan pada tahun
2013 terdapat 802 kasus, sehingga tahun ke tahun penderita bronkopneumonia
terus meningkat. Dalam data pasien bronkopneumonia di Jawa Timur pada tahun
2011 terdapat 490 orang yang menderita penyakit bronkopneumonia, pada tahun
2012 terdapat 558 orang yang menderita penyakit bronkopneumonia dan pada
tahun 2013 terdapat 546 orang, sehingga dari tahun 2011-2013 mencapai 1.594
kasus (Un, 2015). Pasien bronkopneumonia pada ruang Bougenville RSUD dr.
2

Haryoto Lumajang pada bulan Januari sampai awal Februari 2018 berjumlah 58
pasien. Bronkopneumonia mengakibatkan produksi sekret meningkat sehingga
muncul dan salah satunya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Karakteristik dari
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah batuk, sesak, suara nafas abnormal,
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cupping hidung (Marini &
Wulandari, 2016).
Bayi atau balita yang mengalami bronkopneumonia karena kuman telah
masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas dan
kemudian alveolus sekitarnya. Kuman pneumokokus meluas melalui porus kohn
dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Akibatnya timbul reaksi peradangan
hebat yang menghasilkan cairan edema dalam alveoli dan jaringan interstitial.
Cairan edema tersebut berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Kuman pneumokokus di fagositosis
oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli
dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus didalamnya. Secara perlahan-
lahan sel darah merah mati, sel darah yang mati bersama eksudat fibrin dibuang
dari alveoli. Edema dan eksudat mengakibatkan membrane dari alveolus akan
mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan diffuse osmosis
oksigen pada alveolus. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat
mengakibatkan bersihan jalan nafas tidak efektif dan peningkatan tekanan pada
paru-paru akibatnya terjadi penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar
dan juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru-paru. Penderita berusaha
melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu pernafasan
(otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi dinding dada
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
Hal yang harus ditangani pada penderita bronkopneumonia dengan
masalah keperawatan yang muncul ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu
menjalankan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi. Intervensi yang dapat dilakukan seperti manajemen jalan nafas,
monitor pernafasan, dan tindakan kolaboratif seperti pemberian terapi inhealer
3

dan terapi intravena. Dalam manajemen jalan nafas terdapat beberapa tindakan
seperti memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi, auskultasi suara
nafas dan fisioterapi dada. Tindakan dalam monitor pernafasan antara lain
monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, catat pergerakan
dada dan monitor suara nafas tambahan (NIC, 2013)
Fisioterapi dada yang dilakukan yaitu tapping dan clapping dua atau tiga
jari yang bertujuan jalan nafas bersih, secara mekanik dapat melepaskan sekret
yang melekat pada dinding bronkus dan mempertahankan fungsi otot-otot
pernafasan (Marini & Wulandari, 2016). Fisioterapi dada tapping dan clapping
dua atau tiga jari dalam melakukan tindakan tersebut tidak diperkenankan
melakukanya dengan keras karena dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan
untuk mencegah stimulasi sensoris kulit (Soemarno & Astuti, 2005). Pemberian
fisioterapi dada berupa tapping dan clapping dua atau tiga jari berdasarkan
penelitian Soemarno dan Astuti (2005) terdapat peningkatan pengeluaran sputum,
peningkatan tersebut disebabkan karena pemberian intervensi secara reguler dan
dikarenakan pada klien yang tidak pernah menerima intervensi tersebut akan
mengalami peningkatan volume pengeluaran sputum secara dramatis pada fase
awal intervensi dan selanjutnya meningkat secara linear.
Peran perawat dalam asuhan keperawatan pada anak bronkopneumonia
harus mampu memberikan pelayanan yang baik dan maksimal serta memberikan
edukasi dan semangat kepada klien dan keluarga klien. Sedangkan untuk keluarga
klien dapat melakukan fisioterapi dada pada klien setelah diajarkan oleh perawat.
Dalam hal edukasi perawat memberikan edukasi tentang pengertian
bronkopneumonia, penyebab bronkopneumonia, tanda dan gejala
bronkopneumonia, pengobatan pada bronkopneumonia dan cara perawatan
bronkopneumonia selama dirumah.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik meneliti lebih lanjut
tentang “Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An.N dan An.A dengan
Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang
Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018”.
4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah eksplorasi Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada
An.N dan An.A dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas Di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengeksplorasi Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An.N dan
An.A dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di
Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi RSUD dr.Haryoto Lumajang
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar dalam menjalankan
asuhan keperawatan pada anak bronkopneumonia dengan masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
1.4.2 Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan manfaat pada keluarga klien untuk lebih mengenal tentang
bronkopneumonia dan cara perawatan klien yang menderita bronkopneumonia.
1.4.3 Bagi Penulis Lebih Lanjut
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam
mengembangkan penelitian selanjutnya tentang asuhan keperawatan anak yang
mengalami bronkopneumonia dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bronkopneumonia


2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkoli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Bronkopneumonia merupakan pembagian dari pneumonia sesuai dengan
anatominya yaitu, pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),
dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis) (Ngastiyah, 2005).

2.1.2 Etiologi
Spektrum mikroorganisme penyebab bronkopneumonia pada neonatus dan
bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumonia, Haemophillus inflienzae
tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae (Fadhila, 2013).
Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak adalah pneumokokus
sedang penyebab lainya antara lain, streptococcus pneumonia, stapilokokus
aureus, haemophillus influenza, jamur (seperti candida albicans), dan virus. Pada
bayi dan anak kecil ditemukan stapilokokus aureus sebagai penyebab yang berat,
serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Riyadi & Sukarmin, 2009).
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu : pertusis,
morbili, gizi kurang, umur kurang dari 2 bulan, berat badan lahir rendah, tidak
mendapat ASI yang memadai, polusi udara, imunisasi yang tidak memadai,
defisiensi Vitamin A, pemberian makanan tambahan terlalu dini, kepadatan
tempat tinggal, laki-laki (Anggraini & Rahmanoe, 2014). Pada nenonatal
6

berjenis kelamin perempuan mengalami kemunculan surfaktan lebih awal.


Kemunculan surfaktan menjadikan potensi kecilnya saluran udara dan ruang
udara, sehingga menyebabkan laju aliran udara lebih tinggi dan hambatan jalan
nafas lebih rendah. Pertumbuhan saluran pernafasan pada anak perempuan lebih
cepat daripada jaringan parenkim, namun sebaliknya pada laki-laki (pertumbuhan
disanapsis) menyebabkan saluran pernapasan balita laki-laki lebih sempit.
Diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan
diameter saluran pernapasan anak perempuan (Solihati, Suhartono, & Winarni,
2017).
Sedangkan untuk faktor non-infeksi dapat terjadi akibat disfungsi menelan
atau refluks esophagus yang meliputi, bronkopneumonia hidrokarbon: terjadi oleh
karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon
seperti pelitur, minyak tanah dan bensin), bronkopneumonia lipoid: terjadi akibat
pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.Selain
faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia.Menurut sistem imun pada penderita berpenyakit berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya. (Fadhila, 2013)
7

2.1.3 Patofisiologi

Jamur, virus, bakteri, protozoa

esikoi
Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan
bawah
atas

Dilatasi pembuluh Peningkatan suhu tubuh Kuman terbawa


Kuman berlebih
darah dibronkus disaluran cerna

Eksudat plasma Septikimia Infeksi saluran


Proses peradangan
masuk alveoli pencernaan
Peningkatan metabolisme
Akumulasi sekret Peningkatan flora
Gangguan difusi normal dalam usus
dibronkus
dalam plasma Ekspolarsi meningkat

Peningkatan
Resiko ketidakseimbangan peristatik
elektrolit Ketidakefektifan usus
bersihan jalan nafas
Diare

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Mocus bronkus Resiko ketidakseimbangan
meningkat elektrolit

Bau mulut tidak sedap


Edema antara
kapiler dan alveoli Anoreksi

Ketidakseimbangan nutrisi
Iritan PMN eritrosit pecah Intake kurang kurang dari kebutuhan tubuh

Edema paru Pergeseran Penurunan Suplai O2 menurun


dinding dada capliance paru

Retraksi dada/
Hipoksia Hiperventilasi Dispneu
nafas cuping
hidung
Akumulasi Metabolism
Fatique
asam laktat anaerob meningkat
Gangguan pertukaran gas
Intoleran aktifitas

Gambar 2.1 Patofisiologi Bronkopneumonia


Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015)
8

2.1.4 Manifestasi Klinis


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai
39-40ºC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dyspnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
serta sianosis sekitar hidung dan mulut kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakitnya, tetapi sesudah
beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)

2.15 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrate pada
satu atau beberapa lobus. (Ngastiyah, 2005)

Gambar 2.2 Foto toraks bronkopneumonia


Sumber : (Patel, 2007)
b. Laboratorium
1) Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-
40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri (Yasmara & Nursiswati, 2016)
9

2) Dapat ditemukan juga leukopenia yang menandakan prognosis buruk dan


dapat ditemukan anemia ringan atau sedang (Riyadi & Sukarmin, 2009).
3) Kultur darah positif terhadap organisme penyebab (Yasmara & Nursiswati,
2016).
4) Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal : 75-100
mmHg)2 (Yasmara & Nursiswati, 2016).
5) Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agens penyebab (Yasmara
& Nursiswati, 2016).
6) Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine (Yasmara &
Nursiswati, 2016).
7) Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme
penyebab infeksi (Yasmara & Nursiswati, 2016).
c. Prosedur diagnostik
1) Specimen aspirasi transtrakea atau bronkoskopi mengidentifikasi agens
penyebab (Yasmara & Nursiswati, 2016).
2) Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen (Yasmara &
Nursiswati, 2016).

2.1.6 Penatalaksanaan
a. Farmakologi dan Medis
1) Pemberian obat antibiotik 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisillin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga
untuk menghindari resistensi antibiotik (Riyadi & Sukarmin, 2009).
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah Kcl 10 mEq/500ml/botol infus (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
10

3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat


kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikn koreksi sesuai dengan
analisa gas darah arteri (Riyadi & Sukarmin, 2009).
4) Pemberian makan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita
yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya (Riyadi & Sukarmin,
2009).
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin
dan beta antagonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan
mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen
bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2009).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Menjaga kelancaran pernafasan
Pasien bronkopneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus/paru. Pada anak
yang agak besar (sudah mengerti) berikan sikap baring setengah duduk,
longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos baju agak
sempit. Dan ajarkan agar bila ia batuk lendirnya dikeluarkan dan katakana
kalau lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak napasnya tidak segera hilang.
Sedangkan pada bayi, baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan
memberikan ganjal dibawah bahunya. Bukalah pakaian yang ketat seprti
gurita, atau celana yang ada karetnya. Isaplah lendirnya, pengisapan lendir
harus sering yaitu pada saat terlihat lendir didalam mulut, pada waktu akan
memberi minum, mengubah sikap baring atau tindakan lain (Ngastiyah,
2005). Pada pasien bronkopnrumonia juga dapat dilakukan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada dapat dilakukan dengan tapping dan clapping dengan
menggunakan teknik dua atau tiga jari. Tapping atau clapping yang
dilakukan tidak boleh menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak boleh
dilakukan secara keras untuk mencegah stimulasi sensoris kulit (Soemarno
& Astuti, 2005).
11

2) Kebutuhan Istirahat
Pasien dengan bronkopneumonia adalah pasien payah, suhu tubuhnya tinggi,
sering hiperpireksia, maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan
pasien harus ditolong di tempat tidur. Pemberian obat jangan dilakukan
waktu pasien sedang tidur. Usahakan agar pasien dapat beristirahat sebaik-
baiknya dan jangan menggunakan pakaian terlalu rapat karena dapat
menyebabkan sesak nafas (Ngastiyah, 2005).
3) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan
yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Jika sesak nafas berkurang
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak berikan makanan lunak dan susu.
Bujuklah anak mau makan, dan waktu menyuapi harus sabar karena keadaan
sesak menyebabkan anak cepat lelah waktu mengunyah. Pada bayi yang
masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh menetek selain
memperoleh infus. Beritahukan pada ibunya agar pada waktu meneteki
susunya harus sering-sering dikeluarkan untuk memberikan kesempatan bayi
bernafas. Bila bayi masih belum mau mengisap ASI harus dipompa dan
diberikan dengan sendok. Sedangkan pada bayi yang minum susu formula
juga harus diberikan dengan sendok. Bila keadaan membaik dapat dicoba
dengan dot, dan dot harus sering dicabut. Bila terpaksa menggunakan sonde
berikan susu dengan pembagian 2-3 kali karena jika lambung mendadak
penuh dapat menyebabkan sesak nafas (Ngastiyah, 2005).
4) Mengontrol Suhu Tubuh
Pasien bronkopneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia.
Untuk ini maka suhu harus dikontrol setiap jam selain diusahakan untuk
menurunkan suhu dengan memberikan kompres dingin dan obat-obatan
(Ngastiyah, 2005).
5) Mencegah Komplikasi
Komplikasi yang terjadi terutama disebabkan oleh lendir yang tidak dapat
dikeluarkan sehingga terjadi atelektasis atau bronkiektasis. Untuk
12

menghindari terjadinya lendir yang menetap (mucous plug) maka sikap


baring pasien, terutama bayi, harus diubah posisinya setiap 2 jam dan
pengisapan lendir sering dilakukan. Setiap mengubah siakp lakukan sambil
menepuk-nepuk punggung pasien kemudian jika terlihat lendirnya meleleh
segera diisap. Bila lendir tetap banyak, dapat dilakukan fisioterapi dengan
drainase postural (Ngastiyah, 2005).

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empyema, otitis media akut.
Mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti atelectasis, emfisema, atau
komplikasi jauh seperti meningitis. Komplikasi tidak terjadi bila diberikan
antibiotik secara tepat (Ngastiyah, 2005).

2.1.8 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan samapai kurang dari 1%. Bila pasien disertai malnutrisi energi protein
(MEP) dan pasien yang dating terlambat angka mortalitasnya masih tinggi
(Ngastiyah, 2005).

2.2 Konsep Anak


2.2.1 Pengertian anak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seorang yang
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan menurut WHO (2014) batasan usia anak adalah sejak anak dalam
kandungan sampai 19 tahun (Kemenkes,2015).

2.2.2 Pengertian pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahandalam jumlah
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
13

bersifat kuantitatif sehingga bias diukur dengan ukuran (gram,pound,


kilogram), ukuran panjang (cm, meter) (Sulistyo, 2011).
b. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsitubuhnya yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, jaringn tubuh, organ-organ dan system organ diferensi dari
sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai
hasil interaksi dengan lingkunganya (Sulistyo, 2011).

2.2.3 Tahapan tumbuh kembang anak


Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsugn secara teratur,
berkaitan danberkesinambungan. Setiap anak akan melewati suatu pola tertentu
yang merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut:
a. Masa janin di dalam kandungan
b. Masa setelah lahir terdiri dari beberapa tahapan usia yaitu:
c. Masa neonates (usia 0-28 hari)
d. Masa bayi (usia 1-12 bulan)
e. Masa toddler (usia 1-3 tahun)
f. Masa pra sekolah (usia 4-6 tahun)
g. Masa sekolah (usia 7-13 tahun)
h. Masa remaja (usia 14-18 tahun)
(Sulistyo, 2011)

2.2.4 Prinsip keperawatan anak


a. Pertama, anak bukan miniatur orang dewasa, anak mempunyai pola tumbang
menuju poses kematangan (Sulistiyawati, 2012).
b. Kedua, Anak sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhansesuai
tahap pekembangan (Sulistiyawati, 2012).
14

c. Ketiga, pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan


penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak
sakit tapi menurunkan angka kesakitan dan kematian anak (Sulistiyawati,
2012).
d. Keempat, Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yangberfokus
pada kesejahteraan anak dikatakan sejahtera bila tidak cemas, takut dan
gangguan psikologis lainnya (Sulistiyawati, 2012).
e. Kelima, Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak
dankeluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan
kesejahteraan hidup (proses keperawatan yang sesuai dengan aspekmoral/etik
dan aspek legal/hokum) (Sulistiyawati, 2012).
f. Keenam, tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yangsehat
bagi anak sebagai makhluk biopsikososial legal/hukum)dan spiritual dalam
konteks keluarga dan masyarakat (Sulistiyawati, 2012).
g. Ketujuh  Kecenderungan keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbang
sebab ilmu tumbang ini mempelajari aspek kehidupan manusia.
(Sulistiyawati, 2012).

2.2.5 Peran perawat


Peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan langsung kepada
anak-anak dan keluarga mereka, menjadi seorang advokat, pendidik, dan manajer.
Sebagai advokat anak dan keluarga, perawat melindungi dan meningkatkan
perhatian terhadap ank-anak dan keluarga mereka dengan mengetahui sumber
daya mereka, serta membantu mereka untuk mengambil keputusan yang tebaik.
Perawat sebagai pendidik memastikan bahwa komunikasi dengan anak dan
keluarga berdasarkan pada usia tingkat perkembangan anak. Perawat anak juga
bertindak sebagai kolaborator, kordinator asuhan, dan konsultan. Berkolaborasi
dengan tim layanan kesehatan interdisiplin, perawat anak mengintegrasikan
kebutuhan anak dan keluarga ke dalam rencana asuhan terkoordinasi. Dalam
peran sebagai konsultan perawat anak memastikan bahwa kebutuhan anak dan
keluarga terpenuhi melalui aktivitas, seperti memfasilitasi kelompok pendukung
15

atau bekerja sama dengan perawat sekolah untuk merencanakan asuhan anak
(Terri Kyle, 2014).

2.2.6 Pengertian Hospitalisasi


Menurut Supartini (2004) hospitalisasi merupakan suatu proses yang
karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk
tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami
berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress.

2.2.7 Reaksi anak terhadap hospitalisasi


a. Masa Bayi ( 0-12 bulan)
Bayi usia di bawah 3 bulan mentoleransi hospitalisai jangka pendek
dengan baik apabila didampingi oleh seorang pengasuh yang memenuhi
kebutuhan fisik mereka secara konsisten. Bayi usia antara 4 dan 6 bulan,
mulai mengenali ibu dan ayahnya jika dijauhkan dari dirinya (dikenal
sebagai ansietas terhadap orang asing) sehingga bayi pada usia ini
mungkin juga mengalami ansietas perpisahan ketika dirawat (Sulistyo C.
D., 2011).
b. Masa Toddler ( 1- 3 tahun)
Hospitalisasi mekanisme pertahanan primer toddler adalah regresif.
Toddler juga merasa kehilangan kendali berkaitan dengan keterbatasan
fisik, kehilangan rutinitas ketergantungan dan takut terhadap cedera atau
nyeri pada tubuh. Perpisahan pada toddler akan mengakibatkan ansietas
dan hal ini terjadi pada usia 18 bulan, hospitalsasi yang dapat
meningkatkan ansietas perpisahan, memiliki 3 fase :
1) Protes. Toddler seolah tidak mau kehilangan orang tuadengan
menunjukkan respon verbal seperti merangkul dengan erat, menangis.
2) Putus asa. Tidak tertarik terhadap lingkungn dengan menunjukkan
sikap pasif, depresi, dan kehilangan nafsu makan.
16

3) Penolakan (penyangkalan). Fase ini biasanya terjadi setelah perpisahan


dalam waktu lama dan jarang terlihat pada anak yang dirawat
(Sulistyo, 2011).
c. Masa pra sekolah (usia 4-6 tahun)
Anak prasekolah memiliki keterapilan verbal dan perkembangan yang
lebih baik untuk beradaptasi dengan berbagai situasi, tetapi penyakit dan
hospitalisasi tetap menyebabkan anak stress. Selain itu pemikiran anak pra
sekolah yang konkret, egosentrik dan magis (jenis berpikir yang
memungkinkan fantasi dan kreativitas) membatasi kemampuan mereka
untuk paham sehingga komunikasi dan intervensi harus dilakukan sesuai
tingkst pemahaman. Anak pra sekolah dapat tetap menanyakan orang
tuanya atau meminta menghubungi orang tua. Ia dapat menangis dengan
tenang, menolah untuk makan atau meminum obat, atau secara umum
tidak kooperatif. Anak pra sekolah yang dihospitlisasi kehilangan control
terhadap lingkungannya karena anak pra sekolah tidak dapat berpartisipasi
dalam aktivitas tertentu dan mengeksplorasi lingkungannya seperti
biasanya (Terri Kyle, 2014).
d. Masa sekolah (usia 7-13 tahun)
Anak usia sekolah umumnya dihospitalisasi karena penyakit jangka
panjang atau trauma. Stress akibat penyakit atau ansietas terkait dengan uji
diagnostic dan intervensi terpeutik dapat memicu ekspresi distress yang
diarahkan kedalam diri atau ke luar. Anak usia sekolah mengkhawatirkan
ketidakmampuan dan kematian, serta mereka takut terhadap nyeri dan
cidera. Ansietas perpisahan bukan merupakan masalah besar pada anak
sekolah. Mereka terbiasa dengan periode perpisahan. Beberapa anak usia
sekolah dapat mengalami regresif dan menjadi orang yang membutuhkan
(needy), menuntut perhatian dari orang tua mereka. Hospitalisasi
menyebabkan mereka kehilangan control dengan membatasi aktivitas,
sehingga membuat mereka tidak berdaya dan bergantung. Kondisi ini
dapat menghasilkan perasaan kesepian, kebosanan, isolasi, dan depresi
(Terri Kyle, 2014).
17

e. Masa remaja (usia 14-18 tahun)


Remaja yang dihospitalisasi takut akan cedera dan nyeri. Karena bagi
mereka penampilan sangat penting, mereka mengkhawatirkan cidera akan
mempengaruhi citra tubuh mereka. Remaja biasanya tidak mengalami
ansietas perpisahan karena jauh dari orang tua, bahkan ansietas remaja
berasal dari perpisahan dengan teman-temanya. Kehilangan control
merupakan factor utama yang mempengaruhi perilaku remaja yang
dihospitalisasi. Rasa marah, menarik diri, atau kehilangan kerja sama
umum dapat terjadi akibat perasaan kehilangan control. Perasaan tak
terkalahkan dapat membuat mereka mengambil risiko dan tidak patuh
terhadap terapi (Terri Kyle, 2014).

2.2.8 Faktor Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Berbagai factor memiliki dampak besar pada kemampuan anak untuk
menghadapi penyakit dan hospitalisasi. Faktor ini dapat meningkatkan atau
menghilangkan kekuatan anak yang sedang sakit dan dihospitalisasi. Setiap anak
berespon berbeda dan mempresepsikan pengalaman di rumah sakit secara
berbeda. Berikut factor yang mempengaruhi reaksi anak saat dihospitalisasi (Terri
Kyle, 2014) :
a. Frekuensi perpisahan dari oragn tua/pengasuh
b. Usia
c. Tingkat perkembangan
d. Tingkat kognitif
e. Pengalaman sebelumnya dengan penyakit & hospitalisasi
f. Stress dan perubahan kehidupan saat ini
g. Jenis dan jumlah perpisahan
h. Tempramen
i. Keterampilan koping bawaan/alamiah dan didapat
j. Keseriusan diagnosis/awitan penyakit atau cidera
18

k. Sistem pendukung yang tersedia, termasuk keluarga dan professional perawat


kesehatan
l. Latar belakang budaya
m. Reaksi orang tua terhadap penyakit dan hospitalisasi.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan.
Pengkajian bertujuan untuk mendapat data dasar tentang kesehatan pasien baik
fisik, psikologis, maupun emosional (Debora, 2011).
a. Identitas klien
Tertinggi usia 1-12 bulan (Kemenkes,2010).
b. Keluhan utama
Sebagian besar keluhan utama bronkopneumonia adalah sesak nafas. Sesak
nafas yang akibat dari adanya eksudat yang menyebabkan sumbatan pada
lumen bronkus (Rizqiyah, 2014).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Anak dengan bronkopneumonia sebelumnya pernah menderita penyakit
infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun atau pernah menderita
bronkopneumonia sebelumnya (Rizqiyah, 2014).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga anak dengan bronkopneumonia biasanya terdapat anggota
keluarga menderita penyakit paru-paru atau penyakit infeksi saluran
pernafasan sehingga dapat menularkan kepada anggota keluarga lainya,
keadaan ini dapat memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut
diuraikan (Rizqiyah, 2014).
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pada riwayat persalinan saat ibu melahirkan air ketuban berperanguh pada
bayi yang dilahirkan. Air ketuban yang berwarna hijau atau keruh
merupakan salah satu faktor resiko bayi lahir mengalami infeksi neonatal.
19

Air ketuban yang berwarna hijau dapat terhirup bayi dan menginfeksi paru –
paru (Yusuf, 2014).

f. Riwayat imunisasi
Terkadang anak belum dilakukan imunisasi. Imunisasi yang tidak memadai
dapat meningkatkan insiden bronkopneumonia (Anggraini & Rahmanoe,
2014)
g. Riwayat perkembangan
Bayi berusia enam bulan mulai mengulang kombinasi suara (“da”da”da”)
dan usia tujuh bulan mulai mengucapkan beberapa suku kata (Kelly, 2010)
h. Riwayat pertumbuhan
i. Riwayat Pemberian nutrisi
Mengkonsumsi makanan tambahan terlalu dini. Pemberian makan terlalu
dini pada bayi atau anak menyebabkan masalah kurang gizi dan infeksi pada
anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun. Kejadian infeksi yang tinggi
seperti diare, infeksi saluran napas, alergi hingga gangguan pertumbuhan
(Mufida, Widyaningsih, & Maligna, 2015).
j. Riwayat sosial
k. Pola presepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpresepsi meskipun anaknya batuk
masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orangtua
menganggap anaknya benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami sesak
nafas (Riyadi & Sukarmin, 2009).
l. Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon
sistemik melalui control saraf pusat), mual dan muntah (karena peningkatan
rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksis mikroorganisme)
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
m. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan melalui proses evaporasi karena demam (Riyadi & Sukarmin, 2009).
20

n. Pola tidur-istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena
sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah,
anak juga sering menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan
tersebut (Riyadi & Sukarmin, 2009).
o. Pola aktivasi-latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihanya sebagai dempak kelemahan
fisik. Anak tampak lebih banyak minta digedong orangtuanya atau bedrest
(Riyadi & Sukarmin, 2009).
p. Pola kognitif-presepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya
sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat
dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru
disampaikan (Riyadi & Sukarmin, 2009).
q. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orangtua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak
suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat (Riyadi & Sukarmin,
2009).
r. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun
yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang
terdekat (orangtua). (Riyadi & Sukarmin, 2009)
s. Pola seksualitas-reproduksi
Pola kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah
mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi
bersifat sementara dan biasanya penundaan (Riyadi & Sukarmin, 2009).
t. Pola toleransi stress-koping
Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak sering
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung dan suka marah (Riyadi & Sukarmin, 2009).
21

u. Pola nilai-keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkatkan sering dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT (Riyadi & Sukarmin, 2009).

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Status penampilan kesehatan : lemah (Riyadi & Sukarmin, 2009).
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit (Riyadi & Sukarmin, 2009).
c. Tanda-tanda vital :
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
2) Frekuensi pernafasan : takipnea, dyspnea progresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nafas (Riyadi & Sukarmin,
2009).
3) Suhu tubuh : hipertermia akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus (Riyadi & Sukarmin, 2009).
d. Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
e. Integument
1) Warna kulit pucat sampai sianosis. (Riyadi & Sukarmin, 2009). Sianosis
perifer dapat terjadi jika saturasi oksigen dalam arteri menurun,
polistemia, kelainan hemoglobin dan methemoglobinemia. Sedangkan
sianosis perifer timbul disebabkan terkena hawa dingin, curah jantung
yang au vena (Muttaqin, 2008).
2) Suhu kulit pada hipertermia kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermia teratasi kulit anak akan teraba dingin (Riyadi & Sukarmin,
2009).
3) Turgor kulit menurun pada hipertensi (Riyadi & Sukarmin, 2009).
f. Kepala dan mata
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala (Riyadi & Sukarmin, 2009).
22

2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata


(Riyadi & Sukarmin, 2009).
3) Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna (Riyadi & Sukarmin, 2009).
g. Thorax dan paru-paru
Pada thorax dan paru-paru merupakan data yang menonjol pada pemeriksaan
fisik. Data tersebut antara lain :
1) Inspeksi
Frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas seperti takipnea,
dyspnea progresif, pernafasan dangkal, pektus ekskavatum (dada
corong), paktus karinatium (dada burung), barrel chest (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
2) Palpasi
Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang
terkena (Riyadi & Sukarmin, 2009).
3) Perkusi
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi
udara) resonansi (Riyadi & Sukarmin, 2009).
4) Auskultasi
Suara pernafasan yang meningkat intensitasnya. Suara bronkovesikuler
atau bronchial pada daerah yang terkena. Suara pernafasan tambahan-
ronki inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi (Riyadi & Sukarmin,
2009). Dapat ditemukan penurunan bunyi nafas jika klien mengalami
atelektaksis karena penyebab penurunan bunyi nafas adalah ateletaksis
(Muttaqin, 2008)

2.3.3 Masalah Keperawatan


Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
23

a. Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari napas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas (NANDA, 2015).
b. Batasan Karakteristik (NANDA, 2015) :
1) Batuk yang tidak efektif
Batuk disertai dengan meningkatnya produksi lendir atau dahak di
tenggorokan (Marianti, 2016).
2) Dyspnea
Perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan
penggunaan otot bantu pernapasan (Price & Wilson, 2006).
3) Gelisah
Perasaan tidak tenteram, selalu merasa khawatir (tentang suasana hati),
tidak tenang (tentang tidur), tidak sabar lagi dalam menanti dan cemas
(Soeharso & Retnoningsih, 2014).
4) Kesulitan verbalisasi
Kesulitan dalam memberi penjelasan (pengungkapan) sesuatu dengan
kata-kata (Soeharso & Retnoningsih, 2014).
5) Mata terbuka lebar
Melihat dengan mata tidak berkedip atau terbeliak (Soeharso &
Retnoningsih, 2014).
6) Penurunan bunyi nafas
Penurunan suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar
paru pada waktu bernapas (Soeharso & Retnoningsih, 2014).
7) Perubahan frekuensi pernafasan
Terdapat perubahan kecepatan bernafas. Frekuensi normal pada bayi
baru lahir dan bayi yaitu 30-60 kali permenit (Tarwoto & Suwartono,
2015).
8) Perubahan pola nafas
Jenis pernafasan sesuai dengan kecepatan pernafasan. Pola nafas normal
disebut juga eupnea (Tarwoto & Suwartono, 2015).
24

9) Sianosis
Tanda fisik berupa kebiruan pada kulit akibat rendahnya kadar oksigen
dalam sel darah merah (Muhlisin, 2017).
10) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
11) Suara nafas tambahan
12) Tidak ada batuk
c. Faktor yang berhubungan (NANDA, 2015) :
1) Faktor lingkungan :
a) Perokok
b) Perokok pasif
c) Terpajan asap
2) Faktor obstruksi jalan nafas (NANDA, 2015) :
a) Adanya jalan nafas buatan
b) Benda asing dalam jalan nafas
c) Hyperplasia pada dinding brokus
d) Eksudat dalam alveoli
e) Mukus berlebihan
f) Penyakit paru obstruksi kronis
g) Sekresi yang tertahan
h) Spasme jalan nafas
Kejang otot yang mengenai atau beberapa otot pada jalan nafas
(Muttaqin, 2011).
3) Faktor fisiologis (NANDA, 2015) :
a) Asma
b) Disfungsi neuromuskuler
c) Infeksi
d) Jalan nafas alergik

d. Kriteria hasil
1) Irama nafas normal yaitu eupnea
2) Frekuensi pernafasan dalam rentang normal yaitu 30-60 kali permenit
25

3) Tidak ada suara nafas tambahan seperti ronchi atau wheezing.


4) Tidak ada batuk
5) Tidak ada otot bantu pernafasan.
6) Mampu mengeluarkan sputum.
(NOC, 2013)

2.3.4 Masalah Keperawatan Lain yang Muncul


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
c. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen atau kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola
tidur. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
e. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi. (Riyadi & Sukarmin, 2009)
f. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan toksemia. (Riyadi &
Sukarmin, 2009)

2.3.5 Intervensi Keperawatan


1. Manajemen jalan nafas (3140)
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada
c. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak
ada dan adanya suara tambahan
d. Bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan
e. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan
26

2. Monitor pernafasan (3350)


a. Monitor kecepatan ,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
d. Monitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, respirasi biot)
3. Administrasi (pemberian) obat inhalasi (2311)
a. Bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan
b. Bantu klien menempatkan inhaler di mulut atau hidung
c. Pantau pernafasan klien dan auskultasi paru-paru
4. Terapi intravena (IV) (4200)
a. Verifikasi perintah untuk terapi IV
b. Instruksikan klien untuk prosedur
c. Lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pengobatan (benar obat,
dosis, pasien, cara, frekuensi dan dokumentasi
d. Monitor tanda-tanda vital
(NIC, 2013)

2.3.6 Implementasi Keperawatan


1. Manajemen jalan nafas (3140)
a. Meposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Melakukan fisioterapi dada
c. Melakukan auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada dan adanya suara tambahan
d. Membantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan
e. Mengelola udara atau oksigen yang dilembabkan
2. Monitor pernafasan (3350)
a. Memonitor kecepatan ,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
27

c. Memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi


d. Memonitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, respirasi biot)
3. Administrasi (pemberian) obat inhalasi (2311)
a. Membantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan
b. Membantu klien menempatkan inhaler di mulut atau hidung
c. Memantau pernafasan klien dan auskultasi paru-paru
4. Terapi intravena (IV) (4200)
a. Memverifikasi perintah untuk terapi IV
b. Meinstruksikan klien untuk prosedur
c. Melakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pengobatan (benar obat,
dosis, pasien, cara, frekuensi dan dokumentasi
d. Memonitor tanda-tanda vital
(NIC, 2013)

2.3.7 Evaluasi Keperawatan


a. Irama nafas normal yaitu eupnea
b. Frekuensi pernafasan dalam rentang normal yaitu 30-60 kali permenit
c. Tidak ada suara nafas tambahan seperti ronkhiatau wheezing.
d. Tidak ada batuk
e. Tidak ada otot bantu pernafasan.
f. Mampu mengeluarkan sekret
(NOC, 2013)
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan
(memaparkan) peristiwa - peristiwa penting yang terjadi pada masa kini
(Nursalam, 2013). Sedangkan jenis rancangan penelitian deskriptif yang
digunakan yaitu laporan kasus. Rancangan penelitian laporan kasus merupakan
rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara
intensif misalnya satu klien, keluarga, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2013).
Penelitian ini akan mengeksplorasi asuhan keperawatan bronkopneumonia
pada An.N dan An.A dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas di ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.

3.2 Batasan Istilah


Batasan istilah (dalam istilah versi kualitatif disebut definisi operasional)
adalah pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang menjadi fokus
laporan kasus. Berikut istilah-istilah dalam laporan kasus ini antara lain.
3.2.1 Definisi Asuhan Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia
Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan professional
kepada anak yang mengalami peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui
cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2009) dengan menggunakan metodologi
proses keperawatan mulai dari analisa data, diagnosis keperawata, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan (Asmadi,
2008).
3.2.2 Definisi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Ketidakmampuan untuk membersihakn sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas (NANDA,2015) dan
pasien dapat mengalami dyspnea dan batuk tidak efektif atau dengan tambahan
batasan karakteristik berikut :
29

a. Gelisah
b. Kesulitan verbalisasi
c. Mata terbuka lebar
d. Penurunan bunyi nafas
e. Perubahan frekuensi pernafasan
f. Perubahan pola nafas
g. Sianosis
h. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
i. Tidak ada batuk
j. Suara nafas tambahan

3.3 Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah 2 pasien berbeda yang memenuhi
kriteria :
3.3.1 Menjalani rawat inap di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang
3.3.2 Didiagnosa medis bronkopneumonia
3.3.3 Pasien mengalami gejala dyspnea dan batuk tidak efektif atau dengan
tambahan batasan karateristik ( gelisah, kesulitan verbalisasi, mata
terbuka lebar, penurunan bunti nafas, perubahan frekuensi pernafasan,
perubahan pola nafas, sianosis, sputum dalam jumlah berlebih, suara nafas
tambahan)
3.3.4 Bersedia menjadi partisipan dengan orangtua menandatangani Informed
Consent

3.4 Lokasi dan Waktu


3.4.1 Lokasi
Peneletian dilakukan di ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang.
Ruang Bougenville merupakan ruang perawatan anak yang memiliki 3 kelas yaitu
kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Partisipan dalam penelitian ini menempati ruang
Bougenville kelas 3.
30

3.4.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada klien 1 pada tanggal 02 Februari 2018 hingga 07
Februari 2018. Pada klien 2 dilakukan pada tanggal 07 Februari 2018 hingga 12
Februari 2018.

3.5 Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data menggunakan sumber data yang sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data pengumpul data. Sumber primer merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Pengumpulan data bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka
teknik pengumpulan data dapat dilakukan antara lain (Sugiyono, 2008):

3.5.1 Interview (Wawancara)


Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara dapat
dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui
tatap muka ( face to face) maupun menggunakan telepon (Sugiyono, 2008).
Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara pada keluarga klien
dikarenakan kedua klien yang masih berusia 1 bulan dan 5 bulan masih berada
pada masa tumbuh kembang belum bisa berbicara.

3.5.2 Observasi dan pemeriksaan fisik


a. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, peneliti berkenan
dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data ,
observasi dapat dibedakan menjadi participant observation ( observasi berperan
serta) dan non participant observation , selanjutnya dari segi instrume yang
31

digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan


tidak terstruktur (Sugiyono, 2008).
Observasi pada penelitian ini adalah mengobservasi irama pernafasan,
kedalaman pernafasan, kesulitan pernafasan, status pernafasan, pola nafas, suara
nafas tambahan dan tanda-tanda vital.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pendekatan Inspeksi, Perkusi, Palpasi dan
Auskultasi. Pemeriksaan fisik dimulai dari ujung rambut ke ujung kaki (head to
toe). Pada masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas maka perlu
diperhatikan pada pemerikasaan thorax dan paru-paru. Pada thorax dan paru-paru
merupakan data yang menonjol pada pemeriksaan fisik. Data tersebut dapat
ditumakan antara lain.
1) Inspeksi
Frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas seperti takipnea, dyspnea
progresif, pernafasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus
karinatium (dada burung), barrel chest (Riyadi & Sukarmin, 2009).
2) Palpasi
Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang
terkena (Riyadi & Sukarmin, 2009).
3) Perkusi
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara)
resonansi (Riyadi & Sukarmin, 2009).
4) Auskultasi
Suara pernafasan yang meningkat intensitasnya. Suara bronkovesikuler atau
bronchial pada daerah yang terkena. Suara pernafasan tambahan-ronki
inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi (Riyadi & Sukarmin, 2009).
32

3.6 Analisis Data


Dalam penelititan kualitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh partisipan atau sumber data lain terkumpul lalu dibahas sesuai dengan
fakta, teori dan opini penulis (Sugiyono, 2008).

3.7 Etika Penulisan


3.7.1 Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan informed consent
adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika respon bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika respon tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak
pasien (Hidayat, 2009).
Pada penelitian ini informed consent dilakukan sebelum melakukan
pengkajian. Informed consent diberikan pada wali atau keluarga partisipan
misalnya ayah dan ibu partisipan. Apabila informed consent telah ditanda tangani
oleh wali atau keluarga partisipan maka dapat dilanjutkan untuk melakukan
pengkajian hingga evaluasi.

3.7.2 Anonimity ( Tanpa Nama)


Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak
mencantumkan nama respon pada lembar alat ukur. Nama resonden diganti
dengan inisial, nomor, atau kode pada lembar pengumpulan data (Hidayat, 2009).
Pada penelitian ini nama partisipan, wali atau keluarga dan narasumber
ditulis dengan inisial untuk menjaga kerahasiaan.

3.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan)


Semua informasi maupun masalah-masalah responden akan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya pengelompokan data tertentu yang akan
disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat, 2009).
33

Pada penelitian ini semua informasi atau data tentang partisipan dijaga
kerahasiaanya dengan cara menulis nama partisipan, wali atau keluarga dan
informan dengan inisial.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara fakta
teori dan opini dari penulis sendiri. Teori didapatkan dari bab 2 yang merupakan
penjabaran dari konsep bronkopneumonia dan asuhan keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Fakta didapatkan dari pengkajian hingga
evaluasi yang ditemukan secara langsung sesuai di lapangan. Untuk opini berasal
dari penulis sendiri.

4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data


Lokasi pengambilan data pada laporan kasus ini di RSUD dr. Haryoto
Lumajang, dimana rumah sakit tersebut adalah salah satu rumah sakit milik
pemerintah daerah kabupaten Lumajang yang beralamat jalan Basuki Rahmat No.
5. RSUD dr.Haryoto merupakan rumah sakit tipe B serta merupakan salah satu
rumah sakit rujukan untuk wilayah Lumajang dan sekitarnya. Kedua Klien yang
menjadi responden dalam studi kasus ini dirawat di ruang Bougenville kelas 3.
Ruang Bougenville merupakan ruang anak di RSUD dr. Haryoto Lumajang. Klien
yang dirawat di ruang Ruang Bougenville adalah klien dengan kasus medikal
yang salah satunya yaitu bronkopnrumonia. Pengumpulan data dilakukan pada
tanggal 02 Februari 2018 hingga 07 Februari 2018 untuk klien 1 dan 07 Februari
2018 hingga 12 Februari 2018 untuk klien 2.

4.2 Hasil dan Pengkajian


4.2.1 Pengkajian
Tabel 4.1 Identitas Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville RSUD
dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Inisial Pasien An. N An. A
Umur 1 Bulan 5 Bulan
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Agama Islam Islam
Pendidikan - -
Alamat Karanglo, Kunir Kertowono, Gucialit

Inisial Informan Ny. K Ny. S


Hubungan Keluarga Ibu Ibu
Umur 24 Tahun 21 Tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta
Agama Islam Islam
35

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, didapatkan ksesuai antara fakta dan teori
pada kedua klien yaitu keduanya memiliki usia dibawah 12 bulan. Kemenkes,
(2010) yang menyebutkan bahwa bayi yang berusia 1 sampai 12 bulan lebih besar
pravelensinya terdiagnosis bronkopneumonia. Anggraini & Rahmanoe (2014)
juga mengatakan bahwa faktor resiko yang dapat meningkatkan bronkopneumonia
adalah usia kurang dari 2 bulan.
Selain usia jenis kelamin juga menjadi faktor resiko mengalami
bronkopneumonia. Menurut Solihati, Suhartono & Winarni (2017) pada nenonatal
berjenis kelamin perempuan mengalami kemunculan surfaktan lebih awal.
Kemunculan surfaktan menjadikan potensi kecilnya saluran udara dan ruang
udara, sehingga menyebabkan laju aliran udara lebih tinggi dan hambatan jalan
nafas lebih rendah. Pertumbuhan saluran pernafasan pada anak perempuan lebih
cepat daripada jaringan parenkim, namun sebaliknya pada laki-laki (pertumbuhan
disanapsis) menyebabkan saluran pernapasan balita laki-laki lebih sempit.
Diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan
diameter saluran pernapasan anak perempuan.
Penulis beranggapan meskipun kedua klien memiliki umur berbeda yaitu
klien 1 berumur 1 bulan dan klien 2 berumur 5 bulan, namun berdasarkan teori
yang telah dipaparkan diatas kedua klien masuk dalam rentang usia terdiagnosis
bronkopneumonia yaitu usia dibawah 12 bulan. Faktor jenis kelamin juga
berpengaruh dalam bronkopneumonia, berdasarkan teori tersebut laki-laki lebih
rentang mengalami bronkopneumonia daripada perempuan.
Penulis beranggapan selain faktor usia dan jenis kelamin yang menjadi
faktor resiko mengalami bronkopneumonia adalah daya tahan tubuh pada kedua
klien dimana usia kedua klien yang masih dibawah 12 bulan sehingga daya tahan
keduanya belum terlalu kuat. Riwayat kesehatan keluarga juga dapat menjadi
faktor resiko mengalami bronkopneumonia bila keluarga memiliki riwayat
penyakit pernafasan yang diperkuat dalam tabel 4.4. Beberapa faktor yang telah
disebutkan dapat meningkatkan faktor resiko mengalami bronkopneumonia pada
kedua klien.
36

Tabel 4.2 Tabel Riwayat Kesehatan Sekarang Partisipan Bronkopneumonia di


Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari
dan Februari 2018
Riwayat Kesehatan Sekarang Klien 1 Klien 2
Ibu klien mengatakan anaknya Ibu klien mengatakan anaknya
Keluhan Utama MRS batuk grok-grok, sesak disertai batuk grok-grok, pilek sejak 4
demam sejak 2 hari yang lalu hari dan disertai badanya panas
(38ºC) serta muntah 3 kali
dirumah,

Keluhan saat Pengkajian Ibu klien mengatakan anaknya Ibu klien mengatakan klien
batuk grok-grok dan sesak masih batuk grok-grok, pilek,
sesak dan muntah 1 kali.

Riwayat Penyakit sekarang Ibu klien mengatakan awalnya Ibu klien mengatakan pada hari
anaknya batuk dan demam lalu sabtu 3 Februari 2018 klien
dibawa ke perawat didekat batuk dan pilek, lalu pada hari
rumanhya tapi tidak kunjung Minggu klien dibawa ke PKM
membaik. Keesokan harinya ibu Gucialit, di PKM Gucialit klien
klien membawa ke bidan, bidan hanya di periksa di IGD dan
memberi pesan jika tak kunjung diberi puyer. Klien setelah
membaik lebih baik klien dibawa diberi puyer masih batuk dan
ke RSUD dr. Haryoto saja. Pada pilek. Hari Senin klien dibawa
malam hari karena klien tak ke PKM Padang, di PKM
kunjung sembuh akhirnya ibu Padang klien langsung dirujuk
klien membawa ke RSUD dr. ke RSUD dr. Haryoto
Haryoto Lumajang dan Lumajang.
disarankan untuk opname.

Berdasarkan tabel 4.2 Tabel Riwayat Kesehatan Sekarang diatas, terdapat


persamaan antara fakta dan teori pada kedua klien. Menurut ibu dari klien 1, klien
mengeluh batuk grok-grok dan sesak sedangkan menurut ibu klien 2, klien
mengeluh batuk grok-grok, sesak, pilek dan muntah. Menurut Riyadi & Sukarmin
(2009) Pada anak yang mengalami Bronkopneumonia suhu tubuh dapat naik
sangat mendadak sampai 39-40ºC dan kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi, selain itu anak sangat gelisah, dyspnea, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut,
merintih dan sianosis. Bahkan terkadang disertai muntah dan diare. Batuk
37

biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakitnya, tetapi sesudah beberapa


hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Berdasarkan teori diatas penulis menyimpulkan bahwa kedua pasien telah
sesuai dengan teori yang ada. Pada klien 2 didapatkan keluhan pilek dan muntah
dikarenakan klien mencoba untuk mengelurkan sekret yang keluar setelah klien
batuk tapi dikarenakan usia klien yang masih dalam kategori bayi sehingga tidak
bisa untuk mengelurkan sekret sehingga klien 2 mengalami muntah.

Tabel 4.3 Riwayat Penyakit Dahulu Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018
Riwayat Kesehatan Dahulu Klien 1 Klien 2
Riwayat Penyakit Dahulu Ibu klien mengatakan anaknya Ibu klien mengatakan anaknya
sebelumnya tidak pernah sakit dan sebelumnya belum pernah
tidak pernah dirawat di Rumah mengalami sakit seperti saat ini.
sakit. Biasanya hanya panas biasa
setelah diperiksakan ke tenaga
medis terdekat dan diberi obat
klien langsung sembuh. Ini
merupakan pertama kalinya klien
masuk rumah sakit.

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan kedua klien tidak pernah dirawat di


rumah sakit sebelumnya dan kedua klien tidak pernah sakit sama seperti yang
dialami sekarang. Menurut Rizqiyah (2014) anak dengan bronkopneumonia
sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun atau pernah menderita bronkopneumonia sebelumnya.
Berdasarkan teori tersebut penulis berpendapat bahwa pada klien 1 sakit
yang dialami merupakan permulaan klien sakit sehingga dapat dimungkinkan
klien 1 dikemudian hari dapat mengalami sakit yang sama. Pada klien 2
sebelumnya belum mengalami sakit yang sama seperti yang dialami saat ini tapi
dahulunya klien 2 pernah sakit seperti demam, demam sendiri merupakan tanda
gejala bahwa klien 2 telah mengalami infeksi sehingga sesuai dengan teori yang
ada sebelumnya mengalami penyakit infeksi yang dapat menyebabkan sistem
imun menurun sehingga dapat mengalami bronkopneumonia.
38

Tabel 4.4 Riwayat Kesehatan Keluarga Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Riwayat Penyakit Keluarga Klien 1 Klien 2


Riwayat Penyakit Keluarga Ibu klien mengatakan tidak ada Ibu klien mengatakan nenek
anggota keluarga yang mempunyai klien memiliki riwayat sesak.
penyakit asma atau sesak. Tapi ada keluarga klien yang terkadang
anggota keluarga yang sedang mengasuh klien ada yang
batuk dan merokok mengalami batuk. Keluarga
klien juga ada yang merokok

Genogram klien 1

69 Th 66 Th
Batuk Merokok

24 Th 29 Th

3 Th 1 Bln
Bronkopneumonia

Genogram klien 2

Sesak

21 Th
24 Th

5 Bln
Bronkopneuomoni
39

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan klien 1 tidak ada anggota keluarga


yang memiliki riwayat sesak tapi terdapat anggota keluarga yang mengalami
batuk. Menurut Marini & Wulandari (2016) bayi dan anak-anak merupakan masa
dimana organ-organ tubuhnya belum berfungsi optimal sehingga rentan terhadap
penyakit.
Sedangkan pada klien ke 2, terdapat anggota keluarga yang memiliki
riwayat sesak dan terdapat anggota keluarga yang mengalami batuk. Menurut
Surya (2016) pada orang yang mengalami asma saluran napas menyempit,
memproduksi lendir berlebihan, bersifat bawaan dan berlangsung jangka panjang
maka saluran napas penderita asma akan lebih mudah mengalami radang &
infeksi. Riyadi & Sukarmin (2009) menyebutkan bahwa bronkopneumonia sendiri
memiliki pengertian terjadinya peradangan atau infeksi pada jaringan paru.
Berdasarkan teori tersebut penulis beranggapan bahwa riwayat penyakit
keluarga merupakan salah satu komponen yang dapat mengetahui penyebab atau
faktor resiko klien mengalami gejala sesak dan batuk. Sesuai dengan teori diatas
bahwa bayi dan anak-anak merupakan masa dimana organ-organ tubuhnya belum
berfungsi optimal sehingga rentan terhadap penyakit, maka dari itu jika terdapat
anggota keluarga yang mengalami batuk dan kontak langsung dengan klien dapat
menyebabkan meningkatkannya faktor resiko klien mengalami batuk juga.Dari
riwayat keluarga klien 2 terdapat anggota keluarga yang memiliki riwayat sesak.
Sesak yang dialami anggota keluarga klien 2 bila dikarenakan asma maka penulis
berasumsi hal tersebut dapat diturunkan kepada klien sehingga meningkatkan
faktor resiko klien mengalami sesak pula.

Tabel 4.5 Riwayat Kehamilan dan Persalinan Partisipan Bronkopneumonia di


Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari
dan Februari 2018

Riwayat Kehamilan Dan


Klien 1 Klien 2
Persalinan
Pada trimester I ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan pada
mual, muntah dan kakinya bengkak, kehamilan awal ibu klien
Pre Natal Care ibu klien juga rutin memeriksakan mengalami mual dan muntah-
kehamilanya ke bidan dan juga jika ada muntah serta tidak enak makan.
kegiatan posyandu ibu klien
memeriksakan kehamilany
40

Lanjutan tabel 4.5


Riwayat Kehamilan Dan
Klien 1 Klien 2
Persalinan
sampai usia kehamilan 4 bulan.
. Ibu klien rutin memeriksakan
kehamilanya pada bidan didekat
rumahnya

Natal Care Ibu klien mengatakan melahirkan klien Ibu klien mengatakan melahirkan
pada kehamilan 9 bulan dengan cara klien pada usia kehamilan 9 bulan
normal per vagina di Puskesmas Kunir di RSUD dr. Haryoto melalui
dibantu oleh Bidan. Keadaan bayi saat operasi Caesar dan dibantu oleh
lahir langsung menangis dan bernafas dokter. Ibu klien memilih operasi
spontan. BBL klien = 3,00 gr dengan Caesar karena terdiagnosa pinggul
panjang 50 cm. Ibu klien tidak sempit. Ketika klien lahir
mengetahui air ketubannya bening atau langsung menangis dan bernafas
keruh. spontan. BBL klien = 3,4 Kg dan
PBL = 51 cm . Ibu klien mengatan
tidak mengetahui air ketuban
keruh atau jernih.

Post Natal Care Ibu klien mengatakan kulit klien Ibu klien mengatakan ketika klien
kemerahan saat lahir, menangis sudah lahir kulitnya berwarna
spontan. Dan selanjutnya klien diberi kemerahan. Klien tidak langsung
susu formula terlebih dahulu karena diberi ASI karena ASI belum
ASI belum keluar, setelah ASI keluar keluar. Jadi klien awalnya diberi
susu formula dihentikan. susu formula selama 4 hari setelah
itu ASI keluar dan klien langsung
berganti mengkonsumsi ASI.

Data tabel 4.5 tentang riwayat kehamilan dan persalinan menunjukkan ibu
kedua klien rutin memeriksakan kehamilanya ke tenaga medis terdekat. Pada
trimester awal ibu klien 1 dan ibu klien 2 merasakan mual muntah. Ibu klien 1
pada trimester awal juga merasakan kakinya bengkan. Sedangkan ibu klien 2
merasakn tidak enak makan. Pada saat proses kelahiran, klien 1 dilahirkan secara
normal. Klien 2 dilahirkan secara operasi ceassar dikarenakan ibu klien
mengalami pinggul sempit. Ibu dari kedua klien tidak mengetahui saat melahirkan
bagaimana warna air ketubannya. Menutur Yusuf (2014) air ketuban yang
berwarna hijau atau keruh merupakan salah satu faktor resiko bayi lahir
mengalami infeksi neonatal. Air ketuban yang berwarna hijau dapat terhirup bayi
dan menginfeksi paru – paru.
Berdasarkan teori tersebut penulis berpendapat jika ibu kedua klien saat
meahirkan air ketubannya keruh dan berwarna hijau diaspirasi oleh kedua klien
maka air ketuban yang keruh dan berwarna hijau tersebut dapat menjadi faktor
resiko kedua klien mengalami bronkopneumonia.
41

Tabel 4.6 Riwayat Imunisasi Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville


RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018
Klien 1 Klien 2
Ibu klien mengatakan klien belum Ibu klien mengatakan klien sudah mendapat
diimunisasikan sejak lahir hingga sekarang imunisasi 2 kali, yaitu di paha kiri (DPT) dan
paha kanan (BCG)

Berdasarkan tabel 4.6 didapakan data bahwa klien 1 belum diimunisasi.


Klien 2 sudah diimunisasi 2 kali yaitu BCG dan DPT. Menurut IDAI (2006)
program imunisasi di Indonesia bayi yang baru lahir langsung diberi imunisasi
hepatitis B 1 yang berfungsi mencegah penyakit hepatitis dan imunisasi polio 0
untuk mencegah penyakit polio. Pada usia 1 bulan dilakukan imunisasi hepatitis
B2, BCG untuk mencegah penyakit tuberculosis dan imunisasi polio 1. Usia 2
bulan dilakukan kembali imunisasi DPT 1 dan polio 2. Usia 3 bulan dilakukan
imunisasi hepatitis B3. Usia 4 bulan dilakukan imunisasi DPT 2 dan Polio 3.
Apabila imunisasi tidak diberikan menurut Anggraini & Rahmanoe (2014) anak
yang imunisasinya tidak memadai, dapat meningkatkan insiden
bronkopneumonia.
Dari riwayat kehamilan dan persalinan pada tabel 4.5 didapatkan data
bahwa klien 1 dilahirkan di PKM Kunir. Penulis berasumsi klien 1 sudah diberi
imunisasi hepatitis B1 dan polio 0 saat setelah dilahirkan tetapi mungkin ibu klien
tidak mengetahuinya. Klien 1 berusia 1 bulan seharusnya telah mendapat
imunisasi hepatitis B2, BCG dan polio 1.Sedangkan untuk klien 2, klien 2 telah
mendapat dua kali imunisasi. Klien 2 yang berusia 5 bulan seharusnya telah
mendapat 10 kali imunisasi. Dari riwayat kehamilan dan persalinan pada tabel 4.5
klien 2 dilahirkan di RSUD dr. Haryoto Lumajang jadi penulis juga berasumsi
bahwa klien 2 telah mendapatkan imunisasi hepatitis B1 dan polio 0 saat setelah
lahir hanya saja ibu klien tidak mengetahuinya. Berdasarkan keterangan fakta dan
teori yang ada maka penulis membuat kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian
antara fakta dan teori yang ada. Kedua klien tidak mendapat imunisasi yang
memadi maka hal tersebut dapat memicu meningkatnya insiden
bronkopneumonia.
42

Tabel 4.7 Riwayat Perkembangan Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Perkembangan Tiap Tahap


Menggunakan Format Klien 1 Klien 2
DDST
Personal sosial Klien lebih dekat dengan ibunya Klien lebih dekat dengan ibunya
dan tantenya. dan neneknya

Bahasa Klien bereaksi saat diberi suara. Klien menolah jika terdapat bunyi

Klien mengecap-ngecap bibir dan Klien sudah bisa meraih barang-


Motorik Halus bermain ludah barang yang ada disekitarnya.

Klien sudah bisa memegang jari Klien sudah bisa menegakkan


Motorik Kasar perawat. kepalanya saat digendong
menghadap kedepan

Berdasarkan tabel 4.7 riwayat perkembangan klien 1 yang berusia 1 bulan


sudah dapat bereaksi saat diberi suara. Klien 1 terkadang mengecap-ngecapakan
bibir bermain ludah dan klien 1 sudah dapat memegang sesuatu. Klien 2 yang
berusia 5 bulan sudah bisa menoleh saat diberi suara, meraih barang-barang
disekitar klien 2 dan sudah bisa menegakkan kepalanya saat digendong
menghadap kedepan. Klien 1 dan klien 2 sudah mengalami perkembangan sesuai
dengan format perkembangan DDST. Perkembangan klien 1 dan klien 2 sudah
sesuai dengan usianya, tapi saat berada dirumah sakit dengan kondisi tubuh yang
lemah dapat menghambat proses perkembangan kedua klien karena tubuh yang
lemah dan aktifitas yang hanya berada di atas tempat tidur.

Tabel 4.8 Riwayat Pertumbuhan Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018

Riwayat pertumbuhan dan


Klien 1 Klien 2
Perkembangan
Pertumbuhan Fisik :
BBL 3 kg 3,4 kg
BBS 3,6 kg 7,3 kg
TBL 50 cm 51 cm
TBS 56 cm 70 cm

Berdasarkan tabel 4.8 tentang riwayat pertumbuhan kedua klien


didapatkan data pada klien 1 lahir dengan berat bedan 3 kg dan tinggi badan 56
43

cm. Pada saat dilakukan pengkajian berat badan klien 1 sekarang 3,6 kg dan tinggi
badan sekarang 56 cm. Klien 2 lahir dengan berat badan 3,4 kg dan panjang badan
lahir 51 cm. Saat pengkajian berat badan seakrang 7,3 kg dan tinggi badan
sekarang 70 cm. Anggraini & Rahmanoe (2014) mengatakan bayi yang lahir
dengan berat badan lahir rendah meningkatkan insiden bronkopneumonia.
Berdasarkan teori yang ada maka tidak terdapat kesesuaian antara fakta
dan teori. Kedua klien dilahirkan dengan berat badan yang cukup. Jadi dari berat
badan lahir kedua klien tidak dapat dijadikan sebagai faktor resiko kedua klien
mengalami bronkopneumonia karena tidak terbukti dari fakta pada kedua klien
dengan teori yang ada.

Tabel 4.9 Riwayat Pemberian Nutrisi Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Riwayat Perkembangan
Klien 1 Klien 2
Nutrisi
Pemberian ASI Dan Susu Formula Ibu klien mengatakan klien Ibu klien mengatakan klien
mendapatkan susu formula setelah sempat mengonsumsi susu
baru lahir karena ASI tidak keluar, formula saat klien baru dilahirkan
tapi setelah ASI keluar klien karena ASI ibunya belum keluar.
mengkonsumsi ASI hingga Setelah 4 hari klien sudah
sekarang mengkonsumsi ASI hingga
sekarang.
Pemberian Makanan Tambahan
Ibu klien mengatakan klien sudah Ibu klien mengatakan klien hanya
diberi makanan tambahan berupa mengkonsumsi ASI saja.
bubur instan.

Dari tabel 4.9 didapatkan data bahwa klien 1 pernah mengkonsumsi susu
formula saat baru lahir dikarenakan ASI belum keluar dan klien 1 sudah diberi
makanan tambahan tambahan pada usia 1 bulan. Sedangkan klien 2 pernah
mengkonsumsi susu formula dikarenakan ASI belum keluar tapi untuk saat ini
hanya mengkonsumsi ASI saja. Menurut Anggraini & Rahmanoe (2014) anak
yang tidak mendapat ASI yang memadai dan mendapat makanan tambahan terlalu
dini dapat meningkatkan faktor resiko mengalami bronkopneumonia. Pernyataan
tersebut didukung oleh Mufida, Widyaningsih, & Maligna (2015) yang
menyatakan bahwa pemberian makan terlalu dini pada bayi atau anak
menyebabkan masalah kurang gizi dan infeksi pada anak, khususnya pada umur
44

dibawah 2 tahun. Kejadian infeksi yang tinggi seperti diare, infeksi saluran napas,
alergi hingga gangguan pertumbuhan.
Kedua klien pernah mengkonsumsi susu formula saat baru dilahirkan. Jadi
pada saat baru lahir kedua klien tidak mengkonsumsi ASI yang pertama kali
keluar. Hal itu disayangkan karena ASI pertma keluar masih mengandung
kolostrum. Kolostrum sendiri sangat bermanfaat bagi tubuh untuk merangsang
kekebalan tubuh. Klien 1 yang telah mendapat makanan tambahan terlalu dini
berupa bubur instan dapat menjadi faktor resiko klien mengalami
bronkopneumonia. Bubur yang dikonsumsi klien 1 bisa saja menyebabkan klien 1
alergi terhadap bubur tersebut atau terjadi aspirasi dan masuk kedalam paru-paru.
Sehingga berdasarkan teori diatas penulis berasumsi bahwa bronkopneumonia
yang dialami klien 1 dapat dikarenakan faktor resiko pemberian makanan
tambahan terlalu dini. Meskipun demikian kedua klien telah membuktikan teori
yang ada karena kedua klien tidak mengkonsumsi ASI yang memadai saat baru
dilahirkan.
Tabel 4.10 Riwayat Sosial Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville
RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018

Riwayat sosial Klien 1 Klien 2


Anak ke 2 1

Jumlah saudara 2 1

Yang Mengasuh Ibu / nenek / tante Ibu / nenek / kakek

Orang Terdekat Ibu Ibu

Hubungan Teman Sebaya - -

Pembawaan Umum Ibu klien mengatakan klien saat Ibu klien mengatakan klien saat
dirumah tidak pernah rewel. dirumah tidak pernah rewel .
Hanya saja klien minta digendong
dulu sebelum tidur.

Lingkungan Rumah Ibu klien mengatakan lingkungan Ibu klien mengatakan lingkungan
rumahnya cukup bersih, rumahnya bersih. Rumahnya
dibersihkan 2 kali sehari yaitu biasanya disapu 2 kali sehari,
pagi dan sore hari. Pengelolaan yaitu pagi dan sore. Pengelolaan
sampah dengan cara dikumpulkan sampah di lingkungan rumahnya
lalu dibakar. Keluarga klien yang dengan cara dikumpulkan lalu ada
merokok yaitu nenek klien petugas yang mengambil.
Ventilasi udara sering dibuka.
Keluaraga klien ada yang
merokok yaitu ayah dan kakek
klien.
45

Berdasarkan tabel 4.10 klien 1 keadaan lingkungan rumahnya cukup


bersih, pengelolaan sampah dengan cara dibakar dan keluarga klien 1 ada yang
merokok yaitu nenek klien. Klien 2 lingkungan rumahnya bersih, pengelolaan
sampah di lingkungan rumahnya dengan cara dikumpulkan lalu ada petugas yang
mengambil dan terdapat anggota keluaraga yang merokok yaitu ayah dan kakek
klien. Anggraini & Rahmanoe (2014) menyatakan Cara pengelolaan sampah
dengan cara dibakar dan terdapat anggota keluarga yang merokok dapat
menyebabkan polusi udara. Polusi udara dapat meningktkan faktor resiko
mengalami bronkopneumonia.
Dari teori diatas penulis menyimpulkan terdapat kesesuaian antara fakta
dan teori yaitu kedua keluarga klien terdapat anggota keluarga yang merokok
ditambah oleh keluarga klien 1 yang mengelola sampah dengan cara dibakar,
sampah yang dibakar tersebut menghasilkan asap sehingga membuat polusi udara
dilingkungan rumah keluarga klien 1.

Tabel 4.11 Reaksi Hospitalisasi Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Reaksi Hospitalisai Klien 1 Klien 2

Pemahaman keluarga tentang Ibu klien mengatakan khawatir Ibu klien mengatakan khawatir
sakit dan rawat inap pada klien karena rawat inap di dengan sakit yang diderita klien,
RS. Ibu klien takut penyakit ibu klien takut penyakit klien
anaknya parah karena klien tidak parah karena sampai harus rawat
kunjung boleh pulang. inap di RS.

Pemahaman anak tentang sakit Klien masih berusia 1 bulan Klien masih berusia 5 bulan
dan rawat inap sehingga tidak memahami sehingga tidak memahami
tengtang sakit dan rawat inap. tengtang sakit dan rawat inap.
Klien terlihat tenang hanya Klien terlihat tenang dan
sesekali menangis karena BAK menangis jika merasa haus dan
atau BAB ditinggal oleh ibunya.

Berdasarkan tabel 4.11 tentang reaksi hospitalisasi kedua ibu klien


khawatir pada kondisi anaknya. Menurut Sulistyo (2011) pada bayi usia di bawah
3 bulan mentoleransi hospitalisai jangka pendek dengan baik apabila didampingi
oleh seorang pengasuh yang memenuhi kebutuhan fisik mereka secara konsisten.
Bayi usia antara 4 dan 6 bulan, mulai mengenali ibu dan ayahnya jika dijauhkan
46

dari dirinya (dikenal sebagai ansietas terhadap orang asing) sehingga bayi pada
usia ini mungkin juga mengalami ansietas perpisahan ketika dirawat.
Pada klien 1 yang masih berusia dibawah 3 bulan maka keluarga klien
harus selalu menemani sesuai dengan teori diatas. Sedangkan untuk klien karena
telah mengenali anggota keluarganya maka diharapkan tidak ditinggal agar tidak
muncul rasa ansietas terhdap orang asing.

Tabel 4.12 Perubahan Pola Kesehatan Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2


Nutrisi Ibu klien mengatakan klien minum Ibu klien mengtakan klien minum
Sebelum MRS ASI dengan frekuensi ± 7 kali sehari, ASI ±10 kali sehari. Klien sekali
sekali minum bisa hingga 2 jam dan minum ± 30 menit.
diberi makanan tambahan berupa
bubur instan dengan frekuensi 2 kali
sehari yaitu pagi dan sore

Ibu klien mengatakan klien minum


Saat MRS ASI melalui sonde 8 x 15 cc Ibu klien mengatakan klien
minum ASI ±5 kali. Klien merasa
kurang nyaman saat minum ASI
karena terpasang nasal kanul.

Eliminasi
Sebelum MRS Ibu klien mengatakan klien biasanya Ibu klien mengatakan klien
BAB 2 kali sehari dengan biaanya BAB ±1 kali sehari
konsistensi lembek dan berwarna dengan konsistensi lembek,
coklat kehitaman. BAK sehari ± 4 berwarna kuning, dan bau khas
kali sehari dengan konsistensi cair feces. Klien BAK ± 5 kali sehari
dan berwarna kuning bening. dengan warna urin kuning bening
dan bau khas urin.

Ibu klien mengatakan selama


Saat MRS Ibu klien mengatakan selama klien klien masuk rumah sakit belum
masuk rumah sakit hingga sekarang BAB. Ibu klien mengatakan klien
belum BAB. Ibu klien mengatakan BAK ± 2 kali dengan warna
BAK ± 3 kali sehari dengan warna kuning bening dan bau khas urin.
kuning bening.

Ibu klien mengatakan klien biasanya Ibu klien mengatakan klien


Personal Hygiene mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan biasanya mandi 2 kali sehari yaitu
Sebelum MRS sore dengan air hangat pagi dan sore dengan air hangat

Ibu klien mengatakan klien belum Ibu klien menagatakan klien


Saat MRS dimandikan atau diseka sejak klien belum dimandikan atau diseka.
masuk RS, karena ibu klien takut
untuk menyeka klien
47

Lanjutan tabel 4.12

Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2

Pola istirahat tidur Ibu klien mengatakan klien minta di Ibu klien mengatakan klien
Saat MRS gendong terlebih dahulu baru bisa biasanya tidur siang ± 5 jam dan
tidur. Saat dirumah klien biasanya tidur malam ± 9 jam jadi total
tidur ± 13 jam sehari semuanya ±14 jam

Saat MRS Ibu klien mengatakan klien tidak


bisa tidur karena batuk. Klien tidur Ibu klien mengatakan klien sudah
±10 jam sehari. tidur ± 3 jam selama ada di RS.

Berdasarkan tabel 4.13 tentang perubahan pola kesehatan, kebutuhan


nutrisi kedua klien mengalami penurunan mengkonsumsi ASI. Riyadi &
Sukarmin (2009) menyatakan bahwa anak dengan bronkopneumonia sering
muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui control saraf pusat).
Dari teori tersebut penulis menyimpulkan antara fakta dan teori yang ada
terbukti kedua klien mengalami penurunan nafsu penurunan konsumsi ASI.
Penurunan konsumsi ASI tersebut penulis berasumsi dikarenakan pada klien 1
yang mendapatkan konsumsi ASI melalui sonde yaitu 8 x 15 cc sehari sedangkan
pada klien 2 penulis berasumsi penurunan konsumsi ASI dikarenakan
pemasangan oksigen melalui nasal kanul pada hidung klien 2 sehingga klien 2
merasa tidak nyaman sehingga klien 2 tidak bisa mengkonsumsi ASI dengan lama
dan nyaman.
Pada pengkajian eliminasi sebelum MRS dan pada saat MRS kedua klien
belum BAB dan mengalami penurunan frekuensi BAK. Menurut Riyadi &
Sukarmin (2009) pada anak bronkopenumonia sering mengalami penurunan
produksi urin akibat perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
Berdasarkan teori tersebut terdapat kesesuaian antara fakta dan teori akan
tetapi kedua klien hanya mengalami penurunan frekuensi BAK untuk penyebab
penurunan frekuensi tidak dikarenakan demam karena pada pemeriksaan fisik
pada tabel 4.13 tidak ditemukan suhu tubuh kedua klien tinggi.
Pada pola istirahat tidur sebelum MRS dan saat MRS didapatkan data
bahwa kedua klien mengalami penurunan jumlah jam tidur. Menurut Riyadi &
Sukarmin, (2009) anak dengan bronkopneumonia mengalami kesulitan tidur
48

karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah,
anak juga sering menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
Terdapat kesamaan antara teori dan fakta pada klien 1 dan klien 2 yang
mengalami penurunan jam istirahat tapi klien 1 mengalami penururnan jam tidur
dikarenakan batuk. Penampilan kedua klien sesuai dengan teori tersebut tampak
lemah, sering menguap tapi kedua klien tidak mengalami mata merah dan sering
menangis. Jadi penulis menyimpulkan teori tersebut terbukti oleh kedua klien.

Tabel 4.13 Pemeriksaan Fisik Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville


RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018
Pemeriksaan Fisik Klien 1 Klien 2
Suhu 36,9 º C 36,4 º C
Nadi 130 x/menit 110 x/menit
Tekanan Darah - -
RR 82 x/menit 60 x/ menit
GCS E4V5M6 E4V5M6
Berat Badan 3,6 Kg 7,3 Kg
Kepala Simetris, tidak ada nyeri tekan, rambut Simetris, tidak ada nyeri tekan, rambut
pendek, tebal dan berwarna hitam. Rambut pendek berwarna hitam, rambut tipis
lepek dan kotor. dan bersih.

Mata Mata tidak cowong, konjungtiva tidak Mata tidak cowong, konjungtiva tidak
anemis, sklera berwarna putih, kelopak mata anemis, sklera putih, kelopak mata tidak
tidak odem, pupil isokor odem, pupil isokor

Hidung Lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak Lubang hidung simetris kiri dan kanan
ada polip, dan terdapat sekret. Terpasang tidak ada polip, dan terdapat sekret.
selang NGT pada lubang hidung sebelah Terpasang selang oksigen nasal kanul 4
kanan. Lpm.

Mulut Bibir simetris, bibir berwarna merah Bibir simetris, bibir berwarna merah
kecoklatan, mukosa bibir lembab, tidak ada muda, mukosa bibir lembab. Tidak ada
lesi. lesi

Telinga Daun telinga simetris kanan dan kiri, Daun telinga simetris kanan dan kiri,
serumen sedikit berwarna kuning kecoklatan, serumen sedikit berwarna kuning
tidak ada gangguan pendengaran kecoklatan, tidak ada gangguan
pendengaran
Sistem Pernafasan Inspeksi : Inspeksi :
Pergerakan dinding dada simetris, terdapat Pergerakan dinding dada simetris, tidak
tarikan dinding dada kedalam. Tidak ada otot ada retraksi dinding dada. Tidak ada
bantu pernafasan. Bentuk dada normo chest. otot bantu pernafasan. Bentuk dada
RR 82x/menit normo chest. RR 62x/menit

Palpasi : Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
Perkusi :
Suara sonor Perkusi :
Suara sonor
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler. Terdapat bunyi nafas Auskultasi :
tambahan ronkhipada lapang paru kanan dan Suara nafas vesikuler. Terdapat bunyi
kiri. nafas tambahan ronkhipada lapang paru
kanan dan kiri.
49

Lanjutan tabel 4.13


Pemeriksaan Fisik Klien 1 Klien 2
Sistem Kardiovaskuler Inspeksi : Inspeksi :
Ictus cordis terlihat pada ics 5 Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Palpasi :
Ictus cordis teraba pada ics 5 Ictus cordis teraba pada ics 5

Perkusi : Perkusi :
Suara pekak Suara pekak

Auskultasi : Auskultasi :
S1/S2 tunggal S1/S2 tunggal

Sistem Pencernaan Inspeksi : Inspeksi :


Terdapat distensi pada region 7,8, 9 Tidak ada distensi

Auskultasi :
Bising usus 7x/menit
Auskultasi :
Bising usus 5 x/menit Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan Perkusi :
Tympani
Perkusi :
Pekak pada region 7,8,9

Sistem genitourinary Inspeksi : Inspeksi :


Genetalia bersih, tidak ada perubahan Genetalia bersih, tidak ada
warna, perubahan warna,

Palpasi : Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan

Sistem Muskuloskeletal Inspeksi : Inspeksi :


Tidak ada perubahan bentuk tulang Tidak ada perubahan bentuk tulang

Palpasi: Palpasi:
Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan,
kekuatan otot kekuatan otot
5 5 5 5

5 5 5 5

Sistem integumen Inspeksi : Inspeksi :


Warna kulit coklat, tampak kotor, kuku Warna kulit kuning kuku panjang bersih
panjang dan kotor
Palpasi :
Palpasi : CRT <2 detik, turgor baik, tidak ada
CRT <2 detik, turgor baik, tidak ada nyeri nyeri tekan, tidak ada clubbing finger
tekan, tidak ada clubbing finger
Wicara dan THT Fungsi wicara Fungsi wicara :
Tidak dikaji Tidak dikaji

THT THT
Inspeksi : Inspeksi :
Hidung simetris, terpasang selang NGT pada Hidung simetris, terdapat sekret
lubang hidung kanan, tidak ada sekret
50

Lanjutan tabel 4.13


Pemeriksaan Fisik Klien 1 Klien 2
Telinga :
Telinga luar bersih, tampak kotoran dalam Telinga :
telinga. Telinga luar bersih, tampak kotoran
dalam telinga.
Tenggorokan :
Tidak ada pembesaran tonsil T1/T1 Tenggorokan :
Tidak ada pembesaran tonsil T1/T1
Palpasi :
Tidak terapat nyeri tekan
Palpasi :
Tidak terapat nyeri tekan
System penglihatan Konjungtiva tidak anemis Konjungtiva tidak anemis
Sklera putih Sklera putih
Pupil isokor Pupil isokor

Berdasarkan tabel 4.13 tentang pemeriksaan fisik tanda-tanda vital kedua


klien tidak ditemukan suhu tubuh tinggi. Nadi klien 1 130x/menit dank lien 2
110x/menit. Klien 1 memiliki RR 82 x/menit dan klien 2 memiliki RR 60 x/
menit. Kesadaran kedua klien kesadaran normal atau GCS E4V5M6. Menurut
Riyadi dan Sukarmin (2009) anak dengan bronkopneumonia memiliki penampilan
yang lemah, kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat
penyebaran penyakit. Frekuensi nadi dan tekanan darah mengalami takikardi dan
hipertensi. Frekuensi pernafasan mengalami takipnea, dyspnea progresif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nafas. Suhu
tubuh mengalami hipertermia akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus.
Dari teori tesebut ada beberapa aspek yang sesuai dengan teori. Dari segi
kesadaran kedua klien memiliki kesadaran normal atau GCS E4V5M6, jadi
terdapat kesesuaian antara fakta yang ditemukan dengan teori yang ada. Nadi
kedua klien dalam rentan normal sehingga tidak ditemukan takikardi. Maka tidak
ditemukan kesamaan antara teori dan fakta. Dari hasil frekuensi pernafasan klien
1 dan klien 2 mengalami takipnea karena RR klien 1 82 x/menit dan klien 2 60
x/menit. Jadi terdapat kesesuaian antara fakta dan teori. Kedua klien tidak
mengalami hipertermia karena suhu kedua klien masih dalam rentan normal.
Penulis berasumsi bahwa demam yang dialami kedua klien telah terjadi pada awal
kedua klien sakit dan telah diobati terlebih dahulu ke pelayanan medis lainya
sebelum dibawa ke rumah sakit seperti yang tercantum pada tabel 4.2 tentang
51

riwayat penyakit sekarang maka dari itu ketika berada di rumah sakit demam tidak
ditemukan.
Dari hasil pemeriksaan system pernafasan pada inspeksi klien 1
ditemukan pergerakan dinding dada simetris dan terdapat tarikan dinding dada
kedalam, tidak tampak otot bantu pernafasan. Pada klien 2 telihat pergerakan
dinding dada simetris, tidak tampak retraksi dinding dada dan tidak tampak otot
bantu pernafasan. Kedua klien saat dilakukan palpasi tidak ditemukan nyeri tekan.
Saat dilakukan perkusi ditemukan suara sonor pada kedua klien. Pada saat
dilakukan auskultasi pada kedua klien ditemukan bunyi nafas tambahan
ronkhipada lapang paru kanan dan kiri. Riyadi & Sukarmin (2009) menyatakan
pada anak bronkopneumonia saat dilakukan inspeksi tampak frekuensi irama,
kedalaman dan upaya bernafas seperti takipnea, dyspnea progresif, pernafasan
dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatium (dada burung). Saat
palpasi terdapat nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang
terkena. Pada saat perkusi ditemukan pekak bila terisi cairan pada paru,
normalnya timpani (terisi udara) resonansi. Pada auskultasi terdengar suara
pernafasan yang meningkat intensitasnya. Suara bronkovesikuler atau bronchial
pada daerah yang terkena. Suara pernafasan tambahan-ronki inspiratory pada
sepertiga akhir inspiras.
Dari teori tersebut terdapat kesesuaian antara fakta dan teori. Pada klien 1
saat dilakukan inspeksi terdapat tarikan dinding dada sedangkan klien 2 tidak
tampak tarikan dinding dada. Pada kedua klien ditemukan nafas tambahan, tapi
ada yang tidak sesuai antara fakta dan teori pada saat dilakukan palpasi tidak
ditemukan nyeri tekan pada kedua klien dan pada saat dilakukan perkusi tidak
ditemukan suara pekak pada lapang paru kedua klien.
52

Tabel 4.14 Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium Partisipan


Bronkopneumonia di Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto
Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari

Pemeriksaan Hasil Klien 1 Hasil Klien 2 Nilai Normal


P 13,0 – 18,0 g/dL
Hemoglobin 12,9 10,6
L 14,0 – 18,0 g/dL
Leukosit 10.360 9.540 3500 – 10000 cmm
P 3,0 – 6,0 Juta/cmm
Eritrosit 4,23 4,54
L4,5 – 6,5 juta /cmm
P 0 – 7 /Jam
Laju endap darah - -
L 0 – 5 /Jam
P 35 – 47 %
Hematokrit 36 32
L 40 – 54 %
Trombosit 509.000 374.000 150000 – 450000

Diffcount 0 / 0/ 0 / 57 / 31 / 12 0 / 0 / 0/ 51 / 43 / 6 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7
FAAL HATI
SGOT 40 115 (DUPLO) Up to 37 mU/ml
SGPT 34 89 ( DUPLO) Up to 40 mU/ ml
KADAR GULA DARAH
Gula darah acak 87 123 63- 115 mg/dl

Lain-lain
CRP Kualitatif Positif Positif Negatif

Dari tabel 4.16 tentang hasil pemeriksaan laboratorium hasil pada


pemeriksaan leukosit hasil klien 1 menunjukkan kenaikan leukosit yaitu 10.360
dengan nilai normal 3.500-10.000. Sedangkan klien 2 hasil memiliki leukosit
9.540 dengan nilai normal 3.500-10.000. Yasmara & Nursiswati (2016)
menyatakan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai
15.000-40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri.
Berdasarkan teori tersebut terdapat kesesuaian antara fakta dan teori.
Leukositosis hanya ditemukan pada klien 1. Hasil leukosit klien 1 10.360 dari
nilai normalnya 3.500-10.000 menunjukkan telah terjadi proses infeksi pada klien
1. Pada klien 2 menunjukkan hasil leukosit normal. Hasil leukosit normal bukan
berarti klien 2 tidak mengalami proses infeksi. Perbedaan antara keadaan klien 1
dan klien 2 tergantung mekanisme kekebalan tubuh masing-masing.
53

Tabel 4.15 Hasil Pemeriksaan Foto Rotgen Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Jenis Pemerikasaan Klien 1 Klien 2

Foto thorax Bronkopneumonia Bronkopneumonia

Tabel 4.16 Penatalaksanaan Terapi Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018

Klien 1 Klien 2
Infus D10 0,185 200 cc/24 jam Infus D5 ¼ NS 800cc/24 jam
Nebul Combivent 3 x 1/3 ampul Nebul combivent 3 x 1/3 ampul
Oksigen 9 lpm dengan headbox Oksigen 4 lpm dengan nasal kanul
Injeksi cortidex 3 x 0,75 mg Injeksi indexon 3 x ¼ mg
Injeksi ranitidin 2 x 5 mg Injeksi antrain 3 x 100 mg
Injeksi cefotaxim 3 x 125 mg Injeksi ceftriaxone 3 x 300 mg
Injeksi aminopilin 3 x 5 mg
Injeksi gentamicin 1 x 20 mg
Injeksi antrain (k/p) 50 mg

Berdasarkan tabel 4.16 tentang penatlaksanaan terapi klien 1 mendapat


cairan infus D10 dan klien 2 mendapat cairan infus D5 ¼ NS. Kedua klien
mendapat terapi nebul combivent 3 1/3 ampul yang berfungsi untuk mengatasi
saluran udara ke paru-paru serta melakukan relaksasi atau mengendurkan otot-
otot pada saluran napas.. Klien 1 dan klien 2 mendapat terapi oksigen dengan
klien 1 9 lpm menggunakan headbox dan klien 2 mendapat 4 lpm dengan nasal
kanul. Berdasarkan perhitungan pemberian oksigen atau volume tidal klien 1
mendapat 2lpm dan klien 2 mendapat terapi oksigen 3- 4 lpm. Untuk terapi
injeksi klien 1 mendapat terapi cortidex 3 x 0,75 mg yang berfungsi untuk
mengatasi peradangan dan klien 2 mendapat injeksi indexon 3x1/4 mg yang
berfungsi anti peradangan (anti inflamasi). Klien 1 mendapat terapi injeksi
ranitidine 2 x 5 mg yang berfungsi sebagai untuk mengobati dan mencegah
berbagai penyakit perut dan kerongkongan yang disebabkan oleh terlalu banyak
asam lambung. Klien 2 mendapat terapi injeksi antrain 3 x 100 mg yang
berfungsi sebagai anti nyeri dan anti demam. Klien 1 mendapat antibiotik
cefotaxime 3 x 125 mg dan gentamicin 1 x 2 mg yang berfungsi sebagai untuk
mengobati infeksi sedangkan klien 2 mendapat antibiotik ceftriaxone 3 x 300
54

mg. Klien 1 mendapat injeksi aminopilin 3 x 5 mg yang berfungsi sebagai


bronkodilator, memiliki 2 mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara
relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas
(suppression of airway stimuli).

Tabel 4.17 Diagnosa medis Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville


RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018
Klien 1 Klien 2
Bronkopneumonia Bronkopneumonia

4.2.2 Analisa Data

Tabel 4.18 Analisa Data Partisipan Bronkopneumonia di Ruang Bougenville


RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan Februari 2018

Analisa Data Etiologi Masalah


Klien 1
Data subjektif : Infeksi saluran pernafasan atas Ketidakefektifan bersihan jalan
Ibu klien mengatakan klien batuk nafas
grok-grok dan sesak
Kuman berlebihan dibronkus
Data objektif :
1. Suhu 36, 9ºC Proses peradangan
2. Nadi 130 x/menit
3. RR 82 x/menit
4. Terdapat tarikan dinding Akumulasi sekret dibronkus
dada kedalam
5. Dyspnea
6. Mata terbuka lebar
7. Pola nafas takipnea
8. Sekret dalam jumlah yang
berlebihan
9. Terdapat suara nafas
tambahan ronkhipada lapang
paru kanan dadn kiri

Klien 2 Infeksi saluran pernafasan atas Ketidakefektifan bersihan jalan


Data subjektif : nafas
Ibu klien mengatakan klien masih Kuman berlebihan dibronkus
batuk grok-grok, pilek, sesak dan
Proses peradangan
muntah 1 kali.
Akumulasi sekret dibronkus
Data objektif :
1. Suhu 36,4ºC
2. Nadi 110 x/menit
3. RR 60 x/menit
4. Dyspnea
5. Mata terbuka lebar
6. pola nafas takipnea
7. Sekret dalam jumlah yang
berlebihan
55

Lanjutan tabel 4.18


Analisa Data Etiologi Masalah
8. Terdapat suara nafas
tambahan ronkhi pada lapang
paru kanan dadn kiri

Berdasarkan tabel 4.18 tentang analisa data ditemukan data subjetif


menurut kedua keluarga klien bahwa kedua klien mengalami batuk yang produktif
dan sesak sedangkan klien 2 ditambah dengan pilek dan muntah. Dari data
objektif ditemukan data yang sesuai dengan manifestasi klinis pada penderita
bronkopneumonia. Menurut Riyadi & Sukarmin (2009) bronkopneumonia
biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa
hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dyspnea, pernafasan
cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung
dan mulut kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakitnya, tetapi sesudah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif. Data objektif yang ditemukan pada kedua
klien juga sesuai dengan batasan karateristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas
menurut NANDA (2015) yang tercantum dalam tabel 4.19. Berdasarkan data
subjektif dan data objektif tersebut maka dapat ditarik sebuah masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Riyadi & Sukarmin (2009)
masalah keperawatan yang muncul pada anak bronkopneuomonia salah satunya
adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Dari teori tersebut disebutkan suhu anak bronkopneumonia dapat naik
sangat mendadak sampai 39-40ºC hal itu tidak ditemukan pada kedua klien saat
pengkajian. Pada kedua klien tidak ditemukan kenaikan suhu karena penulis
melakukan pengkajian pada klien 1 hari ke 3. Pada klien 2 dilakukan pengkajian
pada hari pertama klien masuk rumah sakit namun kenaikan suhu badan tidak
ditemukan karena sebelum klien dibawa ke rumah sakit klien selama dirumah
sudah mengalami sakit terlebih dahulu dan telah dibawa berobat ke puskesmas.
Anak yang mengalami bronkopneumonia akan terjadi kenaikan suhu tubuh pada
awal anak tersebut sakit karena pada fase awal penyakit bronkopneumonia anak
56

akan mengalami infeksi saluran nafas bagian atas yang menimbulkan kenaikan
suhu tubuh hingga 39-40ºC. Setelah terjadi infesi saluran nafas bagian atas
hingga mengalami kenaikan suhu, paru-paru akan mengalami peradangan akibat
kuman yang berlebihan dalam paru-paru. Proses peradangan tersebut
menyebabkan akumulasi sekret yang berlebihan dalam paru-paru hingga
menyebabkan muncul masalah keperawatan yang ketidakefektifan bersihan jalan
nafas.

4.2.3 Batasan Karakteristik

Tabel 4.19 Batasan karakteristik Partisipan Bronkopneumonia di Ruang


Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari dan
Februari 2018
No DATA Klien 1 Klien 2
1 Batuk yang tidak efektif √ √
2 Dyspnea √ √
3 Gelisah - -
4 Kesulitan verbalisasi - -
5 Mata terbuka lebar √ √
6 Penurunan bunyi nafas - -
7 Perubahan frekuensi pernafasan √ √
8 Perubahan pola nafas √ √
9 Sianosis - -
10 Sekret dalam jumlah yang berlebihan √ √
11 Suara nafas tambahan √ √
12 Tidak ada batuk - -

Berdasarkan tabel 4.19 tentang batasan karakteristik, dari 12 batasan


karakteristik menurut NANDA hanya 7 batasan karakteristik yang muncul pada
kedua klien. Tujuh batasan karakteristik yang ditemukan pada kedua klien
tersebut yaitu batuk tidak efektif, dyspnea, mata terbuka lebar, perubahan
frekuensi pernafasan, perubahan pola nafas, sekret dalam jumlah berlebih dan
suara nafas tambahan. Pada kedua klien tidak ditemukan 5 batasan karakteristik
yang diantaranya gelisah, kesulitan verbalisasi, penurunan bunyi nafas, sianosis
dan tidak ada batuk. Kesulitan verbalisasi tidak ditemukan dikarenakan
berkaitan dengan masa perkembangan klien. Kelly (2010) menyatakan bahwa
bayi berusia enam bulan mulai mengulang kombinasi suara (“da”da”da”) dan
usia tujuh bulan mulai mengucapkan beberapa suku kata. Sedangkan kedua klien
57

masih berusia 1 bulan dan 5 bulan sehingga belum mencapai masa


perkembangan untuk mengucapkan beberapa kata.
Pada kedua klien tidak ditemukan data tidak ada batuk. Menurut Riyadi
& Sukarmin (2009) batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakitnya, tetapi sesudah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pengkajian yang dilakukan pada kedua klien dilakukan lebih dari 2
hari setelah kedua klien sakit dirumah sehingga batuk yang awalnya tidak ada
saat ini mulai ada tapi tidak efektif.
Pada kedua klien tidak ditemukan data gelisah. Menurut Sulistyo (2011)
bayi usia di bawah 3 bulan mentoleransi hospitalisai jangka pendek dengan baik
apabila didampingi oleh seorang pengasuh yang memenuhi kebutuhan fisik
mereka secara konsisten. Bayi usia antara 4 dan 6 bulan, mulai mengenali ibu
dan ayahnya jika dijauhkan dari dirinya. Pada klien 1 yang berusia 1 bulan
keluarganya selalu menemani klien sehingga dampak hospitalisasi yang dapat
menyebabkan klien gelisah tidak terjadi. Begitupula dengan klien 2 yang berusia
5 bulan selalu ditemani oleh ibunya sehingga klien tidak gelisah.
Penurunan bunyi nafas tidak ditemukan pada kedua klien dikarenakan
kedua klien tidak mengalami ateletaksis yang dapat menyebabkan penurunan
bunyi nafas. Menurut Muttaqin (2008) penurunan bunyi nafas disebabkan oleh
ateletaksis. Dari data pemeriksaan diagnostik foto x-ray kedua klien tidak
menunjukkan data ateletaksis.
Pada kedua klien tidak ditemukan data sianosis. Menurut Muttaqin
(2008) sianosis perifer dapat terjadi karena saturasi oksigen dalam arteri
menurun, polistemia, kelainan hemoglobin dan methemoglobinemia. Sedangkan
sianosis perifer timbul disebabkan terkena hawa dingin, curah jantung yang
berkurang. Kedua klien yang sebelumnya telah sakit dirumah sebelum dibawa ke
rumah sakit telah dibawa berobat ke petugas medis terdekat dan disarankan
untuk segera dirujuk ke rumah sakit dapat mencegah timbulnya sianosis karena
kedua klien cepat mendapat pertolongan medis.
58

4.2.4 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.20 Intervensi Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas


Partisipan Bronkopneumonia Di Ruang Bougenville RSUD
Dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari Dan Februari 2018
Klien 1 Klien 2
02 Februari 2018 07 Februari 2018
Kriteria hasil : Kriteria hasil :
1. Irama nafas normal yaitu eupnea 1. Irama nafas normal yaitu eupnea
2. Frekuensi pernafasan dalam rentang normal yaitu 2. Frekuensi pernafasan dalam rentang normal
30-60 kali permenit yaitu 30-60 kali permenit
3. Tidak ada suara nafas tambahan seperti 3. Tidak ada suara nafas tambahan seperti
ronkhiatau wheezing. ronkhiatau wheezing.
4. Tidak ada batuk 4. Tidak ada batuk
5. Tidak ada otot bantu pernafasan. 5. Tidak ada otot bantu pernafasan.
6. Mampu mengeluarkan sekret. 6. Mampu mengeluarkan sekret.

Intervensi : Intervensi :
5. Manajemen jalan nafas (3140) 1. Manajemen jalan nafas (3140)
f. Posisikan pasien untuk memaksimalkan a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
ventilasi
b. Lakukan fisioterapi dada
g. Lakukan fisioterapi dada
c. Auskultasi suara nafas, catat area yang
h. Auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
adanya suara tambahan
d. Bantu klien untuk menggunakan inhaler
i. Bantu klien untuk menggunakan inhaler
seperti yang ditentukan
seperti yang ditentukan
e. Kelola udara atau oksigen yang
j. Kelola udara atau oksigen yang
dilembabkan
dilembabkan
2. Monitor pernafasan (3350)
6. Monitor pernafasan (3350) a. Monitor kecepatan ,irama, kedalaman dan
a. Monitor kecepatan ,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
kesulitan bernafas b. Catat pergerakan dada, catat
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu
ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada otot
nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
supraclaviculas dan interkosta c. Monitor suara nafas tambahan seperti
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
ngorok atau mengi d. Monitor pola nafas (misalnya, bradipnea,
d. Monitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu, hiperventilasi, pernafasan
takipneu, hiperventilasi, pernafasan kusmaul, respirasi biot)
kusmaul, respirasi biot) 3. Administrasi (pemberian) obat inhalasi (2311)
7. Administrasi (pemberian) obat inhalasi (2311) a. Bantu klien untuk menggunakan inhaler
a. Bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan
seperti yang ditentukan b. Bantu klien menempatkan inhaler di
b. Bantu klien menempatkan inhaler di mulut atau hidung
mulut atau hidung c. Pantau pernafasan klien dan auskultasi paru
Pantau pernafasan klien dan auskultasi paru
paru-paru 4. Terapi intravena (IV) (4200)
8. Terapi intravena (IV) (4200) a. Verifikasi perintah untuk terapi IV
a. Verifikasi perintah untuk terapi IV b. Instruksikan klien untuk prosedur
b. Instruksikan klien untuk prosedur c. Lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai
Lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pengobatan (benar obat, dosis, pasien,
pengobatan (benar obat, dosis, pasien, cara, frekuensi dan dokumentasi
c. cara, frekuensi dan dokumentasi d. Monitor tanda-tanda vital
d. Monitor tanda-tanda vital
59

Berdasarkan tabel 4.19 tentang intervensi keperawatan terdapat 16


intervensi yang berasal dari manajemen jalan nafas (3140), monitor pernafasan
(3350), administrasi (pemberian) obat inhalasi (2311) dan terapi intravena (iv)
(4200). Dalam manajemen jalan nafas (3140) terdapat 20 intervensi namun
penulis hanya mengambil 5 intervensi seperti posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada, auskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan,
bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan dan kelola udara
atau oksigen yang dilembabkan. Pada manajemen jalan nafas terdapat intervensi
lakukan fisioterapi dada dalam melakukan hal ini penulis merencanakan untuk
melibatkan keluarga dalam melakukanya sehingga dapat dilakukan secara
mandiri oleh keluarga. Soemarno & Astuti (2005) menyatakan ketika melakukan
fisioterapi dada tidak boleh menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak
boleh dilakukan secara keras untuk mencegah stimulasi sensoris kulit.
Intervensi monitor pernafasasn (3350) memiliki 4 intervensi diantaranya
monitor kecepatan ,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, catat pergerakan
dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada
otot supraclaviculas dan interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti ngorok
atau mengi, monitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, respirasi biot) intervensi sesuai kebutuhan klien, intervensi
yang tidak dicantumkan seperti monitor saturasi oksigen seperti (SaO 2, SvO2,
SpO2) karena tidak tersedianya alat dalam ruangan.
Dalam administrasi (pemeberian) inhalasi (IV) (2311) terdapat 3
intervensi diantaranya bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang
ditentukan, bantu klien menempatkan inhaler di mulut atau hidung dan pantau
pernafasan klien dan auskultasi paru-paru. Menurut Riyadi & Sukarmin (2009)
sekresi lendir yang berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin dan
beta antagonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi
nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah

mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus Terapi


intravena (iv) (4200) mimiliki 3 intervensi yaitu verifikasi perintah untuk terapi
60

IV, instruksikan klien untuk prosedur, lakukan prinsip 6 benar sebelum memulai
pengobatan (benar obat, dosis, pasien, cara, frekuensi dan dokumentasi dan
monitor tanda-tanda vital.
Dari 16 intervensi terdapat intervensi yang tidak dapat dilakukan yaitu
posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Intervensi tersebut tidak dapat
dilakukan pada klien 1 karena klien mendapat terapi oksigen menggunakan
headbox sehingga ketika dipaksakan untuk merubah posisi klien oksigen yang
diterima klien akan berkurang dan dapat membahayakan klien.
61

4.2.4 Implementasi Keperawatan


Tabel 4.21 Implementasi keperawatan Partisipan Bronkopneumonia Di Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan
Januari Dan Februari 2018

Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


Diagnosa keperawatan
02 – Februari - 2018 03-Februari-2018 04 – Februari - 2018
Klien 1
Ketidakefektifan bersihan 09.00 1. Memonitor kecepatan, 07.15 1. Memonitor kecepatan, irama, 08.00 1. Memberikan terapi intravena
jalan nafas berhubungan irama, kedalaman dan kedalaman dan kesulitan bernafas, cortidex 0,75 mg, ranitidin 5 mg,
dengan akumulasi sekret kesulitan bernafas, status status pernafasan, pola nafas, aminopilin 5 mg, antibiotik berupa
di bronkus ditandai dengan pernafasan, pola nafas, pergerakan dada, kesimetrisan , gentamicin 20 mg dan cefotaxim
batuk yang tidak efektif, pergerakan dada, penggunaan otot bantu pernafasan dan 125 mg.
dyspnea, mata terbuka kesimetrisan dan suhu tubuh. Hasil :
lebar, penggunaan otot bantu Hasil : Klien diam saat dilakukan injeksi.
perubahan frekuensi pernafasan. Terlihat tarikan dada kedalam saat
pernafasan, perubahan Hasil : klien bernafas 08.30 2. Memonitor kecepatan, irama,
pola nafas, sekret dalam Terlihat tarikan dada Pergeraakan dinding dada simetris. kedalaman dan kesulitan bernafas,
jumlah yang berlebihan kedalam saat klien bernafas Tidak terlihat otot bantu pernafasan status pernafasan, pola nafas,
dan suara nafas tambahan Pergeraakan dinding dada Pola nafas takipneu pergerakan dada, kesimetrisan ,
simetris. RR = 82x/menit penggunaan otot bantu pernafasan
Tidak terlihat otot bantu Suhu = 37 ºC dan suhu tubuh.
pernafasan Hasil :
Pola nafas takipneu 07.45 2. Melakukan auskultasi area paru kanan Terlihat tarikan dada kedalam saat
RR = 82x/menit dan kiri klien bernafas
Hasil : Pergeraakan dinding dada simetris.
09.10 2. Melakukan auskultasi area Terdengar suara nafas tambahan Tidak terlihat otot bantu pernafasan
paru kanan dan kiri ronkhipada lapang paru kanan dan kiri Pola nafas takipneu.
Hasil : RR = 76 x/menit
Terdengar suara nafas
tambahan ronkhipada lapang 08.40 3. Melakukan auskultasi area paru
paru kanan dan kiri kanan dan kiri
Hasil :
Terdengar suara nafas tambahan
62

Lanjutan tabel 4.21


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Diagnosa keperawatan
02 – Februari - 2018 03-Februari-2018 04 – Februari - 2018
11.00 3. Memonitor TTV klien. 07.50 3. Meverifikasi perintah pemberian terapi ronkhipada lapang paru kanan dan
Hasil : IV kiri
Suhu = 36,4ºC Hasil :
Nadi = 126 x/menit Klien mendapat terapi iv berupa
RR = 86x/menit cortidex 0,75 mg, ranitidin 5 mg,
aminopilin 5 mg, antibiotik berupa
gentamicin 20 mg dan cefotaxim 125 08.50 4. Membantu klien untuk menggunakan
mg. inheler dengan obat combivent 1/3
ampul dan memantau pernafasan
07.55 4. Mengintruksikan pada keluarga klien
klien selama tindakan nebulizer.
tentang prosedur pemberian terapi
intravena dan manfaat pemberian Hasil :
terapi intravena Klien menangis saat dilakukan
Hasil : tindakan nebulizer
Keluarga klien faham prosedur dan
manfaat pemberian terapi intravena 09.05 5. Melakukan tindakan fisioterapi dada
dan mengajarkan kepada keluarga.
08.00 5. Memberikan terapi intravena dengan Hasil :
prinsip 6 benar (benar obat, dosis, Klien manangis saat dilakukan
pasien, cara, frekuensi dan fisioterapi dada
dokumentasi.
Hasil : 09.15 6. Melakukan auskultasi area paru
Klien menangis setelah dilakukan kanan dan kiri
injeksi Hasil :
Terdengar suara nafas tambahan
08.30 6. Membantu klien untuk menggunakan ronkhipada lapang paru kanan dan
inheler dengan obat combivent 1/3 kiri
ampul dan memantau pernafasan klien
selama tindakan nebulizer.
Hasil :
Klien tidak menangis saat dilakukan
nebulizer dank lien telihat mengantuk
63

Lanjutan tabel 4.21


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Diagnosa keperawatan
02 – Februari - 2018 03-Februari-2018 04 – Februari - 2018
08.40 7. Melakukan tindakan fisioterapi dada 11.00 7. Memonitor TTV klien.
dan mengajarkan keluarga klien untuk Hasil :Suhu = 36,7 ºC
melakukan tindakan fisioterapi dada Nadi = 124 x/menit
Hasil : RR = 68 x/menit.
Klien diam saat dilakukan dan
keluarga klien bisa melakukan
tindakan.

08.50 8. Melakukan auskultasi area paru kanan


dan kiri
Hasil :
Terdengar suara nafas tambahan
ronkhipada lapang paru kanan dan kiri

09.00 9. Memberikan HE tentang penyakit


klien bronkopneumonia
Hasil :
Keluarga klien lebih mengetahui
tentang penyakit klien dan cara
perawatannya.

10.00 10. Memonitor TTV klien


Hasil :
Suhu = 36,8 ºC
Nadi = 130x/menit
RR = 78 x/menit
64

Klien 2

Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


Diagnosa keperawatan 07 – Februari – 2018 08 – Februari – 2018 10 – Februari - 2018
Ketidakefektifan bersihan 13.00 1. Memonitor kecepatan, irama, 14.00 1. Memonitor kecepatan, irama, 14.00 1. Memonitor kecepatan, irama,
jalan nafas berhubungan kedalaman dan kesulitan kedalaman dan kesulitan bernafas, kedalaman, pola nafas, pergerakan
dengan akumulasi sekret bernafas, status pernafasan, status pernafasan, pola nafas, dinding dada dan penggunanaan
di bronkus ditandai dengan pola nafas, pergerakan dada, pergerakan dada, kesimetrisan dan otot bantu pernafasan
batuk yang tidak efektif, kesimetrisan dan penggunaan penggunaan otot bantu pernafasan. Hasil :
dyspnea, mata terbuka otot bantu pernafasan. Hasil : RR = 42 x/menit
lebar perubahan frekuensi Hasil : RR = 48 x/menit Pola nafas takipnea
pernafasan perubahan pola Pergeraakan dinding dada Pola nafas takipnea Pergerakan dindidng dada simetris
nafas sekret dalam jumlah simetris. Pergerakan dinding dada simetris Tidak terlihat otot bantu pernafasan.
yang berlebihan suara Tidak terlihat otot bantu Tidak terlihat oto bantu pernafasan
nafas tambahan pernafasan 14.10 2. Melakukan auskultasi pada klien.
Pola nafas takipneu Hasil :
RR = 58 x/menit 14.10 2. Melakukan auskultasi Terdapat suara nafas tambahan
Hasil : ronkhi
13.10 2. Melakukan auskultasi area Suara nafas tambahan ronkhi
paru kanan dan kiri
Hasil :
Terdapat suara nafas
tambahan ronkhikananvpada 15.00 3. Melakukan observasi frekuensi
lapang paru kanan dan kiri. 15.00 3. Memeberikan Health Education pada pernafasan dan suara nafas
. keluarga klien tentang tambahan
Bronkopneumonia Hasil :
Hasil : RR = 48 x/menit
14.00 3. Memberitahu keluarga klien Keluarga klien mengerti tentang Suara nafas tambahan ronkhi
untuk memposisikan klien penyakit klien dan cara perawatanya.
lebih tingga kepalanya (semi
fowler) untuk 15.50 4. Memonitor TTV klien
memaksimalkan ventilasi Hasil :
Hasil : Suhu = 36,5 ºC
Keluarga klien mengubah Nadi = 110 x/menit
posisi dengan memberiklien RR = 44x/menit
bantal dikepalanya.
65

Lanjutan tabel 4.21


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Diagnosa keperawatan 07 – Februari – 2018 08 – Februari – 2018 10 – Februari - 2018
15.00 4. Memonitor kecepatan, 15.55 5. Meverifikasi perintah pemberian 15.25 4. Membantu klien menggunakan
irama, kedalaman, pola terapi IV inhaler dengan menempatkan pada
nafas, pergerakan dinding Hasil : area hidung dan mulut, klien
dada dan penggunanaan Klien mendapat terapi intravena mendapat obat combivent ½ ampul
otot bantu pernafasanposisi berupa cefotaxime 250 mg dan dan memantau pernafasan klien
klien. indexon ¼ ampul selama proses nebulizer.
Hasil : Hasil :
RR = 62x/menit 16.00 6. Menginstruksikan kepada keluarga Klien diam saat dilakukan nebulizer.
Pola nafas takipnea klien tentang prosedur dan manfaat
Tidak ada retraksi dinding terapi intravena 15.30 5. Melakukan fisioterapi dada dan
dada dan tidak terlihat oto Hasil : mengajarkan pada keluarga klien.
bantu pernafasan Keluarga klien mengetahui prosedur Hasil :
dan manfaat Keluarga sudah bisa melakukan
15.50 5. Meverifikasi perintah tindakan fisioterapi secara mandiri
pemberian terapi IV 16.05 7. Memberikan terapi intravena dengan
Hasil : prinsip 6 benar ( benar, obat, dosis, 15.45 6. Memonitor frekuensi pernafasn dan
Klien mendapat terapi pasien, cara, frekuensi dan suara nafas tambahan klien
intravena berupa ¼ ampul, dokumentasi) sebelum pemberian Hasil :
cefotaxime 250 mg, dan terapi intravena RR = 40 x/menit
antrain 100 mg Hasil : Suara nafas tambahan ronkhi
Klien menangis saat dilakukan injeksi.
15.55 6. Menginstruksikan kepada
keluarga klien tentang 16.30 8. Memonitor kecepatan, irama,
prosedur dan manfaat kedalaman, pola nafas, pergerakan
terapi intravena dinding dada dan penggunanaan otot 15.50 7. Meverifikasi perintah pemberian
Hasil : bantu pernafasan terapi IV
Keluarga klien mengetahui Hasil : Hasil :
prosedur dan manfaat RR = 48 x/ menit Klien mendapat terapi intravena
Pola nafas takipnea berupa cefotaxime 250 mg dan
Pergerakan dinding dada simetris indexon ¼ ampul
Tidak terlihat otot bantu pernafasan
66

Lanjutan Tabel 4.21


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Diagnosa keperawatan 07 – Februari – 2018 08 – Februari – 2018 10 – Februari - 2018
16.00 7. Memberikan terapi intravena 16.40 9. Melakukan auskultasi pada klien 15.50 8. Menginstruksikan kepada keluarga
dengan prinsip 6 benar Hasil : klien tentang prosedur dan manfaat
( benar, obat, dosis, pasien, Suara nafas tambahan ronkhi terapi intravena
cara, frekuensi dan Hasil :
dokumentasi) sebelum Keluarga klien mengetahui prosedur
pemberian terapi intravena dan manfaat
Hasil :
Klien menangis saat 17.00 10. Membantu klien menggunakan inhaler 15.55 9. Memberikan terapi intravena dengan
dilakukan injeksi. dengan menempatkan pada area hidung prinsip 6 benar ( benar, obat, dosis,
dan mulut, klien mendapat obat pasien, cara, frekuensi dan
17.00 8. Memonitor TTV klien combivent ½ ampul. dokumentasi) sebelum pemberian
Hasil : Hasil : terapi intravena
Suhu = 37,2 ºC Klien diam dan terlihat mengantuk Hasil :
Nadi = 112 x/menit saat dilakukan nebulizer Klien menangis saat dilakukan
RR = 56 x/menit injeksi
17.00 11. Memantau pernafasan klien selama
proses tindakan nebulizer

17.10 12. Melakukan fisioterapi dada dan


mengajarkan pada keluarga klien untuk
melakukan fisioterapi dada saat seteah
dilakukan nebulizer.
Hasil :
Keluarga klien sudah bisa
mencontohkan cara fisioterapi dada

17.20 13. Memonitor kecepatan, irama,


kedalaman, pola nafas, pergerakan
dinding dada dan penggunanaan otot
bantu pernafasan
Hasil :
RR = 42 x/menit
Pola nafas takipnea
Pergerakan dinding dada simetris
67

Lanjutan Tabel 4.21


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Diagnosa keperawatan 07 – Februari – 2018 08 – Februari – 2018 10 – Februari - 2018
17.30 13. Melakukan auskultasi pada klien.
Hasil :
Suara nafas tambahan ronci
68

Berdasarkan tabel 4.21 tentang implementasi pada kedua klien, penulis


mengimplementasikan tindakan sesuai intervensi yang telah disusun pada tabel
4.22. salah satu intervensi yang diimplementasikan tersebut adalah melakukan
fisioterapi dada tapping dan clapping dua atau tiga jari Pada saat penulis
melakukan tindakan fisioterapi dada berupa tapping dan clapping 2 atau 3 jari
penulis juga menjelaskan tujuan dari fisioterapi yaitu jalan nafas menjadi bersih,
secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan dan menjelaskan cara melakukan
tindakan fisioterapi dada tapping dan clapping 2 atau 3 jari dengan cara tangan
dalam posisi telungkup lalu ditepukan secara ringan pada dinding dada dengan
gerakan yang ritmis. Tapping dan clapping yang dilakukan tidak boleh
menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak boleh dilakukan secara keras.
Sesuai dengan teori menurut Soemarna &Astuti (2005) yang menyatakan
tapping dan clapping adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan,
dalam posisi telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi wrist secara
ritmis. Teknik ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-anak tapping
dan clapping dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Tapping dan clapping
yang dilakukan tidak boleh menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak boleh
dilakukan secara keras untuk mencegah stimulasi sensoris pada kulit. Hal serupa
juga disampaikan oleh Marini & Wulandari (2016) Clapping merupakan
penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan membentuk
seperti mangkuk. Dimana tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan nafas bersih,
secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernafasan.
Penulis mengimplementasikan tapping dan clapping pada klien 1 saat hari
ke kedua klien dirawat dan dilakukan selama 4 hari sedangkan pada klien 2
dilakukan pada hari ke kedua klien dirawat dan dilakukan selama 5 hari. Penulis
melakukan tapping dan clapping setelah dilakukan tindakan terapi inhaler. Penulis
tetap memberikan tindakan tapping dan clapping pada kedua klien selama kedua
klien dirawat dirumah sakit karena selama penulis memantau keadaan kedua klien
masih terdengar suara nafas tambahan berupa ronkhi serta kedua klien selama
69

dilakukan tindakan tapping dan clapping tidak menunjukkan kontraindikasi


seperti tanda-tanda hipoksemia atau penurunan kejenuhan oksigen secara
signifikan. Pada hari ke 4 klien 1 menunjukkan tanda sekret dalam paru-paru
sudah berkurang dibuktikan dengan suara nafas tamabahan ronkhi pada kedua
klien terdengar samar. Pada klien 2 hari ke 5 menunjukkan tanda sekret dalam
paru-paru sudah berkurang dibuktikan dengan suara nafas tamabahan ronkhi pada
kedua klien terdengar samar.
Tindakan fisioterapi dada berupa tapping dan clapping dua atau tiga jari
ini tentunya tidak dapat secara langsung menjadi tindakan utama yang dapat
memecahkan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas, tindakan
lainya yang telah disusun pada tabel 4.20 harus tetap diimplementasikan guna
terciptanya tindakan keperawatan secara komperhensif. Monitor tanda-tanda vital,
monitor pola nafas, irama nafas dan auskultasi suara nafas juga
diimplementasikan penulis selama kedua klien dirawat dirumah sakit karena hal
tersebut dapat mengetahui fluktuasi keadaan vital pasien. Pemberian terapi
intravena dan inheler juga membantu karena dalam terapi intravena dan inheler
mempunya manfaat seperti mengencerkan sekret yang ada sehingga saat
dilakukan tapping dan clapping sekret dapat keluar dengan mudah karena telah
diencerkan.
Dari intervensi yang telah disusun terdapat intervensi yang tidak
diimplementasikan yaitu merubah posisi untuk memaksimalkan ventilasi klien.
Pada klien 1 hal ini tidak dilakukan penulis karena klien 1 mendapat terapi
oksigen menggunakan headbox sehingga untuk merubah posisi klien oksigen
yang diterima klien akan berkurang dan dapat membahayakan klien. Dari
intervensi kelola udara atau oksigen yang diberikan, pada klien 1 penulis
meimplementasikannya dengan memantau oksigen mengalir atau tidak
sedangkan pada klien 2 hanya memakai oksigen pada hari pertama dan kedua dan
selanjutnya klien 2 tidak memakai oksigen sehingga pada hari ketiga hingga klien
pulang intervensi tersebut tidak diimplementasikan pada klien.
70

4.2.5 Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.22 Evaluasi Keperawatan Hari Ke 1 Partisipan Bronkopneumonia Di


Ruang Bougenville RSUD Dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari
Dan Februari 2018

Tanggal Evaluasi 02 Februari 2018 07 Februari 2017


Klien 1 2
Evaluasi /NOC SOAP SOAP
1. Irama nafas normal S : keluarga klien mengatakan klien S : keluarga klien mengatakan klien
yaitu eupnea masih sesak dan batuk masih batuk, sesak dan pilek dan
2. Frekuensi sudah tidak muntah.
pernafasan dalam O:
rentang normal 1. Suhu = 36,9 ºC O:
yaitu 30-60 kali 2. Nadi = 126 x/menit 1. Suhu = 36,8 ºC
permenit 3. RR = 80 x/menit 2. Nadi = 112 x/menit
3. Tidak ada suara 4. Terdappat tarikan dinding dada 3. RR = 62 x/menit
nafas tambahan 5. Dyspnea 4. Dyspnea
seperti ronkhi atau 6. Mata terbuka lebar 5. Mata terbuka lebar
wheezing. 7. Pola nafas takipnea 6. Pola nafas takipnea
4. Tidak ada batuk 8. Sekret dalam jumlah yang 7. Sekret dalam jumlah
5. Tidak ada otot belebihan berlebihan
bantu pernafasan. 9. Terdapat suara nafas tambahan 8. Terdapat suara nafas tambahan
6. Mampu ronkhipada lapang paru kanan ronkhipada lapang paru kanan
mengeluarkan dan kiri dan kiri
sekret

A : masalah belum teratasi A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi 1- 16 P : lanjutkan intervensi 1-16

Tabel 4.23 Evaluasi Keperawatan hari ke 2 Partisipan Bronkopneumonia Di


Ruang Bougenville RSUD Dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari
Dan Februari 2018

Tanggal Evaluasi 03 Februari 2018 08 Februari 2017


Klien 1 2
Evaluasi /NOC SOAP SOAP
1. Irama nafas normal S : keluarga klien mengatakan klien masih S : keluarga klien mengatakan
yaitu eupnea sesak dan batuk klien batuknya berkurang,
2. Frekuensi sesak berkurang , pilek
pernafasan dalam O : berkurang dan sudah tidak
rentang normal yaitu 1. Suhu = 36,8 ºC muntah.
30-60 kali permenit 2. Nadi = 130 x/menit
3. Tidak ada suara 3. RR = 76 x/menit O:
nafas tambahan 4. Terdapat tarikan dinding dada 1. Suhu = 36,3 ºC
seperti ronkhiatau kedalam saat bernafas 2. Nadi = 110 x/menit
wheezing. 5. Dyspnea 3. RR = 60 x/menit
4. Tidak ada batuk 6. Mata terbuka lebar 4. Dyspnea
5. Mata terbuka lebar
71

Lanjutan Tabel 4.23


Tanggal Evaluasi 03 Februari 2018 08 Februari 2017
Klien 1 2
Evaluasi / NOC SOAP SOAP
6. Pola nafas takipnea 6. Pola nafas takipnea
7. Sekret dalam jumlah berlebih 7. Sekret dalam jumlah berlebih
Tidak ada otot bantu 8. Terdapat suara nafas tambahan 8. Terdapat suara nafas
pernafasan. ronkhipada lapang paru kanan tambahan ronkhipada lapang
5. Mampu dan kiri paru kanan dan kiri
mengeluarkan sekret

A : masalah belum teratasi A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi 1- 16 P : lanjutkan intervensi 1-16

Tabel 4.24 Evaluasi Keperawatan hari ke 3 Partisipan Bronkopneumonia Di


Ruang Bougenville RSUD Dr.Haryoto Lumajang Pada Bulan Januari
Dan Februari 2018

Tanggal Evaluasi 04 Februari 2018 09 Februari 2017


Klien 1 2
Evaluasi /NOC SOAP SOAP
1. Irama nafas normal yaitu S : keluarga klien mengatakan S : keluarga klien mengatakan klien
eupnea klien masih sesak dan batuk batuknya berkurang, tidak
2. Frekuensi pernafasan berkurang sesak , pilek berkurang dan
dalam rentang normal muntah 1kali.
yaitu 30-60 kali permenit O:
3. Tidak ada suara nafas 1. Suhu = 36,7 ºC O:
tambahan seperti 2. Nadi = 124 x/menit 1. Suhu = 36,7 ºC
ronkhiatau wheezing. 3. RR = 68 x/menit 2. Nadi = 118 x/menit
4. Tidak ada batuk 4. Terdappat tarikan dinding 3. RR = 52 x/menit
5. Tidak ada otot bantu dada 4. Pola nafas eupnea
pernafasan. 5. Dyspnea 5. Sekret dalam jumlah berlebih
6. Mampu mengeluarkan 6. Mata terbuka lebar 6. Terdapat suara nafas tambahan
sekret 7. Pola nafas takipnea ronkhipada lapang paru kanan
8. Terdapat tarikan dinding
dada kedalam saat bernafas
9. Sekret dalam jumlah yang
belebihan
10. Terdapat suara nafas A : masalah teratasi sebagian
tambahan ronkhipada
lapang paru kanan dan kiri P : lanjutkan intervensi 1-16

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi 1- 16

Berdasarkan tabel 4.20 tentang evaluasi keperawatan, pada hari pertama


kedua klien mencapai 2 kriteria hasil dari 6 kriteria hasil yang telah disusun.
72

kriteria hasil yang telah dicapai adalah tidak ada otot bantu pernafasan dan
mampu mengeluarkan sekret sedangkan 4 kriteria hasil yang belum tercapai pada
kedua klien yaitu irama nafas normal yaitu eupnea, frekuensi dalam rentang
normal yaitu 30-60x/menit, tidak ada suara nafas tambahan berupa whezzing atau
ronkhi, dikarenakan pada kedua klien masih ditemukan irama nafas takipnea,
frekuensi pernafasan lebih dari 60 x/menit dan tidak ada batuk.
Pada hari kedua kriteria hasil yang dicapai oleh klien 1 yaitu 2 kriteria
hasil dari 6 kriteria hasil, 2 kriteria hasil yang telah dicapai yaitu tidak adanya otot
bantu pernafasan dan mampu mengeluarkan sekret dan 4 kriteria hasil yang tidak
tercapai yaitu irama nafas normal yaitu eupnea, frekuensi dalam rentang normal
yaitu 30-60x/menit, tidak ada suara nafas tambahan berupa whezzing atau ronkhi,
dikarenakan pada kedua klien masih ditemukan irama nafas takipnea, frekuensi
pernafasan lebih dari 60 x/menit dan tidak ada batuk. Pada klien 2 di hari kedua
juga mencapai 2 kriteria hasil dari 6 kriteria hasil, 2 kriteria hasil yang dicapai
diantaranya tidak adanya otot bantu pernafasan dan mampu mengeluarkan sekret
sedangkan 4 kriteria hasil yang tidak dicapai yaitu irama nafas normal yaitu
eupnea, frekuensi dalam rentang normal yaitu 30-60x/menit, tidak ada suara nafas
tambahan berupa whezzing atau ronkhi, dikarenakan pada kedua klien masih
ditemukan irama nafas takipnea, frekuensi pernafasan lebih dari 60 x/menit dan
tidak ada batuk.
Pada hari ketiga kriteria hasil yang tercapai pada klien 1 adalah 2 kriteria
dari 6 kriteria diantaranya adalah tidak ada otot bantu pernafasan dan mampu
mengeluarkan sekret. Pada klien 2 tercapai 4 kriteria dari 6 kriteria diantaranya
adalah irama nafas normal yaitu eupnea, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal yaitu 30-60 kali permenit, tidak ada otot bantu pernafasan dan mampu
mengeluarkan sekret. Hasil yang dicapai klien 2 menguatkan teori menurut
Wulandari (2016) fisioterapi dada berupa clapping bertujuan membuat jalan nafas
bersih, secara
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah menguraikan dan membahas tentang asuhan keperawatan pada


anak dengan bronkopneumonia dengan masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas di ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang, maka
pada bab ini penulis akan menyimpulkan dan menyampaikan saran, untuk
perbaikan asuhan keperawatan di masa yang akan datang.

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian Keperawatan
Batasan karakteristik masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas menurut NANDA (2015) berjumlah 12 batasan karakteristik. Pada kedua
klien ditemukan 7 batasan karateristik dari 12 batasan karateristik. 7 batasan
karakteristik yang ditemukan pada kedua klien antara lain batuk yang tidak
efektif, dyspnea, mata terbuka lebar, perubahan pola nafas takipnea, perubahan
frekuensi nafas lebih dari 60 x/menit, sekret dalam jumlah berlebihan, dan suara
nafas tambahan berupa ronkhi.

5.1.2 Masalah keperawatan


Dari hasil pengkajian kedua klien maka masalah keperawatan yang
muncul pada kedua klien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Kedua klien
mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas disebabkan infeksi pada saluran
nafas atas menyebabkan kuman berlebihan dibronkus sehingga terjadi proses
peradangan dan menghasilkan akumulasi sekret dibronkus.

5.1.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi yang dilakukan pada kedua klien yaitu manajemen jalan nafas
meliputi posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi
dada, auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
dan adanya suara tambahan, bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang
ditentukan, kelola udara atau oksigen yang dilembabkan. Intervensi monitor
pernafasan meliputi monitor kecepatan ,irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
74

catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu nafas, dan
retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta, monitor suara nafas tambahan
seperti ngorok atau mengi, monitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, respirasi biot). Intervensi administrsi
(pemberian) obat inhalasi meliputi bantu klien untuk menggunakan inhaler seperti
yang ditentukan bantu klien menempatkan inhaler di mulut atau hidung, pantau
pernafasan klien dan auskultasi paru-paru dan intervansi terapi intravena meliputi
verifikasi perintah untuk terapi IV, instruksikan klien untuk prosedur, lakukan
prinsip 6 benar sebelum memulai pengobatan (benar obat, dosis, pasien, cara,
frekuensi dan dokumentasi dan monitor tanda-tanda vital.

5.1.4 Implementasi keperawatan


Implementasi yang dilakukan pada kedua klien sesuai dengan
intervensi pada masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Dari
16 intervensi yang disusun 15 intervensi yang diimplementasikan diantaranya
adalah melakukan fisioterapi dada, melakukan auskultasi suara nafas, mencatat
area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan,
membantu klien untuk menggunakan inhaler seperti yang ditentukan, mengelola
udara atau oksigen yang dilembabkan, memonitor pernafasan (kecepatan ,irama,
kedalaman dan kesulitan bernafas, mencatat pergerakan dada, mencatat
ketidaksimetrisan, mencatat penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan interkosta), memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok
atau mengi, memonitor pola nafas (misalnya, bradipnea, takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, respirasi biot membantu klien untuk menggunakan inhaler
seperti yang ditentukan membantu klien menempatkan inhaler di mulut atau
hidung, memantau pernafasan klien dan melakukan auskultasi paru-paru,
meverifikasi perintah untuk terapi IV, meinstruksikan klien untuk prosedur,
melakukan prinsip 6 benar sebelum memulai pengobatan (benar obat, dosis,
pasien, cara, frekuensi dan dokumentasi dan monitor tanda-tanda vital.
75

Evaluasi keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada kedua klien yang mengalamai bronkopneumonia selama 6 hari
kedua klien telah memenuhi 3 kriteria hasil dari 6 kriteria hasil, 3 kriteria tersebut
adalah tidak ada batuk, tidak ada otot bantu pernafasan dan mampu mengeluarkan
sekret.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi RSUD dr.Haryoto Lumajang
Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
bronkopneumonia dengan maslah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas secara berkelanjutan dan berkala mengingat agar masalah keperawatan
teratasi membutuhkan waktu yang cukup lama selain itu agar tidak timbul
komplikasi lainya. Perawat diharapkan dapat menjelaskan pada kelurga klien
tentang penyakit klien dan cara perawatanya agar keluarga memahami dan dapat
mempraktekanya sehingga dapat mengurangi timbulnya bronkopneumoni yang
berulang.

5.2.2 Bagi keluarga

Diharapkan keluarga dapat menemani klien guna membantu aktivitas yang


dibutuhkan klien. Keluarga juga harus mengetahui tentang sakit yang dialami
klien seperti pengertian, penyebab dan cara perawatan bronkopneumonia dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas agar keluarga dapat
berperan aktif dalam proses penyembukan klien dan keluarga dapat melakukan
perawatan pada klien secara mandiri setelah klien diperbolehkan pulang. Keluarga
juga diharapkan dapat mencegah klien mengalami bronkopneumonia berulang
setelah mengetahui penyebab bronkopneumonia.

5.2.3 Bagi penulis


Diharapkan penulis dapat menerapkan ilmu yang didapat dan sebagai
acuan atau arahan dalam melakukan asuhan keperawatan selanjutnya selama
76

melakukukan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami bronkopneumonia


dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di ruang
Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, O., & Rahmanoe, M. (2014). Three Month Baby With


Bronchopneumonia. Medula Volume 2 Nomor 3, 66-72.

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan . Jakarta: EGC.

Debora, O. (2011). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika.

Fadhila. (2013). Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia


pada Pasien Bayi Laki-Laki Berusia 6 Bulan . Medula Volume 1 Nomor 2,
1-10.

Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data.


Jakarta: Salemb Medika.

Kelly, P. (2010). Buku Saku Asuhan Neonatus & Bayi. Jakarta: EGC.

Kemenkes. (2010). Buletin Jendela Epidemologi : Pneumonia Balita. Jakarta:


Kemenkes RI.

Kemenkes. (2015). InfoDATIN. Jakarta: Kemenkes RI.

Maidartati. (2014). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas


Pada Anak Usia 1-5 Tahun Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan
Nafas Di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan
Vol. II No. 1, 47-56.

Marianti. (2016, June 05). Pengertian Batuk-batuk. Retrieved May 24, 2018, from
Alodokter Informasi Kesehatan Terlengkap dan Terpercaya:
https://www.alodokter.com

Marini, G., & Wulandari, Y. (2016). Efektifitas Fisioterapi Dada (Clapping)


Untuk Mengatasi Masalah Bersihan Jalan Napas Pada Anak Dengan
Bronkopnemoni di Ruang Anak RSUD. DR. Moh. Seowandhi Surabaya.
Jurnal Kesehatan UMS.

Mufida, L., Widyaningsih, T. D., & Maligna, J. M. (2015). Prinsip Dasar MPASI
untuk Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 1646-1651.

Muhlisin, A. (2017, Maret 14). Sianosis : Gejala, Penyebab, dan Pengobatan.


Retrieved Juni 5, 2018, from Mediskus: http://www.mediskus.com
78

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan . Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

NIC. (2013). Nursing Interventions Classifications Edisi Bahasa Indonesia.


Indonesia: Elsevier.

NOC. (2013). Nursing Outcomes Classification Edisi Bahasa Indonesia.


Indonesia: Elsevier Inc.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APlikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc . Jogjakarta :
Mediaction Publising.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis. Jakarta: Salemba Medika.

Patel, P. R. (2007). Lecture Notes: Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Price, & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Graha Ilmu:
Yogyakarta.

Rizqiyah, N. A. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jember: Unej.

Soeharso, & Retnoningsih, A. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:


Widya Karya.

Soemarno, S., & Astuti, D. (2005). Pengaruh Penambahan MWD Pada Terapi
Inhalasi, Chest Fisioterapi (Postural Drainage, Huffing, Caughing,
Tapping dan Clapping) Dalam Meningkatkan Volume Pengeluaran
Sputum Pada Penderita Asma Bronchial. Fisioterapi Indonesia Vol 5 No.
1, 56-71.
79

Solihati, E. N., Suhartono, & Winarni, S. (2017). Studi Epidemologi Deskriptif


Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Langensari
II Kota Banjar Jawa Barat Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Volume 5, 618-629.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D). Bandung: Alfabeta.

Sulistiyawati. (2012, September 19). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Retrieved


from Scribd.: www.scribd.com

Sulistyo, C. D. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:


Trans Info Medika.

Sulistyo, C. D. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:


Trans Info Medika.

Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Tarwoto, & Suwartono. (2015). Kebutuan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Terri Kyle, S. C. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.

Un, A. (2015). Studi Kasus Pada An.A Umur 10 Bulan Dengan Masalah
Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Diagnosa Medis
Bronkopneumonia di Ruang Musdalifah Rumah Sakit Muhammadiyah
"Ahmad Dahlan" Kota Kediri. Kediri: Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Yasmara, D., & Nursiswati, R. A. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal-Bedah: Diagnosis NANDA- I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil
NOC. Jakarta: 2016.

Yusuf, M. (2014). Pengaruh Ketuban Hijau Terhadap Kejadian Infeksi Pada


Neonatus di Rumah Sakit Kharitas Bhakti Pontianak Tahun 2013.
Pontianak: STIK Muhammadiyah Pontianak.
Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN


BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
Mira Indah Yani

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
81

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


BRONKOPNEUMONIA

TOPIK : Bronkopneumonia
HARI / TANGGAL : Sabtu, 07 Februari 2018 dan Kamis, 08 Februari 2018
WAKTU : 10 Menit
TEMPAT : Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang
SASARAN : Keluarga An.N dan keluarga An.A

A. Analisa Situasi
1) Audience
 Jumlah Peserta 2 orang.
 Latar belakang pendidikan tamat SD
 Minat dan perhatian dalam menerima materi penyuluhan cukup
baik.
2) Penyuluh
 Mahasiswa D3 Keperawatan kampus Lumajang
 Mampu mengkomunikasikan kegiatan penyuluhan tentang
Bronkopnumonia dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta
penyuluhan.
3) Ruangan
 Bertempat di ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang
 Ruangan cukup luas
 Penerangan, ventilasi, memadai untuk kelangsungan kegiatan
penyuluhan.

B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang bronkopneumonia
diharapkan peserta mampu memahami tentang Bronkopneumonia
C. Tujuan Khusus
82

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan audience mampu:


1) Menyebutkan definisi bronkopneumonia
2) Menyebutkan penyebab bronkopneumonia
3) Menyebutkan gejala pada bronkopneumonia
4) Menyebutkan pengobatan pada bronkopneumonia
5) Menjelaskan cara perawatan bronkopneumonia dirumah

Pokok Materi
1) Definisi bronkopneumonia
2) Penyebab bronkopneumonia
3) Gejala pada pasien bronkopneumonia
4) Pengobatan pada pasien bronkopneumonia
5) Perawatan bronkopneumonia dirumah
Metode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab

D. Media
1) Leaflet

E. Kegiatan Penyuluhan
Tahap
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta Metode Waktu
Kegiatan
Pembukaan 1. Salam pembukaan 1. Menjawab / Ceramah 3 menit
2. Perkenalan merespon
3. Apersepsi tentang 2. Memperhatikan
Bronkopneumonia
4. Relevansi
5. Kontrak waktu
Penyajian Penyampaian materi: 1. Mendengarkan 1. Ceramah 10
1. Menjelaskan definisi
83

bronkopneumonia 2. Memperhatikan 2. Demonstrasi menit


2. Menyebutkan 3. Mencatat 3. Tanya jawab
penyebab
Bronkopneumonia
3. Menyebutkan gejala
pada
bronkopneumonia
4. Menyebutkan
pengobatan pada
pasien
bronkopneumonia
5. Menjelaskan cara
perawatan
bronkopneumonia
dirumah.
Penutup 1. Mengevaluasi Menjawab Tanya jawab 7 menit
pengetahuan peserta
dengan memberi
pertanyaan
2. Menyimpulkan isi
materi
3. Tindak lanjut
4. Salam penutup

F. Materi
(Terlampir)

G. Pertanyaan Evaluasi
1) Jelaskan definisi bronkopneumonia?
2) Sebutkan penyebab dari bronkopneumonia?
84

3) Sebutkan gejala pada pasien bronkopneumonia?


4) Sebutkan pengobatan pada bronkopneumonia?
5) Jelaskan cara perawatan bronkopneumonia dirumah?

H. Daftar Pustaka
(Terlampir)
85

LAMPIRAN
Bronkopneumonia
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkoli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan
atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Riyadi & Sukarmin, 2009)

2. Penyebab Bronkopneumonia
Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B
dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, sering disebabkan oleh infeksi
Streptococus pneumonia, Haemophillus inflienzae tipe B, dan
Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja,
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae. (Fadhila, 2013)

3. Gejala Bronkopneumonia
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus
respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40ºC dan kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dyspnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, merintih
dan sianosis. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakitnya, tetapi sesudah beberapa hari mula-
mula kering kemudian menjadi produktif. (Riyadi & Sukarmin, 2009)

4. Pengobatan pada bronkopneumonia


1) Menjaga kelancaran pernafasan
Pasien bronkopneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis
karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus/paru.
86

Pada anak yang agak besar (sudah mengerti) berikan sikap baring setengah
duduk, longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos
baju agak sempit. Dan ajarkan agar bila ia batuk lendirnya dikeluarkan dan
katakana kalau lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak napasnya tidak
segera hilang. Sedangkan pada bayi, baringkan dengan letak kepala
ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah bahunya. Bukalah pakaian
yang ketat seprti gurita, atau celana yang ada karetnya. Isaplah lendirnya,
pengisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir didalam
mulut, pada waktu akan memberi minum, mengubah sikap baring atau
tindakan lain. (Ngastiyah, 2005)
2) Kebutuhan Istirahat
Pasien dengan bronkopneumonia adalah pasien payah, suhu tubuhnya
tinggi, sering hiperpireksia, maka pasien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur. Pemberian obat jangan
dilakukan waktu pasien sedang tidur. Usahakan agar pasien dapat
beristirahat sebaik-baiknya dan jangan menggunakan pakaian terlalu rapat
karena dapat menyebabkan sesak nafas. (Ngastiyah, 2005)
3) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan
yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Jika sesak nafas berkurang
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak berikan makanan lunak dan susu.
Bujuklah anak mau makan, dan waktu menyuapi harus sabar karena
keadaan sesak menyebabkan anak cepat lelah waktu mengunyah. Pada
bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh menetek
selain memperoleh infus. Beritahukan pada ibunya agar pada waktu
meneteki susunya harus sering-sering dikeluarkan untuk memberikan
kesempatan bayi bernafas. Bila bayi masih belum mau mengisap ASI
harus dipompa dan diberikan dengan sendok. Sedangkan pada bayi yang
minum susu formula juga harus diberikan dengan sendok. Bila keadaan
membaik dapat dicoba dengan dot, dan dot harus sering dicabut. Bila
87

terpaksa menggunakan sonde berikan susu dengan pembagian 2-3 kali


karena jika lambung mendadak penuh dapat menyebabkan sesak nafas.
(Ngastiyah, 2005)
4) Mengontrol Suhu Tubuh
Pasien bronkopneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia.
Untuk ini maka suhu harus dikontrol setiap jam selain diusahakan untuk
menurunkan suhu dengan memberikan kompres dingin dan obat-obatan.
(Ngastiyah, 2005)
5) Mencegah Komplikasi
Komplikasi yang terjadi terutama disebabkan oleh lendir yang tidak dapat
dikeluarkan sehingga terjadi atelektasis atau bronkiektasis. Untuk
menghindari terjadinya lendir yang menetap (mucous plug) maka sikap
baring pasien, terutama bayi, harus diubah posisinya setiap 2 jam dan
pengisapan lendir sering dilakukan. Setiap mengubah siakp lakukan
sambil menepuk-nepuk punggung pasien kemudian jika terlihat lendirnya
meleleh segera diisap. Bila lendir tetap banyak, dapat dilakukan fisioterapi
dengan drainase postural. (Ngastiyah, 2005)

5. Cara perawatan bronkopneumonia dirumah


Melakukan inhalasi uap dengan cara menundukkan kepala kurang lebih
15cm diatas sebuah sungkup kerucut yang dibawah nya terdapat baskom
yang berisi air panas yang sudah diberi 5 tetes minyak kayu putih guna
memperkuat efeknya, lalu perlahan hirup uapnya dengan hati-hati, kemudian
dihirup secara lebih mendalam, ini dapat dilakukan sampai air sudah tidak
terasa panas atau uap dalam air sudah habis. Inhalasi uap ini bermanfaat
untuk mengencerkan dahak, melancarkan jalan napas, dan juga untuk
menghindarkan terjadinya peradangan di rongga samping hidung
(Rahmawati Laily, 2017).
88

DAFTAR PUSTAKA

Fadhila. (2013). Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia


pada Pasien Bayi Laki-Laki Berusia 6 Bulan . Medula Volume 1 Nomor 2,
1-10.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Rahmawati Laily. (2017). Upaya Mempertahankan Bersihan Jalan Nafas Pada


Anak Dengan Ispa. Surakrta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Riyadi, S., & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Graha Ilmu:
Yogyakarta.
89

BRONKOPNEUMONIA Apa Penyebab Apa saja Tanda dan Gejala


Bronkopneumonia ??
Bronkopneumonia?
 Suhu tubuh dapat naik sangat
 Bakteri, virus dan jamur.
mendadak sampai 39-40ºC.
 Faktor resiko lainya seperti :
 Anak sangat gelisah
- Gizi kurang
 Pernafasan cepat dan
- Berat badan lahir rendah
dangkal
- Tidak mendapat ASI
 Merintih atau rewel
- Polusi udara
 Kadang-kadanga disertai
- Tidak mendapat imunisasi
muntah dan diare
- Pemberian MP-ASI terlalu
 Batuk
dini
- Kepadatan tempat tinggal
Apa itu BRONKOPNEUMONIA?

Bronkopneuomonia adalah suatu


peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui
saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus.

Pengobatan Bronkopneumonia
90

 Menjaga kelancaran pernafasan


Baringkan anak dengan letak kepala
lebih tinggi. Bukalah pakaian yang
ketat. Membersihkan lendir yang
terlihat di mulut anak. Sering
mengubah posisi anak.
 Kebutuhan Istirahat
Usahakan agar anak dapat
beristirahat sebaik-baiknya dan
jangan menggunakan pakaian terlalu
rapat karena dapat menyebabkan
sesak nafas.
 Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pada bayi yang masih minum ASI,
bila tidak terlalu sesak ia boleh
menetek. Bila terpaksa
menggunakan sonde berikan susu
secara bertahap karena jika lambung
mendadak penuh dapat
menyebabkan sesak nafas.
91

Lampiran 2
JADWAL PENYELENGGARAAN PROPOSAL DAN KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
JUNI- MARET- JUNI-
KETERANGAN FEB MARET APRIL MEI OKT-DES JAN-FEB
SEPT MEI JULI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Konfirmasi Judul
Penyusunan Proposal
Studi Kasus
Sidang Proposal
Revisi
Pengambilan Data
dan Penyusunan Bab
3 Studi Kasus
Penyusunan Laporan
KTI Bab 4
Pembahasan dan Bab
5 Penutup
Sidang KTI
Revisi
Pengumpulan Studi
Kasus (KTI)
92

Lampiran 3
93
94

Lampiran 4
95

Lampiran 5
96

Lampiran 6
97

Lampiran 7
98

Lampiran 8
99
100
101
102
103
104

Anda mungkin juga menyukai