Anda di halaman 1dari 110

SKRIPSI

PENGARUH SLEEP HYGIENE CARE: PENGGUNAAN


EARPLUGS TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA
PASIEN DI RUANG ICU RS ISLAM
IBNU SINA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

RATNA JULITA
1710142010032

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2021
SKRIPSI

PENGARUH SLEEP HYGIENE CARE: PENGGUNAAN EARPLUGS


TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA PASIEN DI RUANG
ICU RS IBNU SINA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

Bidang Ilmu Keperawatan Gawat Darurat

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

RATNA JULITA
1710142010032

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2021

i
HALAMAN PERNYATAAN OROSONALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

Dan semua sumber baik yang saya kutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar

Nama : Ratna Julita

Nim : 1710142010032

Tanda tangan:

Tanggal :

ii
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI

Skripsi ini teah disetujui

Juni 2021

Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

(Reny Chaidir, S.Kp, M.Kep) (Ns. Aulia Putri, S.Kep,


M.Kep)

Mengetahui

Ka. Prodi S1 Keperawatan

(Ns. Sri Hayulita, S.Kep, M.Kep)

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini di ajukan:

Nama : Ratna Julita

Nim : 1710142010032

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : “Pengaruh Sleep hygiene care: penggunaan

Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di

ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun

2021”

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan pada program Studi S1 Ilmu Keperawatan,
STIKes Yarsi Sumbar Bukittnggi

DEWAN PENGUJI

Pembimbng I : Reny Chaidir, S.Kp, M.Kep

Pembimbing II : Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep

Penguji I : Ns. Junaidy Suparman Rustam, S.Kep, MNS

Penguji II : Ns. Dian Anggraini, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Ditetapkan di : Bukittinggi

Tanggal : Juni 2021

iv
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT. Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sleep

Hygiene Care: Penggunaan Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada

Pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2021”.

Shalawat beriring salam diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk keselamatan didunia dan

diakhirat.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar

Bukittinggi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan proposal ini. Oleh karena

itu saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ns. Junaidi S. Rustam, S.Kep, MNS selaku Ketua STIKes

Yarsi Sumbar Bukittinggi.

2. Ibu Ns. Sri Hayulita, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program studi S1

Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Sumbar

Bukittinggi.

3. Ibu Reny Chaidir, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta

v
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Ns. Aulia Putri, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta

kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dosen beserta staf pengajar di Program Studi lmu Kesehatan

Yarsi Sumbar Bukittnggi yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan bimbngan serta nasehat selama menjalani

pendidkan.

6. Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua Orang Tua dan

Keluarga ku yang selalu memberikan dukungan material dan

moral serta do’a dan penyemangat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

7. Kepada sahabatku, Mulya ulfa kaswati, Wenti endika utama, dan

Welly utama yang selalu memberikan semangat dan dukungannya

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Mahasisiwa Prodi S1 Keperawatan STIKes Yarsi

Sumbar Bukittinggi yang selalu memberikan semangat dan

dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bukittinggi, Juni 2021

Hormat saya

vi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESESHATAN YARSI BUKITINGGI

Skripsi, AGUSTUS 2021


Nama : Ratna Julita
Judul Skripsi : Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs
Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di Ruang ICU
RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2021
Jumlah halaman : VIII + 75 halaman + 5 tabel + 7 lampiran

ABSTRAK

Pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami perubahan pada tidurnya dimana
pasien yang mengalami sakit kritis mengalami jam tidur singkat yang diakibatkan
oleh gangguan tidur sehingga pasien di ruang ICU sulit mendapatkan kualitas
tidur yang baik. Peneliti menemukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas
tidur pasien di ruang ICU salah satunya yaitu Sleep hygiene care : penggunaan
earplugs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Sleep hygiene care:
penggunaan earplugs terhadap kualitas tidur pada pasien ICU. Desain penelitian
ini menggunakan Quasy Eksperimen One Group Pretest and Posttest. Penelitian
ini dilakukan di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021. Populasi penelitian
ini seluruh pasien sadar di ruang ICU dengan jumlah sampel 14 orang. Instrument
pada penelitian ini earplugs dan kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
skor kualitas tidur pretest yaitu 13,79 sedangkan posttest yaitu 7,93. Hasil analisis
bivariat dengan Paired T-test yaitu p-value (0.000). kesimpulan penelitian ini
menunjukkan terdapat adanya pengaruh Sleep hygiene care: penggunaan earplugs
terhadap kualitas tidur pada pasien ICU. Saran peneliti pada ICU RS Islam Ibnu
Sina Bukittinggi untuk dapat mengaplikasikan Sleep hygiene care: penggunaan
earplugs sebagai edvidence based bagi tenaga kesehatan.
Kata kunci : Sleep hygiene care, earplugs, Kualitas tidur, ICU
Referensi : 41 (2007-2020)

vii
NURSING HEALTH SCIENCE PROGRAM
INSTITUTE OF HEALTH SCIENCE YARSI BUKITTINGGI

Thesis, August 2021


Name : Ratna Julita
Thesis Title : The Effect of Sleep Hygiene Care : Use of Earplugs on
Sleep Quality in Patients in the ICU Room of The
Islamic Hospital Ibnu Sina Bukittinggi in 2021
Number of Pages : VIII + 75 Pages + 5 tables + 7 attachment

ABSTRACT

Patients who are treated in the ICU experience changes in their sleep where
patients who are critically ill experience short sleep hours caused by sleep
disturbances so that patients in the ICU find it difficult to get good quality sleep.
Researches found interventions that can improve the quality of sleep of patients in
the ICU, One of which is Sleep hygiene care: use of earplugs. The purpose of this
study was to determine the effect of sleep hygiene care: use earplugs on patients
in the ICU. This type of research uses a quasi-experimental one group pretest and
posttest. This research was conducted at the Islamic Hospital Ibnu Sina
Bukittinggi in 2021. The population in this study were all conscious patients in the
ICU with a sample of 14 people. The research instrument were earplugs and
questionnaire. The result of study indicate that the pretest sleep quality score
13,79, while the posttest is 7.93. The result of bivariate analysis with paired T-test
are p-value (0.000). The conclusion of this study shows that there is an effect of
sleep hygiene care: use of earplugs on sleep quality in ICU patients. Researcher
advice on ICU room of The Islamic hospital Ibnu Sina Bukittinggi to able to apply
sleep hygiene care: use of earplugs as evidence based for health workers.

Keyword : Sleep hygiene care, earplugs, Sleep quality, ICU


Reading list : 41 (2007-2020)

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI ............................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................
B. Rumusan Masalah ............................................................................
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Intensive Care Unit (ICU) ................................................................
1. Defenisi ICU ...............................................................................
2. Jenis-jenis pasien ICU .................................................................
3. Klasifikasi pelayanan ICU ...........................................................
4. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan ..................................
B. Tidur ..................................................................................................
1. Defenisi tidur ...............................................................................
2. Klasifikasi tidur ...........................................................................
3. Fungsi tidur ...................................................................................
4. Fisiologis tidur...............................................................................
5. Tahapan tidur.................................................................................
6. Siklus tidur
7. Mekanisme tidur
C. Gangguan tidur .................................................................................
1. Definisi tidur
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi gangguan tidur
5. Macam-macam gangguan tidur
6. Gejala gangguan tidur
7. Dampak dari gangguan tidur
8. Penatalaksanaan gangguan tidur
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur

ix
E. Kualitas tidur
F. Sleep hygiene care
1. Konsep Sleep hygiene care
2. Praktik Sleep hygiene care
3. Manfaat sleep hygiene care
G. Earplugs
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep .............................................................................
B. Hipotesa ...........................................................................................

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian .................................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................
C. Populasi dan Sampel ........................................................................
D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi .............................................................
E. Defenisi Operasional ........................................................................
F. Instrumen Penelitian ........................................................................
G. Uji Validitas dan Reabilitas
H. Etika Penelitian ................................................................................
I. Metode Pengumpulan Data ..............................................................
J. Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................................
BAB V
A. Gambaran Umum Penelitian
B. Analisa Univariat
C. Analisa Bivariat
BAB VI
A. Analisa Univariat
B. Analisa Bivariat
BAB VII
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Defenisi Operasional ....................................................................


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ...........................
Tabel 5.2 Rata-rata kualitas tidur sebelum dilakukan intevensi Sleep hygiene care
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini jumlah pasien kritis dengan penyakit yang belum dapat

disembuhkan baik pada anak maupun dewasa semakin meningkat. Pasien-

pasien tersebut memerlukan perawatan baik secara promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif (Istianah, 2016). Menurut American Association

of Critical Nursing (AACN) pasien kritis adalah pasien yang berisiko

tinggi untuk masalah kesehatan aktual ataupun potensial yang mengancam

jiwa. Semakin kritis sakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk

menjadi sangat rentan, tidak stabil dan kompleks, membutuhkan terapi

yang intensif dan asuhan keperawatan yang teliti (Nurhadi, 2014).

Menurut Patient and Family Support Committee of the Society of

Critical Care Medicine (2002) dalam Berger & Pichard (2012) bahwa

permasalahan umum yang sering terjadi pada pasien kritis yang di rawat di

ruang rawat intensif antara lain gangguan neurologis, perdarahan,

ketidakstabilan hemodinamika, cairan elektrolit, syok, gagal nafas akut

dan kronik, infeksi nosokomial, gagal ginjal, nyeri dada, sepsis serta

Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Diperkirakan bahwa

sekitar 13 sampai dengan 20 juta orang pertahun membutuhkan dukungan

kehidupan di unit perawatan intensif di seluruh dunia (Yusuf & Rahman ,

2019).

Menurut data organisasi kesehatan dunia WHO (World Health

Organization) pada tahun 2016 dilaporkan bahwa pasien kritis di ICU

prevalensinya meningkat setiap tahunnya. Tercatat 9,8-24,6% pasien sakit


1
2
kritis dan dirawat di ICU per 100.000 penduduk, serta kematian akibat

penyakit kritis hingga kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1-7,4 juta

orang. Menurut Kepmenkes RI (2011) melaporkan bahwa banyaknya

pasien kritis yang sedang dalam masa perawatan, hidupnya tergantung

pada alat, ,monitoring serta terapi yang tidak biasa diruang perawatan

umum. Dalam upaya penanganan ini, ICU merupakan tempat yang paling

tepat untuk perawatan pasien kritis yang membutuhkan pengawasan dan

pemeriksaan intensif. Tujuannya adalah agar bisa diketahui secara dini

perubahan-perubahan yang membahayakan, sehingga dapat dikelola

dengan lebih baik lagi.

Pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami perubahan pada

tidurnya dimana pasien yang mengalami sakit kritis mengalami jam tidur

singkat sehingga membuat pasien mengalami kesulitan pencapaian Rapid

Eye Movement (REM) dan tidur yang dalam, mengakibatkan pasien

mudah terbangun (Afianti & Mardhiyah, 2017). Tidur merupakan keadaan

tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap

lingkungan menurun dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau

rangsangan yang cukup (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sedangkan menurut

Vaughas (2013) tidur adalah gangguan kesadaran yang dapat bangun

dikarakteristikkan dengan minimnya aktivitas. Tidur dapat juga dikatakan

jika kondisi seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus

atau sensori yang sesuai degan aktivitas fisik yang minim, tingkat

kesadaraan bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis dan penurunan

respons terhadap stimulus eksternal (Saputra, 2013).


3
Siklus tidur terdiri dari 2 tahapan: REM dan NREM dimana

masing-masing tahapan membantu proses penyembuhan penyakit (braa-

Coronado et al ., 2015). Tahapan REM meningkatkan pemulihan emosi,

pemulihan fungsi otak, dan pertumbuhan, sedangkan tahapan NREM

dekaitkan dengan pemulihan fisik dan pertumbuhan (Kudchadkar et al,.

2017). Tahap NREM terdiri dari 3 fase (N1, N2 dan N3) dimana N1

ditandai dengan rasa kantuk dan penurunaan aktivitas otot, diikiuti fase N2

yaitu terdapat penurunan tingkat kesadaran namun masih dapat dengan

mudah terbangun jika ada suara bising dan yang terakhir adalah fase N3

yang dikenal dengan “deep sleep”, otak menjadi kurang berespon terhadap

rangsangan dari luar, menbuat seseorang susah untuk bangun (Reuter-Rice

et al, 2020). Tahap terakhir yaitu REM berlangsung sekitar 20% dari total

waktu tidur, tahap dimana terjadi aktivitas otak yang tinggi seperti

bermimpi (King, Bailey and Kamdar, 2015).

Tidur yang berkualitas baik dapat meningkatkan kesejahteran

psikologis dan sangat penting untuk penyembuhan dan kelangsungan

hidup pasien dengan penyakit kritis (Afianti dan Mardhiyah, 2017).

Sedangkan Kualitas tidur yang buruk pada pasien kritis dapat

meningkatkan gangguan pada kardiovaskuler yaitu penyakit jantung

koroner dan stroke, pada pernafasan dapat mengakibatkan hiperkapnia

hingga hipoventilasi, gangguan metabolik yang terjadi terhadap toleransi

glukosa, pelepasan insulin, sekresi hormon pertumbuhan dan kortisol,

pengaturan nafsu akan oleh leptin dan gerlin, dan mempengaruhi kualitas

tidur. Pengaruh yang terjadi pada sistem imun dapat meningkatkan resiko
4
infeksi karena perubahan pada fungsi sel limfosit, sel polinuklear, sel- sel

pembunuh alami, dan inflamasi sitokonin(seperti IL-1, IL-6 dan TNF) hal

ini dapat menyebabkan dampak kerusakan organ dan peningkatan

mordibitas (Afianti dan Mardhiyah, 2017).

Gangguan tidur pada pasien kritis adalah gangguan yang

mengakibatkan ketidaknyamanan fisik atau masalah dengan suasana hati

seperti kecemasan (Urden, 2010). Gejala gangguan tidur biasanya

seseorang akan mengalami lebih sulit memulai tidur,sering terbangun

lebih dini dan sulit untuk tidur kembali (Atoilah & Kusnadi, 2013).

Gangguan tidur menjadi salah satu masalah signifikan yang terjadi pada

pasien selama perawatan di ruang ICU (Altman et al, 2018). Pasien kritis

selama perawatan di ICU mengalami beberapa gangguan tidur,

diantaranya disebabkan oleh kebisingan, pencahayaan, prosedur diagnostik

dan terapeutik, ventiasi mekanik, pengobatan serta penyakit kritis itu

sendiri (Boyko et al., 2017). Sebagian pasien mengalami stress selama

keperawatan yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, ketakutan

selama perawatan, ketidakpastian tentang prognosis penyakit yang

dialami, jam kunjungan yang terbatas sehingga merasa terisolasi dari

keluarganya, adaptasi dengan lingkungan baru , prosedur perawatan, serta

ketidakstabilan psikologis yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas

tidur yang dirasakan oleh pasien selama perawatan di ruang intensive care

unit (Cho, Lee, and Hur, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Urgas dan Ostekin (2007) dalam

Imardiani (2019), menyatakan bahwa faktor lingkungan dan pemberian


5
terapi intervensi yang diberikan oleh perawat terhadap pasien di ICU dapat

mempengaruhi kebutuhan tidur pasien, terdapat 78,6% pasien mengalami

gangguan tidur. Sedangkan dalam penelitian di Intensive Care Brasilia

didapatkan hasil bahwa 60% pasien yang sedang dalam menjalani masa

perawatan di unit perawatan intensif melaporkan bahwa adanya gangguan

tidur. Hal ini disebabkan karena dampak dari hospitalisasi sehingga

berakibat pada kualitas tidur yang buruk (Imardiani, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Younis et al (2019) menyebutkan

bahwa terdapat beberapa metode untuk mengukur kualitas tidur pasien di

ICU termasuk diantaranya adalah pengurangan tingkat kebisingan dan

pencahayaan, teknik relaksasi, meditasi, hypnosis, earplugs, eye mask,

relaksasi dengan musik, dan modifikasi waktu pemberian asuhan

keperawatan. Menurut hasil penelitian yang Hansen et al (2018) pada

pasien ICU di RS Universitas Aarhus di Denmark, dengan pemberian

sleep hygiene care menunjukan bahwa terdapat perbedaan signifikan

antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada tiga item yakni

kedalaman tidur, waktu terbangun dan keseluruhan kualitas tidur yang

dirasakan. Secara subjektif, beberapa pasien mengatakan bahwa dengan

mendengarkan musik dapat mengurangi kebisingan sehingga lebih tenang

dan kualitas tidur menjadi lebih baik.

Metode farmakologis dan non farmakologis diberikan dalam upaya

memenuhi kualitas tidur pasien di ICU. Metode farmakologi mempunyai

efek yang cepat, misalnnya obat-obatan sedatif dan hipnotik (Potter &

Perry, 2009). Obat sedatif mempunyai efek negatif yaitu dapat


6
mempengaruhi irama sirkadian dan fase tidur. Sedangkan Penggunaan

metode non farmakologis untuk meningkatkan tidur pasien, termasuk

didalamnya adalah sleep hygiene care umumnya mempunyai efek samping

lebih sedikit dibandingkan dengan metode farmakogis.

Penelitian yang dilakukan oleh Engwal et al (2015) menyebutkan

bahwa penanganan gangguan tidur pasien di ICU dapat diatasi dengan

mengatur tingkat kebisingan, pencahayaan, lingkungan yang tepat dalam

membantu pasien menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. Adapun

tindakan nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

gangguan tidur yaitu, penggunaan Earplugs atau penyumbat telinga.

Earplugs merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk mencegah

saat tidur yang disebabkan oleh pengaruh eksternal. Earplugs merupakan

intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan

tidur pasien untuk mempertahankan ritme jantung secara normal

(Demoule, et al., 2017). Penggunaan Earplugs aman dilakukan pada

pasien ICU dan terbuki efektif untuk menilai kualitas tidur pada pasien,

hemat biaya, mudah diterapkan pada kelompok besar, dan dapat

ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Penggunaan Earplugs juga merupakan

metode yang mudah dan murah untuk meningkatkan persepsi dan kualitas

tidur pada pasien yang di rawat di ICU (Mutarobin, dkk, 2019). Penelitian

ini penting untuk dilakukan karena Earplugs dapat memberikan pengaruh

besar pada fisik dan psikologis pasien ICU. Pengaruh Earplugs terhadap

fisik yaitu berupa peningkatan kualitas tidur. Sedangkan pengaruh

terhadap psikologis yaitu berupa kemampuan melakukan aktivitas fisik


7
dengan tenang tanpa adanya kecemasan serta kemampuan kognitif dan

emosional berfungsi dengan baik. Pengaruh pada social, karena hal

tersebut akan berkaitan erat dengan kenyamanan pasien ICU(Mutarobin,

dkk, 2019).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 12

Juni 2021 diruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi terdapat 3 orang

pasien yang mengalami penurunan kualitas tidur. Pada saat tidur pasien

terbangun karena suara perawat saat melakukan tindakan dan cahaya

lampu yang terlalu terang pada malam hari. Hal inilah yang menjadi alasan

peneliti untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Sleep Hygiene Care:

Penggunaan Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di ruang ICU RS

Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2021.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti

merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada Pengaruh Sleep Hygiene

Care: Penggunaan Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di ruang ICU

RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2021?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan

Earplugs terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS

Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
8
a. Mengidentifikasi karakteristik responden seperti karakteristik

responden seperti usia dan jenis kelamin pada pasien di ruang ICU

RS Islam Ibnu Bukittinggi tahun 2021

b. Mengidentifikasi Kualitas Tidur pasien sebelum dilakukan

intervensi Earplugs di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

tahun 2021.

c. Mengidentifikasi Kualitas Tidur pasien sesudah dilakukan

intervensi Earplugs diruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

tahun 2021.

d. Menjelaskan Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs

terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS Islam

Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

keperawatan khususnya dalam hal kualitas tidur.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini bisa menjadi sumber informasi teoritis mengenai

terapi non farmakologis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

tidur pada pasien diruang ICU dan acuan bagi pengembang

selanjutnya.

3. Bagi Lahan Penelitian

Mendapatkan pengalaman dan kemampuan dalam melaksanakan

penelitian serta analisis data sesuai dengan metode penelitian dan


9
aturan yang benar dan menjadi wadah penerapan ilmu keperawatan

dalam masyarakat khususnya meningkatkan kualitas tidur non

farmakologi dengan Earplugs.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intensive Care Unit (ICU).

1. Definisi ICU

Ruang perawatan Intensuve Care Unit (ICU) adalah bagian dari

bangunan rumah sakit dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi

bedah dan selain instalansi gawat darurat (Depkes RI 2012). Pelayanan

kesehatan kritis diberikan kepada pasien yang sedang mengalami

keaadan penyakit yang kritis selama masa kedaruratan medis dan masa

kritis. Pelayanan intensif adalah pelayanan spesialis untuk pasien yang

sedang mengalami keadaan yang mengancam jiwanya dan membutuhkan

pelayanan yang komprehensif dan pemantauan terus-menerus. Pelayanan

kritis atau intensif biasanya dilakukan pada Intensive Care Unit (ICU),

untuk anak-anak biasanya disebut Pediatric Intensive Care Unit atau

PICU (Murti, 2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelanggaraan

Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian darirumah sakit

yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang

khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,

perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau

penyulit-penyulit yang mengancam jiwa.

10
11
2. Jenis-jenis pasien ICU

Adapun pasien yang layak dirawat di ICU antara lain (KEMENKES RI

2011).

1) Pasien yang menentukan intervensi medis segera oleh tim intensive

care

2) Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh

secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan

pengawasan yang konstan terus-menerus dan metode terapi titrasi

3) Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan

tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi

fisisologis.

3. Klasifikasi pelayanan ICU

Pelayanan di ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu Nelly BR

Barus, 2014):

1) ICU primer

Ruang perawatan intensif primer menberikan pelayanan pada pasien

yang memerlukan perawatan ketat (high care). ICU primer mampu

melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu

24-28 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah :

a) Ruang tersendiri,letaknya dekat dengan kamar bedah ruang darurat

dan ruang rawat pasien lain.

b) Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar

c) Memiliki seseorang anastesiologi sebagai kepala

d) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru


12
e) Konsulen yang membantu harus siap dipanggil

f) Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telahmempunyai

sertifikat pelatihan perawatan intensif,minimal satu orang per shift.

g) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan labroatorium tertentu,

Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.

2) ICU sekunder

Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus yang mampu

memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu memberikan bantuan

hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki

ICU sekunder adalah:

a) Ruang tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat, dan

ruang rawat lain

b) Memiliki kriteria pasien yang masuk,keluar, dan rujukan

c) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi

setiap saat bila diperiksa

d) Memiliki seorang kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensive

care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang

bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal

mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup lanjut)

e) Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50%bersertifikat ICU dan

minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah

selama 3 tahun
13
f) Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanik beberapa lama

dan dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha-

usaha penunjang hidup

g) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,

rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi

3) ICU tersier

Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek intensif,

mampu memberikan pelayanan tinggi termasuk dukungan atau

bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang

tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal eks trakorporal

dan pemantauan kardiovaskuler invasive dalam jangka waktu terbatas.

Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah: Tempat khusus

tersendiri dalam rumah sakit

a) Memiliki kriteria pasien masuk, keluar, dan rujukan

b) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil

setiap saat bila diperlukan

c) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau

dokter ahli konsultan intensive care yang lain, yang bertanggung

jawab secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu

resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.

d) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal

berpengalaman kerja

e) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif

baik invasif maupun non invasif;-Mampu dengan cepat melayani


14
pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan

diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.

f) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan

perawat agar dapat memberikan pelayanan yang opimal pada pasien.

g) Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi,

tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

4. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan

Berdasarkan kelengkapan penyelenggaran maka ICU dapat dibagi atas

tiga tingkatan.

a) ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi

dengan perawat,ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator

jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat

bergantung kepada ICU yang lebih besar

b) ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih

besar dimana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang

dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnose yang lebih lengkap

laboratorium patologi dan fisioterapi.

c) ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit

rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain

hemofiltrasi, monitor invasive termasuk kateterisasi dan monitor

intracranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat

yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang

keahlian (Rab, 2012)


15
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu :

kategori pertama, pasien yang dirawat oleh karena penyakit kritis

meliputi penyakit jantung koroner,respirasi akut, kegagalan ginjal,

infeksi, koma non traumatik dan kegagalan multi organ. Kategori

kedua, pasien yang dirawat yang memerlukan propilaksi monitoring

oleh karena perubahan patofisiologis yang cepat seperti koma. Kategori

ketiga, pasien post operasi mayor. Adapun kategori dan penyakit yag

mendasarinya, tanda-tanda klinis penyakit kritis biasanya serupa karena

tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada fungsi pernafasan,

kardiovaskuler, dan neurologi (Nolan et al, 2015).

Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia,

hipotensi, gangguan-gangguan pada fungsi pernafasan,kardiovaskuler,

dan neurologi (Nolan et al, 2015). Tanda- tanda klinis ini umumnya

adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan kesadaran (misalnya

letargi, konfusi/bingung, agitasi atau penurunan tingkat kesadaran)

(Jevons dan Ewens, 2009).

B. Tidur

1. Definisi tidur

Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang memiliki cir-ciri

minimnya akitivitas fisik; perubahan level kesadaran; perubahan proses

fisiologi dalam tubuh; dan berkurangnya respon individu terhadap

rangsangan luar (Fundamental of Nursing, 2012). Tidur merupakan salah

satu faktor yang penting yang berperan bagi kesehatan fisik dan mental.

Keuntungan dari pola tidur yang baik, tidak hanya untuk mengembalikan
16
energi yang telah digunakan dalam kegiatan sehari-hari sebagai salah

satu bentuk homeostasis tubuh, akan tetapi juga berperan dalam

pertumbuhan dan perkembangan kognitif maupun psikologis (Chen,

2014).

Tidur diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang berada

dalam kondisi bawah sadar, akan tetapi masih dapat dibangunkan

dengan pemberian rangsangan sensorik ataupun dengan rangsangan yang

lainnya. Definisi ini harus dibedakan dengan koma, yang merupakan

keadaan bawah sadar tetapi dapat dibangunkan dengan pemberian

rangsangan. (Guyton & Hall, 2012).

2. Klasifikasi tidur

Klasifikasi tidur dibedakan menjadi dua macam, yakni tidur

gelombang lambat (Non- REM) dan tidur paradoksal atau yang biasa

disebut dengan REM ( Rapid Eye Movement) yang dapat ditandai

dengan pola EEG yang berbeda dan perilaku yang berlainan. Pada

sepanjang malam pada saat seseorang tertidur, dua episode tersebut

secara bergantian akan terjadi yang diawali dengan tidur gelombang

lambat kemudian, dilanjutkan dengan tidur paradoksal (Sherwood,

2012).

3. Fungsi Tidur

Secara keseluruhan fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki)

kembali organ-organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut

berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye

Movement (NREM). Non Rapid Eye Movement akan mempengaruhi


17
pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin

yang menuju otak. Tidur dapat juga digunakan sebagai tanda terdapatnya

kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang menjadi

peringatan dini keadaan patologis yang terjadi ditubuh. (Tarwoto dan

Wartonah, 2006). Tidur juga berpegaruh terhadap fungsi otak. Tidak

yang cukup membantu menigkatkan daya ingat, meningkatkan daya

fokus, dan kreativitas, serta membantu dalam membuat keputusan. (Gina

R et al, 2010).

4. Fisiologis Tidur

Siklus tidur-bangun meliputi sirkuit nueral internal yang kompleks.

Pada orang dewasa normal siklus ini dibagi menjadi 5 fase, yaitu fase 1-

4 yang disebut dengan Non Rapid Eye Movement Sleep (NREM) dan

fase ke 5 yang disebut Rapid Eye Movement Sleep (REM). Ke lima

siklus ini dapat berulang beberapa kali dalam suatu periode tidur. Fase

1-2 disebut light NREM sedang fase 3-4 disebut deep NREM atau juga

dapat dikenal Slow-Wave Sleep (SWS) (Stickgold R, 2009).

Siklus tidur normal dimulai dari fase 1 NREM, yang kemudian

diikuti oleh fase 2, kemudian diikuti dengan SWS, kemudan kembali ke

fase 2 dan dilanjutkan dengan siklus REM. Pada orang dewasa normal,

siklus ini dapat terjadi 5-7 kali setiap periode tidur yang berlangsung

kurang lebih 90 menit dan biasanya siklus pertama terjadi paling

singkat dibandingkan siklus lainnya. Pada 1/3 dari periode tidur, slow

wave sleep mendominasi, sedangkan proposi dari REM meningkat

beberapa jam terakhir dari periode tidur. Periode REM yang pertama
18
terjadi sekitar 70-90 menit setelah tidur dimulai. Pada masa hidupnya

manusia mengalami 2-5% dari periode tidurnya pada fase 1 NREM, 45-

55% pada fase 2, 13-23% Pada fase SWS dan 20-25% pada fase REM.

Reticular Activiting System (RAS) berfungsi mengatur kondisi saat

tidur REM. RAS mengatur rangsang kortikal. Saat terbangun, aktivitas

pada ascending RAS menstimulasi otak menjadi beberapa sistem

neurologis pada korteks. Nuclei Gigantocellular Tegmental Field

(GTF) yang berlokasi di pons atas berfungsi membentuk gelombang

otak. GFT aktif secara spontan membentuk aktivitas tingkat tinggi. Saat

tidur tahap 1 dan 2, nucleus ceruleus (NC) menjadi aktif dan bertindak

sebagai penghambat GTF. Aktivitas kortikal melambat selama tahap 3

dan 4. Selanjutnya, saat tidur REM, NC melepaskan inhibisi terhadap

GTF, sehingga GTF menjadi aktif kembali. Sinyal yang dikirimkan

GTF menuju korteks disebut PGO kerena berjalan dari Pons menuju

Nucleus Geniculatus Lateral (NGL) di thalamus lalu menuju korteks

didaerah occipital. Walaupun pada kondisi terbangun gelombang PGO

muncul, gelombang ini lebih aktif saat tidur REM. Stimulasi yang

sudah sampai pada korteks oksipital mencitptakan gambaran mimpi dan

berkoresponden terhadap kondisi REM sendiri. Beberapa peneliti

berpikir bahwa pons juga menstimulasi neuron okulomotor, yang

menghasilkan gerakan mata cepat (Zilmer et al, 2008).

Tidur terjadi karena adanya pengeluaran serotonin dari sel tertentu

dalam sistem tidur yakni raphe pada pons dan otak depan bagian tengah

di daerah sinkronisasi bulbar (bulbar synchoronizing region, BSR).


19
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada

dalam keadaan rileks, stimulus ke RAS pun menurun. Jika ruangan

gelap dan tenang, maka aktivitas RAS selanjutnya akan menurun, BSR

mengambil alih yang kemudian akan menyebabkan tidur ( Agustin,

2012).

Irama sirkadian adalah pola tidur biologis yang berulang selama

rentang waktu 24 jam (Potter & Perry, 2005). Irama sirkadian diatur

oleh hipotalamus. Irama sirkadian mengatur siklus tidur bangun, sekresi

hormon, pengaturan suhu tidur, suasana hati dan performa. Siklus tidur

bangun muncul karena pelepasan hormon tertentu. Melantonin

disintesis kelenjar pineal saat waktu gelap, lalu dilepaskan ke dalam

darah (Agustin, 2012). Proses sirkadian diawali dari paparan cahaya

eksternal. Saat cahaya masuk kedalam mata, sinyal cahaya tertangkap

oleh melanopsin di retina. Ketika malam hari, cahaya berada dalam

nilai yang rendah dan melanopsin mengirimkan sinyal pada

suprachiasmatic nucleus (SCN) menandakan cahaya tidak ada. SCN

kemudian mengeluarkan melatonin yang menyebabkan rasa kantuk

( Roberts, 2010). Melatonin diduga mempengaruhi aktivitas

Ventolateral Pre-optic Nucleus (VLPO) (Saper, 2005).

Durasi dan distribusi fase tidur berbeda-beda pada tia tahap usia

kehidupan manusia. Pada bayi baru lahir, durasi tiap siklus berlangsung

selama kurang lebih 60 menit, sedangkan pada dewasa muda kurang

lebih 90 menit. Durasi tidur menurun sesuai dengan pertambahan usia

seseorang. Bayi baru lahir dapat tidur sampai 16 jam per harinya
20
sedangkan pada usia bayi beranjak usia 6 bulan, waktu tidur berkurang

menjadi 12 jam perharinya. Pada usia dewasa normal durasi tidur

berlangsung antara 7,5 sampai 8 jam tiap harinya. Fase REM pada bayi

baru lahir lebih panjang dibandingkan pada anak-anak dan dewasa. Fase

REM pada bayi baru lahir meliputi 50% dari periode tidurnya. Ketika

usia bayi beranjak 3 bulan, fase ini secara bertahap berkurang sampai

usia nya menginjak masa kanak-kanak dan dewasa. Sebaliknya, lama

fase SWS akan mulai berkurang saat seseorang menginjak usia 30an

dan akan menghilang saat menginjak usia decade ke 9 (LeeChiong T,

2008, Stickgold R, 2009).

5. Tahapan Tidur

Tidur terbagi dalam dua fase, yaitu Non Rapid Eye Movement

(NREM) dan Rapid Eye Movement (REM) ( Potter & Perry, 2005).

a. Tidur Rapid Eye Movement (REM)

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur

paradoksial yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam,

otot-otot yang meregang, kecepatan jantung dan pernafasan tidak

teratur (sering lebih cepat), perubahan tekanan darah, gerakan otot

tidak teratur, gerakan mata cepat, pembebasan steroid, sekresi

lambung meningkat dan ereksi penis pada pria. Saraf-saraf

simpatik bekerja selam tidur REM, diperkirakan terjadi proses

penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran,

adaptasi psikologis dan memori (Lehmannet al, 2016).


21
b. Tidur Non Rapid Eye Movement (NREM)

Menurut Asmadi (2008), fase ini merupakan tidur yang nyaman

dan dalam. Tidur NREM merupakan tidur tanpa pergerakan bola

mata. Mimpi tidak terjadi pada tipe tidur ini, dan tidur NREM

menempati sekitar 70-80% dari periode total tidur. Berdasarkan

studi pola gelombang otak, NREM terbagi menjadi beberapa

tingkat dimulai dari keadaan mengantuk sampai tidur nyenyak

(Sembulingan K, 2013). Ada empat tahapan dalam NREM yang

dikenal dengan tahap I,II,III adan IV. Tidur yang paling dalam

adalah pada tingkat IV, dan aktivitas listrik paling dalam (W, 2010)

a) Tahap I merupakan tahap transisi dimana sesesorang akan

mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan

mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap

pertama tidur , maka akan bergerak perlahan-lahan , dan

aktivitas otot melambat (Patlak, 2011).

b) Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh

menurun. Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata

berhenti (Patlak, 2011)

c) Tahap III, individu sulit untuk dibangunkan, dan jika

terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuiakan

diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit (Smith

& Segal, 2010). Gelombang otak mejadi lebih teratur dan

terdapat penambahan gelombang delta yang lambat.


22
d) Tahap IV merupakan tahap tidur yang paling dalam.

Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh

dari jarak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik

(Patlak, 2011)

6. Siklus Tidur

Secara normal, pola tidur rutin dimulai dengan periode sebelum

tidur, selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap

berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10

hingga 30 menit tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk

tidur akan berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2013).

Siklus tidur NREM-REM akan berlangsung selama 90 menit

dan setiap siklus tersebut akan 3 hingga 6 kali setiap malam. Waktu

antara permulaan tidur dan akhir dari siklus tidur pertama dari REM

disebut sebagai siklus tidur pertama. Selanjutnya setiap siklus akan

diawali dengan tidur NREM akam diakhiri dengan tidur REM (National

Sleep Foundation, 2015).

Tahap pra tidur

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

REM

NREM IV NREM III

Skema 1.1 : Siklus tidur normal


23
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang

merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama

sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika

terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu

(Hysinget al, 2015).

7. Mekanisme Tidur

Mekanisme prose tidur manusia terdiri dari dua fase yaitu fase

NREM (Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement).

NREM merupakan fase awal yang terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama

berlangsung 3-5 menit. Pada tahap kedua bola mata tidak bergerak dan

tidur lebih dalam. Tahap ketiga tidur lebih lelap dan berakhir masuk

dalam fase paling dalam sehingga sulit dibangunkan. Fase NREM

berlangsung selama 70-100 menit dilanjutkan dengan REM. Fase ini

berlangsung selama 5-30 menit dan muncul kembali setiap 90 menit.

Pada tidur normal, siklus NREM dan REM terjadi 4-7 kali setiap malam

(Sadock & Sadock, 2010)

C. Gangguan Tidur

1. Definisi Gangguan Tidur

Gangguan tidur pada pasien kritis adalah gangguan yang

mengakibatkan ketidak nyamanan fisikatau masalah dengan suasana hati

seperti kecemasan (Urden, 2010). Gangguan tidur adalah kondisi yang

menggambarkan dimana seseorang kesulitan untuk tidur. Kondisi ini

bias meliputi kesulitan tidur, masalah tidur, sering terbangun dimalam

hari dan bangun terlalu pagi. Kondisi ini mengakibatkan perasaaan tidak
24
segar pada siang hari dan kesulitan dalam melakukan akitivitas sehari-

hari dan tidak tercukupinya kebutuhan tidur yang baik (Respir, 2014)

Dalam kesehatan kondisi tidur yang baik itu biasanya berlangsung

sekitar 6 higga 9 jam. Jumlah tidur yang seseorang butuhkan adalah

yang cukup bagi seseorang untuk membangkitkan perasaan segar dan

dapat beraktivitas secara optimal disiang hari (Driver, 2012)

2. Etiologi

Berdasarkan etiologi gangguan tidur diklasifikasikan menjadi 2

yaitu :

a. Gangguan tidur primer (Insomnia disorder) dan Insomnia primer

tidak disebabkan buruknya kondisi psikologis atau medis.

Penanganan dan terapi yang dipilih cukup sulit karena penyebabnya

kurang jelas (Ghaddafi, 2010)

b. Gangguan tidur sekunder (Comorbid Insomnia) insomnia sekunder

umumnya disebabkan karena kondisi mental dan medis yang buruk

sehingga berpengaruh pada kualitas dan kuantittas tidur. Gangguan

tidur lain atau konsumsi obat-obatan juga menjadi penyebab

munculnya insomnia sekunder (Ghaddafi, 2010)

3. Patofisiologi

Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang

bertujuan untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas

tidur dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan

beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan

tidur. Hasil yang diproduksi oleh mekanisme serebral dalam batang otak
25
yaitu serotonin. Serotonin ini merupakan neurontransmitter yang

berperan sangat penting dalam menginduksi rasa kantul, juga sebagai

medulla kerja otak (Guyton & Hall, 2008)

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang

merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami oleh

tubuh. Adanya lesi pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat

mengakibatkan keadaan siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan akan

menghasilkan hormon norepineprin yang akan merangsang otak untuk

melakukan peningkatan aktivitas. Stress juga merupakan salah satu

faktor pemicu, dimana dalam keadaan stess atau cemas, kadar kadar

hormon katekolamin akan meningkat dalam darah yang akan

merangsang sistem saraf simpatik sehingga seseorang akan terus terjaga

(Potter & Wahyuni, 2013)

4. Klasifikasi Gangguan Tidur

Menurut munir (2015) klasifkasi berdasarkan bentuk insomnia

yaitu :

a.Difficulty in Initiating Sleep (DIS). Jenis ini sering disebabkan karena

tidur yang terjaga yang disertai kecemasan dan factor lain

b. Difficulty in Maintaining Sleep (DMS). Biasanya terbangun secara

tiba-tiba atau pada saat tertentu seperti merasa pusing kemudian

terbangun

c. Early Morning Waking (Sleep Ofset Insomnia). Sering terjadi pada

orang tua dan biasanya disebabkan karena demensia, penyakit

parkinson, gejala menopause, depresi, dan obat-obatan


26
Menurut International Classification of Sleep Disorder Insomnia

dapat ditegakkan bila terdapat satu atau lebih keluhan yaitu: kesulitan

memulai tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur sehingga sering

terbangun dari tidur, bangun terlalu dini hari dan sulit untuk tidur

kembali, dan tidur denga kualitas yang buruk. Selain itu setidaknya

terdapat satu gangguan disiang hari seperti kelelahan, gangguan

atensi, gangguan konsentrasi dan memori, gangguan dalam hubungan

social, gangguan mood atau mudah tersinggung, nyeri kepala, dan

gangguan pencernaan akibat kurang tidur (Susanti, 2015)

Chung & cit Noman ( 2015) menggolongkan insomnia dalam tiga

ketegori:

a. Transient Insomnia. Kategori insomnia ini berlangsung selama

beberapa hari hingga kurang dari satu minggu. Insomnia ini

diakibatkan karena stress, cemas, suasana hati yang berlebihan dan

sakit. Keadaan ini dapat kembali lagi pada pola tidur yang normal

b. Acute Insomnia, Acute insomnia berlangsung selama beberapa

minggu hingga kurang dari satu bulan. Biasanya disebabkan oleh

penyakit yang sudah diderita sejak lama.

c. Cronic Insomnia, Insomnia ini berlangsung lebih dari satu bulan

hingga menahun dan disebabkan karena penyakit kronik, stress,

dan cemas yang berkepanjangan.

5. Macam- Macam Gangguan Tidur

Menurut Tarwoto & Warkonah (2011) gangguan yang terjadi saat

tidur adalah sebagai berikut:


27
a. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup

kualitas dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia yaitu Intial

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur tidak ada, Intermittent

Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan

tidur sebab sering terbangun dan Terminal Insomnia adalah bangun

lebih awal tetapi tidak pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia

adalah ketidakmampuan fisik, kecemasan, dan kebiasaan minum

alkohol dalam jumlah banyak.

b. Hipersomnia

Hipersomnia adalah kelebihan jam tidur pada malam hari, lelah

dari 9 jam, biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi,

beberapa penyakit ginjal, liver dan metabolisme

c. Parasomnia

Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu

tidur anak seperti samnohebalisme (tidur sambil berjalan)

d. Narsolepsi

Suatu keadaan/ kondisi yang ditandai oleh keinginan yang tidak

terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur

sama dengan orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas

darah atau endokrin

e. Apnoe tidur dan mendengkur

Mendengkur tidak dianggap sebagai gangguan tidur, namun bila

disertai dengan apnoe maka bias menjadi masalah. Mendengkur


28
disebabakan oleh adanya rintangan pengeluaran udara dari hidung

dan mulut, misalnya amandel, adenoid, otot-otot dibelakang mulut

mengendor dan bergetar. Periode apnoe berlangsung selama detik

sampai 3 menit.

f. Mengigau

Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tedir

REM.

6. Gejala Gangguan Tidur

Pada umumnya berupa kesulitan untuk memulai tidur, sulit

mengatur waktu tidur, bangun terlalu awal, dan kualitas tidur yang buruk

(Horsley, 2016). Menurut Kozier & Erb (2008) gejala gangguan tidur

diantaranya:

a. Sulit untuk memulai tidur

Seseorang yang mengalami insomnia akan sulit untuk memulai

tidur walaupun sudah merasa lelah. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Sulis (2015) menyebutkan bahwa keluhan yang paling sering

dikeluhkan oleh pasien adalah kesulitan untuk memulai tidur.

b. Sering terbangun saat tengah malam

Keadaan insomnia sering mengalami terbangun dimalam

hari,sehingga tidurnya selalu terjaga.

c. Sulit kembali tertidur

Setelah terbangun dimalam hari biasanya penderita insomnia akan

sulit untuk tertidur kembali


29
d. Bangun terlalu pagi

Penderita insomnia akan bangun terlalu pagi kerena tidurnya terjaga

e. Tidak merasa puas akan tidur

Pada saat bangun dipagi hari biasanya penderita insomnia tidak

merasa puas denga tidurnya, mereka akan merasakan lebih karena

tidurnya selalu terjaga

f. Mengantuk di siang hari

Mengantuk di siang hari disebabkan karena kurang tidur di malam

hari

g. Sulit untuk berkonsentrasi

Penderita insomnia akan sulit untuk berkonsentrasi saat siang hari

karena mereka merasa lemas dan mengantuk .

Menurut Pangau (2015) gejala insomnia ditandai dengan buruknya

kualitas kerja, cepat marah, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, dan

merasa lelah. Keadaan insomnia yang lebih parah dapat ditandai

dengan gejala berkurangnya fungsi panca indera, merasa seolah-olah

berada diluar tubuhnya dan sensitif atau merasa orang-orang

disekitarnya memusuhi dirinya. Hal tersebut tentu saja sangat

mengganggu aktivitas sehari-hari.

7. Dampak dari gangguan tidur

Dampak dari gangguan tidur menurut Munir (2015) berupa :

a. Kelelahan

b. Sulit untuk berkonsentrasi

c. Mengantuk saat beraktivitas disiang hari


30
d. Penurun motivitas

e. Performa social yang buruk

Gangguan tidur dapat menimbulkan gangguan untuk melakukan

aktivitas sepanjang hari, melelahkan energi dan mood, kesehatan, serta

kualitas hidup, dan menyebabkan rasa filtrasi bagi yang mengalaminya.

Jika gangguan tidur terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan baik mental maupun fisik

( Sulistyowati, 2014)

8. Penatalaksaan gangguan tidur

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada orang yang mengalami

gangguan tidur adalah melakukan behavioral treatment untuk

memperbaiki kebiasaan pola tidur. Contoh behavior treatment sebagai

berikut(Kozier & Erb, 2008):

a. Kontrol stimulus, yaitu dengan cara membuat lingkungan yang

nyaman agar merasa tenang sehingga dapat memudahkan kita untuk

tertidur.

b. Terapi kognitif, terapi ini dilakukan dengan cara berlatih untuk

menciptakan pikiran yang positif dan yakin untuk bias tertidur.

c. Pembatasan tidur, menghindari waktu tidur yang berlebihan disiang

hari, sehingga dapat memulai tidur dengan mudah dimalam hari

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tidur antara lain (Alimul A,

2006 dalam Ibrahim, 2013):


31
1) Penyakit

Saat sakit yang menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah

tidur. Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih

lama dari pada keadaan normal. Penyakit medis menyebabkan

gangguan substrat neuroanatomi yang mengatur siklus tidur bangun

dengan secara tidak langsung mempengaruhi neuron pencetus tidur

melalui toksin dan metabolik. Berikut kondisi medis yang sering

diasosiasikan dengan keluhan gangguan tidur; hipertensi, chronic

obstructive pulmonary disease, bronchitis, asma, gangguan

musculoskeletal, diabetes mellitus, obesitas, epilepsi, angina,

gastroesophageal reflux, hipertiroid, hipotiroid, gagal ginjal kronis,

African sleeping sickness (trypanosomiasis) dan kanker (Chokroverty,

2009).

2) Lingkungan

Lingkungan dapat mendukung atau menghambat tidur, temperatur,

ventilasi, penerangan ruangan dan kondisi kebisingan sangat

berpengaruh terhadap tidur seseorang. Kebisingan adalah suara atau

bunyi yang dapat mengganggu tidur. Bunyi bising dapat menyebabkan

tertundanya tidur dan juga dapat membangunkan seseorang dari tidur.

3) Kelelahan

Kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang.

Kelelahan yang didapatkan dari kerja yang melebihi batas kemampuan

seseorang, dapat menyebabkan terganggunya proses tidur. Apabila

proses tidur sudah terganggu, maka kualitas tidur yang diharapkan baik
32
tidak akan tercapai. Semakin lelah seseorang akan semakin pendek

tidurnya REMnya.

4) Gaya hidup

Orang yang berkerja shift dan sering berubah shift nya harus

mengatur kegiatannya agar dapat tidur pada waktu yang tepat. Keaadan

rileks sebelum istirahat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang untuk dapat tidur. Selain orang yang bekerja

shift, kebiasaan berolahraga juga dapat mempengaruhi sinkronisasi

irama sirkadian dari hari kehari.

5) Stres emosi

Depresi dan kecemasan seringkali mengganggu tidur. Seseorang

yang dipenuhi dengan masalah mungkin tidak bias rileks untuk bias

tidur. Teori menyebutkan gangguan tidur pada pasien depresi

disebabkan kurangnya neurotransmitter seperti serotonin, histamin,

noradrenalin atau asetilkolin, menyebabkan gangguan pada ritme tidur

(Nutt, et al., 2008).

6) Obat-obatan

Beberapa obat-obatan berpengaruh terhadap kualitas tidur. Obat-

obatan yang mengandung diureric menyebabkan insomnia, anti

depresan akan memsupresi REM.Obat-obatan tertentu dapat

mempengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan

IV tidur NREM. Obat-obatan beta blocker dapat menyebabkan

insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik diketahui dapat


33
menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga saat malam

hari (Agustin, 2012).

Kortikosteroid juga diketahui dapat meneurunkan tidur REM dan

tidur gelombang lambat, membuat mudah terbangun, dan meningkatkan

tidur NREM tahap II (Machado, et al., 2013). Antihistamin klasik

meningkatkan kantuk disiang hari dan menurunkan kualitas tidur.

Generasi antihistamin baru menurunkan sleep lantency dan kecemasan

saat tidur, dan dapat meningkatkan kantuk disiang hari (Ozdemir, et al.,

2014).

E. Kualitas tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut tidak melihatkan perasaan lelah, mudah terangsang,

gelisah, lesu, apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak,

konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala, dan

sering menguap atau mengantuk (Brick Seely, dan Palemo, 2010).

Remaja usia 12-18 tahun memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari.

Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa

kanak-kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja

memerlukan waktu tidur yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun

sebelumnya, tuntutan social membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan

kualitas tidur yang sesuai. Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka

cenderung memerlukan waktu 6-7 jam per hari dengan tidur yang lebih

sering hari (Robotham, Chakkalackal, dan Cyhlarova, 2011).


34
F. Sleep hygiene care

1. Konsep Sleep hygiene care

Salah satu terapi untuk pasien dengan gangguan tidur yakni dengan

terapi sleep hygiene. Terapi ini merupakan terapi non farmakologis yang

dapat membentuk rutinitas tidur, mendaptakan pola tidur yang benar serta

peningkatan kualitas tidur (Kapti,R.E & Putri, S.A, 2016). Sleep hygiene

adalah konsep yang telah luas digambarkan sebagai “melatih perilaku

untuk memudahkan tidur dan menghindari perilaku yang mengganggu

tidur”(Mastin, Bryson & Corwyn, 2006). Sleep hygiene yaitu mencakup

prilaku dan kondisi lingkungan diyakini bisa membantu tidur yang

nyenyak. Menjaga kamar tidur tetap tenang, cahaya yang redup dan suhu

yang sejuk serta menghindari komsumsi seperti coklat, kafein, dalam

waktu 6 jam sebelum tidur dan menghindari aktifitas fisik dan aktifitas

lainnya dekat dengan waktu tidur (Mastin, Bryson, & Corwyn, 2006;

Stepanski & Wyatt, 2003).

2. Praktik Sleep hygiene care

Praktik sleep hygiene mencakup faktor lingkungan yang kondusif

untuk tidur. Faktor lingkungan termaksuk kasur dan bantal yang nyaman

serta memiliki lingkugan dengan tingkat kegelapan, suara dan suhu yang

tepat berdasarkan tingkat kenyamanan seorang individu (Barker Tina

Marie, 2009). Praktik sleep hygiene mencakup berbagi perilaku dan faktor

lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas tidur. Sleep hygiene yang

kurang merupakan salah satu kategori diagnostik International

Classification of Sleep Disorders (ICSD) pada tahun 1991 yang di


35
definisikan oleh American Academy of Sleep Disorders, 2005. Seseorang

harus memiliki keluhan gangguan tidur dan hanya menunjukan salah satu

prilaku dari daftra yang tercantum untuk memenuhi syarat diagnosis pada

(Tabel 2.1). (American Academy Of Sleep Disorders, 2005 dalam Barker,

Tina Marie, 2009) Seseorang harus memiliki keluhan tidur dan hanya

menunjukkan satu dari perilaku yang tercantum pada (Tabel 2.1). Agar

memenuhi syarat untuk diagnosis. Beberapa studi praktik sleep hygiene

dalam berbagai populasi merujuk pada kriteria diagnostik (Brown, et al,

2006; Lebourgeois, et al, 2005; Stepanski & Wyatt, 2003).

Langkah–langkah melakukan praktek sleep hygiene care bedasarkan

American Academy Of Sleep Medicine terdiri dari empat komponen yaitu

perubahan perilaku, lingkungan, diet, dan olahraga (Blake DD & Gomes

MH.A, 1998; Chesson, et al 1999 dalam Nami Mohammad, 2011) :

1) Perilaku

a) Membutuhkan jadwal tidur dan bangun secara teratur setiap hari.

Tidur menjadi nyeyak bagun pagi merasa segar.

b) Membuat pikiran dan tubuh menjadi rileks sebelum tidur dapat

mendorong tidur lebih cepat

c) Dianjurkan menghindari kurang tidur malam. Hal ini dapat

menyebabkan kenaikan kadar hormon stres

d) Berada tempat tidur hanya saat tidur dan mengantuk karena dapat

memudahkan otak untuk mengidentifikasi tempat tidur menjadi

tempat untuk santai dan tidur

e) Hindari berbaring ditempat tidur 10 sampai 20 menit setelah bangun


36
tidur dan sebaiknya harus tinggalkan tempat tidur.

2) Lingkungan

a) Cahaya kamar harus gelap. Cahaya dapat meningkatkan melatonin

di otak.

b) Suhu kamar harus dalam keadaan yang sejuk

c) Hindari suara keras atau gunakan earplug

3) Diet

a) Kafein 6-8 jam sebelum tidur bisa mengganggu tidur. Kafein

merupakan reseptor antagonis adenosin yang memiliki efek

somnogenik adenosin yang menyebabkan konsentrasi lebih tinggi

b) Alkohol sebaliknya dihindari 3-5 jam sebelum tidur

c) Tidak merokok sebelum tidur. kandungan nikotin dalam rokok

memiliki efek stimulasi pada serotoninergik neuron di otak

mengganggu tidur.

4) Olah raga

a) Dianjurkan olahraga teratur 20 sampai 30 menit 3-4 kali

seminggu

b) Olahraga berat sebaiknya dihindari sebelum tidur.

c) Olahraga berat melepaskan hormon epinefrin yang menciptakan

rasa kebahagiaan dan kegembiraan

3. Manfaat Sleep Hygiene care

Sleep hygiene care merupakan aktivitas yang dapat membuat

seseorang memiliki tidur yang lebih sehat bila dilakukan dengan baik

(Sayekti Nilam w, 2015). Menurut penelitian (LeBourgeois, et al, 2005


37
dalam Suastari et al, 2014) menyatakan bahwa sleep hygiene berperan

penting terhadap kualitas tidur sehingga kebiasaan tidur menjadi lebih

baik. Dalam melakukan sleep hygiene perlu memperhatikan kondisi

lingkungan seperti tempat tidur yang nyaman, kondisi suhu kamar dan

ventilasi yang baik, suasana yang tenang atau menghindari suara yang

bising dan pencahayaan yang cukup. Serta melakukan gerakan relaksasi,

mengomsumsi susu, protein, dan melupakan permasalahan sebelum tidur

(Nishinoue., et al, 2012).

Salah satu faktor lingkungan adalah pencahayaan. Menurut

(Timby, 2009) mengantuk dan tidur berkaitan dengan irama sirkadian

dalam pengaturan siang dan malam. Kondisi bangun berhubungan dengan

cahaya matahari atau keadaan pencahayaan yang terang. Aktivitas otak

selama terbangun dan tidur dapat di pengaruhi oleh cahaya. Sedangkan

regulasi tidur manusia dapat di pengaruhi oleh irama sirkadian, cahaya dan

homeostasis (Djik, 2009).

Produksi melatonin juga dapat dipengaruhi oleh cahaya. Melatonin

ini adalah sebu hormon, dimana setiap individu memiliki tingkat yang

berbeda tergantung dari paparan cahaya dan siklus hidup. Melantonin ini

diproduksi oleh kelenjar pinel yang berada pada otak. Hormon melatonin

ini penting dalam kualitas tidur, depresi, system kekebalan yang turun.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa melatonin membantu orang

mendapatkan tidur yang lebih nyenyak, meningkatkan kualitas tidur dan

membuat jumlah bangun mendadak berkurang dimalam hari

(Pengayoman, 2008 dalam Indrawati, 2012).


38

G. Earplugs

Earplugs merupakan suatu cara yang relevan dan logis menutp telinga

yang dapat digunakan untuk mencegah terbangunnya saat tidur yang

disebabkan oleh pengaruh eksternal. Earplugs merupakan intervensi

keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gangguan tidur

pasien untuk mempertahankan ritme jantung secara normal (Demoule, et

al., 2017). Penggunaan Earplugs aman dilakukan pada pasien jantung

koroner dan terbuki efektif untuk menilai kualitas tidur pada pasien, hemat

biaya, mudah diterapkan pada kelompok besar, dan dapat ditoleransi

dengan baik oleh tubuh. Penggunaan Earplugs juga merupakan metode

yang mudah dan murah untuk meningkatkan persepsi dan kualitas tidur

pada pasien yang di rawat di ICU (Mutarobin, dkk, 2019). Penelitian ini

penting untuk dilakukan karena Earplugs dapat memberikan pengaruh

besar pada fisik dan psikologis pasien ICU. Pengaruh Earplugs terhadap

fisik yaitu berupa peningkatan kualitas tidur. Sedangkan pengaruh

terhadap psikologis yaitu berupa kemampuan melakukan aktivitas fisik

dengan tenang tanpa adanya kecemasan serta kemampuan kognitif dan

emosional berfungsi dengan baik. Pengaruh pada social, karena hal

tersebut akan berkaitan erat dengan kenyamanan pasien ICU(Mutarobin,

dkk, 2019).
39

H. KERANGKA TEORI

Pasien kritis REM


Tidur
ICU
NREM

Gangguan
tidur

Faktor-faktor yang mempengaruhi


kualitas tidur:

1. Penyakit
2. Lingkungan Kualitas tidur
3. Kelelahan
buruk
4. Gaya hidup
5. Stress emosi
6. Obat-obatan

Terapi non
Terapi farmakologi
farmakologi

Sleep hygiene care


Obat sedatif
:penggunaan earplugs

Tidur yang berkualitas baik dapat


meningkatkan kesejahteraan psikologis
dan sangat penting untuk Kualitas tidur baik
penyembuhan dan kelangsungan hidup
pasien dengan penyakit kritis
40
Table 2.1 Sumber : Rutlita (2017)
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan abstraksi dari suatu realitas

sehingga dapat dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan

keterkaitan antara variabel yang diteliti (Nursalam, 2017). Variabel disebut

sebagai segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel bebas disebut

juga independen yaitu variabel yang nilainya menentukan variabel lain,

sedangkan variabel terikat disebut juga variabel dependen yaitu faktor yang

diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh

dari variabel bebas. Variabel independen dari penelitian ini adalah sleep

hygiene care: penggunaan earplugs dan variabel dependen dari penelitian ini

adalah gangguan tidur.

Adapun kerangka konsep penelitian ini terdapat pada skema 3.1 :

Variabel independen Variabel dependen

Sleep hygiene
care:
Kualitas tidur
penggunaan
Earplugs

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

41
42
43
B. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2017). Berdasarkan konsep teori yang ada maka

hipotesis yang muncul dalam penelitian ini adalah :

Ha : Adanya Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs terhadap

kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2021.

H0 : Tidak ada Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs

terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2021.


44
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

Experiment One Group Pretest and Posttest Design yaitu peneliti

melakukan percobaan atau perlakuan terhadap variabel independennya,

kemudian mengukur akibat atau pengaruh dari percobaan tersebut pada

variabel dependen dan mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan satu kelompok subjek tanpa kelompok kontrol. Berikut skema

Pretest-Posttest without control group design menurut Dharma, (2011) :

R O1 X1 O2

Keterangan :

R : Responden Penelitian semua mendapat intervensi

O1: Pre test pada responden penelitian

O2 : Post test setelah intervensi

X1 : Uji coba/ Intervensi sesuai protocol

Skema 4.1 One Group Pretest-Posttest Design

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

tahun 2021.

45
46
2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan 25 Juli- 31 Agustus tahun 2021.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan variabel yang akan diteliti variabel

tersebut berupa manusia, kejadian, perilaku, atau sesuatu lain yang akan

dilakukan penelitian (Dahlan, 2013). Pada penelitian ini yang menjadi

populasi adalah seluruh pasien di ruang rawat intensive care unit (ICU)

dengan jumlah populasi dengan rata-rata 6 bulan terakhir yaitu sebanyak

43 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2015). Sedangkan sampling adalah proses

mengetahui populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik sampel purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2016).

Besar sampel di ambil berdasarkan rumus Slovin:

N
n=
1+ N ¿ ¿

43
=
1+ 43(0,05)❑

43
=
3,15

= 13,65

Dibulatkan menjadi 14 responden


47
Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Presisi (0,5)

Penelitian ini menggunakan sistem drop out, apabila ada sampel yang drop

out, maka diganti dengan sampel yang sama dan sesuai dengan kriteria

inklusi ini, hal ini bertujuan agar sampel terpenuhi. Menurut Dharma

(2011), adapun rumus untuk penambhan subjek dalam penelitian sebagai

berikut:

n
n' =
1−f

Keterangan :

n' = ukuran sampel

n = ukuran sampel asli

1−f = perkiraan proporsi drop out yang diperkirakan 10% (f=0,1)

Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah :

14
n' =
1−0,1

n' =¿ 16

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang diambil sebagai sampel (Nursalam, 2016).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Pasien yang bersedia menjadi responden


48
b. Pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis

c. Pasien dengan sedasi ringan

2. Kriteria Eklusi

Kriteria eklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil

sebagai sampel (Notoadmojo, 2012)

Kriteria eklusi dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Pasien yang mengalami kondisi kritis (coma)

b. Pasien yang memiliki masalah gangguan pendengaran

c. Pasien yang mengalami sesak nafas

E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmojo, 2010). Dibawah ini defenisi-defenisi operasional berkaitan

dengan variabel-variabel penelitian.


49

Tabel 5.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala Hasil


ukur ukur

Independen Sleep hygiene care Standar - -


Sleep Hygiene merupakan Operating
Care: Earplugs identifikasi dan Procedure
modifikasi perilaku (SOP)
dan lingkungan yang
mempengaruhi dan
meningkatkan
kualitas tidur.
Earplugs
merupakan
intervensi
keperawatan yang
dapat dilakukan
untuk mengurangi
gangguan tidur
pasien untuk
mempertahankan
ritme jantung secara
normal
Dependen Kualitas tidur Kuesioner Ordinal Skor <
Kualitas tidur adalah kepuasan PSQI 5=
seseorang terhadap kualitas
tidur, sehingga tidur
baik’
seseorang tersebut
skor > 5
tidak melihatkan
=
perasaan lelah, kualitas
mudah terangsang, tidur
gelisah, lesu, apatis, buruk
kehitaman disekitar
mata, kelopak mata
bengkak,
konjungtiva merah,
mata perih,
perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala,
50
dan sering menguap
atau mengantuk

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan

kegiatan penelitian terutama sebagai pengukur dan pengumpulan data

berupa seperangkat soal tes, lembar observasi dan kuesioner. Kuesioner

adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawab (Sugiyono, 2018).

1. Kuesioner karakteristik responden

Karakteristik responden yang akan diukur adalah usia dan jenis

kelamin

2. Kuesioner kualitas tidur

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pittburgh Sleep

Quality Indexs (PSQI) yang berisi close-ended questions. Keuntungan

menggunakan PSQI karena memiliki validitas dan reabilitas tinggi.

Pittburgh Sleep Quality Indexs (PSQI) dikembangkan oleh The Hartford

Institute for Geriatric Nursing. College of Nursing, New York University.

PSQI memiliki konsisten internal dan koefisien reliabilitas sebesar 0,83

untuk ketujuh komponennya. Banyak peneliti yang menggunakan PSQI

untuk mengukur kualitas tidur pada populasi orang yang dewasa atau

lanjut usia di berbagai setting pelayanan kesehatan (Smyth, 2007).

Kuesioner ini terdiri dari 9 pertanyaan dan 7 komponen yang terdiri dari

kualitas tidur, latensi tidur, lamanya tidur, efensiensi tidur, gangguan


51
ketika tidur, menggunakan obat tidur dan terganggunya aktivitas disiang

hari.

F. Uji Validitas dan Reabilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan

dalam suatu pengukuran (Dharma, 2011). Dalam penelitian ini tidak perlu

dilakukan uji validitas dan reabilitas karena kuesioner yang digunakan

adalah kuesioner baku. Pittsburgh sleep quality (PSQI) memiliki nilai

reabilitas internal 0.85, kemampuan sensitifitas mendiagnosa 89,6% dan

kemampuan spesifitas 86,5% dalam membedakan kualitas tidur yang baik

dan buruk (Buyyse, 1989).

2. Uji Reabilitas

Menurut Sugiyono (2017) menyatakan uji reabilitas adalah sejauh mana

hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama. Uji reabilitas menunjuk pada suatu

pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan

sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.

Instrumen yang dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data

yang dapat dipercaya (Arikunto, 2013). Uji reabilitas dilakukan untuk

mengetahui apakah alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang baik.

Dimana alat ukur yang baik adalah adanya suatu kesamaaan hasil apabila
52
pengukuran dilaksanakan oleh yang berbeda (Setiadi, 2015). Uji reabilitas

instrumen ini dilakukan di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi.

G. Etika Penelitian

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur. Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset. Etika penelitian

menurut Sajili (2019) :

1. Informed consent

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden peneliti dengan

memberikan lembar persetujuan, diberikan sebelum penelitian

dilakukan jka responden bersedia maka harus menandatangani lembar

persetujuan, jika responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak responden.

2. Anomity (tanpa nama)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara

tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Memberikan jaminan hasil, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya, secara informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiannya oleh peneliti (Hidayat, 2012).

H. Metode pengumpulan data


53
Peneliti memulai proses belajar data dengan meminta surat pengantar dari

STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi ke RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi.

Kemudian peneliti meminta izin kepada kepala ruangan (Karu) diruang

ICU. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mengobservasi untuk

menentukan atau memilih sampel yang berdasarkan kriteria inklusi dan

ekslusi.

Setelah responden menentukan informasi peneliti kemudian mulai

melakukan penelitian dengan melakukan observasi sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang telah disediakan, selanjutnya peneliti

mengukur kualitas tidur responden dengan kuesioner kualitas tidur. Data

yang sudah lengkap kemudian diolah dengan menggunakan computer

dengan menganalisis data yang telah diolah. Setelah penelitian selesai

dilaksanakan, kemudian disusun dalam sebuah laporan penelitian yang akan

dipertanggung jawabkan kepada peneliti.


54

Permohonan yang diperoleh dikirim ke RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

Permohonan yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian diruang ICU RS Islam Ibnu
Sina Bukittinggi

Peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur
pengumpulan data

Peneliti meminta persetujuan kepada responden untuk menandatangani informed


consent sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden

Melakukan pengukuran kualitas tidur (pre test) sebelum dilakukan earplugs dengan alat
ukur kuesioner PSQI

Melakukan intervensi earplugs dengan durasi 10-15 menit selama 2 hari berturut-turut
dalam sehari dilakukan satu kali intervensi

Melakukan pengukuran kualitas tidur (post test) setelah dilakukan intervensi earplugs
dengan alat ukur kuesioner PSQI pada hari terakhir.

Hasil kualitas tidur pre test dan post test di catat di lembar observasi

Skema 6.1 Bagan prosedur pengambilan data penelitian


55
I. Pengolahan Data Analisa Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Hal ini

disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih

mentah, belum memberikan informasi dan belum siap untuk disajikan.

Untuk itu agar memperoleh hasil yang berarti serta kesimpulan yang baik,

diperlukan pengolahan data yang dilakukan melalui 4 tahapan :

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran dan

kelengkapan data yang diperoleh atau dikumpulkan. Data yang

belum lengkap segera dilengkapi saat pertemuan berikutnya

b. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori.

1) Umur

1 = 18-25

2 = 26-36

3 = 36-45

4 = 46-55

5 = 56-65

6 = >65

2) Jenis kelamin

1 = laki-laki

2 = perempuan
56
c. Entry data

Memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel

atau data base computer,untuk dilakukan analisis menggunakan

software statistik, kemudian mebuat distribusi frekuensi sederhana

atau membuat tabel kotogensi. Pada penelitian ini menggunakan 14

responden karena pada saat penelitian terdapat 2 orang responden

yang tidak nyaman menggunakan earplugs.

d. Cleaning data

Pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada

kesalahan atau tidak. Data dipastikan telah benar maka dilanjutkan

ketahap analisis dengan menggunakan computer.

J. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dengan

cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian

yaitu dengan melibatkan gambaran distribusi frekuensinya (Nursalam,

2014). Untuk data numeric digunakan nilai mean, median dan standar

deviasi. Pada hasil univariat didapatkan distribusi frekuensi karakteristik

responden berdasarkan : Jenis kelamin dan usia

b. Analisa Bivariat

Analisis Bivariat adalah data yang dilakukan pada dua variabel yang

diduga mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisis

bivariat dilakukan uji normalitas yaitu dengan uji Shapiro Wilk untuk

menentukan sebaran data pada sebuah kelompok berdistribusi normal. Uji


57
stastistic yang digunakan yaitu uji Paired T- Test untuk mengetahui

pengaruh dan perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan sesudah

intervensi Sleep hygiene care : penggunaan earplugs (Annisa & Suratini).

Analisa Bivariat akan menguraikan perbedaan rata-rata kualitas tidur

sebelum dan seudah diberikan intervensi Sleep hygiene care: penggunaan

earplugs dengan tingkat kepercayaan 95% atau nilai p = 0,05. Untuk

melihat hasil kemaknaan perhitungan statistic digunakan batasan

bermakna α = 0,05 dimana nilai p ≤0,05 maka hasil uji statistik bermakna,

artinya Ha diterima. Jika nilai p > 0,05 maka secara statistik disebut tidak

bermakna, artinya Ha ditolak.


58
59
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang “Pengaruh Sleep Hygiene Care:

Penggunaan Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di Ruang

ICU” yang dilakukan di RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi yang merupakan

rumah sakit tipe B dimana rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan

kedokteran medik spesialis dan keperawatan , rumah sakit ini terletak di

Kota Bukittinggi tepatnya di jalan Batang Agam Belakang Balok

Bukittinggi memiliki jumlah bed sebanyak 6 buah. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien sadar di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi, dengan menggunakan sampel sebanyak 14 orang yang telah

memenuhi kriteria inklusi.

Data dikumpulkan melalui observasi dan wawanacara sesuai

dengan karakteristik responden yang telah ditentukan. Data terdiri dari

pendokumentasian skor kualitas tidur pretest dan post test dilakukan

intervensi Sleep hygiene care: penggunaan earplugs kemudian hasilnya

dibandingkan. Hasil penelitian ini dijabarkan dengan dua bagian yaitu

hasil univariat dan hasil bivariat.

B. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan guna melihat statistik deskriptif

meliputi mean, standar deviasi, median, nilai minimum, dan nilai

maksimum. Hasil analisa univariat yang dilakukan pada karakteristik

responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin dan distribusi frekuensi

60
kualitas tidur pada pasien di ruang ICU Pre dan post intervensi Sleep

Hygiene care : penggunaan earplugs, dan rata-rata peningkatan kualitas

tidur pasien di ruang ICU.

Tabel 5.1
Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin,
di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021 (N=14)

Karakteristik Frekuensi Percent (%)


Umur
36-45 Tahun 2 14,33
46-55 Tahun 2 14,33
56-65 Tahun 6 42,9
28,6
>65 Tahun 4
Jenis kelamin
Laki-laki 5 35,7
Perempuan 9 64,3

Jumlah 14 100

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui umur yang dominan memiliki

rentang usia lansia akhir (42,9%). Pada karakteristik jenis kelamin menunjukkan

lebih dari separuh responden berjenis kelamin perempuan (64,3%).

Table 5.2 Rata-rata kualitas tidur sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi Sleep hygiene care: penggunaan earplugs terhadap kualitas

tidur pada pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun

2021.

Variabe N Mean Min Max SD


l
kualitas
tidur
Pretest 14 13,79 9 18 2,694
Posttest 14 7,93 4 12 2,303

61
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat rata-rata skor kualitas

tidur pasien di ruang ICU sebelum intervensi sleep hygiene care:

penggunaan earplugs yaitu 13,79 dari 14 responden dengan jumlah skor

terendah 9 dengan standar deviation 2,694 dan nilai skor kualitas tidur

tertinggi 18. Namun setelah intervensi terjadi peningkatan rata-rata

kualitas tidur pada pasien ICU yaitu 7,93 dengan skor kualitas terendah 4

dengan standar deviation 2,303 dan nilai skor kualitas tidur tertinggi 12.

C. Analisa Bivariat

Analisa bivariate dilakukan untuk melihat perbandingan skor

kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan intervensi sleep hygiene

care: penggunaan earplugs.

Tabel 5.3 Rata-rata kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi


sleep hygiene care: penggunaan earplugs pada pasien di ruang ICU
RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi pada tahun 2021 (N=14)

Variabel N Mean SD P-value t-hitung t-tabel


Kualitas
tidur
Pre test 14 13,79 2,694 0.00 20,884 1,711
Post test 14 7,93 2,303 0.00

Berdasarkan Uji normalitas menggunakan Shapiro wilk diperoleh

nilai p>0,05 maka hal ini dikatakan data terdistribusi normal. Didapatkan

nilai t hitung 20,884 dan t tabel 1,711 dimana nilai t hitung lebih besar

dari t tabel, dengan p-value 0,000 <0,05 ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara nilai rata-rata skor kualitas tidur sebelum

62
dan sesudah dilakukan intervensi sleep hygiene care: penggunaan

earplugs pada pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi.

Berdasarkan hasil analisa data tabel 5.3 dapat dilihat dari nilai p

value 0.00 (p=< 0.05) yang artinya terdapat perbedaan rata-rata yang

bermakna kualitas tidur pada pasien di ruang ICU sebelum dan sesudah

diberikan intervensi sleep hygiene care : penggunaan earplugs pada

responden.

63
BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang makna hasil penelitian yang dilakukan

dengan tujuan penelitian. Pembahasan mencakup penjelasan hasil analisis dari

variabel-variabel yang diteliti.

A. Analisa Univariat

1. Karakteristik responden

a. Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik responden yang diteliti

dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

karakteristik usia responden paling banyak di temui di ruang ICU berkisar

( 56-65 tahun) atau lansia akhir sebanyak (42,9%).

Hal ini tidak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan

Mutarobin, dkk (2019), yang meneliti tentang karakteristik responden

pasien ICU, hasil penelitiannya meyatakan bahwa dari 24 responden

sekitar 58,3 % (12 orang) berusia 56-65 tahun. Penelitian yang sama

dilakukan oleh Demoule (2017) menyatakan gangguan tidur pasien ICU

paling banyak pada usia 56-65 tahun berjumlah 65,1% (28 orang).

Penelitian yang dilakukan Litton (2016) yang mendapatkan hasil penelitian

kelompok umur terbanyak gangguan tidur pasien ICU adalah rentang 50-

59 tahun (59,4). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Faraklas

64
(2013) bahwa adanya hubungan signifikan pada kelompok umur lebih dari

55 tahun yang lebih beresiko mengalami gangguan tidur.

Umur merupakan faktor resiko terjadinya gangguan tidur, semakin

tinggi usia maka semakin tinggi pula resiko terjadinya gangguan tidur,

faktor lingkungan di ICU merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tidur (Mansjoer, 2010). Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam hari

sering kali terjadi pada lansia ( Tarwoto & wartonah,2006).

Menurut saputra (2013) gangguan tidur dapat juga dikatakan jika

kondisi seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh stimulus atau

sensoris yang sesuai dengan aktivitas fisik yang minim, tingkat kesadaran

bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis dan penurunan respons

terhadap stimulus eksternal.

Menurut Dewi, P (2012) gangguan tidur ini dapat menyerang

semua golongan usia. Namun beberapa artikel mengatakan bahwa, angka

kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia. Dengan

kata lain, gejala kualitas tidur buruk sering terjadi pada orang lanjut usia

(lansia) bahkan hampir setengah dari jumlah lansia yang dilaporkan

mengalami kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya.

Berdasarkan kesimpulan diatas usia dapat mempengaruhi

terjadinya kualitas tidur yang buruk. Pada saat peneliti melakukan

dengan menggunakan kuesioner dan wawancara didapatkan bahwa

kualitas tidur buruk lebih banyak dialami oleh usia lanjut (lansia) dari 14

responden lebih dari sebagian mengalami kualitas tidur buruk dengan

usia 56-65 tahun yaitu sebanyak 9 orang (42,9%).

65
b. Jenis kelamin

Hasil penelitian mengenai jenis kelamin diketahui bahwa dari 14

responden yang di rawat di ruang intensif care unit (ICU) lebih dari

sebagian berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 9 orang (64,3%)

dan kurang dari sebagian berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 5

orang (35,7%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mutarobin,dkk, (2019) yang mengatakan bahwa lebih dari separuh

responden gangguan tidur berjenis kelamin perempuan berjumlah 58,3%

(12 orang) dengan 24 responden. Penelitian yang sama dilakukan oleh

Demoule (2019) menunjukkan bahwa gangguan tidur pasien ICU di

dominasi berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 63,4% (28

responen) lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian Litton (2016) mengatakan jenis kelamin menunjukkan bahwa

kualitas tidur pasien ICU banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak

28 orang (60,9%).

Kualitas tidur buruk terjadi pada siapapun baik laki-laki maupun

perempuan. Namun, penyebab kualitas tidur buruk pada laki-laki dan

perempuan sedikit berbeda. Pada laki-laki disebabkan oleh aktivitas kerja

dan rutinitas keseharian, sedangkan pada perempuan selain aktivitas kerja

dan pertambahan usia, faktor hormonal juga tersebut membuat wanita

mempunyai problematika tidur tersendiri. Skripsi, 2019

66
Hormon progesteron dan estrogen umumnya berpengaruh pada

pola tidur wanita. Hal ini disebabkan oleh reseptor hormon progesterone

dan estrogen yang terletak pada bagian hipotalamus. Posisi kedua

hormone tersebut dianggap berpengaruh pada irama sirkadian dan pola

tidur secara langsung. Hormon progesteron dapat memperpendek waktu

latensi REM. Jenis kelamin merupakan faktor yang menunjukkan

perbedaan karakteristik secara fisik , biologis, dan fungsi individu

(Tantro chris, 2014).

Berdasarkan kesimpulan, jenis kelamin dapat mempengaruhi

terjadinya kualitas tidur buruk. Pada saat peneliti melakukan penelitian

dengan kuesioner dan wawancara didapatkan bahwa lebih banyak

berjenis kelamin perempuan yang mengalami kualitas tidur buruk

dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah perempuan

9 orang (64,3%) dan laki-laki yang berjumlah 5 orang (35,7%).

2.Rata-rata skor kualitas tidur sebelum intervensi Sleep hygiene care :


penggunaan earplugs pada pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina
Bukittinggi Tahun 2021.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien ICU RS

Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021 ditemukan rata-rata skor kualitas

tidur pada pasien di ruang ICU sebelum intervensi Sleep hygiene care:

penggunaan earplugs yaitu 13,79 dari 14 responden dengan jumlah skor

terendah 9 dengan standar deviasi 2,694 dan nilai skor kualitas tidur

tertinggi 18.

67
Pada saat dilakukan penelitian didapatkan pengukuran kualitas

tidur pada pasien ICU pada malam hari dari masing-masing pasien, dapat

dilihat dari analisa kuesioner lebih dari separuh pasien menjawab

memiliki perasaan gelisah, tidak nyaman dengan lingkungan, nyeri dan

sesak sehingga mengakibatkan pasien ICU kesulitan untuk memulai tidur

dimalam hari

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Heo, dkk (2007) menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 90% pasien

ICU mengalami kualitas tidur buruk yang disebabkan oleh

ketidaknyamanan lingkungan, perasaan gelisah, nyeri sesak karena

penyakit pasien tersebut. Penelitian yang sama dilakukan oleh

Muratobin (2019) yang menunjukkan bahwa pasien ICU mengalami

kualitas tidur yang buruk yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti

kebisingan,pencahyaan, prosedur diagnostic, kegelisahan, nyeri, sesak

yang disebabkan oleh peyakit pasien. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian Bukit (2005) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi

mempengaruhi kualitas tidur seseorang, seperti lingkungan dan faktor

psikologis. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas tidur

seseorang adalah lingkungan dalam rumah sakit seperti kebisingan, suhu

ruangan, tempat tidur tidak nyaman dan lampu yang terlalu terang.

Hasil penelitian yang dilakukan pada pasien ICU didapatkan lebih

dari separoh mengalami kualitas tidur buruk. Dari hasil kuesioner PSQI

meunjukkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan pasien ICU untuk

memulai tidur yaitu lebih > 60 menit.

68
Hal ini sesuai dengan penelitian Hanum (2014) bahwa waktu yang

diperlukan untuk pasien ICU yang megalami gangguan tidur yaitu ≥ 60

menit (42,9%). Hal ini berbeda dengan kondisi normal yaitu untuk

mendapatkan istirahat yang baik individu memerlukan waktu sekitar 15

menit agar dapat tertidur.

Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti berasumsi kualitas tidur

pasien ICU mengalami kualitas tidur buruk disebabkan oleh adanya

gangguan latensi tidur dan ketidaknyamanan suasana lingkungan

kebisingan yang disebabkan oleh prosedur diagnostic.

B. Analisa Bivariat

Setelah dilakukan intevensi sleep hygiene care : penggunaan

earplugs selama 2 kali pada pasien ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi

Tahun 2021 dilakukan pengukuran (posttest) kualitas tidur. Terdapat

adanya penurunan skor yang menunjukkan kualitas tidur setelah

dilakukan intrvensi sleep hygiene care : penggunaan earplugs didapatkan

rata-rata kualitas tidur pasien di ruang ICU setelah intervensi terjadi

penurunan rata-rata skor kualitas tidur yaitu 7,93 dengan skor kualitas

tidur terendah 4 dan skor tertinggi 12 dengan standar deviation 2,303.

Penggunaan Earplugs memberikan pengaruh terhadap fisik yaitu

berupa peningkatan kualitas tidur. Sedangkan pengaruh terhadap

psikologis yaitu berupa kemampuan melakukan aktivitas fisik dengan

tenang tanpa adanya kecemasan serta kemampuan kognitif dan emosional

berfungsi dengan baik. Pengaruh pada social, karena hal tersebut akan

berkaitan erat dengan kenyamanan pasien ICU (Mutarobin, 2019).

69
Hasil penelitian Demoule (2017) Impact of earplugs on sleep in

critically ill patients: a prospective randomized study dengan sebagian

besar responden mempunyai kualitas tidur yang baik setelah intervensi

sleep hygiene care: penggunaan earplugs. Penelitian ini dikuatkan oleh

Faraklas (2013) impact of Nursing-Driven Sleep Hygiene Protocol on

Sleep Quality, didapatkan hasil adanya perbedaan signifikan antara skor

kualitas tidur sebelum dan sesudah intevensi Sleep hygiene care dengan p-

value (0.002).

Lebih dari sebagian besar responden mengalami perubahan kualitas

tidur setelah dilakukan intervensi Sleep hygiene care. Hal ini telihat dari

skor yang diperoleh pada saat pengukuran kembali setelah intervensi Sleep

hygiene care: penggunaan earplugs dilakukan 2 hari, dimana terjadi

perubahan menjadi kategori yang lebih baik dari sebelum dilakukan

intervensi Sleep hygiene care: penggunaan earplugs.

Berdasarkan kesimpulan diatas peneliti berasumsi pasien ICU perlu

untuk mendapatkan intervensi Sleep hygiene care: penggunaan earplugs

karena intervensi ini bisa meningkatkan kenyamanan, dilihat dari

komponen PSQI ke 5 gangguan tidur rata-rata pasien ICU dimana pasien

ICU mudah terbangun tengah malam. Sleep hygiene care : penggunaan

earplugs dapat memberikan perasaan tenang tanpa adanya kecemasan

serta kemampuan kognitif dan emosional berfungsi dengan baik. Hasil

wawancara selama 2 hari pasien ICU mengalami perubahan yaitunya bisa

tertidur dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun masih ada

ditemukannya kualitas tidur pasien yang masih buruk itu dikarenakan oleh

70
adanya faktor penyakit penyerta lain seperti sesak nafas dan faktor stress

berlebihan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pengaruh intervensi Sleep

hygiene care: penggunaan earplugs terhadap kualitas tidur pada pasien di

ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021 dapat dilihat distribusi

responden dari hasil pengukuran terhadap nilai pretest dan posttest kualitas

tidur menunjukkan 14 responden setelah dilakukan intervensi Sleep hygiene

care: penggunaan earplugs mengalami perubahan kualitas tidur, dimana rata-

rata pre test terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang ICU 13,79 dengan.

Sedangkan post test menunjukkan rata-rata kualitas tidur pada pasien di ruang

ICU 7,93.

Perbedaan kualitas tidur pada pasien ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Sleep hygiene care:

penggunaan earplugs diukur dengan menggunakan paired t test dengan

tingkat kemaknaan p-value = 0.000 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan pada kualitas tidur pasien ICU RS Islam

Ibnu Sina Bukittinggi.

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia. Tidur dapat dikatakan

sebagai kondisi ketika seseorang tidak sadar, tetapi dapat dibangunkan oleh

stimulus atau sensori yang sesuai. Tidur diyakini dapat memulihkan atau

mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas (Kozier, et al, 2008).

Tidur juga diyakini dapat mengurangi stress dan menjaga keseimbangan

mental serta emosi, meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat

melakukan berbagai aktivitas. Kualitas tidur adalah kemampuan individu

71
untuk tetidur dan untuk medapatkan jumlah tidur REM yang tepat. (Saputra,

2013).

Tidur memberikan pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur

tubuh lain. Tidur sedemikian rupa memulihkan tingkat aktivitas normal dan

keseimbangan normal diantara bagai sistem saraf. Tidur juga perlu untuk

sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses perbaikan (Saputra,

2013). Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan

memburuknya fungsi mental akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur

yang tidak cukup cendrung menjadi mudah marah secara emosional, memiliki

konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan dalam membuat keputusan

(Kozier, 2010).

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas tidur diantaranya penyakit,

lingkungan, kebisingan, gaya hidup, motivasi, stimulant dan obat-obatan

(Saputra, 2013). Kualitas tidur dapat ditingkatkan dengan menggunakan

intervensi non pharmacological yang merupakan terapi komplementer tanpa

disertai dengan efek samping dan mudah diterapkan (Kheyri, et al. 2016).

Contoh dari intervensi komplementer adalah Sleep hygiene care : penggunaan

earplugs. Earplugs merupakan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan

untuk mengurangi gangguan tidur pasien untuk mempertahankan ritme

jantung secara normal (Demoule, et al., 2017).

Penggunaan Earplugs aman dilakukan pada pasien ICU dan terbuki

efektif untuk menilai kualitas tidur pada pasien, hemat biaya, mudah

diterapkan pada kelompok besar, dan dapat ditoleransi dengan baik oleh

tubuh. Penggunaan Earplugs juga merupakan metode yang mudah dan murah

72
untuk meningkatkan persepsi dan kualitas tidur pada pasien yang di rawat di

ICU (Mutarobin, dkk, 2019). Penelitian ini penting untuk dilakukan karena

Earplugs dapat memberikan pengaruh besar pada fisik dan psikologis pasien

ICU. Pengaruh Earplugs terhadap fisik yaitu berupa peningkatan kualitas

tidur. Sedangkan pengaruh terhadap psikologis yaitu berupa kemampuan

melakukan aktivitas fisik dengan tenang tanpa adanya kecemasan serta

kemampuan kognitif dan emosional berfungsi dengan baik. Pengaruh pada

social, karena hal tersebut akan berkaitan erat dengan kenyamanan pasien

ICU(Mutarobin, dkk, 2019).

73
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang

pengaruh sleep hygiene care: penggunaan earplugs terhadap kualitas tidur

pada pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021 maka

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Rata-rata skor kualitas tidur sebelum melakukan intervensi sleep hygiene

care: penggunaan earplugs adalah 13,79.

2. Rata-rata skor kualitas tidur sesudah melakukan intervensi sleep hygiene

care: penggunaan earplugs adalah 7,93.

74
3. Ada perbedaan skor kualitas tidur sebelum dan sesudah melakukan

intervensi sleep hygiene care: penggunaan earplugs terhadap kualitas tidur

pada pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021 (p

=0,000).SaranDari hasil penelitian ini penulis mempunyai beberapa saran

yaitu sebagai berikut :

1. Bagi responden

4. Diharapkan dapat menjadikan sleep hygiene care sebagai

pengobatan non farmakologis dan meningkatkan kualitas tidur pada

pasien di ruang ICU untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

1. Bagi institusi penelitian

5. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber

kepustakaan untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan menambah

literature tentang pengobatan non farmakologis untuk Bagi institusi

pelayanan

6. Agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat

dalam memberikan sleep hygiene care: penggunaan earplugs sebagai

pengobatan non farmakologis untuk meningkatkan kualitas tidur pada

pasien di ruang ICU.

B. Keterbatasan Penelitian

7. Penelitian ini telah dilakukan banyak pembatasan sehingga

masalah menjadi focus pada apa yang akan diteliti dan tidak melebar luas.

Namun, dalam penulisan skripsi tentu masih banyak kekurangan.

Keterbatasan yang di alami peneliti selama melakukan penelitian adalah

kelemahan pada metode food recall yaitu keakuratnya bergantung pada


kemampuan kognitif pasien dan kejujurannya. Selanjutnya, keterbatasan

waktu, maka penelitian ini hanya melibatkan 14 responden. Jumlah

responden yang banyak tentunya akan memberikan generalisasi yang lebih

baik.

8.

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34. DAFTAR PUSTAKA
35.
36. Afianti & Mardhiyah, (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas
Tidur Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan. 5(1).
http://jkp.fkep.unpad.ac.id
37. Ardiani, 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur
(Insomnia) pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda Wana Seraya
Denpasar Bali.
38. Arikunto, 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
PT Rineka
39. Atoilah, Elang M, Kusnadi, Engkus. (2013). Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : In Media
40. Boyko, et al, (2017). Sleep in intensive care unit: The role of environment.
https://journals.sagepub.com
41. Buysse et al, (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new
instrument for psychiatric practice and research. Journal of Nursing.
https://ww.sciencedirect.com
42. Demoule, et al, (2017). Impact of earplugs and eye mask on sleep in
critically ill patients: a prospective randomized study. Critical Care
Medicine. 21(284). https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
43. Dharma.K.K (2011). Metodologi Penelitian
Keperawatan. Jakarta : Trans info media.
44. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI; 2011.
45. Eun Hee Cho, et al. (2017). The Effects of Aromatherapy on Intensive Care
Unit Patients’ Stress and Sleep Quality: A Nonrandomised Controlled Trial.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
46. Ferry Setiawan, (2015). Pengaruh Terapi Murrotal Al-Qur’an Terhadap
Kualitas Pasien di ICU RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jurnal
Keperawatan. 1(1). http://repositori.usu.ac.id
47. Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Penterjemah : Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elseiver
48. Guyton,A.C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC,102
49. Hansen, et al. (2018). Effects of Music during daytime rest in the intensive
care unit. Nursing in Critical Care. 23(4). https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
50. Hasina (2018). Effect of Sleep Hygiene and Deep Breathing Exercise With
Spiritual Care on Sleep Quality and Quality of Life of Hemodialysis
Patient in Ahmad Yani Islamic Hospital Surabaya. 6(2).
www.sciencegate.app
51. Herliani & Kristinawati, (2020). Efektivitas Penggunaan Earplugs dan Eye
Mask Pada Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU). A literature review.
http://repository.urecol.org
52. Heru Suwardianto, dkk, (2017). Phisical Function (Motor Activity) pada
Pasien Kritis dengan Sedation di Intersive Care Unit. Jurnal Ilmu
Kesehatan. 5 (2). http://ejournaladhkdr.com
53. Hudak, 1997. Keperawatan Kritis, Jakarta : EGC
54. Ibarra-Coronado, E. G, et al, (2015). The Bidirectional Relationship
between Sleep and Immunity against Infection . Journal of Immunology
Reseacrh
55. Imardiani, dkk. (2019). Pengaruh Asmaul-Husna Terhadap Kualitas Tidur
Pasien Intensif Di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Jurnal
Keperawatan. 7(2). https://jmm.ikestmp.ac.id
56. Istianah, (2019). Pengaruh Therapy Spiritual Tauziah terhadap Kualitas
Tidur Pasien di Unit Perawatan Kritis (ICU) RSUD Sleman Yogyakarta.
Jurnal Keperawatan. 3(1). http://www.litbang.kemkes.go.id
57. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU
di Rumah sakit.
58. Khoirunnissa & Hudiyawati, (2019). Terapi Peningkatan Kualitas Tidur
Pada Pasien ICU. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan. 12(2).
https://media.neliti.com
59. King, L, M, et al, (2015). Promoting sleep in critically ill patients. Nursing
Critical Care. 10(3). https://www.researchgate.net
60. Kozier, Erb, Berman, Synder, (2010). Fundamental Keperawatan, Jakarta :
EGC
61. Kudchadkar, S, R, et al, (2017). Non-Pharmacological intervention for sleep
promotion in hospitalized children. Cochrane Database of System Review
62. Litton, et al, (2016). The Efficacy of Earplugs as a Sleep Hygiene Strategy
of Reducing Delirium in the ICU : A Systematic Review and Meta-
Analysis. Critical Care Medicine. 44(5). https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
63. Mulia (2019). Pengaruh Foot Massage Terhadap Kualitas Tidur Pada
Pasien CHF (Congestive Heart Failure) Di Ruang HCU Cempaka 2 RSUD
Dr. Adnan WD Payakumbuh Tahun 2019. Program Studi Ilmu
Keperawatan.
64. Mutarobin, dkk (2019). Penerapan Evidence-Based Nursing Pengaruh
Earplug dan Eye Mask Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Di ICU.
Jurnal Keperawatan Indonesia. 22(2). www.researchget.net
65. Nadyatama (2018). Pengaruh Terapi Aktivitas Sleep Hygiene Terhadap
Kualitas Tidur Pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit
Budi Luhur Yogyakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan.
66. Notoatmodjo, 2012. Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta : PT Rineka
67. Nursalam, 2014. Konsep dan Penerapan metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika
68. Potter & Perry, 2009. Fundamental Keperawatan, Jakarta : EGC
69. Reuter-Rice, K et al, (2020). Sleep in the Intensive Care Unit.: Biological,
Environmental and Pharmacologic Implications for Nurses. Critical Care
Nursing Clinics of North America. 32(1)
70. Smyth, (2007). Evaluating Sleep Quality in Older Adults: The Pittsburgh
Sleep Quality Index can be used to detect sleep disturbances or defcits.
The American Journal of Nursing. 108(5). https://www.researchgate.net
71. Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Bandung : Alfabeta
72. Urden , L.D., Stacy, K.M., & Lough, M.E., (2010). Critical care nursing:
diagnosis and management, 6th edition. Kanada: Mosby
73. Younis M, B, et al, (2019). Measurement and nonpharmacologic
management of sleep disturbance in the intensive care units: A literature
review. Critical Care Nursing Quarterly. 42(1).
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
74. Yusuf & Rahman, (2019). Pengaruh Stimulasi Al-Qur’an Terhadap
Glasgow Coma Scale Pasien dengan Penurunan Kesadaran di Ruang ICU.
Jurnal Keperawatan. 1(1).
75. Wartonah,Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses
Keperawatan,. Jakarta : Salemba Medika.
76. Dewi, (2012). Penegaruh terapi Al Zikir Terhadap Kualitast Tidur Lansia.
Jurnal Keperawatan Indonesia. 11(1). https://media.neliti.com
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85. CURICULUM VITAE
86.
87. Nama Mahasiswa : Ratna Julita
88.
89. Tempat / Tanggal

Lahir :Sicincin,21Juli 1997

90. Alamat : Kabun

Pondok Duo

91. Kecamatan

Patamuan

92. Agama : Islam


93.
94. Nama Orang Tua
95.
96. Ayah : Maliki (alm)
97.
98. Ibu : Jusmarni
99.
100. Anak Ke : 6 (enam)
101.
102. J

umlah Saudara

: 6 (enam) Riwayat
Pendidikan

103. SD : SDN 05 Patamuan


104.
105. SMP : SMPN 1 Patamuan
106.
107. SMA : SMAN 1 Padang Sago

108. Perguruan Tinggi : STIKes

Yarsi Sumbar Bukittinggi

109. Jurusan Ilmu Keperawatan (2017-


sekarang)
110.
111.
112. Bukittinggi, Juni 2021

113. Peneliti

Ratna Julita

114. INFORMED CONSENT

115. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) YARSI

116. SUMBAR BUKITTINGGI

117. Judul : Pengaruh Sleep Hygiene Care:

Penggunaan Earplugs terhadap kualitas tidur pada

pasien di ruang rawat ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2021.

118. Pembiayaan : Individu

119. Penanggung jawab :

 Nama mahasiswa : Ratna Julita


 Nomor Hp : 081372543504

 Alamat : Kabun Pondok Duo

120. Data Demografi:

121. Data Demografi

122. Nama Responden :

123. Tempat tanggal lahir :

124. Jenis kelamin :

125. Nomor Hp :

126. Alamat :

1. Tujuan Penelitian dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ”

Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs terhadap

kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS Islam Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2021.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di ruang

ICU RS Islam Ibnu sina Bukittinggi dengan kriteria inklusi :

a. Pasien yang bersedia menjadi responden

b. Pasien dengan tingkat kesadaran compos mentis

c. Pasien dengan sedasi ringan

3. Dalam penelitian ini, prosedur penelitian adalah sebagai berikut :

a. Peneliti meminta surat izin pengambilan data di STIKes Yarsi

Sumbar Bukittinggi

b. Peneliti menyerahkan surat izin penelitian ke RS Islam Ibnu

Sina Bukittinggi untuk izin pengambilan data dan penelitian


127. Dalam penelitian ini resiko yang ditimbulkan sangat

minimal karena peneliti hanya melakukan penyebaran kuesioner dan

wawancara. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui adanya Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan

Earplugs terhadap kualitas tidur pada pasien di ruang rawat ICU RS

Islam Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.

4. Data Preserving (pengumpulan data) berisi:

a. Saya (responden) bersedia memberikan informasi yang

berkaitan dengan penelitian ini, dan memberikan izin untuk

menggunakan informasi tersebut untuk penelitian yang akan

datang.

b. Jika informasi yang saya (responden) berikan hari ini akan

digunakan untuk penelitian selanjutnya, maka peneliti harus

meminta izin terlebih dahulu kecuali jika data yang digunakan

tidak berhubungan dengan informasi pribadi saya (responden).

c. Saya (responden) bersedia memberikan informasi hanya dalam

penelitian saja. Jika setelah penelitian maka semua informasi

yang diberikan dihilangkan (baik dalam bentuk kertas maupun

dalam bentuk elektronik).

5. Confidentaly (kerahasiaan)

a. Data dari responden akan dijamin kerahasiaan dari pihak luar.

b. Data dari responden akan disimpan dalam bentuk: berkas

dan soft copy.

c. Data dari responden akan disimpan dalam 5 tahun kedepan.


Setelah 5 tahun maka akan dimusnahkan untuk menjaga

kerahasiannya.

d. Data dari responden tidak akan menyebutkan nama

responden tapi hanya akan ditulis dalam bentuk kode/inisial

6. Selama penelitian berlangsung maka responden berhak

mengundurkan diri jika responden merasa tidak nyaman.

7. Jika dalam penelitian ini ada kerusakan atau kesalahan serta

kerugian responden, maka STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi dan

peneliti akan bertanggung jawab secara penuh.

8. Tidak ada konflik kepentingan Selama penelitian dilakukan.

9. Penelitian ini akan dilakukan dibawah bimbingan Ibu Reny

Chaidir, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I dan ibu Ns. Aulia

Putri, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing II

10. Dengan ini saya (responden) menyatakan bahwa saya sudah

mengerti dengan informed concent Ini dan

bersedia dimasukkan sebagai penelitian ini :


128.

129.

130.

131.

132. Nama 133.


134. :
135. Tempat / Tanggal 136.
137. :

lahir
138. Hubungan dengan 139.
140. :

responden
141.

142. Bukittinggi, Juni 2021


143. TTD Saksi TTD

Responden

144.

145.

146.

147. ( ) (

)
148. PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

149. Kepada Yth Calon responden di RS Islam Ibnu yarsi

Sumbar Bukittinggi Dengan hormat, Saya yang

bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa

program studi S1 keperawatan Stikes Yarsi Sumbar-

Bukittingi Akan melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs

Terhadap kualitas tidur Tidur Pada Pasien di ruang ICU

RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2021”.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang

merugikan bagi bapak/ibu sebagai responden.

Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan

dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Jika

bapak/ibu tidak bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini, maka tidak ada ancaman bagi bapak/ibu.

Jika bapak/ibu menyetujui, maka saya mohon kesediaan

bapak/ibu untuk menandatangani lembar persetujuan

saya dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang saya

sertakan.

150. Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu sebagai responden

saya ucapkan terima kasih.

151.

152.

153. Bukitti
nggi,.../......../2021

154. P

eneliti

155.

156.

157.

Ratna Julita

158. SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN

159.

160. Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan tentang

maksud, tujuan dan manfaat penelitian ini, Saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

161. Nama :___________________________________


__________________________
162. Umur :___________________________________
__________________________
163. Alamat:___________________________________
__________________________
164. Dengan ini saya bersedia berpartisipasi sebagai

responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudari

Ratna Julita selaku mahasiswa S1 Keperawatan Stikes

Yarsi Sumbar Bukittinggi dengan judul ” Pengaruh

Sleep Hygiene Care: Penggunaan Earplugs Terhadap

Kualitas Tidur Pada Pasien di ruang ICU RS Islam Ibnu

Sina Bukittinggi Tahun 2021” dengan suka rela dan

tanpa paksaan dari siapapun. Penelitian ini tidak akan

merugikan saya ataupun berakibat buruk bagi saya dan


keluarga saya, maka jawaban yang saya berikan adalah

yang sebenar-benarnya.

165. Demikian surat persetujuan ini saya buat untuk dapat

dipergunakan sebagaimana mestinya.

166. Bukittinggi,.../......../2

021

167.

168.

169. Responden

170.

171.

172. KUESIONER PENELITIAN

173. Pengaruh Sleep Hygiene Care: Penggunaan

Earplugs Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien di

ruang ICU RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi Tahun

2021.

174. Petunjuk :

175. Pertanyaan berikut berhubungan dengan kebiasaan

tidur Bapak/Ibu selama dirawat dirumah sakit. Jawaban

anda harus menunjukkan jawaban yang paling akurat

untuk menggambarkan sebagian besar malam dan hari

selama bapak/ibu dirawat di Rumah sakit. Kami

berharap kepada bapak/ibu menjawab semua

pertanyaan dimana untuk pertanyaan nomor 1-4 dengan


angka sedangkan jawaban untuk pertanyaan no 5-9

cukup memberi tanda ceklis pada salah satu pilihan

jawaban yang ada.

176. Selama 3 hari terakhir,

1. Jam berapa biasanya Bapak/Ibu tidur malam ?........................

2. Berapa menit biasanya Bapak/Ibu mulai tidur ?...................... setiap

malam

3. Jam berapa biasanya Bapak/Ibu bangun dipagi hari ?................

4. Berapa jam biasanya Bapak/Ibu tidur malam ?.........................

177. Selama 3 hari 178. Ti 179. 1x 180. 1- 181. Le

terakhir, berapa sering dak / 3 hari 2x/ 3 hari bih dari

Bapak/Ibu mengalami pernah 3x/ 3hari

hal seperti dibawah

ini…..
182. 183. 184. 0 185. 1 186. 2 187. 3
188. a. Tidak bisa 189. 190. 191. 192.

tidur dalam 30

menit
193. b. Bangun tengah 194. 195. 196. 197.

malam atau

bangun terlalu

pagi
198. c. Harus bangun 199. 200. 201. 202.

untuk kekamar
mandi
203. d. Tidak dapat 204. 205. 206. 207.

bernafas

dengan

nyaman
208. e. Batuk 209. 210. 211. 212.
213. f. Merasa 214. 215. 216. 217.

kedinginan
218. g. Merasa 219. 220. 221. 222.

kepanasan
223. h. Mimpi buruk 224. 225. 226. 227.
228. i. Merasakan 229. 230. 231. 232.

nyeri
233. j. Penyebab yang 235. 236. 237. 238.

lainnya

234. .............

.............
6. 239. Selama 3 hari 240. 241. 242. 243.

terakhir, seberapa

sering Bapak/Ibu

menggunakan obat

yang dapat membantu

tidur
7. 244. Selama 3 hari 245. 246. 247. 248.

terakhir, seberapa
sering Bapak/Ibu

kesulitan melakukan

aktivitas sehari-hari
249. 250.251. Ti 252. H 253. Ka 254. M

dak anya dang- enjadi

menjadi masalah kadang masalah

masalah ringan menjadi yang

masalah sangat

berat
255. 256.257. 0 258. 1 259. 2 260. 3

8. 261. Selama 2 hari 262. 263. 264. 265.

terakhir, seberapa

besar masalah yang

Bapak/Ibu rasakan

untuk tetap semangat

dalam melakukan

aktivitas
266. 267.
268. Sa 269. C 270. Bu 271. Sa

ngat baik ukup baik ruk ngat

buruk
272. 273.
274. 0 275. 1 276. 2 277. 3

278. 279. Selama 2 hari 280. 281. 282. 283.

9. terakhir,bagaimana
Bapak/Ibu menilai

kualitas tidur secara

keseluruhan.
284. Sumber : (Addina Mulia, 2019)

285.

286.

287. Skor Akhir :

288.

289.

290.

291.

292.

293.
294.
295.
296.

Anda mungkin juga menyukai