DISUSUN OLEH:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya lah penulis tulisan ini dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulisan
makalah laporan hands off yang berjudul “Pemberian Oksigen Diagnosa Dypepsia Melalui
Nasal Kanul di Ruang IGD RSU Budi Kemuliaan”.
Penulis tentunya tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Irma Sapriani, Sp.A selaku ketua STIK Budi Kemuliaan
2. Segenap dosen mata kuliah PDKK II atas penugasan yang diberikan sehingga menambah
wawasan penulis
3. Ibu Anah Sugihanawati, AMkep, Mpd., ibu Fitria Endah P, M.Keb, ibu Dwi Ratna Prima,
SST,Mkeb, ibu Rani Patimah, Amd.Keb, Ibu Nani Sulastini,AmKeb selaku dosen penanggung
jawab ruang IGD sekaligus pembimbing dalam penyelesaian makalah ini.
4. Kak. Nani Sulastini, Amd.Keb.selaku kepala ruangan IGD
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu,kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga tugas ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
penulis sendiri dan bagi pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita,
Aamiin. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Tujuan Observasi atau Hands Off.................................................................5
1.3 Ruang Lingkup..............................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................7
2.1 Profil RSBK..................................................................................................7
2.2 POGC............................................................................................................7
2.3 Teori Sesuai Kasus........................................................................................8
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................11
3.1 Soap Pemasangan Oksigen..........................................................................11
3.2 Pembahasaan Pemasangan Oksigen............................................................11
BAB IV REFLEKSI..........................................................................................15
4.1 Deksripsi Peristiwa......................................................................................15
4.2 Pikiran Dan Perasaan...................................................................................15
4.3 Analisis........................................................................................................16
4.4 Evaluasi.......................................................................................................16
4.5 Sintesis.........................................................................................................16
4.6 Perencanaan Tindakan.................................................................................16
BAB V PENUTUP............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
LAMPIRAN......................................................................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 POGC
6
2.3 Teori Sesuai Kasus
1. Pengertian Oksigen
Oksigen merupakan salah satu komponen terpenting untuk kelangsungan hidup
manusia. Atmosfer bumi terdiri dari 20,95% gas oksigen, jumlah ini merupakan terbanyak
kedua setelah nitrogen 78,08%. Oksigen berasal dari fotosintesis tumbuhan darat dan
organisme di laut. Disamping keberadaan oksigen yang bebas di alam, oksigen juga
dimanfaatkan untuk keperluan medis di rumah sakit. Oksigen dikemas dalam tabung-tabung
yang terbuat dari baja dan disimpan di ruangan khusus. Tabung berisi oksigen memiliki
tekanan yang tinggi sehingga berbahaya jika terjadi kebocoran. Kebocoran tersebut dapat
memicu kebakaran bahkan ledakan yang dapat mengancam keselamatan orang di sekitar
tempat penyimpanan oksigen. Oksigen merupakan gas yang mudah terbakar karena sifatnya
yang reaktif, oksigen juga tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa sehingga sulit untuk
mengetahui bahwa telah terjadi kebocoran. Untuk mengetahui apabila ada kebocoran oksigen
di tempat-tempat penyimpanan, maka dibutuhkan sensor yang dapat mendeteksi kebocoran
tersebut. Sensor gas telah banyak dikembangkan dengan menggunakan bahan semikonduktor
logam oksida seperti TiO2, ZnO, CuO.
a.Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan utama dispeneu tetapi
dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis.
b.Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk
dan dapat meningkatkan risiko kebakaran.
8
5 Cara Pemasangan Oksigen
5. Mengatur aliran oksigen (testcek ada oksigen di punggung tangan atau dimulai
dari aliran rendah 2 L/M)
7. Kalau sudah dirasa ada oksigen langsung pasangkan nasal kanul ke pasien
8. Evaluasi (dari awalnya cepat sampai setelah diberikan oksigen apakah sudah
normal atau belum)
11. Dokumentasi
9
BAB III
LAPORAN KASUS
10
3.2 Pembahasaan Dispepsia
Pengertian Dipepsia
Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad buruk) dan peptein (digestion
pencernaan). Jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion yang berarti sulit atau
ketidaksanggupan dalam mencerna. Jadi dispepsia didefinisikan sebagai kesulitan dalam
mencerna yang ditandai oleh rasa nyeri atau terbakar di epigastrium yang persisten atau
berulang atau rasa tidak nyaman dari gejala yang berhubungan dengan makan (rasa penuh
setelah makan atau cepat kenyang tidak mampu menghabiskan makanan dalam porsi
normal). Pada dispepsia organik ditemukan adanya suatu kelainan struktural setelah
dilakukan pemeriksaan endoskopi, Sedangkan definisi dispepsia fungsional berdasarkan
konsensus kriteria Roma III, harus memenuhi satu atau lebih gejala tersebut, serta tidak
ada bukti kelainan struktural melalui pemeriksaan endoskopi, yang berlangsung
sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum
diagnosis. Definisi lain dari dispepsia fungsional adalah penyakit yang bersifat kronik,
gejala yang berubah-ubah, mempunyai riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak
responsif dengan obat-obatan, dapat ditunjukkan letaknya oleh pasien, serta secara klinis
pasien tampak sehat, berbeda dengan dispepsia organik yang gejala cenderung menetap,
jarang mempunyai riwayat gangguan psikiatri, serta secara klinis pasien tampak
kesakitan.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 klasifikasi, yakni postprandial distres
syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distres syndrome mewakili
kelompok dengan perasaan "begah" setelah makan dan perasaan cepat kenyang
sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan
dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome.
11
Kriteria diagnostik terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat
keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu.
2. Nyeri timbul berulang
3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut
bagian atas/epigastriumangi
4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung
empedu dan sfingter Oddi.
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan.
terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah
retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin
timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.
Gejala Dispepsia
Penyebab Dispepsia
Masih belum diketahui secara pasti apa penyebab dispepsia. Namun, ada beragam
faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom dispepsia,
yaitu:
Berjenis kelamin perempuan.
Stres atau depresi.
Gangguan cemas.
12
Kebiasaan merokok.
Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol.
Infeksi bakteri Helicobacter pylori pada saluran pencernaan.
Pola makan yang tidak baik, seperti makan tidak teratur atau terlalu banyak
mengonsumsi makanan pedas dan berlemak.
Obesitas atau berat badan berlebih.
Mengidap penyakit pencernaan, seperti GERD, pankreatitis, radang lambung, atau
tukak lambung.
Efek samping obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid, OAINS (ibuprofen atau
aspirin), atau antibiotik.
Diagnosis Dispepsia
Dokter biasanya akan melakukan sejumlah tindakan medis untuk memeriksa serta
mengetahui penyebab dispepsia yang dialami oleh pasien. Sejumlah prosedur pemeriksaan
untuk mendiagnosis dispepsia adalah:
Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan feses untuk mendeteksi keberadaan bakteri Helicobacter pylori yang
memicu terjadinya dispepsia.
Endoskopi, yaitu prosedur pemeriksaan dengan memasukkan selang elastis yang
dilengkapi oleh kamera ke dalam tubuh melalui mulut atau anus. Prosedur ini dilakukan
untuk memastikan adanya infeksi atau peradangan dalam saluran cerna yang
menyebabkan dispepsia.
Dispepsia bisa sembuh apabila penderitanya menjalani gaya hidup yang lebih sehat serta
mengobati gangguan pencernaan yang dialami dengan tepat. Adapun langkah pengobatan
dispepsia adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi Obat-Obatan
Bila dispepsia disebabkan oleh masalah kesehatan tertentu, Anda disarankan
berkonsultasi dengan dokter guna mendapatkan tindakan medis yang tepat. Umumnya, dokter
akan meresepkan obat-obatan untuk mengatasi penyebab dispepsia, seperti obat antagonis H2
yang bertujuan mengurangi produksi asam lambung, atau PPI. Dokter juga akan meresepkan
antibiotik apabila dispepsia yang dialami oleh pengidap disebabkan oleh infeksi bakteri.
4. Kelola Stres
Stres merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi asam lambung. Maka dari
itu, pengidap dispepsia disarankan untuk mengelola stres sebaik mungkin untuk meredakan
gejala yang muncul.
Komplikasi Dispepsia
Bila tidak segera ditangani, dispepsia berisiko menimbulkan masalah kesehatan yang lebih
serius. Beberapa komplikasi dispepsia adalah sebagai berikut:
Ulkus peptikum.
Anemia.
Kanker esofagus.
Peradangan pada faring dan laring.
14
BAB IV
(REFLEKSI)
15
4.3 Analisis
Kasus ini mengalami beberapa masalah yaitu proses pemasangan oksigen pada pasien
Nn, F menggunakan oksigen nasal kanul 1L/M yaitu memasangkan selang oksigen ke
humidifier kemudian selang dipasangkan ke hidung. Nn,F di diagnosa dypepsia kemudian
pasien merasakan sesak dan nyeri di uluhati. Hal ini menyebabkan pertolongan pemasangan
oksigen dilakukan dengan bantuan nasal kanul.
Asuhan dalam kasus juga sudah sesuai dengan diagnosis Nn, F dan untuk kasus ini
kontribusi tim saya yaitu melakukan pelayanan kebidanan Nn, F dari mulai kebutuhan
mobilisasi dan pemberian oksigen.
4.4 Evaluasi
1. Nn, F bersedia dipasangkan oksigen dengan keadaan sesak, namun keadaan Nn , F
menunjukkan kondisi yang menurun, sehingga petugas medis. mengintruksikan agar
dipasangkan oksigen
2. Nn, F bersedia untuk dipasangkan oksigen.
3. Setelah pernafsan Nn, F membaik pasien boleh dipulangkan.
4.5 Sintesis
Ketika saya melaksanakan Hands Off di RS Budi Kemuliaan tepatnya di bagian IGD,
banyak hal baru dan ilmu yang belum pernah kita pelajari di kampus, seperti bagaimana
melakukan pemasangan oksigen pada pasien sesak dan bagaimana cara berkomunikasi dengan
pasien yang baik dan benar di lahan kerja IGD dan bagaimana alur pemeriksaan triase di IGD
yang dilakukan dari pemeriksaan hingga selesai
16
BAB V
(PENUTUP)
Kesimpulan :
Kebijakan "hands off" di IGD RS Budi Kemuliaan memprioritaskan privasi dan
keamanan pasien dengan mengurangi kontak fisik yang tidak perlu. Pendekatan ini
bertujuan untuk mengurangi risiko infeksi silang antara pasien dan staf medis, yang
menjadi sangat penting dalam lingkungan IGD yang rentan terhadap penyebaran
penyakit. Selain itu, dengan mengurangi interaksi fisik yang tidak perlu, kebijakan ini
juga meningkatkan rasa percaya diri dan kenyamanan pasien dalam situasi yang
seringkali penuh stres dan cemas.
Meskipun demikian, implementasi kebijakan "hands off" juga menghadirkan
beberapa tantangan. Pengurangan interaksi fisik antara pasien dan staf medis dapat
menghambat pemantauan dan evaluasi kondisi pasien secara langsung. Hal ini menuntut
peningkatan komunikasi dan koordinasi antara tim medis untuk memastikan bahwa
respons terhadap kondisi darurat atau perubahan mendadak dalam kondisi pasien tetap
cepat dan efektif. Dengan demikian, kesuksesan kebijakan "hands off" bergantung pada
keseimbangan yang baik antara privasi pasien dan kebutuhan akan pemantauan dan
intervensi medis yang tepat waktu.
Saran :
Kegiatan hands off/observasi ini sudah sangat baik menurut saya, mungkin
kegiatan ini bisa rutin dilakukan setiap semesternya untuk menambah pengetahuan dan
skill mahasiswa bagaimana terjun langsung ke lapangan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. dan Gunawan, J. 2012. Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Divisi Gastroenterologi, 39(9).
Ambarwati, A. S. 2005. "Gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres, serta strategi coping
pada penderita dispensia fungsional" (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Retreved
Mei 19, 2015, Available from lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=97051
Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M. 2013. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Depresi
pada Penderita Dispepsia Fungsional.
Retreved Mei 19, 2015.https://ml.scribd.com/doc/210276959/JURNAL
Cahyanto, M.E., Ratnasari, N., Siswanto, A. 2014. Gejala depresi dan kualitas hidup pada
pasien dispepsia fungsional. J Med SSccii, 46(2):88-93. Cano.
Muttaqin, Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta
Pusat: Salemba Medika.
18
LAMPIRAN:
19
20