Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH LAPORAN HANDS OFF

PEMBERIAN OKSIGEN DIAGNOSA DISPEPSIA NN. F MELALUI


NASAL KANUL DI RUANG IGD RSU BUDI KEMULIAAN

DISUSUN OLEH:

1. Aisyah Fazila Anindita (0223002)

2. Dinda Pamesti Nurdiyanti (0223007)

3. Rheina Dhyaa Zaaharani (0223011)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI
KEMULIAAN
TAHUN 2024

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya lah penulis tulisan ini dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulisan
makalah laporan hands off yang berjudul “Pemberian Oksigen Diagnosa Dypepsia Melalui
Nasal Kanul di Ruang IGD RSU Budi Kemuliaan”.
Penulis tentunya tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Irma Sapriani, Sp.A selaku ketua STIK Budi Kemuliaan
2. Segenap dosen mata kuliah PDKK II atas penugasan yang diberikan sehingga menambah
wawasan penulis
3. Ibu Anah Sugihanawati, AMkep, Mpd., ibu Fitria Endah P, M.Keb, ibu Dwi Ratna Prima,
SST,Mkeb, ibu Rani Patimah, Amd.Keb, Ibu Nani Sulastini,AmKeb selaku dosen penanggung
jawab ruang IGD sekaligus pembimbing dalam penyelesaian makalah ini.
4. Kak. Nani Sulastini, Amd.Keb.selaku kepala ruangan IGD

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu,kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga tugas ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
penulis sendiri dan bagi pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita,
Aamiin. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 23 November 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Tujuan Observasi atau Hands Off.................................................................5
1.3 Ruang Lingkup..............................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................7
2.1 Profil RSBK..................................................................................................7
2.2 POGC............................................................................................................7
2.3 Teori Sesuai Kasus........................................................................................8
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................11
3.1 Soap Pemasangan Oksigen..........................................................................11
3.2 Pembahasaan Pemasangan Oksigen............................................................11
BAB IV REFLEKSI..........................................................................................15
4.1 Deksripsi Peristiwa......................................................................................15
4.2 Pikiran Dan Perasaan...................................................................................15
4.3 Analisis........................................................................................................16
4.4 Evaluasi.......................................................................................................16
4.5 Sintesis.........................................................................................................16
4.6 Perencanaan Tindakan.................................................................................16
BAB V PENUTUP............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
LAMPIRAN......................................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pembelajaran handsoff merupakan suatu proses observasi dan orientasi ke


RSU Budi Kemuliaan untuk memberikan pengalaman secara nyata, yang dilakukan
berkesinambungan diawali dengan pembelajaran materi di kuliah di kelas, kemudian praktik
laboratorium dengan menggunakan phantom. Dalam mempersiapkan dan menghasilkan
kualitas lulusan tersebut maka mahasiswa Program Studi S1 Kebidanan. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Budi Kemuliaan dalam mata kuliah Praktik Dasar Klinik. Kebidanan meliputi
bahan kajian keterampilan dasar praktik kebidanan, perlu diberikan Observasi atau Hands Off
secara nyata asuhan keperawatan di RSU Budi Kemuliaan.

1.2 Tujuan Observasi atau Hands Off


Untuk menganalisa apakah antara teori yang telah diberikan selama di STIK Budi
Kemuliaan dengan di lahan praktik memliki kesesuaian atau tidak. Dengan cara melihat secara
langsung tindakan yang ada di lahan praktik IGD RSU Budi Kemuliaan. Sehingga penulis
mendapatkan pengalaman dalam bentuk nyata dari lahan praktik RSU Budi Kemuliaan yang
dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berpraktik.

1.3 Ruang Lingkup


Kegiatan handsoff dilaksanakan oleh mahasiswa Prodi S1 Kebidanan semester II STIK
Budi Kemuliaan di lima ruangan RSU Budi Kemuliaan, yaitu di ruang SrikandiLarasati, IGD,
poli lantai 2, kamar bersalin, dan kamar operasi selama enam hari yaitu dari tanggal 29 Januari
2024 sampai dengan 03 Februari 2024. Capaian yang harus mahasiswa dapatkan adalah
pencegahan infeksi, pemenuhan kebutuhan oksigen, nutrisi, eliminasi, mobilitas dan aktivitas,
kebersihan perorangan, pemeriksaan fisik, kebutuhan cairan dan elektrolit, perawatan luka
operasi, serta pemberian obat. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan hadir tepat waktu pada
saat dinas,mengikuti laporan jaga,mengikuti dinas pagi dengan mengobservasi dan melakukan
partisipasi keterampilan dasar dengan didampingi oleh pembimbing dan pada akhir kegiatan
mahasiswa membuat laporan dalam bentuk makalah.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Profil RSBK


Rumah Sakit Budi Kemuliaan merupakan Rumah Sakit Umum Tipe C yang berlokasi di
Jalan Budi Kemuliaan No.25 Jakarta Pusat 10110. Rumah Sakit Budi Kemuliaan memiliki luas
bangunan 9.325 m2, diatas tanah seluas 8.977 m2. Rumah Sakit Budi Kemuliaan memiliki
kapasitas tempat tidur sebanyak 107 Bed.
Rumah Sakit Budi Kemuliaan memiliki fasilitas layanan:
Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam. Rawat Inap: Ruang Rawat Inap Dewasa, Ruang Inap
Anak, Neonatus, NICU, SCN, HCU dan ICU. Rawat Jalan: Poliklinik Kebidanan, Poliklinik
Anak, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik Jantung, Poliklinik Kulit dan
Kelamin, Poliklinik Bedah, Poliklinik THT, Poliklinik Paru, Poliklinik Tumbuh Kembang dan
Rehabilitasi Medik, Poliklinik Gizi, Poliklinik Psikologi, Poliklinik Gigi Umum, Poliklinik
Umum dan Poliklinik Neurologi.
Penunjang; Farmasi, Laboratorium, Radiologi dan CT Scan

2.2 POGC

Pelaksanaan POGC, SOP serta bagaimana manajemen kebidanan yang terjadi di


RS Budi Kemuliaan bagian IGD yang sangat baik, Dilihat dari bagaimana tenaga medis
IGD melakukan komunikasi antar bidan, perawat,pasien dan dokter yang sudah cukup
baik dalam menangani pasien. Bagaimana privasi yang dilakukan ketika pemeriksaan
sudah sangat baik karena ada tirai penghalang setiap ruangannya, Perorganisasian
tempat kerja juga sudah sangat cukup baik di bagian IGD di RS Budi Kemuliaan ini.
Pencegahan infeksinya cukup baik karena setiap sebelum tindakan, dokter,bidan dan
perawat mencuci tangan dan memakai handsanitizer. Setiap melakukan tindakan petugas
medis memeriksa melewati triase IGD dan kemudian diantar sesuai kebutuhan pasien
tersebut, Serta pendokumentasiannya sudah bagus,setiap melakukan tindakan para
tenaga medis melakukan pendokumentasian didalam formulir yang telah disediakan.

6
2.3 Teori Sesuai Kasus
1. Pengertian Oksigen
Oksigen merupakan salah satu komponen terpenting untuk kelangsungan hidup
manusia. Atmosfer bumi terdiri dari 20,95% gas oksigen, jumlah ini merupakan terbanyak
kedua setelah nitrogen 78,08%. Oksigen berasal dari fotosintesis tumbuhan darat dan
organisme di laut. Disamping keberadaan oksigen yang bebas di alam, oksigen juga
dimanfaatkan untuk keperluan medis di rumah sakit. Oksigen dikemas dalam tabung-tabung
yang terbuat dari baja dan disimpan di ruangan khusus. Tabung berisi oksigen memiliki
tekanan yang tinggi sehingga berbahaya jika terjadi kebocoran. Kebocoran tersebut dapat
memicu kebakaran bahkan ledakan yang dapat mengancam keselamatan orang di sekitar
tempat penyimpanan oksigen. Oksigen merupakan gas yang mudah terbakar karena sifatnya
yang reaktif, oksigen juga tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa sehingga sulit untuk
mengetahui bahwa telah terjadi kebocoran. Untuk mengetahui apabila ada kebocoran oksigen
di tempat-tempat penyimpanan, maka dibutuhkan sensor yang dapat mendeteksi kebocoran
tersebut. Sensor gas telah banyak dikembangkan dengan menggunakan bahan semikonduktor
logam oksida seperti TiO2, ZnO, CuO.

2 Tujuan Pemberian Oksigen


Pemberian medical oxygen bertujuan untuk memberikan tambahan oksigen bagi
orang-orang yang memiliki kadar oksigen rendah, akibat kondisi medis tertentu atau
kondisi lainnya. Terapi ini biasanya digunakan sebagai pertolongan pertama resusitasi
untuk keadaan darurat, selama anestesi, sebagai penunjang kehidupan pasien yang tidak
bisa bernapas sendiri dan terapi oksigen.

3 Indikasi Pemasangan Oksigen


Terapi oksigen dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi (usia di atas satu
bulan) ketika nilai tekanan parsial oksigen kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi oksigen
kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan. Pada neonatus,
terapi oksigen dianjurkan jika nilai tekanan parsial oksigen kurang dari 50 mmHg atau nilai
saturasi oksigen kurang dari 88%. Terapi oksigen dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan
klinik hipoksia berdasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Pasien-pasien dengan
infark miokard, edema paru, cidera paru akut, sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS),
fibrosis paru, keracunan sianida atau inhalasi gas karbon monoksida semuanya memerlukan
terapi oksigen.
7
Indikasi terapi oksigen jangka pendek

4 Kontraindikasi Pemasangan Oksigen


Terapi oksigen tidak direkomendasikan pada:
Indikasi terapi oksigen jangka panjang

a.Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan utama dispeneu tetapi
dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronis.
b.Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk
dan dapat meningkatkan risiko kebakaran.

8
5 Cara Pemasangan Oksigen

1. Petugas mencuci tangan

2. Observasi TTV (Tanda Tanda Vital)


3. Memposisikan pasien setengah duduk atau semi fowler
4. Hubungkan selang ke humidifier

5. Mengatur aliran oksigen (testcek ada oksigen di punggung tangan atau dimulai
dari aliran rendah 2 L/M)

6. Berangsur angsur sesuai dengan kebutuhan

7. Kalau sudah dirasa ada oksigen langsung pasangkan nasal kanul ke pasien

8. Evaluasi (dari awalnya cepat sampai setelah diberikan oksigen apakah sudah
normal atau belum)

9. Atur posisi pasien dengan nyaman

10. Bereskan alat

11. Dokumentasi

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Soap Pemasangan Oksigen

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NN, F DENGAN


DISPEPSIA DI RSU BUDI KEMULIAAN 29 JANUARI 2024.

Tanggal Masuk : Senin, 29 Januari 2024


Tanggal Pengkajian : Senin, 29 Januari 2024
Nama Pengkaji : Desy
Identitas :
Nama : Nn. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl Lahir : Senin, 04 Februari 1991
Umur : 32 tahun
 S : Pasien datang dengan penurunan kesadaran +-30 menit SMRS, sampai
di IGD pasien sudah sadar. Pasien mengeluh perut kram hilang timbul hari
ini, saat ini sedang menstruasi hari pertama. Biasanya saat menstruasi tidak
pernah seperti ini, pasien belum sarapan hari ini. Sudah diberi obat nyeri di
tempat kerja namun belum berkurang. Keluhan lain disangkal.
 O : Keadaan Umum : Sedang, Kesadaran : Sopor
TD : 110/76 S : 36,5̊C
N : 90 RR : 20x/ menit
Spo2 : >95
 A : Nn, F usia 32 tahun dengan dyspepsia.
 P : Pemasangan Oksigen nasal kanul 1L/ menit, terapi IGD : Inf, Rl +
Neurobion 1 amp inj. Ondancentron 8 mg inj. Omeprazol 1 amp
Obat pulang : asam mefenamat 3x500 mg omeprazol 2x1 ondancentron 3x4
mg omeprazol 2x1 ondancentron 3x4 mg syr. Sucralfat 3x10 ml.
Pasien pulang kondisi membaik obat teruskan kontrol kembali jika masih
ada keluhan edukasi.

10
3.2 Pembahasaan Dispepsia

 Pengertian Dipepsia
Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad buruk) dan peptein (digestion
pencernaan). Jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion yang berarti sulit atau
ketidaksanggupan dalam mencerna. Jadi dispepsia didefinisikan sebagai kesulitan dalam
mencerna yang ditandai oleh rasa nyeri atau terbakar di epigastrium yang persisten atau
berulang atau rasa tidak nyaman dari gejala yang berhubungan dengan makan (rasa penuh
setelah makan atau cepat kenyang tidak mampu menghabiskan makanan dalam porsi
normal). Pada dispepsia organik ditemukan adanya suatu kelainan struktural setelah
dilakukan pemeriksaan endoskopi, Sedangkan definisi dispepsia fungsional berdasarkan
konsensus kriteria Roma III, harus memenuhi satu atau lebih gejala tersebut, serta tidak
ada bukti kelainan struktural melalui pemeriksaan endoskopi, yang berlangsung
sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum
diagnosis. Definisi lain dari dispepsia fungsional adalah penyakit yang bersifat kronik,
gejala yang berubah-ubah, mempunyai riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak
responsif dengan obat-obatan, dapat ditunjukkan letaknya oleh pasien, serta secara klinis
pasien tampak sehat, berbeda dengan dispepsia organik yang gejala cenderung menetap,
jarang mempunyai riwayat gangguan psikiatri, serta secara klinis pasien tampak
kesakitan.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 klasifikasi, yakni postprandial distres
syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distres syndrome mewakili
kelompok dengan perasaan "begah" setelah makan dan perasaan cepat kenyang
sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan
dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome.

Tabel 1.1. Klasifikasi Dispepsia Fungsional Menurut Roma III


Dispepsia Fungsional
Postprandial Distres Syndrome
Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi
biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu.
2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan
biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir,
dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau
bersendawa ang berlebihan.
2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.
Sindrom Nyeri Epigastrium.

11
Kriteria diagnostik terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat
keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu.
2. Nyeri timbul berulang
3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut
bagian atas/epigastriumangi
4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung
empedu dan sfingter Oddi.
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan.
terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah
retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin
timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.

 Gejala Dispepsia

Seperti yang sempat disinggung sebelumnya, dispepsia adalah sekumpulan gejala


yang memengaruhi sistem pencernaan. Adapun sejumlah gejala yang termasuk ke
dalam sindrom dispepsia adalah sebagai berikut:
 Mudah kenyang.
 Perut terasa begah dan kembung setelah makan.
 Nyeri dan perih pada bagian ulu hati.
 Sensasi panas dan terbakar pada ulu hati yang bisa menjalar hingga ke kerongkongan.
 Mual.

 Penyebab Dispepsia

Masih belum diketahui secara pasti apa penyebab dispepsia. Namun, ada beragam
faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom dispepsia,
yaitu:
 Berjenis kelamin perempuan.
 Stres atau depresi.
 Gangguan cemas.
12
 Kebiasaan merokok.
 Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol.
 Infeksi bakteri Helicobacter pylori pada saluran pencernaan.
 Pola makan yang tidak baik, seperti makan tidak teratur atau terlalu banyak
mengonsumsi makanan pedas dan berlemak.
 Obesitas atau berat badan berlebih.
 Mengidap penyakit pencernaan, seperti GERD, pankreatitis, radang lambung, atau
tukak lambung.
 Efek samping obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid, OAINS (ibuprofen atau
aspirin), atau antibiotik.

 Diagnosis Dispepsia

Dokter biasanya akan melakukan sejumlah tindakan medis untuk memeriksa serta
mengetahui penyebab dispepsia yang dialami oleh pasien. Sejumlah prosedur pemeriksaan
untuk mendiagnosis dispepsia adalah:
 Pemeriksaan darah.
 Pemeriksaan feses untuk mendeteksi keberadaan bakteri Helicobacter pylori yang
memicu terjadinya dispepsia.
 Endoskopi, yaitu prosedur pemeriksaan dengan memasukkan selang elastis yang
dilengkapi oleh kamera ke dalam tubuh melalui mulut atau anus. Prosedur ini dilakukan
untuk memastikan adanya infeksi atau peradangan dalam saluran cerna yang
menyebabkan dispepsia.

 Cara Mengobati Dispepsia

Dispepsia bisa sembuh apabila penderitanya menjalani gaya hidup yang lebih sehat serta
mengobati gangguan pencernaan yang dialami dengan tepat. Adapun langkah pengobatan
dispepsia adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi Obat-Obatan
Bila dispepsia disebabkan oleh masalah kesehatan tertentu, Anda disarankan
berkonsultasi dengan dokter guna mendapatkan tindakan medis yang tepat. Umumnya, dokter
akan meresepkan obat-obatan untuk mengatasi penyebab dispepsia, seperti obat antagonis H2
yang bertujuan mengurangi produksi asam lambung, atau PPI. Dokter juga akan meresepkan
antibiotik apabila dispepsia yang dialami oleh pengidap disebabkan oleh infeksi bakteri.

2. Jaga Berat Badan ideal


Pengidap dispepsia yang memiliki berat badan berlebih akan dianjurkan untuk
menjalani diet sehat, seperti rutin berolahraga, membatasi asupan kalori harian, serta tidur yang
cukup.

3. Jaga Pola Makan


Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dispepsia adalah pola makan yang tidak
baik. Oleh karenanya, pengidap dispepsia sebaiknya menjaga pola makan dengan mengonsumsi
makanan secara perlahan dan teratur. Selain meredakan gejala dispepsia, menjaga pola makan
diketahui juga dapat mencegah terjadinya gangguan pencernaan lain, seperti GERD, tukak
13
lambung, dan infeksi lambung.
Pengidap dispepsia juga disarankan untuk menghindari atau membatasi konsumsi beberapa
jenis makanan, seperti:
 Makanan berlemak tinggi.
 Makanan pedas.
 Minuman bersoda.
 Minum yang mengandung kafein.
 Minuman beralkohol.

4. Kelola Stres
Stres merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi asam lambung. Maka dari
itu, pengidap dispepsia disarankan untuk mengelola stres sebaik mungkin untuk meredakan
gejala yang muncul.

5. Hindari Berbaring setelah Makan


Kebiasaan berbaring setelah makan diketahui dapat memperburuk gejala dispepsia. Hal
ini dikarenakan berbaring tepat setelah mengonsumsi makanan dapat menekan lambung yang
memicu naiknya asam lambung. Anda disarankan untuk menunggu kurang lebih 3 jam setelah
makan sebelum tidur atau berbaring.

 Komplikasi Dispepsia

Bila tidak segera ditangani, dispepsia berisiko menimbulkan masalah kesehatan yang lebih
serius. Beberapa komplikasi dispepsia adalah sebagai berikut:
 Ulkus peptikum.
 Anemia.
 Kanker esofagus.
 Peradangan pada faring dan laring.

14
BAB IV
(REFLEKSI)

4.1 Deksripsi Peristiwa


Kegiatan Hands Off di RS Budi Kemuliaan dimulai pada hari Senin, 29 Januari 2024 –
Sabtu, 03 Februari 2024. Selama tim saya menjalankan kegiatan hands off ini, Tim saya
mendapat banyak ilmu dari kakak kakak petugas medis di IGD yang ada di RS Budi
Kemuliaan, sebagaimana melakukan anamnesa pada pasien, bagaimana melakukan komunikasi
dengan pasien dan bagaimana pemilihan pasien melalui Triase di IGD lantai 1 tempat dimana
saya menjalankan kegiatan hands off.
Pada tanggal 29 Januari 2024, kegiatan hands off hari pertama di RS Budi Kemuliaan
bagian IGD tepatnya pukul 13:30, Nn, F datang menggunakan mobil dengan keadaan tidak
sadarkan diri (pingsan) dengan posisi trendlenburg di dalam mobil. Disaat itu juga di cek
saturasi oksigennya dan nadi Nn, F tersebut dicoba untuk dibangunkan tetapi tidak merespon
sama sekali. Kemudian Nn, F dipindahkan dan menggunakan bangsal ke ruangan bedah.
Sesampainya di ruangan bedah, Bidan dan perawat dan dokter melakukan pelayanan secara
simultan dengaa anamesa dan pemeriksaan fisik dari hasil anamnesa dari kerabat pasien
mengatakan pasien tersebut 1 minggu yang lalu baru pulih dari tipes dan mempunyai asam
lambung Nn, F baru mengkomsumsi 2 buah gorengan pada pukul 11:00 dan belum makan nasi
sama sekali. Tidak lama dari situ Nn, F mengeluh kepada temannya bahwa Nn F sesak nafas
dan nyeri pada ulu hati kemudian tidak sadarkan diri (pingsan). Nn, F sadar mengaku
sebelumnya sedang berdebat dikantor tiba tiba merasa sesak nafas lalu pingsan.

4.2 Pikiran Dan Perasaan


Dihari pertama tim saya melaksanakan Hands off di RS Budi Kemuliaan tim saya
merasa gugup dan khawatir. Tim saya takut melakukan kesalahan yang membuat kakak kakak
marah. Akan tetapi setelah dilakukannya hands off hari pertama perasaan gugup dan khawatir
hilang dan terlewati dengan cukup lancar, walaupun tim saya juga banyak melakukan kesalahan
akan tetapi tim saya mempelajari dari kesalahan tersebut, Dihari selanjutnya tim saya merasa
sudah nyaman dan nyaman untuk melakukan kegiatan hands off di RS Budi Kemuliaan.

15
4.3 Analisis
Kasus ini mengalami beberapa masalah yaitu proses pemasangan oksigen pada pasien
Nn, F menggunakan oksigen nasal kanul 1L/M yaitu memasangkan selang oksigen ke
humidifier kemudian selang dipasangkan ke hidung. Nn,F di diagnosa dypepsia kemudian
pasien merasakan sesak dan nyeri di uluhati. Hal ini menyebabkan pertolongan pemasangan
oksigen dilakukan dengan bantuan nasal kanul.
Asuhan dalam kasus juga sudah sesuai dengan diagnosis Nn, F dan untuk kasus ini
kontribusi tim saya yaitu melakukan pelayanan kebidanan Nn, F dari mulai kebutuhan
mobilisasi dan pemberian oksigen.

4.4 Evaluasi
1. Nn, F bersedia dipasangkan oksigen dengan keadaan sesak, namun keadaan Nn , F
menunjukkan kondisi yang menurun, sehingga petugas medis. mengintruksikan agar
dipasangkan oksigen
2. Nn, F bersedia untuk dipasangkan oksigen.
3. Setelah pernafsan Nn, F membaik pasien boleh dipulangkan.

4.5 Sintesis
Ketika saya melaksanakan Hands Off di RS Budi Kemuliaan tepatnya di bagian IGD,
banyak hal baru dan ilmu yang belum pernah kita pelajari di kampus, seperti bagaimana
melakukan pemasangan oksigen pada pasien sesak dan bagaimana cara berkomunikasi dengan
pasien yang baik dan benar di lahan kerja IGD dan bagaimana alur pemeriksaan triase di IGD
yang dilakukan dari pemeriksaan hingga selesai

4.6 Perencanaan Tindakan


Ketika tim saya menjalankan Hands off atau Observasi di RS Budi Kemuliaan, banyak
hal seru yang belum kita ketahui. Dan kami berharap di hands off yang akan datang, tim saya
bisa lebih banyak mendapatkan ilmu yang belum kami ketahui dan agar kami bisa
mengimplementasikannya suatu saat nanti ketika kita menjadi seorang bidan.

16
BAB V
(PENUTUP)

Kesimpulan :
Kebijakan "hands off" di IGD RS Budi Kemuliaan memprioritaskan privasi dan
keamanan pasien dengan mengurangi kontak fisik yang tidak perlu. Pendekatan ini
bertujuan untuk mengurangi risiko infeksi silang antara pasien dan staf medis, yang
menjadi sangat penting dalam lingkungan IGD yang rentan terhadap penyebaran
penyakit. Selain itu, dengan mengurangi interaksi fisik yang tidak perlu, kebijakan ini
juga meningkatkan rasa percaya diri dan kenyamanan pasien dalam situasi yang
seringkali penuh stres dan cemas.
Meskipun demikian, implementasi kebijakan "hands off" juga menghadirkan
beberapa tantangan. Pengurangan interaksi fisik antara pasien dan staf medis dapat
menghambat pemantauan dan evaluasi kondisi pasien secara langsung. Hal ini menuntut
peningkatan komunikasi dan koordinasi antara tim medis untuk memastikan bahwa
respons terhadap kondisi darurat atau perubahan mendadak dalam kondisi pasien tetap
cepat dan efektif. Dengan demikian, kesuksesan kebijakan "hands off" bergantung pada
keseimbangan yang baik antara privasi pasien dan kebutuhan akan pemantauan dan
intervensi medis yang tepat waktu.

Saran :
Kegiatan hands off/observasi ini sudah sangat baik menurut saya, mungkin
kegiatan ini bisa rutin dilakukan setiap semesternya untuk menambah pengetahuan dan
skill mahasiswa bagaimana terjun langsung ke lapangan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. dan Gunawan, J. 2012. Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Divisi Gastroenterologi, 39(9).
Ambarwati, A. S. 2005. "Gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres, serta strategi coping
pada penderita dispensia fungsional" (Tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Retreved
Mei 19, 2015, Available from lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=97051
Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M. 2013. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Depresi
pada Penderita Dispepsia Fungsional.
Retreved Mei 19, 2015.https://ml.scribd.com/doc/210276959/JURNAL
Cahyanto, M.E., Ratnasari, N., Siswanto, A. 2014. Gejala depresi dan kualitas hidup pada
pasien dispepsia fungsional. J Med SSccii, 46(2):88-93. Cano.
Muttaqin, Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta
Pusat: Salemba Medika.

18
LAMPIRAN:

19
20

Anda mungkin juga menyukai