Anda di halaman 1dari 9

Konservasu​ 2020 TJOEK

1. Standart Audit ​>> Gigih yakena


PP 70 2009
Bagian keempat Konservasi Dalam Pemanaatan Energi
Pasal 12 ayat 2
Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang
menggunakan sumber energi danlatau energi lebih
besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton
minyak per tahun wajib melakukan konservasi energi
melalui manajemen energi.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi​ Dalam upaya
memberikan arahan penghematan energi yang lebih terpadu, Peraturan ini dikeluarkan untuk
mengatur mengenai pelaksanaan Manajemen Energi, yang secara khusus diwajibkan bagi para
pengguna sumber energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6.000 toe
per tahun. Sedangkan pengguna energi di bawah 6.000 toe (Ton Oil Equivalent), tetap
dianjurkan untuk melaksanakan Manajemen Energi (atau penghematan energi). Lihat Lampiran
A.3 untuk detail peraturan ini

Bab IV
Standar dan Label Pasal 15
Ayat 1​ Penerapan teknologi yang efisien energi dilakukan
melalui penetapan dan pemberlakuan standar kinerja
energi pada peralatan pemanfaat energi

Pasal 16
Ayat 2​ Pencantuman label tingkat efisiensi energi dilakukan
oleh produsen dan importir peralatm pemanfaat energi
pada peralatan pemanfaat energi secara bertahap sesuai
tata cara labelisasi.

========================================================================
Audit energi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sebuah proses untuk mengevaluasi
di mana sebuah bangunan atau plant yang menggunakan energi, dan mengidentifikasi peluang
untuk mengurangi konsumsi[2]. Pelaksanaan audit energi dapat dikelompokkan dalam
beberapa metode.
Klasifikasi audit terdiri dari:
a. Survei Energi (Energy Survey or Walk Through Audit)
Sering disebut mini audit. Audit yang dilakukan secara sederhana, tanpa penghitungan yang
rinci, hanya melakukan analisa sederhana. Umumnya fokus dari audit ini adalah pada bidang
perawatan dan penghematan yang tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Biasanya
auditor bukan seseorang yang profesional dalam bidang audit energi.
b. Audit Energi Awal (Preliminary Energy Audit)
Tujuan dari audit energi awal adalah untuk mengukur produktifitas dan efisiensi penggunaan
energi dan mengidentifikasi kemungkinan penghematan energi. Kegiatan audit energi awal
meliputi identifikasi gedung, analisa kondisi aktual, menghitung konsumsi energi, menghitung
pemborosan energi, dan beberapa usulan.
c. Audit Energi Rinci (Detailed Energy Audit or Full Audit)
Audit energi rinci adalah audit energi yang dilakukan dengan menggunakan alat - alat ukur yang
sengaja dipasang pada peralatan untuk mengetahui besarnya konsumsi energi. Biasanya
dilakukan oleh lembaga auditor yang profesional dalam jangka waktu tertentu. Pelaksanaan
audit didahului dengan analisa biaya audit energi, identifikasi gedung, analisa kondisi aktual,
dan menghitung semua konsumsi energi. Konsumsi energi ini meliputi energi primer, seperti
listrik dan bahan bakar, juga energi sekunder; seperti air, telepon, dan lain - lain. Selain itu,
melakukan penghitungan pemborosan energi, kesempatan konservasi energi, sampai beberapa
usulan untuk melakukan penghematan energi beserta dengan analisa dampak usulan tersebut.

Berdasarkan Pedoman Teknis Audit Energi Kementerian Perindustrian Tahun 2011,


prosedur yang digunakan untuk pelaksanaan perhitungan konsumsi energi listrik adalah:
a. Langkah 1
Perencanaan keseluruhan kegiatan audit yang akan dilakukan. Tindakan ini mencakup
penentuan tujuan audit, pembagian fasilitas obyek menjadi bagian pelaksanaan atau cost
center, pemilihan anggota tim audit serta pemberian tanggung jawab, dan pemilihan instrumen
yang diperlukan.
b. Langkah 2
Inisiasi pertemuan dan diskusi teknis dengan tim pendamping industri obyek.
c. Langkah 3
Pengamatan singkat lapangan (walk through survey) yang sekaligus dapat melakukan in house
training terhadap tim pendamping industri obyek.
d. Langkah 4
Pengumpulan data pemakaian energi dan data produksi yang diambilkan dari bagian atau cost
center tertentu (form data sheet, data historis, dan lain - lain). Jika diperlukan, dapat diadakan
uji coba sistem / peralatan untuk mendapatkan data tambahan mengenai unjuk kerja dari
peralatan khusus serta unit - unit atau cost center tertentu.
e. Langkah 5
Pengolahan data dan evaluasi awal untuk mendapatkan neraca energi, neraca massa,
intensitas energi serta mengidentifikasi peluang penghematan energi (PPE). Hasil identifikasi
PPE selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan daftar PPE berdasarkan besaran penghematan
yang mungkin diperoleh.
f. Langkah 6
Presentasi dan diskusi dengan tim pendamping industri obyek terhadap berbagai temuan dan
hasil daftar PPE awal yang diperoleh. Langkah ini dilakukan sekaligus untuk melakukan
klarifikasi berbagai data dan informasi sehingga pada saat pelaksanaan analisis rinci dilakukan
dengan basis data dan informasi yang benar dan juga dapat diterima oleh kedua pihak.
g. Langkah 7
Melakukan evaluasi dan analisis rinci terhadap PPE yang diperoleh.
h. Langkah 8
Menyusun laporan audit energi mencakup berbagai rekomendasi PPE dan manajemen energi
yang disampaikan kepada industri obyek.

Parameter yang diukur akan disesuaikan dengan standar yang berlaku. Untuk Intensitas
Konsumsi Energi menggunakan standar yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 2004. Untuk standar ketidakseimbangan arus dan tegangan tiga fasa
menggunakan standar yang dikeluarkan oleh ANSI (American National Standards Institute).
Sedangkan standar denda KVArh berdasarkan pada standar yang ditetapkan dalam ​PERMEN
ESDM Nomor 07 tahun 2010.

5.3 Intensitas Konsumsi Energi Indikator utama penghematan energi di sebuah gedung
umumnya menggunakan Intensitas Konsumsi Energi (IKE). IKE menunjukkan besarnya
konsumsi energi (kWh) per meter persegi (m2) setiap bulan. Angka IKE (kWh/m2/bulan)
diperoleh dengan membagi jumlah kWh penggunaan listrik selama sebulan dengan luas
bangunan yang digunakan. Untuk perhitungan IKE yang direkomendasikan melalui​ Permen
ESDM No.13 Tahun 2012​ dapat dilihat pada bagian Monitoring dalam Panduan ini.
Selanjutnya, nilai IKE yang dihasilkan akan menentukan apakah sebuah bangunan tergolong
sangat efisien, efisien, cukup efisien dan boros, seperti tabel di bawah ini :

Standar IKE yang digunakan sebagai rujukan tingkat penggunaan energi gedung dapat
berbeda-beda, dipengaruhi oleh pendekatan analisa dan sampel gedung yang diambil dalam
proses perumusan standar tersebut. Nilai IKE juga bersifat dinamis dan sewaktuwaktu dapat
berubah (berdasarkan hasil penelitian terbaru) mengikuti perkembangan teknologi peralatan
hemat energi dan mengikuti tingkat kesadaran hemat energi pegawai (pengguna gedung).
Berikut adalah contoh Intensitas Konsumsi Energi (rata-rata) untuk Gedung Kantor dari
berbagai sumber:

Tabel 2. 1 Standar IKE berdasarkan penelitian ASEAN - USAID[3] .................... 9

Intensitas Konsumsi Energi (IKE) sangat diperlukan dalam perhitungan untuk mengetahui
tingkat efisiensi energi suatu gedung. Untuk mengetahui tingkat efisiensi energi dapat dilakukan
dengan membandingkan IKE gedung dengan standar yang telah ditetapkan di Indonesia.
Secara sederhana, IKE dapat dituliskan dalam Persamaan (2.1).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ASEAN – USAID pada tahun 1992 diperoleh
standar IKE untuk bangunan komersial seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2. 2 Standar IKE pada gedung yang direkomendasikan ............................. 10


Dalam menghitung besarnya IKE listrik pada gedung, ada beberapa istilah yang digunakan
antara lain IKE listrik per satuan luas total gedung yang dikondisikan (netto), yaitu l​uas total
ruang yang menggunakan AC dan IKE listrik per satuan luas kotor (gross) gedung​, yaitu
luas total ruang gedung yang dikondisikan (ruang yang menggunakan AC) ditambah dengan
luas total ruang gedung yang tidak dikondisikan (tanpa AC). Sebagai pedoman, nilai standar
IKE untuk bangunan di Indonesia telah ditetapkan dalam pedoman pelaksanaan konservasi
energi listrik dan pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia seperti pada tabel 2.2.

2 . Hitungan penghematan AC dan lampu


Jawab :
Wis nganti njebluk, wis khatam TA, mase lulus ora ? nek ra lulus kepruki

3. Matrik management
Jawab :
4. Unbalance
Jawab :
Teori Lengkap ada Pada Makalah TA Mas Alif

PARAMETER KHUSUS DLM AUDIT ENERGI LISTRIK ( KUALITAS KELISTRIKAN )

◦ TEGANGAN DAN UNBALANCE TEGANGAN

Ketidakseimbangan tegangan didefinisikan sebagai nilai penyimpangan maksimum dari


rata-rata tegangan atau arus tiga fasa, dibagi dengan rata-rata tegangan atau arus tiga fase
yang dinyatakan dalam persen.

Penyebab utama terjadinya ketidak seimbangan tegangan dibawah 2% adalah beban 1 fasa
pada jaringan 3 fasa. Ketidakseimbangan tegangan juga bisa ditimbulkan karena ​fuse
blown di salah satu fasa kapasitor bank. Ketidakseimbangan tegangan yang parah (lebih
dari​ 5%​) dapat diakibatkan oleh kondisi ​single-phasing​[5].

Saat sekring putus (Fuse Blown), filamen logam di dalam sekring telah terbakar, artinya Anda harus
mengganti sekring dengan yang baru.

Ketika ketiga phase sudah berjalan akan terus jalan walaupun salah satu dari ketiga line
tersebut terputus. Kehilangan satu phase supply ini yang disebut SINGLE PHASING.
Rumus

maksimum deviasi dari tegangan rata−rata


%V unbalance = tegangan rata−rata

Kurva hubungan persentase ketidakseimbangan tegangan dengan derating factor

Maka dari itu untuk tetap menjaga kondisi motor agar tidak rusak, pengoperasian motor harus
disesuaikan daya keluarannya (derating) dengan nilai ketidakseimbangan tegangan, grafik
derating factor​ seperti ditunjukan pada Gambar 2.1. Tidak dianjurkan mengoperasikan
motor dalam kondisi ketidakseimbangan tegangan lebih dari 5%[8].

◦ ARUS DAN UNBALANCE ARUS

Ketidakseimbangan beban atau arus adalah nilai ketidakseimbangan arus yang mengalir
antar fasa. Besar ketidakseimbangan ini menunjukkan ketidakseimbangan beban tiap fasa.

Akibat dari ketidakseimbangan ini akan ​menyebabkan adanya arus mengalir pada titik
netral. Arus netral mengakibatkan terjadinya beda tegangan antara titik netral dengan ground
(ground) efektif memilki nilai nol, selain itu dengan mengalirnya arus pada titik netral maka
reference tegangan pada titik netral tidak terpenuhi sehingga ​menyebabkan tegangan fasa
ke netral turun.

Rumus Unbalance Arus

maksimum deviasi dari arus rata−rata


%I unbalance = arus rata−rata

Adapun ​ciri-ciri ​beban atau arus yang ​seimbang​ adalah:


1) Ketiga vektor arus/ tegangan adalah sama besar.

2) Ketiga vektor dari fase tersebut membentuk ​sudut 120º​ Sedangkan yang dimaksud
dengan keadaan tidak seimbang adalah keadaan di mana salah satu atau kedua syarat
keadaan seimbang tidak terpenuhi.

Kemungkinan keadaan ​tidak seimbang​ ada 3 yaitu:

1) Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.

2) Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama lain.

3) Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu sama lain.

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) diatas menunjukkan pada kondisi arus seimbang hasil penjumlahan vektor IR,
IS, dan IT sama dengan nol, sehingga tidak ada arus yang mengalir pada titik netral[6].
Sedangkan pada Gambar 2.2 (b) menunjukkan vektor diagram arus yang tidak seimbang. Disini
terlihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arus IR, IS, IT tidak sama dengan nol, sehingga
muncul sebuah besaran yaitu arus netral (IN) yang besarnya bergantung dari seberapa besar
faktor ketidakseimbangannya.

Anda mungkin juga menyukai