Anda di halaman 1dari 3

1.

Chairul tanjung
Dikenal sebagai salah satu sosok penting di balik kerajaan bisnis CT Corp. Berbagai anak perusahaan
seperti Trans Corp, Bank Mega, hingga CT Global Resources pun berada di bawah perusahaan
konglomerasi miliknya tersebut. Dengan keadaan ekonomi yang belum dapat dikatakan berkecukupan,
Chairul masih tetap dapat menempuh pendidikan dengan baik. Pada masa kecilnya, Chairul mengenyam
pendidikan SD dan SMP Van Lith di wilayah Gunung Sahari. Setelah itu, pada 1981 ia melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Jakarta atau yang biasa dikenal dengan SMA Boedi Oetomo di Jakarta
Pusat.
Setelah lulus bangku SMA, Chairul langsung memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
Universitas, memilih Jurusan Kedokteran Gigi di Universitas Indonesia dan lulus pada 1987. Sembari
berkuliah, dia mulai mencoba bisnis kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhannya mulai dari berjualan
buku kuliah di kampus, kaos, hingga fotokopi.

Chairul Tanjung pertama kali menjalani dunia bisnis dengan serius adalah ketika ia merintis sebuah toko
yang menjual peralatan kedokteran dan laboratorium. Toko tersebut didirikan di wilayah Senen, Jakarta
Pusat, tapi sayangnya harus mengalami kebangkrutan.
Setelah gagal pada usaha tersebut, Chairul bersama beberapa rekannya memulai bisnis baru di bidang
ekspor sepatu anak–anak yang dinaungi sebuah perusahaan yang bernama PT Pariarti Shindutama.
Mereka bermodalkan 150 juta rupiah hasil pinjaman dari sebuah bank, usahanya tersebut terbilang sukses
karena langsung mendapatkan pesanan jumlah besar dari Italia. Namun pada akhirnya, terjadi perbedaan
pendapat dan lain hal. Chairul pun memutuskan untuk berpisah dengan ketiga rekannya yang selama ini
sudah membangun bisnis bersama tersebut dan mulai membangun usahanya sendiri.

Dengan keahlian yang dimilikinya dan luasnya relasi, Chairul kemudian mendirikan Para Group yang
memiliki sebuah perusahaan ‘payung’ bernama Para Inti Holdindo. Dalam menjalankan usahanya,
Chairul lebih gemar melakukan akuisisi terhadap perusahaan – perusahaan lain dibanding membangunnya
dari awal. Salah satu akuisisi dari Chairul yang paling terkenal adalah Bank Karman yang kemudian
diubah namanya menjadi Bank Mega.
Selain itu, ia juga membeli sebagian besar saham dari Carefour Indonesia sebesar 40% melalui
perusahaannya yang bernama Trans Corp. Pembelian itu diresmikan pada bulan Maret 2010. Berselang
satu tahun kemudian,, Chairul merubah nama Para Group menjadi CT Corp yang dikenal sekarang ini.
CT Corp sendiri terdiri dari tiga perusahaan anak yaitu Mega Corp, CT Global Resources, dan Trans Corp
atau Trans TV.

Melalui kekayaan yang diperoleh dari tiga sektor utama yaitu pemberian kartu kredit (Bank Mega),
pengelolaan hypermart (Carrefour dan TransMart), serta stasiun televisi (Trans TV dan Trans7) membuat
nama Chairul Tanjung terdengar ke seluruh pelosok nusantara. Walaupun mengalami naik turun jumlah
kekayaan, nama Chairul Tanjung masih tetap bertengger di jajaran orang terkaya Indonesia, bahkan
dunia. Melihat perjalanan hidup dan karir dari seorang Chairul Tanjung mungkin dapat membuat kita
menyadari bahwa tak ada sukses yang bisa didapatkan secara instan. Hal ini pawtinya bisa dijadikan
sebagai motivasi. Chairul terus berjuang dan bangkit di setiap kegagalan – kegagalan yang ia alami untuk
mewujudkan mimpinya hingga menjadi orang yang seperti sekarang ini.
2. William tanuwijaya
Tokopedia saat ini menjadi salah satu platform penjualan online yang terkemuka di Indonesia.
William Tanuwijaya, Pria kelahiran Pematang Siantar, merupakan salah satu pendiri dri
Tokopedia.
Dia menceritakan saat ini Tokopedia sudah berdiri selama 11 tahun dan perjalanannya tidak
mulus. "Saya selalu menganggap diri saya pengusaha karena kecelakaan, jadi entrepreneur by
accident," katanya.

William menceritakan saat ia lulus SMA dia berupaya memiliki kehidupan yang lebih baik
dibandingkan keluarganya. Dia percaya kehidupan yang baik dimulai dari pendidikan yang baik
pula. Pada periode 1999 satu tahun setelah krisis moneter, banyak orang yang menghindari
datang ke Jakarta. Namun saat itu William sangat berharap bisa merantau dan tinggal di Jakarta.
Saat itu belum ada online travel agent, sehingga untuk ke Jakarta dia menggunakan kapal laut
selama 4 hari tiga malam dari Belawan ke Tanjung Priok. Kemudian dia kuliah di sebuah
Universitas Swasta di Jakarta. Pada saat menjalani perkuliahan semester II, sang ayah sakit. Saat
itu dia memiliki pilihan jika ingin tetap kuliah maka dia harus mencari nafkah sendiri atau
pulang ke kampung halaman. Akhirnya William memutuskan memilih untuk bertahan di Jakarta,
namun karena minim pengalaman tidak banyak yang bisa dia kerjakan.
Hingga akhirnya dia menjadi penjaga warnet. "Saya coba melamar jadi operator warnet untuk
jam 9 malam- 9 pagi. Di sana saya bisa menikmati internet gratis saat internet masih mahal. Saya
mulai jatuh cinta kepada internet, internet buat saya perpustakaan tanpa ujung," jelas dia.
Dia menyebutkan, dengan internet dia bisa belajar banyak hal secara otodidak. Kemudian saat
lulus dia bercita-cita untuk bekerja di Google tapi saat itu perusahaan tersebut belum memiliki
kantor di Jakarta.

William kemudian memiliki ide untuk membangun Tokopedia pada tahun 2007. Saat itu dia
membangun karena terinspirasi dari permasalahan yang dekat dengan dirinya. Contohnya sejak
kecil dia kesulitan mendapatkan buku di kampung halamannya. "Dulu tidak ada Gramedia, kalau
mau harus ke kota medan dulu menempuh 3 jam perjalanan. Indonesia punya masalah
ketimpangan makin kecil tempat kita tinggal harganya makin mahal. Dari dua masalah itu saya
ingin menyelesaikan ketimpangan," jelasnya.
Model bisnis yang ditawarkan Tokopedia adalah menghubungkan antara penjual dan pembeli
dengan aman, nyaman dan praktis. Tokopedia memberikan rasa aman kepada pembeli dan
penjual, sehingga bisnis ini dapat meminimalkan angka kriminalitas di bisnis online. William
Tanuwijaya sempat sharing bahwa saat awal mendirikan Tokopedia, Beliau banyak diremehkan
orang.  Banyak orang yang menolak ide bisnis yang disodorkan William Tanuwijaya. Modal
pertamanya dijalankan dengan cara mencari modal sendiri dan suntikan dana dari bos. 

 
Dengan modal seadanya, Tokopedia berjalan dengan usaha yang maksimal.Tak lama investor
mulai berdatangan, salah satunya East Ventures. Sejak tahun 2010, Tokopedia selalu mendapat
investasi dari asing, seperti East Ventures (pada 2010), CyberAgent Ventures (2011), Beenos
(2012), dan SoftBank (2013).

William menyampaikan dia juga mempelajari dari Google dan Facebook untuk mencari
pemodal. Namun dia gagal selama 2 tahun. Kegagalannya dalam mencari pemodal itu justru
membawa tujuan hidupnya.

Kemudian Tokopedia pun berdiri dan secara perlahan tapi pasti bisa melayani jutaan masyarakat
Indonesia. Menurutnya, Tokopedia memiliki filosofi semua orang memiliki ketulusan sehingga
bisa fokus untuk melayani.

"Kegagalan itu adalah proses belajar, kegagalan menjadi pemacu dan karena di Tokopedia sadar
momen kegagalan dan semangat pola pikir harus ditanamkan ke seluruh orang yang bergabung
di Tokopedia," jelas dia.

Anda mungkin juga menyukai