Anda di halaman 1dari 10

PELESTARIAN KESENIAN KUDA LUMPING DI PAGUYUBAN ”WIRA

WIRI WARAS” DESA PUJODADI, PARDASUKA

Melia Fitriana
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Pringsewu
melia.2019406405129@student.umpri.ac.id

Abstract

This study uses a qualitative approach with field research methods. Data collection techniques were
carried out by researchers using observation, interviews, and documentation techniques and data
analysis techniques using qualitative methods. One of the cultures in Indonesia that needs to be preserved
is the Art of Kuda Lumping. This Kuda Lumping art is known as Wira Wiri which was founded by Mbah
Kasan and chaired by Mr. Taufik Hidayat in August 2021 and inaugurated on 20 August 2021. The Kuda
Lumping art of Wira Wiri Waras, Pujodadi Village is shown at events such as circumcision events,
birthdays RI, or village birthdays and others that serve as entertainment.

Keywords: Art Preservation, Kuda Lumping, Wira Wiri Waras

Abstrak

Penelitian ini menggunakan pendekatan yaitu kualitatif dengan metode penelitian lapangan. Teknik
pengumpulan data dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi serta teknik analisis data menggunakan metode kualitatif. Kebudayaan di Indonesia yang
perlu di lestarikan salah satunya adalah Kesenian Kuda Lumping. Kesenian Kuda Lumping ini dikenal
dengan sebutan Wira Wiri yang didirikan oleh Mbah Kasan dan diketuai oleh Bapak Taufik Hidayat
pada bulan Agustus 2021 dan diresmikan pada tanggal 20 Agustus 2021. Kesenian Kuda Lumping Wira
Wiri Waras Desa Pujodadi dipertunjukkan di acara-acara seperti acara khitanan, HUT RI, atau
peringatan ulang tahun desa dan yang lainnya yang berfungsi sebagai hiburan.

Kata Kunci: Pelestarian Kesenian, Kuda Lumping, Wira Wiri Waras

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki kekayaan beranekaragam baik dari
suku bangsa, budaya dan juga seninya. Indonesia juga memiliki anekaragam kebudayaan yaitu,
seperti kebudayaan etnik dari daerah masing-masing dan kebudayaan yang telah dipengaruhi
oleh kebudayaan asing. Menurut Irhandayaningsih (2018: 26) menumbuhkan serta melestarikan
kesenian tradisional yang ada di daerah itu sangat penting dalam menciptakan kecintaan pada
budaya lokal sendiri. Jadi dari kebudayaan yang ada tersebut harus selalu dilestarikan dan
dikembangkan oleh generasi muda saat ini, tujuannya agar kebudayaan yang dimiliki Indonesia
tersebut dapat terpelihara, selalu terlihat dan dapat dipandang oleh negara lain bahwa betapa
banyaknya kesenian budaya yang masih dilestarikan dan dibudayakan oleh bangsa kita.

1
Salah satu bentuk kebudayaan, yaitu kesenian. Kesenian merupakan bagian dari
kebudayaan dan sebagai sarana untuk mengekspresikan keindahan dalam jiwa manusia. Terdapat
banyak sekali kesenian dari zaman dahulu yang masih tetap dilestarikan, namun terdapat juga
kesenian yang hilang, karena tidak adanya generasi penerus yang mau untuk melestarikan
kebudayaannya sendiri. Menurut Kuswadi & Saepul (2014: 87) Kesenian merupakan bagian dari
kebudayaan dan sarana untuk mengekspresikan keindahan dalam jiwa manusia. Ada berbagai
bentuk kesenian daerah yang tersebar di seluruh daerah di negara Indonesia. Kesenian-kesenian
daerah yang tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya di daerah Jawa adalah kuda lumping,
sisingaan, angklung, wayang golek, kuda renggong, dan lain-lain. Bentuk kesenian-kesenian
tersebut merupakan warisan budaya dari para leluhur bangsa Indonesia.

Kuda lumping merupakan salah satu kesenian yang terdiri dari seni tari yang dimainkan
dengan properti seperti kuda tiruan. Kuda tiruan tersebut terbuat dari anyaman bambu atau bahan
yang lainnya yang ditambahi dengan hiasan rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di
kepang. Dari bentuk pembuatan kuda tiruan tersebut yang akhirnya oleh masyarakat Jawa sering
disebut jaran kepang. Kuda-kudaan tersebut pada awal mulanya dikenalkan oleh seorang pemain
dan dengan menunggangi seekor kuda serta diiringi oleh musik. Kesenian kuda lumping
biasanya menampilkan seperti adegan prajurit berkuda, dan juga terdapat beberapa pertunjukkan
kuda lumping yang menampilkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, contohnya
seperti atraksi makan beling dan kekebalan tubuh ketika dipecut. Peninggalan budaya kini
hampir dilupakan karena tidak dilestarikan dan diturunkan kepada generasi penerusnya dan
bahkan sekarang kesenian budaya juga mulai bersaing dengan ketat oleh masuknya kebudayaan
asing karena faktor teknologi yang semakin maju sehingga generasi penerus lebih tertarik kepada
perkembangan teknologi yang lebih maju.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian lapangan
(Field Research). Pendekatan lapangan (Field Research) merupakan salah satu metode
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan mendalam
tentang literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti. Hal ini sesuai
dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk menjelaskan bagaimana pelestarian kesenian kuda

2
lumping Wira Wiri Waras yang ada di desa Pujodadi. Dan populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh masyarakat desa Pujodadi, kecamatan Pardasuka. Sedangkan sampel yang digunakan
dalam penelitian adalah dipilih secara acak atau menggunakan random sampling. Subjek
penelitian terlibat penuh dalam kegiatan kesenian tersebut. Objek dalam penelitian ini adalah
pelestarian kesenian kuda lumping Wira Wiri Waras.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah observasi, wawancara
dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk melihat dan mengamati tentang pelestarian
kesenian kuda lumping Wira Wiri Waras. Sedangkan wawancara digunakan untuk menggali
informasi yang penting yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Menggunakan wawancara
semi terstruktur agar peneliti dapatmengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain di luar pedoman
wawancara yang telah ditentukan. Dan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang
berupa gambar atau foto. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang
akan menghasilkan data-data deskriptif. Waktu dan tempat penelitian dilakukan di Paguyuban
Seni Tari Kuda Kepang WIRA WIRI WARAS desa Pujodadi, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten
Pringsewu, yaitu pada tanggal 3 dan 5 Juni 2022.

3. PEMBAHASAN
Paguyuban seni tari kuda kepang Wira Wiri Waras di desa Pujodadi didirikan oleh Mbah
Kasan dan anggota yang lainnya pada bulan Agustus 2021 dan ditetapkan serta diresmikan pada
tanggal 20 Agustus 2021 oleh kepala pekon Pujodadi Bapak Muklis Sulistiyo. Saat ini
paguyuban seni Wira Wiri Waras diketui oleh Bapak Taufik Hidayat. Didirikannya kesenian
kuda lumping ini memang sengaja karena untuk melestarikan kesenian dan budaya yang ada di
desa ini agar tetap terjaga dan lestari, sehingga dapat terjaga dengan utuh sampai generasi-
generasi penerus selanjutnya. Selain untuk melestarikan agar tidak hilang begitu saja, tujuan dari
pendirian kesenian ini adalah untuk membelajarkan dan mengenalkannya kepada anak-anak dan
masyarakat lainnya sebagai penerus bangsa agar mereka juga dapat meneruskan kesenian kuda
lumping ini ke generasi berikutnya. Kuda lumping Wira Wiri Waras mengadakan dua kali
latihan dalam satu minggu, biasanya latihan diadakan di malam hari, yaitu malam Kamis dan
malam Minggu, Namun karena para penari kuda lumping sering berlatih dan sudah hafal gerakan
tariannya dan pola lantainya oleh sebab itu saat ini latihan jarang diadakan, dan biasanya
diadakan ketika akan pertunjukkan (hasil wawancara dengan Mbah Kasan, 03 Juni 2022).

3
Pada awal perkembangan kesenian kuda lumping Wira Wiri Waras Desa Pujodadi lebih
memfokuskan pada penambahan jumlah anggota yang saat ini jumlah anggota kesenian kuda
lumping Wira Wiri Waras berjumlah 30 orang atau anggota. Kesenian kuda lumping Wira Wiri
Waras di desa Pujodadi tidak hanya melakukan pertunjukan di daerah setempat saja, namun
dapat juga melakukan pertunjukan di luar daerah. Biasanya tarif untuk menyewa atau pemakaian
jasa kesenian kuda lumping untuk satu kali tampil yaitu sebesar Rp.2-4 juta. Kesenian kuda
lumping Wira Wiri Waras sudah banyak mengalami kemajuan pada perkembangannya karena
hal ini dapat dibuktikan dengan ada banyaknya tawaran pertunjukkan kesenian ini contohnya di
acara hajatan atau khitanan para warga serta mendapatkan piagam penghargaan paguyuban seni
dan budaya tradisional “Turonggo Cipto Manunggal” provinsi Lampung.

4
Jika zaman dahulu pertunjukan kuda lumping sering dipentaskan di desa-desa kecil yang
bertujuan untuk menghibur rakyat dan membangkitkan semangat masyarakat dalam terhadap
pasukan berkuda yang sedang menghadapi penjajah Belanda. Sedangkan pada saat ini,
pertunjukan kuda lumping lebih dipergunakan sebagai hiburan. Pertunjukan kuda lumping pada
saat ini juga sudah mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain,
yaitu sudah mengalami pengembangan yang dapat dilihat pada alat musik pengiring, tariannnya
dan juga pakaian serta aksesorisnya.

Kesenin kuda lumping di Paguyuban Seni Tari Kuda Kepang WIRA WIRI WARAS
memiliki perbedaan dengan kudang lumping di paguyuban yang lainnya. Paguyuban Seni Tari
Kuda Kepang WIRA WIRI WARAS telah mengikuti perkembangan zaman, misalnya dilihat
dari pakaian dan aksesoris yang digunakan oleh penari kuda lumping. Dari pakaian beragam dan
berwarna warni, ada yang polos dan juga ada yang bercorak. Dari segi aksesoris yang dipakai
juga lebih lengkap, seperti pengikat kepala, jarik, korset, selendang, kaus kaki, dan bunyi
kelintingan di kaki. Sedangkan para penari juga menggunakan make up yang cukup tebal, seperti
memakai bedak, blush on, pensil alis, dan lainnya

Dari segi tariannya dan atraksinya saat kesurupan, dari tariannya penari memiliki pola
lantai yang bermacam-macam, berpasang-pasangan, berputar, kearah kanan dan kiri, dan yang

5
lainnya. Penari kuda lumping biasanya anak laki-laki yang menggambarkan prajurit yang
menanggungi kuda, namun dalam paguyuban seni tari kuda kepang WIRA WIRI WARAS
terdapat 2 penari perempuan. Pada saat pertunjukkan kuda lumping dalam 1 grup yang tampil
terdiri dari 10-12 orang. Dari segi sesajen juga sudah lebih berkembang, seperti ada yang minta
untuk dipecut, memakan daging ayam hidup, minum air bunga, memakan dupa yang dibakar dan
arang, buah, bunga, dan yang paling penting adalah minyak serimpi, dan masih banyak lagi.

Pada saat ini alat musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan kesenian kuda
lumping adalah gong, kendang, demung, kenong, dan orgen tunggal. Sedangkan untuk

6
penyanyinya sendiri atau yang sering disebut sinden biasanya terdiri dari 2 orang dan jumlah
pemain musik ada 8 orang. Karena telah mengalami perkembangan, saat pertunjukan kuda
lumping yang mengiringi ditambah dengan orgen tunggal. Saat ini fungsi pertunjukan kuda
lumping lebih digunakan untuk penyambutan tamu, pertunjukan hiburan, acara khitanan, HUT
RI, atau peringatan ulang tahun desa. Pertunjukan kuda lumping juga dapat dilakukan di waktu
dan tempat mana saja, tidak seperti zaman dahulu.

Paguyuban seni tari kuda kepang Wira Wiri Waras di desa Pujodadi perlu terus
dilestarikan agar tetap ada keberadaannya dan tidak dapat digantikan oleh kebudayaan-
kebudayaan baru atau kebudayaan asing yang berasal dari luar negeri. Oleh sebab itu perlunya
upaya pelestarian dan pewarisan kesenian kuda lumping yang harus di lakukan dengan baik dan
berkelanjutan kepada generasi penerus. Pelestarian juga tidak dapat bertahan dan berkembang
jika tidak mendapat dukungan dari masyarakat luas. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk pelestarian kesenian kuda lumping Wira Wiri Waras adalah:

1. Aparat Pemerintah

a. Mempromosikan dan menghimbau agar masyarakat di desa Banjaranyar agar menggunakan


kesenian kuda lumping yang ada di desa ini bila mana akan mengadakan hiburan di acara hajatan
mereka.

7
b. Memberikan bantuan pemikiran atau dana yang dapat mendukung kemajuan kesenian kuda
lumping.

c. Mengadakan pertemuan dengan para seniman dan budayawan untuk membahas tentang
perkembangan kesenian

2. Masyarakat

a. Selalu mendukung aktifitas kesenian kuda lumping

b. Selalu menggunakan jasa kesenian kuda lumping di desa ini bila akan menampilkan kuda
lumping di hajatan mereka (Kuswandi & Saepul (2014: 92).

4. SIMPULAN
Paguyuban Seni Tari Kuda Kepang WIRA WIRI WARAS didirikan oleh Mbah Kasan dan
diketuai oleh Taufik Hidayat dan diresmikan pada tanggal 20 Agustus 2021. Kesenian kuda
kepang ini telah mengalami perkembangan dari segi pakaian dan aksesoris, gerakan dan pola
lantai tarian, dan alat music pengiringnya yang ditambah dengan orgen tunggal. Kesenian ini
bertujuan untuk melestarikan kesenian dan budaya yang ada di desa Pujodadi agar tetap terjaga
dan lestari, sehingga dapat terjaga dengan utuh sampai generasi-generasi penerus selanjutnya.
Pada saat ini pertunjukkan kuda lumping lebih digunakan sebagai penyambutan tamu,
pertunjukan hiburan, acara khitanan, HUT RI, atau peringatan ulang tahun desa.

DAFTAR PUSTAKA

Harto, Dexter. 2016. Artikel Kesenian Daerah Di Indonesia Lengkap. Teacher Homeschooling.
Artikel Pendidikan.

Irhandayaningsih, Ana. 2018. Pelestarian Kesenian Tradisional Sebagai Upaya Dalam


Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang.
Jurnal Pendidikan UNDIP. 2 (1), 19-27.

Kuswandi & Saepul. 2014. Kesenian Kuda Lumping Di Desa Banjaranyar Kecamatan Banjarsari
Kabupaten Ciamis. Jurnal Artefak, 2 (1), 87-94.

8
Rachmawati, Sofia & Hartono. 2019. Kesenian Kuda Lumping Di Paguyuban Genjring Kuda
Lumping Sokoaji: Kajian Enkulturasi Budaya, Jurnal Seni Tari, 8 (1), 59-68.

LAMPIRAN

9
Daftar Wawancara :

1. Wawancara dengan Mbah Kasan pada Tanggal 03 Juni 2022 di Paguyuban Seni Tari Kuda
Kepang WIRA WIRI WARAS desa Pujodadi, Kecamatan Pardasuka, kabupaten Pringsewu.

10

Anda mungkin juga menyukai