Anda di halaman 1dari 14

RISET ILUSTRASI I

KARAPAN SAPI : BUDAYA YANG


DILESTARIKAN DALAM WARNA DAN GRAFIS
KELAS B DKV SEMESTER III 2023/2024
KELOMPOK II

Dosen Pengampu :
Sayid Mataram, S.Sn.,M.Sn.

Penyusun :
Alfiyah Yasmin (C0722008)
Argaventa Aryadharma (C0722022)
Elsa Pertama Putri (C0722051)
Raina Putri Avianny. (C0722121)
Rasendria Kejora (C0722125)
Roihan Nadhi S (C0722131)
Shafira Fildzah Khairana (C0722138)
Tabita Firsta Setiawan (C0722146)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Jalan Ir. Sutami Nomor 36A Kentingan Surakarta 57126
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmatnya
sehingga kami, dengan penuh rasa syukur serta kesehatan yang telah dilimpahkan, dapat
menyelesaikan Makalah Riset Ilustrasi secara bersama-sama untuk Mata Kuliah Ilustrasi
dengan baik dan tepat waktu. Tugas yang telah kami kerjakan berjudul Karapan Sapi :
Budaya Yang Dilestarikan dalam Warna dan Grafis, bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai budaya yang telah kami pilih. Diharapkan apa yang telah kami tuangkan dalam
makalah kali ini dapat memberikan ilmu baru ataupun menambah ilmu para pembaca
sekalian, agar apa yang telah kami susun dapat memberi manfaat ke khalayak banyak. Kami
juga memohon maaf jika apa yang kami sampaikan jauh dari ekspektasi para pembaca
sekalian.

Maka dari itu, kami sangat mengharapkan timbal baik dari pembaca, baik itu saran
maupun kritik sebagai pembelajaran untuk kami kedepannya. Kami juga ingin mengucapkan
segenap terima kasih, kepada Bapak Dosen Ilustrasi, yang telah membantu kami untuk
bergerak sejauh ini. Serta kepada seluruh pihak yang telah ikut serta dalam pembuatan
makalah ini. Atas perhatian serta waktu yang telah diluangkan untuk makalah ini, kami
ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Tentang Karapan Sapi

2.2 Karapan Sapi Tempo Dulu

2.3 Karapan Sapi Sekarang

2.4 Pelaksanaan Karapan Sapi

2.5 Geografis Tradisi Karapan Sapi

2.6 Demografis Tradisi Karapan Sapi

2.7 Budaya Kita : Asal-Usul Karapan Sapi

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I :
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Madura adalah sebuah pulau kecil di Indonesia yang memiliki budaya yang sangat
kaya dan beragam. Salah satu aspek penting dari budaya Madura adalah tradisi karapan
sapi. Karapan sapi adalah olahraga tradisional yang telah ada di Madura selama
berabad-abad. Tradisi ini bukan hanya sekadar sebuah balapan kerbau, tetapi juga
mencakup elemen seni dan budaya yang kaya. Dalam beberapa dekade terakhir, Karapan
Sapi telah menjadi daya tarik budaya yang semakin mendunia, menarik perhatian tidak
hanya masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Salah satu
aspek menarik dari Karapan Sapi adalah cara bagaimana budaya ini dilestarikan melalui
seni visual, termasuk lukisan dan grafis dan warna. Warna sapi sering menjadi faktor
penting dalam karapan sapi. Sebagian besar sapi yang digunakan dalam perlombaan ini
memiliki warna khusus yang dianggap membawa keberuntungan atau memiliki nilai
estetika tertentu. Misalnya, sapi dengan warna putih sering dianggap sebagai simbol
kesucian dan keramahan, sementara sapi dengan warna hitam atau merah mungkin
dianggap lebih gagah.
Seniman lokal dan internasional telah mulai mengambil minat dalam menggambarkan
keindahan dan kegembiraan yang terkandung dalam Karapan Sapi melalui karya-karya
seni mereka. Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi bagaimana warna dan grafis
telah menjadi sarana untuk melestarikan dan mempromosikan tradisi ini, serta bagaimana
mereka telah membantu mengangkat Karapan Sapi menjadi sebuah ikon budaya yang
dihargai secara global. Melalui makalah ini, kita akan menjelajahi bagaimana Karapan
Sapi tidak hanya menjadi sebuah even olahraga lokal, tetapi juga sebuah ekspresi seni dan
budaya yang mendalam, dan bagaimana seni visual dan grafis telah memainkan peran
penting dalam melestarikannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana media warna dan grafis seperti poster dan infografis digunakan
untuk melestarikan dan mengkomunikasikan budaya Karapan Sapi?
1.2.2 Bagaimana efektivitas media warna dan grafis dalam menciptakan kesadaran
publik tentang pentingnya pelestarian budaya Karapan Sapi?
1.2.3 Apa tantangan utama yang dihadapi dalam mengadaptasi budaya tradisional
seperti Karapan Sapi ke dalam bentuk media warna dan grafis yang modern?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana media warna dan grafis seperti poster dan
infografis digunakan untuk melestarikan dan mengkomunikasikan budaya Karapan
Sapi.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana efektivitas media warna dan grafis dalam
menciptakan kesadaran publik tentang pentingnya pelestarian budaya Karapan Sapi.
1.2.3 Untuk mengetahui apa tantangan utama yang dihadapi dalam mengadaptasi
budaya tradisional seperti Karapan Sapi ke dalam bentuk media warna dan grafis yang
modern.

BAB II :
PEMBAHASAN

2.1 Tentang Karapan Sapi


Karapan sapi (Madura: Kerrabhân sapè) merupakan istilah untuk menyebut
perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada
perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki
berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat
melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100
meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit.
Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan
September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau
Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir
Presiden. Pada bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti
nama menjadi Piala Gubernur.
Awal mula kerapan sapi dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang
subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata
pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus
digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.
Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi
(Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan
menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat Madura dengan
sebutan "nanggala" atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal
diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk
membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah
mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi
karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya
setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului dengan mengarak
pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen.

2.2 Karapan Sapi Tempo Dulu

Sunting terdapat ubo rampe dan ritual sebelum pelaksanaan unuk memohon
keselamatan diiringi musik saronen menggunakan sapi-sapi dengan badan berukuran
besar. Tiap sapi dihias semeriah mungkin, Keleles dengan ukiran kayu yang indah,
bendera umbul-umbul, hingga payung.

Tiap kelompok karapan sapi dijaga oleh seorang Penjagheh yang bertugas
menjaga keselamatan sapi supaya terhindar dari kecurangan dari peserta lain, Biasanya
Penjaghe didatangkan dari Ponorogo yang merupakan seorang Warok yang terkenal
ahli dalam bertarung. Penjagheh dari Ponorogo kerap berdiri dan menari-nari diatas
gawangan kaleles karapan sapi yang menunjukan barang siapa saja yang mengganggu
sapi yang dijaganya akan berurusan dengannya. Dipilihnya seorang Penjagheh dari
Ponorogo bukan tanpa alasan, selain menekan angka kecurangan juga menghindari
terjadinya balas dendam peserta lain apabila penjagheh itu adalah orang Madura
sendiri.

2. 3 Karapan Sapi Sekarang

Sunting
- Tidak ada Ubo rampe maupun ritual, hanya bacaan doa saja
- Menggunakan sapi-sapi berukuran kecil
- Keleles Kaerapan minimalis, tidak ada hisan yang meriah
- Penjaghe oleh orang Madura sendiri
2.4 Pelaksanaan Karapan Sapi
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu: babak pertama,
seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok
menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang
kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.
Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok
menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di
kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan
kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang menempati
kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.
Babak ke tiga atau semifinal. Pada babak ini masing-masing sapi yang menang
pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi
pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final,
diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.

2.5 Geografis Tradisi Karapan Sapi


Karapan sapi (Madura: Kerrabhân sapè) merupakan istilah untuk menyebut
perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Sapi memiliki
arti penting bagi orang Madura. Dalam Karapan Sapi di Madura, masyarakat Madura
percaya sapi memiliki raja. Raja sapi betina ada di Desa Gadding, Kecamatan
Manding, Kabupaten Sumenep. Sedangkan raja sapi jantan ada di Sapudi, sebuah
pulau di sebelah timur Madura. Pulau yang terletak di timur Madura itu menjadi
sentral pemasok sapi ras Madura terbesar di Nusantara. Macam-macam Kerapan Sapi
Kerapan sapi yang menjadi ciri khas orang Madura ini sebenarnya terdiri dari
beberapa macam, yaitu:
1. Kerap Keni (kerapan kecil) Kerapan jenis ini pesertanya hanya diikuti oleh
orang-orang yang berasal dari satu kecamatan atau kewedanaan saja. Dalam
kategori ini jarak yang harus ditempuh hanya sepanjang 110 meter
2. Kerap Raja (kerapan besar) Perlombaan yang sering juga disebut kerap negara ini
umumnya diadakan di ibukota kabupaten pada hari Minggu. Panjang lintasan
balapnya sekitar 120 meter dan pesertanya adalah para juara kerap keni.
3. Kerap Onjangan (kerapan undangan) Kerap onjangan adalah pacuan khusus yang
para pesertanya adalah undangan dari suatu kabupaten yang
menyelenggarakannya.
4. Kerap Karesidenen (kerapan tingkat keresidenan) Kerapan ini adalah kerapan
besar yang diikuti oleh juara-juara kerap dari empat kabupaten di Madura. Kerap
karesidenan diadakan di Kota Pamekasan pada hari Minggu.
5. Kerap jar-jaran (kerapan latihan) Kerapan jar-jaran adalah kerapan yang
dilakukan hanya untuk melatih sapi-sapi pacuan sebelum diturunkan pada
perlombaan yang sebenarnya.
Saat ini fasilitas stadion terbesar untuk pengadaan acara karapan sapi, ada di
Stadion karapan sapi skep RP Moch.Noer Bangkalan, yang menjadi lokasi tetap
diselenggarakannya piala Presiden Karapan sapi. Stadion karapan sapi RP Moch Noer
ini terletak di salah satu kota Madura yaitu kota Bangkalan, stadion ini dibuat khusus
untuk perlombaan karapan sapi. Stadion ini memiliki araea luasan kurang lebihnya
1.96 hektar dengan panjang lintasan 200 meter.

2.6 Demografis Tradisi Karapan Sapi


Demografi penggemar karapan sapi juga cukup beragam. Selain masyarakat
lokal yang melestarikan tradisi ini, semakin banyak generasi muda yang tertarik untuk
terlibat dalam karapan sapi. Ini menunjukkan bahwa warisan budaya seperti karapan
sapi tetap hidup dan terus berkembang di Indonesia, mengikuti perubahan zaman
sambil mempertahankan akarnya yang kuat dalam budaya lokal.
Karapan sapi adalah salah satu tradisi unik yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia. Tradisi ini melibatkan lomba balap sapi yang dilakukan dengan mengaitkan
seorang penunggang di belakang sapi. Dalam beberapa tahun terakhir, demografi
karapan sapi di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan, baik dalam hal
jumlah peserta, jenis sapi yang digunakan, maupun tingkat partisipasi masyarakat.
Berikut adalah gambaran mengenai demografi karapan sapi di Indonesia, beserta data
kearifan lokal terbaru yang mendukungnya,
- Jumlah Peserta dan Daerah Pelaksanaan, tradisi karapan sapi awalnya
hanya terbatas pada beberapa daerah di Pulau Madura, seperti Sumenep,
Pamekasan, dan Bangkalan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi ini
telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat. Jumlah peserta dalam karapan sapi juga semakin
bertambah, dengan banyak masyarakat dari berbagai latar belakang ikut serta
dalam perlombaan ini. Hal ini mencerminkan perkembangan demografi
karapan sapi yang semakin luas.
- Jenis Sapi yang Digunakan, saat pertama kali diperkenalkan, karapan sapi
menggunakan sapi-sapi lokal yang memiliki postur tubuh yang kecil dan kuat.
Namun, seiring berjalannya waktu, jenis sapi yang digunakan dalam lomba ini
telah berubah. Sapi-sapi dengan postur yang lebih besar dan kuat kini sering
digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan ketahanan dalam perlombaan.
Meskipun demikian, upaya untuk tetap mempertahankan jenis sapi lokal dalam
tradisi ini masih menjadi perhatian, karena hal ini berkaitan dengan kearifan
lokal dalam pemilihan sapi yang cocok untuk karapan sapi.
- Peran Kearifan Lokal, kearifan lokal sangat penting dalam pelaksanaan
karapan sapi. Para peternak dan penunggang sapi telah mengembangkan
teknik-teknik khusus dalam merawat dan melatih sapi untuk menjadi peserta
yang handal dalam lomba. Mereka memiliki pemahaman mendalam tentang
karakteristik masing-masing sapi dan cara memaksimalkan potensinya dalam
lomba. Selain itu, pengetahuan tentang pemberian makanan, perawatan
kesehatan, dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan sapi juga
merupakan bagian dari kearifan lokal yang mendukung kelangsungan tradisi
ini.
- Masyarakat Lokal dan Ekonomi, karapan sapi bukan hanya merupakan
ajang hiburan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan pada
masyarakat lokal. Perlombaan ini menarik wisatawan dan para pecinta karapan
sapi dari berbagai daerah, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal
melalui penjualan makanan, kerajinan tangan, dan sektor pariwisata lainnya.
Demografi karapan sapi yang semakin luas juga berarti lebih banyak peluang
ekonomi untuk masyarakat setempat.
- Pemeliharaan Tradisi, dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk
melestarikan tradisi karapan sapi terus dilakukan. Organisasi lokal dan
pemerintah daerah bekerja sama untuk mengadakan acara-acara tradisional ini
dan mengajarkan generasi muda tentang kearifan lokal yang terkait dengan
tradisi tersebut. Program-program pendidikan dan pelatihan juga diberikan
kepada peternak dan penunggang sapi untuk meningkatkan kemampuan
mereka dalam menjaga tradisi karapan sapi tetap hidup dan berkembang.

2.7 Budaya Kita : Asal-Usul Karapan Sapi


Dilansir dari laman indonesiakaya.com, terdapat beberapa versi sejarah dari
karapan sapi. Pertama, menyebut terdapat peranan Kyai Pratanu yang menyebarkan
agama Islam dengan sarana karapan sapi. Selain itu, terdapat versi yang mengaitkan
peran Syekh Ahmad Baidawi, seorang mubaligh dari Kudus yang mengajarkan cara
bercocok tanam terhadap masyarakat Madura, sebagai bentuk syukur atas panen yang
melimpah, diadakanlah hari persahabatan atau berkirabah dengan melaksanakan
pacuan sapi.
Meskipun demikian, karapan sapi bukan hanya sekadar ajang lomba, tetapi
juga simbol budaya dan identitas Madura. Beberapa sapi yang digunakan untuk
balapan bahkan memiliki nama-nama khusus dan dianggap sebagai bagian dari
keluarga oleh pemiliknya. Selain itu, karapan sapi juga menjadi sumber penghasilan
bagi banyak orang di Madura, termasuk para pebalap sapi dan pemilik sapi.
Namun layaknya kegiatan olahraga lainnya, karapan sapi juga memiliki risiko
yang cukup tinggi. Pembalap sapi dapat terluka jika terjatuh dari kereta yang berjalan
dengan kecepatan tinggi, dan sapi juga dapat terluka atau bahkan mati selama balapan.
Oleh karena itu, pihak-pihak yang terlibat dalam tradisi ini berusaha untuk
memastikan keselamatan semua orang dan hewan yang terlibat.
Di tengah-tengah perkembangan teknologi yang semakin maju, tradisi karapan
sapi ini tetap bertahan dan menjadi simbol kebanggaan bagi orang Madura. Karapan
sapi telah menjadi bagian integral dari budaya Madura dan merupakan salah satu ciri
khas dari keanekaragaman budaya Indonesia yang kaya.
Kemudian jika kita tarik kepada ruang lingkup Media warna dan grafis pada
Karapan Sapi yang telah terbukti menjadi alat yang sangat efektif dalam menciptakan
kesadaran publik tentang pentingnya pelestarian budaya Karapan Sapi. Karapan Sapi
adalah tradisi khas dari daerah Madura, Indonesia, yang melibatkan perlombaan
kerbau yang menarik kereta kayu sejauh beberapa ratus meter. Untuk mempromosikan
dan melestarikan budaya ini, media warna dan grafis memiliki peran krusial.
Pertama-tama, media warna dan grafis memberikan dimensi visual yang kuat
kepada penonton. Gambar-gambar warna yang menggambarkan kerbau yang kuat dan
kereta kayu yang indah dapat menggugah emosi penonton dan membuat mereka
merasa terhubung secara emosional dengan budaya ini. Mereka dapat melihat
keindahan dan kekuatan dalam setiap aksi Karapan Sapi melalui ilustrasi yang
menarik.
Media warna dan grafis memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi
dengan cepat dan jelas. Diagram, infografik, dan poster grafis dapat dengan mudah
menjelaskan aturan, sejarah, dan pentingnya Karapan Sapi dalam satu pandangan. Ini
membantu mengedukasi masyarakat tentang asal-usul dan signifikansi budaya ini
dalam kehidupan lokal dan nasional.
Selain itu, media warna dan grafis juga memungkinkan pelestarian budaya
Karapan Sapi untuk mencapai audiens yang lebih luas. Poster, pamflet, dan gambar
yang dibagikan melalui media sosial dapat dengan cepat menjangkau banyak orang,
termasuk mereka yang mungkin tidak pernah mendengar tentang Karapan Sapi
sebelumnya. Ini membantu dalam menciptakan kesadaran publik yang lebih besar
tentang kekayaan budaya lokal yang harus dilestarikan.
Dengan demikian, efektivitas media warna dan grafis dalam menciptakan
kesadaran publik tentang pentingnya pelestarian budaya Karapan Sapi sangatlah nyata.
Mereka memberikan dimensi visual, menjelaskan informasi dengan jelas, dan
mencapai audiens yang lebih luas, semuanya berkontribusi dalam mempromosikan
dan melestarikan warisan budaya yang berharga ini.
BAB III:
PENUTUP

Kesimpulan

Karapan sapi, tradisi unik dari Pulau Madura, Jawa Timur, merupakan perlombaan
pacuan sapi yang memiliki akar sejarah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
Awalnya muncul sebagai solusi terhadap lahan pertanian yang kurang subur, karapan sapi
menjadi kegiatan tahunan yang tidak hanya mempertahankan budaya, tetapi juga memiliki
dampak ekonomi yang signifikan. Dalam perkembangannya, karapan sapi mengalami
perubahan dalam aspek seperti jenis sapi yang digunakan, demografi peserta, dan lokasi
penyelenggaraan.

Tradisi ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mencerminkan
kearifan lokal dalam pemilihan sapi, perawatan, dan pelatihan. Meskipun aspek tradisional
seperti ubo rampe dan ritual telah berkurang, karapan sapi tetap menjadi bagian integral dari
identitas Madura.

Dalam hal demografi, karapan sapi semakin merambah ke berbagai daerah di Indonesia,
menarik perhatian generasi muda dan masyarakat luas. Perubahan jenis sapi yang digunakan
juga mencerminkan adaptasi terhadap perubahan zaman. Dengan demikian, karapan sapi
bukan hanya sebuah ajang lomba, tetapi juga simbol kebanggaan dan identitas budaya
Madura.

Pentingnya pelestarian tradisi ini diakui dan didukung melalui upaya bersama masyarakat
lokal, pemerintah daerah, dan organisasi. Peran media warna dan grafis menjadi krusial
dalam menciptakan kesadaran publik akan pentingnya melestarikan budaya karapan sapi.
Gambar visual yang kuat, informasi yang jelas, dan jangkauan luas melalui media sosial
menjadi alat efektif untuk mempromosikan dan melestarikan warisan budaya yang berharga
ini. Dengan demikian, karapan sapi tidak hanya bertahan sebagai tradisi lokal, tetapi juga
terus berkembang dan menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Saran
1. Bagi Pendidik
Seorang Guru diharapkan memiliki kepekaan dan kepedulian untuk ikut melestarikan
aset budaya bangsa yang berharga, seperti Karapan Sapi Madura ini, dengan cara
memperkenalkan kepada siswa-siswinya dan mengintegrasikan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam budaya Karapan Sapi Madura ini kedalam mata pelajaran sehingga para
pelajar tau akan pentingnya budaya ini perlu dilestarikan.

2. Bagi Pencinta Karapan Sapi


Diharapkan kepada pencinta Karapan Sapi dapat mengambil manfaat lain yang
terkandung dalam tradisi Karapan Sapi Madura ini, sehingga karapan tidak hanya sebagai
hiburan saja, tetapi dapat mengambil makna yang terkandung dalam budaya tersebut dan
kemudian tradisi ini diharapkan akan dijaga dan ikut serta melestarikannya, bukan hanya
sekedar menjadi seorang pecinta Karapan Sapi saja.

3. Bagi Generasi Muda


Sebagai generasi muda mempunyai peran besar dalam pengembangan bangsa kita,
diharapkan dapat menunjukkan rasa nasionalisnya sebagai bangsa yang besar dengan lebih
mencintai budaya bangsa sendiri agar hasanah budaya kita lebih berkembang dan terangkat di
dunia internasional, sehingga ikut mengangkat pula citra Indonesia di muka internasional.
Dengan demikian Karapan Sapi ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja.

4. Bagi Peneliti Lainnya


Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian diharapkan hasil penelitian yang
sangat terbatas ini bisa dikembangkan lagi lebih luas dan lebih sempurna, tidak hanya
dijadikan refrensi semata melainkan sebagai tolak ukur pengembangan budaya ini.

DAFTAR PUSTAKA
Danar Trivasya Fikri, Hisyam Luthfiana. 2023. Asal-Usul Tradisi Karapan Sapi, Warisan
Budaya Indonesia dari Madura. Jakarta. [diakses Jumat, 7 Juli 2023 16:31 WIB]
https://travel.tempo.co/read/1745587/asal-usul-tradisi-karapan-sapi-warisan-budaya-
indonesia-dari-madura

Anda mungkin juga menyukai