Dosen Pengampu :
Sayid Mataram, S.Sn.,M.Sn.
Penyusun :
Alfiyah Yasmin (C0722008)
Argaventa Aryadharma (C0722022)
Elsa Pertama Putri (C0722051)
Raina Putri Avianny. (C0722121)
Rasendria Kejora (C0722125)
Roihan Nadhi S (C0722131)
Shafira Fildzah Khairana (C0722138)
Tabita Firsta Setiawan (C0722146)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmatnya
sehingga kami, dengan penuh rasa syukur serta kesehatan yang telah dilimpahkan, dapat
menyelesaikan Makalah Riset Ilustrasi secara bersama-sama untuk Mata Kuliah Ilustrasi
dengan baik dan tepat waktu. Tugas yang telah kami kerjakan berjudul Karapan Sapi :
Budaya Yang Dilestarikan dalam Warna dan Grafis, bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai budaya yang telah kami pilih. Diharapkan apa yang telah kami tuangkan dalam
makalah kali ini dapat memberikan ilmu baru ataupun menambah ilmu para pembaca
sekalian, agar apa yang telah kami susun dapat memberi manfaat ke khalayak banyak. Kami
juga memohon maaf jika apa yang kami sampaikan jauh dari ekspektasi para pembaca
sekalian.
Maka dari itu, kami sangat mengharapkan timbal baik dari pembaca, baik itu saran
maupun kritik sebagai pembelajaran untuk kami kedepannya. Kami juga ingin mengucapkan
segenap terima kasih, kepada Bapak Dosen Ilustrasi, yang telah membantu kami untuk
bergerak sejauh ini. Serta kepada seluruh pihak yang telah ikut serta dalam pembuatan
makalah ini. Atas perhatian serta waktu yang telah diluangkan untuk makalah ini, kami
ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I :
PENDAHULUAN
BAB II :
PEMBAHASAN
Sunting terdapat ubo rampe dan ritual sebelum pelaksanaan unuk memohon
keselamatan diiringi musik saronen menggunakan sapi-sapi dengan badan berukuran
besar. Tiap sapi dihias semeriah mungkin, Keleles dengan ukiran kayu yang indah,
bendera umbul-umbul, hingga payung.
Tiap kelompok karapan sapi dijaga oleh seorang Penjagheh yang bertugas
menjaga keselamatan sapi supaya terhindar dari kecurangan dari peserta lain, Biasanya
Penjaghe didatangkan dari Ponorogo yang merupakan seorang Warok yang terkenal
ahli dalam bertarung. Penjagheh dari Ponorogo kerap berdiri dan menari-nari diatas
gawangan kaleles karapan sapi yang menunjukan barang siapa saja yang mengganggu
sapi yang dijaganya akan berurusan dengannya. Dipilihnya seorang Penjagheh dari
Ponorogo bukan tanpa alasan, selain menekan angka kecurangan juga menghindari
terjadinya balas dendam peserta lain apabila penjagheh itu adalah orang Madura
sendiri.
Sunting
- Tidak ada Ubo rampe maupun ritual, hanya bacaan doa saja
- Menggunakan sapi-sapi berukuran kecil
- Keleles Kaerapan minimalis, tidak ada hisan yang meriah
- Penjaghe oleh orang Madura sendiri
2.4 Pelaksanaan Karapan Sapi
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu: babak pertama,
seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok
menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang
kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.
Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok
menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di
kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan
kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang menempati
kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.
Babak ke tiga atau semifinal. Pada babak ini masing-masing sapi yang menang
pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi
pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final,
diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.
Kesimpulan
Karapan sapi, tradisi unik dari Pulau Madura, Jawa Timur, merupakan perlombaan
pacuan sapi yang memiliki akar sejarah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
Awalnya muncul sebagai solusi terhadap lahan pertanian yang kurang subur, karapan sapi
menjadi kegiatan tahunan yang tidak hanya mempertahankan budaya, tetapi juga memiliki
dampak ekonomi yang signifikan. Dalam perkembangannya, karapan sapi mengalami
perubahan dalam aspek seperti jenis sapi yang digunakan, demografi peserta, dan lokasi
penyelenggaraan.
Tradisi ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mencerminkan
kearifan lokal dalam pemilihan sapi, perawatan, dan pelatihan. Meskipun aspek tradisional
seperti ubo rampe dan ritual telah berkurang, karapan sapi tetap menjadi bagian integral dari
identitas Madura.
Dalam hal demografi, karapan sapi semakin merambah ke berbagai daerah di Indonesia,
menarik perhatian generasi muda dan masyarakat luas. Perubahan jenis sapi yang digunakan
juga mencerminkan adaptasi terhadap perubahan zaman. Dengan demikian, karapan sapi
bukan hanya sebuah ajang lomba, tetapi juga simbol kebanggaan dan identitas budaya
Madura.
Pentingnya pelestarian tradisi ini diakui dan didukung melalui upaya bersama masyarakat
lokal, pemerintah daerah, dan organisasi. Peran media warna dan grafis menjadi krusial
dalam menciptakan kesadaran publik akan pentingnya melestarikan budaya karapan sapi.
Gambar visual yang kuat, informasi yang jelas, dan jangkauan luas melalui media sosial
menjadi alat efektif untuk mempromosikan dan melestarikan warisan budaya yang berharga
ini. Dengan demikian, karapan sapi tidak hanya bertahan sebagai tradisi lokal, tetapi juga
terus berkembang dan menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Saran
1. Bagi Pendidik
Seorang Guru diharapkan memiliki kepekaan dan kepedulian untuk ikut melestarikan
aset budaya bangsa yang berharga, seperti Karapan Sapi Madura ini, dengan cara
memperkenalkan kepada siswa-siswinya dan mengintegrasikan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam budaya Karapan Sapi Madura ini kedalam mata pelajaran sehingga para
pelajar tau akan pentingnya budaya ini perlu dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Danar Trivasya Fikri, Hisyam Luthfiana. 2023. Asal-Usul Tradisi Karapan Sapi, Warisan
Budaya Indonesia dari Madura. Jakarta. [diakses Jumat, 7 Juli 2023 16:31 WIB]
https://travel.tempo.co/read/1745587/asal-usul-tradisi-karapan-sapi-warisan-budaya-
indonesia-dari-madura