Anda di halaman 1dari 186

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TERJADINYA KECENDERUNGAN KECURANGAN


AKUNTANSI: PERSEPSI PEGAWAI PADA DINAS
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI
KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Umar Dafi Rona Akhmad

NIM 7211416052

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untu.k diaju.kan ke sidang

panitia ujian skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, pada:

Hari : Senin

Tanggal : 4 Januari 2021

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

��

•r.2\
as Fee,, 't

< 5Elia

Kiswanto, SE, M. Si., CMA, CIBA, CERA Kiswanto, SE, M.Si, CMA, CIBA, CERA

N I P 198309012008121002 N I P 198309012008121002
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 4 Desember 2020

Penguji I

Indah Anisykurlillah, SE, M.Si, Akt, CA

NIP 197508212000122001

Penguji II Penguji III

lndah Fajarini Sri Wahyuningrum, SE., MSi., Ph.D., Akt. Kiswanto, SE, M.Si., CMA, CIBA, CERA

NIP 197804132001122002 NIP 198309012008121002

Mengetahui,

NIP 1 9 6 3 0 7 1 8 1 9 8 7 0 2 10 0 1

ii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Umar Dafi Rona Akhmad

NIM : 7 2 1 1 4 1 6 0 5 2

Tempat, tanggal lahir : Palangka Raya, 23 Juni 1 9 9 8

Alamat : Jalan Bhayangkara, Kot a Pangkalan Bun, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah

menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah

hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, 5 Januari 2021

Umar Dafi Rona Akhmad

NIM 72 11 4 1 6 0 5 2

lit
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

• “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya

Dia (Allah) akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Q. S.

Muhammad:7)

• “Who’s to say tomorrow won’t be the best day of your life?” (Matty

Healy)

Persembahan

1. Kedua orangtua, Bapak Achmad Rois

SKM., M.Kes. dan Ibu Nafiatun yang

saya selalu memberi dukungan dan doa

kepada peneliti dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Teman-teman yang senantiasa memberi

bantuan untuk peneliti.

3. Almamater Univeritas Negeri Semarang.

i
PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada peneliti, sehingga dapat

menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Terjadinya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Persepsi Pegawai Pada Dinas

Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah”. Skripsi ini disusun

dan diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir dalam menempuh studi

S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Peneliti menyadari selama proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari

dukungan, bimbingan, saran, masukan, doa, serta motivasi yang sangat membantu

peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di

Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Heri Yanto., M.B.A., Ph. D. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk belajar

program studi S1 Fakultas Ekonomi.

ii
3. Kiswanto, S. E, M.Si., CMA, CIBA, CERA Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan

fasilitas dan bimbingan belajar kepada peneliti selama masa studi.

4. Linda Agustina, S. E., M. Si. Dosen Wali prodi Akuntansi D S1 2016

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah mencurahkan

segenap perhatian, motivasi, dan pengarahan dalam membimbing peneliti

selama masa studi.

5. Kiswanto, S. E, M.Si., CMA, CIBA, CERA dan Indah Anisykurlillah, S.E.,

M.Si., Akt., CA., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan

memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi

ini.

6. Indah Anisykurlillah, S.E., M.Si., Akt., CA., Dosen penguji I yang telah

memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Indah Fajarini Sri Wahyuningrum, SE., M.Si., Ph.D., Akt. Dosen penguji II

yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

yang telah mengampu dan membagi pengetahuan selama peneliti menjalani

studi di Universitas Negeri Semarang.

9. Seluruh jajaran staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang yang telah membantu proses kegiatan perkuliahan.

10. Seluruh teman-teman yang telah memberi bantuan untuk peneliti dalam

menempuh pendidikan S1 khususnya dalam penyusunan skripsi ini.

iii
Semoga Alloh SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada

peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi semua

pihak pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada khususnya.

Semarang, 5 Januari 2021

Peneliti

iv
SARI

Akhmad, Umar Dafi Rona. 2020. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya


Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten
Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah”. Skripsi. Jurusan Akuntansi.
Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Kiswanto, S.E.,
M.Si.

Kata kunci : kecenderungan kecurangan akuntansi, peraturan akuntansi,


sistem pengendalian internal, asimetri informasi, perilaku menyimpang,
fraud.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi


kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi di sektor instansi pemerintahan
daerah. Variabel yang diteliti adalah ketaatan pada peraturan akuntansi, keefektifan
sistem pengendalian internal, asimetri informasi, perilaku menyimpang dan
kecenderungan kecurangan akuntansi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai organisasi perangkat
daerah yang berada di Kabupaten Kotawaringin Barat. Metode pengambilan data
yang digunakan adalah convenience sampling dengan alat pengambilan data
kuesioner. Sampel yang diteliti berjumlah 113 responden dan diuji dengan metode
analisis SEM menggunakan alat analisis SmartPLS 3.0.
Hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa asimetri
informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi. Adapun ketaatan pada peraturan akuntansi dan keefektifan
sistem pengendalian internal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi, sedangkan perilaku menyimpang tidak dapat
memoderasi hubungan pengaruhi ketaatan pada peraturan akuntansi, keefektifan
sistem pengendalian internal dan asimetri informasi terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hanya asimetri informasi yang
dapat mempengaruhi tingkat kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi di
sektor instansi pemerintahan daerah. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah
menggunakan variabel dan indikator yang lebih variatif, melakukan pengambilan
data dengan alat yang lebih representatif dan dengan objek penelitian yang berbeda.

v
ABSTRACT

Akhmad, Umar Dafi Rona. 2020. Factors Affecting Fraud Tendency: From
Government Employees Perception in Kotawaringin Barat City, Province Central
Kalimantan. Thesis. Accounting Major. Faculty of Economics. Semarang State
University. Advisor I. Kiswanto, S.E., M.Si.

Keywords: fraudulent financial reporting tendency, accounting rules, internal


control system, information-asymmetry, moral hazard, fraud.

The purpose of this research is to analyze the factors affecting fraud tendency
that occurs in regional government sectors. The variables of this research are
obedience of accounting rules, effectiveness of internal control system, information
asymmetry, moral hazard and fraudulent financial reporting tendency.
The population of this research are all of Kotawaringin Barat government
employees. This research is using convenience sampling method with questioner to
take 113 respondent. This Research is using SEM analysis method with SmartPLS
3.0 to test the data.

The result of this research shows that information-asymmetry give positive


effect to fraudulent financial reporting tendency significantly. Furthermore is
obedience of accounting rules and effectiveness of internal control system doesn’t
give effect to fraudulent financial reporting significantly, while moral hazard don’t
give moderating effect to correlation between obedience of accounting rules,
effectiveness of internal control system and information-asymmetry to fraudulent
financial reporting tendency.
The result of this research concluded that only information-asymmetry can
affect the level of fraudulent financial reporting tendency that happens in regional
government sectors. The recommendation to the next research is to add more
variative variable and its manifests, doing more accurate sampling and test the data
from different objects.

vi
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

BAB I ...................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………………1

1.2 Identifikasi Masalah …………………………………………………12

1.3 Cakupan Masalah ……………………………………………………15

1.4 Rumusan Masalah …………………………………………………...16

1.5 Tujuan Penelitian …………………………………………………....17

1.6 Manfaat Penelitian ………………………………………………….18

1.7 Orisinalitas Penelitian ……………………………………………….20

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 19

2.1 Landasan Teori Utama ………………………………………………22

2.1.1 Teori Atribusi ……………………………………………………...22

2.1.2 Teori Fraud Diamond …………………………………………….24

2.2 Kajian Variabel Penelitian …………………………………………...27

2.2.1 Kecurangan (Fraud) ……………………………………………….27


vii
2.2.2 Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi ……………………………….33

2.2.3 Keefektifan Sistem Pengendalian Internal ………………………...36

2.2.4 Asimetri Informasi ………………………………………………...38

2.2.5 Perilaku Menyimpang …………………………………………….39

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu …………………………………………40

2.4 Kerangka Berpikir …………………………………………………...49

2.5 Model Penelitian …………………………………………………….53

2.6 Hipotesis Penelitian ………………………………………………….54

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 61

3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................................... 61

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 61

3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 64

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ..................................... 65

3.5 Metode Analisis Data ............................................................................. 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 82

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 82

4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian .............................................................. 82

4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian .......................................................... 86

4.2 Analisis Inferensial ................................................................................. 99

viii
4.2.1 Uji Outer Model atau Model Pengukuran ....................................... 99

4.2.2 Uji Inner Model atau Model Struktural ......................................... 105

4.2.3 Pengujian Structural Equation Model (SEM) ............................... 112

4.3 Pengujian Hipotesis .............................................................................. 113

4.3.1 Hasil Pengujian H1: Ketaatan pada peraturan akuntansi berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. .. 114

4.3.2 Hasil Pengujian H2: Keefektifan sistem pengendalian internal

berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi. ..................................................................................................... 115

4.3.3 Hasil Pengujian H3: Asimetri informasi berpengaruh positif secara

signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. ......................... 116

4.3.4 Hasil Pengujian H4: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.......................................................... 117

4.3.5 Hasil Pengujian H5: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara keefektifan sistem pengendalian internal terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.......................................................... 118

4.3.6 Hasil Pengujian H6: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara asimetri informasi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. .................................................................................. 119

4.4 Pembahasan .......................................................................................... 120

ix
4.4.1 Pengaruh Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ....................................................... 103

4.4.2 Pengaruh Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ....................................................... 105

4.4.3 Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi ..................................................................................................... 107

4.4.4 Pengaruh Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang..... 110

4.4.5 Pengaruh Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang..... 111

4.4.6 Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang ................................................... 114

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 141

5.1 Simpulan ............................................................................................... 141

5.2 Saran ..................................................................................................... 142

Daftar Pustaka .......................................................... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN ....................................................................................................... 147

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kategori Variabel Kecenderungan Kecurangan Akuntansi .......... 70

Tabel 3.2 Kategori Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi ............... 71

Tabel 3.3 Kategori Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian Internal ....... 72

Tabel 3.4 Kategori Variabel Asimetri Informasi ............................................. 73

Tabel 3.5 Kategori Variabel Perilaku Menyimpang ........................................ 74

Tabel 4.1 Hasil Pengumpulan Data …………………………………………...76

Tabel 4.2 Statistik Deskripsi Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi77

Tabel 4.3 Statistik Deskripsi Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian

Internal ………………………………………………………………………….78

Tabel 4.4 Statistik Deskripsi Variabel Asimetri Informasi ………………….78

Tabel 4.5 Statistik Deskripsi Variabel Perilaku Menyimpang ……………...79

Tabel 4.6 Statistik Deskripsi Variabel Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi ……………………………………………………………………….80

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Outer Loading …………………………………….82

Tabel 4.8 Hasil Pengujian AVE ……………………………………………….83

Tabel 4.9 Hasil Pengujian FLC ……………………………………………….84

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Cross Loading ……………………………………85

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Cronbach's Alpha ……………………………….86

Tabel 4.12 Hasil Pengujian R-Square …………………………………………87


xi
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Path Coefficient ………………………………….89

Tabel 4.14 Hasil Pengujian T-Statistic ………………………………………...91

Tabel 4.15 Hasil Pengujian Predictive Relevance …………………………….92

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Model Fit …………………………………………93

Tabel 4.17 Hasil Pengujian Hipotesis …………………………………………96

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Data Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi .................... 7

Gambar 1.2 Data Fraud ACFE Tahun 2016 ...................................................... 7

Gambar 2.1 Model Penelitian ............................................................................ 59

Gambar 4.1 Full Model SEM-PLS Algorithm................................................ 112

Gambar 6.1 Surat Ijin Penelitian..................................................................... 166

Gambar 6.2 Surat Keterangan Penelitian....................................................... 166

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi di berbagai belahan dunia semakin canggih dan

permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan semakin berkembang. Salah satu

permasalahan yang cukup kompleks dan sulit untuk diatasi adalah masalah

kecurangan. Kecurangan akuntansi menjadi salah satu permasalahan yang semakin

banyak terjadi terutama pada lingkup pemerintahan(Noch et al., 2019). Kecurangan

akuntansi memiliki dampak merugikan karena marak terjadi di berbagai daerah dan

hampir di semua bidang(Shelton, 2014). Hal ini tentu sangat berdampak pada

kinerja dan reputasi ekonomi suatu negara.

Kecurangan atau fraud secara umum adalah suatu perbuatan melanggar

hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam organisasi atau dari luar

organisasi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau

kelompoknya yang secara langsung dapat merugikan pihak lain (Zulkarnain, 2013).

Ada banyak jenis fraud, salah satunya adalah fraud yang ada di bidang akuntansi

seperti overstate dan understate. Akuntansi merupakan pengidentifikasian,

pencatatan, dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya

penilaian-penilaian dan keputusan yang jelas serta tegas bagi mereka yang

menggunakan informasi tersebut (Indonesia, 2016). Contoh fraud di bidang

akuntansi adalah fraudulent statement (pemalsuan laporan keuangan) atau

corruption (korupsi). Pengertian laporan keuangan adalah penyajian terstruktur dari

1
2

posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas (Indonesia, 2016). Laporan

keuangan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan

komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan

keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi

penjelasan lain, informasi komparatif mengenai periode terdekat sebelumnya, serta

laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya ketika entitas

menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian

kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos

dalam laporan keuangannya (Indonesia, 2016).

Statement of Auditing Standard berpendapat bahwa fraud adalah tindakan

kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang

merupakan subjek audit. Adapun dalam bidang akuntansi, materialitas dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan suatu entitas atau organisasi karena di

dalam laporan keuangan terdapat informasi berupa kinerja entitas yang

menunjukkan hasil yang baik atau buruk terhadap keuangan. Salah saji yang

material dapat berisiko merugikan bagi pemakai informasi keuangan yang terdapat

dalam laporan keuangan.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengungkapkan

bahwa fraud adalah perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan

sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap

pihak lain). Perbuatan melawan hukum ini dilakukan orang-orang dari dalam atau

luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok secara

langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. ACFE mengklasifikasikan


3

fraud ke dalam tiga jenis yaitu penyimpangan atas aset (asset misappropriation),

pernyataan palsu (fraudulent statement), dan korupsi (corruption). Kecurangan

akuntansi atau kecenderungan kecurangan akuntansi tidak terjadi dengan

sendirinya, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan.

Menurut Fraud Diamond Theory (Wolfe & Hermanson, 2004) setidaknya ada

empat faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud yaitu kesempatan (opportunity),

rasionalisasi (rationalization), tekanan (pressure), dan kompetensi (capability).

Fraud sudah sering terjadi hampir di semua negara, termasuk di Indonesia.

Menurut Transparency International Indonesia (TII), indeks persepsi korupsi

Indonesia adalah 40 dan berada pada peringkat 4 di antara negara-negara Asia

Tenggara. Bahkan sudah banyak media massa yang memberitakan berbagai kasus

kecurangan di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme, korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara)

untuk kepentingan pribadi atau orang lain, adapun kolusi adalah permufakatan atau

kerjasama secara melawan hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain yang

merugikan orang lain, masyarakat atau negara, sedangkan nepotisme adalah setiap

perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan

kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa

dan negara. Kecenderungan kecurangan akuntansi bahkan dapat ditemukan di

universitas (perguruan tinggi negeri) yang terkait dengan universitas yang tidak

tepat dalam mengelola keuangan (Shintadevi, 2016), sedangkan di sektor swasta

bentuk kecenderungan kecurangan akuntansi terjadi dalam kasus ketidakakuratan


4

dalam mengelola sumber daya (Thoyibatun, 2009). Kecurangan dalam bidang

akuntansi merupakan penyimpangan dari prosedur akuntansi yang seharusnya

diterapkan oleh suatu entitas yang menimbulkan kesalahan pada laporan keuangan

yang disajikan dan penyalahgunaan aset pada entitas tersebut (Bartenputra, 2016).

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud atau

kecurangan dapat diidentifikasi atau dikenali dengan adanya red flag. Ada 6 red

flag atau indikasi perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya kecurangan yaitu

living beyond means (gaya hidup yang di luar batas kemampuan), financial

difficulties (kesulitan keuangan), unusually close association with vendor or

customer (hubungan yang sangat dekat dengan vendor atau pelanggan), control

issues, unwillingness to share duties (permasalahan dalam manajemen pekerjaan),

family problems (permasalahan keluarga), dan “wheeler dealer” attitude (perilaku

yang berhubungan atau didasari dengan skema politik). Kecurangan atas aset adalah

kecurangan yang cukup mudah dideteksi namun perlu diwaspadai karena bersifat

rawan dan terlihat secara fisik. Biasanya red flag atau eksposure kecurangannya

ditemukan pada penyalahgunaan aset tetap berupa mobil dinas, atau pengadaan

gedung.

Menurut data IHPS BPK Tahun 2019, akun yang disajikan tidak sesuai pada

laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2018 terbanyak adalah akun

aset tetap yaitu sebesar 31%. Hal ini menandakan bahwa kasus kecurangan yang

paling sering terjadi di sektor pemerintah daerah adalah asset misappropriation atau

penyalahgunaan aset. Sepanjang tahun 2018, terdapat 443 LKPD tercatat opini

wajar tanpa pengecualian (WTP), 86 LKPD wajar dengan pengecualian (WDP) dan
5

13 LKPD diberi opini disclaimer atau tidak memberikan opini. Akan tetapi jika

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya tren opini LKPD di Indonesia

mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Namun tetap saja kasus

kecurangan di sektor pemerintah daerah masih perlu diperhatikan.

Adapun kecurangan laporan keuangan banyak jenisnya, biasanya kasus-

kasus terungkap pada perusahaan swasta berupa kecurangan overstatement dan

understatement. Kecurangan laporan keuangan juga merupakan salah satu fraud

yang paling sering terjadi. Menurut ACFE Indonesia Tahun 2016, sekurang-

kurangnya 10 kasus kecurangan akuntansi telah terungkap.

Adapun contoh fraud di sektor publik Kabupaten Kotawaringin Barat

adalah kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) PD. Agrotama Mandiri. Kasus ini terkuak setelah diketahui adanya

transaksi fiktif berupa ekspor ke luar negeri yang menggunakan harga yang tidak

wajar, akibatnya negara dirugikan senilai Rp770 juta. Mantan Bupati Kotawaringin

Barat, U. Iskandar juga diduga kuat sebagai pihak yang bertanggugjawab penuh

atas kasus ini, karena pembentukan struktur organisasi tata kerja yang ditentukan

oleh U. Iskandar tanpa koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin

Barat (https://www.borneonews.co.id/berita/43746-ujang-iskandar-dianggap-

paling-bertanggung-jawab-soal-kasus-tipikor-pd-agrotama-mandiri - diakses pada

Kamis, 4 Juni 2020). Adapun kasus yang menjerat orang yang sama juga pernah

terjadi di Kabupaten Kotawaringin Barat berupa penyalahgunaan anggaran

pendapatan belanja daerah (APBD) yang digunakan oleh mantan Bupati

Kotawaringin Barat, U. Iskandar. Anggaran senilai Rp600 juta digunakan untuk


6

sewa rumah pejabat Bupati Kotawaringin Barat

(https://www.borneonews.co.id/berita/34621-meski-sudah-kembalikan-dana-

sewa-rujab-kejari-tetap-lanjutkan-penyidikan-ujang – diakses pada Kamis, 4 Juni

2020).

Menurut Peta Opini LKPD IHPS BPK Tahun 2018, tercatat 8 LKPD

Kalimantan diberi opini wajar dengan pengecualian. Sektor Pemerintah Daerah

Kalimantan termasuk Provinsi Kalimantan Tengah memiliki reputasi kurang baik

akibat opini WDP, khususnya pada Kabupaten Seruyan. Hal ini perlu menjadi

perhatian pemerintah pusat bahwa provinsi-provinsi di Kalimantan rentan akan

kecurangan akuntansi dan perlu dievaluasi lebih mendalam. Secara nasional

menurut data ACCH KPK Tahun 2018 berdasarkan instansi, prestasi korupsi

terbesar disumbang oleh sektor pemerintah kabupaten/kota. Dibandingkan sektor

kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, DPR & DPRD, BUMN dan Komisi,

pemerintah kabupaten/kota di Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi sebesar

114.
7

Gambar 1.1 Data Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi


Sumber : ACCH KPK(https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi/tpk-
berdasarkan-instansi)
Berdasarkan data di atas, menunjukkan betapa pentingnya masalah fraud di

Indonesia khususnya di bidang akuntansi pemerintah daerah. Apabila dibandingkan

dengan instansi yang lain, pemerintah daerah/kabupaten atau kota memiliki jumlah

kasus korupsi yang lebih banyak di sepanjang periode 2017 – 2018. Hal ini

menandakan semakin lemahnya sistem pengendalian internal pada sektor

pemerintah daerah yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kasus kecurangan

yang sangat signifikan.

Gambar 1.2 Data Fraud ACFE Tahun 2016


Korupsi merupakan bentuk kecurangan yang paling banyak terjadi di

Indonesia, yaitu tercatat 178 kasus korupsi terungkap di sepanjang tahun 2016 (Data

ACFE Indonesia Tahun 2016). Selain karena kurangnya pengawasan serta

pengendalian internal, korupsi banyak terjadi karena bersifat end-to-end atau

sambung-menyambung. Adanya kerjasama antara 2 pihak atau lebih membuat

korupsi sulit dideteksi dan seakan-akan hal yang lumrah terjadi khususnya di sektor

pemerintah. Sepanjang tahun 2017, Indonesia telah mengalami kerugian senilai Rp

6,5 triliun akibat kasus korupsi yang terdiri dari penyalahgunaan anggaran, mark-
8

up, suap, penggelapan termasuk kecurangan akuntansi atau kecurangan laporan

keuangan.

Teori atribusi menjelaskan bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu

peristiwa, alasan, atau penyebab perilakunya. Teori ini berpendapat bahwa prilaku

seseorang ditentukan oleh kombinasi kekuatan internal, yaitu faktor-faktor yang

datang dari dalam seseorang seperti kemampuan (capability) dan kekuatan

eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar seperti kesempatan

(opportunity) dan tekanan (pressure). Hal ini sejalan dengan teori Fraud Diamond

yang dijelaskan dalam Ruankaew (2016), bahwa fraud disebabkan oleh empat

faktor yaitu tekanan (pressure), peluang atau kesempatan (opportunity),

rasionalisasi (rationalization), dan kemampuan (capability).

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya fraud khususnya kecurangan laporan keuangan. Pada

penelitian N. Uzlifat & Provita W (2019), efektivitas sistem pengendalian internal

atau SPI berpengaruh negatif secara signifikan terhadap fraud laporan keuangan,

adapun moralitas juga berpengaruh negatif secara signifikan terhadap fraud laporan

keuangan, sedangkan budaya etis organisasi tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian Anik Fatun

Najahningrum (2013), menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif

secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Secara umum, asimetri informasi dapat diartikan sebagai kesenjangan antar

2 pihak yang mana salah satu pihak yang melakukan transaksi memiliki informasi
9

yang lebih baik atau lebih banyak dari pihak lainnya. Penelitian Siti Nurlaeliyah &

Indah Anisykurlillah (2017) menunjukkan bahwa asimetri informasi tidak memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, adapun

keefektifan pengendalian internal (SPI) juga berpengaruh negatif secara signfikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi sama seperti penelitian-penelitian

sebelumnya, sedangkan ketaatan pada peraturan akuntansi tidak berpengaruh

signfikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Lebih lanjut, pada

penelitian Kristi Kemala Putri & Dhini Suryandari (2017) terdapat hasil yang

menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh negatif secara signifikan

terhadap fraud trend, namun keefektifan pengendalian internal tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap fraud trend. Penelitian Didi & Indra Cahya Kusuma

(2017) menunjukkan hasil bahwa komitmen organisasi dan budaya organisasi tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fraud tendencies atau kecenderungan

fraud, Kondisi demikian menyebabkan rendahnya tanggung jawab sehingga

pegawai cenderung tetap berprilaku tidak etis dengan menyalahgunakan kekuasaan,

kedudukan, serta sumber daya instansi tanpa takut diberhentikan (Didi & Kusuma,

2018). Pada penelitian Rifqi Mirza Zulkarnain (2013) yang dilakukan di Dinas

Pemerintah kota Surakarta, penegakan hukum terkait peraturan akuntansi tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi,

sedangkan pengendalian internal berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian-penelitian yang telah sedikit

dipaparkan di atas, dan dari fenomena gap berupa kesenjangan antara harapan
10

laporan keuangan khususnya LKPD yang bebas dari fraud namun justru banyak

terjadi kasus korupsi termasuk kecenderungan kecurangan akuntansi, membuat

peneliti ingin menggali lebih dalam terkait fraud dengan meneliti faktor-faktor yang

mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi dan variabel-variabel yang

masih menimbulkan research gap. Penelitian yang diajukan oleh peneliti menguji

pengaruh variabel eksogen berupa ketaatan pada peraturan akuntansi, keefektifan

sistem pengendalian internal, dan asimetri informasi terhadap variabel endogen

berupa kecenderungan kecurangan akuntansi yang dimoderasi oleh variabel

moderasi berupa perilaku menyimpang.

Adapun objek dari penelitian ini adalah pegawai satuan kerja perangkat

daerah (SKPD) atau dikenal dengan pemerintah daerah yang bekerja di Dinas dan

Badan Organisasi Perangkat Daerah Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin

Barat Provinsi Kalimantan Tengah. Peneliti memilih objek penelitian instansi

pemerintah daerah didukung dengan hasil olah data ACCH KPK yang menjelaskan

bahwa kasus fraud yang paling sering terjadi beberapa tahun terakhir adalah di

sektor pemerintah kota/kabupaten serta menempatkan Provinsi Kalimantan Tengah

tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai salah satu penyumbang opini

WDP terbesar di Indonesia berdasarkan data IHPS BPK.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

dengan ini peneliti mengajukan sebuah penelitian dengan judul “Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Terjadinya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Persepsi

Pegawai Pada Dinas Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah”.


11

1.2 Identifikasi Masalah

Kecurangan laporan keuangan merupakan salah satu permasalahan yang

sangat penting dan perlu perhatian di Indonesia. Berikut ini adalah hasil kajian

penelitian terdahulu yang menjadi beberapa masalah yang berpengaruh terhadap

kecurangan laporan keuangan :

a. Kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi dilakukan oleh

pejabat/pegawai yang bekerja di dalam organisasi perangkat daerah dengan

tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan merugikan masyarakat

karena menggunakan uang yang berasal dari APBD.

b. Sistem pengendalian internal merupakan suatu proses yang penting untuk

menelusuri adanya kecenderungan kecurangan akuntansi di dalam suatu

organisasi perangkat daearah, namun pada kenyataannya penerapan sistem

pengendalian internal belum sepenuhnya efektif karena masih terdapat celah

yang menjadi kesempatan bagi pelaku untuk berbuat kecurangan.

c. Asimetri informasi dipandang sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya kecenderungan kecurangan, karena adanya ketidaksesuaian

informasi yang diperoleh oleh pihak internal dengan pihak eksternal

menyebabkan kecenderungan praktik penyajian laporan keuangan yang

tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

d. Perilaku menyimpang menjadi salah satu permasalahan yang perlu

diperhatikan karena bersifat melawan hukum dan merugikan pihak lain serta

berhubungan langsung dengan fenomena perbuatan fraud, yang mana dapat


12

disimpulkan kecenderungan kecurangan akuntansi merupakan bentuk

perilaku yang menyimpang.

e. Ketaatan pada peraturan akuntansi berkaitan dengan tingkat kesesuaian

penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi

pemerintahan. Terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi menjadi

implikasi adanya ketidaktaatan para pegawai yang bekerja di dalam

organisasi perangkat daerah khususnya pejabat yang mengelola keuangan

daerah sebagai penanggungjawab penyajian laporan keuangan pemerintah

daerah.

f. Tekanan sebagai salah satu faktor terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi terdiri dari tekanan eksternal, tekanan internal, atau tekanan

finansial. Tekanan eksternal dapat berupa dorongan dari pihak tertentu

untuk memanipulasi penyajian laporan keuangan, atau dorongan dari

lingkungan organisasi yang tidak menerapkan sistem pengendalian internal

pemerintah dengan baik dan benar. Adapun tekanan internal dapat berasal

dari dalam diri pelaku kecurangan seperti keyakinan dan motif pribadi,

sedangkan tekanan finansial berasal dari desakan ekonomi yang memaksa

pelaku kecurangan untuk mendapatkan uang dengan cara yang tidak benar.

g. Budaya organisasi berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan

pada suatu lingkungan kerja organisasi. Budaya organisasi dapat

mempengaruhi sikap individu.


13

1.3 Cakupan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan

di atas, peneliti mengambil ruang lingkup sebagai cakupan bagian yang akan dikaji

dalam penelitian. Adapun cakupan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini

adalah kajian tentang faktor-faktor atau penyebab terjadinya fraud atau tindak

kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dinas pemerintah daerah (SKPD) dalam

lingkup akuntansi. Penelitian ini menguji pengaruh antara ketaatan terhadap

peraturan akuntansi, sistem pengendalian internal, asimetri informasi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi dengan perilaku menyimpang sebagai

mediator. Peneliti mengambil data berupa sampel pada pegawai dinas SKPD yang

bekerja di subbagian keuangan pada Dinas dan Badan Organisasi Perangkat Daerah

Kota Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang masalah, identifikasi dan cakupan

masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu :

a. Bagaimana pengaruh ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap

kecenderungan kecurangan laporan keuangan?

b. Bagaimana pengaruh keefektifan sistem pengendalian internal terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi?

c. Bagaimana pengaruh asimetri informasi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi?
14

d. Bagaimana pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan

ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi?

e. Bagaimana pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan

sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi?

f. Bagaimana pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan

asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaruh ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap

kecenderungan kecurangan laporan keuangan.

b. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

c. Untuk mengetahui pengaruh asimetri informasi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

d. Untuk mengetahui pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi

hubungan ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.
15

e. Untuk mengetahui pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi

hubungan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

f. Untuk mengetahui pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi

hubungan asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan paparan tujuan penelitian di atas, maka harapan dari peneliti

bahwa penelitian ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi para

pembaca.

1.6.1 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

bagi peneliti dan pembaca terkait cakupan penelitian tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan laporan

keuangan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau

literasi bagi penelitian selanjutnya khususnya dalam cakupan penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan

akuntansi.
16

1.6.2 Manfaat Praktik

a. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang bermanfaat dan menjadi saran untuk mengembangkan sikap

sebagai seorang akuntan yang taat pada peraturan akuntansi yang

berlaku.

b. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan agar

pembaca mendapatkan pengetahuan tambahan dan lebih mudah dalam

memahami bagaimana pentingnya masalah fraud dalam bidang

akuntansi sehingga ketika pembaca berada dalam lingkup pekerjaan

terkait bidang akuntansi dapat terhindar dari perilaku menyimpang yang

menyebabkan tindak kecurangan pada laporan keuangan.

1.7 Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian-penelitian yang mengkaji

analisis pengaruh faktor-faktor fraud laporan keuangan. Adapun penelitian ini

menggabungkan beberapa variabel yang masih menunjukkan research gap dari

penelitian-penelitian sebelumnya untuk diteliti lebih dalam dengan menggunakan

ketaatan terhadap akuntansi, asimetri informasi dan keefektifan sistem

pengendalian internal sebagai variabel eksogen, lalu kecenderungan kecurangan

akuntansi sebagai variabel endogen. Peneliti juga menawarkan keterbaruan berupa

variabel perilaku menyimpang sebagai variabel moderating. Dibandingkan dengan

penelitian terdahulu oleh Najahningrum (2013), penelitian ini lebih


17

menitikberatkan pada pengaruh moderasi dari variabel moderating yang diuji

terhadap korelasi antara variabel eksogen terhadap variabel endogen, sedangkan

pada penelitian Najahningrum (2013) hanya berfokus pada pengaruh langsung

antara variabel eksogen terhadap variabel endogen.

Alasan peneliti menggunakan gabungan variabel eksogen dengan komposisi

yang berbeda dari penelitian sebelumnya adalah ingin melihat variasi hasil

penelitian dan perbedaan yang dihasilkan terkait dengan objek penelitian yang

berbeda pula. Peneliti mengajukan keterbaruan dalam penelitian berupa

penggunaan variabel asimetri informasi yang dimoderasi dengan perilaku

menyimpang yang menarik untuk diteliti di Kabupaten Kotawaringin Barat, yang

mana termasuk daerah atau kota yang belum memiliki akses informasi sebaik kota-

kota besar lainnya di Indonesia dan termasuk daerah dengan pemerintah

kabupaten/daerah dengan jumlah kasus fraud yang cukup banyak serta daerah

dengan reputasi opini BPK yang kurang baik. Dibandingkan dengan tiga penelitian

terdahulu oleh Kristi (2017), penelitian Zulkarnain (2013), dan penelitian

Nurlaeliyah (2017), penelitian ini lebih berfokus untuk menggali persepsi pegawai

organisasi perangkat daerah di Provinsi Kalimantan Tengah yang mana berada di

luar pulau Jawa, sedangkan ketiga penelitian terdahulu hanya berfokus pada objek

penelitian yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian yang dilakukan di

lingkup luar pulau Jawa ini diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang

memberikan cakupan lebih luas terhadap topik permasalahan yang dibahas.

Adapun alasan peneliti menggunakan variabel perilaku menyimpang

sebagai variabel moderating adalah untuk melihat apakah perilaku menyimpang


18

dapat menjadi moderator korelasi antara variabel eksogen dengan variabel endogen.

Pengujian perilaku menyimpang sebagai variabel moderating diharapkan dapat

memberikan hasil dari penelitian berupa hubungan pengaruh variabel eksogen

terhadap variabel endogen yang lebih akurat. Fungsi dari variabel moderating

adalah untuk memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel eksogen

terhadap variabel endogen, agar mampu membuat hasil penelitian yang lebih baru

dan variatif. Perilaku menyimpang adalah sesuatu yang berkaitan dengan benar dan

salah atau asumsi seseorang tentang hukum atau aturan yang tidak boleh dilanggar.

Hal ini tentu berkaitan dengan adanya fenomena terjadinya kecurangan atau fraud,

sehingga perlu diteliti bagaimana perilaku menyimpang dapat mempengaruhi atau

memoderasi hubungan antara faktor-faktor penyebab terjadinya fraud terhadap

fraud itu sendiri.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori Utama

2.1.1 Teori Atribusi

Teori atribusi adalah sebuah teori yang dikembangkan oleh Fritz Heider.

Atribusi berarti proses penyimpulan motif, maksud, dan karakteristik orang lain

dengan melihat pada perilakunya yang tampak atau dengan kata lain proses

bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa yang terjadi, alasan

ataupun sebab perilakunya, teori ini berpendapat bahwa suatu perilaku

menginterpretasikan atribut penyebabnya, misalnya peristiwa, alasan atau sebab

dari perilakunya (K. K. Putri et al., 2017). Heider mengemukakan argumennya

bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal dan

kekuatan eksternal. Kekuatan internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam

diri seseorang, contohnya ketaatan terhadap peraturan akuntansi. Adapun kekuatan

eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar seseorang, contohnya

keefektifan sistem pengendalian internal dan asimetri informasi.

Robbins (2003) mengemukakan bahwa teori atribusi merupakan penjelasan

cara-cara manusia menilai orang secara berlainan, tergantung pada makna apa yang

dihubungkan ke suatu perilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan

bahwa jika seseorang mengamati perilaku seseorang individu, orang tersebut

berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau

eksternal. Pada tahun 1960 sampai tahun 1970, Harold Kelley mengemukakan teori

19
20

atribusi yang mencoba memahami sebab-sebab pada berbagai peristiwa yang

dihadapi dan respon yang kita berikan pada peristiwa tersebut bergantung pada

interpretasi yang dipahami tiap individu. Teori yang dikembangkan oleh Harold

Kelley ini menyatakan bahwa dalam menyimpulkan kausalitas internal maupun

eksternal perlu memperhatikan tiga hal, yaitu apakah orang lain bertindak sama

seperti penanggap (konsensus), apakah penanggap bertindak yang sama pada situasi

yang lain (konsistensi), dan apakah orang itu bertindak yang sama pada situasi lain

atau pada saat itu (kekhasan).

Kemudian pada tahun 1985 sampai tahun 2004, Weiner mengembangkan

teori atribusi yang menjelaskan bagaimana orang-orang memandang penyebab

perilaku mereka kepada orang lain dengan menunjuk dua dimensi, yaitu dimensi

internal-eksternal sebagai sumber kausalitas dan dimensi stabil-tidak stabil sebagai

sifat kausalitas. Teori atribusi mengasumsikan bahwa orang-orang condong untuk

mencari informasi untuk membentuk suatu atribusi. Teori atribusi ini berkaitan erat

dengan perilaku yang dilakukan antara pimpinan dengan bawahan. Setiap perilaku

yang dilakukan oleh pimpinan seperti tindakan maupun keputusan yang diambil

oleh pimpinan atau orang yang diberikan wewenang disebabkan oleh atributi

penyebab. Tindakan atau keputusan yang diambil oleh pimpinan atau bawahan

yang diberikan tanggungjawab disebabkan oleh atribut penyebab, seperti tindakan

tidak etis maupun kecurangan yang terjadi (Kusumastuti, 2012).


21

Proses atribusi pada kasus fraud juga seringkali mengalami attribution error

berupa kecenderungan menjelaskan alasan kausalitas perbuatan fraud dengan

mengkaitkan dengan personal traits. Terlalu menekankan pendekatan atribusi ke

dalam faktor-faktor individual tentu dapat mempengaruhi kesuksesan dalam

menangani kasus fraud yang terjadi (Robinson et al., 2012). Teori atribusi

digunakan dalam penelitian ini untuk membantu peneliti pada 3 hal yaitu

memprediksi bagaimana hubungan yang akan terjadi antara variabel eksogen

terhadap variabel endogen dalam penelitian ini, memahami fenomena yang terjadi

terkait persepsi yang dibentuk oleh individu hingga melakukan tindakan

selanjutnya, serta menjelaskan tentang adanya fenomena yang berkaitan dengan

sebab akibat atau hubungan kausalitas bagi individu yang dapat diamati peneliti

secara nyata.

2.1.2 Teori Fraud Diamond(Fraud Diamond Theory)

Teori fraud diamond adalah pandangan baru tentang fenomena fraud yang

dikemukakan oleh Wolfe dan Hermason (2004). Teori Fraud diamond merupakan

suatu bentuk penyempurnaan dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh

Cressey pada tahun 1953. Bentuk penyempurnaan teori fraud dari Wolfe dan

Hermason adalah penambahan satu elemen kualitatif yang diyakini memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap fraud yaitu kompetensi (capability).

Kompetensi berkaitan dengan sifat atau kemampuan seseorang yang mempunyai

peranan besar yang memungkinkan untuk melakukan suatu tindakan kecurangan,


22

sehingga calon pelaku fraud harus memiliki keterampilan dan kemampuan dalam

melakukan tindakannya (Ruankaew, 2016). Adapun elemen-elemen dari teori fraud

diamond adalah sebagai berikut :

1. Tekanan (pressure)

Tekanan merupakan salah satu faktor pendorong seseorang untuk

berani melakukan tindakan kecurangan. Faktor tekanan bisa berupa tekanan

ekonomi, atau kehidupan social yang berat sehingga memaksa seseorang

untuk melakukan kecurangan. Menurut Wolfe dan Hermason (2004), pelaku

kecurangan menggambarkan incentive dengan pemikiran ; aku harus

melakukan kecurangan.

2. Kesempatan (opportunity)

Salah satu faktor pendorong seseorang untuk berbuat kecurangan

adalah kesempatan yang mendukung. Faktor kesempatan berasal dari luar

diri seseorang yang biasanya menjadi celah untuk melakukan tindakan

fraud. Wolfe dan Hermason (2004) menggambarkan kesempatan dengan

pemikiran ; pelaku kecurangan menemukan celah berupa kelemahan di

dalam sebuah sistem yang mana dapat digunakan oleh orang yang

berkemampuan untuk melakukan kecurangan. Sistem pengendalian internal

suatu instansi atau organisasi yang lemah dapat berisiko terjadinya

kecurangan karena kurang ketatnya peraturan yang berlaku sehingga

menimbulkan peluang terjadinya kecurangan. Begitu juga dengan adanya

sistem pengendalian internal yang efektif akan memperketat penegakan


23

aturan-aturan organisasi atau entitas di dalamnya. Sebuah organisasi baik

yang bertujuan bisnis maupun tidak dapat mengeliminasi faktor kecurangan

berupa kesempatan dengan menyempurnakan penerapan sistem

pengendalian internal (Ruankaew, 2016).

3. Rasionalitas (Rationalization)

Rasionalisasi berkaitan dengan alasan seseorang untuk melakukan

tindakan kecurangan yang menjadi dasar pembenaran atas apa yang telah

dilakukan serta untuk mempengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang

telah dilakukan. Wolfe dan Hermason (2004) mengungkapkan bahwa

pelaku kecurangan menggambarkan rasionalisasi dengan pemikiran ; pelaku

kecurangan sudah terlebih dahulu merasionalisasi tindakan fraud sebagai

sesuatu yang dapat diterima dan merasa bahwa perilaku kecurangan sepadan

dengan risikonya. Ketidakjelasan informasi yang didapatkan bisa

menyebabkan kesalahan atau perbedaan persepsi dalam standarisasi

pekerjaan terkait pengelolaan keuangan sehingga dari protokol atau alur

perintah yang tidak sesuai dapat berisiko terjadinya kecurangan akuntansi.

4. Kompetensi (capability)

Kompetensi berkaitan dengan keahlian atau kemampuan yang

dimiliki oleh seseorang sehingga memungkinkan pelaku kecurangan dalam

memanipulasi hak dan kewajibannya terkait pekerjaannya untuk melakukan

tindakan kecurangan. Kemampuan memiliki enam jenis sifat pendukung

yaitu pemosisian, kecerdasan, ego, pemaksaan, penipuan, dan manajemen


24

stres (Shelton, 2014). Wolfe dan Hermason (2004) menjelaskan bahwa

pelaku kecurangan menggambarkan capability dengan pemikiran ; dengan

memiliki kemampuan, seorang pelaku kecurangan dapat mendeteksi jalan

masuk atau celah yang menjadi kesempatan baginya untuk berbuat

kecurangan. Kecurangan tidak akan terjadi tanpa adanya kemampuan

pelaku, karena memerlukan kemampuan untuk melihat gap di dalam sebuah

celah yang dapat menjadi peluang tindakan kecurangan (Indarto & Ghozali,

2016).

Teori Fraud Diamond merupakan perkembangan teori fraud yang

menjelaskan adanya sifat-sifat dan kemampuan individu dalam melakukan suatu

kecurangan. Kecurangan dapat terjadi melalui peluang dan rasionalisasi dari

individu namun juga memerlukan kapabilitas dalam melihat celah untuk

mengambil keuntungan dari suatu kesempatan tersebut. Teori Fraud Diamond

digunakan peneliti dalam memahami konsep dasar fraud yang terjadi di sektor

pemerintahan terkait bagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dapat terjadi dan

sebagai landasan berpikir dalam melihat hubungan kausalitas adanya pengaruh

faktor-faktor yang menyebabkan fraud dengan kecenderungan fraud itu sendiri.


25

2.2 Kajian Variabel Penelitian

2.2.1 Kecurangan (Fraud)

2.2.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)

Kecurangan merupakan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang

dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan

laporan keliru terhadap pihak lain) yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau

luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang

secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain (ACFE, 2011). Adapun

menurut Institut of Internal Auditors (IAA), menyatakan bahwa ; fraud encompasses

an array if irregularities and illegal acts characterized by intentional deception. It

can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the organization and by

persons outside as well as inside organization. Artinya fraud adalah segala tindakan

ilegal yang dilakukan orang-orang di dalam maupun luar organisasi yang ditandai

dengan penipuan yang disengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau

kelompok tertentu dan merugikan organisasi ataupun pihak luar organisasi.

Alberth et al (2004) mengartikan fraud sebagai suatu tindakan kriminal,

dengan menyatakan : penipuan adalah istilah umum, menyangkut semua cara yang

dilakukan dengan kecerdikan manusia untuk dipaksa oleh satu individual, untuk

mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang lain dengan representasi yang tidak

benar. Pengertian fraud sangat luas karena mencakup segala aspek bukan hanya

akuntansi, adapun inti dari perbuatan fraud adalah penipuan (deception),

ketidakjujuran (dishonest) dan niat (intent). Kecurangan juga dapat diartikan


26

sebagai suatu kesalahan yang dilakukan secara disengaja berupa penyimpangan dari

prosedur akuntansi yang seharusnya diterapkan di dalam sebuah entitas

(Najahningrum, 2013).

2.2.1.2. Jenis-Jenis Kecurangan (Fraud)

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan

fraud ke dalam beberapa jenis dengan istilah Fraud Tree (Tuanakotta, 2014).

Adapun jenis-jenis fraud menurut ACFE adalah sebagai berikut :

1. Financial Statement Fraud (Kecurangan Laporan Keuangan)

Kecurangan laporan keuangan adalah kecurangan yang dilakukan

oleh manajemen suatu entitas atau organisasi dalam bentuk salah saji

material laporan keuangan yang dapat merugikan para pemakai informasi

keuangan seperti investor dan kreditor. Kecurangan laporan keuangan

dibagi menjadi dua jenis, yaitu bersifat finansial dan non-finansial.

2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan asset)

Penyalahgunaan aset adalah bentuk kecurangan dengan cara

mencuri atau menggunakan aset milik entitas atau organisasi secara ilegal

dan bersifat menipu. Penyalahgunaan aset dibagi menjadi dua jenis, yaitu

cash dan non-cash. Contoh penyalahgunaan aset dalam bentuk cash adalah

pencurian (larceny) dan skimming. Adapun contoh penyalahgunaan aset


27

dalam bentuk non-cash adalah misuse atau memakai aset perusahaan secara

ilegal untuk keuntungan pribadi.

3. Corruption (Korupsi)

Korupsi menurut ACFE dibagi menjadi empat jenis, yaitu

pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian

ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

2.2.1.3. Fraud di Sektor Pemerintahan

Kecurangan atau fraud yang sering terjadi di sektor pemerintahan adalah

korupsi. Menurut Susanto (2001), korupsi pada level pemerintahan daerah adalah

dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian

barang-barang publik untuk kepentingan pribadi (Adinda, 2015). De Asis (2000)

membagi jenis-jenis korupsi ke dalam empat jenis yaitu ; korupsi politik berupa

politik uang pada pemilihan anggota legislative ataupun pejabat-pejabat eksekutif,

dana ilegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui

cara-cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang. Terdapat jenis korupsi berupa

clientelism yaitu bentuk pola hubungan atau interaksi secara langganan (Zulkarnain,

2013).

Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2004)

(Najahningrum, 2013), skema fraud dalam APBN dan APBD dari segi pengeluaran

maupun pemasukan dibagi menjadi beberapa skema yaitu :


28

A. Ditinjau dari segi penerimaan :

1. Rendahnya anggaran penerimaan pajak, PBB, bea cukai, retribusi dan pajak

lainnya disbanding potensi yang tersedia.

2. Manipulasi restitusi pajak.

3. Laporan SPT pajak bulanan maupun tahunan yang tidak sesuai dengan

potensi pajak yang sesungguhnya.

4. Kesalahan pengenaan tarif pajak maupun bea.

5. Pembebasan pajak atas bahan baku impor dan ekspor tidak sesuai dengan

data yang sesungguhnya.

6. Perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah

memperkecil volume produksi pertambangan atau hasil alam.

7. Memperbesar biaya cost recovery, sehingga setoran hasil menjadi

berkurang.

8. Kontrak pembagian hasil atas tambang yang merugikan negara.

9. Penjualan aset pemerintah tidak berdasar harga wajar atau harga pasar.

10. Pelaksanaan tukar guling (ruislaag) yang merugikan negara dan

pemanfaatan tanah negara yang harga sewanya tidak wajar (di bawah harga

pasar).

11. Penerimaan yang seharusnya masuk ke rekening kas negara, namun masuk

ke rekening atas nama pejabat atau perorangan. Meskipun pejabat tersebut

pimpinan instansi yang bersangkutan, namun cara ini berpotensi merugikan

negara.
29

B. Ditinjau dari segi pengeluaran :

1. Pengeluaran belanja/jasa atau perjalanan dinas barang fiktif.

2. Pembayaran ganda pejabat atau pegawai yang diperbantukan.

3. Penggelembungan (mark up) harga, atau harga patokan terlalu mahal

dibandingkan harga pasar.

4. Pelaksanaan sistem tender, penunjukkan rekanan dan atau konsultan,

persayaratn kualifikasi,dan lain-lain tidak sesuai standar prosedur, atau

sesuai prosedur tetapi hanya memenuhi persyaratan formalitas.

5. Pemenang tender men-sub kontrak-kan pekerjaannya kepada pihak ketiga,

sehingga posisi rekanan tidak lebih sebagai broker semata.

6. Rekanan atau konsultan tidak mampu melaksanakan pekerjaannya sesuai

jadwal yang ditetapkan.

7. Pekerjaan atau barang yang dihasilkan tidak sesuai spesifikasi.

8. Program bantuan social atau penanggulangan bencana yang salah sasaran.

9. Adanya “percaloan” dalam pengurusan alokasi dana, sehingga instansi atau

daerah yang ingin mendapatkan alokasi anggaran perlu mencadangkan dana

untuk komisi.

10. Biaya yang terlalu tinggi pada penunjukkan konsultasi keuangan, akuntan,

underwriter, dan penggunaan tenaga professional lainnya terkait dengan

program pemerintah atau BUMN.

11. Privatisasi BUMN.

12. Biaya restrukturisasi, bantuan likuiditas dan biaya lain-lain yang sejenis

yang merugikan negara.


30

2.2.1.4. Indikator Pengukuran Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

(Fraud)

Menurut Wilopo (2006), ada beberapa indikator pengukuran kecenderungan

kecurangan akuntansi (Fraud) yaitu :

1. Kecenderungan untuk melakukan manipulasi, pemalsuan, atau perubahan

catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya.

2. Kecenderungan untuk melakukan penyajian yang salah atau penghilangan

peristiwa, transaksi, atau informasi yang signifikan dari laporan keuangan.

3. Kecenderungan untuk melakukan salah menerapkan prinsip akuntansi

secara sengaja.

4. Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah

akibat pencurian (penyalahgunaan/penggelapan) terhadap aktiva yang

membuat entitas membayar barang/jasa yang tidak diterima.

5. Kecenderungan untuk melakukan penyajian laporan keuangan yang salah

akibat perlakuan yang tidak semestinya terhadap aktiva dan disertai dengan

catatan atau dokumen palsu dan dapat menyangkut satu atau lebih individu

di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.


31

2.2.2. Ketaatan pada Peraturan Akuntansi

2.2.2.1. Pengertian Ketaatan pada Peraturan Akuntansi

Aturan akuntansi mengatur tentang pelaporan keuangan yang berpedoman

pada PSAK yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (Kusumastuti, 2012).

Laporan keuangan harus menyajikan informasi yang dapat dipercaya dan dapat

diandalkan, serta dibutuhkan aturan yang baik untuk menjaga keandalan informasi

keuangan di dalamnya. Adapun hal tersebut perlu dijaga dengan baik karena

laporan keuangan berfungsi sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi

pihak pemakai informasi keuangan contohnya investor, kreditur, atau direksi

entitas. Menurut KBBI, aturan merupakan suatu cara (ketentuan, patokan, petunjuk,

perintah) yang telah diterapkan supaya dituruti atau dilakukan. Adapun menurut

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), peraturan akuntansi adalah prinsip-prinsip

akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan

pemerintah.

Kohlberg (1969) menjelaskan bahwa manajemen harus berorientasi pada

peraturan yang berlaku, sehingga kepatuhan terhadap aturan akuntansi dapat

membentuk moralitas manajemen yang tinggi dan dapat mengurangi

kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen

(Kusumastuti, 2012). Kegagalan untuk menyusun laporan keuangan disebabkan

karena ketidakpatuhan atau ketidaktaatan terhadap aturan akuntansi, di mana hal itu

akan menyebabkan kecurangan pada entitas atau organisasi yang tidak dapat

dideteksi oleh auditor (Faisal, 2013). Oleh karena itu, pegawai keuangan dalam
32

sebuah entitas baik entitas publik atau swasta berpotensi melakukan fraud apabila

sejak awal tidak mematuhi peraturan akuntansi dalam mengelola keuangan suatu

entitas. Ketaatan entitas atau organisasi terhadap peraturan akuntansi diharapkan

dapat meminimalisir dan mencegah perilaku dengan moralitas yang rendah yang

mana mengacu pada perbuatan kecenderungan kecurangan akuntansi (Noch et al.,

2019). Peraturan akuntansi yang ditaati oleh setiap pegawai pengelola keuangan

dapat meminimalisir risiko terjadinya fraud.

2.2.2.2. Indikator Ketaatan pada Peraturan Akuntansi

Ada beberapa indikator yang dapat mengukur ketaatan pada peraturan

akuntansi yaitu persyaratan pengungkapan, informasi yang bermanfaat bagi publik,

objektif, hati-hati, dan konsisten (Thoyibatun, 2012). Adapun beberapa indikator

pengukuran ketaatan pada peraturan akuntansi yaitu:

1. Persyaratan Pengungkapan

Persyaratan pengungkapan menjelaskan bahwa setiap entitas

akuntansi di lingkungan pemerintah diharapkan menyajikan laporan

keuangan yang terdiri atas laporan keuangan dan laporan kinerja. Laporan

keuangan terdiri atas laporan realisasi anggaran, necara, laporan arus kas,

dan catatan atas laporan keuangan. Laporan kinerja berisi ringkasan tentang

keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-

masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan

APBN/APBD (PP RI Nomor 24, Tahun 2005 tentang SAP).


33

2. Menyajikan Informasi yang Bermanfaat bagi Kepentingan Publik

Melalui laporan keuangan dan laporan kinerja, suatu entitas

akuntansi menyajikan laporan keuangan yang bermanfaat bagi publik. Oleh

karena itu pimpinan atau kepala entitas perlu menunjuk

pertanggungjawaban atas tugas-tugasnya dan menempatkan kepentingan

pemakai informasi pada skala prioritas.

3. Objektif

Prinsip objektif mengharuskan pembuat laporan keuangan dan

laporan kinerja untuk bersikap jujur secara intelektual yang berarti bahwa

informasi di dalam laporan keuangan harus menggambarkan seluruh

transaksi atau peristiwa yang terjadi secara jujur dan disajikan secara wajar

serta bersikap adil atau tidak memihak pada suatu pihak tertentu. Laporan

keuangan harus bebas dari konflik kepentingan suatu pihak tertentu, tidak

berprasangka dan harus mengutamakan kepentingan para pemakai

informasi keuangan.

4. Memenuhi Syarat Kehati-hatian

Pembuat laporan keuangan harus memiliki tanggungjawab dengan

kompetensi, ketekunan dan kehati-hatian. Kehati-hatian tersebut berarti

bahwa pembuat laporan keuangan dan laporan kinerja harus mempunyai

kewajiban untuk bersikap hati-hati dalam menjalankan tugasnya agar hasil

dari laporan-laporan tersebut dapat memberikan informasi yang mudah

dipahami, dapat diandalkan dan lebih relevan bagi penggunanya.


34

5. Memenuhi Syarat Konsep Konsistensi Penyajian

Konsep konsistensi penyajian menjelaskan bahwa penyajian dan

klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan dan laporan kinerja antar

periode konsisten sesuai lampiran 3 dan 4 SAP (PP RI Nomor 24 Tahun

2005). Namun, perubahan penyajian dapat dilaksanakan jika perubahan

tersebut dapat memberikan informasi yang handal dan lebih relevan bagi

pengguna informasi keuangan atau memberikan struktur baru yang

mempunyai kecenderungan akan dipergunakan untuk seterusnya. Entitas

harus mereklasifikasi informasi komparatif jika dilakukan perubahan

penyajian laporan keuangan. Misalnya ketika suatu akuisisi atau pelepasan

yang signfikan atau review atas penyajian laporan keuangan, mungkin akan

menghasilkan kesimpulan bahwa laporan keuangan harus disajikan secara

berbeda (Indonesia, 2016).


35

2.2.3 Keefektifan Sistem Pengendalian Internal

Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commision

(COSO) menyatakan bahwa pengendalian internal adalah suatu proses yang

dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu

entitas yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan

dengan pencapaian tujuan dalam kategori keandalan laporan keuangan, kepatuhan

terhadap hukum serta efektivitas dan efisiensi operasi (Mutnuru, 2016). Adapun

sistem pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian internal permerintah adalah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan laporan keuangan, dan peraturan perundang-undangan.

Menurut Mulyadi (2002), pengendalian internal merupakan suatu proses

yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lainnya yang

didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan

tiga golongan yaitu keandalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum &

peraturan yang berlaku, dan efektivitas & efisiensi operasi. Pengendalian internal

ini dibuat dalam bentuk sistem yang mencakup seluruh aturan, metode, dan

penerapan untuk mencapai tujuan organisasi. American Institute of Certifield Public

Accountant (AICPA) pada tahun 1947 menjelaskan bahwa pengendalian internal

sangat penting, antara lain untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap
36

kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan

yang tidak sesuai dengan aturan (Wilopo, 2006).

Berdasarkan beberapa paparan pengertian sistem pengendalian internal di

atas, maka para pengelola keuangan harus menyadari pentingnya keefektifan sistem

pengendalian internal bagi suatu entitas baik entitas publik maupun entitas swasta.

Semakin efektif suatu sistem pengendalian internal yang diterapkan di dalam

lingkungan entitas akan mengurangi risiko terjadinya kecurangan. Sistem

pengendalian internal yang baik dan efektif akan membuat pengawas keuangan atau

otoritas di atasnya dengan mudah menelusuri segala potensi dan risiko yang dapat

mengakibatkan indikasi terjadinya fraud.

2.2.4. Asimetri Informasi

Asimetri informasi adalah situasi di mana terjadi ketidakselarasan informasi

antara pihak yang memiliki atau menyediakan informasi dengan pihak yang

membutuhkan informasi (Najahningrum, 2013). Asimetri informasi timbul karena

principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent, dan agent

memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan atau organisasi secara

keseluruhan (Rahmawati & Soetikno, 2012). Adanya perbedaan informasi tersebut

menyebabkan kedua belah pihak memiliki kepentingan masing-masing yang

berbeda (P. A. A. Putri & Irwandi, 2017). Karena ketidakselarasan tersebut, agent

memiliki kesempatan untuk menyajikan informasi yang tidak sesuai.

Terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:


37

1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam

lainnya biasanya mengetahui lebih banyak informasi tentang keadaan dan

prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang

mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang

saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.

2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer

tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi

pinjaman. Oleh karena itu manajer dapat melakukan tindakan diluar

pengetahuan pemegang saham dengan melanggar kontrak yang sebenarnya

secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

2.2.5. Perilaku Menyimpang

Menurut KBBI, perilaku menyimpang adalah tingkah laku, perubahan atau

tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma

dan hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Perilaku menyimpang dapat pula

disebut perilaku tidak etis (unethical behavior) merupakan salah satu faktor internal

yang menyebabkan terjadinya kecurangan akuntansi. Brass et al. (1998)

menjelaskan bahwa perilaku menyimpang sendiri disebabkan oleh dua faktor utama

yaitu faktor individual dan faktor organisasi (Irianto et al., 2012). Faktor individu

berasal dari dalam pelaku kecurangan yang biasanya berupa kontrol diri yang salah,

pengembangan moral secara kognitif (cognitive moral development) yang mana

menyebabkan pola kecenderungan tingkah laku tertentu. Adapun faktor organisasi


38

berasal dari lingkungan pekerjaan yang berupa norma, kode etik organisasi, atau

sistem kompensasi yang menyebabkan adanya pola perilaku yang menyimpang.

Perilaku menyimpang dapat mempengaruhi kinerja suatu entitas atau instansi,

karena dapat merusak hubungan antar-individu atau antar-sesama pegawai dalam

sebuah organisasi sehingga menghambat proses komunikasi dan diskusi di dalam

menjalankan sebuah pekerjaan (Kaptein, 2011). Seseorang yang melakukan

perbuatan melanggar norma dan hukum dengan menggunakan wewenangnya di

sebuah entitas dapat menghambat proses mencapai tujuan entitas tersebut karena

penyalahgunaan wewenang atau abuse of power cenderung menguntungkan diri

sendiri namun merugikan pihak lain atau kepentingan umum.

Perusahaan atau organisasi adalah artifisial pribadi yang memiliki tanggung

jawab moral dan social pada tingkat operasional yang diwakili secara formal oleh

manajemen (Wilopo, 2006). Artinya kedua hal ini saling berkaitan, bahwa suatu

lingkungan atau tatanan sosial instansi akan mempengaruhi bagaimana perilaku

pegawai. Robinson (1995) menjelaskan tentang dimensi perilaku menyimpang

dalam perusahaan membagi empat jenis perilaku menyimpang, yaitu perilaku

menyalahgunakan kedudukan atau posisi (abuse of position), perilaku yang

menyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), perilaku yang menyalahgunaan

sumber daya organisasi (abuse of resource), dan perilaku yang tidak berbuat apa-

apa (no action) (Thoyibatun, 2012). Kecurangan akuntansi tergolong dalam

penyimpangan dalam bentuk kriminal yang biasanya dijumpai dalam bentuk

korupsi, suap atau pengalihan dana.


39

2.3. Kajian Penelitian Terdahulu

No Nama / Judul / Alat Variabel Hasil


. Tahun Jurnal Analisis Yang Diteliti Penelitian
1 Noch (2019) Non-ethical Path Variabel Ketaatan pada
Behaviour Analysis Eksogen: peraturan
Mediates Ketaatan pada akuntansi
Relationship peraturan berpengaruh
of Rules akuntansi, positif
Obedience, moralitas signifikan
Management manajemen, terhadap
Morality, and keefektifan kecenderungan
Effectiveness sistem kecurangan
of Internal pengendalian akuntansi,
Monitoring internal moralitas
System Variabel manajemen
towards Moderating: berpengaruh
Accounting Perilaku positif
Fraud menyimpang signifikan
Tendency Variabel terhadap
Endogen: kecenderungan
Kecenderung kecurangan
an kecurangan akuntansi,
akuntansi keefektifan
sistem
pengendalian
internal
berpengaruh
positif secara
signifikan
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi,
tidak ada
pengaruh
mediasi dari
perilaku
menyimpang
terhadap
keefektifan
sistem
pengendalian
internal dan
ketaatan pada
40

peraturan
akuntansi
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi,
terdapat
pengaruh
mediasi dari
perilaku
menyimpang
terhadap
moralitas
manajemen
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi.
2 Praditasari The Factors SEM Variabel Motivasi
(2018) That Affect Eksogen: negatif dan
Fraudulent Motivasi asimetri
Financial negatif, informasi
Statements of moralitas, berpengaruh
the Local sistem positif secara
Government pengendalian signifikan
internal, terhadap fraud,
asimetri moralitas
informasi. berpengaruh
Variabel negatif secara
Endogen: signifikan
Fraud terhadap fraud,
dan sistem
pengendalian
internal tidak
berpengaruh
terhadap fraud.
3 Putri (2017) The Multiple Variabel Keefektifan
determinants linear eksogen: sistem
of accounting regressio Keefektifan pengendalian
fraud n models sistem internal
tendency pengendalian berpengaruh
internal, negatif
kesesuaian terhadap fraud
kompensasi, tendency,
asimetri kesesuaian
informasi, kompensasi
41

ketaatan pada berpengaruh


peraturan negatif
akuntansi, terhadap fraud
moralitas tendency,
manajemen asimetri
Variabel informasi
endogen: berpengaruh
Fraud positif
Tendency terhadap fraud
tendency,
ketaatan pada
peraturan
akuntansi
berpengaruh
negatif
terhadap fraud
tendency, dan
moralitas
manajemen
berpengaruh
negatif
terhadap fraud
tendency.
4 Yanuar Dwi Analysis of Full Variabel Keefektifan
Purnomo, Faktor Model eksogen : pengendalian
Muhammad Affecting The Structura Keefektifan internal
Khafid Tendency of l pengendalian berpengaruh
(2017) Accounting Equation internal, negatif
Fraud with Modellin ketaatan atas terhadap
The g (SEM) peraturan kecenderungan
Mediation of dengan akuntansi, kecurangan
Unethical SmartPL kesesuaian akuntansi(KK
Behavior S 2.0 kompensasi A)
Variabel Ketaatan atas
endogen : peraturan
Kecenderung akuntansi
an kecurangan berpengaruh
akuntansi negatif
Variabel terhadap KKA
Intervening : Kesesuaian
Perilaku tidak kompensasi
etis berpengaruh
negatif
terhadap KKA
Keefektifan
pengendalian
42

internal
berpengaruh
negatif
terhadap
perilaku tidak
etis
Ketaatan atas
peraturan
akuntansi tidak
berpengaruh
terhadap
perilaku tidak
etis
Kesesuaian
kompensasi
berpengaruh
negatif
terhadap
perilaku tidak
etis
Perilaku tidak
etis
berpengaruh
positif
terhadap KKA
Perilaku tidak
etis tidak
mempengaruhi
hubungan
keefektifan
pengendalian
internal
terhadap KKA
Perilaku tidak
etis tidak
mempengaruhi
hubungan
ketaatan atas
peraturan
akuntansi
terhadap KKA
Perilaku tidak
etis
mempengaruhi
hubungan
kesesuaian
43

kompensasi
terhadap KKA
5 Nurlaeliyah Analysis of Multiple Variabel Keefektifan
(2017) Factors regressio eksogen: sistem
Affecting The n Keefektifan pengendalian
Tendency of analysis sistem internal
Accounting pengendalian berpengaruh
Fraud with An internal, negatif secara
Ethical ketaatan signifikan
Behavior As peraturan terhadap
Intervening akuntansi, kecenderungan
Variable kesesuaian kecurangan
kompensasi, akuntansi,
asimetri ketaatan
informasi peraturan
Variabel akuntansi,
moderating: keseuaian
Perilaku kompensasi,
menyimpang dan asimetri
Variabel informasi tidak
endogen: berpengaruh
kecenderunga terhadap
n kecurangan kecenderungan
akuntansi kecurangan
akuntansi,
perilaku
menyimpang
memoderasi
pengaruh
keefektifan
sistem
pengendalian
internal,
kesesuaian
kompensasi,
dan asimetri
informasi
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi.
6 Ananto Analisis Analisis Variabel 1. Keefektifan
Pratomo, Fraud Regresi eksogen: Pengendalian
dkk (2016) Diamond Bergand Keefektifan Intern
Theory a pengendalian berpengaruh
Terhadap (Multiple internal, negatif
44

Kecenderung Regressi Kesesuaian terhadap


an Perilaku on) kompensasi, kecenderungan
Fraud pada Budaya Etis fraud di
Pengelola Organisasi, Kabupaten X.
Keuangan Kompetensi 2. Kesesuaian
Pemerintah Variabel kompensasi
(Survey pada endogen: berpengaruh
Pengelola Kecenderung negatif
Keuangan an kecurangan terhadap
Pemerintah (fraud) kecenderungan
Kabupaten X) fraud di
Kabupaten X.
3. Budaya Etis
Organisasi
berpengaruh
negatif
terhadap
kecenderungan
fraud di
Kabupaten X.
4. Kompetensi
berpengaruh
positif
terhadap
kecenderungan
fraud di
Kabupaten X.
7 Irma Penerapan Analisis Variabel Terdapat
Indriani, dkk Konsep Fraud Regresi eksogen: pengaruh yang
(2016) Diamond Bergand kepuasan signifikan
Theory dalam a kompensasi, antara variabel
Mendeteksi (Multiple tekanan tekanan
Perilaku Regressi situasional situasional
Fraud on) berupa berupa otoritas
otoritas atasan,
atasan, variabel
keadilan keefektifan
organisasi, pengendalian
keefektifan internal, dan
pengendalian variabel level
internal, penalaran
penegakan moral terhadap
hukum/aturan kecenderungan
, asimetri perilaku fraud
informasi, pada pegawai
budaya Universitas X.
45

organisasi, Dari 12
komitmen hipotesis
organisasi, penelitian yang
posisi dalam diajukan dalam
pekerjaan, penelitian ini,
level hanya 3
penalaran hipotesis
moral, dan
penelitian saja
kompetensi. yang diterima
Variabel sedangkan
endogen: sisanya ditolak
kecenderunga karena
n kecurangan memberikan
(fraud). hasil yang
tidak
signifikan.
8 Dian Analisis Analisis Variabel Asimetri
Mustika, dkk Faktor-faktor Regresi eksogen: informasi tidak
(2016) yang Bergand asimetri berpengaruh
Mempengaru a informasi, terhadap
hi (Multiple penegakan kecenderungan
Kecenderung Regressi peraturan, kecurangan
an on) keefektifan (fraud),
Kecurangan pengendalian Penegakan
(Fraud): internal, peraturan
Persepsi perilaku tidak berpengaruh
Pegawai etis, dan negatif
Dinas kesesuaian terhadap
Kabupaten kompensasi kecenderungan
Way Kanan Variabel kecurangan
Lampung endogen: (fraud),
Kecenderung Keefektifan
an pengendalian
Kecurangan internal tidak
(fraud) berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
(fraud),
Perilaku tidak
etis
berpengaruh
positif
terhadap
kecenderungan
kecurangan
46

(fraud), dan
Kesesuaian
kompensasi
tidak
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
(fraud).
9 Adinda Faktor yang Partial Variabel 1. Keefektifan
(2015) mempengaruh Least eksogen : pengendalian
i terjadinya Square Keefektifan internal
Kecurangan pengendalian berpengaruh
(fraud) di internal, negatif
sektor kultur terhadap
Pemerintahan organisasi, kecurangan
Kabupaten kesesuaian 2. Kultur
Klaten kompensasi, organisasi
penegakan berpengaruh
peraturan, negatif
keadilan terhadap
distributif, kecurangan
keadilan 3. Kesesuaian
prosedural, kompensasi
dan komitmen tidak
organisasi. berpengaruh
Variabel terhadap
endogen : kecurangan
Kecurangan 4. Penegakan
(Fraud) peraturan tidak
berpengaruh
terhadap
kecurangan
5. Keadilan
distributif
berpengaruh
positif
terhadap
kecurangan
6. keadilan
prosedural
berpengaruh
negatif
terhadap
kecurangan
47

7. komitmen
organisasi
berpengaruh
negatif
terhadap
kecurangan.
10 Najahningru Analisis Full Variabel Penegakan
m Faktor-Faktor Model eksogen: peraturan
(2013) yang Structura Penegakan berpengaruh
Mempengaru l peraturan, negatif
hi Equation Keefektifan terhadap fraud.
Kecenderung Modellin pengendalian Keefektifan
an g (SEM) internal, pengendalian
Kecurangan dengan asimestri internal
(Fraud): SmartPL informasi,kea berpengaruh
Persepsi S 2.0 di lan negatif
Pegawai distributif, terhadap fraud.
Dinas keadilan Asimetri
Provinsi DIY prosedural, informasi
komitmen berpengaruh
organisasi, positif
budaya etis terhadap
organisasi. fraud.
Variabel Keadilan
endogen: distributif
Kecenderung berpengaruh
an kecurangan negatif
(fraud) terhadap fraud.
Keadilan
procedural
berpengaruh
negatif
terhadap fraud.
Budaya etis
manajemen
berpengaruh
negatif
terhadap fraud.
Komitmen
organisasi
berpengaruh
negatif
terhadap fraud.
Sumber: Rangkuman Riset Terdahulu
48

2.4 Kerangka Berpikir

2.4.1 Pengaruh ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan

kecurangan laporan keuangan

Ketaatan pada peraturan akuntansi adalah tingkat kesesuaian penyajian

laporan keuangan di dalam sebuah organisasi. Penegakan dan ketaatan atas standar

akuntansi pemerintah yang berlaku di organisasi akan mengurangi peluang bagi

pegawai untuk mencari celah agar dapat melakukan tindakan kecurangan. Teori

atribusi menjelaskan bahwa perilaku kecurangan biasanya diawali oleh atribut-

atribut penyebab yang berasal dari faktor internal berupa perilaku menyimpang.

Menurut Shintadevi (2015), organisasi yang taat dan patuh terhadap segala bentuk

peraturan akuntansi yang berlaku diharapkan dapat mengurangi pola perilaku

menyimpang. Manajemen harus berorientasi pada peraturan yang berlaku, maka

peraturan-peraturan yang ada di dalam sebuah instansi dapat meningkatkan moral

pegawai dan mengurangi risiko adanya tindakan kecurangan (Kusumastuti, 2012).

Adapun pegawai-pegawai di dalam organisasi yang terhindar dari pola perilaku

menyimpang dapat mengurangi tingkat kecenderungan kecurangan akuntansi

(Noch et al., 2019). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Najahningrum (2013)

yang menyimpulkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap

kecenderungan kecurangan (fraud).

Fraud Diamond Theory juga telah menjelaskan bahwa potensi terjadinya

kecurangan adalah karena adanya peluang bagi seseorang untuk berbuat

kecurangan dan adanya kemampuan yang memadai bagi seseorang untuk


49

melakukan kecurangan. Hal ini ditandai dengan adanya gejala kausalitas yang

berawal dari pembukaan jalan masuk berupa kemampuan dari seorang pegawai

dalam menemukan peluang yang dapat menguntungkan dirinya, sehingga tekanan

atau insentif dan rasionalisasi menariknya ke dalam jalan masuk tersebut yang

berupa kecurangan akuntansi (Ruankaew, 2016). Menurut Ruankaew (2016),

seorang pelaku kecurangan telah cenderung menunjukkan pola perilaku

menyimpang dengan merasionalisasi perbuatannya seolah-olah kecurangan adalah

sesuatu yang dapat diterima, oleh karena itu di dalam sebuah instansi perlu adanya

ketaatan pada peraturan akuntansi yang berlaku yaitu sesuai dengan standar

akuntansi pemerintah. Pegawai-pegawai dalam organisasi khususnya pegawai di

bagian akuntansi yang menjunjung tinggi ketaatan pada peraturan akuntansi akan

mengurangi pola kecenderungan perilaku menyimpang sehingga meminmalisir

terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan logika berpikir, hasil penelitian terdahulu, dan teori yang

menjelaskan adanya pengaruh perilaku menyimpang yang mendorong pegawai

organisasi untuk tidak taat pada peraturan akuntansi yang berlaku, dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat ketaatan pada peraturan akuntansi di

dalam suatu organisasi maka semakin rendah risiko terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi di dalam organisasi tersebut. Sebaliknya, semakin rendah

tingkat ketaatan pada peraturan akuntansi dari pegawai dalam organisasi, maka

semakin tinggi tingkat kecenderungan kecurangan akuntansi yang dapat terjadi.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ketaatan pada peraturan
50

akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

2.4.2 Pengaruh sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi

Sistem pengendalian internal menjadi bagian penting dalam sebuah

organisasi untuk mengawasi segala bentuk kegiatan di dalamnya agar sesuai dengan

tujuan organisasi. Sistem pengendalian internal organisasi yang baik setidaknya

terdiri fungsi pemantauan, informasi & komunikasi, kegiatan pengendalian,

penilaian risiko, dan lingkungan pengendalian. Semua fungsi dalam sistem

pengendalian internal tersebut sangat penting untuk mengurangi kecurangan Teori

Fraud Diamond menjelaskan bahwa salah satu penyebab terjadinya kecurangan

akuntansi adalah adanya peluang atau opportunity, di mana dengan terbukanya

kesempatan atau celah di dalam organisasi cenderung membuat seseorang dapat

melakukan kecurangan. Hal ini terjadi karena kesempatan atau yang dirasakan oleh

pelaku kecurangan membuat dirinya mengedepankan keinginan pribadinya yang

disebabkan oleh banyak faktor.

Adapun teori atribusi menjelaskan bahwa faktor-faktor kecurangan berasal

dari faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki cakupan sangat luas. Faktor

eksternal dilihat dari dimensi yang tidak dapat dikontrol secara individual namun

bersifat stabil seperti faktor budaya tidak etis dan pengaruh sosial. Faktor internal

dilihat dari sisi dalam yang dapat dikontrol oleh individu namun bersifat tidak stabil
51

seperti faktor emosional, sifat arogan, atau sifat serakah. Sebuah organisasi tidak

bisa mengontrol semua faktor individual tersebut kecuali dengan penerapan sistem

pengendalian internal yang efektif. Sistem pengendalian internal yang efektif

memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecenderungan

kecurangan karena dapat meminimalisir peluang bagi pelaku kecurangan

(Nurlaeliyah & Anisykurlillah, 2017) . Menurut penelitian Zulkarnain (2013), sistem

pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecurangan akuntansi atau

fraud.

Berdasarkan logika berpikir, teori yang menjelaskan kausalitas lemahnya

sistem pengendalian internal sebagai peluang untuk melakukan kecurangan

akuntansi, dan hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa semakin efektif

dan semakin baik suatu sistem pengendalian internal pada sebuah organisasi maka

akan mengurangi terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi pada organisasi

tersebut tersebut. Sebaliknya, jika sistem pengendalian internal dalam sebuah

organisasi perangkat daerah cenderung lemah dan tidak efektif maka meningkatkan

risiko terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah keefektifan sistem pengendalian internal berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


52

2.4.3 Pengaruh asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi

Asimetri informasi adalah suatu keadaan di mana terjadi ketimpangan dan

ketidakseimbangan informasi antara pihak internal organisasi dengan pihak

eksternal yaitu masyarakat yang memakai informasi keuangan yang dikelola

organisasi tersebut. Ketidakseimbangan informasi ini membuat gap yang dapat

memicu terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini terjadi karena

adanya ketidakselarasan jumlah dan kualitas informasi yang mana informasi dari

pihak internal organisasi lebih memadai daripada informasi yang diterima oleh

masyarakat, sehingga pegawai sebagai pihak internal organisasi cenderung

mengedepankan egonya untuk memanipulasi laporan keuangan agar

menguntungkan pribadi (Antarwiyati & Purnomo, 2017).

Fraud Diamond Theory menjelaskan bahwa terdapat faktor yang

menyebabkan seseorang tertarik untuk melakukan tindakan kecurangan yaitu

rationalization atau rasionalisasi. Rasionalisasi secara lebih luas dilihat sebagai

suatu keadaan yang bermula dari sikap moral untuk merasionalkan hal-hal yang

menyimpang (Ruankaew, 2016). Pelaku kecurangan tersebut cenderung

merasionalkan tindakan kecurangan akuntansi karena pemikiran; gap informasi ini

dapat saya manfaatkan untuk kepentingan pribadi, karena pihak luar tidak akan

mengetahuinya. Dapat disimpulkan bahwa adanya asimetri informasi yang terjadi

di dalam sebuah organisasi perangkat daerah mendorong pelaku kecurangan untuk

berpikir bahwa asimetri informasi tersebut akan menjadi alasan yang rasional

baginya untuk melakukan kecurangan. Menurut Antarwiyati (2017) asimetri


53

informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan atau fraud,

sehingga perlu mengurangi tingkat ketidakseimbangan kualitas informasi yang

diterima oleh kedua pihak.

Berdasarkan dari logika berpikir, teori yang menjelaskan rasionalitas dari

kecenderungan kecurangan akuntansi akibat asimetri informasi, dan hasil dari

penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat asimetri

informasi di dalam sebuah organisasi maka semakin tinggi pula tingkat

kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi. Sebaliknya, jika tingkat asimetri

informasi di dalam sebuah organisasi rendah maka terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi dapat diminimalisir. Hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

2.4.4 Pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan ketaatan

pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

Perilaku menyimpang berkaitan dengan segala tindakan yang bertentangan

dengan peraturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku

menyimpang yang dilihat dari perspektif organisasi dilatarbelakangi oleh adanya

kondisi, iklim, dan budaya etis di dalam sebuah organisasi yang mana menjadi dasar

pemikiran atas benar dan salah (Kaptein, 2011). Seorang pegawai di dalam sebuah

organisasi yang memiliki perilaku menyimpang akan cenderung melawan

kebijakan yang berlaku. Menurut Shintadevi (2015) ketaatan pada peraturan


54

akuntansi yang berlaku adalah kewajiban sebuah organisasi sebagai bentuk

tanggungjawab atas penyajian laporan keuangan. Penelitian Wilopo (2006)

menjelaskan bahwa perilaku tidak etis atau perilaku menyimpang memberikan

pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

atau kecenderungan kecurangan akuntansi. Perilaku menyimpang ini tentu dapat

menjadi faktor penentu yang menyebabkan terjadinya kecurangan di dalam sebuah

organisasi di samping kewajiban menaati peraturan akuntansi yang berlaku bagi

organisasi tersebut. Menurut Ruankaew (2016), pelaku kecurangan cenderung

sudah terlebih dahulu memiliki perilaku menyimpang sebelum melakukan

kecurangan di luar konteks menaati peraturan yang berlaku atau tidak. Teori fraud

diamond menjelaskan tentang penyebab seseorang melakukan kecurangan berupa

kesempatan, tekanan, rasionalisasi, dan kemampuan. Tersedianya kesempatan bagi

pegawai organisasi untuk melakukan kecurangan diawali oleh adanya kemampuan

berupa pengetahuan tentang akuntansi yang dapat dimanipulasi.

Berdasarkan dari logika berpikir, teori dan hasil penelitian terdahulu, dapat

disimpulkan bahwa semakin menyimpang atau semakin berkurangnya etika

seorang pegawai dalam menjalankan pekerjaannya di bidang akuntansi akan

mengubah bentuk ketaatan pegawai tersebut terhadap peraturan akuntansi yang

sebelumnya taat menjadi tidak taat sehingga meningkatkan kecenderungan

kecurangan akuntansi. Sebaliknya, semakin bermoral atau semakin etis perilaku

seorang pegawai maka tidak akan mengubah bentuk ketaatannya terhadap peraturan

akuntansi menjadi tidak taat sehingga dapat meminimalisir kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah perilaku
55

menyimpang mempengaruhi secara positif hubungan antara ketaatan pada

peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

2.4.5 Pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan sistem

pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

Penerapan sistem pengendalian internal di dalam sebuah organisasi

berperan penting dalam mengawasi perilaku dari pegawai-pegawainya dalam

bekerja. Teori atribusi menjelaskan bahwa perilaku seseorang disebabkan dari

atribut-atribut penyebabnya, yang mana dilihat dari perspektif faktor internal dan

eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang mana

bersifat stabil seperti pengaruh sosial-budaya, tekanan publik dan iklim organisasi.

Adapun faktor internal cenderung tidak stabil dan berasal dari dalam individu

seperti emosi, perilaku, dan keyakinan. Menurut Ruankaew (2016) organisasi hanya

dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut melalui penerapan sistem pengendalian

internal di dalam organisasi.

Menurut teori Fraud Diamond, kecurangan terjadi karena adanya peluang

atau kesempatan yang tersedia bagi pelaku kecurangan sehingga membuat dirinya

terdorong oleh tekanan yang kemudian membuat pelaku merasionalisasi perilaku

menyimpang sebagai perbuatan yang dapat diterima. Menurut Nurlaeliyah (2017),

melalui sistem pengendalian internal yang diterapkan di dalam sebuah organisasi

diharapkan dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi. Penerapan

sistem pengendalian internal organisasi menjadi tidak efektif ketika pegawai-


56

pegawai cenderung memiliki perilaku menyimpang yang berakibat pada terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Yanuar (2017) yang menyatakan bahwa sistem pengendalian internal yang tidak

efektif dalam organisasi tidak dapat menekan tindakan perilaku menyimpang yang

memungkinkan munculnya tindakan kecurangan karena kurangnya penerapan

peraturan dari pengendalian internal dalam penyajian laporan keuangan. Artinya

terdapat hubungan antara perilaku menyimpang terkait penyebab terjadinya

kecurangan karena kurang efektifnya sistem pengendalian internal.

Berdasarkan logika berpikir, teori, dan hasil penelitian terdahulu dapat

disimpulkan bahwa perilaku menyimpang dapat mempengaruhi keefektifan sistem

pengendalian internal dalam mencegah terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi. Semakin menyimpang perilaku pegawai di dalam sebuah organisasi,

maka dapat mengubah sistem pengendalian internal yang diharapkan dapat

mencegah terjadinya kecurangan justru menjadi tidak dapat mencegah terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah perilaku menyimpang mempengaruhi secara positif hubungan antara

keefektifan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi.
57

2.4.6 Pengaruh perilaku menyimpang dalam memoderasi hubungan asimetri

informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

Asimetri informasi adalah suatu keadaan di mana terjadi ketimpangan dan

ketidakseimbangan informasi antara pihak internal organisasi dengan pihak

eksternal yang memakai informasi keuangan yang dikelola organisasi tersebut.

Ketidakseimbangan informasi ini membuat gap yang dapat memicu terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi. Menurut Nurlaeliyah (2017), penyebab

terjadinya asimetri informasi adalah karena ketidakselarasan informasi antara

principal dan agent, sehingga agent dalam kasus ini pegawai pengelolaan keuangan

internal organisasi yang memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak

cenderung menghalangi akses informasi bagi principal secara menyimpang yaitu

dengan cara memanipulasi informasi keuangan. Menurut Najahningrum (2013),

asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

Teori fraud diamond menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kecurangan

dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kesempatan, tekanan, rasionalisasi, dan

kemampuan. Menurut Ruankaew (2016), pelaku kecurangan cenderung

menjustifikasi bahwa perbuatannya dapat diterima dan tidak menyimpang. Hal ini

berakibat pada pelaku kecurangan yang merasionalisasi perilaku menyimpang

sebagai hal yang wajar. Ketika seseorang tidak dapat menjustifikasi perbuatannya

sebagai perilaku yang menyimpang, dia cenderung akan berbuat kecurangan di

masa depan (Ruankaew, 2016). Penelitian Yanuar (2017) menyatakan bahwa

perilaku tidak etis atau perilaku menyimpang dari pegawai dapat mempengaruhi
58

terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Asimetri informasi tentu dapat

menjadi alasan rasionalisasi pegawai organisasi untuk melakukan kecurangan

akuntansi. Menurut Antarwiyati (2017), asimetri informasi menyebabkan keadaan

di mana agent dapat dengan bebas berbuat menyimpang dan melakukan

kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan logika berpikir, teori, dan hasil penelitian terdahulu, dapat

disimpulkan bahwa semakin menyimpang perilaku seorang pegawai organisasi,

maka ketika dihadapkan pada kondisi asimetri informasi akan meningkatkan

kecenderungan kecurangan akuntansi. Sebaliknya semakin tidak menyimpang

perilaku seorang pegawai organisasi dapat mencegah terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi dalam keadaan asimetri informasi. Hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah perilaku menyimpang mempengaruhi secara positif

hubungan antara asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


59

2.5 Model Penelitian

Gambar 2.1 Model Penelitian


60

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesis

penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

H1 : Ketaatan pada peraturan akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

H2 : Keefektifan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

H3 : Asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

H4 : Perilaku menyimpang mempengaruhi secara positif hubungan antara ketaatan

pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

H5 : Perilaku menyimpang mempengaruhi secara positif hubungan antara

keefektifan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi.

H6 : Perilaku menyimpang mempengaruhi secara positif hubungan antara asimetri

informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hypothesis testing study dengan pendekatan

kuantitatif yang mana jenis data yang digunakan adalah data primer. Penelitian ini

bertujuan menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan oleh peneliti melalui

pengukuran dan pendekatan secara kuantitatif. Data primer adalah data yang

langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek

penelitian. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran

kuesioner pada responden. Adapun sumber data penelitian berasal dari pendapat

dan persepsi dari setiap pegawai negeri sipil yang bekerja pada Dinas Pemerintah

Kabupaten Kotawaringin Barat. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan metode analisis Partial Least Square (PLS) dengan alat analisis

SmartPLS.

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai tetap yang bekerja di

Dinas Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Subjek

yang ditetapkan sebagai sampel oleh peneliti adalah pegawai satuan kerja perangkat

daerah (SKPD) atau organisasi perangkat daerah (OPD) yang bekerja pada

subbagian keuangan, pegawai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat

pengelola teknis kegiatan (PPTK). Pegawai-pegawai tersebut adalah pegawai yang

61
62

cukup berkaitan dengan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi, karena

memiliki tanggungjawab atas APBD yang dialokasikan kepada masing-masing

OPD yang kemudian digunakan dalam program dalam bagian masing-masing di

dalam OPD tersebut. Organisasi perangkat daerah yang ada di Kabupaten

Kotawaringin Barat berjumlah 21 OPD dengan jumlah pegawai sebanyak 930

orang. Adapun daftar instansi dinas atau organisasi perangkat daerah (OPD) yang

ada di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah sebagai berikut:

1. Dinas Kesehatan

2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

3. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

4. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman

5. Dinas Sosial

6. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

7. Dinas Lingkungan Hidup

8. Dinas Kepemudaan dan Olah Raga

9. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

10. Dinas Pemberdayaan Masyarakat

11. Dinas Perhubungan

12. Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian

13. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

14. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan

15. Dinas Pariwisata

16. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan


63

17. Dinas Tanaman Pangan

18. Dinas Ketahanan Pangan

19. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

20. Dinas Perikanan

21. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Sampel adalah sebagian populasi yang diambil sebagai sumber data dan

dapat mewakili seluruh sampel. Apabila subjek penelitian kurang dari 100 subjek,

maka penentuan besarnya sampel adalah sebanyak 100 sampel dan penelitiannya

tersebut berbentuk penelitian populasi. Penarikan sampel dilakukan jika populasi

penelitian berjumah banyak dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua sampel

yang ada dalam populasi. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah teknik

convenience sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan keinginan peneliti sesuai

dengan tujuan penelitian. Teknik convenience sampling hanya mengumpulkan

informasi dan elemen populasi yang tersedia saat dilakukannya penelitian untuk

memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

Alasan peneliti menggunakan teknik ini adalah karena dasar dari asumsi

metode analisis Partial Least Square (PLS) yang tidak memerlukan sampel yang

besar dan kompleks, keterbatasan jumlah pegawai yang dapat ditemui serta sulitnya

mendapatkan ijin dari instansi terkait akibat dampak pandemi global.

Proporsi sampel atau responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 10

sampel dari tiap OPD Kabupaten Kotawaringin Barat, oleh karena itu peneliti

menyebarkan sebanyak 200 sampel kepada 20 OPD kecuali Dinas Kesehatan


64

karena OPD tersebut merupakan objek uji pilot. Setiap 10 sampel mewakili

responden yang bekerja pada subbagian keuangan, pegawai kuasa pengguna

anggaran, dan pejabat pengelola teknis kegiatan. Adapun penyebaran kuesioner

dilakukan secara langsung (offline) dan secara dalam jaringan (online) melalui

google form.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data yang

menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Penelitian kuantitatif terdiri

dari beberapa metode pengumpulan data yang dapat digunakan yaitu metode

angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan metode angket atau penyebaran kuesioner sebagai alat pengumpulan

data. Menurut Bungin (2005) metode angket atau kuesioner merupakan serangkaian

atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian disebar untuk diisi

oleh responden. Penelitian ini menyebarkan angket atau kuesioner kepada pegawai

negeri sipil di masing-masing dinas yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Kuesioner atau angket yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang

disertai sejumlah alternatif jawaban yang sudah disediakan dengan tanda checklist

pada jawaban yang telah disediakan. Penelitian ini menggunakan skala Likert untuk

mengukur persepsi dari setiap responden. Bentuk pertanyaan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pertanyaan negatif yang diberi skor 1, 2, 3, 4, 5. Alasan peneliti

menggunakan skala Likert dengan bentuk pertanyaan negatif 1 sampai 5 adalah


65

untuk memudahkan responden menjawab pertanyaan. Skor 1 sampai 5 juga

digunakan untuk memudahkan penerjemahan data secara interval sehingga analisis

deskriptif menggunakan pendekatan kuantitatif dapat dilakukan, yang mana sesuai

dengan desain dan pendekatan penelitian berupa hypothesis testing study melalui

pendekatan kuantitatif. Rincian dari masing-masing skor yang menunjukkan

persepsi dari setiap responden adalah sebagai berikut:

1. = sangat tidak setuju

2. = tidak setuju

3. = netral

4. = setuju

5. = sangat setuju

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.4.1 Variabel Eksogen

1. Ketaatan pada peraturan akuntansi berkaitan dengan tanggungjawab

pegawai akuntansi dalam mengelola laporan keuangan yang sesuai dengan

standar akuntansi yang berlaku. Variabel ini diukur menggunakan 5 item

pertanyaan yang digunakan dalam penelitian Shintadevi (2015).

Pengukurannya menggunakan skala likert 1 (sangat tidak setuju) sampai 5

(sangat setuju). Variabel ketaatan pada peraturan akuntansi diukur

menggunakan indikator:

a. Peraturan standar akuntansi dan peraturan organisasi


66

b. Disiplin kerja

c. Pelaksanaan tugas

d. Tanggung jawab

2. Keefektifan sistem pengendalian internal merupakan penilaian suatu cara

untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu

organisasi agar terdeteksi dari kecurangan (fraud). Pengukurannya

menggunakan skala likert 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

Pengukuran variabel ini menggunakan lima item pertanyaan yang

dikembangkan dari unsur-unsur pengendalian internal menurut COSO yang

juga digunakan dalam penelitian Wilopo (2006). Variabel keefektifan

pengendalian internal diukur dengan indikator sebagai berikut:

a. Lingkungan pengendalian

b. Penaksiran resiko

c. Aktivitas pengendalian

d. Informasi dan komunikasi

e. Pemantauan

3. Asimetri informasi berkaitan dengan ketidakselarasan informasi yang

dimiliki pegawai akuntansi dengan pihak-pihak yang terkait atau pemangku

kepentingan. Variabel ini menggunakan instrumen pengukuran yang

dikembangkan dari Dunk (1993) dalam Wilopo (2006). Pengukurannya

menggunakan skala likert 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

Variabel asimetri informasi diukur dengan indikator sebagai berikut:


67

a. Situasi dimana manajemen memiliki informasi yang lebih baik atas

aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar

perusahaan atas akses informasi atau data yang memadai.

b. Situasi dimana manajemen lebih mengenal hubungan input-output dalam

bagian yang menjadi tanggung jawabnya pihak luar perusahaan.

c. Situasi dimana manajemen lebih mengetahui potensi kinerja yang

menjadi tanggung jawab dibanding pihak luar perusahaan.

d. Situasi dimana manajemen lebih mengenal teknis pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar perusahaan.

e. Situasi dimana manajemen lebih mengetahui pengaruh eksternal dalam

bidang yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar

perusahaan.

3.4.2 Variabel Endogen

Kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan adalah persepsi pegawai di

instansi pemerintahan mengenai kecurangan akuntansi yang sering terjadi di sektor

pemerintahan. Kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan meliputi

penyalahgunaan aset, kecurangan penyusunan laporan keuangan, dan korupsi.

Pengukuran ini memiliki sembilan item pertanyaan yang dikembangkan oleh

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) (Tuanakotta, 2014) dan

diukur menggunakan skala likert 1-5, dimana (1) sangat tidak setuju sampai (5)

sangat setuju. Variabel kecurangan diukur dengan menggunakan indikator :


68

a. Kecurangan laporan keuangan

b. Penyalahgunaan aset

c. Korupsi

3.4.3 Variabel Moderating

Perilaku menyimpang terdiri dari perilaku yang menyalahgunakan

kedudukan/posisi (abuse position), perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan

(abuse power), perilaku yang menyalahgunakan sumber daya organisasi (abuse

resources), serta perilaku yang tidak berbuat apa-apa (no action) (Tang, et al 2003

dalam Wilopo 2006). Pengukurannya menggunakan skala likert 1 (sangat tidak

setuju) sampai 5 (sangat setuju). Variabel perilaku tidak etis di ukur dengan

indikator yang dikembangkan oleh Robinson (1995) dalam Wilopo (2006) sebagai

berikut:

a. Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kedudukan (abuse position)

b. Perilaku manajemen yang menyalahgunakan sumber daya organisasi (abuse

resources)

c. Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse power)

d. Perilaku manajemen yang tidak berbuat apa-apa (no action)

e. Perilaku manajemen yang mengabaikan peraturan (abuse rule)


69

3.5 Metode Analisis Data

3.6.1 Uji Coba Instrumen Penelitian (Uji Pilot)

Uji coba instrumen penelitian adalah bagian dari metode penelitian dengan

cara menguji validitas dan reliabilitas indikator dari pertanyaan masing-masing

variabel dalam kuesioner. Fungsi uji pilot adalah untuk menguji kelayakan

kerangka sampel, melihat kemungkinan variasi parameter di dalam populasi yang

akan disurvei, melihat kemungkinan tingkat non-respon, dan menguji kelayakan

redaksional dari setiap pertanyaan dalam kuesioner supaya dapat dideteksi

kelemahan-kelemahannya sehingga peneliti dapat mengoreksi kuesioner sebelum

disebar pada sampel yang sebenarnya (Mulia dkk, 2008). Pada penelitian ini, uji

coba instrumen penelitian dilakukan dengan menyebar sebanyak 30 kuesioner

kepada calon responden di salah satu dinas di kabupaten Kotawaringin Barat yaitu

Dinas Kesehatan.

3.6.2 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan statistik yang mencakup cara-cara

pengumpulan, menyusun atau mengatur, mengolah, menyajikan dan menganalisis

data angka agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas dan jelas

mengenai keadaan, peristiwa, atau gejala tertentu sehingga dapat ditarik pengertian

tertentu. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menjelaskan

gambaran objek penelitian, menjelaskan gambaran jumlah kuesioner yang kembali

dan perbandingan dengan kuesioner yang dikirim dengan menyajikan tabel


70

distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi dalam penelitian ini menyajikan

angka maksimal, minimal, mean, dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil

jawaban responden yang diterima. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

sederhana.

1. Kategori Variabel Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

1. Rentang

Skor nilai maksimal adalah 9 (jumlah soal) x 5 (skor maksimal) = 45

Skor nilai minimal adalah 9 (jumlah soal) x 1 (skor minimal) = 9

2. Banyaknya kelas

Jumlah kelas dalam penelitian ini adalah 5 kelas, sesuai dengan jumlah skala

likert dalam penelitian ini.

3. Panjangnya kelas

𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+1 (45−5)+1
P = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠, maka P = = 7,4 dibulatkan menjadi 8.
5

Maka panjangnya kelas variabel kecenderungan kecurangan akuntansi

adalah 8.

Tabel 3.1 Kategori Variabel Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

No. Interval Kategori

1 9 – 16,99 Sangat Jarang Terjadi

2 17 – 23,99 Jarang Terjadi

3 24 – 30,99 Cukup

4 31 – 37,99 Sering Terjadi

5 38 – 45,99 Sangat Sering Terjadi


71

2. Kategori Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi

1. Rentang

Skor nilai maksimal adalah 5 (jumlah soal) x 5 (skor maksimal) = 25

Skor nilai minimal adalah 5 (jumlah soal) x 1 (skor minimal) = 5

2. Banyaknya kelas

Jumlah kelas dalam penelitian ini adalah 5 kelas, sesuai dengan jumlah skala

likert dalam penelitian ini.

3. Panjangnya kelas

𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+1 (25−5)+1
P= , maka P = = 4,2 dibulatkan menjadi 5.
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Maka panjangnya kelas variabel ketaatan pada peraturan akuntansi adalah

5.

Tabel 3.2 Kategori Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi

No. Interval Kategori

1 3 – 7,99 Sangat Tidak Taat

2 8 – 12,99 Tidak Taat

3 13 – 17,99 Cukup Taat

4 18 – 22,99 Taat

5 23 – 27,99 Sangat Taat


72

3. Kategori Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian Internal

1. Rentang

Skor nilai maksimal adalah 5 (jumlah soal) x 5 (skor maksimal) = 25

Skor nilai minimal adalah 5 (jumlah soal) x 1 (skor minimal) = 1

2. Banyaknya kelas

Jumlah kelas dalam penelitian ini adalah 5 kelas, sesuai dengan jumlah skala

likert dalam penelitian ini.

3. Panjangnya kelas

𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+1 (25−5)+1
P= , maka P = = 4,2 dibulatkan menjadi 5.
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Maka panjangnya kelas variabel keefektifan sistem pengendalian internal

adalah 5.

Tabel 3.3 Kategori Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian Internal

No. Interval Kategori

1 3 – 7,99 Sangat Tidak Efektif

2 8 – 12,99 Tidak Efektif

3 13 – 17,99 Cukup Efektif

4 18 – 22,99 Efektif

5 23 – 27,99 Sangat Efektif


73

4. Kategori Variabel Asimetri Informasi

1. Rentang

Skor nilai maksimal adalah 5 (jumlah soal) x 5 (skor maksimal) = 25

Skor nilai minimal adalah 5 (jumlah soal) x 1 (skor minimal) = 1

2. Banyaknya kelas

Jumlah kelas dalam penelitian ini adalah 5 kelas, sesuai dengan jumlah skala

likert dalam penelitian ini.

3. Panjangnya kelas

𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+1 (25−5)+1
P= , maka P = = 4,2 dibulatkan menjadi 5.
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Maka panjangnya kelas variabel asimetri informasi adalah 5.

Tabel 3.4 Kategori Variabel Asimetri Informasi

No. Interval Kategori

1 3 – 7,99 Sangat Tidak Asimetris

2 8 – 12,99 Tidak Asimetris

3 13 – 17,99 Cukup Asimetris

4 18 – 22,99 Asimetris

5 23 – 27,99 Sangat Asimetris


74

5. Kategori Variabel Perilaku Menyimpang

1. Rentang

Skor nilai maksimal adalah 5 (jumlah soal) x 5 (skor maksimal) = 25

Skor nilai minimal adalah 5 (jumlah soal) x 1 (skor minimal) = 1

2. Banyaknya kelas

Jumlah kelas dalam penelitian ini adalah 5 kelas, sesuai dengan jumlah skala

likert dalam penelitian ini.

3. Panjangnya kelas

𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+1 (25−5)+1
P= , maka P = = 4,2 dibulatkan menjadi 5.
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 5

Maka panjangnya kelas variabel perilaku menyimpang adalah 5.

Tabel 3.5 Kategori Variabel Perilaku Menyimpang

No. Interval Kategori

1 3 – 7,99 Sangat Tidak Menyimpang

2 8 – 12,99 Tidak Menyimpang

3 13 – 17,99 Cukup Menyimpang

4 18 – 22,99 Menyimpang

5 23 – 27,99 Sangat Menyimpang


75

3.6.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas digunakan untuk menilai sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid atau dapat diandalkan jika pertanyaan

kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

kuesioner tersebut. Uji validitas dalam metode analisis partial least square

dilakukan dengan melihat nilai evaluasi dari measurement model berupa convergent

validity dan discriminant validity. Adapun dalam evaluasi pengukuran convergent

validity terdapat 2 tahap evaluasi, yaitu evaluasi nilai loading factor dan evaluasi

average variance extracted (AVE).

Loading factor memberikan nilai reflektif dari setiap indikator sebagai

pengukur variable atau konstruk laten, batas nilai loading factor yang dapat

diterima adalah lebih dari 0,7. Average variance extracted atau AVE menunjukkan

nilai setiap variabel yang telah diukur oleh indikator. Adapun batas nilai AVE yang

dapat diterima dalam metode analisis partial least square adalah lebih dari 0,5.

Adapun dalam evaluasi discriminant validity sendiri terdiri dari 2 tahap evauasi,

yaitu evaluasi Fornell Larcker Criterion dan evaluasi nilai cross loading.

Uji reliabilitas berfungsi untuk menguji konsistensi kuesioner dalam

mengukur suatu konstruk yang sama atau stabilitas kuesioner jika digunakan dari

waktu ke waktu (Ghozali, 2014). Uji reabilitas dilakukan dengan metode evaluasi

nilai composite reliability dan evaluasi nilai cronbach’s alpha.


76

3.6.4 Analisis Inferensial

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah Structural

Equation Model (SEM) berbentuk Partial Least Square (PLS). Partial Least Square

adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau varian

(variance). SEM adalah suatu teknik statistik yang mampu menganalisis pola

hubungan konstruk laten dan indikatornya, konstruk laten yang satu dengan yang

lainnya, serta kesalahan pengukuran secara langsung (Hair et al, 1995 dalam Yamin

dan Kurniawan, 2009:3). Begitu pula yang dikemukakan oleh Bollen (1989) dalam

(Ghozali, 2014) bahwa tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda,

atau analisis faktor), SEM dapat menguji model struktural secara bersamaan yaitu

melalui hubungan antara konstruk eksogen dan endogen. Selain pengujian model

struktural, SEM mengukur measurement model atau model pengukuran yaitu

hubungan (loading factor) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).

Beberapa tahap pengujian dalam SEM-PLS adalah sebagai berikut:

1. Inner model yang menilai hubungan antar variabel laten.

2. Outer model yang menilai hubungan antara variabel laten dengan indikator atau

variabel manifest-nya.

3. Weight relation menilai estimasi kasus atau kesalahan dari variabel laten.

Tujuan utama analisis SEM yaitu untuk menentukan apakah model

plausible (masuk akal) atau fit dan untuk menguji berbagai hipotesis yang telah

dibangun sebelumnya (Ghozali, 2014).


77

SEM dengan PLS berbasis component atau variance merupakan alternatif

lain dari SEM berbasis covariance. SEM yang berbasis covariance pada umumnya

hanya menguji kausalitas atau teori, sedangkan PLS adalah bentuk SEM yang lebih

bersifat predictive model. SEM berbasis variance dapat digunakan dalam penelitian

yang bertujuan untuk memprediksi dan mengembangkan teori, karena PLS

berfokus pada data dengan prosedur estimasi yang terbatas. Adapun alasan peneliti

menggunakan metode SEM-PLS adalah karena PLS merupakan metode analisis

yang powerful, dan tidak didasarkan pada banyak asumsi. Menurut Wold (1985)

dalam (Ghozali, 2014), data yang digunakan dalam penelitian menggunakan PLS

tidak harus berdistribusi normal multivariate dan indikator dengan skala kategori,

ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan pada model yang sama, sampel yang

dikumpulkan juga tidak harus besar.

Adapun menurut Chin (Ghozali, 2014), PLS tidak mensyaratkan adanya

asumsi distribusi tertentu untuk estimasi parameter, maka teknik parametrik untuk

menguji atau mengevaluasi signifikansi tidak diperlukan. PLS selain dapat

mengkonfirmasi teori, juga berfungsi untuk menjelaskan ada atau tidaknya

hubungan antar variabel laten sehingga dalam rangka penelitian berbasis prediksi,

PLS lebih cocok digunakan untuk menganalisis data. PLS dapat sekaligus

menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif. Hal

ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena framework

penelitian akan menjadi unidentified model. Terdapat 2 model yang harus dianalisis

dalam partial least square, yaitu:


78

1. Menilai outer model atau measurement model

Tahap pertama dalam analisis partial least square dengan alat uji

SmartPLS adalah menilai outer model, yaitu mengevaluasi proses interaksi

indikator dan variabel laten yang diperlakukan sebagai deviasi

(penyimpangan) dari nilai mean (rata-rata) dengan tujuan melihat hubungan

antara indikator dengan konstruknya. Evaluasi dalam model pengukuran

terbagi menjadi beberapa bagian yaitu convergen validity dan discriminant

validity serta composite reliability dan Cronbach’s Alpha. Convergent

validity dari model pengukuran melalui indikator refleksif dinilai

berdasarkan korelasi antara item score/component score dari loading factor

dan average variance extracted (AVE) yang dihitung dengan algoritma

SmartPLS. Indikator refleksif yang mendasari konstruk laten dikatakan

valid jika berkorelasi dengan nilai lebih dari 0.70 terhadap konstruk yang

diukur. Namun pada penelitian tahap awal apabila hasil pengukuran

memiliki nilai loading factor 0.50 maka dianggap cukup memadai (Chin,

1998). Adapun selanjutnya, discriminant validity dari model pengukuran

dievaluasi melalui indikator refleksif yang dinilai berdasarkan Cross

Loading dan Fornell Larcker Criterion. Metode lain untuk menilai

Discriminant Validity adalah membandingkan nilai Root of Average

Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk

dengan konstruk lainnya dalam model. Nilai AVE setiap konstruk lebih

besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam

model, maka dikatakan memiliki nilai Discriminant Validity yang baik


79

(Ghozali, 2014). Fornell Larcker (1981) juga merekomendasikan nilai AVE

harus lebih besar dari 0,50 agar component score dapat dinilai memadai

(Ghozali, 2014).

Apabila semua indikator telah terukur dengan baik dan lulus uji,

maka langkah selanjutnya adalah mengevaluasi reliabilitas alat ukur melalui

composite reliability dan Cronbach’s Alpha. Apabila nilai koefisien

cronbach’s alpha dan composite reliability lebih besar dari 0.6 maka dapat

disimpulkan bahwa instrumen penelitian tersebut handal atau reliabel

(Ghozali, 2014), semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1) ,

maka semakin reliabel alat ukur tersebut (Yamin dan Kurniawan, 2009:8).

Apabila semua asesmen pada tahap ini telah terukur dan lulus uji, maka

dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian berupa kuesioner pertanyaan

yang digunakan sudah ajeg.

2. Menilai inner model atau structural model

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk

melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan nilai R-square dari

model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan mengukur R-square

variabel endogen, menilai predictive relevance melalui algoritma stone-

geisser Q-square test uji t-statistik, menilai model fit serta signifikansi dari

koefisien parameter jalur struktural atau path coefficient (Ghozali, 2014).

Nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten

eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai

pengaruh substantif.
80

Penilaian inner model dengan melihat Q-square predictive

relevance mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh

model penelitian dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square predictive

relevance yang lebih besar dari 0 menunjukan bahwa model penelitian

mempunyai nilai observasi yang baik, sedangkan nilai Q-square predictive

relevance kurang dari 0 menunjukan bahwa model kurang memiliki

predictive relevance atau nilai observasi yang kurang baik (Ghozali, 2014).

Adapun langkah selanjutnya yaitu pengujian hipotesis

menggunakan analisis full model structural equation modeling (SEM)

dengan PLS. Full model structural equation modeling selain berfungsi

untuk mengkonfirmasi teori, juga berfungsi untuk menjelaskan ada atau

tidaknya hubungan antar variabel laten.

Pengambilan keputusan atas penerimaan atau penolakan hipotesis

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Melihat nilai outer weight masing-masing indikator dan nilai

signifikansinya. Nilai weight yang disarankan adalah diatas 0.50 (positif)

dan T-stasistic diatas nilai T-tabel untuk p < 0.10; p < 0.50; dan p < 0.01.

Indikator yang memiliki nilai dibawah ketentuan tersebut harus didrop dari

model dan kemudian dilakukan pengujian ulang.

2. Melihat nilai inner weight dari hubungan antar variabel laten. Nilai

weight dari hubungan tersebut harus menunjukan arah positif dengan nilai

T-statistic diatas T-tabel untuk p < 0.10; p < 0.50; dan p < 0.01.
81

3. Hipotesis alternatif (Ha) diterima jika nilai weight dari hubungan antar

variabel laten menunjukan arah positif dengan nilai T-stasistic di atas T-

tabel untuk p < 0.10; p < 0.50; dan p < 0.01. Sebaliknya, Ha ditolak jika

nilai weight dari hubungan antar variabel menunjukan arah negatif dan nilai

Tstasistic dibawah nilai T-tabel untuk p < 0.10; p < 0.50; dan p < 0.01.

4. Nilai t-tabel yang ditentukan dalam penelitian ini adalah sebesar 1,645

untuk signifikansi p < 0.05. Selanjutnya nilai t-tabel tersebut dijadikan

sebagai nilai cut off untuk penerimaan atau penolakan hipotesis yang

diajukan.

3.6.5 Analisis Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)

Analisis konfirmatori atau faktor konfirmatori merupakan salah satu metode

analisis multivariat yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi apakah model

pengukuran yang dibangun sesuai dengan yang dihipotesiskan oleh peneliti.

Analisis faktor konfirmatori menganggap konstruk (variabel) laten sebagai

konstruk bebas (variabel eksogen) yang mendasari indikator reflektif konstruk

(Ghozali, 2014). Tahap pengujian dalam analisis konfirmatori dapat dilakukan

dengan asesmen uji model fit dan uji outer model. Apabila nilai koefisien yang

dihasilkan dari pengujian pada model pengukuran memenuhi syarat, maka dapat

disimpulkan bahwa model yang dibangun sudah sesuai dengan hipotesis penelitian.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah pegawai organisasi perangkat daerah

(OPD) yang bekerja pada subbagian keuangan, pegawai kuasa pengguna anggaran

(KPA), dan pejabat pengelola teknis kegiatan (PPTK) pada organisasi perangkat

daerah kabupaten Kotawaringin Barat. Pengumpulan data responden dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner ke 21 OPD Kabupaten Kotawaringin Barat pada

bulan September 2020. Jumlah kuesioner yang disebar adalah 200 kuesioner yang

ditujukan kepada pegawai yang bekerja pada subbagian keuangan, pegawai kuasa

pengguna anggaran, dan pejabat pengelola teknis kegiatan OPD.

Jumlah kuesioner yang kembali adalah 122 kuesioner dan kuesioner dengan

respon yang memenuhi syarat adalah 113 kuesioner. Hasil pengumpulan data

kuesioner dari responden penelitian adalah sebagai berikut.

82
83

Tabel 4.1 Hasil Pengumpulan Data

Keterangan Jumlah Persentase

Kuesioner yang disebar 200 100%

Kuesioner yang tidak kembali 78 39%

Kuesioner yang kembali 122 61%

Kuesioner yang tidak memenuhi syarat 9 4,5%

Kuesioner yang memenuhi syarat 113 56,5%

Sumber: Pengolahan data, 2020.

Berdasarkan table 4.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah kuesioner

yang disebar adalah 200 kuesioner (100%). Berdasarkan 200 kuesioner tersebut,

terdapat 78 kuesioner (39%) yang tidak direspon oleh sampel dan kuesioner yang

kembali dan direspon adalah 122 kuesioner (61%). Adapun dari 122 kuesioner yang

telah direspon, terdapat 9 kuesioner yang tidak memenuhi syarat dengan missing

value sebanyak 11 data. Oleh karena itu kuesioner yang memenuhi syarat dan diolah

dalam aplikasi SmartPLS adalah 113 kuesioner (56,5%). Tabel 4.1 berikut ini

adalah data demografi responden yang terdiri dari data umur, masa kerja, jabatan

dan pendidikan terakhir yang diperoleh dari kuesioner penelitian:


84

Tabel 4.1 Data Demografi Responden

Keterangan Jumlah Persentase


Umur responden
a. 21-30 tahun 17 15,04%
b. 31-40 tahun 42 37,16%
c. 41-50 tahun 15 13,27%
d. >50 tahun 39 34,51%
113 100%
Jabatan
a. Kasubbag 14 12,38%
b. PPTK 8 7,07%
c. Pegawai KPA 5 4,42%
d. Kasi 21 18,58%
e. Kabid 6 5,30%
f. Staf 59 52,21%
113 100%
Masa kerja
a. 1-10 tahun 20 17,69%
b. 11-20 tahun 15 13,27%
c. 21-30 tahun 54 47,78%
d. >30 tahun 24 21,23%
113 100%
Pendidikan terakhir
a. SLTP/sederajat 2 1,76%
b. SLTA/sederajat 12 10,61%
c. D2 16 14,15%
d. D3 23 20,35%
e. S1 49 43,36%
f. S2 11 9,73%
113 100%
Sumber: Data diolah, 2020.

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini

didominasi oleh pegawai OPD yang berumur 31 tahun sampai 40 tahun yaitu

sebanyak 42 responden atau sebesar 37,16% dari seluruh responden, dengan masa

kerja yang cukup lama yaitu selama 21-30 tahun sebanyak 54 responden atau
85

sebesar 47,78% dari seluruh responden. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata

pegawai OPD yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan,

pengalaman, dan wawasan yang cukup berkaitan dengan terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi. Adapun jumlah pegawai OPD yang memiliki masa kerja

selama 1-10 tahun adalah 20 responden atau sebesar 17,69% dari seluruh

responden.

Responden dalam penelitian ini juga didominasi oleh pegawai OPD dengan

jabatan staf pada subbagian keuangan yaitu sebanyak 59 responden atau sebesar

52,21% dari seluruh responden. Responden lainnya terdiri dari pegawai pengguna

anggaran dalam OPD yaitu kabid sebanyak 6 responden atau sebesar 5,30% dari

seluruh responden, kasi sebanyak 21 responden atau sebesar 18,58% dari seluruh

populasi, dan pegawai KPA sebanyak 5 orang atau sebesar 4,42%. Adapun sisanya

adalah responden yang berasal dari pejabat pengelola teknis kegiatan sebanyak 8

responden atau sebesar 7,07% dan kasubbag sebanyak 14 responden atau sebesar

12,38% dari seluruh responden. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pegawai OPD

yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang cukup berkaitan

dengan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi, karena memiliki

tanggungjawab atas APBD yang dialokasikan kepada masing-masing OPD yang

kemudian digunakan dalam program dalam bagian masing-masing.

Latar belakang pendidikan terakhir responden pada penelitian ini cukup

beragam, yang mana terdiri dari 6 kategori yaitu SLTP/sederajat, SLTA/sedarajat,

D2, D3, S1, dan S2. Responden didominasi oleh pegawai OPD dengan pendidikan

terakhir S1 yaitu sebanyak 49 responden atau sebesar 43,36%. Responden lainnya


86

terdiri dari pegawai OPD dengan pendidikan terakhir D3 sebanyak 23 responden

atau sebesar 20,35% dari seluruh responden, S2 sebanyak 11 responden atau sebesar

9,73% dari seluruh responden, D2 sebanyak 16 responden atau sebesar 14,15%,

SLTA/sederajat sebanyak 12 responden atau sebesar 10,61% dari seluruh respoden,

dan SLTP/sederajat sebanyak 2 responden atau sebesar 1,76% dari seluruh

responden.

4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian

4.1.2.1 Deskripsi Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi

Variabel ketaatan pada peraturan akuntansi memiliki lima indikator yaitu

indikator KPPA, KPPA2, KPPA3, KPPA4, dan KPPA5. Masing-masing indikator

berasal dari item pertanyaan pada instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah

disebarkan kepada responden dalam penelitian ini. Tabel 4.2 di bawah ini

menunjukkan data statistik deskripsi variabel ketaatan pada peraturan akuntansi

yang telah diolah melalui alat analisis SmartPLS 3.0.

Tabel 4.2 Statistik Deskripsi Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi


Standard Excess
Mean Median Min Max Skewness
Deviation Kurtosis
KPPA 4.310 4.000 1.000 5.000 0.596 6.854 -1.256
KPPA2 4.407 4.000 2.000 5.000 0.559 1.215 -0.550
KPPA3 4.504 5.000 2.000 5.000 0.551 1.585 -0.824
KPPA4 4.354 4.000 2.000 5.000 0.594 0.873 -0.571
KPPA5 4.451 5.000 1.000 5.000 0.638 6.001 -1.577
22.026 22.000 8.000 25.000 2.938 15.655 -2.833
Sumber: Output SmartPLS, 2020.
87

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa standar deviasi sebesar

2,93 lebih kecil dari mean. Artinya, nilai sampel dominan terletak di sekitar rata-

rata hitung sebesar 22,02. Berdasarkan tabel 3.2, maka dapat disimpulkan bahwa

persepsi ketaatan pada peraturan akuntansi dalam penelitian ini termasuk dalam

kategori 4 yaitu kategori taat karena berada dalam interval 18-22,99. Dapat

disimpulkan bahwa persepsi dari pegawai OPD pada Kabupaten Kotawaringin

Barat menyatakan bahwa mereka sudah taat terhadap peraturan akuntansi yang

berlaku dalam menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah.

Skewness atau kemiringan distribusi data pada variabel ketaatan pada

peraturan akuntansi bernilai -2,83 yang berarti bahwa sebagian besar distribusi data

berada di nilai tinggi. Artinya, bentuk kurva yang menggambarkan distribusi data

pada variabel ketaatan pada peraturan akuntansi cenderung miring ke kanan.

Adapun nilai kurtosis atau derajat keruncingan distribusi data pada variabel

ketaatan pada peraturan akuntansi bernilai 15,65 yang berarti bahwa data pada

variabel ketaatan pada peraturan akuntansi bersifat runcing dan cenderung

mengelompok atau homogen. Dapat disimpulkan bahwa responden pada penelitian

ini cenderung menjawab item pertanyaan terkait variabel ketaatan pada peraturan

akuntansi di nilai atau skor 4 yaitu setuju. Tabel 4.2 berikut ini adalah distribusi

frekuensi variabel ketaatan pada peraturan akuntansi:


88

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi

Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi


No. Interval Frekuensi Persentase Kriteria
1 23-27,99 59 52,21% Sangat Taat
2 18-22,99 53 46,90% Taat
3 13-17,99 Cukup Taat
4 8-12,99 1 0,88% Tidak Taat
5 3-7,99 Sangat Tidak Taat
Jumlah 113 100%
Rata-Rata 22,02
Kriteria Taat

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat 53 responden dari 113

kuesioner yang kembali atau sebanyak 46,90% dari seluruh responden menyatakan

dan berperpsepsi bahwa pegawai pada OPD Kabupaten Kotawaringin Barat sudah

taat pada peraturan akuntansi dalam menyajikan laporan keuangan pemerintah

daerah, yang mana data tersebut berada pada interval 18-22,99. Adapun 59

responden atau 52,21% dari seluruh responden menyatakan bahwa mereka sangat

taat pada peraturan akuntansi, sedangkan 1 responden berpersepsi bahwa pegawai

OPD di Kabupaten Kotawaringin Barat tidak taat pada peraturan akuntansi dalam

menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah.


89

4.1.2.2 Deskripsi Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian Internal

Variabel keefektifan sistem pengendalian internal memiliki lima indikator

yaitu indikator KSPI, KSPI2, KSPI3, KSPI4, dan KSPI5. Masing-masing indikator

berasal dari item pertanyaan pada instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah

disebarkan kepada responden dalam penelitian ini. Tabel 4.3 di bawah ini

menunjukkan data statistik deskripsi variabel keefektifan sistem pengendalian

internal yang telah diolah melalui alat analisis SmartPLS 3.0.

Tabel 4.3 Statistik Deskripsi Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian


Internal
Standard Excess
Mean Median Min Max Skewness
Deviation Kurtosis
KSPI 4.327 4.000 1.000 5.000 0.684 4.428 -1.370
KSPI2 4.416 4.000 2.000 5.000 0.560 1.218 -0.580
KSPI3 4.221 4.000 2.000 5.000 0.620 0.530 -0.416
KSPI4 4.310 4.000 2.000 5.000 0.611 0.671 -0.533
KSPI5 4.150 4.000 2.000 5.000 0.641 1.107 -0.556
21.424 20.000 9.000 25.000 3.116 6.753 -1.370
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa standar deviasi sebesar

3,11 lebih kecil dari mean. Artinya, nilai sampel dominan terletak di sekitar rata-

rata hitung sebesar 21,42. Berdasarkan tabel 3.3, maka dapat disimpulkan bahwa

persepsi keefektifan sistem pengendalian internal dalam penelitian ini termasuk

dalam kategori 4 yaitu kategori efektif karena berada dalam interval 18-22,99.

Dapat disimpulkan bahwa persepsi dari pegawai OPD pada Kabupaten

Kotawaringin Barat menyatakan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah

yang diterapkan di OPD pada Kabupaten Kotawaringin Barat sudah efektif.


90

Skewness atau kemiringan distribusi data pada variabel keefektifan sistem

pengendalian internal bernilai -1,37 yang berarti bahwa sebagian besar distribusi

data berada di nilai tinggi. Artinya, bentuk kurva yang menggambarkan distribusi

data pada variabel keefektifan sistem pengendalian internal cenderung miring ke

kanan. Hal ini berarti bahwa data pada variabel keefektifan sistem pengendalian

internal bersifat hampir simetris atau hampir normal. Adapun nilai kurtosis atau

derajat keruncingan distribusi data pada variabel keefektifan sistem pengendalian

internal bernilai 6,75 yang berarti bahwa data pada variabel keefektifan sistem

pengendalian internal bersifat runcing dan cenderung mengelompok atau homogen.

Dapat disimpulkan bahwa responden pada penelitian ini cenderung menjawab item

pertanyaan terkait variabel keefektifan sistem pengendalian internal di nilai atau

skor 4 yaitu setuju. Adapun tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan distribusi frekuensi

variabel keefektifan sistem pengendalian internal:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian

Internal

Keefektifan Sistem Pengendalian Internal


No. Interval Frekuensi Persentase Kriteria
1 23-27,99 36 31,80% Sangat Efektif
2 18-22,99 67 59,29% Efektif
3 13-17,99 9 7,96% Cukup Efektif
4 8-12,99 1 0,88% Tidak Efektif
5 3-7,99 Sangat Tidak Efektif
Jumlah 113 100%
Rata-Rata 21,42
Kriteria Efektif
91

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa terdapat 67 responden dari 113

kuesioner yang kembali atau sebanyak 59,29% dari seluruh responden menyatakan

dan berperpsepsi bahwa sistem pengendalian internal yang diterapkan dalam OPD

di Kabupaten Kotawaringin Barat berjalan dengan efektif untuk mencegah

terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi, yang mana data tersebut berada

pada interval 18-22,99. Adapun 36 responden dari 113 kuesioner yang kembali atau

31,80% dari seluruh responden menyatakan bahwa sistem pengendalian internal

yang diterapkan pada OPD Kabupaten Kotawaringin Barat sudah sangat efektif

untuk mencegah terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Terdapat 9

responden yang menyatakan bahwa sistem pengendalian internal yang diterapkan

cukup efektif, sedangkan 1 responden sisanya berpersepsi bahwa sistem

pengendalian internal yang diterapkan dalam OPD di Kabupaten Kotawaringin

Barat tidak efektif untuk mencegah terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi.

4.1.2.3 Deskripsi Variabel Asimetri Informasi

Variabel asimetri informasi memiliki lima indikator yaitu indikator AI, AI2,

AI3, AI4, dan AI5. Masing-masing indikator berasal dari item pertanyaan pada

instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah disebarkan kepada responden

dalam penelitian ini. Tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan data statistik deskripsi

variabel asimetri informasi yang telah diolah melalui alat analisis SmartPLS 3.0.
92

Tabel 4.4 Statistik Deskripsi Variabel Asimetri Informasi


Standard Excess
Mean Median Min Max Skewness
Deviation Kurtosis
AI 3.389 4.000 1.000 5.000 1.043 -0.836 -0.413
AI2 3.434 4.000 1.000 5.000 1.080 -0.927 -0.510
AI3 3.150 4.000 1.000 5.000 1.083 -1.360 -0.220
AI4 3.248 4.000 1.000 5.000 1.093 -1.115 -0.220
AI5 3.274 4.000 1.000 5.000 1.058 -1.129 -0.299
16.495 20.000 5.000 25.000 5.357 -3.604 0
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa standar deviasi sebesar

5,35 lebih kecil dari mean. Artinya, nilai sampel dominan terletak di sekitar rata-

rata hitung sebesar 16,49. Berdasarkan tabel 3.4, maka dapat disimpulkan bahwa

persepsi asimetri informasi dalam penelitian ini termasuk dalam kategori 3 yaitu

kategori cukup asimetris karena berada dalam interval 13-17,99. Dapat disimpulkan

bahwa persepsi dari pegawai OPD pada Kabupaten Kotawaringin Barat

menyatakan bahwa informasi keuangan yang ada dalam laporan keuangan

pemerintah daerah OPD pada Kabupaten Kotawaringin Barat disajikan cukup

asimetris.

Skewness atau kemiringan distribusi data pada variabel asimetri informasi

bernilai 0 yang berarti bahwa data terdistribusi secara merata. Artinya, bentuk kurva

yang menggambarkan distribusi data pada variabel asimetri informasi simetris tidak

miring ke kiri atau ke kanan. Hal ini berarti bahwa data pada variabel keefektifan

sistem pengendalian internal bersifat simetris atau normal. Adapun nilai kurtosis

atau derajat keruncingan distribusi data pada variabel asimetri informasi bernilai

3,60 yang berarti bahwa data pada variabel asimetri informasi bersifat runcing dan

cenderung mengelompok atau homogen. Dapat disimpulkan bahwa responden pada


93

penelitian ini cenderung menjawab item pertanyaan terkait variabel asimetri

informasi secara merata. Adapun tabel 4.4 di bawah ini menunjukkan distribusi

frekuensi variabel asimetri informasi:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Asimetri Informasi

Asimetri Informasi
No. Interval Frekuensi Persentase Kriteria
1 23-27,99 6 5,30% Sangat Asimetris
2 18-22,99 54 47,78% Asimetris
3 13-17,99 8 7,07% Cukup Asimetris
4 8-12,99 41 36,28% Tidak Asimetris
5 3-7,99 4 3,53% Sangat Tidak Asimetris
Jumlah 113 100%
Rata-Rata 16,49
Kriteria Cukup Asimetris

Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa terdapat 54 responden dari 113

kuesioner yang kembali atau sebanyak 47,78% dari seluruh responden menyatakan

dan berperpsepsi bahwa penyajian informasi keuangan dalam laporan keuanngan

pemerintah daerah di OPD Kabupaten Kotawaringin Barat disajikan dalam keaadan

asimetris, yang mana data tersebut berada pada interval 18-22,99. Sebanyak 6

responden menjawab bahwa informasi keuangan disajikan dengan sangat asimetris.

60 responden tersebut menyatakan bahwa terdapat ketimpangan informasi antara

pihak internal OPD dengan pihak eksternal yang memakain informasi keuangan.

Adapun 41 responden dari 113 kuesioner yang kembali atau 36,28% dari seluruh

responden menyatakan bahwa tidak ada keadaan asimetri informasi dalam

penyajian informasi keuangan dalam laporan keuangan pemerintah daereh OPD di

Kabupaten Kotawaringin Barat. Adapun 4 responden sisanya menyatakan bahwa


94

informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah

OPD di Kabupaten Kotawaringin Barat terbebas dari asimetri informasi, yang mana

mereka berpendapat bahwa tidak ada ketimpangan informasi antara pihak internal

OPD dengan pihak eksternal yang memakai informasi keuangan.

4.1.2.4 Deskripsi Variabel Perilaku Menyimpang

Variabel perilaku menyimpang memiliki lima indikator yaitu indikator PM,

PM2, PM3, PM4, dan PM5. Masing-masing indikator berasal dari item pertanyaan

pada instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah disebarkan kepada

responden dalam penelitian ini. Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan data statistik

deskripsi variabel perilaku menyimpang yang telah diolah melalui alat analisis

SmartPLS 3.0.

Tabel 4.5 Statistik Deskripsi Variabel Perilaku Menyimpang


Standard Excess
Mean Median Min Max Skewness
Deviation Kurtosis
PM 2.062 2.000 1.000 4.000 0.934 -0.465 0.602
PM2 1.416 1.000 1.000 3.000 0.528 -0.737 0.710
PM3 1.637 2.000 1.000 4.000 0.679 1.091 0.949
PM4 1.398 1.000 1.000 2.000 0.490 -1.856 0.421
PM5 1.487 1.000 1.000 5.000 0.653 7.295 1.980
8.000 7.000 5.000 18.000 3.284 6.530 1.980
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa standar deviasi sebesar

3,28 lebih kecil dari mean. Artinya, nilai sampel dominan terletak di sekitar rata-

rata hitung sebesar 8,00. Berdasarkan tabel 3.5, maka dapat disimpulkan bahwa

persepsi perilaku menyimpang dalam penelitian ini termasuk dalam kategori 2 yaitu
95

kategori tidak menyimpang karena berada dalam interval 8-12,99. Dapat

disimpulkan bahwa persepsi dari pegawai OPD pada Kabupaten Kotawaringin

Barat menyatakan bahwa mereka tidak menyimpang.

Skewness atau kemiringan distribusi data pada variabel asimetri informasi

bernilai 1,98 yang berarti bahwa sebagian besar distribusi data berada di nilai

rendah. Artinya, bentuk kurva yang menggambarkan distribusi data pada variabel

perilaku menyimpang cenderung miring ke kiri. Hal ini berarti bahwa data pada

variabel perilaku menyimpang bersifat hampir simetris atau hampir normal.

Adapun nilai kurtosis atau derajat keruncingan distribusi data pada variabel perilaku

menyimpang bernilai 6,53 yang berarti bahwa data pada variabel perilaku

menyimpang bersifat runcing dan cenderung mengelompok atau homogen. Dapat

disimpulkan bahwa responden pada penelitian ini cenderung menjawab item

pertanyaan terkait variabel perilaku menyimpang di nilai atau skor 2 yaitu tidak

setuju. Tabel 4.5 berikut ini menunjukkan distribusi frekuensi variabel perilaku

menyimpang

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Variabel Perilaku Menyimpang

Perilaku Menyimpang
No. Interval Frekuensi Persentase Kriteria
1 23-27,99 Sangat Menyimpang
2 18-22,99 2 1,76% Menyimpang
3 13-17,99 7 6,19% Cukup Menyimpang
4 8-12,99 52 46,01% Tidak Menyimpang
5 3-7,99 52 46,01% Sangat Tidak Menyimpang
Jumlah 113 100%
Rata-
8
Rata
Kriteria Tidak Menyimpang
96

Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 52 responden berdasarkan

113 kuesioner yang kembali atau 46,01% responden dari seluruh responden

menyatakan bahwa pegawai OPD di Kabupaten Kotawaringin Barat tidak

menyimpang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan 52 responden lainnya

juga menyatakan bahwa mereka tidak memiliki perilaku menyimpang. Adapun

sebanyak 7 responden atau 6,19% dari seluruh responden berpendapat bahwa

pegawai OPD Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki sedikit perilaku

menyimpang, sedangkan 2 responden sisanya menyatakan bahwa pegawai OPD di

Kabupaten Kotawaringin Barat cenderung memiliki perilaku menyimpang.

4.1.2.5 Deskripsi Variabel Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Variabel kecenderungan kecurangan akuntansi memiliki sembilan indikator

yaitu indikator KKA, KKA2, KKA3, KKA4, KKA5, KKA6, KKA7, KKA8, dan

KKA9. Masing-masing indikator berasal dari item pertanyaan pada instrumen

penelitian berupa kuesioner yang telah disebarkan kepada responden dalam

penelitian ini. Tabel 4.6 di bawah ini menunjukkan data statistik deskripsi variabel

kecenderungan kecurangan akuntansi yang telah diolah melalui alat analisis

SmartPLS 3.0.
97

Tabel 4.6 Statistik Deskripsi Variabel Kecenderungan Kecurangan


Akuntansi
Standard Excess
Mean Median Min Max Skewness
Deviation Kurtosis
KKA 1.770 2.000 1.000 5.000 0.776 2.071 1.120
KKA2 1.690 2.000 1.000 4.000 0.653 2.256 1.003
KKA3 1.664 2.000 1.000 4.000 0.724 1.150 1.041
KKA4 1.681 2.000 1.000 4.000 0.707 1.317 1.006
KKA5 1.611 2.000 1.000 4.000 0.616 0.751 0.720
KKA6 1.513 1.000 1.000 3.000 0.582 -0.553 0.631
KKA7 1.850 2.000 1.000 5.000 0.961 2.544 1.519
KKA8 1.460 1.000 1.000 4.000 0.595 1.708 1.175
KKA9 1.619 2.000 1.000 3.000 0.683 -0.677 0.658
14.858 16.000 9.000 36.000 6.297 11.046 6.864
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa standar deviasi sebesar

6,29 lebih kecil dari mean. Artinya, nilai sampel dominan terletak di sekitar rata-

rata hitung sebesar 14,85. Berdasarkan tabel 3.1, maka dapat disimpulkan bahwa

persepsi kecenderungan kecurangan akuntansi dalam penelitian ini termasuk dalam

kategori 1 yaitu kategori sangat jarang terjadi karena berada dalam interval 9-16,99.

Dapat disimpulkan bahwa persepsi dari pegawai OPD pada Kabupaten

Kotawaringin Barat menyatakan bahwa di dalam OPD Kabupaten Kotawaringin

Barat sangat jarang terjadi kecenderungan kecurangan akuntansi.

Skewness atau kemiringan distribusi data pada variabel asimetri informasi

bernilai 6,86 yang berarti bahwa sebagian besar distribusi data berada di nilai

rendah. Artinya, bentuk kurva yang menggambarkan distribusi data pada variabel

kecenderungan kecurangan akuntansi cenderung miring ke kiri. Hal ini berarti

bahwa data pada variabel kecenderungan kecurangan akuntansi bersifat tidak

simetris atau tidak normal. Adapun nilai kurtosis atau derajat keruncingan distribusi
98

data pada variabel kecenderungan kecurangan akuntansi bernilai 11,04 yang berarti

bahwa data pada variabel kecenderungan kecurangan akuntansi bersifat runcing dan

cenderung mengelompok atau homogen. Dapat disimpulkan bahwa responden pada

penelitian ini cenderung menjawab item pertanyaan terkait variabel perilaku

menyimpang di nilai atau skor 2 yaitu tidak setuju. Adapun tabel 4.6 di bawah ini

menunjukkan distribusi frekuensi variabel kecenderungan kecurangan akuntansi:

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Variabel Kecenderungan kecurangan

Akuntansi

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


No. Interval Frekuensi Persentase Kriteria
1 38-45,99 Sangat Sering Terjadi
2 31-37,99 3 2,65% Sering Terjadi
3 24-30,99 8 7,07% Cukup
4 17-23,99 50 44,24% Jarang Terjadi
5 9-16,99 52 46,01% Sangat Jarang Terjadi
Jumlah 113 100%
Rata-Rata 14,85
Kriteria Sangat Jarang Terjadi

Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 52 responden berdasarkan

113 kuesioner yang kembali atau sebanyak 46,01% responden dari seluruh

responden menyatakan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi sangat jarang

terjadi di dalam OPD Kabupaten Kotawaringin Barat, yang mana berada dalam

interval 9-16,99. Sebanyak 50 responden menyatakan bahwa kecenderungan

kecurangan akuntansi cukup jarang terjadi. Adapun 8 responden atau 44,24%

responden dari seluruh responden menyatakan bahwa cukup sering terjadi

kecenderungan kecurangan akuntansi di dalam OPD di Kabupaten Kotawaringin


99

Barat, sedangkan 3 responden sisanya berpersepsi bahwa sering terjadi

kecenderungan kecurangan akuntansi dalam OPD di Kabupaten Kotawaringin

Barat.

4.2 Analisis Inferensial

4.2.1 Uji Outer Model atau Model Pengukuran

4.2.1.1 Uji Covergent Validity

Penilaian dalam metode analisis PLS bagian luar atau outer model terdiri

dari empat tahap evaluasi, yaitu convergent validity, discriminant validity,

composite reliability dan Cronbach’s alpha. Uji convergent validity dievaluasi

dengan melihat hasil evaluasi dari dua komponen, yaitu outer loadng atau factor

loading, dan average variance extracted atau AVE. Outer loading

merepresentasikan nilai yang dimiliki oleh setiap indikator reflektif atau indicator

pengukur variabel. Nilai dari masing-masing evaluasi didapatkan dari setiap item

score atau component score berdasarkan algoritma dari SmartPLS. Score masing-

masing evaluasi merepresentasikan besar korelasi dari setiap indikator yang

digunakan dalam penelitian. Adapun nilai atau score minimal dari setiap indikator

yang ditampilkan dalam nilai Outer Loading atau Factor Loading adalah 0,7.

Namun untuk penelitian tahap awal, score sebesar 0,5 dianggap cukup memadai

(Ghozali, 2014).

Komponen kedua dalam uji convergent validiy adalah AVE, yang mana

merepresentasikan nilai atau score yang dimiliki setiap variabel. Nilai minimal
100

AVE yang merepresentasikan score variabel yang baik adalah 0,5. Tabel 4.7 di

bawah ini menunjukkan hasil pengujian outer model dengan menggunakan

algoritma SmartPLS (Ghozali, 2014).

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Outer Loading


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,868
AI *
0,915
PM
AI2 0,908
AI3 0,910
AI4 0,859
AI5 0,813
KKA 0,764
KKA2 0,708
KKA3 0,867
KKA4 0,848
KKA5 0,872
KKA6 0,829
KKA8 0,779
KKA9 0,740
KPPA 0,734
KPPA *
0,960
PM
KPPA2 0,925
KPPA3 0,807
KPPA4 0,870
KSPI 0,804
KSPI *
1,078
PM
KSPI2 0,837
KSPI3 0,849
KSPI4 0,874
KSPI5 0,737
PM2 0,783
PM4 0,940
PM5 0,862
Sumber: Output SmartPLS, 2020.
101

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa ada beberapa indikator

reflektif variabel yang didrop atau dihapus. Indikator variabel KKA7, PM3, PM1,

dan KPPA5 didrop supaya memenuhi syarat outer loading dan menghasilkan nilai

yg memberikan bobot variabel yang valid. Adapun tabel 4.8 di bawah ini

menunjukkan hasil pengujian AVE yang juga menggunakan algoritma PLS.

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Average Variance Extracted


Cronbach's rho_ Composite Average Variance Extracted
Alpha A Reliability (AVE)
0,99
AI 0,925 0,941 0,761
0
1,00
AI>PM>KKA 1,000 1,000 1,000
0
0,92
KKA 0,921 0,935 0,645
5
0,88
KPPA 0,855 0,903 0,700
8
KPPA>PM>K 1,00
1,000 1,000 1,000
KA 0
0,89
KSPI 0,880 0,912 0,675
9
KSPI>PM>KK 1,00
1,000 1,000 1,000
A 0
0,84
PM 0,827 0,898 0,746
4
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel

memiliki nilai AVE lebih dari 0. Dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian

lolos uji validitas dan alat pengukur yang digunakan valid.


102

4.2.1.2 Uji Discriminant Validity

Pada uji discriminant validiy, data penelitian dievaluasi melalui nilai fornell

larcker criterion dan nilai cross loading. Nilai fornell larcker criterion

merepresentasikan korelasi antara variabel yang satu dengan variabel yang lain,

sedangkan nilai cross loading adalah representasi dari korelasi dari setiap indikator

terhadap variabel. Tabel 4.9 dan tabel 4.10 di bawah ini menunjukkan pengujian

discriminant validity menggunakan algoritma PLS.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Fornell Larcker Criterion


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,872
AI>PM
-0,345 1,000
>KKA
KKA 0,233 -0,131 0,803
KPPA -0,009 0,152 -0,368 0,837
KPPA>
PM>K 0,145 0,093 -0,113 0,111 1,000
KA
KSPI -0,013 0,148 -0,273 0,653 0,115 0,822
KSPI>P
M>KK 0,126 0,073 -0,165 0,102 0,635 0,200 1,000
A
PM 0,000 0,019 0,654 -0,496 -0,258 -0,437 -0,194 0,864
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa nilai atau skor asesmen

yang dihasilkan dari masing-masing variabel terhadap variabel yang sama memiliki

skor yang lebih besar dari skor yang dihasilkan variabel tersebut terhadap variabel

lain. Nilai atau skor variabel asimetri informasi atau AI memiliki skor asesmen

terhadap variabel AI sendiri sebesar 0,872, yang mana skor ini lebih besar dari skor

asesmen variabel AI terhadap variabel AI>PM>KKA, KKA, KPPA,


103

KPPA>PM>KKA, KSPI, KSPI>PM>KKA, dan PM. Begitu pula dengan variabel

yang lain, masing-masing skor asesmen yang dihasilkan terhadap variabel itu

sendiri memiliki nilai atau skor yang lebih besar daripada skor yang dihasilkan

terhadap variabel yang lain.

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Cross Loading


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,868 -0,365 0,286 -0,058 0,035 -0,028 0,056 0,025
AI *
-0,345 1,000 -0,131 0,152 0,093 0,148 0,073 0,019
PM
AI2 0,908 -0,293 0,183 -0,006 0,200 0,052 0,184 -0,017
AI3 0,910 -0,237 0,191 -0,014 0,213 0,011 0,093 -0,015
AI4 0,859 -0,288 0,165 0,037 0,108 -0,068 0,133 0,030
AI5 0,813 -0,293 0,097 0,069 0,126 -0,031 0,125 -0,064
KKA 0,264 -0,198 0,764 -0,197 -0,041 -0,184 -0,140 0,344
KKA2 0,221 -0,190 0,708 -0,394 -0,147 -0,367 -0,301 0,462
KKA3 0,242 -0,137 0,867 -0,289 -0,199 -0,186 -0,209 0,514
KKA4 0,182 -0,045 0,848 -0,218 -0,005 -0,135 -0,021 0,520
KKA5 0,195 -0,052 0,872 -0,227 -0,065 -0,199 -0,132 0,569
KKA6 0,185 -0,026 0,829 -0,301 -0,065 -0,250 -0,055 0,608
KKA8 0,090 -0,130 0,779 -0,407 -0,025 -0,192 -0,028 0,562
KKA9 0,146 -0,108 0,740 -0,313 -0,172 -0,240 -0,200 0,557
KPPA 0,052 0,167 -0,247 0,734 0,175 0,521 0,264 -0,338
KPPA *
0,145 0,093 -0,113 0,111 1,000 0,115 0,635 -0,258
PM
KPPA2 -0,055 0,195 -0,374 0,925 0,141 0,632 0,172 -0,488
KPPA3 -0,072 0,061 -0,280 0,807 -0,009 0,457 -0,089 -0,312
KPPA4 0,046 0,079 -0,313 0,870 0,059 0,558 -0,008 -0,482
KSPI -0,035 0,231 -0,167 0,553 0,206 0,804 0,280 -0,351
KSPI *
0,126 0,073 -0,165 0,102 0,635 0,200 1,000 -0,194
PM
KSPI2 -0,010 0,140 -0,259 0,614 0,145 0,837 0,258 -0,371
KSPI3 -0,007 0,132 -0,186 0,533 0,112 0,849 0,141 -0,338
KSPI4 -0,021 0,045 -0,307 0,544 0,080 0,874 0,192 -0,426
KSPI5 0,028 0,083 -0,164 0,424 -0,103 0,737 -0,109 -0,283
PM2 0,032 -0,004 0,479 -0,441 -0,270 -0,346 -0,279 0,783
PM4 -0,025 0,008 0,617 -0,480 -0,227 -0,463 -0,188 0,940
PM5 -0,001 0,045 0,592 -0,361 -0,179 -0,311 -0,043 0,862
104

Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa nilai cross atau nilai

lewat batas yang dihasilkan dari masing-masing indikator terhadap masing-masing

variabelnya memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai masing-masing indikator

terhadap variabel lain. Indikator asimetri informasi AI sampai AI5 menghasilkan

nilai terhadap variabel AI yang lebih besar daripada nilai indikator AI sampai AI5

terhadap variabel KPPA, KSPI, PM, dan KKA. Begitu pula dengan indikator dari

variabel yang lain, masing-masing nilai yang diberikan indikator terhadap

variabelnya lebih besar daripada nilai yang diberikan indikator tersebut terhadap

variabel yang lain.

Berdasarkan kedua tabel di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel yang

diteliti lolos uji discriminant validity sesuai dengan kriteria penelitian. Semua

variabel memiliki nilai Fornell Larcker yang lebih besar ke masing-masing variabel

daripada nilai korelasi yang dihasilkan untuk variabel yang lain. Adapun semua

indikator reflektif variabel penelitian juga menghasilkan nilai cross loading untuk

masing-masing variabelnya lebih besar daripada nilai loading yang dihasilkan pada

variabel yang lain.

4.2.1.3 Uji Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha

Uji reliabilitas atau konsistensi instrumen penelitian berguna untuk melihat

seberapa ajeg atau konstan hasil pengukuran data menggunakan instrumen

penelitian ini apabila digunakan di waktu yang akan datang. Adapun tabel 4.11 di
105

bawah ini menunjukkan hasil uji reliabilitas instrumen penelitian menggunakan

algoritma SmartPLS.

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability


Average
Cronbach's Composite
rho_A Variance
Alpha Reliability
Extracted (AVE)
AI 0,925 0,990 0,941 0,761
AI>PM>KKA 1,000 1,000 1,000 1,000
KKA 0,921 0,925 0,935 0,645
KPPA 0,855 0,888 0,903 0,700
KPPA>PM>KK
1,000 1,000 1,000 1,000
A
KSPI 0,880 0,899 0,912 0,675
KSPI>PM>KK
1,000 1,000 1,000 1,000
A
PM 0,827 0,844 0,898 0,746
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.11 di atas, dapat diketahui bahwa semua variabel

penelitian yang diteliti memiliki nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,7 sesuai kriteria

penelitian. Begitu juga dengan nilai composite reliability yang menunjukkan hasil

cukup memuaskan yaitu berada di atas 0,7. Dapat disimpulkan bahwa instrumen

penelitian yang digunakan lolos uji reliabilitas dan dapat digunakan dari waktu ke

waktu dengan hasil pengukuran yang konsisten.

4.2.2 Uji Inner Model atau Model Struktural

Pengujian model struktural adalah pengujian untuk menilai seberapa besar

pengaruh atau korelasi dari variabel eksogen terhadap variabel endogen, menilai

kecocokan model dengan kondisi di lapangan serta menguji teori dan hipotesis yang
106

telah disusun. Uji model struktural terdiri dari lima bagian, yaitu r-square, path

coefficient, t-statistic atau bootstrapping, predictive relevance dan model fit.

4.2.2.1 Uji R-Square

Pada tahap ini alat pengambilan data yang digunakan sudah dianggap valid

dan reliabel, sehingga pengujian berfokus pada korelasi antar-variabel. Nilai r-

square merepresentasikan persentase pengaruh variabel eksogen terhadap variabel

endogen. Tabel 4.12 berikut ini menunjukkan hasil pengujian r-square

menggunakan algoritma PLS.

Tabel 4.12 Hasil Pengujian R-Square

R Square R Square Adjusted


KKA 0,505 0,472
PM 0,268 0,248
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.12 di atas, dapat diketahui bahwa nilai r-square variabel

endogen dalam penelitian yaitu KKA (kecenderungan kecurangan akuntansi)

memiliki nilai 0,505. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variasi dari variabel

eksogen terhadap variabel endogen pada penelitian ini adalah sebesar 50%.

Variabel-variabel eksogen berupa ketaatan pada peraturan akuntansi, keefektifan

sistem pengendalian internal, dan asimetri informasi berpengaruh terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi sebesar 50%. Adapun 50% sisanya

dipengaruhi atau divariasikan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian
107

ini, seperti keadilan struktural, budaya organisasi, kepatuhan organisasi dan lain

sebagainya.

4.2.2.2 Uji Path Coefficient

Uji path coefficient digunakan untuk menguji arah hubungan antara variabel

eksogen dengan variabel endogen. Arah korelasi atau pengaruh dari setiap variabel

akan menunjukkan angka dari -1 sampai 1. Nilai uji path coefficient yang

menunjukkan angka -1 sampai 0 merepresentasikan hubungan yang negatif,

sedangkan nilai 0 sampai 1 merepresentasikan hubungan yang positif. Tabel 4.13

berikut ini menunjukkan hasil pengujian path coefficient melalui prosedur

algoritma PLS.

Tabel 4.13 Hasil Pengujian Path Coefficient


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,209 -0,006
AI>PM
-0,080
>KKA
KKA
KPPA -0,097 -0,367
KPPA>
PM>K 0,133
KA
KSPI 0,107 -0,197
KSPI>P
M>KK -0,140
A
PM 0,657
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.13 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis

hubungan antar-variabel yaitu hubungan atau korelasi antara variabel eksogen


108

(variabel KPPA, variabel KSPI, dan variabel AI) terhadap variabel endogen

(variabel KKA), dan hubungan antara variabel eksogen terhadap variabel moderator

(variabel PM). Berdasarkan kedua jenis hubungan antar-variabel di atas, terdapat 4

hubungan dengan arah positif sedangkan 6 hubungan lainnya berarah negatif.

Variabel asimetri informasi atau AI memiliki pengaruh positif terhadap variabel

KKA, namun berpengaruh negatif terhadap variabel PM. Apabila variabel

moderator disisipkan di antara variabel AI dan KKA, arah hubungan menjadi

negatif. Adapun variabel KPPA berpengaruh negatif terhadap variabel KKA dan

juga PM, namun ketika disisipkan variabel PM di antara keduanya pengaruh

variabel KPPA menjadi positif terhadap variabel KKA. Dapat disimpulkan bahwa

terdapat partial moderating effect dalam model penelitian ini, yaitu ketika variabel

moderator (variabel PM) mengubah pengaruh dari variabel AI terhadap KKA yang

semula positif menjadi negatif.


109

4.2.2.3 Uji T-Statistic

Uji t-statistic digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat signifikansi

dari masing-masing pengaruh atau hubungan antara variabel eksogen dengan

variabel endogen. Prosedur pengujian t-statistic adalah melalui algoritma

bootstrapping dari smartPLS. Pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel

endogen dikatakan signifikan apabila nilai t-statistic yang dihasilkan lebih dari

1,96. Adapun hasil uji ini juga berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan dari

hipotesis yang telah diajukan, batas untuk menolak dan menerima hipotesis yang

diajukan adalah 1,65922 untuk p < 0.05; 1,98238 untuk p<0.01. Tabel 4.14 di

bawah ini menunjukkan hasil pengujian t-statistic menggunakan prosedur

bootstrapping dari SmartPLS.

Tabel 4.14 Hasil Pengujian T-Statistic


Original Sample Standard
T Statistics
Sample Mean Deviation P Values
(|O/STDEV|)
(O) (M) (STDEV)
AI -> KKA 0,209 0,199 0,076 2,738 0,006
AI -> PM -0,006 -0,007 0,082 0,074 0,941
AI>PM>KKA ->
-0,080 -0,067 0,076 1,049 0,295
KKA
KPPA -> KKA -0,097 -0,091 0,104 0,939 0,348
KPPA -> PM -0,367 -0,349 0,115 3,208 0,001
KPPA>PM>KKA -
0,133 0,122 0,092 1,450 0,148
> KKA
KSPI -> KKA 0,107 0,084 0,116 0,925 0,356
KSPI -> PM -0,197 -0,221 0,111 1,770 0,077
KSPI>PM>KKA -
-0,140 -0,155 0,095 1,476 0,140
> KKA
PM -> KKA 0,657 0,655 0,088 7,459 0,000
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel 4.14 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 10 hubungan

atau korelasi dengan arah positif dan negatif dari masing-masing variabel dalam
110

penelitian. Terdapat 4 hubungan positif antar-variabel yaitu variabel AI terhadap

KKA, variabel KPPA melalui PM terhadap KKA, variabel KSPI terhadap KKA,

dan variabel PM terhadap KKA. Berdasarkan keempat hubungan variabel di atas,

ada 2 hubungan yang memiliki nilai t-statistic lebih dari batas signifikansi 1,96

yaitu variabel AI terhadap KKA dengan nilai t-statistic sebesar 2,738 dan variabel

PM terhadap KKA sebesar 7,459. Adapun 6 hubungan atau korelasi antar-variabel

yang lain memiliki arah hubungan yang negatif dan terdapat hubungan dengan nilai

t-statistic lebih dari batas signifikansi 1,96, yaitu variabel KPPA terhadap PM

dengan nilai 3,208.

4.2.2.4 Uji Predictive Relevance

Uji ini digunakan untuk mengukur nilai observasi atau seberapa layak

observasi data yang ditempuh oleh peneliti apabilai digunakan dalam penelitian

selanjutnya. Tabel 4.15 berikut ini menunjukkan hasil pengujian predictive

relevance menggunakan prosedur blindfolding dengan SmartPLS.

Tabel 4.15 Hasil Pengujian Predictive Relevance

SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)


AI 565,000 565,000
AI>PM>KKA 113,000 113,000
KKA 904,000 628,705 0,305
KPPA 452,000 452,000
KPPA>PM>KKA 113,000 113,000
KSPI 565,000 565,000
KSPI>PM>KKA 113,000 113,000
PM 339,000 274,863 0,189
Sumber: Output SmartPLS, 2020
111

Berdasarkan tabel di atas, nilai Q2 menunjukkan score 0,305. Menurut Hair

et. Al. (2017) nilai Q2 yang merepresentasikan nilai observasi yang baik adalah di

atas 0, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki nilai observasi yang

baik.

4.2.2.5 Uji Model Fit

Uji ini digunakan untuk mengukur kelayakan model yang dibangun dengan

melihat nilai persentase model fit yang dihasilkan dari algoritma smartPLS. Tabel

4.16 berikut ini menunjukkan hasil pengujian model fit menggunakan algoritma

PLS.

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Model Fit

Saturated Model Estimated Model


SRMR 0,076 0,077
d_ULS 1,890 1,938
d_G 1,177 1,166
Chi-Square 684,395 688,724
NFI 0,715 0,714
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

Berdasarkan tabel di atas, model pada penelitian ini memiliki nilai NFI

sebesar 0,715. Nilai 0,715 dapat direpresentasikan sebagai tingkat kelayakan model

sebesar 74%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara model

penelitian yang disusun dengan data yang diobservasi. Adapun model penelitian

cukup baik apabila digunakan di daerah lain atau dalam penelitian selanjutnya.
112

4.2.3 Pengujian Structural Equation Model (SEM)

Structural equation model atau SEM adalah metode analisis utama dalam

penelitian ini. Pengujian SEM berbasis varian dengan PLS dilakukan menggunakan

alat analisis SmartPLS. Gambar berikut ini menyajikan hasil pengujian SEM

melalui prosedur algoritma PLS.

Gambar 4.1 Full Model SEM-PLS Algorithm.


Sumber: Output SmartPLS, 2020

Berdasarkan hasil pengujian SEM menggunakan SmartPLS sebagaimana

ditunjukkan pada gambar di atas, terdapat 4 indikator yang yang mempunyai nilai

outer loading rendah. Indikator variabel ketaatan pada peraturan akuntansi kelima

atau KPPA5, indikator variabel perilaku menyimpang PM1 & PM2, dan indikator

kecenderungan kecurangan akuntansi ketujuh atau KKA7 memiliki nilai factor

loading atau outer loading di bawah 0,7 sehingga perlu didrop atau dihapus agar

model penelitian memenuhi kriteria evaluasi outer model dan inner model-nya.
113

4.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis yang telah diajukan dilakukan dengan prosedur

pengujian inner model atau model struktural. Tahap-tahap pengujian hipotesis

ditempuh melalui beberapa prosedur yaitu pengujian R-square, path coefficient, T-

statistic, predictive relevance dan model fit. Adapun untuk menguji hubungan atau

pengaruh antara variabel eksogen dengan variabel endogen adalah dengan melihat

nilai dari uji path coefficient dan nilai T-statistic. Uji path coefficient digunakan

untuk menguji arah hubungan antara variabel eksogen dengan variabel endogen.

Arah korelasi atau pengaruh dari setiap variabel akan menunjukkan angka dari -1

sampai 1. Nilai uji path coefficient yang menunjukkan angka -1 sampai 0

merepresentasikan hubungan yang negatif, sedangkan nilai 0 sampai 1

merepresentasikan hubungan yang positif.

Adapun uji t-statistic digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat

signifikansi dari masing-masing pengaruh atau hubungan antara variabel eksogen

dengan variabel endogen. Prosedur pengujian t-statistic adalah melalui algoritma

bootstrapping dari smartPLS. Pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel

endogen dikatakan signifikan apabila nilai t-statistic yang dihasilkan lebih dari

1,96. Adapun hasil uji ini juga berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan dari

hipotesis yang telah diajukan, batas untuk menolak dan menerima hipotesis yang

diajukan adalah 1,65922 untuk p<0.05; 1,98238 untuk p<0.01. Untuk penelitian ini,

peneliti menetapkan p sebesar 0,05. Tabel 4.17 berikut ini menunjukkan hasil

pengujian t-statistic melalui prosedur bootstrapping menggunakan smartPLS.


114

Tabel 4.17 Hasil Pengujian Hipotesis


Original Standard T Statistics
Sample
Sample Deviation (|O/STDE P Values Keputusan
Mean (M)
(O) (STDEV) V|)
KPPA ->
-0,097 -0,091 0,104 0,939 0,348 Ditolak
KKA
KSPI ->
0,107 0,084 0,116 0,925 0,356 Ditolak
KKA
AI ->
0,209 0,199 0,076 2,738 0,006 Diterima
KKA
KPPA>PM
>KKA -> 0,133 0,122 0,092 1,450 0,148 Ditolak
KKA
KSPI>PM
>KKA -> -0,140 -0,155 0,095 1,476 0,140 Ditolak
KKA
AI>PM>K
KA -> -0,080 -0,067 0,076 1,049 0,295 Ditolak
KKA
Sumber: Output SmartPLS, 2020.

4.3.1 Hasil Pengujian H1: Ketaatan pada peraturan akuntansi berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi.

Hipotesis pertama menyatakan bahwa ketaatan pada peraturan akuntansi

memiliki pengaruh yang secara signifikan ke arah negatif terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi di OPD atau dinas Kabupaten Kotawaringin Barat.

Berdasarkan hasil pengujian inner model menggunakan SmartPLS melalui prosedur

uji path coefficients dan uji t-statistic sesuai gambar di atas, hubungan antara

variabel KPPA dengan variabel KKA menunjukkan nilai koefisien parameter

sebesar -0,097 dengan nilai t-statistic 0,939 di bawah nilai atau batas signifikansi

1,96. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh negatif yang signifikan antara

variabel ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi pada objek penelitian. Dapat disimpulkan bahwa H1 ditolak yang berarti
115

bahwa semakin tinggi tingkat ketaatan pegawai atau ASN pada OPD di Kabupaten

Kotawaringin Barat terhadap peraturan akutansi tidak menjamin dapat mengurangi

tingkat kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.

4.3.2 Hasil Pengujian H2: Keefektifan sistem pengendalian internal

berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa dengan sistem pengendalian internal

yang efektif dapat berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Berdasarkan hasil pengujian inner model menggunakan

SmartPLS melalui prosedur uji path coefficient dan uji t-statistic sesuai gambar di

atas dapat diketahui bahwa keefektifan sistem pengendalian internal tidak

berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi di instansi dinas pemerintahan atau OPD. Hal itu dikarenakan nilai

koefisien parameter hubungan antara variabel KSPI terhadap variabel KKA

memiliki nilai koefisien parameter sebesar 0,107 dan nilai t-statistic sebesar 0,925

yang berada di bawah batas nilai signifikansi 1,96. Dapat disimpulkan bahwa H2

ditolak yang berarti bahwa semakin efektif sistem pengendalian internal suatu

instansi pemerintahan atau OPD tidak berpengaruh pada tingkat kecenderungan

kecurangan akuntansi.
116

4.3.3 Hasil Pengujian H3: Asimetri informasi berpengaruh positif secara

signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa adanya asimetri informasi berpengaruh

positif secara signifikan terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan akuntansi

di instansi dinas pemerintahan daerah atau OPD. Berdasarkan hasil pengujian inner

model menggunakan SmartPLS melalui prosedur uji path coefficient dan uji t-

statistic sesuai gambar di atas dapat diketahui bahwa asimetri informasi

berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi di instansi dinas pemerintahan atau OPD. Hal itu dikarenakan nilai

koefisien parameter hubungan antarai variabel AI dengan variabel KKA memiliki

nilai koefisien parameter sebesar 0,209 dan nilai t-statistic sebesar 2,738 yang

berada di atas batas nilai signifikansi 1,96. Dapat disimpulkan bahwa H3 diterima

yang berarti bahwa semakin rendah persepsi asimetri informasi pegawai instansi

pemerintahan atau OPD dapat mengurangi tingkat kecenderungan kecurangan

akuntansi.
117

4.3.4 Hasil Pengujian H4: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

Hipotesis keempat menyatakan bahwa ada pengaruh moderasi secara positif

dari perilaku pegawai yang menyimpang terhadap korelasi atau hubungan antara

ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan hasil pengujian inner model menggunakan SmartPLS melalui prosedur

uji path coefficient dan uji t-statistic sesuai gambar di atas dapat diketahui bahwa

perilaku menyimpang tidak mempunyai pengaruh moderasi secara positif terhadap

hubungan antara ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hal itu dikarenakan nilai koefisien parameter hubungan

antara variabel KPPA, variabel PM dan variabel KKA memiliki nilai koefisien

parameter sebesar 0,133 dan nilai t-statistic sebesar 1,450 yang berada di bawah

batas nilai signifikansi 1,96. Dapat disimpulkan bahwa H4 ditolak yang berarti

bahwa perilaku menyimpang tidak bisa memoderasi hubungan antara ketaatan pada

peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


118

4.3.5 Hasil Pengujian H5: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara keefektifan sistem pengendalian internal

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Hipotesis kelima menyatakan bahwa ada pengaruh moderasi dari perilaku

pegawai yang menyimpang terhadap korelasi atau hubungan antara keefektifan

sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Berdasarkan hasil pengujian inner model menggunakan SmartPLS melalui prosedur

uji path coefficient dan uji t-statistic sesuai gambar di atas dapat diketahui bahwa

perilaku menyimpang tidak mempunyai pengaruh moderasi terhadap hubungan

antara keefektifan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hal itu dikarenakan nilai koefisien parameter hubungan

antara variabel KSPI, variabel PM dan variabel KKA memiliki nilai koefisien

parameter sebesar -0,140 dan nilai t-statistic sebesar 1,476 yang berada di bawah

batas nilai signifikansi 1,96. Dapat disimpulkan bahwa H5 ditolak yang berarti

bahwa perilaku pegawai instansi pemerintahan atau OPD yang menyimpang tidak

bisa memoderasi hubungan antara keefektifan sistem pengendalian internal

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


119

4.3.6 Hasil Pengujian H6: Perilaku menyimpang mempengaruhi secara

positif hubungan antara asimetri informasi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi.

Hipotesis keenam menyatakan bahwa ada pengaruh moderasi secara positif

dari perilaku pegawai yang menyimpang terhadap korelasi atau hubungan antara

asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Berdasarkan

hasil pengujian inner model menggunakan SmartPLS melalui prosedur uji path

coefficient dan uji t-statistic sesuai gambar di atas dapat diketahui bahwa perilaku

menyimpang tidak mempunyai pengaruh moderasi positif yang signifikan terhadap

hubungan antara asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.

Hal itu dikarenakan nilai koefisien parameter hubungan antara variabel AI, variabel

PM dan variabel KKA memiliki nilai koefisien parameter sebesar -0,080 dan nilai

t-statistic sebesar 1,049 yang berada di bawah batas nilai signifikansi 1,96. Dapat

disimpulkan bahwa H6 ditolak yang berarti bahwa perilaku pegawai instansi

pemerintahan atau OPD yang menyimpang tidak bisa memoderasi hubungan antara

asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.


120

4.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian,

permasalahan penelitian dan hipotesis penelitian, maka ada beberapa hal yang perlu

dijelaskan sebagai berikut.

4.4.1 Pengaruh Ketaatan pada Peraturan Akuntansi Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa ketaatan

pada peraturan akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi persepsi pegawai

OPD mengenai ketaatan pada paraturan akuntansi yang berlaku untuk sektor

pemerintahan, maka mengurangi kecenderungan terjadinya kecurangan akuntansi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketaatan pada peraturan akuntansi tidak

berpengaruh negatif terhadap kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan. Dapat

disimpulkan bahwa hasil pengujian menolak hipotesis pertama (H1).

Teori fraud diamond menjelaskan bahwa penyebab terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi berasal dari empat faktor, yaitu kesempatan,

tekanan, rasionalisasi, dan kemampuan. Secara garis besar teori fraud diamond

menggambarkan keempat faktor tersebut dalam bentuk kausalitas. Kesempatan

membuka jalan masuk menuju kecurangan, kemudian tekanan dan rasionalisasi

mendorong pelaku kecurangan menuju jalan masuk tersebut, bagaimanapun pelaku

kecurangan tersebut tetap harus memiliki kemampuan untuk menyadari dan

mengetahui jalan masuk menuju kecurangan tersebut yang mana menjadi sebuah
121

peluang yang dapat menguntungkan dirinya (Ruankaew, 2016). Faktor capability

ini dapat dikatakan menjadi penentu berhasil atau tidaknya proses seseorang

melakukan kecenderungan kecurangan akuntansi.

Teori atribusi menjelaskan bagaimana tindakan kecenderungan kecurangan

akuntansi dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi internal-eksternal sebagai sumber

kausalitas dan dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas (Weiner, 2010).

Atribut-atribut dari kecenderungan kecurangan akuntansi secara internal dapat

berasal dari adanya ketidaktaatan pada peraturan akuntansi yang disebabkan karena

perilaku menyimpang. Faktor eksternal dari kecenderungan kecurangan akuntansi

dapat berupa lingkungan pekerjaan, norma, dan kode etik kepegawaian. Adapun

beberapa faktor tersebut dapat menimbulkan gejala stres yang menimbulkan

tekanan bagi pegawai OPD, sehingga untuk memenuhi kewajiban dan

tanggungjawabnya pelaku cenderung mengambil langkah dengan melakukan

tindakan kecurangan.

Menurut Kusumastuti (2012) menjelaskan bahwa moralitas yang tinggi

dalam suatu organisasi dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi.

Hal ini disebabkan karena dengan adanya ketaatan pada peraturan akuntansi, iklim

dan pola perilaku yang ada di dalam organisasi cenderung lebih bermoral

(Kusumastuti, 2012). Menurut Nurlaeiyah (2017) ketaatan manajemen sebuah

organisasi terhadap penerapan standar akuntansi yang berlaku diharapkan dapat

mengurangi risiko terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Adapun

menurut Shintadevi (2016), kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dilihat dari

segi institusional atau organisasi yang mana ketika sebuah organisasi tidak
122

berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku, maka oganisasi tersebut

cenderung melakukan tindakan kecurangan. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian Siti Nurlaeliyah dan Indah Anisykurlillah (2017) yang menunjukkan

bahwa ketaatan pada peraturan akuntansi tidak dapat mempengaruhi tingkat

kecenderungan kecurangan akuntansi. Adapun hasil penelitian ini bertentangan

dengan penelitian Kusumastuti (2012) dan penelitian Shintadevi (2016) yang

menyatakan bahwa ketaatan pada peraturan akuntansi berpengaruh negatif terhadap

kecurangan akuntansi.

Menurut teori fraud diamond, salah satu faktor penyebab individu

melakukan fraud adalah tekanan. Tekanan tersebut bisa berasal dari dalam individu

itu sendiri ataupun dari luar. Oleh karena itu walaupun seorang pegawai dengan

perilaku yang baik dan taat terhadap peraturan akuntansi, apabila dihadapkan

dengan tekanan yang sulit seperti dorongan, paksaan, ancaman ataupun motivasi

yang kuat dapat menyebabkan pegawai tersebut tetap melakukan fraud. Pelaku

kecurangan juga memerlukan capability yang dipandang berupa sifat dan

kemampuan pegawai dalam melihat celah dan memahami peluang-peluang yang

mungkin dapat digunakan untuk melakukan tindakan kecurangan akuntansi.

Namun faktor capability tidak mendukung pada organisasi perangkat daerah karena

masih adanya asimetri informasi di dalam lingkungan kerja OPD di Kabupaten

Kotawaringin Barat, sehingga pegawai belum dapat memaksimalkan

kemampuannya dalam mencari celah kecurangan karena adanya gap informasi

tersebut. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa dengan adanya pegawai OPD

yang taat pada peraturan dan standar akuntansi dalam membuat laporan keuangan
123

tidak menjamin dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi, karena

masih banyak faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pegawai dalam

melakukan fraud. Secara garis besar, reasoning peneliti dalam hasil penelitian ini

adalah karena adanya faktor lain berupa tekanan eksternal yang menyebabkan

terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi dan karena adanya kendala bagi

calon pelaku kecurangan dalam menguasai faktor capability untuk mencari celah

akibat adanya asimetri informasi di dalam OPD tersebut.

4.4.2 Pengaruh Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa

keefektifan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi persepsi

pegawai tentang keefektifan sistem pengendalian internal yang ada di dalam suatu

instansi OPD, maka dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi yang

terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keefektifan sistem pengendalian

internal tidak berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menolak

hipotesis ketiga (H2).

Di dalam teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat dua faktor utama yang

menyebabkan seseorang melakukan fraud yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal berasal dari dalam individu seperti perasaan, emosi dan motivasi
124

(Robinson et al., 2012). Adapun faktor eksternal berasal dari cakupan yang lebih

luas yaitu lingkungan luar individu seperti lingkungan organisasi. Teori fraud

diamond menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi berasal dari empat faktor, yaitu kesempatan, tekanan, rasionalisasi, dan

kemampuan. Lemahnya sistem pengendalian internal dapat menjadi celah dan

menjadi kesempatan bagi pelaku kecurangan. Terdapat dua mekanisme di mana

sebuah organisasi dapat mengurangi risiko adanya opportunity yang mengakibatkan

terjadinya fraud, yaitu pre-employment screening dan internal control mechanisms

(Ruankaew, 2016). Pre-employment screening berfokus pada penelaahan secara

spesifik latarbelakang dan karakteristik pegawai, sedangkan internal control

mechanisms berfokus pada penerapan sistem pengendalian internal pemerintah

pada setiap OPD.

Menurut Thoyibatun (2012), struktur berupa pengendalian internal yang

membatasi perilaku pegawai dalam sebuah organisasi dapat meminimalisir

tindakan yang menyimpang yang mana mengakibatkan terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi. Shintadevi (2016) menjelaskan bahwa adanya sistem

pengendalian internal yang lemah dapat menyebabkan terjadinya pola perilaku

yang cenderung menyimpang. American Institute of Certifield Public Accountant

(AICPA) pada tahun 1947 menjelaskan bahwa pengendalian internal sangat penting,

antara lain untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan

manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak

sesuai dengan aturan (Wilopo, 2006). Hasil penelitian ini mendukung penelitian

Kristi Kemala (2017) yang menyatakan bahwa keefektifan sistem pengendalian


125

internal tidak mempengaruhi kecenderungan terjadinya kecurangan akuntansi.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Shintadevi (2016) yang

menyatakan bahwa keefektifan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif

secara signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian

ini juga bertentangan dengan penelitian Siti Nurlaeliyah (2017) yang menyatakan

bahwa keefektifan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap

kecurangan, yang mana sejalan dengan teori fraud diamond yang menjelaskan

bahwa salah satu faktor penyebab fraud adalah adanya kesempatan. Adapun

penelitian ini juga membuktikan bahwa persepsi pegawai di setiap daerah yang

berbeda dan dalam jangka waktu yang berbeda dapat memberikan hasil penelitian

yang berbeda pula.

Menurut Ruankaew (2016) masih terdapat kemungkinan sistem

pengendalian internal tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga tidak dapat

mendeteksi adanya kecurangan di dalam suatu entitas. Hal ini dikarenakan

pentingnya pre-employment screening yang perlu dilakukan sebelum penerapan

sistem pengendalian internal ketika proses bekerja telah dimulai. Faktor-faktor

eksternal yang mempengaruhi perilaku individu tidak hanya berasal dari

lingkungan kerja. Lingkungan luar yang mempengaruhi tindakan fraud berasal dari

lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan dan lingkungan sosial yang lebih luas.

Oleh karena itu kondisi internal organisasi yang cenderung ketat dan diawasi oleh

sistem pengendalian internal yang efektif belum cukup kuat untuk dapat dijadikan

dasar bahwa tindakan kecurangan dapat berkurang, karena masih terdapat faktor

yang tidak bisa dijangkau dengan mudah oleh sistem pengendalian internal berupa
126

faktor lingkungan eksternal tersebut yang dapat berasal dari tingkat pre-

employment. Oleh karena itu, peneliti menyatakan reasoning hasil penelitian ini

adalah karena OPD di Kabupaten Kotawaringin Barat belum menerapkan pre-

employment screening yang berakibat pada kurangnya pendalaman karakter dari

setiap pegawai di dalam OPD tersebut.

4.4.3 Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa adanya

asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Artinya semakin rendah persepsi pegawai tentang asimetri

informasi yang ada di dalam suatu instansi OPD, maka dapat mengurangi

kecenderungan kecurangan akuntansi yang terjadi. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil

pengujian hipotesis menerima hipotesis ketiga (H3).

Teori atribusi menjelaskan tentang penyebab-penyebab terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi berupa faktor internal dan faktor ekternal.

Faktor internal dapat berupa keyakinan, emosi, dan kondisi psikologis yang

mendorong pelaku untuk cenderung berbuat kecurangan. Adapun faktor eksternal

terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi berasal dari luar individu berupa

lingkungan organisasi, atau dorongan kode etik atau peraturan. Teori fraud diamond
127

menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya kecenderungan kecurangan yang

berasal dari empat faktor yaitu kesempatan, tekanan, rasionalisasi, dan kemampuan.

Asimetri informasi terjadi karena principal tidak memiliki informasi yang

cukup tentang kinerja agent sedangkan agent memiliki lebih banyak informasi

mengenai perusahaan secara keseluruhan (Rahmawati & Soetikno, 2012). Situasi

seperti ini dapat menjadi kesempatan yang baik bagi agent untuk menyajikan

informasi yang tidak sebenarnya, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan

pengukuran kinerja agent. Oleh karena itu agent terpaksa untuk membuat sajian

angka akuntansi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan

kepentingannya. Menurut Albrecht et al. (2012), ada enam faktor utama yang dapat

meningkatkan kesempatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan fraud yaitu

pengendalian internal yang lemah, ketidakmampuan dalam menilai kualitas kerja,

tidak adanya sanksi yang tegas, kurangnya akses terhadap informasi, pengabaian

dan sikap apatis, dan kurangnya upaya untuk melakukan jejak audit. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kurangnya akses informasi

dari pihak pamangku kepentingan terhadap pihak internal atau manajemen instansi.

Asimetri informasi membuat manajemen memanfaatkan ketidakselarasan

informasi untuk keuntungan mereka serta sekaligus merugikan pihak luar

perusahaan, seperti membiaskan informasi yang terkait dengan investor (Wilopo,

2006).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Prapti (2017) yang menyatakan

bahwa semakin besar asimetri informasi antara pihak internal berupa pegawai

bagian keuangan dengan pihak eksternal berupa pemangku kepentingan, maka


128

semakin besar kecenderungan terjadinya kecurangan akuntansi pada instansi

tersebut. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Bartenputra (2016)

yang menyatakan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini juga konsisten

dengan penelitian Najahningrum (2013) yang mana menyatakan bahwa semakin

tinggi tingkat asimetri informasi di dalam suatu organisasi maka semakin tinggi

pula peluang terjadinya kecurangan.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Siti Nurlaeliyah dan

Indah Anisykurlilah (2012) yang menunjukkan bahwa asimetri informasi tidak

berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini dikarenakan

ketidakselarasan informasi yang diterima oleh pihak internal instansi dan pihak

eksternal instansi tidak mempengaruhi terjadinya kecurangan akuntansi di dalam

instansi tersebut. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian

Kusumastuti (2012) yang menyatakan bahwa asimetri informasi tidak berpengaruh

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Pengelola internal organisasi lebih

banyak mengetahui informasi secara mendalam dibandingkan dengan pihak

pengguna informasi keuangan eksternal, namun apabila terdapat transparansi yang

jelas dalam pengungkapannya asimetri informasi tidak berdampak pada peluang

terjadinya kecurangan (Kusumastuti, 2012). Adapun hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa adanya ketidakselarasan informasi yang dimiliki oleh pegawai

internal instansi atau OPD dengan informasi yang dimiliki oleh pemangku

kepentingan akan mempengaruhi tingkat risiko terjadinya kecurangan akuntansi di

dalam instansi atau OPD tersebut.


129

Menurut teori atribusi, terdapat faktor eksternal dan faktor internal yang

menyebabkan seseorang melakukan tindakan kecurangan. Adapun dalam kasus

fraud, faktor eksternal bisa berupa adanya miscommunication, gap informasi antara

supervisi dan pegawai dan ketidakseimbangan informasi. Oleh karena itu, peneliti

menyatakan bahwa reasoning dari hasil penelitian ini adalah karena adanya

ketidakseimbangan informasi yang menyebabkan misscommunication antar-

pegawai. Ketidakseimbangan informasi ini sering terjadi di beberapa organisasi

perangkat daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat. Hal ini terlihat dari proses

pengerjaan bidang tertentu yang masih belum selesai, sementara tugas-tugas yang

lain perlu segera diselesaikan oleh pegawai.

Menurut teori fraud diamond, apabila dilihat dari dimensi faktor penyebab

berupa opportunity dan rationalization, adanya asimetri informasi dapat menjadi

peluang bagi pelaku kecurangan dan digunakan sebagai alasan pembenaran. Oleh

karena itu peneliti menyatakan reasoning dari hasil penelitian ini adalah karena

adanya kesempatan bagi pihak internal yang membuat laporan keuangan

pemerintah daerah akibat asimetri informasi. Hal ini juga terjadi karena pegawai

yang sudah mengetahui adanya peluang untuk melakukan kecurangan dapat menilai

seberapa besar risiko yang ditimbulkan akibat perbuatan fraud sehingga dalam hal

ini pegawai akan cenderung meyakinkan dirinya sendiri bahwa perilaku curang

yang dilakukan sepadan dengan risikonya.


130

4.4.4 Pengaruh Ketaatan pada Peraturan Akuntansi Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang

Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa adanya

perilaku menyimpang memoderasi secara positif hubungan ketaatan pada peraturan

akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi

persepsi pegawai tentang perilaku menyimpang yang ada di dalam suatu instansi

OPD, maka dapat mengubah hubungan antara ketaatan pada peraturan akuntansi

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi yang sebelumnya negatif menjadi

positif dan yang sebelumnya positif menjadi lebih signifikan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa perilaku menyimpang tidak memoderasi secara positif

hubungan ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan kecurangan

akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menolak hipotesis

keempat (H4).

Teori atribusi memandang penyebab terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi sebagai atribut-atribut yang merangkai sebuah hasil atau luaran dalam

bentuk tingkah laku atau tindakan. Penyebab atau atribut dalam kecenderungan

kecurangan akuntansi dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi internal dan

dimensi eksternal. Dimensi internal adalah pendekatan atribusi yang berasal dari

dalam individu dan dapat dikontrol namun bersifat tidak stabil seperti perilaku

malas, sifat dengki, rakus dan sebagainya. Adapun dimensi eksternal adalah

pendekatan yang berfokus pada gejala-gejala umum yang tidak dapat dikontrol dan

bersifat stabil, contohnya kurangnya kemampuan dalam bidang pekerjaan tertentu

(Weiner, 2010).
131

Teori fraud diamond menjelaskan tentang pengaruh empat faktor berupa

tekanan atau insentif, kesempatan, rasionalisasi, dan kemampuan yang

menyebabkan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. Faktor tekanan atau

insentif dapat muncul dalam bentuk berbeda-beda dan dirasakan oleh pelaku

kecurangan pada semua tingkat. Adapun penyebab dari tekanan atau motif pelaku

kecurangan memiliki alasan yang berbeda-beda seperti faktor keuangan, faktor

sosial, ataupun faktor budaya. Kemampuan dinilai sebagai faktor penentu

kesuksesan pelaku kecurangan dalam tindakannya. Kemampuan dapat membuat

pelaku kecurangan mencari jalan masuk atau celah yang menjadi kesempatan

baginya untuk melakukan kecurangan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Siti Nurlaeliyah (2017) yang

menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh tidak langsung terhadap hubungan antara

ketaatan pada peraturan akuntansi dan kecenderungan kecurangan akuntansi

melalui perilaku menyimpang. Menurut Nurlaeliyah (2017), organisasi atau

pegawai OPD berada dalam tahap conventional stage yang mana mereka sedang

mulai membentuk moralitas internal organisasi dengan cara menaati peraturan atau

standar akuntansi pemerintah yang berlaku. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan

penelitian Noch (2019) yang menyatakan bahwa perilaku menyimpang tidak dapat

memediasi pengaruh ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pandangan atau

pendekatan tentang perilaku menyimpang yang disebabkan oleh faktor internal

yang dapat dikontrol dengan faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol seperti

pengaruh sosial atau tekanan sosial (Noch et al., 2019).


132

Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Irianto (2012) yang

menyatakan bahwa perilaku menyimpang memiliki pengaruh mediasi terhadap

hubungan antara ketaatan pada peraturan akuntansi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Terdapat pengaruh berkelanjutan yang berasal dari

lingkungan bermoral terhadap perilaku menyimpang. Lingkungan yang bermoral

tinggi dapat mengurangi ketertarikan pihak internal atau manajemen organisasi

untuk melakukan tindakan kecurangan akuntansi. Hal ini dikarenakan pengaruh

kuat dari lingkungan pekerjaan yang mendorong pegawai OPD dalam pengambilan

keputusan yang cenderung mengarah pada kebaikan dan cenderung menghindari

perbuatan menyimpang, dalam hal ini kecenderungan kecurangan akuntansi

(Irianto et al., 2012).

Berangkat dari teori atribusi yang menjelaskan tentang dimensi internal dan

dimensi eksternal, peneliti menyatakan bahwa reasoning dari hasil penelitian ini

adalah karena adanya penyebab eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh pribadi

calon pelaku kecurangan. Hal itu menjadi dasar bahwa perilaku menyimpang yang

dimiliki oleh calon pelaku kecurangan masih tidak dapat menjadi atribut internal

atau penyebab terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi, karena masih

terdapat atribut eksternal yang tidak bisa dikontrol berupa kurangnya kemampuan

dalam mencari kesempatan untuk berbuat kecurangan.

Menurut teori fraud diamond, tekanan menjadi salah satu penyebab seorang

pegawai OPD melakukan kecurangan akuntansi. Tekanan tersebut bisa muncul dari

dalam atau dari luar individu tersebut. Tekanan yang berasal dari luar bisa berupa

kondisi ekonomi sosial yang kurang baik atau lingkungan pertemanan yang buruk
133

sehingga menyebabkan munculnya motivasi untuk berbuat menyimpang. Adapun

di sisi lain, kecenderungan kecurangan akuntansi juga dipengaruhi oleh faktor

tekanan, meskipun seorang pegawai OPD memiliki latarbelakang perilaku

menyimpang yang baik dan taat terhadap standar akuntansi yang berlaku namun

apabila dihadapkan terhadap tekanan yang berat saat membuat laporan keuangan

maka dapat menimbulkan risiko kecenderungan kecurangan akuntansi.

Apabila dilihat dari pendekatan faktor capability, seorang pegawai perlu

mengetahui segala pengetahuan tentang peraturan-peraturan akuntansi sehingga

bisa menilai sejauh mana risiko yang ditimbulkan apabila pegawai tersebut

melakukan kecurangan. Hal ini menjadi reasoning bagi peneliti terhadap hasil

penelitian ini. Pengetahuan akan standar-standar akuntansi ini akan membuat

seorang pegawai menjadi taat atau menjadi tidak taat, karena pegawai tersebut

mengetahui kaidah-kaidah etik dan tanggungjawab dari dibuatnya LKPD dan di

saat yang bersamaan pegawai tersebut dapat mengetahui celah atau kelemahan dari

peraturan-peraturan akuntansi yang ada.

Ketidakmampuan pegawai OPD dalam mencari celah ini dipertimbangkan

dari pernyataan dalam teori fraud diamond yang menjelaskan bahwa secara

kausalitas, teori fraud diamond menggambarkan keempat faktor terjadinya

kecurangan dalam bentuk rangkaian gejala. Kesempatan membuka jalan masuk

menuju kecurangan, kemudian tekanan dan rasionalisasi mendorong pelaku

kecurangan menuju jalan masuk tersebut, bagaimanapun pelaku kecurangan

tersebut tetap harus memiliki kemampuan untuk menyadari dan mengetahui jalan

masuk menuju kecurangan tersebut yang mana menjadi sebuah peluang yang dapat
134

menguntungkan dirinya (Ruankaew, 2016). Oleh karena itu, calon pelaku

kecurangan dalam hal ini pegawai OPD, yang tidak memiliki capability dalam

mencari peluang kecurangan tidak mampu mewujudkan terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi.

4.4.5 Pengaruh Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Terhadap

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang

Hipotesis kelima yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa perilaku

menyimpang memoderasi secara positif hubungan keefektifan sistem pengendalian

internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi

persepsi pegawai tentang perilaku menyimpang yang ada di dalam suatu instansi

OPD, maka dapat mengubah hubungan antara keefektifan sistem pengendalian

internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi yang sebelumnya negatif

menjadi positif dan yang sebelumnya positif menjadi lebih signifikan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku menyimpang tidak memoderasi secara

positif hubungan keefektifan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menolak

hipotesis keempat (H5).

Teori atribusi menjelaskan bahwa terjadinya kecenderungan kecurangan

akuntansi disebabkan oleh atribut-atribut penyebab yang berasal dari faktor internal

dan faktor eksternal. Teori atribusi juga berpendapat bahwa terdapat dua dimensi

yang menjelaskan penyebab terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi, yaitu


135

dimensi stable-uncontrolable cause dan unstable-controlable cause. Faktor yang

berasal dari dimensi stable-uncontrolable cause adalah faktor yang berasal dari luar

individu seperti pengaruh sosial. Adapun faktor unstable-controlable cause

cenderung bisa dikendalikan oleh pelaku kecurangan karena berasal dari dalam

individu itu sendiri seperti personal traits, motif, dan ego (Weiner, 2010).

Menurut teori fraud diamond, pelaku kecurangan didorong oleh incentive

atau pressure yang memaksa pelaku untuk berbuat perilaku menyimpang yang

mana sebelumnya pelaku kecurangan melihat adanya kesempatan atau opportunity

melalui kemampuannya atau capability. Pegawai yang memiliki perilaku

menyimpang dapat menimbulkan risiko kecenderungan kecurangan akuntansi

(Ruankaew, 2016).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Noch (2019) yang menyatakan

bahwa tidak ada pengaruh mediasi dari perilaku menyimpang terhadap hubungan

antara keefektifan sistem pengendalian internal terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Wilopo

(2006), yang menjelaskan tentang adanya internal control atau sistem pengendalian

internal. Sistem pengendalian internal yang lemah dapat membuat perilaku pegawai

berubah menjadi unethical sehingga menyebabkan terjadinya kecurangan akuntansi

(Wilopo, 2006).

Lingkungan luar yang mempengaruhi tindakan fraud berasal dari

lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan dan lingkungan sosial yang lebih luas.

Oleh karena itu kondisi internal organisasi yang cenderung ketat dan diawasi oleh
136

sistem pengendalian internal yang efektif belum cukup kuat untuk dapat dijadikan

dasar bahwa tindakan kecurangan dapat berkurang, karena masih terdapat faktor

yang tidak bisa dijangkau dengan mudah oleh sistem pengendalian internal berupa

faktor lingkungan eksternal tersebut. Sistem pengendalian internal di Kabupaten

Kotawaringin Barat belum dapat dikatakan efektif karena belum mencakup aspek-

aspek risiko terjadinya kecurangan akuntansi dari faktor-faktor eksternal yang

berhubungan dengan moral dan psikologis pegawai. Contohnya seperti kurangnya

penerapan program kepegawaian yang dibawahi oleh bagian HRD untuk

memberikan sesi tanya jawab terkait kondisi psikologis atau mental pegawai.

Apabila dilihat dari dimensi internal dan eksternal, faktor-faktor yang

menyebabkan fraud perlu ditelusuri secara meluas. Menurut teori atribusi, terdapat

dua faktor penyebab seorang individu melakukan kecurangan akuntansi. Faktor

internal berasal dari dalam diri individu sedangkan faktor eksternal berasal dari

lingkungan luar yang dilihat lebih luas. Menurut Weiner (2010), faktor-faktor

eksternal yang mempengaruhi perilaku individu tidak hanya berasal dari

lingkungan kerja. Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini, persepsi pegawai

terhadap perilaku menyimpang termasuk dalam kategori tidak menyimpang. Hal ini

menjadi pertimbangan dan reasoning bahwa perilaku menyimpang masih belum

dapat membuat pengendalian internal menjadi tidak efektif sehingga menyebabkan

terjadinya fraud.
137

4.4.6 Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan

Akuntansi Melalui Perilaku Menyimpang

Hipotesis keenam yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa adanya

perilaku menyimpang memoderasi secara positif hubungan asimetri informasi

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi persepsi

pegawai tentang perilaku menyimpang yang ada di dalam suatu instansi OPD, maka

dapat mengubah hubungan antara asimetri informasi terhadap kecenderungan

kecurangan akuntansi yang sebelumnya negatif menjadi positif dan yang

sebelumnya positif menjadi lebih signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa perilaku menyimpang tidak memoderasi secara positif hubungan asimetri

informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Dapat disimpulkan

bahwa hasil pengujian hipotesis menolak hipotesis keempat (H6).

Teori atribusi menjelaskan tentang bagaimana atribut-atribut dari dalam dan

dari luar individu menyebabkan terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi.

Teori atribusi lebih berfokus melihat kasus fraud ke dalam pendekatan kausalitas

yang mana penyebab pegawai OPD melakukan kecurangan itu dipandang sebagai

penjelas bukan sebagai alasan (Weiner, 2010). Teori atribusi juga berpendapat

bahwa terdapat dua dimensi yang menjelaskan penyebab terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi, yaitu dimensi stable-uncontrolable cause dan unstable-

controlable cause. Faktor yang berasal dari dimensi stable-uncontrolable cause

adalah faktor yang berasal dari luar individu seperti pengaruh sosial. Adapun faktor

unstable-controlable cause cenderung bisa dikendalikan oleh pelaku kecurangan

karena berasal dari dalam individu itu sendiri seperti personal traits, motif, dan ego.
138

Teori fraud diamond menjelaskan bahwa terjadinya kecenderungan

kecurangan akuntansi disebabkan oleh empat faktor yaitu kesempatan, tekanan,

rasionalisasi, dan kemampuan. Teori fraud diamond melihat faktor rasionalisasi ke

dalam dimensi tingkah laku dari seorang pelaku kecurangan, sehingga perlu

diketahui bahwa sebelum terjadi kecurangan, pelaku kecurangan terlebih dahulu

sudah merasionalisasi bahwa tindakannya bukan tergolong dalam perilaku

menyimpang. Pelaku kecurangan cenderung memandang tindakan yang mereka

lakukan adalah hal yang dapat diterima, sebaliknya apabila pelaku merasionalisasi

bahwa tindakan tersebut tidak dapat diterima maka mereka tidak akan melakukan

fraud (Ruankaew, 2016).

Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Siti Nurlaeliyah (2017)

yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung dari asimetri informasi

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi melalui perilaku menyimpang.

Menurut Nurlaeliyah (2017), hal ini dikarenakan tingkat asimetri informasi yang

tinggi membuat manajemen organisasi menjadi lebih leluasa dalam melakukan

tindakan tidak etis, sehingga pihak manajemen atau pegawai tersebut dapat

memanipulasi laporan keuangan secara bebas tanpa ketahuan oleh pihak luar yang

mana hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraud. Namun

berdasarkan hasil penelitian ini, tidak terdapat pengaruh tidak langsung melalui

perilaku menyimpang karena persepsi pegawai terkait perilaku menyimpang

tergolong dalam kategori tidak menyimpang.

Berangkat dari pernyataan dalam teori atribusi yang menjelaskan tindakan

seorang individu perlu dilihat berdasarkan atribut-atribut penyebab yang berasal


139

dari faktor internal dan faktor eksternal serta dilihat dari dimensi stable-

uncontrolable cause dan unstable-controlable cause, peneliti menyatakan

reasoning dari hasil penelitian ini adalah disebabkan faktor stable-uncontrolable

cause. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu

seperti keyakinan, kondisi mental dan motivasi, sedangkan faktor eksternal berasal

dari lingkungan luar individu seperti budaya, keluarga dan lingkup pertemanan.

Perilaku yang baik dari seorang pegawai belum menjamin secara pasti dapat

mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini dikarenakan adanya

faktor eksternal yang perlu dilihat seperti dorongan atau pengaruh sosial selama

bekerja, tekanan-tekanan yang berasal dari pihak ketiga dan adanya

miscommunication antara pegawai dan supervisi atau atasan. Pengaruh-pengaruh

tersebut tentu bersifat tidak bisa dikontrol sehingga meskipun calon pelaku

kecurangan memiliki perilaku yang tidak menyimpang, apabila dihadapkan pada

dorongan sosial yang buruk maka dapat meningkatkan risiko terjadinya

kecenderungan kecurangan akuntansi.

Adapun berdasarkan teori fraud diamond yang menyatakan bahwa tindakan

kecurangan dilihat dari atribut penyebab berupa perilaku menyimpang yang

dirasonalisasi oleh pelaku kecurangan bahwa tindakan tersebut dapat diterima,

peneliti memberikan reasoning dari hasil penelitian ini bahwa perilaku

menyimpang tidak memiliki pengaruh mediasi karena persepsi pegawai OPD di

Kabupaten Kotawaringin Barat berada dalam kategori tidak menyimpang. Oleh

karena itu pegawai OPD tidak dapat merasionalisasi tindakan kecurangan karena

tidak memiliki perilaku menyimpang. Hal ini juga berkaitan dengan penjelasan dari
140

teori fraud diamond bahwa sebelum terjadi kecurangan akuntansi, pegawai OPD

sebagai pelaku cenderung sudah merasionalisasi perbuatan yang akan dilakukannya

dan sudah dalam tingkat perilaku yang menyimpang.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian ini menguji pengaruh ketaatan pada peraturan akuntansi,

keefektifan sistem pengendalian internal, dan asimetri informasi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi dengan perilaku menyimpang sebagai

variabel moderating pada Dinas Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi

Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah

dipaparkan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketaatan pada peraturan akuntansi tidak berpengaruh terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

2. Keefektifan sistem pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

3. Asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi.

4. Tidak ada pengaruh tidak langsung antara ketaatan pada peraturan akuntansi

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi melalui moderasi perilaku

menyimpang.

5. Tidak ada pengaruh tidak langsung antara keefektifan sistem pengendalian

internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi melalui moderasi

perilaku menyimpang.

141
142

6. Tidak ada pengaruh tidak langsung antara asimetri informasi terhadap

kecenderungan kecurangan akuntansi melalui moderasi perilaku

menyimpang.

5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti berikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat

a. Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat

diharapkan meningkatkan kinerja instansi khususnya dalam hal

pengendalian internal karena masih terdapat persepsi dari beberapa

pegawai yang menjelaskan adanya fungsi pengendalian internal yang

belum diterapkan. Hal ini berguna untuk meningkatkan keefektifan

sistem pengendalian internal juga sekaligus menghindari adanya

asimetri informasi yang dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya

kecurangan akuntansi.

b. Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat

diharapkan dapat meningkatkan kualitas informasi dan komunikasi

dalam fungsi pengendalian internal agar terhindar dari kemungkinan

adanya asimetri informasi antara supervisi atau pembina dengan

pegawai.
143

c. Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat

diharapkan dapat menaati dan mematuhi kode etik pegawai yang telah

diatur oleh pemerintah.

2. Bagi penelitian selanjutnya

a. Diharapkan dapat melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan

teknik pengambilan sampel yang lebih baik seperti wawancara. Hal ini

berguna untuk mendapatkan sampel yang lebih representatif, aktual dan

memperkuat justifikasi hasil penelitian.

b. Diharapkan dapat melakukan penelitian sejenis dengan responden yang

berbeda seperti auditor BPK atau auditor BPKP. Hal ini berguna untuk

mengatasi keterbatasan penelitian yang hanya berfokus pada suatu

persepsi dari pegawai tertentu.


DAFTAR PUSTAKA

ACFE. (2011). Fraud Examiners Manual (International Edition): Vol. i.


Association Of Certified Fraud Examiners.
Adinda, Y. M. (2015). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
KECURANGAN (FRAUD) DI SEKTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN
KLATEN. Accounting Analysis Journal, 3(4), 457–465.
Antarwiyati, P., & Purnomo, R. E. (2017). Motivasi melakukan fraud dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi & Auditing Indonesia, 12(2),
157–166. https://doi.org/10.20885/jaai.vol21.iss2.art7
Bartenputra. (2016). Pengaruh kesesuaian Kompensasi, ketaatan akuntansi, dan
asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Jurnal
Akuntansi, Volume 4(Nomor 2).
Didi, D., & Kusuma, I. C. (2018). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Pemerintahan Daerah
Kota Bogor. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 15(1), 1–20.
https://doi.org/10.21002/jaki.2018.01
Faisal, M. (2013). Analisis Fraud Di Sektor Pemerintahan Kabupaten Kudus.
Accounting Analysis Journal, 2(1). https://doi.org/10.15294/aaj.v2i1.1181
Ghozali, I. (2014). Structural Equation Modeling: Model Alternatif dengan Partial
Least Square (PLS) (Edisi 4). Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Indarto, S. L., & Ghozali, I. (2016). Fraud diamond: Detection analysis on the
fraudulent financial reporting. Risk Governance and Control: Financial
Markets and Institutions, 6(4Continued1), 116–123.
https://doi.org/10.22495/rcgv6i4c1art1
Indonesia, I. A. (2016). Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS
(Edisi 2). Ikatan Akuntan Indonesia.
Irianto, G., Novianti, N., Rosalina, K., & Firmanto, Y. (2012). Integrity, Unethical
Behavior, and Tendency of Fraud. EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan
Keuangan), 16(2), 144.
https://doi.org/10.24034/j25485024.y2012.v16.i2.2320
Kaptein, M. (2011). Understanding unethical behavior by unraveling ethical
culture. Human Relations, 64(6), 843–869.
https://doi.org/10.1177/0018726710390536
Kusumastuti, D. (2012). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
tidak etis sebagai variabel intervening. Diponegoro Journal of Accounting,
1(1), 1–15. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting%AAnalisis

144
145

Mutnuru, S. (2016). The Role of Internal Controls on Employees’ Engagement in


Small Organizations. Journal of Business Studies Quarterly, 7(4), 102–114.
http://0-
search.proquest.com.patris.apu.edu/docview/1807472170?accountid=8459
Najahningrum, A. F. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan
Kecurangan (Fraud) : Persepsi Pegawai Dinas Provinsi DIY. Lib.Unes.Ac.Id,
1–224. https://lib.unnes.ac.id/18049/
Noch, M., Pattiasina, V., Seralurin, Y., & Ratag, F. (2019). Non-ethical Behaviour
Mediates Relationship of Rules Obedience, Management Morality, and
Effectiveness of Internal Monitoring System towards Accounting Fraud
Tendency. 28(3). https://doi.org/10.4108/eai.12-11-2018.2288826
Nurlaeliyah, S., & Anisykurlillah, I. (2017). Analysis of Factors Affecting The
Tendency of Accounting Fraud with An Ethical Behavior As Intervening
Variable. 6(2), 299–312.
Putri, K. K., Suryandari, D., Akuntansi, J., Ekonomi, F., & Semarang, U. N. (2017).
Factors Affecting Fraud Trend : Perception of Employees of Semarang City
Office. 6(2), 288–298.
Putri, P. A. A., & Irwandi, S. A. (2017). The determinants of accounting fraud
tendency. The Indonesian Accounting Review, 6(1), 99.
https://doi.org/10.14414/tiar.v6i1.857
Rahmawati, A. P., & Soetikno, I. (2012). Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan
Moralitas Manajemen Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi
(Studi Pada Dinas Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota Semarang).
Jurnal Publikasi Universitas Diponegoro, 2–45.
http://eprints.undip.ac.id/35622/
Robinson, S. N., Robertson, J. C., & Curtis, M. B. (2012). The Effects of Contextual
and Wrongdoing Attributes on Organizational Employees’ Whistleblowing
Intentions Following Fraud. Journal of Business Ethics, 106(2), 213–227.
https://doi.org/10.1007/s10551-011-0990-y
Ruankaew, T. (2016). Beyond the Fraud Diamond. International Journal of
Business Management & Economic Research, 7(1), 474–476.
Shelton, A. M. (2014). Analysis of Capabilities Attributed to the Fraud Diamond
Acct 4018- Senior Honors Seminar.
Shintadevi, P. F. (2016). Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Ketaatan
Aturan Akuntansi Dan Kesesuaian Kompensasi Terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi Dengan Perilaku Tidak Etis Sebagai Variabel
146

Intervening. Nominal, Barometer Riset Akuntansi Dan Manajemen, 4(2).


https://doi.org/10.21831/nominal.v4i2.8003
Thoyibatun, S. (2012). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Tidak
Etis Dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Serta Akibatnya Terhadap
Kinerja Organisasi. EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan), 16(2), 245.
https://doi.org/10.24034/j25485024.y2012.v16.i2.2324
Tuanakotta, T. M. (2014). Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Edisi 2).
Salemba Empat.
Weiner, B. (2010). Attribution Theory. In International Encyclopedia of Education.
https://doi.org/10.1002/9780470479216.corpsy0098
Wilopo. (2006). PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL,
KESESUAIAN KOMPENSASI, KETAATAN ATURAN AKUNTANSI,
ASIMETRI INFORMASI, SERTA MORALITAS MANAJEMEN TERHADAP
PERILAKU TIDAK ETIS DAN KECENDERUNGAN KECURANGAN
AKUNTANSI : STUDI PADA PERUSAHAAN TERBUKA DAN BADAN
USAHA.
Zulkarnain, R. M. (2013). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud
Pada Dinas Kota Surakarta. Accounting Analysis Journal, 2(2).
https://doi.org/10.15294/aaj.v2i2.2852
147

LAMPIRAN
148

Lampiran 1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Pertanyaan
No. Variabel Indikator
Nomor
1. Peraturan standar akuntansi 1
dan peraturan organisasi 2
Ketaatan pada
1 2. Disiplin kerja 3
peraturan akuntansi
3. Pelaksanaan tugas 4
4. Tanggungjawab 5
Keefektifan sistem 1. Lingkungan pengendalian 6
pengendalian 2. Penaksiran risiko 7
2 internal (COSO 3. Aktivitas pengendalian 8
dalam Wilopo 4. Informasi dan komunikasi 9
2006) 5. Pemantauan 10
1. Situasi dimana manajemen
memiliki informasi yang lebih
baik atas aktivitas yang
menjadi tanggung jawabnya
dibanding pihak luar
perusahaan atas akses
informasi atau data yang
memadai.
2. Situasi dimana manajemen
lebih mengenal hubungan
input-output dalam bagian
yang menjadi tanggung
jawabnya pihak luar
11
perusahaan.
12
Asimetri informasi 3. Situasi dimana manajemen
3 13
(Dunk 1993) lebih mengetahui potensi
14
kinerja yang menjadi
15
tanggung jawab dibanding
pihak luar perusahaan.
4. Situasi dimana manajemen
lebih mengenal teknis
pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya dibanding
pihak luar perusahaan
5. Situasi dimana manajemen
lebih mengetahui pengaruh
eksternal dalam bidang yang
menjadi tanggung jawabnya
dibanding pihak luar
perusahaan.
149

1. Perilaku manajemen yang


menyalahgunakan kedudukan
(abuse position)
2. Perilaku manajemen yang
menyalahgunakan sumber
daya organisasi (abuse
Perilaku 25
resources)
menyimpang 26
3. Perilaku manajemen yang
4 (Robinson 1995, 27
menyalahgunakan kekuasaan
dalam Wilopo 28
(abuse power)
2006) 29
4. Perilaku manajemen yang
tidak berbuat apa-apa (no
action)
5. Perilaku manajemen yang
mengabaikan peraturan (abuse
rule)
16
17
Kecenderungan 18
1. Kecurangan laporan keuangan
kecurangan 19
2. Penyalahgunaan aset
5 akuntansi (ACFE 20
3. Korupsi
dalam Tuanakotta 21
(2014) 22
23
24
150

Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr/I Pegawai Organisasi Perangkat Daerah
Di tempat
Dengan hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Umar Dafi Rona Akhmad
NIM : 7211416052
Prodi : Akuntansi, S1
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
Saya memohon ketersediaan Bapak/Ibu/Sdr/I untuk meluangkan waktu 10 menit
dengan mengisi kuesioner penelitian sebagai berikut, yang akan digunakan sebagai
data dalam penelitian saya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Persepsi Pegawai Pada
Dinas Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah”.
Penelitian ini adalah syarat penyelesaian program studi Akuntansi S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat, oleh karena itu
dimohon ketersediaan Bapak/Ibu/Sdr/I untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur.
Kuesioner ini hanya untuk kepentingan penelitian terkait dan dipastikan
kerahasiaannya.

Atas perhatian dan kerjasama dari Bapak/Ibu/Sdr/I, saya ucapkan terimakasih

*Contact Person: 085348886055

Hormat Saya,

Umar Dafi Rona Akhmad


NIM. 7211416052
151

DAFTAR PERTANYAAN
Untuk mengisi kuesioner ini, Bapak/Ibu/Sdr/I responden cukup
memberikan tanda (V) pada pilihan jawaban yang tersedia dan menurut
Bapak/Ibu/Sdr/I paling tepat. Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban.

Pilihan jawaban:
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
N = Netral
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

Identitas Responden
Nama Responden :…………………………………………(*boleh tidak diisi)
Umur Responden : …………………………………………tahun
Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
Pendidikan Terakhir : …………………………………………
Nama Instansi : …………………………………………
Sub Bagian Pekerjaan : …………………………………………
Masa Kerja : ……………tahun………………………bulan
152

Daftar Pertanyaan Kuesioner

Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi STS TS N S SS


Di instansi tempat saya bekerja, laporan
1 keuangan dibuat menggunakan dasar aturan
SAP
Di instansi tempat saya bekerja, laporan
keuangan disajikan secara objektif dan dapat
2
diandalkan bagi kepentingan pemakai
informasi
Di instansi tempat saya bekerja, laporan
3 keuangan dibuat secara rutin, dalam jangka
waktu yang telah ditentukan dan teratur
Di instansi tempat saya bekerja, laporan
keuangan disajikan berdasarkan prinsip
4
integritas, prinsip kebijaksanaan dan prinsip
konsistensi penyajian
Di instansi tempat saya bekerja, laporan
5 keuangan yang disajikan selalu diaudit oleh
BPK/BPKP/Inspektorat secara berkala

Keefektifan Sistem Pengendalian Internal STS TS N S SS


Di instansi tempat saya bekerja, sudah ada
1 pembagian wewenang dan tanggungjawab
yang jelas
Di instansi tempat saya bekerja, bila laporan
keuangan perlu segera diterbitkan, maka
2
otorisasi transaksi harus dilaksanakan dan
bukti pendukung harus disertakan
Di instansi tempat saya bekerja, telah
3 diterapkan peraturan untuk pemeriksaan fisik
atas kekayaan instansi (kas, persediaan,dll)
Di instansi tempat saya bekerja, seluruh
4 informasi kegiatan operasi instansi harus
dicatat dalam sistem akuntansi
Di instansi tempat saya bekerja, diterapkan
peraturan untuk dilakukannya pemantauan dan
5 evaluasi atas aktivitas operasi untuk
pelaksanaan pengendalian internal (misalnya :
derajat keamanan kas, persediaan, dsb)
153

Asimetri Informasi STS TS N S SS


Atas pekerjaan di bidang akuntansi, hanya
pihak internal instansi yang mengetahui
1 seluruh informasi yang berkaitan dengan
transaksi instansi yang mempunyai dampak
keuangan
Hanya pihak internal instansi yang memahami
seluruh hubungan antara data transaksi
2
keuangan dan proses penyusunan laporan
keuangan
Hanya pihak internal instansi yang
3 mengetahui dan memahami isi dan angka
laporan keuangan yang selesai dikerjakan
Hanya pihak internal instansi yang mengerti
4
lika-liku pembuatan laporan keuangan
Hanya pihak internal instansi yang
5 mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan pembuatan laporan keuangan
154

Kecenderungan Kecurangan Akuntansi STS TS N S SS


Suatu hal yang wajar di instansi saya, apabila
1 untuk suatu tujuan tertentu, biaya dicatat lebih
besar dari semestinya
Bukan suatu masalah bagi instansi saya,
2 apabila pencatatan bukti transaksi dilakukan
tanpa otorisasi dari pihak yang berwenang
Suatu yang wajar bagi instansi saya, apabila
untuk tujuan tertentu harga beli
3
peralatan/perlengkapan kantor dicatat lebih
tinggi
Merupakan sesuatu yang wajar di instansi
saya apabila pengguna anggaran memasukkan
4
kebutuhan lain yang tidak sesuai ke dalam
belanja peralatan gedung kantor
Suatu hal yang wajar apabila di instansi saya,
para pengguna anggaran menggunakan
5
kuitansi kosong atas pembelian bahan
perlengkapan kantor
Bukan suatu masalah bagi instansi saya
apabila perlengkapan dan peralatan kantor
6
yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi
yang seharusnya dibeli
Tidak menjadi suatu masalah bagi instansi
7 saya apabila suatu transaksi memiliki bukti
pendukung ganda
Suatu hal yang wajar apabila di instansi saya
8 ditemukan adanya pengeluaran tanpa
dokumen pendukung
Bukan suatu masalah bagi instansi saya,
9 apabila sisa anggaran dibagikan kepada
pegawai sebagai bonus
155

Perilaku Menyimpang STS TS N S SS


Di instansi tempat saya bekerja, saya pernah
1 menggunakan kendaraan dinas untuk
kepentingan pribadi.
Di instansi tempat saya bekerja, saya pernah
2 meminta tiket berlibur kepada rekan bisnis
instansi.
Di instansi tempat saya bekerja, saya diam
3 saja bila pegawai lain bertindak sangat
merugikan instansi ini.
Di instansi tempat saya bekerja, saya sering
4
tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas.
Di instansi tempat saya bekerja, saya sering
5 terlambat masuk kantor tanpa alasan yang
jelas.
156

Lampiran 3
Tabulasi Data
Variabel Ketaatan Pada Peraturan Akuntansi
KPPA KPPA2 KPPA3 KPPA4 KPPA5 KPPA KPPA2 KPPA3 KPPA4 KPPA5
4 4 2 2 3 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 5 5 5 5 5 5
4 4 5 4 5 5 5 5 3 3
4 4 5 4 4 5 5 5 5 5
4 4 5 4 5 4 4 5 4 4
3 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5 5 5 5 4
4 5 4 4 5 4 4 4 3 4
4 5 5 5 4 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
4 4 5 4 5 5 5 5 5 5
4 4 5 4 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
5 5 5 5 4 4 4 4 4 4
4 4 5 4 5 5 5 5 5 5
5 4 5 4 5 1 2 5 4 1
4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 5 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
4 4 5 5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 5 5 4 5 5 4 5
4 3 4 3 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 4 4 4 4 4 4
5 5 5 4 5 4 4 4 4 4
5 5 4 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 3 4 4 4 4 5
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 5 4 5 5 5 5
4 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 4 4
4 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 5
4 5 5 5 4 4 4 4 4 5
5 5 5 5 5 3 4 4 5 5
4 5 5 5 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 5 5 5
5 4 4 4 5 4 4 4 4 4
4 5 5 5 4 4 4 4 3 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 5
5 5 5 5 5 5 5 5 4 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 5 5 5 4
5 5 5 5 5
Variabel Keefektifan Sistem Pengendalian Internal
KSPI KSPI2 KSPI3 KSPI4 KSPI5 KSPI KSPI2 KSPI3 KSPI4 KSPI5
3 3 3 3 3 4 5 4 4 4
2 4 4 4 4 5 5 5 3 3
4 4 3 4 4 4 5 4 4 4
4 4 3 4 3 5 5 5 5 5
4 4 3 3 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 4 4 4 4 4
5 5 4 4 4 5 5 5 4 5
4 4 3 3 3 5 5 4 4 4
5 4 4 4 4 5 5 5 5 5
5 5 4 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 5 5 4 5 5
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 5 4 5 4 4
4 4 4 4 4 5 4 5 4 4
3 4 3 3 3 4 5 4 5 5
5 5 4 4 4 1 2 2 2 4
5 4 4 4 4 5 5 5 5 5
5 4 4 4 4 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 4 4 3 3 4
4 4 4 4 4 5 5 4 5 4
5 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 5 4 5 4 5 4 5 5 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 5 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 4 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 5 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5 5 4 5 4
4 5 4 5 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 4 3 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4 5 3 4 3
5 5 5 5 5 4 5 5 4 3
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 4 5 5 4 4 4 4 4 4
4 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 4 4 5 5 5 5 5 5 5
5 5 4 5 4 5 4 5 5 5
4 4 4 5 4 4 4 4 4 4
5 5 4 5 4 4 5 5 5 5
5 5 5 5 5 4 4 4 5 4
5 5 5 4 4 4 5 4 4 4
5 5 4 5 4 3 4 3 4 2
4 5 4 4 4 5 5 4 5 3
5 5 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 2 5 5 4 5 4
5 5 5 5 5
5 4 4 5 4
4 5 5 5 5

157
158

Variabel Asimetri Informasi


AI AI AI AI AI AI AI AI
AI AI
2 3 4 5 2 3 4 5
3 3 3 4 3 4 4 4 4 4
2 2 2 4 2 2 2 4 2 4
4 4 4 4 4 3 4 4 4 4
3 2 2 3 2 3 4 2 2 2
3 5 4 4 4 4 5 4 3 4
3 2 2 2 2 3 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 3 4 4 3 2
2 2 2 2 4 2 2 2 2 2
5 5 5 5 2 1 1 1 1 1
4 4 4 4 4 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 4 4 4 4 4
2 4 2 4 4 4 4 4 4 4
2 2 2 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 3 3 3 4 2 2 2 2
4 3 2 2 2 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 2 2 2 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 3 2 2 3 3
4 4 4 4 4 2 4 2 2 4
4 4 4 4 4 4 2 2 2 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 4 2 2 2 4 4 3 4 4
2 2 2 2 2 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 3 4 4 3 4
4 4 2 2 2 2 2 2 2 2
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
2 2 2 4 4 3 4 4 3 3
5 2 2 2 2 4 4 2 2 2
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 4 4 4 5 4
2 2 2 4 2 5 5 4 4 4
4 4 4 4 5 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2 4 4 4 4 4
4 3 2 2 2 2 2 2 2 4
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 5 5 4 4 4
2 2 2 2 2 3 3 3 3 3
5 4 4 4 4 2 5 3 3 3
4 5 5 5 4 4 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 2 3 3
3 4 4 5 5 4 4 2 3 3
4 4 2 4 4 5 5 5 5 5
3 4 4 5 5 4 4 4 4 4
5 5 4 5 5 4 4 4 2 2
3 4 4 2 2 3 4 4 3 4
3 4 4 5 5 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 4 5 5 4 3 2 1 3
2 2 2 2 2 4 3 3 3 3
5 5 5 4 4 3 4 4 5 5
159

Variabel Kecenderungan Kecurangan Akuntansi


KK KK KK KK KK KK KK KK KK 3 2 3 3 3 2 3 3 3
A A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 3 1 2 2 2 2 1 1 1
3 2 3 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3
2 2 1 1 1 1 2 1 1 3 2 2 3 2 1 2 1 2
2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 4 1 2 2 2 4 2 3 2 2 1 1 2 1 1 2 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
3 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 3
2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 1 1 1 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 1
2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 1 2 1 1 4 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 4 2 1 2 1 2 1 3
1 2 1 2 2 2 2 2 2 5 4 4 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2
2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 2
1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 4 4 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1
2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 3 2 1 4 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2
2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 2 3 4 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 2 3 2 3 2
3 2 3 3 2 3 3 2 3 1 2 1 2 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 2 2 5 1 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2
1 1 1 1 2 2 5 1 3 2 2 2 2 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
1 3 1 2 2 1 3 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2
1 1 1 1 2 2 5 1 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 2 2 1 3 1 1
2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 5 1 3
160

Variabel Perilaku Menyimpang


PM PM2 PM3 PM4 PM5 PM PM2 PM3 PM4 PM5
2 2 2 2 2 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 1 1 1 1
3 2 2 1 1 2 2 2 2 2
3 2 2 2 2 4 1 1 2 2
2 2 2 2 2 3 1 1 1 1
2 2 2 2 2 4 1 2 2 2
2 1 2 1 1 4 1 2 2 2
3 2 1 2 2 2 2 2 1 2
1 1 1 1 1 4 2 1 2 2
2 1 1 1 2 1 1 1 1 1
4 2 2 2 2 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 1 1 1 1 1
2 2 2 1 1 2 2 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 1 1 2 2
3 1 3 1 1 1 1 1 2 2
1 1 3 2 5 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 2 3 2 2 2
2 1 1 1 1 2 1 2 1 1
1 1 1 1 1 2 2 4 2 2
2 1 2 1 1 2 2 1 2 2
2 1 1 1 1 2 1 1 1 1
2 1 1 1 1 2 1 2 2 2
3 2 2 2 2 3 2 2 2 2
2 2 2 2 2 4 2 2 2 2
1 1 1 1 1 2 1 2 1 1
1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 4 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 1 2 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 3 1 3 1 1
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
3 2 3 2 2 2 1 2 1 1
3 1 1 1 1 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
3 1 1 1 1 3 2 1 1 1
1 1 1 1 1 2 1 1 1 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 2 3 2 4 2 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 1 2 2 2 3 2 2 2 2
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
1 1 1 1 1 2 1 3 1 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 1 2 1 1 2 2 2 2 2
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
3 2 2 1 1 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
3 2 2 1 1 4 2 2 2 2
1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
3 2 2 1 1 3 3 2 2 2
3 2 2 1 1 2 2 3 1 1
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
4 1 2 1 1 4 1 2 1 1
2 1 4 2 2 3 2 2 2 2
2 1 1 1 1 3 2 2 1 1
161

Lampiran 4
Uji SEM-PLS
Tabel Outer Loading
KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,868
AI *
0,915
PM
AI2 0,908
AI3 0,910
AI4 0,859
AI5 0,813
KKA 0,764
KKA2 0,708
KKA3 0,867
KKA4 0,848
KKA5 0,872
KKA6 0,829
KKA8 0,779
KKA9 0,740
KPPA 0,734
KPPA *
0,960
PM
KPPA2 0,925
KPPA3 0,807
KPPA4 0,870
KSPI 0,804
KSPI *
1,078
PM
KSPI2 0,837
KSPI3 0,849
KSPI4 0,874
KSPI5 0,737
PM2 0,783
PM4 0,940
PM5 0,862
162

Tabel Average Variance Extracted


Cronbach's rho_ Composite Average Variance Extracted
Alpha A Reliability (AVE)
0,99
AI 0,925 0,941 0,761
0
1,00
AI>PM>KKA 1,000 1,000 1,000
0
0,92
KKA 0,921 0,935 0,645
5
0,88
KPPA 0,855 0,903 0,700
8
KPPA>PM>K 1,00
1,000 1,000 1,000
KA 0
0,89
KSPI 0,880 0,912 0,675
9
KSPI>PM>KK 1,00
1,000 1,000 1,000
A 0
0,84
PM 0,827 0,898 0,746
4

Tabel Fornell Larcker Criterion


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,872
AI>PM
-0,345 1,000
>KKA
KKA 0,233 -0,131 0,803
KPPA -0,009 0,152 -0,368 0,837
KPPA>
PM>K 0,145 0,093 -0,113 0,111 1,000
KA
KSPI -0,013 0,148 -0,273 0,653 0,115 0,822
KSPI>P
M>KK 0,126 0,073 -0,165 0,102 0,635 0,200 1,000
A
PM 0,000 0,019 0,654 -0,496 -0,258 -0,437 -0,194 0,864
163

Tabel Cross Loading


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,868 -0,365 0,286 -0,058 0,035 -0,028 0,056 0,025
AI *
-0,345 1,000 -0,131 0,152 0,093 0,148 0,073 0,019
PM
AI2 0,908 -0,293 0,183 -0,006 0,200 0,052 0,184 -0,017
AI3 0,910 -0,237 0,191 -0,014 0,213 0,011 0,093 -0,015
AI4 0,859 -0,288 0,165 0,037 0,108 -0,068 0,133 0,030
AI5 0,813 -0,293 0,097 0,069 0,126 -0,031 0,125 -0,064
KKA 0,264 -0,198 0,764 -0,197 -0,041 -0,184 -0,140 0,344
KKA2 0,221 -0,190 0,708 -0,394 -0,147 -0,367 -0,301 0,462
KKA3 0,242 -0,137 0,867 -0,289 -0,199 -0,186 -0,209 0,514
KKA4 0,182 -0,045 0,848 -0,218 -0,005 -0,135 -0,021 0,520
KKA5 0,195 -0,052 0,872 -0,227 -0,065 -0,199 -0,132 0,569
KKA6 0,185 -0,026 0,829 -0,301 -0,065 -0,250 -0,055 0,608
KKA8 0,090 -0,130 0,779 -0,407 -0,025 -0,192 -0,028 0,562
KKA9 0,146 -0,108 0,740 -0,313 -0,172 -0,240 -0,200 0,557
KPPA 0,052 0,167 -0,247 0,734 0,175 0,521 0,264 -0,338
KPPA *
0,145 0,093 -0,113 0,111 1,000 0,115 0,635 -0,258
PM
KPPA2 -0,055 0,195 -0,374 0,925 0,141 0,632 0,172 -0,488
KPPA3 -0,072 0,061 -0,280 0,807 -0,009 0,457 -0,089 -0,312
KPPA4 0,046 0,079 -0,313 0,870 0,059 0,558 -0,008 -0,482
KSPI -0,035 0,231 -0,167 0,553 0,206 0,804 0,280 -0,351
KSPI *
0,126 0,073 -0,165 0,102 0,635 0,200 1,000 -0,194
PM
KSPI2 -0,010 0,140 -0,259 0,614 0,145 0,837 0,258 -0,371
KSPI3 -0,007 0,132 -0,186 0,533 0,112 0,849 0,141 -0,338
KSPI4 -0,021 0,045 -0,307 0,544 0,080 0,874 0,192 -0,426
KSPI5 0,028 0,083 -0,164 0,424 -0,103 0,737 -0,109 -0,283
PM2 0,032 -0,004 0,479 -0,441 -0,270 -0,346 -0,279 0,783
PM4 -0,025 0,008 0,617 -0,480 -0,227 -0,463 -0,188 0,940
PM5 -0,001 0,045 0,592 -0,361 -0,179 -0,311 -0,043 0,862
164

Tabel Composite Reliability


Average
Cronbach's Composite
rho_A Variance
Alpha Reliability
Extracted (AVE)
AI 0,925 0,990 0,941 0,761
AI>PM>KKA 1,000 1,000 1,000 1,000
KKA 0,921 0,925 0,935 0,645
KPPA 0,855 0,888 0,903 0,700
KPPA>PM>KK
1,000 1,000 1,000 1,000
A
KSPI 0,880 0,899 0,912 0,675
KSPI>PM>KK
1,000 1,000 1,000 1,000
A
PM 0,827 0,844 0,898 0,746

Tabel R-Square
R Square R Square Adjusted
KKA 0,505 0,472
PM 0,268 0,248

Tabel Path Coefficient


KPPA> KSPI>P
AI>PM
AI KKA KPPA PM>K KSPI M>KK PM
>KKA
KA A
AI 0,209 -0,006
AI>PM
-0,080
>KKA
KKA
KPPA -0,097 -0,367
KPPA>
PM>K 0,133
KA
KSPI 0,107 -0,197
KSPI>P
M>KK -0,140
A
PM 0,657
165

Tabel T-Statistic
Original Sample Standard
T Statistics
Sample Mean Deviation P Values
(|O/STDEV|)
(O) (M) (STDEV)
AI -> KKA 0,209 0,199 0,076 2,738 0,006
AI -> PM -0,006 -0,007 0,082 0,074 0,941
AI>PM>KKA ->
-0,080 -0,067 0,076 1,049 0,295
KKA
KPPA -> KKA -0,097 -0,091 0,104 0,939 0,348
KPPA -> PM -0,367 -0,349 0,115 3,208 0,001
KPPA>PM>KKA -
0,133 0,122 0,092 1,450 0,148
> KKA
KSPI -> KKA 0,107 0,084 0,116 0,925 0,356
KSPI -> PM -0,197 -0,221 0,111 1,770 0,077
KSPI>PM>KKA -
-0,140 -0,155 0,095 1,476 0,140
> KKA
PM -> KKA 0,657 0,655 0,088 7,459 0,000

Tabel Predictive Relevance


SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)
AI 565,000 565,000
AI>PM>KKA 113,000 113,000
KKA 904,000 628,705 0,305
KPPA 452,000 452,000
KPPA>PM>KKA 113,000 113,000
KSPI 565,000 565,000
KSPI>PM>KKA 113,000 113,000
PM 339,000 274,863 0,189

Tabel Model Fit


Saturated Model Estimated Model
SRMR 0,076 0,077
d_ULS 1,890 1,938
d_G 1,177 1,166
Chi-Square 684,395 688,724
NFI 0,715 0,714
166

Lampiran 5
Gambar 6.1 Surat Ijin Penelitian
167

Lampiran 6
Surat Keterangan Penelitian
Gambar 6.2 Surat Keterangan Penelitian
168
169

Anda mungkin juga menyukai