Dokumen - Tips - Gambaran Proses Produksi Kawat Las
Dokumen - Tips - Gambaran Proses Produksi Kawat Las
Proses pembuatan kawat las secara umum, mulai dari awal sampai akhir adalah sama,
yang membedakan adalah waktu pencampuran, ketebalan lapisan (coating ), kelembaban saat
tahap pengeringan, waktu pemanasan dan suhu di oven serta pemberian cap sesuai nama
produknya. Secara umum, produksi kawat las terdiri dari beberapa tahap, antara lain:
Pencucian (washing )
dahulu dengan air sebelum digunakan. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa
campuran bubuk pengelasan yang telah digunakan sebelumnya. Setelah bersih, air bekas
Pencampuran (mixing )
campuran antara lain bubuk pengelasan, sodium silikat, potasium silikat dan air. Bahan-
bahan tersebut dimasukkan kedalam mixer dan dilakukan pengadukan selama beberapa
menit. Bahan yang dicampurkan dengan bubuk pengelasan antara lain air dengan sodium
silikat atau air dengan potasium silikat. Campuran bahan-bahan tersebut digunakan sebagai
Pencetakan ( pressing )
dituang kedalam wadah. Campuran di wadah tersebut lalu dimasukkan ke dalam mesin
pencetakan ( pressing ).
Sebelum dilakukan pencetakan di dalam mesin, kawat inti terlebih dahulu ditimbang.
Berat kawat inti yang sering digunakan adalah 100kg. Kawat inti yang sudah ditimbang lalu
ditambahkan sedikit demi sedikit ke mesin. Satu persatu kawat yang ditambahkan masuk
Kawat yang sudah terlapis tadi keluar dari mesin lalu melewati gir. Saat kawat
berlapis tadi baru keluar, dilakukan pengamatan apakah terdapat cacat pada pelapis kawat.
Jika terjadi cacat, lapisan tersebut dikelupas lalu pengelupasannya dikembalikan kedalam
Seringkali terjadi macet pada mesin sehingga kawat sulit keluar dari mesin. Penyebab
kemacetan pada mesin adalah ujung kawat inti yang tidak rata. Jika terjadi macet pada mesin,
kawat segera ditarik keluar. Apabila sulit ditarik, kawat inti tersebut terpaksa dibengkokkan
lalu dibuang karena tidak dapat dimanfaatkan lagi. Kawat inti yang terbuang dalam sekali
produksi jumlahnya terbilang kecil, kurang dari 200gr. Sedangkan kawat las yang dihasilkan
dalam sekali produksi biasanya sekitar 450kg. Kawat yang bengkok tersebut biasanya
dibuang bersama sampah lainnya dari bagian kantor dan dianggap sampah rumah tangga,
Pengeringan (drying )
Setelah kawat keluar dari mesin kemudian ditata diatas rak besi. Setelah satu rak
penuh lalu ditumpuk dengan rak berikutnya sampai penuh. Ketinggian rak yang ditumpuk
sekitar 30 – 40 buah. Setelah itu tumpukan rak yang berisi kawat las dipindahkan kedalam
Pemanasan di oven
Setelah dilakukan pengeringan, kemudian tumpukan rak berisi kawat las dipindahkan
kedalam oven. Kawat las dipanaskan selama beberapa jam untuk menghilangkan sebanyak
mungkin kadar air. Uap air yang keluar dari oven dikeluarkan melalui cerobong asap dan
dibuang keluar.
Penyortiran
Kawat las yang sudah dikeluarkan dari oven didiamkan selama kurang lebih 30 menit
kelembabannya. Jika melebihi standar yang sudah ditentukan, maka kawat tersebut
dikembalikan ke oven untuk dikurangi kadar airnya. Kadar kelembaban yang tinggi pada
kawat las tersebut dapat menyebabkan lapisan pada kawat menjadi pecah saat dilakukan
pengelasan, yang berarti kualitas kawat tersebut buruk. Kawat yang kadar kelembabannya
sudah dibawah standar lalu disimpan di bagian penyimpanan/ gudang. Produk jadi tersebut
Kawat yang disimpan di gudang kemudian dikeluarkan dan diberi cap jika ada
pesanan. Pemberian cap dilakukan pada kawat las untuk menandai sesuai nama produk atau
merek dagang. Nama produk yang dicetak pada kawat las antara lain: MG 600 (NOX 29),
MG 210 (CAST 31), MG 570 (CON 53), MG 610 (NOX 21), MG 601 (29 SYN), MG 750
(NOX 35), MG 540 (CON 15), MG 740 (DUR 3), MG 500 (CON 33), MG 206 (CAST 6),
MG 310 (CU 11), SELECTRODE 29 SYN, MG 650 (NOX 4), MG 743 (DUR 42), MG 790
(DUR 65), MG 660 (NOX 10), MG 770 (DUR 18), MG 710 (DUR 7), MG 7150 (DUR 150),
dan MG 200 (CAST 1). Kode yang terdapat didalam kurung adalah jenis bubuk pengelasan
Pengemasan ( packing )
Tiap kemasan berisi 5kg kawat las. Setelah dikemas kemudian dipasang stiker nama produk,
Nama produk Jenis kawat inti Lama Kelembaban Suhu Waktu pemanasan (jam) Kelembaban
pencampuran lapisan sebelum pemanasan Pre bake Ramp up Hold maksimal
(menit) oven (%) (°C) setelah
pemanasan
(%)
MG 600 (NOX 29) ER 312 (1.4337 29/9) 15 <2 450 - 4 2 0,3
MG 210 (CAST 31) NiFe (bimetal) 20 < 1,2 180 2 0,5 1 0,8
(150°C)
MG 570 (CON 53) Mild Steel (1.4323) 15 <6 450 - 4 2 2-4
MG 610 (NOX 21 ER 310 (1.4842 NCT 3) 15 <2 450 - 4 2 0,3
MG 601 (29 SYN) ER 308L (1.4316) 12 <2 450 - 4 2 0,3
MG 750 (NOX 35) Mild Steel (1.0323) 10 <2 450 - 4 3 0,3
MG 540 (CON 15) Mild Steel (1.0323) 12 <2 400 - 4 2 0,3
MG 740 (DUR 3) Mild Steel (1.0323) 10 <2 400 - 4 2 0,3
MG 500 (CON 33) Mild Steel (1.0323) 12 <2 120 - - 2 1,5
MG 206 (CAST 6) NiCu (monel) 15 <2 120 2 (50°C) 0,5 120 0,8
MG 310 (CU 11) ER Cu Sn-A 15 <2 280 - 1 2 1
SELECTRODE 29 ER 308L (1.4316) 15 <2 450 - 4 2 0,3
SYN
MG 650 (NOX 4) ER 308L (1.4316) 15 <2 450 - 4 2 0,3
MG 743 (DUR 42) Mild Steel (1.0323) 12 <2 400 - 4 2 0,3
MG 790 (DUR 65) Mild Steel (1.0323) 10 <2 185 - 1 1 0,4
MG 660 (NOX 10) ER 316L (1.4430) 15 <2 450 - 4 2 0,3
MG 770 (DUR 18) Mild Steel (1.0323) 10 <2 400 - 4 3 0,3
MG 710 (DUR 7) Mild Steel (1.0323) 12 <2 450 - 4 2 0,3
MG 7150 (DUR 150) Mild Steel (1.0323) 12 <2 160 - 8 (120 6 0,6
(centigrade) centigrade)
MG 200 (CAST 1) Ni 99.2 20 < 1,2 180 2 (50°C) 0,5 1 0,8
Tabel prosedur standar operasi sesuai jenis kawat las
Pemakaian tenaga listrik berikut ini dilihat dari pemakaian rata-rata dalam satu bulan.
Dalam hal ini, waktu pemakaian listrik dibagi menjadi dua oleh Perusahaan Listrik Negara
(PLN), yaitu Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) yaitu pukul 22.00 – 18.00 dan Waktu Beban
Puncak (WBP) . Karena waktu operasi berada saat jam kerja yaitu pukul 08.00 – 17.00, maka
besar pemakaian listrik dilihat saat LWBP. Besar rata-rata pemakaian listrik di bagian welding
dalam satu bulan sebesar 3804 Kwh. Besarnya angka pemakaian listrik di bagian welding
sebenarnya didominasi oleh pemakaian listrik di area kantor yang masih termasuk wilayah
welding karena berlangsung setiap hari kerja, seperti penggunaan AC, komputer dan lainnya.
Sedangkan pemakaian listrik untuk proses produksi kawat las sendiri kemungkinan besar lebih
Proses produksi kawat las membutuhkan bahan baku dan bahan penolong. Bahan
bakunya yaitu kawat inti (core wire) , serta bahan penolong seperti air, potasium silikat, sodium
silikat dan bubuk pengelasan (welding powder ).. Masing-masing kawat inti terdiri atas berbagai
jenis, yaitu: ER 312 (1.4337 29/9), NiFe (bimetal), Mild Steel (1.4323), ER 310 (1.4842 NCT 3),
ER 308L (1.4316), Mild Steel (1.0323), NiCu (monel), ER Cu Sn-A, ER 316L (1.4430), serta Ni
99.2. Diameter kawat yang digunakan antara lain: 2mm, 2,5mm, 3,25mm dan 4mm.
Kawat inti
Sedangkan bubuk pengelasan dikemas dalam drum berwarna hitam dengan berat 50kg.
Jenis bubuk pengelasan yang tersedia antara lain: NOX 4, NOX 10, NOX 21, NOX 29, NOX
35, CAST 1, CAST 6, CAST 31, CON 15, CON 33, CON 53, 29 SYN, DUR 3, DUR 7, DUR
18, DUR 42, DUR 65, DUR 150, CU 11. Namun yang sering digunakan hanya CAST 1, CAST
6, NOX 4, NOX 21, NOX 29, NOX 309L, DUR 7 dan DUR 18.
Dari berbagai jenis bubuk pengelasan yang digunakan, hanya beberapa jenis saja yang
sering digunakan dalam proses produksi serta tercantum komposisinya, antara lain:
penjelasan mengenai alur produksi kawat las secara umum serta mengidentifikasi kemungkinan
adanya inefisiensi dalam proses produksi, berikut ini diagram alir proses produksi kawat las.
Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, dalam setiap proses perhitungan
ekonomi dalam produksi kawat las terdiri atas dua bagian yaitu perhitungan ekonomi saat proses
pembuatan barang jadi ( finished goods) dan perhitungan ekonomi saat proses pemberian cap
identifikasi kerugian ekonomi akibat sisa bahan yang terbuang (losses) saat proses printing.
Sehingga meskipun pada tahap itu ada sebagian sisa bahan yang terbuang, hal tersebut dianggap
nihil. Perhitungan ekonomi yang terdapat identifikasi kerugian ekonomi hanya terdapat pada
tahap finished goods. Identifikasi kerugian tersebut terdiri atas barang rusak, susut dan bubuk
pengelasan yang terbuang. Berikut ini analisis rata-rata dalam satu bulan pada tahap finished
goods.
Total produksi merupakan hasil dari penjumlahan hasil penimbangan bahan baku dan
bahan penolong sebelum proses produksi. Dalam satu bulan kurang lebih sekitar 349 kg bahan
baku dan bahan penolong yang digunakan dengan keuntungan maksimal yang mungkin
Spoilage atau bisa didefinisikan sebagai bahan baku dan bahan penolong yang terbuang
yang masih dapat dimanfaatkan kembali untuk proses produksi (reuse). Dalam satu bulan kurang
lebih sekitar 7,8 kg bahan baku dan bahan penolong yang terbuang namun masih dapat
digunakan kembali. Dengan presentase sebesar 2,23% dari berat total produksi, perkiraan
Used material atau bahan baku dan bahan penolong yang pada kenyataannya benar-benar
diproses menjadi barang jadi. Dalam satu bulan kurang lebih sekitar 347,9 kg bahan baku dan
bahan penolong yang diproses menjadi barang jadi. Dengan presentase sebesar 99,68% dari total
Losses adalah kerugian akibat kehilangan bahan baku dan bahan penolong saat proses
produksi atau bahan yang tidak dapat digunakan kembali. Dalam satu bulan kurang lebih sekitar
3,1 kg bahan yang terbuang. Dengan presentase sebesar 0,89% dari total produksi, perkiraan
Dengan demikian jika dilihat berdasarkan prinsip produksi bersih dengan 4R-nya, proses
penggunaan kembali bahan baku dan bahan penolong (reuse) dapat menghemat sekitar
Rp1.477.745,- setiap bulannya. Meskipun angka tersebut mungkin terbilang kecil untuk skala
Limbah
Berdasarkan identifikasi inefisiensi pada tiap tahap produksi yang telah dibahas
sebelumnya, ada berbagai macam keluaran bukan produk atau limbah dari setiap prosesnya.
Salah satu diantaranya berpotensi mencemari lingkungan ketika dibuang keluar. Limbah yang
berpotensi mencemari lingkungan yaitu limbah yang dihasilkan saat proses pencucian mesin
mixer dengan air. Air yang keluar setelah pencucian telah bercampur dengan bubuk pengelasan,
potasium silikat dan sodium silikat. Air tersebut dibuang melalui saluran air yang berada di
ruang produksi welding . Untuk melihat perbandingan kualitas air sebelum dan sesudahnya,
dilakukan pengambulan sampel di beberapa titik tertentu. Berikut ini proses air yang digunakan
mulai dari sumbernya (inlet ) hingga bagian akhir yang digunakan sebagai titik pengambilan
sampel (outlet ).
Dari beberapa titik pengambilan sampel tersebut, didapat hasil pengamatan kualitas air
*Berdasarkan KEPMENLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri (golongan baku mutu limbah cair II).
**Berdasarkan KEPMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum.
*** Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Secara umum dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kualitas air relatif baik saat baru
diambil dari inlet. Kemudian kualitas air menurun drastis saat digunakan dalam proses pencucian
mixer . Setelah keluar dari saluran air welding , air tertampung di kolam penampungan khusus
yang berada di luar. Kolam tersebut memiliki sekat sehingga terbagi menjadi dua bagian, yaitu
outlet A sebagai air yang berasal langsung dari dalam ruang produksi welding, serta outlet B
yaitu air yang mengalir dari outlet A setelah bagian tersebut penuh setelah beberapa waktu. Pada
kolam tersebut ditemukan adanya makhluk hidup seperti ikan, kecebong dan alga yang membuat
air kolam berwarna hijau. Saat air tertampung di kolam dan terjadi proses baik fisik, kimia dan
biologi, parameter pH, kekeruhan dan zat padat terlarut menurun mendekati baku mutu meskipun
beberapa parameter lainnya masih dinilai buruk karena melebihi ambang batas.
Masalah kesehatan lingkungan produksi kawat las yang dapat mempengaruhi kesehatan
manusia
Dalam proses produksi pembuatan kawat las, para pekerja sangat rentan terkena paparan
debu yang berasal dari bubuk pengelasan. Saat proses pencampuran oleh mixer , sebagian bubuk
beterbangan saat penuangan kedalam mixer . Pekerja yang menunangkan bubuk menggunakan
masker, namun pekerja lainnya tidak menggunakan masker sehingga debu yang beterbangan
berisiko terhirup. Kemungkinan masuknya paparan bubuk pengelasan melalui mulut terbilang
lebih kecil dibandingkan melalui inhalasi, karena para pekerja selalu mencuci tangan setelah
bekerja
Berdasarkan Material Safety Data Sheet (MSDS) dari produsen bubuk pengelasan, secara
umum bahan berbahaya dalam komposisi bubuk pengelasan, yang berdampak pada kesehatan
antara lain: besi, besi oksida, mangan, fluorida, nikel, nikel oksida dan kromium heksavalen.
Dalam paparannya terhadap manusia, ada dua cara paparan berdasarkan waktunya. Yaitu jangka
pendek (akut) dan jangka panjang (kronis). Berikut ini dampak paparan bubuk pengelasan
terhadap kesehatan:
Efek yang mungkin dirasakan akibat terpapar bubuk pengelasan secara akut
seperti demam debu logam, pusing, mual, kekeringan atau iritasi pada hidung, tenggorokan
Besi, besi oksida dan mangan: hindari paparan berlebih dan diberikan nafas buatan
jika diperlukan.
Fluorida: komponen fluorida menyebabkan rasa terbakar pada mata dan kulit, serta
edema paru bronkitis. Paparan fluorida pada tingkat tinggi secara ekstrim
menyebabkan nyeri perut, diare, lelah otot dan kejang-kejang. Dalam kasus yang
Nikel dan nikel oksida: menyebabkan rasa seperti logam, mual, sesak nafas, demam
atau penumpukan besi dalam paru-paru serta diyakini dapat mempengaruhi fungsi paru-paru.
Besi dan besi oksida: paparan berlebih dalam jangka panjang terhadap debu besi
dapat terpengaruh dan gejala yang muncul antara lain: lelah otot, gangguan bicara,
gangguan gerak dan tremor. Telah ada kasus yang dilaporkan mengenai bronkitis dan
fibrosis paru-paru akibat paparan ini. Pekerja yang terpapar harus segera mendapat tes
kalsifikasi dari tulang dan kalsifikasi dari tulang rusuk yang berlebihan, panggul dan
Nikel dan nikel oksida: paparan berlebihan dalam jangka panjang dari produk nikel
Jalur pemajanan
lingkungan dapat digambarkan dalam suatu paradigma yang dibentuk dalam teori simpul.
Berikut ini penerapan teori simpul Achmadi (2012) dengan kasus paparan bubuk
pengelasan.
Tingkat pendidikan,
keterpaparan info kesehatan,
kebijakan perusahaan,
pemanfaatan alat pelindung
diri