Tradisi Belis Timor Leste
Tradisi Belis Timor Leste
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TRADISI BELIS (MAHAR) DI
DISTRITU MANUFAHI TIMOR LESTE”
ini tepat pada waktunya.
Adapun 2 tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah yang pertama untuk memenuhi
tugas Bapak Ridho Sarwono M.Pd pada mata kuliah Tradisi dan kearifan Lokal. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk mengenalkan salahsatu tradisi di tanah kelahiran saya yaitu
Timor Leste sebagai wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ridho Sarwono M.Pd, selaku dosen mata kuliah
Tradisi dan Kearifan Lokal yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar ii
Daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Identifikasi Masalah 5
Kesimpulan 77
Saran-saran 78
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tradisi Belis atau Mahar bukan sesuatu yang baru khususnya dalam
masyarakat Timor Leste. Sampai saat ini tradisi Belis selalu dilaksanakan secara
khusus bagi kedua belah pihak yang akan menikah atau yang akan menikahkan
putra atau putri mereka masing-masing. Meskipun tradisi Belis atau mahar satu
daerah dengan daerah yang lain berbeda baik proses atau cara, jumlah Belis juga
bervariasi, bahkan perangkat Belispun berbeda, namun tradisi Belis itu tetap
ada.Tradisi Belis dilaksanakan karena alasan selain bagian dari adat
perkawinan, namun yang seringkali dijumpai adalah salah satu wujud yang
nyata bahwa laki-laki atau perempuan tidak lagi sendirian namun menunjukkan
bahwa laki-laki atau perempuan terkait Belis sudah ada yang meminangnya.
Ketertarikan peneliti kepada isu Belis karena masih menjadi pro dan kontra
di tengah-tengah masyarakat Timor Leste, khususnya di kawasan
Manufahi. Sebagian masyarakat memandang negatif karena Tradisi Belis
dianggap memberatkan secara ekonomi namun hingga saat ini tradisi Belis
masih tetap berlangsung meskipun di anggap berat namun jika ingin
melangsungkan sebuah perkawinan pihak mempelai laki-laki harus
melakukan tradisi Belis tersebut dan hingga saat ini belum ada sesuatu yang
dapat menggantikan tradisi Belis. Sebaliknya sebagian masyarakat merasa
bahwa Belis adalah identitas masyarakat Manufahi yang sudah turun
temurun sehingga perlu dilestarikan.Tradisi Belis bukan lagi sebuah beban
berat bagi mempelai laki-laki namun sebagai sebuah sarana dan suasana
yang membanggakan dari kedua belah pihak. Tradisi ini dianggap sebagai
sarana karena disaat melaksanakan tradisi Belis maka akan terjadi pertemuan
keluarga besar dari kedua mempelai .
Belis (Mahar) adalah sebutan untuk mahar atau mas kawin adat di Timor Leste.
Seperti tradisi di daerah-daerah lain pada umumnya, para calon mempelai laki-laki harus
membayar belis kepada pihak orang tua calon mempelai wanita sebelum meminang anak
gadisnya. Belis ini telah ditentukan oleh adat masyarakat Timor Leste, baik mulai dari
jenis belis maupun nilai harga belis. Di daerah distritu manufahi (Timor Leste ), jika
seorang laki-laki yang ingin meminang seorang wanita maka ia harus membayar belis
berupa 5 ekor kerbau, 5 ekor kuda , 5 batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta
Belis ini bisa di hutang serta dicicil. Jika seorang laki-laki tidak atau belum mampu
membayar belis secara keseluruhan, maka ia hanya bisa menikahi si wanita namun tidak
berhak membawa pulang isterinya ke tempat tinggal lain sampai “hutang belis“
tersebut lunas.6 Dan selama belis belum lunas menantu laki-laki tersebut harus tinggal di
rumah mertua dan harus mau membantu menanggung sebagian atau seluruh biaya hidup
mertua karena ia belum lunas membayar belis. Setelah belis terbayar senilai 5 ekor
kerbau, 5 ekor kuda , 5 batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta maka menantu
laki-laki berhak membawa isterinya pergi ke tempat tinggal lain dan ia tidak
diwajibkan lagi memenuhi permintaan mertua terkait biaya atau keuangan yang mertua
butuhkan.
Tradisi Belis juga potensial menjadi sarana rekonsiliasi dan penyelesaian suatu
Belis ini para tua-tua adat akan menjembatani dalam penyelesaian masalah yang
proses tradisi Belis dan penyelesaian masalah yang dijembatani oleh para tua-tua
berpartisipasi dan keputusan apapun yang diambil oleh para tua-tua adat
sehingga sewaktu menyerahkan semua yang disiapkan oleh pihak laki-laki maka tidak
ada lagi masalah dan permusuhan diantara keluarga besar laki-laki maupun
keluarga besar perempuan yang ditandai dengan hemu tua ho han malus (minum
Problematika Belis terletak pada beberapa sebab. Pertama, belum ada standar baku
di dalam Belis yang dianggap adil dan tidak memberatkan pihak pemberi Belis.
Penyesuaian atau pembuatan standar Belis juga bukan hal yang mudah. Kedua
Belis berkaitan dengan adat istiadat yang sudah menjadi turun temurun dan berakar
di dalam masyarakat sehingga masyarakat pun mengikuti apa yang sudah menjadi
kebiasaan sebelumnya meskipun dalam konteks jaman yang sudah berbeda. Dalam
atau kemiskinan karena Belis berkenaan dengan materi yang akan dikeluarkan,
baik itu berupa uang tunai,binatang atau hewan ataupun barang-barang berharga.
Di pihak lain terdapat ungkapan “O susar hau aijuda . Aban bain rua o susar
fali hau “ajuda o “Anda susah saya bantu. Besok lusa saya susah, anda bantu”.
berbagai kesibukan dan aktivitas seolah-olah nilai-nilai kebersamaan itu sudah tidak
ada namun jika menyangkut tradisi Belis, semangat kebersamaan pun muncul.
Hal ini tampak ketika tiba saatnya seorang laki-laki dari sebuah keluarga akan
yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan muncul dalam latar belakang diatas,
Manufahi ?
C. Tujuan Penelitian
Ada 2 Tujuan penelitian yang sangat penting penulis ingin di angkat dalam
makalah ini yang berhubungan dengan Tradisi Belis atau Mahar antara lain;
D. Manfaat Penelitian
Sebagai generasi yang hidup di era globalisasi, hasil penelitian ini ditujukan
kepada generasi yang akan datang. Karakter Tradisi Belis yang dinamis
tersentuh oleh gagasan budaya yang dibawa oleh gerakan globalisasi yang
menekankan penghormatan terhadap hak asasi manusia menjadi salah satu nilai
penting yang mencakup pula kesetaraan gender dan juga hak-hak anak.Dengan
demikian kajian ilmiah tentang praktek tradisi Belis yang berkeadilan dapat
dimulai dengan menemukan strategi yang tepat untuk menegosiasikan Belis agar
Mahar dalam bahasa Tetun disebut dengan Belis, Belis atau barlake secara
bahasa yang berasal dari kata bar-la-ke yang berarti keberuntungan. Secara istilah
yaitu beruntng seorang wanita yang akan dinikahi seorang pria dengan memberi
mahar. Belis ini adalah hak milik wanita yang akan dinikahi, akan tetapi biasanya
Belis adalah hak mutlak (calon) mempelai wanita dan kewajiban mempelai
dilakukan secara tunai dan boleh secara utang. Belis merupakan lambang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belis adalah harta yang diberikan
imbalan jasa atas jerih payah orang tua, serta sebagai tanda penggantian nama si
gadis, artinya menurunkan nama keluarga si gadis dan menaikkan nama keluarga
laki-laki.3
Selain itu, terdapat beberapa dampak yang di dapat pada saat belis telah
pihak wanita.
ini adalah sebagai imbalan jasa atau penghormatan atas kecapaian, kesakitan
dan jerih payah orang tua wanita selama melahirkan dan memelihara si
sebuah kekerabatan baru antara keluarga wanita dan keluarga pria. Belis
d. Calon pengantin. Melalui pemberian belis calon pengantin pria dan wanita
sudah mendapatkan restu dari orang tua dan keluarga sehingga boleh
PAGE 1
Adapun dampak negatif dari pemberian belis antara lain;
PAGE 2
ii. PRAKTEK PEMBERIAN BELIS MASYARAKAT DISTRITU
MANUFAHI
PAGE 3
Pemuda-pemudi timor pada umumnya masih berpendidikan rendah, malahan
mereka pada umumnya masih buta aksara pemalu dan tertutup dalam
membicarakan hal-hal yang menyangkut perkawinan. Kehendak menjalin hubungan
ketingkat perkawinan biasanya dilakukan secara “simbolis” dengan saling memberi
dan menerima hadiah.
b. Peminangan (tama husu)
Setelah diadakan penjejakan dan dicapai kesimpulan perkawinan dapat dilaksanakan, ayah si
pemuda menyelenggarakan kunjungan resmi kepada orang tua gadis. Pada kunjungan ini
ia menyatakan keinginan anak laki-lakinya memperistrikan anak gadis bapak
tersebut. Menurut adat kebiasaan yang berlaku penegasan keinginan ini harus
dinyatakan dengan menyerahkan barang tertentu. Jika barang ini diterima maka gadis
yang bersangkutan telah terlarang bagi laki-laki lain. Pemberian ini menurut David
Hicks merupakan referensi terhadap mas kawin (belis), karena pemberian ini akan
dihimpun menjadi satu dalam segala macam pemberian sebagai mas kawin yang
diberikan kepada mertua laki-laki.
mas kawin ditentukan. Proses selanjutnya adalah upacara serah terima mas kawin
(belis), saat upacara serah terima ini tergantung dari kesanggupan pengantin laki-
laki menggumpulkan mas kawin. Upacara serah terima mas kawin ini dapat
dimulai walaupun yang terkumpul baru beberapa saja. Pada tahap ini barang lain
yang menjadi bagian mas kawin (belis) seperti; kerbau, sapi, kambing dan
beberapa kalung (mortel), tusuk konde (ulsukun), perak (dinel), emas (osan
PAGE 4
mean), petaca (belak), di harapkan sudah diserahkan kepada mertua. Pada hari
istri pemimpin upacara keluar dari rumah untuk mengantar sepupuh kedua belah
persembahan
mas kawin ditentukan. Proses selanjutnya adalah upacara serah terima mas kawin
(belis), saat upacara serah terima ini tergantung dari kesanggupan pengantin laki-
laki menggumpulkan mas kawin. Upacara serah terima mas kawin ini dapat
dimulai walaupun yang terkumpul baru beberapa saja. Pada tahap ini barang lain
yang menjadi bagian mas kawin (belis) seperti; kerbau, sapi, kambing dan
beberapa kalung (mortel), tusuk konde (ulsukun), perak (dinel), emas (osan
mean), petaca (belak), di harapkan sudah diserahkan kepada mertua. Pada hari
mertuanya.
PAGE 5
perempuan. Seorang keluarga patrilinear pengantin perempuan ditunjuk
istri pemimpin upacara keluar dari rumah untuk mengantar sepupuh kedua belah
persembahan
g. Upacara perkawinan
Upacara perkawinan adat pada tahap ini ditandai oleh berbagai kegiatan;
pertama adalah penyampaian mas kawin yang telah terkumpul. Penyampaian
mas kawin ini kepada ayah gadis, kedua “ pergi untuk mencapai persetujuan”.
Beberapa mas kawin itu diberikan pada tahap ini, beberapa jumlah uang
(osan) sebagai “pembuka pintu rumah” (loke odamatan).
Dengan pemberian ini, berarti pengambil isteri mendapat hak memasuki
rahim rumah mertua,untuk membicarakan besarnya mas kawin (folin atau belis)
dan jangka waktu pembayarannya. Upacara lain pada tahap ini adalah tindakan
yang mempersatukan, tidak hanya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan
dalam satu ikatan, tapi juga sakaligus mempersatukan mereka dengan warga
kelompok pemberi isteri dan pengambil isteri serta persatuan manusia dengan
arwah nenek moyang. Sesudah upacara ini, pengantin perempuan bebas tinggal
di rumah suaminya, atau tinggal di rumah ayahnya.
Pada saat itu perkawinan antara keduanya telah tercipta. Upacara ini dihadiri
oleh setiap laki-laki dari garis keturunan pengambil istri, selain itu juga hadir
orang-orang senior di tiap dukuh dari garis keturunan. Lambang persatuan
dalam upacara ini adalah sirih dan pinang (bua ho malus) yang saling
ditukarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.16 Upacara doa suci
PAGE 6
dan penyatuan ini dipimpin oleh seorang pria yang dianggap sebagai wakil
dunia suci. Kegiatan selanjutnya adalah makan dan minum bersama. Pada tahap
ini pihak perempuan menghidangkan makanan dan minuman, sementara pihak
laki-laki tawar menawar mengenai besarnya mas kawin (folin atau belis) dan
bagaimana cara pembayaranya.
Setelah semua upacara perkawinan adat selesai kedua keluarga menyepakati
supaya melangsungkan upara perkawinan agama. Pada tahap ini pihak keluarga
laki-laki mempersiapkan perlengkapan pakaian pengantin wanita dan
sebaliknya pihak keluarga wanita menyiapkan perlengkapan pria.
Sebelumnya kedua mempelai masih berada di rumah masing-
masing walaupun mereka telah diizinkan untuk saling berkunjung,
tetapi pada saat upacara perkawinan agama akan dilangsungkan masing-
masing di rumahnya dan didampingi oleh keluarga masing-masing.
tetapi dampak dari belum terlunasnya belis akan membawa laki-laki tinggal
dirumah keluarga wanita dan menghidupi semua keluarga wanita. Selain itu
juga terdapat hinaan bila belis tidak dilunaskan, keluarga dari pihak laki-laki
2. Pembayaran belis secara tunai, tapi untuk pembayaran belis secara tunai
tidak terlunaskan atau dibayar cicil maka tanggung jawab meraka akan
lebih besar dan menambah beban serta timbul cacian dari keluarga wanita.
PAGE 7
Dalam praktek pemberian belis dalam masyarakat Manufahi terdapat dua
Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu dan setiap
penyesuaian dan generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru,
pekerjaan yang
Hakikat belis berupa material, tetapi dibalik itu belis juga mempunyai
berupa hewan ternak yaitu kerbau, sapi, kambing dan tanah pertanian dapat
PAGE 8
digantikan dengan benda lain, yakni uang, yang difungsikan nilainya sama
dengan bahan mahar.Tetapi secara immateril atau arti simbol akan mengalami
pemaknaan serta cara baru yang akan dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman.
tokoh masyarakat Fataluku dari sisi positif, maupun sisi negatifnya. Para
menjelaskan sisi positif dan sisi negatif dalam sistem perkawinan dengan sistem
belis ini.
Belis memiliki sisi positif yang datang dari filosofis tradisional yaitu
belis yang syarak akan nilai, bukan sekedar soal jumlah besaran belis yang akan
mengangkat
derajat wanita, dan mengangkat harga dirinya, ibarat penghargaan bagi wanita.
memiliki nilai positif yang sangat besar. Manfaatnya untuk menjaga martabat
dan harga diri perempuan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, hal itu supaya
wanita tidak dipermainkan oleh laki-laki, karena dengan berlakunya belis itu
sebagai suatu sangsi dalam kehidupan di masyarakat itu, sebagai aturan yang
berlaku maka ketika siapa saja yang melanggar aturan itu, maka akan dikenakan
PAGE 9
diganggu sembarangan, karena apabila kita menganggu anak gadisnya maka kita
akan dikenakan denda, apalagi sampai membawah lari anak gadis maka kita
akan didenda dengan sangat besar. Selain itu kita akan langsung dipertemukan
dengan orang tua wanita dan membicarakan kesepakatan belis yang diminta
orang tua wanita. Belis dipandang sebagai kiasan putri-putri mereka yang
menikah. Selain itu belis juga berfungsi sebagai pengikat yang kuat bukan hanya
mengikat hubungan suami dan isteri, melainkan juga mengikat hubungan antara
keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Selain akad nikah dalam hukum
Islam, adat juga ikut mengikat. Maka sudah menjadi keharusan bagi laki-laki
yang
yang baik ini juga menjadi i‟tikad baik dalam belis di masyarakat Manufahi
dalam mewujudkan perkawinan yang baik. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap
keluarga yang sakinah dengan meninggikan martabat wanita dan mengikat kedua
keluarga dengan belis. Hal ini menjadikan belis memiliki posisi yang sangat
tersebut maka akan mendorong para laki-laki untuk bekerja lebih keras lagi, untuk
PAGE 10
mengumpulkan uang yang banyak. Bahkan banyak dari mereka yang bekerja
Belis itu gunanya untuk melindungi isteri, baik keluarga sendiri maupun keluarga
isteri dalam berbagai bentuk dan sifat-sifatnya dan berbagai seginya itu harga mati.
Adapun beberapa masalah yang timbul dari belis ini adalah karena mahalnya
belis. Sehingga bagi mereka yang kurang mampu atau ekonominya kurang
banyak dari mereka yang memilih untuk menikah terlebih dahulu dengan
pembayaran belis secara utang lalu setelah menikah baru mereka pergi untuk
merantau mengumpulkan uang biar bisa bayar belisnya. Kalangan rakyat biasa
belis. Sehingga tidak jarang belis juga menghambat waktu pernikahan bagi
masyarakat Manufahi . Terlebih lagi jika putri mereka dari keturunan raja, maka
akan sangat jarang sekali yang datang melamar mereka karena harga belisnya
yang terlalu mahal. Karena belis yang mencapai 5 ekor kerbau, 5 ekor kuda , 5
batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta yang membuat mereka enggan
untuk dihampiri oleh laki-laki. Belis itu punya tingkatan yang berbeda-beda,
jadi kalau diketurunan raja belis mencapai 77 ekor kerbau, kalau di bawah raja
PAGE 11
ekor kerbau, makanya banyak yang jadi perawan tua. Bukan mereka tidak
cantik, melainkan karena belisnya sangat mahal, jadi tidak ada yang berani
mendekati atau menyentuh mereka. Hambatan ini yang menjadi sisi negatif
dari belis, jika ditinjau dari beratnya belis masyarakat Manufahi . Sehingga bisa
diperkirakan akan jarang sekali masyarakat luar Manufahi yang mau menikah
dengan wanita Manufahi , hal ini semata karena mahalnya harga belis yang
mempertahankan tradisi mereka yang telah ada sejak zaman nenek moyang
yang dulu. Karena pada dasarnya belis itu sudah tradisi masyarakat.
BAB III
PAGE 12
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahar dalam bahasa Tetum disebut dengan Belis, barlake yang berarti
beruntung. Beruntung seorang wanita yang akan dinikahi seorang pri dengan
penentuan jumlah mahar atau konsep dasar yang digunakan harus berdasarkan
strata sosial yang dimiliki oleh pihak keluarga mempelai perempuan yang tak
tatanan materi saja sebab tuntutan zaman tidak pada tataran nilai (Valor) yang
dikandungnya.
B. Saran-saran
PAGE 13
semakin seulitnya kerbau. Alangkah baiknya belis ini diganti dengan uang
salah satu identitas kebangsaan yang mengandung norma kearifan lokal dan
berusaha untuk lebih memahami relasi antara ajaran agama dengan tradisi-
DAFTAR PUSTAKA
https://bocahkampus.com/contoh-kata-pengantar
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Manufahi
Lestari, Mustiana. “Tradisi Belis, Budaya Mencekik Leher Warga NTT”, artikel
diakses pada 05 Juli 2016 dari http://www.merdeka.com/peristiwa/tradisi-belis-
budaya-mencekik-leher-warga-ntt.html
Zoditama, Bella.” Belis dan Tradisi Pernikahan Ala Maumere”, artikel diakses
pada 05 Juli 2016 dari
http://www.goodnewsfromindonesia.org/2016/06/03/belis-tradisi-pertunangan-
dari-maumere
PAGE 14
PAGE 15