Anda di halaman 1dari 24

TRADISI BELIS (MAHAR) DI

DISTRITU MANUFAHI TIMOR


LESTE
REPORT SUBTITLE

ANNISA LISMA ASRIYANI CEPEDA | 19320016 | PGSD


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “TRADISI BELIS (MAHAR) DI
DISTRITU MANUFAHI TIMOR LESTE”
ini tepat pada waktunya.

Adapun 2 tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah yang pertama untuk memenuhi
tugas Bapak Ridho Sarwono M.Pd pada mata kuliah Tradisi dan kearifan Lokal. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk mengenalkan salahsatu tradisi di tanah kelahiran saya yaitu
Timor Leste sebagai wawasan tentang  bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ridho Sarwono M.Pd, selaku dosen mata kuliah
Tradisi dan Kearifan Lokal yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang , 17 Juli 2022 

Penulis

Annisa Lisma Asriyani Cepeda

DAFTAR ISI
Kata pengantar ii

Daftar isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1

Latar Belakang Masalah 1

Identifikasi Masalah 5

Pembatasan dan Rumusan Masalah 6

Tujuan dan Manfaat

BAB II KONSEP DASAR BELIS (MAHAR)

Konsep dasar Belis (Mahar)

Praktek Pemberian Belis Masyarakat DISTRITU MANUFAHI

21Sisi Positf dan Sisi Negatif Belis

BAB III PENUTUP

Kesimpulan 77

Saran-saran 78

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tradisi Belis atau Mahar bukan sesuatu yang baru khususnya dalam
masyarakat Timor Leste. Sampai saat ini tradisi Belis selalu dilaksanakan secara
khusus bagi kedua belah pihak yang akan menikah atau yang akan menikahkan
putra atau putri mereka masing-masing. Meskipun tradisi Belis atau mahar satu
daerah dengan daerah yang lain berbeda baik proses atau cara, jumlah Belis juga
bervariasi, bahkan perangkat Belispun berbeda, namun tradisi Belis itu tetap
ada.Tradisi Belis dilaksanakan karena alasan selain bagian dari adat
perkawinan, namun yang seringkali dijumpai adalah salah satu wujud yang
nyata bahwa laki-laki atau perempuan tidak lagi sendirian namun menunjukkan
bahwa laki-laki atau perempuan terkait Belis sudah ada yang meminangnya.
Ketertarikan peneliti kepada isu Belis karena masih menjadi pro dan kontra
di tengah-tengah masyarakat Timor Leste, khususnya di kawasan
Manufahi. Sebagian masyarakat memandang negatif karena Tradisi Belis
dianggap memberatkan secara ekonomi namun hingga saat ini tradisi Belis
masih tetap berlangsung meskipun di anggap berat namun jika ingin
melangsungkan sebuah perkawinan pihak mempelai laki-laki harus
melakukan tradisi Belis tersebut dan hingga saat ini belum ada sesuatu yang
dapat menggantikan tradisi Belis. Sebaliknya sebagian masyarakat merasa
bahwa Belis adalah identitas masyarakat Manufahi yang sudah turun
temurun sehingga perlu dilestarikan.Tradisi Belis bukan lagi sebuah beban
berat bagi mempelai laki-laki namun sebagai sebuah sarana dan suasana
yang membanggakan dari kedua belah pihak. Tradisi ini dianggap sebagai
sarana karena disaat melaksanakan tradisi Belis maka akan terjadi pertemuan
keluarga besar dari kedua mempelai .

Belis (Mahar) adalah sebutan untuk mahar atau mas kawin adat di Timor Leste.

Seperti tradisi di daerah-daerah lain pada umumnya, para calon mempelai laki-laki harus

membayar belis kepada pihak orang tua calon mempelai wanita sebelum meminang anak

gadisnya. Belis ini telah ditentukan oleh adat masyarakat Timor Leste, baik mulai dari

jenis belis maupun nilai harga belis. Di daerah distritu manufahi (Timor Leste ), jika
seorang laki-laki yang ingin meminang seorang wanita maka ia harus membayar belis

berupa 5 ekor kerbau, 5 ekor kuda , 5 batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta

kepada orang tua si wanita sebagai mas kawin.

Belis ini bisa di hutang serta dicicil. Jika seorang laki-laki tidak atau belum mampu

membayar belis secara keseluruhan, maka ia hanya bisa menikahi si wanita namun tidak

berhak membawa pulang isterinya ke tempat tinggal lain sampai “hutang belis“

tersebut lunas.6 Dan selama belis belum lunas menantu laki-laki tersebut harus tinggal di

rumah mertua dan harus mau membantu menanggung sebagian atau seluruh biaya hidup

mertua karena ia belum lunas membayar belis. Setelah belis terbayar senilai 5 ekor

kerbau, 5 ekor kuda , 5 batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta maka menantu

laki-laki berhak membawa isterinya pergi ke tempat tinggal lain dan ia tidak

diwajibkan lagi memenuhi permintaan mertua terkait biaya atau keuangan yang mertua

butuhkan.

Tradisi Belis juga potensial menjadi sarana rekonsiliasi dan penyelesaian suatu

masalah antarkeluarga atau antarkelompok yang tengah berselisih yang kemungkinan

besar masalah itu terjadi bertahun-tahun yang silam.Adapun penyelesaian

perselisihan bukan dalam ranah hukum, namun dengan tradisi

Belis ini para tua-tua adat akan menjembatani dalam penyelesaian masalah yang

terjadi di masa lalu, masalah-masalah yang terjadi selama berlangsungnya

proses tradisi Belis dan penyelesaian masalah yang dijembatani oleh para tua-tua

adat. Penyelesaian itu bersifat terbuka karena semua keluarga besar

berpartisipasi dan keputusan apapun yang diambil oleh para tua-tua adat

dianggap sebagai keputusan yang tertinggi dan mempunyai nilai-nilai yang

sangat mengikat sehingga perselisihan antarkeluarga maupun yang terkait Belis

sudah selesai pada saat itu.


Proses penyelesain persoalan masa lalu biasanya dilakukan sebelum

penyerahan perlengkapan perangkat alat tradisi Belis kepada pihak perempuan

sehingga sewaktu menyerahkan semua yang disiapkan oleh pihak laki-laki maka tidak

ada lagi masalah dan permusuhan diantara keluarga besar laki-laki maupun

keluarga besar perempuan yang ditandai dengan hemu tua ho han malus (minum

arak dan makan sirih) .

Problematika Belis terletak pada beberapa sebab. Pertama, belum ada standar baku

di dalam Belis yang dianggap adil dan tidak memberatkan pihak pemberi Belis.

Penyesuaian atau pembuatan standar Belis juga bukan hal yang mudah. Kedua

Belis berkaitan dengan adat istiadat yang sudah menjadi turun temurun dan berakar

di dalam masyarakat sehingga masyarakat pun mengikuti apa yang sudah menjadi

kebiasaan sebelumnya meskipun dalam konteks jaman yang sudah berbeda. Dalam

masa penggalian data penelitian, peneliti telah mengumpulkan pandangan para

narasumber yang mengatakan bahwa tradisiBelis akan membawa kemelaratan

atau kemiskinan karena Belis berkenaan dengan materi yang akan dikeluarkan,

baik itu berupa uang tunai,binatang atau hewan ataupun barang-barang berharga.

Di pihak lain terdapat ungkapan “O susar hau aijuda . Aban bain rua o susar

fali hau “ajuda o “Anda susah saya bantu. Besok lusa saya susah, anda bantu”.

Ungkapan ini menegaskan sebuah semangat kebersamaan dalam hal melaksanakan

dan mempertahankan tradisi Belis. Walaupun dalam keseharian masyarakat dengan

berbagai kesibukan dan aktivitas seolah-olah nilai-nilai kebersamaan itu sudah tidak

ada namun jika menyangkut tradisi Belis, semangat kebersamaan pun muncul.

Hal ini tampak ketika tiba saatnya seorang laki-laki dari sebuah keluarga akan

meminang seorang perempuan, maka disitulah waktu yang tepat .


B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan tema

yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan muncul dalam latar belakang diatas,

akan penulis paparkan beberapa diantaranya, yaitu:

a. Bagaimana konsep pemberian belis (mahar) dalam perkawinan yang

terjadi pada masyarakat Suku Daisua Kota Same Timor Leste ?

b. Apakah jumlah belis senilai 5 ekor kerbau, 5 ekor kuda , 5 batang

belak (emas) , dan uang tunai 50 juta masih berlaku di masyarakat

Suku Dais Kota Same ?

c. Bagaimana dampak positif dan negatif tradisi Belis bagi masyarakat

Manufahi ?

C. Tujuan Penelitian

Ada 2 Tujuan penelitian yang sangat penting penulis ingin di angkat dalam

makalah ini yang berhubungan dengan Tradisi Belis atau Mahar antara lain;

1) Mengindetifikasi konsep pemberian Belis (mahar ) dalam perkawinan yang

terjadi pada masyarakat Suku Daisua Kota Same Timor Leste

2) Mengidentifikasi dampak positif dan negatif Belis dengan memfokuskan

pada lingkup daerah Same, Timor Leste

D. Manfaat Penelitian

Sebagai generasi yang hidup di era globalisasi, hasil penelitian ini ditujukan

kepada generasi yang akan datang. Karakter Tradisi Belis yang dinamis

memberi kemungkinan penelitian tentang dinamika dalam masyarakat yang

tersentuh oleh gagasan budaya yang dibawa oleh gerakan globalisasi yang

menekankan penghormatan terhadap hak asasi manusia menjadi salah satu nilai

penting yang mencakup pula kesetaraan gender dan juga hak-hak anak.Dengan

demikian kajian ilmiah tentang praktek tradisi Belis yang berkeadilan dapat
dimulai dengan menemukan strategi yang tepat untuk menegosiasikan Belis agar

dapat menjadi sumber perdamaian. Posisi peneliti sebagai pemuka

masyarakat memberi peluang untuk mempromosikan hasil penelitian melalui

jaringan terdekat sebagai langkah awal pendidikan perdamaian.


BAB II
PEMBAHASAN

i. KONSEP DASAR BELIS (MAHAR)

Mahar dalam bahasa Tetun disebut dengan Belis, Belis atau barlake secara

bahasa yang berasal dari kata bar-la-ke yang berarti keberuntungan. Secara istilah

yaitu beruntng seorang wanita yang akan dinikahi seorang pria dengan memberi

mahar. Belis ini adalah hak milik wanita yang akan dinikahi, akan tetapi biasanya

wanita tersebut sebelum meninggalkan rumahnya ia akan memberikan belis atau

barlake tersebut kepada kedua orang tuanya.

Belis adalah hak mutlak (calon) mempelai wanita dan kewajiban mempelai

pria untuk memberikannya sebelum akad nikah dilangsungkan. Pelaksanaan dapat

dilakukan secara tunai dan boleh secara utang. Belis merupakan lambang

tanggung jawab mempelai pria terhadap mempelai wanita, yang kemudian


menjadi isterinya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belis adalah harta yang diberikan

oleh pihak laki-laki kepada mempelai wanita pada saat lamaran.

Belis juga mempunyai arti untuk menentuhkan sahnya perkawinan sebagai

imbalan jasa atas jerih payah orang tua, serta sebagai tanda penggantian nama si

gadis, artinya menurunkan nama keluarga si gadis dan menaikkan nama keluarga

laki-laki.3

Belis memiliki beberapa fungsi sebagai berikut;

a. Sebagai alat untuk mempererat hubungan keluarga


b. Sebagai alat penentu sahnya perkawinan

c. Sebagai penanda bahwa si gadis telah keluar dari keluarga asalnya

d. Sebagai alat menaikan nama keluarga laki-laki

Selain itu, terdapat beberapa dampak yang di dapat pada saat belis telah

diberikan yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Adapun dampak positif dari pemberian belis yaitu;

a. Martabat keluarga laki-laki menjadi terhormat atau diangkat karena

pihak laki-laki dianggap mampu membayar belis yang ditentukan oleh

pihak wanita.

b. Pihak keluarga wanita merasa dihargai. Maksud dari pemberian belis

ini adalah sebagai imbalan jasa atau penghormatan atas kecapaian, kesakitan

dan jerih payah orang tua wanita selama melahirkan dan memelihara si

gadis sampai dewasa.

c. Munculnya sebuah kerabat baru. Dengan memberikan belis akan muncul

sebuah kekerabatan baru antara keluarga wanita dan keluarga pria. Belis

dijadikan sebagai pengikat.

d. Calon pengantin. Melalui pemberian belis calon pengantin pria dan wanita

sudah mendapatkan restu dari orang tua dan keluarga sehingga boleh

melanjutkan hubungan ke jenjang perkawinan.

PAGE 1
Adapun dampak negatif dari pemberian belis antara lain;

a) Martabat wanita direndahkan


Dengan pemberian belis kepada keluarga wanita pihak laki-laki
merasa bisa bertindak bebas kepada wanita sehingga martabat
wanita direndahkan dan wanita kurang dihargai dalam hidup
berumah tangga. Sehingga banyak menimbulkan kekerasan dalam
rumah tangga.
b) Pihak laki-laki merasa malu
Jika pihak laki-laki tidak mampu membayar belis maka laki-laki
tersebut akan tinggal dirumah keluarga wanita dan bekerja untuk
keluarga wanita. Wanita merasa statusnya lebih tinggi dari laki-laki
itu sehingga laki-laki akan merasa malu.
c) Pertentangan di antara kedua keluarga
Hal ini terjadi karena belis yang dituntut oleh pihak wanita terlalu
tinggi sehingga pihak laki-laki tidak mampu membayarnya.
d) Menimbulkan utang piutang
Karena tak mampu membayar belis maka pihak keluarga laki-laki
mengambil jalan pintas dengan meminjam uang pada pihak lain
sehingga menimbulkan utang.

PAGE 2
ii. PRAKTEK PEMBERIAN BELIS MASYARAKAT DISTRITU
MANUFAHI

A. POTRET DISTRITU MANUFAHI KOTA SAME


Manufahi ialah salah stu distrik di Timor Leste. Berpenduduk 44.235
(sensus 2004) dan luas 1.325 km². Ibukotanya ialah Same.
Subdistrik-subdistriknya ialah Alas, Fatuberliu, Same, dan Turiscai.
Pada masa kolonisasi Portugal, distrik ini dipanggil Same, menurut
ibu kota provinsi. Semasa bersama
dengan Indonesia subdistrik Hatudo berpisah dari distrik ini dan
bergabung dengan distrik Ainaro, dan subdistrik Turiscai, sebelumnya
di Ainaro, dipindahkan ke Manufahi.
Manufahi membujur di pesisir selatan Timor Leste, di pantai Laut
Timor. Dibatasi oleh distrik Manatuto di timur, Ainaro di barat,
dan Aileu di utara.

B. Prosesi Pelaksanaan Perkawinan Adat Masyarakat Manufahi

Prosedur pelaksanaan perkawinan adat masyarakat Manufahi dilakukan dengan

berbagai urutan sebagai berikut;

a. Perkenalan (conese mentu)


Tahap pertama yang dapat menjadi awal suatu perkawinan adalah perkenalan antara
seorang pria dan seorang wanita. Perkenalan ini biasanya terjadi baik ditempat
umum seperti pasar mingguan dikota ataupun ditempat-tempat khusus seperti
upacara adat atau keagamaan.

PAGE 3
Pemuda-pemudi timor pada umumnya masih berpendidikan rendah, malahan
mereka pada umumnya masih buta aksara pemalu dan tertutup dalam
membicarakan hal-hal yang menyangkut perkawinan. Kehendak menjalin hubungan
ketingkat perkawinan biasanya dilakukan secara “simbolis” dengan saling memberi
dan menerima hadiah.
b. Peminangan (tama husu)

Setelah diadakan penjejakan dan dicapai kesimpulan perkawinan dapat dilaksanakan, ayah si
pemuda menyelenggarakan kunjungan resmi kepada orang tua gadis. Pada kunjungan ini
ia menyatakan keinginan anak laki-lakinya memperistrikan anak gadis bapak
tersebut. Menurut adat kebiasaan yang berlaku penegasan keinginan ini harus
dinyatakan dengan menyerahkan barang tertentu. Jika barang ini diterima maka gadis
yang bersangkutan telah terlarang bagi laki-laki lain. Pemberian ini menurut David
Hicks merupakan referensi terhadap mas kawin (belis), karena pemberian ini akan
dihimpun menjadi satu dalam segala macam pemberian sebagai mas kawin yang
diberikan kepada mertua laki-laki.

c. Pertunangan (troka prenda)


Setelah pernyataan keinginan dari pihak laki-laki dinyatakan tegas dan
diterima pula oleh perempuan dengan tegas maka sipemuda mengunjungi
orangtua si gadis paling tidak dua kali. Setiap kali datang ia menghanturkan ke
laki-laki senior dari kalangan garis keturunan gadis dengan seekor kerbau
susuan dan sedikit uang sebagai tanda hormat pada kunjungan yang pertama
sipemuda menyerahkan hadiah yang berfungsi sebagai “pengetuk pintu“ untuk
memasuki rumah mertua.
Pada kunjungan berikutnya pemuda menyerahkan sesuatu yang berfungsi
sebagai “tali milik“(tara korenti) yang berarti pertunangan antara sigadis dan
sipemuda telah terjadi.Upacara ini berfungsi pula sebagai tanda penghubungan
pertama antara garis keturunan mereka masing-masing.

d. Upacara serah terima mas kawin tahap pertama

Setelah upacara perkawinan dan penetapan jumlah serta waktu pembayaran

mas kawin ditentukan. Proses selanjutnya adalah upacara serah terima mas kawin

(belis), saat upacara serah terima ini tergantung dari kesanggupan pengantin laki-

laki menggumpulkan mas kawin. Upacara serah terima mas kawin ini dapat

dimulai walaupun yang terkumpul baru beberapa saja. Pada tahap ini barang lain

yang menjadi bagian mas kawin (belis) seperti; kerbau, sapi, kambing dan

beberapa kalung (mortel), tusuk konde (ulsukun), perak (dinel), emas (osan

PAGE 4
mean), petaca (belak), di harapkan sudah diserahkan kepada mertua. Pada hari

pertemuan dari garis keturunan pengambil istri mengawal saudaranya ke rumah

mertuanya. Dirumah mertuanya rombongan disambut oleh keluarga patrilinear

pengantin perempuan. Seorang keluarga patrilinear pengantin perempuan ditunjuk

untuk memeriksa binatang yang dipegang oleh rombongan pengantin laki-laki.


Sesudah binatang-binatang itu diperiksa oleh tukang periksa dan diserah

terimakan, mertua menyampaikan terima kasih kepada kelompok pengambil

istri pemimpin upacara keluar dari rumah untuk mengantar sepupuh kedua belah

pihak memasuki rumah pada saat ini pemimpin upacara mengadakan

persembahan

kepada roh nenek moyang.

e. Upacara serah terima mas kawin tahap pertama

Setelah upacara perkawinan dan penetapan jumlah serta waktu pembayaran

mas kawin ditentukan. Proses selanjutnya adalah upacara serah terima mas kawin

(belis), saat upacara serah terima ini tergantung dari kesanggupan pengantin laki-

laki menggumpulkan mas kawin. Upacara serah terima mas kawin ini dapat

dimulai walaupun yang terkumpul baru beberapa saja. Pada tahap ini barang lain

yang menjadi bagian mas kawin (belis) seperti; kerbau, sapi, kambing dan

beberapa kalung (mortel), tusuk konde (ulsukun), perak (dinel), emas (osan

mean), petaca (belak), di harapkan sudah diserahkan kepada mertua. Pada hari

pertemuan dari garis keturunan pengambil istri mengawal saudaranya ke rumah

mertuanya.

Dirumah mertuanya rombongan disambut oleh keluarga patrilinear pengantin

PAGE 5
perempuan. Seorang keluarga patrilinear pengantin perempuan ditunjuk

untuk memeriksa binatang yang dipegang oleh rombongan pengantin laki-laki.


Sesudah binatang-binatang itu diperiksa oleh tukang periksa dan diserah

terimakan, mertua menyampaikan terima kasih kepada kelompok pengambil

istri pemimpin upacara keluar dari rumah untuk mengantar sepupuh kedua belah

pihak memasuki rumah pada saat ini pemimpin upacara mengadakan

persembahan

kepada roh nenek moyang.

f. Upacara serah terima mas kawin tahap kedua


Tahap ini merupakan acara puncak dari sekalian banyak upacara penyerahan
mas kawin yang tersisah pada acara sebelumnya dilakukan disini. Dalam
kenyataan ada beberapa kelompok garis keturunan yang kaya menyerahkan
mas kawin pada saat serah terima mas kawin tahap pertama, namun penyerahan
yang terlalu dini semacam itu dilarang. Jika dari awal mas kawin sudah
siap, maka serah terima mas kawin pada tahap ini dilakukan beberapa hari
setelah terima mas kawin yang pertama dilaksanakan. Penyerahan ini disertai
dengan upacara (kenduri) pelembagaan instansi kedua jenis kelamin, kedua
jenis keturunan dari nenek moyang dengan manusia.

g. Upacara perkawinan
Upacara perkawinan adat pada tahap ini ditandai oleh berbagai kegiatan;
pertama adalah penyampaian mas kawin yang telah terkumpul. Penyampaian
mas kawin ini kepada ayah gadis, kedua “ pergi untuk mencapai persetujuan”.
Beberapa mas kawin itu diberikan pada tahap ini, beberapa jumlah uang
(osan) sebagai “pembuka pintu rumah” (loke odamatan).
Dengan pemberian ini, berarti pengambil isteri mendapat hak memasuki
rahim rumah mertua,untuk membicarakan besarnya mas kawin (folin atau belis)
dan jangka waktu pembayarannya. Upacara lain pada tahap ini adalah tindakan
yang mempersatukan, tidak hanya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan
dalam satu ikatan, tapi juga sakaligus mempersatukan mereka dengan warga
kelompok pemberi isteri dan pengambil isteri serta persatuan manusia dengan
arwah nenek moyang. Sesudah upacara ini, pengantin perempuan bebas tinggal
di rumah suaminya, atau tinggal di rumah ayahnya.
Pada saat itu perkawinan antara keduanya telah tercipta. Upacara ini dihadiri
oleh setiap laki-laki dari garis keturunan pengambil istri, selain itu juga hadir
orang-orang senior di tiap dukuh dari garis keturunan. Lambang persatuan
dalam upacara ini adalah sirih dan pinang (bua ho malus) yang saling
ditukarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.16 Upacara doa suci

PAGE 6
dan penyatuan ini dipimpin oleh seorang pria yang dianggap sebagai wakil
dunia suci. Kegiatan selanjutnya adalah makan dan minum bersama. Pada tahap
ini pihak perempuan menghidangkan makanan dan minuman, sementara pihak
laki-laki tawar menawar mengenai besarnya mas kawin (folin atau belis) dan
bagaimana cara pembayaranya.
Setelah semua upacara perkawinan adat selesai kedua keluarga menyepakati
supaya melangsungkan upara perkawinan agama. Pada tahap ini pihak keluarga
laki-laki mempersiapkan perlengkapan pakaian pengantin wanita dan
sebaliknya pihak keluarga wanita menyiapkan perlengkapan pria.
Sebelumnya kedua mempelai masih berada di rumah masing-
masing walaupun mereka telah diizinkan untuk saling berkunjung,
tetapi pada saat upacara perkawinan agama akan dilangsungkan masing-
masing di rumahnya dan didampingi oleh keluarga masing-masing.

C. Praktek Pemberian Belis Pada Masyarakat Manufahi

Dalam praktek pemberian belis dalam masyarakat Fataluku, terlebih dahulu


diadakan pertemuan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak wanita.
Pihak laki-laki akan mengirimkan seorang juru bicara(lia nain) untuk proses
negosiasi jumlah belis/barlaki, yang diawali dengan melemparkan biji jagung
di atas meja, kemudian juru bicara (lia lain) dari pihak laki-laki akan
mengambil biji jagung sesuai dengan kemampuannya. Dari situ akan diketahui
berapa jumlah kerbau/sapi yang akan diminta oleh pihak keluarga wanita. 17
Dalam praktek belis/barlaki dengan dua cara yaitu;
1. Pembayaran belis boleh secara bertahap, diangsur-angsur atau dicicil.

Banyak masyarakat Manufahi yang membayar belis secara diangsur akan

tetapi dampak dari belum terlunasnya belis akan membawa laki-laki tinggal

dirumah keluarga wanita dan menghidupi semua keluarga wanita. Selain itu

juga terdapat hinaan bila belis tidak dilunaskan, keluarga dari pihak laki-laki

akan merasa malu.

2. Pembayaran belis secara tunai, tapi untuk pembayaran belis secara tunai

jarang sekali yang melakukannya. Namun ada sebagian laki-laki yang


langsung membayar belis secara tunai, karena menurut mereka jika belis

tidak terlunaskan atau dibayar cicil maka tanggung jawab meraka akan

lebih besar dan menambah beban serta timbul cacian dari keluarga wanita.

PAGE 7
Dalam praktek pemberian belis dalam masyarakat Manufahi terdapat dua

unsur atau nilai. Dimana ada nilai positif dan negatifnya.

a. Nilai positifnya itu kita menganggap seperti menghargai wanita

lebih relatif dilihat dari derajat kekerabatan.

b. Dari aspek negatifnya kita menyamakan harga diri wanita sama

dengan penjualan barang. Dan mengganti harga diri wanita dengan

barang dan materi yang lain.

Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu dan setiap

generasi melakukan penyesuaian dengan semua perubahan kehidupan sesuai

dengan kepribadian dan tuntutan zaman. Terkadang diperlukan banyak

penyesuaian dan generasi baru tidak hanya mewarisi suatu edisi kebudayaan baru,

tetapi suatu versi kebudayaan yang direvisi.

Seluruh kebudayaan merupakan proses belajar yang besar. Proses belajar

dalam bidang kebudayaan menghasilkan bentuk baru menimbun gerak

pendukungnya. Hal ini juga tercermin pada kehidupan bermasyarakat di

Manufahi . Penduduk yang beraneka ragam, baik budaya, agama, maupun

pekerjaan yang

menimbulkan pengetahuan baru bagi orang-orang Manufahi untuk mencari solusi


pembayaran belis yang cukup tinggi.

Hakikat belis berupa material, tetapi dibalik itu belis juga mempunyai

hakikat immaterial yang menyiratkan fungsi dan simbol. Simbol mahar

berupa hewan ternak yaitu kerbau, sapi, kambing dan tanah pertanian dapat

PAGE 8
digantikan dengan benda lain, yakni uang, yang difungsikan nilainya sama

dengan bahan mahar.Tetapi secara immateril atau arti simbol akan mengalami

pemaknaan serta cara baru yang akan dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan

perkembangan zaman.

Menyikapihal ini, tentu terdapat kontradiksi pandangan

tokoh masyarakat Fataluku dari sisi positif, maupun sisi negatifnya. Para

narasumber pun memberikan pandangan mereka masing-masing dalam

menjelaskan sisi positif dan sisi negatif dalam sistem perkawinan dengan sistem

belis ini.

a. Sisi Positif Belis

Belis memiliki sisi positif yang datang dari filosofis tradisional yaitu

belis yang syarak akan nilai, bukan sekedar soal jumlah besaran belis yang akan

diberikan melainkan melebihi itu. Dengan adanya belis maka akan

mengangkat
derajat wanita, dan mengangkat harga dirinya, ibarat penghargaan bagi wanita.

Belis yang dipertahankan dalam pernikahan masyarakat Manufahi ini

memiliki nilai positif yang sangat besar. Manfaatnya untuk menjaga martabat

dan harga diri perempuan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, hal itu supaya

wanita tidak dipermainkan oleh laki-laki, karena dengan berlakunya belis itu

sebagai suatu sangsi dalam kehidupan di masyarakat itu, sebagai aturan yang

berlaku maka ketika siapa saja yang melanggar aturan itu, maka akan dikenakan

hukuman. Misalnya di masyarakat Manufahi anak perempuan mereka tidak

PAGE 9
diganggu sembarangan, karena apabila kita menganggu anak gadisnya maka kita

akan dikenakan denda, apalagi sampai membawah lari anak gadis maka kita

akan didenda dengan sangat besar. Selain itu kita akan langsung dipertemukan

dengan orang tua wanita dan membicarakan kesepakatan belis yang diminta

orang tua wanita. Belis dipandang sebagai kiasan putri-putri mereka yang

berharkat mahal dan bermartabat tinggi. Sehingga pengaruhnya terhadap

masyarakat Manufahi , wanita sangat dijaga harkat dan martanatnya oleh

masyarakat sekitar. Wanita

Manufahi tidak sembarangan dipermainkan oleh laki-laki sebelum dan setelah

menikah. Selain itu belis juga berfungsi sebagai pengikat yang kuat bukan hanya

mengikat hubungan suami dan isteri, melainkan juga mengikat hubungan antara

keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Selain akad nikah dalam hukum

Islam, adat juga ikut mengikat. Maka sudah menjadi keharusan bagi laki-laki

yang

akan menikahi perempuan dari masyarakat Manufahi . Sehingga sudut pandang

yang baik ini juga menjadi i‟tikad baik dalam belis di masyarakat Manufahi

dalam mewujudkan perkawinan yang baik. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap

laki-laki yang ingin menikahi anak gadis mereka.

Upaya yang dilakukan masyarakat Manufahi ini untuk mewujudkan

keluarga yang sakinah dengan meninggikan martabat wanita dan mengikat kedua

keluarga dengan belis. Hal ini menjadikan belis memiliki posisi yang sangat

penting dalam perkawinan masyarakat Manufahi . Dengan adanya peraturan belis

tersebut maka akan mendorong para laki-laki untuk bekerja lebih keras lagi, untuk

PAGE 10
mengumpulkan uang yang banyak. Bahkan banyak dari mereka yang bekerja

sampai keluar negeri. Selain itu belis dikalangan masyarakat Manufahi

telah membuat mereka tidak menjadikan sebuah pernikahan sebagai sesuatu

yang mudah, melainkan mereka akan sangat menghargai pernikahan tersebut.

Belis itu gunanya untuk melindungi isteri, baik keluarga sendiri maupun keluarga

isteri dalam berbagai bentuk dan sifat-sifatnya dan berbagai seginya itu harga mati.

b. Sisi Negatif Belis

Adapun beberapa masalah yang timbul dari belis ini adalah karena mahalnya

belis. Sehingga bagi mereka yang kurang mampu atau ekonominya kurang

memadai akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran belis. Namun

banyak dari mereka yang memilih untuk menikah terlebih dahulu dengan

pembayaran belis secara utang lalu setelah menikah baru mereka pergi untuk

merantau mengumpulkan uang biar bisa bayar belisnya. Kalangan rakyat biasa

yang berada di posisi ekonomi lemah memiliki kesulitan dalam membayar

belis. Sehingga tidak jarang belis juga menghambat waktu pernikahan bagi

masyarakat Manufahi . Terlebih lagi jika putri mereka dari keturunan raja, maka

akan sangat jarang sekali yang datang melamar mereka karena harga belisnya

yang terlalu mahal. Karena belis yang mencapai 5 ekor kerbau, 5 ekor kuda , 5

batang belak (emas) , dan uang tunai 50 juta yang membuat mereka enggan

untuk dihampiri oleh laki-laki. Belis itu punya tingkatan yang berbeda-beda,

jadi kalau diketurunan raja belis mencapai 77 ekor kerbau, kalau di bawah raja

ditengah-tengah yaitu 55 ekor, sedangkan yang paling bawah mencapai 25

PAGE 11
ekor kerbau, makanya banyak yang jadi perawan tua. Bukan mereka tidak

cantik, melainkan karena belisnya sangat mahal, jadi tidak ada yang berani

mendekati atau menyentuh mereka. Hambatan ini yang menjadi sisi negatif

dari belis, jika ditinjau dari beratnya belis masyarakat Manufahi . Sehingga bisa

diperkirakan akan jarang sekali masyarakat luar Manufahi yang mau menikah

dengan wanita Manufahi , hal ini semata karena mahalnya harga belis yang

harus dibayar untuk menikah dengan mereka.

Tokoh masyarakat Manufahi mengemukakan alasan dalam

mempertahankan belis sebagai syarat perkawinan mereka. Adalah alasan untuk

mempertahankan tradisi mereka yang telah ada sejak zaman nenek moyang

yang dulu. Karena pada dasarnya belis itu sudah tradisi masyarakat.

BAB III

PAGE 12
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada beberapa bab sebelumnya maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut, diantaranya:

Mahar dalam bahasa Tetum disebut dengan Belis, barlake yang berarti

beruntung. Beruntung seorang wanita yang akan dinikahi seorang pri dengan

memberi haknya berupa mahar. masyarakat Fataluku memahami bahwa untuk

penentuan jumlah mahar atau konsep dasar yang digunakan harus berdasarkan

strata sosial yang dimiliki oleh pihak keluarga mempelai perempuan yang tak

hanya berasal dari bangsa bangsawan saja melainkan juga berdasarkan

tingginya pendidikan, status sosial dan jabatan pekerjaan. Telah terjadi

beberapa pergeseram dimasyaraat mengenai wujud mahar, namun hanya pada

tatanan materi saja sebab tuntutan zaman tidak pada tataran nilai (Valor) yang

dikandungnya.

. 2 . Adapun praktek pemberian belis atau mahar yang dilakukan oleh


masyarakat Manufahi adalah dengan proses pembayaran tunai atau boleh

juga dengan dicicil. Semuanya tergantung dari kesepakatan kedua belah

pihak. Untuk itu ketika sebelum terjadi penentuan proses pembayaran

mahar biasanya pihak keluarga laki-laki mengirimkan seorang juru bicara

(lia nain) untuk menyepakati pembayaran belis.

B. Saran-saran

Hendaknya belis ini diringankan atau disederhanakan dengan alasan

PAGE 13
semakin seulitnya kerbau. Alangkah baiknya belis ini diganti dengan uang

atau barang berharga lainnya.Bagi masyarakat, hendaknya berupaya

mempertahankan tradisi atau adat istiadat dan kebudayaan mereka sebagai

salah satu identitas kebangsaan yang mengandung norma kearifan lokal dan

berusaha untuk lebih memahami relasi antara ajaran agama dengan tradisi-

tradisi yang terdapat dalam perkawinan, agar kiranya setiap perkembangan

zaman dapat direspon dengan baik tanpa harus meninggalkan nilai-nilai

luhur yang telah lama adanya.

DAFTAR PUSTAKA
https://bocahkampus.com/contoh-kata-pengantar
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Manufahi

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta : Balai Pustaka. 2005

Lestari, Mustiana. “Tradisi Belis, Budaya Mencekik Leher Warga NTT”, artikel
diakses pada 05 Juli 2016 dari http://www.merdeka.com/peristiwa/tradisi-belis-
budaya-mencekik-leher-warga-ntt.html

Zoditama, Bella.” Belis dan Tradisi Pernikahan Ala Maumere”, artikel diakses
pada 05 Juli 2016 dari
http://www.goodnewsfromindonesia.org/2016/06/03/belis-tradisi-pertunangan-
dari-maumere

Ama, Kornelis Kewa.”Mahar Kawin yang Membebani Keluarga”, artikel


diakses pada 15 Juli 2016 dari
http://lipsus.kompas.com/jejakperadabantt/read/2010/12/10

Wawancara Pribadi Dengan Bapak Amaro Cepeda (Warga Asli Manufahi)

PAGE 14
PAGE 15

Anda mungkin juga menyukai