Konsep Pemilihan Jodoh Bagi Etnis Bugis
Konsep Pemilihan Jodoh Bagi Etnis Bugis
Beragam budaya sebagai sebuah pemikiran yang prinsipil dan esensial kehilangan jati
diri yang sesungguhnya. Banyak diantaranya tinggal sebuah puing cerita yang sebagian lain
kaku diatas devinisi sempit yang mengeneralisasikan hakikat dan amkna prinsipil
kebudayaan yang begitu luas serta penurunan eksistensi dalam menstimulasi lahirnya
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya orang
lain. Dalam strukturnya terdapat pria dan wanita sebagai jenis dari manusia itu sendiri. ada
berbagai macam hubungan yang terdapat didalamnya, salah satunya adalah hubungan
pernikahan. Sehingga hubungan yang terjalin antara pria dan wanita akan berujung
kesebuah hubungan yang lebih intim. Sudah selayaknya hubungan antara pria dan wanita
atau laki-laki dan perempuan melaju hingga jenjang pernikahan. Niat seseorang untuk
menyempurnakan kehidupannya dengan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal.
pernikahan bukan saja hanya sebagai jalan untuk memperoleh keturunan atau untuk
mengatur kehidupan kea rah yang leih baik. Akan tetapi, bisa menjadi jembatan atau jalan
menuju pintu perkenalan dan interaksi atara suatu kaum/suku dengan kaum/suku lainnya.
Tidak kelewatan bagi kaum/suku bugis dalam perkawinan. Tidak khayal menyebabkan
orang tua dan pihak keluarga untuk ikut terlibat secara langsung dalam penentuan jodoh
bagi anak-anaknya atau keluarganya. Terdapat beberapa factor yang menyeybabkan
terjadinya pemilihan jodoh dalam etnis bugis/ diantaranya, adanya struktur dan kelas sosial,
serta siri’ dalam keluarga itu sendiri. Salah satu desa di kabupaten pasangkayu tepatnya
didesa singgani kecamatan lariang yang merupakan sebuah kawasan yang didiami oleh
suku bugis. Awalnya, desa ini dihuni oleh kaum/suku kaili dan suku bugis sebagai
pendatang. Karena pembukaan lahan semakin luas di kabupaten ini menyebabkan suku
pendatang lebih mendominasi tempat ini. Sehingga budaya yang dulunya menganut budaya
kaili bergeser kebudaya orang-orang bugis. Salah satunya dalam penentuan jodoh bagi
sanak keluarganya. Selain factor kelas sosial dan siri’ dalam keluarga, adanya factor
tua menjadi ujung tombak hubungan antara sang anak dan pilihannya.
kota ataupun provinsi) salah satu factor pemilihan jodoh bgi anggota keluarga. Hal ini
dikarenakan adanya kasta atau kelas sosial yang tinggi dalam masyarakat. Terlebih lagi
dalam suku bugis, gelar atau asal usul keluarga sangatlah penting untuk menjalin hubungan
Selain itu, siri’ sebagai gambaran nilai budaya yang prinsipil dan sepantasnya
diinterprestasikan dalam sub kebijakan nasional. Budaya siri’ yang menggambarkan sebuah
tekad dan prinsip langkah kebijakan dan kebijaksanaan diatas nilai-nilai harga diri serta
harkat dan martabat adalah sebuah nilai kebudayaan yang mengedepankan harga diri dan
kehormatan sebagai parameter setiap kebijakan dan kemaslahatan masyarakat bugis. Dan
menjadi kesadran hokum dan falsafah masyarakat bugis dan dianggap sakral. Siri’ juga
bemakna rasa malu yang mendalam, kehormatan diri dan martabat. Situasi siri’ timbul
ketika seorang individu merasa status atau gengsi sosialnya dalam amsyarakat atau
anggapanya mengenai harga diri dan martabat dirinya dinodai oleh seorang didepan orang
lain. Misalnya terjadinya silariang (kawin lari) pada salah satu anggota keluarga, maka akan
Selain itu, factor kompetisi mengakibatkan keluarga ikut terlibat dalam penentuan
jodoh anggota keluarganya. Bisa dikatakan bahwa tradisi pernikahan menjadi ajang gaya-
gayan bagi keluargamya untuk membuktikan kemakmuran suatu angota keluarga. Sehingga
menyebabkan dalam penentuan jodoh anggota keluarga harus sesuai dengan gaya sosial
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian dengan judul
konsep pemilihan jodoh bagi etnis bugis di desa singgani kecamatan larian kabupate
pasangkayu.
Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep tentang pemilihan jodoh etnis bugis didesa singgani kecamatan
Tujuan
Untuk mengetahui konsep tentang pemilihan jodoh etnis bugis di desa singgani kec.
Kerangka konsep
Pilihan seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan factor
factor yang yang mempengaruhi persepsi seseorang. Hal inilah yang menyebabkan
setiap orang memiliki interprestasinya yang berbeda, walaupun ada yang dilihatnya
sama. Dalam penentuan jodoh, pihak orang tua atau pihak keluarga terlibat dalam
menentukannya. Dalam hal ini, mereka memperhatiakan bobot calon menantu dari
keyakinan. Hal ini bisa tergambarkan dari agama dan budaya yang telah ditanamkan
dalam diri keluarganya dan dalam dirinya sendiri. Sebab perbedaan pandangan akan
dihindari dari sebagian besar pihak keluarga yang menganut budaya bugis.
Selain itu, adanya factor criteria sosial sebagai salah satu cara memilih jodoh bagi
etnis bugis. Kriteria sosial ini terdiri atas profesi, perekjaan, pendidikan, keturunan
dan kasta ( Dr. beni ahmad subaeni,2018;203-204). Hal ini menjadi syarat dalam
menentukan jodoh bagi anggota keluarganya. Sebagian besar masyarakat suku bugis
Sehubungan dengan preferensi pemilihan jodoh peran orang tua sangtlah penting.
Orang tua adalah orang yang pertama yang mengajarkan dan menanamkan budaya-
budaya dalam dirinya. Menurut grinder (1978) orang tua adalah agen utama dan
rangkuti dkk; 2015; 60) dan orang tua berpendapat bahwa mereka memiliki
Dalam menentukan jodoh bagi masyarakat etnis bugis, ada beberapa karakterisitk
dianut oleh calon pasangan hidup menjadi factor pendukung dalam menjalin
keercayaan yang sama maka akan mempermudah perkawinan yang akan mereka
selenggarakan. Kedua, latar belakang keluarga meliputi, etnis, ras/suku budaya
sikap dan tingkah laku individu, keturunan, kelas dan kasta. Hal ini tergambar
dalam keinginan masyarakat bugis untuk menjalin hubungan yang lebih dekat
dengan anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini factor marga dan kelas sosial
menjadi salah satu perhitungan dalam memilih jodoh bagi anaknya. Ketiga,
oleh calon pasangan hidup semakin besar pula. Masyarakat bugis, lebih memilih
mereka yang telah mandiri terlebih dahulu sehingga orang tua beranggapan bahwa
anaknya. Selain itu, ada perspektif yang menyatakan bahwa pasangan idel bagi etnis
bugis adalah mereka yang telah berhaji. Pandangan di diartikan sebagai kemampuan
kepercayaan dan kemampuan ekonomi telah tercapai guna menjadi syarat dalam
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki tingkat kritisme yang lebih
dalam semua proses penelitian. Kekuatan kritisme peneilitian menjadi senjata utama
menjadi dasar yang kuat dalam seluruh proses penelitian kualitatif (Burhan Bungin,
2007;5).