Anda di halaman 1dari 8

Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Eksistensi budaya lokal ditengah era globalisasi dewasa ini semakin tergerus. Dimana-
mana terlihat bahwa budaya lokal semakin ditinggalkan. Di Indonesia budaya asli seakan
tertelan bumi, diganti dengan ragam budaya Korea dan Eropa. Tidak terlihat lagi anak-anak
remaja familiar dan teratur melafalkan lagu-lagu asli daerah yang mengakar sejak nenek
moyang. Mereka dengan mudah melafalkan lagu-lagu yang berasal dari band Korea dan
band-band Internasional. Dibidang fashion pun demikian, gaya berpakaian anak jaman
sekarang tidak lagi menunjukan budaya ketimuran kita yang terkenal sopan dan bersahaja.
Hampir semua bidang yang ada, budaya asli Indonesia semakin dilupakan.
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Khususnya di Kota Kupang, kondisi akulturasi
budaya luar begitu terasa. Kehidupan masyarakat Kota Kupang sekarang mengalami
perubahan gaya hidup dibanding dengan masyarakat dekade sebelumnya. Hal ini terlihat
jelas dari cara mereka menggunakan pakaian, cara mereka berinteraksi dalam pergaulan, dan
cara mereka terlibat dalam berbagai kegiatan budaya lainnya. Kehidupan masyarakat Kota
Kupang sangat terpengaruh dengan apa yang mereka peroleh melalui berbagai media sosial
dan platform digital lainnya. Sistem kekerabatan masyarakat cenderung mengalami
pergeseran keakraban dan keintiman sosial yang terkenal di Kota Kupang.
Masyarakat Kota Kupang saat ini hidup dalam relasi sosial yang serba terbatas. Mereka
hanya hidup untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri tanpa memperhatikan kekerabatan
yang lama terbangun. Individualistis Masyarakat Kota Kupang begitu dominan dalam
kehidupan sosial mereka menggantikan kebersamaan dalam sistem kekerabatan patriakal.
Hal ini terlihat dari semakin pudarnya nilai-nilai kekerabatan yang dahulu begitu kental
diantara sesama keluarga, marga, maupun di tengah kehidupan masyarakat di 51 Kelurahan
yang ada di Kota Kupang.
Hal yang sama terjadi di Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
Sebagai salah satu kelurahan yang ada di Kota Kupang, dengan luas wilayah 159,33 Km²
atau kelurahan terluas di Kecamatan Kota Lama, Kelurahan Pasir Panjang memiliki sistem
kekerabatan yang baik sejak dahulu. Namun seiring berkembangnya zaman, istem

1
kekerabatan masyarakat Kelurahan Pasir Panjang terus tergerus setiap tahun. Berbagai media
yang dulunya berfungsi sebagai sarana penguatan kekerabatan telah berganti menjadi
kegiatan individual. Tidak terlihat lagi semangat solidaritas dan kolektifitas yang hangat dan
saling membantu antar sesama keluarga dan masyarakat. Salah satu contoh, saat proses
perkawinan di Kelurahan Pasir Panjang, terlihat bahwa yang sibuk mempersiapkan acara
hanya keluarga inti. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Dimana saat ada acara apapun, yang akan bertanggungjawab untuk mengurus berbagai
persiapan adalah tetangga atau tokoh masyarakat yang dipercaya.
Tertinggal satu prosesi budaya yang saat ini masih ada dan terus dilakukan saat adanya
proses perkawinan, yaitu “Kumpul Keluarga”. Kumpul keluarga dilakukan sebelum proses
masuk minta/peminangan atau juga bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Kumpul
keluarga yang dilakukan di Kelurahan Pasir Panjang berbeda dengan yang dilakukan di
tempat lainnya. Sejak dahalu, Kumpul keluarga di Kelurahan Pasir Panjang dilakukan oleh
semua masyarakat kelurahan. Tidak ada pembatasan yang terlibat hanyalah anggota keluarga.
Dari awal, keterlibatan semua anggota masayarakat dalam Kumpul keluarga sudah menjadi
keharusan di Kelurahan Pasir Panjang.
Bagi Masyarakat Pasir Panjang yang saat ini berjumlah 8.478 jiwa (statistik kelurahan,
tahun 2022), Kumpul Keluarga sejak dahulu dijadikan sebagai media kontributif mereka
untuk membantu pihak keluarga yang akan melangsungkan perkawinan. Saat ini, Kumpul
Keluarga merupakan satu-satunya media interaktif sosial budaya yang tersisa di Kelurahan
Pasir Panjang. Hanya dengan Kumpul Keluarga, masyarakat bisa bertemu dengan sesama
keluarga, tetangga, dan warga masyarakat lainnya di Kelurahan Pasir Panjang. Melalui
Kumpul Keluarga kita bisa berkenalan dengan satu dengan yang lainnya, baik itu keluarga
maupun masyarakat umumnya. Inilah fungsi budaya yang kuat dari Kumpul Keluarga. Saat
kumpul keluarga, semua keluarga dan masyarakat Kelurahan Pasir Panjang yang terdiri dari
enam (6) Rukun Warga (RW) dan sembilan belas (19) Rukun Tetangga (RT) akan
berkumpul dan berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Dengan memperhatikan kondisi kekerabatan di Kelurahan Pasir Panjang yang semakin
berkurang setiap tahunnya, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan
judul : “Peran Kumpul Keluarga Dalam Penguatan Sistem Kekerabatan di Kelurahan Pasir

2
Panjang”. Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Pasir Panjang, dengan meibatkan tokoh
masayarakat dan sesama anggota masyarakat yang ada.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disajikan penulis diatas, penulis mencoba menetapkan rumusan
masalah yang akan berfungsi sebagai pembatasan kajian dalam penelitian ini. adapun
rumusan masalah yang ditentukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses dilakukannya Kumpul Keluarga dalam tahapan perkawinan
masyarakat Kelurahan Pasir Panjang?
2. Seberapa besar peran Kumpul Keluarga dalam membantu keluarga yang melangsungkan
perkawinan di Kelurahan Pasir Panjang?
3. Bagaimana sistem kekerabatan yang terbangun di Kelurahan Pasir Panjang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun beberapa tujuan yang ingin diperoleh penulis melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui proses dilakukannya Kumpul Keluarga dalam tahapan perkawinan
masyarakat Kelurahan Pasir Panjang.
2. Memperoleh gambaran besaran peran dari Kumpul Keluarga dalam membantu keluarga
yang melangsungkan perkawinan di Kelurahan Pasir Panjang.
3. Memahami sistem kekerabatan yang terbangun di Kelurahan Pasir Panjang.

Manfaat dari penelitian yang dilakukan secara umum terbagi atas dua, yaitu manfaat
secara teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman penulis dalam bidang sosialogi
terutama pemahaman penulis terhadap teori tentang sistem kekerabatan dan konsep
tentang tradisi kumpul keluarga.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat kelulusan bagi penulis sebegai
peserta didik di SMK Citra Bangsa.

D. Landasan Teori

3
Memperhatikan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan oleh
penulis, maka dalam proses penilitian ini penulis akan menggunakan beberapa teori yang
berkaitan langsung dengan teori terkait budaya. Penulis juga akan memperhatikan secara
cermat beberapa teori yang relevan dengan judul penelitian yang ada.
Sesuai dengan kapasitas penulis, teori dan konsep yang akan digunakan dalam analisa
hasil penelitian ini yaitu :
1. Teori tentang sistem kekerabatan
a. Pengertian Sistem Kekerabatan
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah,
ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari
yang jumlahnya relatif kecil hingga besar.
Menurut Chony dalam Ali Imron (2005:27) “Sistem kekerabatan dijelaskan bukan
hanya saja karena adanya ikatan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga,
tetapi karena adanya hubungan darah”. Selain itu Chony juga mengungkapkan bahwa
kunci pokok sistem perkawinan adalah kelompok keturunan atau linege dan garis
keturunan atau descent. Anggota kelompok keturunan saling berkaitan karena
mempunyai nenek moyang yang sama. Kelompok keturunan ini dapat bersifat
patrilineal atau matrilineal.
Menurut Keesing dalam Ali Imron (2005:27) “Sistem kekerabatan adalah hubungan
berdasarkan pada model hubungan yang dipandang ada antara seorang ayah dengan
anak serta antara seorang ibu dengan anak”.
Dari beberapa definisi kekerabatan, dapat disimpulkan bahwa sistem kekerabatan
merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial, yang merupakan sebuah
jaringan hubungan kompleks berdasarkan hubungan darah atau perkawinan.
Berdasarkan hubungan darah dapat diambil pengertian bahwa seseorang dinyatakan
sebagai kerabat bila memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya.

b. Kelompok Kekerabatan
Kelompok kekerabatan menurut Ihroni (2006:159) “adalah yang meliputi orang- orang
yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari

4
seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal (kebapaan)”. Selain itu
Ihroni juga berpendapat bahwa suatu kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh
sekurang-kurangnya 6 unsur, yaitu:
1) Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok;
2) Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya;
3) Interaksi yang intensif antar warga kelompok;
4) Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok;
5) Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok; dan
6) Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta
pusaka tertentu.
G.P. Murdock dalam Koentjoroningrat (2005:109) membedakan 3 kategori kelompok
kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya, yaitu:
1) Kelompok kekerabatan berkorporasi, biasanya mempunyai ke-6 unsur tersebut.
Istilah “berkorporasi” umumnya menyangkut unsur 6 tersebut yaitu adanya hak
bersama atas sejumlah harta.
2) Kelompok kekerabatan kadangkala, yang sering kali tidak memiliki unsur 6 tersebut,
terdiri dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus menerus dan intensif tidak
mungkin lagi, tetapi hanya berkumpul kadang-kadang saja.
3) Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya tidak memiliki unsur pada yang ke 4,5
dan 6 bahkan 3. Kelompok-kelompok ini bentuknya sudah semakin besar, sehingga
warganya seringkali sudah tidak saling mengenal. Rasa kepribadian sering kali juga
ditentukan oleh tanda-tanda adat tersebut.
Kelompok-kelompok kekerabatan yang termasuk golongan pertama adalah kindred dan
keluarga luas, sedang golongan kedua termasuk dame, keluarga ambilineal kecil,
keluarga ambilineal besar, klen kecil, klen besar, frati, dan paroh masyarakat.
1) Kindret yakni, berkumpulnya orang-orang saling membantu melakukan kegiatan-
kegiatan bersama saudara, sepupu, kerabat isteri, kerabat yang lebih tua dan muda. Di
mulai dari seorang watga yang memprakarsai suatu kegiatan. Dan bisanya hubungan
kekerabatan ini dimanfaatkan untuk memperlancar bisnis seseorang.
2) Keluarga luas yakni, kekerabatan ini terdiri dari lebih dari satu keluarga initi.
Terutama di daerah pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal
berdekatan, dan seringkali bahkan masih tinggal bersama-sama dalam satu rumah.

5
Kelompok kekerabatan berupa keluarga luas biasanya di kepalai oleh anggota pria
yang tertua. Dalam berbagai masyarakat di dunia, ikatan keluarga luas sedemikian
eratnya, sehingga mereka tidak hanya tinggal bersama dalam suatu rumah besar,
tetapi juga merupakan satu keluarga inti yang besar.
3) Keluarga ambilineal kecil yakni, terjadi apabila suatu keluarga luas membentuk suatu
kepribadian yang khas, yang disadari oleh para warga. Kelompok ambilineal kecil
viasanya terdiri dari 25-30 jiwa sehingga mereka masih saling mengetahui hubungan
kekerabatan masing-masing.
4) Klen kecil yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa keluarga luas
keturunan dari satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan melalui garis
keturunan pria saja (patrilineal), atau melalui garis keturunan wanita saja
(matrilineal), jumlah sekitar 50-70 orang biasanya mereka masih saling mengenal dan
bergaul dan biasanya masih tinggal dalam satu desa.
5) Klen besar yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari
seorang leluhur, yang diperhitungkan dari garis keturunan pria atau wanita, sosokl
leluhur yang menurunkan para warga klen besar berpuluh-puluh generasi yang
lampau iru sudah tidak jelas lagi dan seringkali sudah di anggap keramat. Jumlah
yang sangat besar menyebabkan mereka sudah tidak mengenal kerabat-kerabat jauh.
6) Frati yakni, gabungan antara patrilineal maupun matrilineal, dan dari kelompok klen
setempat (bisa klen kecil, tetapi bisa juga bagian dari klen besar). Namun
penggabungannya tidak merata.

2. Tinjauan tentang Kumpul Keluarga


a. Tradisi Kumpul Keluarga
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:1069) menyebutkan bahwa tradisi dapat
diartikan (1) adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan
dalam masyarakat, (2) penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada
merupakan cara yang paling benar dan baik. Tradisi merupakan pewarisan norma-norma,
kaidah-kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut tidaklah dapat diubah, tradisi
justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam
keseluruhannya. Karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat
menerimanya (Peursen1976:11).

6
Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun dalam
sebuah masyarakat, dengan sifat yang luas, tradisi meliputi segala kompleks kehidupan,
sehingga tidak mudah di sisihkan dengan perincian yang tepat dan diperlakukan serupa
atau mirip, karena tradisi bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk
melayani manusia yang hidup pula (Rendra1983:3).
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah
masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan keyakinan dan sebagainya,
maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering proses
penerusannya terjadi tanpa dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat
tertutup dimana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan lebih baik diambil alih
begitu saja. Memang tidak ada kehidupan manusia tanpa suatu tradisi (Shadily
1990:3608).
Sedangkan Kumpul keluarga yakni suatu tradisi gotong royong atau sistem kerja
sama antar anggota masyarakat dalam acara pengumpulan dana untuk proses perkawinan
yang ada di pulau Rote adalah untuk saling membantu dalam meringankan biaya belis
dalam urusan perkawinan bagi anggota masyarakat dan menjadi acara untuk memperat
jalinan hubungan persaudaraan.
Menurut Koentjaraningrat (2006:1) belis bukan berarti harga pembeli tetapi
merupakan syarat. Oleh karena itu perkawinan merupakan peristiwa sosial, maka setiap
orang yang mengambil inisiatif untuk kawin haruslah memiliki syarat. Belis merupakan
beban yang tidak ditanggung oleh satu keluarga saja sehingga selalu melibatkan semua
keluarga dan kerabat, hal ini dilakukann karena merupakan kebiasaan yang dipraktekan
masyarakat dalam hal kumpul keluarga maupun pesta adat lainnya adalah untuk
menunjukan kehormatan, kemampuan, dan kekayaan seseorang.
Kumpul keluarga (tu’u teidale) merupakan sistem kerja sama yang ada dalam
kehidupan masyarakat Rote Ndao sejak dahulu, yakni sistem gotong royong dalam
menanggung dan mengumpulkan materi baik dalam bentuk uang, perabot rumah tangga,
hewan ternak dalam proses perkawinan masyarakat Rote Ndao.
Manfaat Tradisi Kumpul Keluarga bagi masyarakat ialah untuk saling membantu
dalam meringankan biaya dalam urusan perkawinan bagi anggota masyarakat dan
menjadi acara untuk mempererat jalinan hubungan persaudaraan.

7
Tradisi kumpul keluarga merupakan tradisi khas suku Rote Ndao yang turun-temurun
telah diwariskan oleh suku-suku yang ada di Kota Kupang. Pada prakteknya kumpul
keluarga merupakan salah satu kegiatan riil gotong royong di tengah masyarakat, gotong
royong disini bentuknya dalam hal pelaksanaan pesta (pesta adat perkawinan). Biasanya
yang diundang untuk hadir dalam acara kumpul keluarga adalah keluarga dekat atau
keluarga besar, kerabat dan juga tetangga dalam hal ini masyarakat setempat (Haning,
2006).
Secara harafiah istilah kumpul kelurga merupakan salah satu bagian tradisi adat
perkawinan masyarakat Kota Kupang khususnya masyarakat Keluarahan Pasir Panjang
yang dimana dalam tradisi kumpul keluarga memiliki beberapa tahapan yaitu: kumpul
keluarga inti, kumpul semua keluarga, kumpul keluarga, yang sama-sama bertujuan
menyelasaikan syarat adat dalam hal ini belis dan mempersiapkan dana untuk pernikahan
secara agama dan negara.

Anda mungkin juga menyukai