Anda di halaman 1dari 7

Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur budaya terdiri dari 7 unsur di antaranya adalah bahasa, sistem

pengetahuan, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Berikut ini unsur-unsur kebudayaan:

1. Bahasa

Bahasa adalah salah satu alat yang kita gunakan dalam berkomunikasi. Bahasa meliputi bahasa daerah
maupun nasional. Bahasa Indonesia merupakan salah satu unsur budaya yang dimiliki oleh Indonesia
sebagai bangsa maupun negara.Bahasa dalam kehidupan manusia bisa digunakan secara lisan maupun
tertulis. Di Indonesia masyarakat yang memiliki ras yang sama belum tentu memiliki bahasa yang sama
juga. Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan dalam berbudaya. Bahkan,
Koentjaraningrat berpendapat bahwa bahasa atau sistem perlambangan manusia baik secara tertulis
maupun lisan yang digunakan adalah salah satu ciri terpenting dari suatu kebudayaan suku bangsa.

Masih senada, Keesing berpendapat bahwa kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya dan
mewariskannya ke generasi penerusnya sangatlah bergantung pada bahasa. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa bahasa memiliki andil yang sangat signifikan dalam menjadi salah satu unsur unsur budaya dari
kebudayaan manusia.

2. Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimaksud oleh Koentjaraningrat adalah pengetahuan masyarakat seputar
alam sekitarnya, kondisi geografis, flora dan fauna, waktu, hingga sifat dan tingkah laku manusia. Sistem
pengetahuan ini dapat diperoleh dari pendidikan atau penyebaran informasi dalam masyarakat luas.
Sejatinya kebudayaan adalah pengetahuan yang diikuti oleh masyarakat penganutnya. Sehingga sistem
pengetahuan dalam konteks kultural universal sangatlah dibutuhkan. Misalnya, bagaimana sistem
peralatan hidup hingga sistem kalender pertaian tradisional yang disebut sistem pranatamangsa telah
digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang kita untuk menjalankan pertaniannya.

Menurut Marsono, sistem pranatamangsa tersebut telah digunakan oleh masyarakat Jawa lebih dari
2000 tahun yang lalu. Sistem tersebut digunakan untuk menentukan kaitan tingkat curah hujan dengan
kemarau, sehingga petani akan mengetahui kapan saat yang tepat untuk mengolah tanah, saat
menanam dan masa panen yang baik.

Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya belum menjadi pokok pembahasan dari
penelitian antropologi (studi budaya), karena para Ahli berasumsi bahwa suatu kebudayaan di luar
bangsa Eropa tidak mungkin memiliki sistem pendidikan yang lebih maju. Namun, asumsi tersebut
terpatahkan secara lambat laun, karena tidak ada suatu masyarakat yang sanggup berbudaya atau
bahkan bertahan hidup jika tidak memiliki sistem pengetahuan yang diwariskan kepada penerusnya

3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial

Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial adalah kelompok-kelompok yang dibentuk masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial
meliputi sistem kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, dan lain-lain. Sebuah ikatan petani yang
dibentuk di sebuah desa agraris termasuk contoh dari sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial.
Sistem kemasyarakatan yang dimaksud adalah sekelompok manusia atau masyarakat yang memiliki
kesamaan satu sama lain dalam sistem kekerabatan. Unsur budaya berupa sistem ini merupakan usaha
antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui kelompok sosial.
Menurut Koentjaraningrat, setiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh aturan-aturan dan
adat istiadat dari kesatuan yang ada di lingkungan sehari-hari masyarakat tersebut.

Satuan terkecil dari kelompok yang menghasilkan aturan dan adat tersebut adalah keluarga inti.
Kemudian, kesatuan lain yang lebih besar dapat berupa letak geografis, suku, hingga kerajaan ataupun
kebangsaan.

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial dapat dilihat melalui beberapa cara mereka melakukan: jenis
perkawinan, prinsip menentukan pasangan (mencari jodoh), adat menetap, dan jenis keluarga. Berikut
adalah pemaparan sistem kekerabatan dan organisasi sosial sebagai salah satu unsur dari unsur unsur
budaya.

a. Jenis perkawinan

Perkawinan dapat memiliki beberapa jenis. Jenis yang dimaksud adalah bagaimana hubungan
perkawinan itu terjalin, apakah hanya menikah dengan satu orang (monogami) atau dengan beberapa
pasangan? berikut pemaparan jenis-jenis perkawinan menurut Marvin Harris.

1. Monogami, menikah dengan satu pasangan/orang saja.

2. Poligami, menikah dengan beberapa orang.

3. Poliandri, seorang perempuan yang menikahi lebih dari satu pria.

4. Poligini, seorang pria yang menikah lebih dari satu perempuan.

5. Perkawinan kelompok, jenis perkawinan yang memperbolehkan pria melakukan hubungan intim
dengan beberapa wanita satu sama lain.

6. Levirat, perkawinan antar janda dengan saudara laki-laki dari suaminya yang telah meninggal.

7. Sororat, perkawinan antarseorang duda dengan saudara perempuan istrinya yang telah meninggal.

b. Prinsip Jodoh Ideal

Selain jenisnya, perkawinan juga dapat memiliki prinsip jodoh ideal yang ditetapkan oleh suatu budaya.
Berikut adalah beberapa prinsip jodoh ideal yang diketahui.

1. Prinsip Endogami, prinsip yang memilih jodoh atau calon pasangan perkawinan dari kerabatnya
sendiri. Misalnya masyarakat Jawa Kuno biasanya cenderung memilih pasangan dari sepupu jauh untuk
menjaga kemurnian kebangsawanan atau kasta pada masyarakat Bali.
2. Prinsip Eksogami, merupakan prinsip yang memilih calon pasangan yang berasal dari luar kerabat atau
klan. Masyarakat Batak menerapkan prinsip ini dengan memilih marga lain yang disebut dengan konsep
dalihan na tolu.

c. Adat Menetap

Setelah perkawinan berlangsung tempat menetap atau tinggal juga menjadi bahasan unsur kekerabatan.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa terdapat tujuh macam adat menetap setelah menikah, di
antaranya adalah sebagai berikut.

1. Utrolokal, kebiasaan menetap di sekitar kerabat suami atau istri.

2. Virilokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat suami.

3. Uxorilokal, adat yang menetapkan pengantin menetap di sekitar kediaman kerabat istri.

4. Biolokal, adat yang menetapkan pengantin harus menetap di sekitar kediaman kerabat suami dan istri
secara bergantian.

5. Avunlokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di sekitar tempat kediaman saudara laki-
laki dari suami ibu.

6. Natolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal terpisah dan suami tinggal di rumah
kerabatnya.

7. Neolokal, adat yang menetapkan pengantin untuk tinggal di kediaman baru yang tidak dekat dengan
kedua kerabat pengantin (suami ataupun istri).

d. Jenis Keluarga: Keluarga Batih (Inti), Konjugal, dan Keluarga Luas

Melalui perkawinan terbentuk keluarga batih, yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Keluarga batih/keluarga inti atau nuclear family adalah kelompok terkecil dari masyarakat yang
didasarkan atas hubungan darah dari anggotanya. Berikut ini adalah beberapa jenis keluarga:

1. Keluarga batih (inti), terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.

2. Keluarga konjugal, keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) yang terdapat interaksi dengan kerabat salah
satu atau dua pihak orang tua ayah dan ibu dari keluarga inti.

3. Keluarga luas, meliputi hubungan antara paman, bibi, kakek, keluarga kakek.

4. Peralatan hidup dan teknologi

Peralatan hidup dan teknologi mencakup hal-hal yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk
mendukung aktivitasnya sehari-hari. Teknologi juga merupakan salah satu cara masyarakat untuk
mengelola atau mengumpulkan bahan-bahan yang belum jadi (mentah) untuk menjadi bahan yang bisa
dipakai dan bermanfaat dalam kehidupan mereka. Peralatan mencakup alat-alat kerja, pakaian, tempat
tinggal, senjata, hingga alat transportasi. Koentjaraningrat mengatakan bahwa masyarakat tradisional
terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang digunakan oleh masyarakat
dalam budayanya. Berikut adalah beberapa sistem peralatan tersebut.

a. Alat-alat produktif

Alat produktif adalah alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menghasilkan sesuatu yang
memiliki nilai guna bagi individu atau masyarakat dan budaya secara umumnya. Dapat sesederhana batu
untuk menumbuk padi, atau alat kompleks untuk menenun kain.

b. Senjata

Sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk berburu binatang atau menangkap ikan. Namun, alat ini
juga digunakan untuk melindungi diri dari binatang buas hingga berperang.

c. Wadah

Yakni alat untuk menyimpan, memuat, dan menimbun barang. Awalnya wadah tampak sepele bagi
masyarakat, namun seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi, wadah menjadi kebutuhan primer
dan terus dikembangkan. Misalnya, salah satu wadah yang paling besar dan permanen adalah lumbung
padi.

d. Alat Menyalakan Api

Api merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat. Sehingga cara menyalakannya menuntut
sistem dan teknologi yang lebih maju. Pada zaman prasejarah, manusia membuat api dengan cara
menggesek-gesek dua buah batu. Cara tersebut terus berkembang menjadi menggesekkan kayu kering
di atas dedaunan kering, minyak hingga penggunaan gas.

e. Kuliner (Makanan, Minuman, Jamu-jamuan, dsb)

Sistem pengetahuan cara memasak setiap kelompok masyarakat berbeda-beda. Dalam antropologi,
jenis dan bahan makanan tertentu dapat memberikan arti dan simbol khusus bagi masyarakatnya, atau
dikaitkan dengan keagamaan tertentu.

Misalnya, babi diyakini haram oleh kaum muslim, sehingga umat Islam tidak akan memiliki tata cara
memasak babi. Sebaliknya, di Papua babi justru menjadi simbol makanan penting dan biasa dijadikan
mahar dalam pesta pernikahan.

f. Pakaian dan Tempat Perhiasan

Pembahasan fungsi pakaian sebagai alat produktif dalam studi antropologi termuat pada “bagaimana
teknik pembuatan dan cara menghias pakaian dan tempat perhiasan?”. Suatu masyarakat biasanya
selalu memiliki tradisi atau adat istiadat dalam pembuatan pakaian adat.
Sehingga setiap negara atau bahkan suku bangsa memiliki ciri khas pakaian kebesarannya sendiri.
Pakaian ini juga dapat berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang merepresentasikan adat
istiadat, norma dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.

g. Tempat Berlindung dan Perumahan

Seperti pakaian, setiap suku bangsa dan negara cenderung memiliki rumah khas yang berbeda dengan
kebudayaan lain. Manusia juga cenderung membangun rumah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
letak geografis yang ditempatinya.

Masyarakat Jawa membangun rumah dengan jendela yang besar karena suhu udara tropis yang lembab.
Sementara masyarakat eskimo justru memanfaatkan bongkahan es yang tersedia di sekitarnya karena
bahan yang terbatas dan ternyata cara itu berhasil menghindarkan mereka dari kedinginan.

h. Alat-Alat Transportasi

Manusia selalu memiliki kebutuhan untuk berpindah dan bergerak dari titik 1 ke titik 2. Kebutuhan
mobilitas tersebut semakin tinggi hingga dibutuhkan alat transportasi yang bukan hanya untuk
memindahkan manusia saja, namun untuk memindahkan barang-barang hasil dari perekonomian yang
semakin maju.

Beberapa contoh dari alat transportasi adalah sesederhana sepatu, binatang yang dilatih, alat seret,
kereta beroda, rakit dan perahu. Kini, manusia sudah memanfaatkan alat transportasi yang lebih canggih
seperti kereta api, kapal laut, mobil, hingga kapal terbang.

5. Sistem mata pencaharian hidup

Ini merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem
ekonomi ini meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan,
dan perdagangan. Sistem mata pencaharian dalam unsur kebudayaan ini juga berkaitan dengan segala
aktivitas yang dilakukan oleh umat manusia atau sekelompok manusia untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi atau segala upaya yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa yang bermanfaat
dalam kehidupannya sehari-hari. Namun setelah terpengaruh oleh arus modernisasi dengan patokan
utama berkembangnya sistem industri, pola hidup manusia berubah dan tidak hanya mengandalkan
mata pencaharian tradisional. Di dalam masyarakat modern, individu masyarakat lebih banyak
mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah.

6. Sistem religi

Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah dua
pertanyaan berikut: 1) mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural
yang dianggap lebih tinggi daripada manusia?, 2) Mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk
berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut?
Usaha menjawab kedua pertanyaan tersebutlah yang menjadi penyebab lahirnya sistem religi. Selain itu,
pendekatan antropologi dalam memahami unsur sistem religi tidak dapat dipisahkan dari religious
emotion atau emosi keagamaan.

Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan tindakan-
tindakan yang bersifat religius. Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan konsep benda-benda
sakral dalam kehidupan manusia.

Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami selain emosi keagamaan, yaitu: 1) sistem
keyakinan, 2) sistem upacara keagamaan, dan 3) umat yang menganut religi itu.

Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks) yang dianggap suci mengenai
sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang
dianggap sebagai kesusastraan suci. Selain teks keagamaan, unsur lain yang menjadi bagian dari sistem
religi adalah sebagai berikut.

1. Tempat dilakukannya upacara keagamaan, seperti candi, pura, kuil, surau, masjid, gereja, wihara atau
tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh umat beragama.

2. Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap keramat atau suci atau hari
yang telah ditentukan untuk melaksanakan acara religi tersebut.

3. Benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan, yaitu patung-patung, alat
bunyi-bunyian, kalung sesajen, tasbih, rosario, dsb.

4. Orang yang memimpin suatu upacara keagamaan, yaitu orang yang dianggap memiliki kekuatan religi
yang lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok keagamaan lainnya. Misalnya, ustad, pastor, dan
biksu. Dalam masyarakat yang tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin keagamaan adalah
dukun, saman atau tetua adat.

Sistem religi mencakup kepercayaan, agama, hingga ritual-ritual adat yang diyakini oleh masyarakat.
Dalam kata lain sistem religi juga diartikan sebagai sistem yang terpadu antara praktek agama dan
keyakinan seseorang yang berkaitan dengan hal-hal sakral atau suci yang tidak dapat dijangkau oleh akal
dan pikiran. Religi ini juga bisa berkaitan dengan nilai dan norma, pandangan hidup, upacara pernikahan,
kematian, dan budaya masyarakat lainya.

7. Kesenian

Perhatian antropologi terhadap seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu
masyarakat tradisional. Data yang dikumpulkan berupa deskripsi mengenai benda-benda atau artifak
yang memuat unsur seni seperti: patung, ukiran, dan hiasan. Awalnya, teknis pembuatan adalah hal
yang paling diperhatikan.
Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks, simbol dan
kepercayaan yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai dari seni rupa, tari, drama, dikaji
dan diteliti pula.

Kesenian mencakup hasil kesenian yang diciptakan oleh masyarakat, misalnya seni rupa, musik, hingga
tari-tarian. Kesenian juga merupakan salah satu hasil karya manusia atau kelompok yang memiliki nilai
keindahan atau estetika yang juga merupakan wujud dari ekspresi jiwa manusia yang disajikan dalam
bentuk seni.

Anda mungkin juga menyukai