Anda di halaman 1dari 3

Analisis Mengenai Norma Yang Hidup di Masyarakat

Yang Merupakan Local Wisdom


di Provinsi Lampung

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian kearifan lokal terdiri atas
dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dengan demikian, secara umum kearfian
lokal mempunyai pengertian yang mana dapat dipahami sebagai suatu gagasan masyarakat
setempat. Yang biasanya bersifat untuk bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
dan dilaksanakan atau diikuti oleh anggota masyarakat tersebut di dalam kesehariannya.

Secara filosofis, Piil Pesenggiri merupakan falsafah yang berkaitan dengan kehormatan
dan harga diri. Piil Pesenggiri mengajarkan seorang individu untuk senantiasa memiliki sikap
pantang menyerah dalam mempertahankan harga diri dan martabatnya serta keluarganya.
Prinsip-prinsip tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena merupakan rangkaian yang
tidak terputus. Dalam sistem kekerabatan masyarakat adat Lampung, khususnya Lampung
Pepadun Marga Sungkai Bungamayang, terdapat stratifikasi atau tingkatan kedudukan dalam
keluarga, masing-masing memiliki kedudukan, tugas, dan tanggung jawab yang berbeda dalam
setiap pelaksanaan upacara cara adat. Terdapat pengelompokan nama kekerabatan berdasarkan
hubungan persaudaraan dan pertalian darah, baik dari pihak bapak, pihak ibu, kakak, adik, serta
seterusnya yang memiliki nama dan sebutan atau panggilan (tutor) berbeda-beda. Di lingkungan
masyarakat adat Lampung anak dituntut tidak hanya hormat kepada ayah dan ibunya, tetapi anak
juga wajib hormat kepada saudara-saudara ayah dan ibunya, kerabat garis keturunan ayah
terutama ibunya. Kedudukan para paman dari sudara ibu merupakan
pihak kelama atau kelamo yang stratanya lebih dihormati dibandingkan dengan paman pihak
lain. Adapun keluarga atau saudara perempuan dari pihak ayah disebut benulung, sedangkan
tugas benulung memiliki tempat tersendiri dalam setiap acara-acara adat, seperti
menjadi pematu di setiap kegiatan adat.Namun saat ini, penggunaan panggilan (tutor) bagi orang
Lampung yang masih memegang teguh norma dan nilai-nilai sosial budayanya masih
mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam internal pergaulan masyarakat adat
terutama dalam pergaulan keluarga memanggil seseorang tanpa menggunakan
panggilan tutor merupakan perilaku tidak sopan dan tidak tahu adat. Norma sosial yang sangat
kuat dalam pergaulan adat yang masih kental memberikan dampak yang cukup berpengaruh
melalui sanksi yang bersifat sosial. Norma dan nilai sosial yang hidup di masyarakat tersebut
merupakan implementasi dari adat atau hukum adat, ketika sanksi merupakan sebuah elemen
pendukung tegaknya sebuah hukum, dalam hal ini hukum adat. Syarat adat atau kebiasaan
menjadikannya hukum karena memenuhi beberapa kategori, yaitu masyarakat meyakini adanya
keharusan yang harus dilaksanakan, pengakuan dari masyarakat bahwa adat tersebut bersifat
mengikat, dan adanya sanksi terhadap adanya pelanggaran. Sistem hukum kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial masyarakat dalam
kehidupan pergaulannya sehari-hari, sekaligus sebagai pranata berupa sistem tingkah laku sosial
yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku yang menjadi salah
satu ciri khas nilai sosial orang Lampung.

Sistem kekerabatan adat Lampung yang berjenjang bertahun-tahun telah berakulturasi


dengan banyaknya pendatang sehingga membuatnya menjadi lebih dinamis dalam berkembang.
Harus diakui antara daerah yang satu dan yang lain di Lampung kadang berbeda dalam
penggunaan, penempatan, dan tata cara pemberlakuan nama pada sistem kekerabatannya. Sangat
disayangkan saat ini di daerah perkotaan di Lampung penggunaan tutor dan pengaplikasian
hukum kekerabatan sudah sangat jarang sekali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat adat Lampung sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut untuk melindungi
martabat atau kehormatan mereka. Terlebih, masyarakat adat Lampung hidup berdampingan
dengan masyarakat pendatang dari suku lain yang tinggal di Provinsi Lampung. Pada
perkembangannya, masyarakat adat Lampung mulai mengalami pergeseran paradigma berpikir
terhadap falsafah Piil Pesenggiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, populasi
masyarakat adat Lampung yang semakin terpinggirkan karena kedatangan masyarakat pendatang
dari luar Lampung. Kedatangan masyarakat suku lain tersebut membawa konsekuensi bagi
masyarakat adat Lampung. Pembauran kebudayaan yang ada antara masyarakat adat Lampung
dan masyarakat pendatang semakin membuat nilai-nilai dan falsafah yang ada menjadi memudar,
termasuk juga falsafah Piil Pesenggiri yang semakin terpinggirkan. Terlebih, masyarakat adat
Lampung sudah tidak menjadi populasi dominan yang menghuni Provinsi Lampung. Kedua,
karena banyak generasi muda Lampung yang berpendapat menekuni dan menikmati kesenian
tradisi itu kuno, tidak modern, dan ketinggalan zaman. Sampai kini hanyalah generasi tua yang
masih memiliki pengetahuan kesenian tradisi tersebut. Tradisi tersebut sudah amat jarang terlihat
dan disaksikan oleh masyarakat, sehingga perlu adanya pelestarian dan pengembangan budaya
daerah kepada generasi muda untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan akan salah satu
kekayaan budaya daerah. Upaya untuk melestarikan kebudayaan Lampung khususnya adat
marga adat melaya maka perlu pembinaan dan pelatihan kepada generasi muda untuk belajar
budaya Lampung sehingga kebudayaan adat Lampung tidak hilang,

Penyebab lainnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat di era globalisasi dan modernisasi. Tidak dapat dinafikan bahwa pesatnya arus globalisasi
dan modernisasi telah mengubah paradigma berpikir masyarakat, terutama generasi muda. Tidak
jarang hal ini sampai menyebabkan tergerusnya kebudayaan-kebudayaan lokal yang sudah sejak
lama berkembang di tengah masyarakat. Masuknya nilai-nilai eksternal telah menggeser falsafah
hidup lokal, tidak terkecuali falsafah Piil Pesenggiri yang hidup di masyarakat adat Lampung.
Sebagian besar masyarakat adat Lampung masih memahami prinsip-prinsip yang terkandung di
dalam falsafah Piil Pesenggiri. Namun, mereka mulai meninggalkan prinsip-prinsip ini dalam
kehidupan sehari-hari karena menganggap falsafah Piil Pesenggiri sudah tidak relevan dalam
kehidupan bermasyarakat. Mengetahui norma-norma dan nilai sosial yang hidup di tengah
masyarakat serta permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan dapat ditanggulangi dengan
baik melalui sistem hukum adat yang berlaku. Sangat penting bagi masyarakat adat Lampung
untuk tetap mempertahankan falsafah Piil Pesenggiri dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini perlu
dilakukan guna mempertahankan kekayaan budaya sekaligus menjaga the living law yang sudah
berlaku sejak ratusan tahun lalu di tengah-tengah masyarakat adat Lampung. Terlebih, falsafah
Piil Pesenggiri mengandung nilai-nilai kebaikan yang sepatutnya memang dilakukan oleh
masyarakat adat Lampung dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mempertahankan falsafah Piil
Pesenggiri, tentunya masyarakat pendatang di Provinsi Lampung perlu juga untuk menghormati
dan memahami arti penting falsafah ini bagi masyarakat adat Lampung. Tujuan dari falsafah ini
adalah untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan seimbang antara masyarakat adat
Lampung dengan masyarakat pendatang yang ada di Provinsi Lampung. Oleh karena itu, penting
bagi semua pihak yang terkait untuk menjalin sinergi dalam mempertahankan falsafah Piil
Pesenggiri demi menciptakan kehidupan yang harmonis di tanah Lampung.

Anda mungkin juga menyukai