PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat
dan
kebudayaan yang berbeda-beda serta beragam, tidak terlepas dari hal kepercayaan
baik dari segi agama ataupun kepercayaan lokal yang masih mempercayai terhadap
hal-hal gaib seperti leluhur atau roh yang dianggap berada di sekitar tempat tinggal
mereka saat ini.
Sistem religi atau kepercayaan meliputi berbagai aspek kehidupan seperti
sistem kepercayaan, upacara kegamaan, ilmu gaib, sistem religi, terdapat kepercayaan
pada manusia tentang mehluk lain yang menduduki dunia gaib atau supranaturan,
seperti dewa-dewa yang baik maupun yang jahat, roh-roh dan lain sebagainya.
Dari aspek kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti upacaraupacara adat yang menjadi kebiasaan atau kepercayaan lokal, meskipun telah
memiliki agama tetapi masyarakat masih saja taat dan menjalankan tradisi-tradisi
yang turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sehingga masih tetap
menjaga tradisi yang dilakukan sebagai bentuk kearifan lokal dalam suatu komunitas
yang masih menjaga dengan baik terhadap kepercayaan yang diwariskan oleh nenek
moyang mereka, sebagai pertanda bahwa adat menjadi menjadi elemen penting dalam
kehidupannya.
Dalam pandangan yang bersifat objektif bahwa kepercayaan merupakan
bentuk kegiatan atau aktifitas yang sering dilakukan oleh manusia terhadap hal-hal
gaib dan sakral yang dianggap dapat membahayakan atau mengganggu setiap siklus
Sehingga agama Islam dan kebudayaan lokal dapat berjalan dengan bersamaan
dan menjadi elemen yang penting dalam kehidupan mereka, yaitu dimana orang di
Salena memandang bahwa agama penting untuk mengatur dam sebagai pedoman
hidup cara untuk berkomunikasi dangan Tuhan (Allah Taala) dengan beribadah
seperti sholat, puasa dll. Seperti yang telah disyariatkan dalam Alquran, sedangkan
adat juga penting bagi kehidupan mereka, karena adat adalah sebuah warisan yang
harus dijaga sebagai kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai tertentu .
Bentuk sinkretisme dalam masyarakat Salen yaitu , bisa di lihat dalam
upacara-upacara adat yang biasa mereka lakukan dalam upacara adat dan ritual-ritual
yang turun-temurun dari nenek moyang mereka dan sampai saat ini tetap dilakukan,
seperti adat dalam perkawinan, upacara pengobatan, upacara melahirkan, upacara
meminta hujan, upacara meminta agar dijauhkan dari bencana dll. Adat-adat dan
upacara terbseut masih tetap dilakukan sampai saat ini meskipun sebagian besar dari
mereka yang telah mengaku beragama Islam dan bahkan sudah menjadi mayoritas
muslim secara keseluruhan, mereka tetap mempertahankan tradisi atau adat yang
telah menjadi kebudayaan lokal.
Sistem upacara yang di lakukan merupakan suatu perwujudan dari bentuk
religi dan agama yang pada hakikatnya menjadi salah satu bentuk kebudayaan,
perwujudan dari kebudayaan dan sistem kepercayaan ini menjadi hal yang mendasar
dalam masyarakat Salena, sehingga dalam kehidupan yang mereka jalani tak akan
terlepas dari pengawasan adat atau makhluk lain.
Kuatnya pengaruh kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme
atau
Salena.
berbagai unsur aliran faham sehingga hasil yang di dapat dalam bentuk abstrak yang
berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan, keselarasan, satu tujuan dan
mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan.
Sinkretisme juga didefinisikan sebagai sebuah proses percampuradukkan
berbagai unsur aliran atau padam, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak
yang berbeda utuk mencari keserasian, keseimbangan.
Maksud dari pengertian diatas yaitu bagaimana antara agama dan kebudayaan
menjadi satu artinya dapat berjalan besama tanpa harus menghilangkan kepercayaan
lama yang terdahulu dan ini menjadi salah tradisi yang telah di laksanakan oleh
komunitas Kaili di Salena.
Secara etimologis, sinkretisme berasal dari perkataan syin dan retiozein atau
kerannynai , yang berarti mencampurkan elemen-elemen yang saling bertentangan.
Adapun pengertiannya adalah suatu gerakan di bidang filsafat dan teologi untuk
menghadirkan sikap kompromi pada hal-hal yang agak berbeda dan bertentangan
(Darori Amin, 2000: 9).
Pada dasarnya sinkretisme merupakan suatu
kepercayaan
(religi)
terhadap
tradisi-tradisi
keagamaan
yang
hadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu
mereka (Masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa.
Konsep sinkretisme dalam pembahasan ini mengacu pada beberapa pendapat
Mulder (1992) meminjam Concise Oxford Dictionary mendifinisikan sinkretisme
sebagai usaha untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan dan menciptakan persatuan
antar sekte-sekte. Dalam praktik keagamaan pemeluk Islam sinkretis, pernyataan
Mulder ini dilakukan misalnya dengan penghilangan nama Hindu, Buddha, animisme
secara lahiriah untuk di leburkan menjadi satu bersama Islam.
Bardasarkan uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwasanya
sinkretisme agama merupakan suatu perbauran dikalangan komunitas masyarakat
yang masih kental terhadap adat dan kemudian bias berbaur dengan agama samawi
(Islam) dalam arti berbaur berjalan secara sama dan memiliki nilai values yang sama
didalam suatu komunitas tersebut hingga keduanya dijalankan bersama-sama dengan
fersi yang berbeda pula.
Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara kelompok-kelompok religious
yang menganut system kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religious, jelas
merupakan ciptaan dan hasik akan manusia. Adapun komponen pertama. Religi
sebagai suatu system merupakan bagian dari kebudayaan tetapi cahaya dari Tuhan
yang mewarnainya dan membuatnya keramat tentu bukan bagian dari kebudayaan.
(Koentjaraningrat, 1946 : 79).
Tradisi ritual tersebut kadang-kadang memang kurang masuk akal. Namun
demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah sikap
dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika. Karena itu, dalam tradisi ritual
10
terlihat sekarang, mereka tidak mengetahui bahwa tradisi tersebut sebenarnya telah
turun-temurun serta mengalami beberapa tahap perubahan. Darosi Amin ( 57 : 2000).
Islam sinkretis sebagai kebudayaan lokal tampaknya lebih merupakan objek
yang kertekan oleh system budaya puritan yang bersifat ekspansif. Namun demikian,
secara substansif Islam sinkretis juga mengimbangi dengan suatu resistensi terutama
yang menyangkut system kepercayaan dan istitusi-institusi social dalam bentuk kultur
Jawa. Gambaran mengenai pergulatan Islam puritan dan Islam singkretis ini terlihat
cukup nyata di Senjakarta, Klaten.
2. Agama
Agama menurut Kamus besar bahasa Indonesia dari segi etimologi terdiri atas
dua kata bahasa sansekerta yaitu A dan Gama. A berarti tidak dan Gama berarti kacau
jadi agama adalah tidak kacau. Agama pada dasarnya adalah sikap dasar manusia
yang seharusnya kepada Tuhan.
Agama mengungkapkan akan diri di dalam sembah dan bakti sepenuh hati
hanyalah kepada Tuhan.
kewahyuan Tuhan , agama sebenarnya adalaha hasil usaha dari manusia , yang telah
dikembangkan dalam rangka untuk mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan
pengungkapan iman. Dengan dimikian agama itu tidak samalah dengan iman , karena
seseorang yang beragama barulah merupakan sebuah awal dari perjalanan panjang
yang mesti dilaluinya dalam mengarungi dunia rohani yang berhubungan dengan
sesuatu yang gaib atau transenden.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya,
dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
11
yang
diamaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan menjelaskan alam semesta. Dari
keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas,
etika,
hukum
agama
atau
gaya
hidup
yang
disukai
(https://id.wikipedia.org/wiki/Agama).
Agama juga merupakan salah satu unsur yang terpenting dan sangat
menentukan dalam kehidupan masyarakat, sebab agama dapat membentuk suatu
kepribadian, ahlak dan moral yang baik pada setiap diri insan manusia sesuai dengan
ajaran agamanya masing-masing. Sama halnya dengan masyarakat di Salena dimana
agama dipandang sebagai salah satu faktor yang dianggap penting yang dapat
menentukan perilaku
12
menentukan dalam
pembentukkan ahlak dan moral yang baik, khususnya pendidikan ahlak bagi setiap
individu dalam setiap kelompok masyarakat. Oleh Karena itu berusaha secara terpadu
berkesinambungan dalam pembinaannya memerlukan perhatian positif dari unsur
pemerintah, tokoh-tokoh agama sehingga dapat menciptakan kerukunan hidup antar
umat beragama.
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang sadar dengan keberadaanya
masing-masing dan yakin bahwa agama itu sendiri debagai penuntun rohani derta
penunutun jalan menuju kebahagiaan baik dunia maupun di akhirat kelak nanti.
Kepercayaan atau agama berfungsi untuk signifikasi pemaknaan, serta
menawarkan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa dan pengalaman yang
menyimpang dari tradisi.Di samping itu agama juga dapat memberikan suatu kriteria
etis untuk menjelaskan diskontinuitas beberapa kelompok budaya tertentu. Salah satu
cara yang umum di pakai oleh agama adalah melalui ritual. Melalui ritual inilah
dunia sebagaimana yang di bayangkan (as imagined) dan dunia sebagaimana yang
dialami (as lived) di padukan melalui perbuatan perbuatan dalam bentuk simbol.
Agama sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan kemuka bumi pada
dasarnya merupakan pedoman yang signifikan bagi manusia dalam menata
lehidupannya. Agama menjadi penting bagi manusia tidak hanya karena dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang baik, dinamis, egaliter, dan demokratis. Kita
membutuhkan agama karena bahwa hanya dengan pola hidup yang terbingkai oleh
ajaran agama kita dapat membentuk karakter kemanusiaan dan perkembangan
kejiwaan kita yang benar-benar utuh dan stabil. Olehnya agama sedemikian rupa,
13
sebagai grand design pengetahuan dan kemahakuasaan Tuhan, sejalan dengan nilainilai kemanusiaan yang sudah ada pada diri manusia secara fitrawi.
(Aminuddin, 2005 :12).
Bagi Geertz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang
lebih meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu kedudukannya berada
dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta mengembangkan
keteraturan kebudayaan; dan bersamaan dengan itu agama juga mencerminkan
keteraturan tersebut. Seperti dikatakannya (1973:90):
Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk memantapkan
perasaan-perasaan (moods) dan motivasi-motivasi secara kuat, menyeluruh, dan
bertahan lama pada diri manusia, dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi
mengenai hukum/keteraturan (order), dan menyelimuti konsepsi-konsepsi tersebut
dengan suatu aturan tertentu yang mencerminkan kenyataan, sehingga perasaanperasaan dan motivasi-motivasi tersebut, nampaknya secara tersendiri (unik) adalah
nyata ada.
Walaupun pemikiran agama dikatakannya sebagai tidak semata-mata
menstrukturkan kebudayaan, tetapi agama juga dilihat sebagai pedoman bagi
ketepatan dari kebudayaan; suatu pedoman yang beroperasi melalui sistem-sistem
simbol pada tingkat emosional, kognitif, subyektif, dan individual.
Menurut (Geertz, 1973:89): Kebudayaan adalah pola dari pengertianpengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang
ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang
diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia
14
15
cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal mula simboliknya dan
asal mual ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan begitu juga dengan upacara,
adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yaitu
mendorong untuk menghasilkan secara berulang dan terus menerus mengenai hal-hal
yang amat subyektif dan yang secara buatan dan polesan dipamerkan (1973:451).
3. Komunitas
Isitilah kata Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal
dasar komunis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Wikipedia bahasa
Indonesia menjelaskan pengertian komunitas sebagai sebuah kelompok sosialo dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki keterkaitan dan
habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat
memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, dan sejumlah
kondisi lain yang serupa.
Soenarno (2002:53), Mendefinisikan Komunitas adalah sebuah identifikasi
dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional,
Komunitas adalah sekelompok otang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar
anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.
Dalam sebuah komunitas suatu etnik tertentu dapat dipengaruhi dengan
berbagai macam hal yang dapat membuat atau mendorong kebudayaan lokal pada
suatu komunitas terjadinya perbauran budaya dan agama , seperti yang terjadi di
komunitas kaili yang
kebudayaannya yang sebelumnya mereka mempunyai agama lokal atau agama nenek
16
moyang yang dikontruksikan dalam sebuah kebudayaan dan menjadi adat istiadat
dalam sebuah etnis tersebut. Sehingga komunitas kaili yang berada di pegunugan
sampai saat ini mereka masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang telah mengakar
pada diri mereka.
Perubahan dalam kebudayan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian,
lmu pegetahuan,tenologi, filsafat, kepercayaan, religi dan lainnya. Akan tetapi
perubahan tersebut mempengaruhi organisasi sosial dan orangnya. Ruang lingkup
perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosia. Namun demikian
dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan-perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto dalam Ferry Rangi, 2010:33).
Seiring dengan berkembangnya suatu zaman dimana dapat memperngaruhi
juga terhadap sistem kebudayaan yang ada dalam suatu komunitas tersebut
kebudayaan yang dimaksud adalah mengacu pada aspek yang luas salah satunya religi
hal yang paling sensitif dalam sebuah komunitas utamanya dalam sebuah kepercayaan
yang telah menjadi tendensi kedepan mereka, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sehingga terjadinya pergeseran dalam sebuah kebudayaan yaitu:
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam sistem sosial budaya yang
bersangkutan, terutama akibat adanya penemuan baru atau inovasi. Inovasi bisa
berupa penemuan dalam bentuk ide atau gagasan baru, benda-benda atau peralatan
baru. Inovasi tidak semata-mata diakibatkan faktor kecerdasan para penemuannya,
akan tetapi lebih banyak ditetukan oleh faktor kebutuhan hidup yang sangat
mendesak. Misalnya, faktor migrasi baru (pendatang) atau karena faktor kelahiran
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan hidup.
17
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar sistem sosial budaya yang
bersangkutan.Faktor ini timbul akibat adanya kontak denga budaya asing.Prosesnya
terjadi dalam bentuk difusi,akultrasi,asimilasi.
a.Difusi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa difusi adalah proses
penyebaran atau perembesan kebudayaan dari satu pihak ke pihak lain.Pengertian dari
pihak ke satu pihak yang lain dalam hal ini adalah dari kebudayaan yang satu ke
kebudayaan yang lainnya. Defenisi difusi tersebut sejalan dengan defenisi yang
dikemukakan oleh William A.Haviland. Ia menyatakan difusi sebagai penyebaraan
adat atau kebiasaan dari kebudayaan yang satu kepada kebudayaan yang kainnya.
b.Akulturasi
Akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi dalam kebudayaan sebagai
akibat adanya kontak antar kebudayaan yang berlangsung lama.Hal ini terjadi apabila
ada kelompok-kelompok individu yang memiliki kebudayaan berbeda saling
berhubungan secara langsung dan intensif. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya
perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan pada salah satu atau kedua
kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan kebudayaan akibat adanya proses akultrasi
tidak
mengakibatkan
terjadinyan
perubahan
total
pada
kebudayaan
yang
18
(berintegrasi) dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang lama
menjadi hilang.
Manusia akan terus berkembang menjadi lebih komplek kebudayaannya dari,
segala dimensi termasuk agama. Apakah perubahan itu menjadi lebih buruj dari
sebelumnya ataukah menjadi lebih baik. Yang telah menjadi sebuah kebudayaan
dalam perkembangan manusia dalam dimensi ruang dan waktu yang secara lambat
laun akan mengalami perubahan yang dianggap dapat memberikan nilai-nilai tambah
bagi
mempercayai satu Tuhan dan kemudian meyakini satu agama yang menjadi
perubahan bagi komunitas itu sendiri, khususnya dalam hal kepercayaan dan budaya.
(Darori Amin 24:2000).
Perubahan kebudayaan utamanya dalam hal kepercayaan dapat terjadi dengan
pranata sosial dan mungkin dapat berubah mengalami pergeseran termasuk tradisi
kepercayaan yang sifatnya statis dan tertutup.
berasal dari dalam ataupun dari luar. Perubahan yang berasal dari tradisi sendiri, dapat
disebabkan oleh pelaku atu yang berperan dalam sebuah tradisi tersebut dengan naluri
bahwa dengan adanya perubahan dalam kebudayaan dan kepercayaan mereka dapat
membawa dampak yang baik, dan mersasa bahwa harus ikut berkembang sesuai
dengan perkembangan objektifitas dalam suatu kelompok etnik tertentu (William
Havilland, 1999: 38).
Akulturasi antar suku yang berhubungan dan berbeda kebudayaan biasanya
salah satunya menduduki posisi yang dominan. Begitu pula yang terjadi dalam
akulturasi sistem kepercayaan, salah satunya memungkinkan untuk menghegemoni
19
kebudayaan
Dalam hal ini saya mengumpulkan data dan berbagai informasi dengan
bantuan berbagai literatur, dokumen dan sumber lainnya yang
dianggap relevan dengan objek kajian, guna memperoleh acuan
teoritis.
1.5.3.2 penelitian lapangan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data lapangan , baik yang bersifat
primer atau pun sekunder. Seluruh data yang dikumpulkan akan disesuaikan dengan
permasalahan yang dijadikan lingkup kajian. Untuk itu saya secara langsung
mengadakan penelitian di lapangan terhadap objek yang di teliti dengan melakukan
aktivitas sebagai berikut:
2.4.4
1.5.3.1
21
Dalam hal ini saya mengumpulkan data dan berbagai informasi dengan
bantuan berbagai literatur, dokumen dan sumber lainnya yang
dianggap relevan dengan objek kajian, guna memperoleh acuan
teoritis.
1.5.3.2 Penelitian Lapangan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data lapangan , baik yang
bersifat primer atau pun sekunder. Seluruh data yang dikumpulkan
akan disesuaikan dengan permasalahan yang dijadikan lingkup kajian.
Untuk itu saya secara langsung mengadakan penelitian di lapangan
terhadap objek yang di teliti dengan melakukan aktivitas sebagai
berikut:
1.5.3.2.a Observasi
Yaitu mengamati secara langsung di lapangan mengenai hubungan
kebudayaan dan agama. Observasi dilakukan dengan pola partisipasi,
dalam artian penelitian adalah bagian dari kondisi yang diamati dan
memahaminya dengan baik, tetapi tidak mempengaruhi kondisi
masyarakat (S. Nasution : 2002).
1.5.3.2.b Wawancara (Interview)
Penelitian melakukan wawancara secara langsung dan mendalam
kepada informan. Untuk mendapatkan data yang berhubungan erat
dengan masalah yang di teliti, dalam hal ini penulis menggunakan dua
jenis wawancara yaitu:
22
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Studi Tentang Kepercayaan (Religi)
Sistem kepercayaan atau religi merupakan salah satu unsur universal
kebudayaan. Dimana setiap suku bangsa yang ada di dunia ini mempunyai system
kepercayaan masing-masing serta adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Pada dasarnya tanah air kita terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat
istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda serta beragam, tidak terlepas dari hal dari
kepercayaan baik dari segi agama ataupun kepercayaan lokal salah satunya yaitu suku
kaili yang berada di Salena masih mempercayai terhadap hal-hal gaib seperti leluhur
atau roh yang dianggap berada di sekitar tempat tinggal mereka saat ini.
Dari aspek kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti upacaraupacara adat yang menjadi kebiasaan atau kepercayaan lokal warga salena, meskipun
telah beragama Islam tetapi masyarakat Salena masih saja taat dan menjalankan
tradisi-tradisi yang turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sehingga
24
masih tetap menjaga tradisi tersebut sebagai kearifan lokal, sebagai pertanda bahwa
adat menjadi menjadi elemen penting dalam kehidupannya dan juga sebagai
Seperti tulisan (Nurdjamilah, 2013 : 23) pada Etnik Tau Taa Wana di
kecamatan Ulubongka Kabupaten Tojo Una-una yang masih percaya dengan tradisitradisi leluhur yang mana hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat karena begitu kuatnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
kebudayaan daerah yang dilakukan misalnya upacara-upacara adat seperti mengobati
orang sakit dan upacara-upacara perkawinan. Munculnya keyakinan ini diakibatkan
oleh tradisi lisan yang bersumber dari orang dulu melalui pewarisan budaya yang
diturunkan secara turun-temurun oleh para orang tua dahulu. Salah satu system
kepercayaan masyarakat desa Tau Taa Wana yang melakukan penymbahan terhadap
pohon yang mereka anggap ro-roh arwah nenek moyang bersemayam dipohon
tersebut.
Selain iru, hasil penelitiannya mengenai sistem kepercayaan pada masyarakat
(Koetjaraningrat 1987 :91) mengemukakan pendapatnya bahwa terjadinya hubungan
anatara manusia dengan alam gaib dikarenakan adanya getaran jiwa seseorang yang
mendorong untuk percaya dengan kekuatan yang dimiliki suatu yang dianggap
keramat ataupun benda-benda yang dimiliki penghuni.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Armindo dalam skripsi (Imran
Arbi : 2006) terhadap suku Samoro yang sebagian besar masyarakatnya memeluk
agama Katolik namun masih ada sebagian dari mereka yang masih aktif
menyelenggarakan upacara-upacara yang diwariskan nenek moyang dan leluhurnya
secara turun-temurun seperti upacara kematian, upacara panen, upacara mau
25
menanam, upacara memberi sesaji pada rumah Lulik dan masih ada yang menyimpan
benda-benda pusaka yang disebut benda-benda Lulik yang ( dikeramatkan)
dan
26
yang
diusahakan oleh manusia untuk mengenai masalah-masalah penting yang tidak dapat
dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya.
Untuk mengatasi keterbatan itu orang berpaling kepada manipulasi mahluk dan
kekuatan supranatural ( William A. Haviland 1985 :192).
Penegertian ini mengandung suatu maksud bahwa manusia tidak dapat
mengatasi masalah-masalah serius yang menimbulkan kegelisahan mereka, maka
manusia berusaha mengatasinya dan dapat memanipulasikan mahluk dan kekuatan
supranatural. Dari aspek inilah agama dapat diposisikan sebagai bagian dari
27
kebudayaan, dalam artian bukan budaya melaikan keduanya berjalan dengan samasama dalam suatu komunitas yang masih taat akan adatnya dengan mencari sebuah
kerasian, keseimbangan yang tujuannya sama.
Perilaku beragama adalah suatu cara menghubungkan antara manusia dengan
Tuhannya yang disebut Ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia
kepada Tuhannya . selain itu agama juga memiliki konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran
tentang ajaraan-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau
disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama
mengajarkan tolong-mrnolong terhadap sesame manusia. Disetiap ajaran agama
diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antar mahluk hidup engan
lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya
Perilaku sesorang beragama itu mau menerima, memberikan bimbingan dan
pengajaran dengan perantara petugas-petugasnya seperti Nabi, Kiai, Imam, Guru
Agama dan lainnya, baik dalam upacara keagamaan, khotbah, renungan pendalaman
rohani, ceramah agama, dan sebagainya. Bahwa setiap manusia menginginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini hanya bias mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu yang sacral dan mahluk
tertinggi atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Ny. Sehingga yang dalam hubungan
ini manusia percaya dapat memperolh apa yang ia inginkan. Agama sanggup
mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan
dan penyucian batin ( John Muray, 1903 : 421).
28
saat
upacara
keagamaan
dijalankan,benda-benda
dan
alat
upacara,orang- orang yang melakukan dan memimpin upacara. Upacara- upacara itu
sendiri banyak juga unsurnya,yaitu bersaji,berkorban,berdoa,makan bersama makanan
yang telah disucikan dengan doa,berpuasa.
Ritual-ritual itu sendiri banyak juga unsurnya yaitu : bersanji, berkorban,
berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci,
nyanyian-nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci,
berpuasa, mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan
mabuk, bertapa, bersemedi. (Koentjaraningrat , 2000 : 378)
Menurut Geoffery Parrinder, yang dikutip oleh Zakiah Daradjat dkk, dalam
skripsi Nurlaela 2009 : 27) dalam penelitiannya mengenai pemujaan terhadap orangorang yang telah meninggal atau telah mati terdapat disemua masyarakat. Karena itu
kepercayaan terhadap hiduo setelah mati ini bersifat universal dan merupakan salah
satu bentuk kuno dalam kepercayaan dikalangan suku-suku primitive. Di Cina
pemujaan dan penyembahan terhadap para leluhur adalah pemujaan yang sangat kuno
dan merupakan salah satu unsur yang palig diutamakan dalam agama Cina. Di yunani,
terdapat kepercayaan bahwa arwah leluhur tinggal di makam-makam dan memiliki
kekuasaan atas baik dan buruk, sakit dan mati. Begitu pula di Jepang, Mesir,
Babylonia, Eropa, termasuk suku-suku di Indonesia. Praktik pemujaan terhadap
leluhur yang diantaranya dilakukann dengan persembahan korban atau pemberisn
sesajen, memang tidak selalu dilakukan di pohon. Dalam krbudayaan tertentu arwah
leluhur itu dipercaya bias ada dimana-mana, dihutan-hutan, kampug, sawah, makam,
29
30
setiap
sistem
ritual
keagamaan
terdapat
beberapa
macam
dengan natural, profane dan aktivitas ekonomis sehari-hari. Karena sesuatu di percaya
sebagai hal yang sakral, maka perlakukan kepadanya tidak boleh seperti benda-benda
biasa. Ada tata tertib tertentu yang harus dilakukan dan nada pula larangan atau
pantangan yang harus dihindari (Agus Bustamin: 2005 :98).
C. Studi Tentang Islam Sinkretis
Sistem budaya yang menggambarkan antara budaya islam dan budaya lokal,
budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu genre suatu keagamaan yang sudah
jauh dari sifatnya yang murni. Kelompok ini amat permisif terhadap unsur budaya
lokal, oleh karna kebudayaan itu dinamis maka budaya sinkretis juga dinamis.
Sebagai contoh, budaya sinkretis yang di wujudkan antara lain dalam bentuk tradisi
31
slametan, tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji,ngalap
berkah, cari dukun, dan seterusnya, dari dulu hingga sekarang tidak sama. Orang
sekaran mengetahui tradisi slametan, yasinan, tahlilan, danziarahadalah apa yang
terlihat sekarang, mereka tidak mengetahui bahwa tradisi tersebut sebenarnya telah
turun-temurun serta mengalami beberapa tahap perubahan.
Islam sinkretis sebagai kebudayaan lokal tampaknya lebih merupakan objek
yang kertekan oleh sistem budaya puritan yang bersifat ekspansif. Namun demikian,
secara substansif Islam sinkretis juga mengimbangi dengan suatu resistensi terutama
yang menyangkut sistem kepercayaan dan istitusi-institusi sosial dalam bentuk kultur
Jawa. Gambaran mengenai pergulatan Islam puritan dan Islam singkretis ini terlihat
cukup nyata di Senjakarta, Klaten.
Budaya Islam Puritan
Sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem kehidupan beragama
Islam yang serba otentik (asli) dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal
dari teks suci. Kelompok puritan berusaha untuk meningkatkan penggalian pustaka
suci dalam bentuk hukum Islam atau dalam rangka pemurnian syariah. Syariat
(hukum Islam) merupakan modifikasi dari seperangkat norma tingkah laku yang di
ambil dari Al Quran dan hadis Nabi Muhammad.
Secara kultural, sistem budaya Islam puritan lebih bersifat ekspansif, dalam
arti keberadaanya di anggap sebagai tradisi besar yang terus bergerak memasuki
wilayah tertentu dalam suatu masyarakat yang telah lama memiliki sistem budaya
sinkretis.Dengan demikian, system budaya sinkretis diposisikan sebagai tradisi kecil
yang di haruskan untuk menyesuaikan diri dengan sistem budaya Islam puritan.
32
Benturan Budaya
Keanekaragaman budaya, ras, suku bangsa, etnis, dan golongan di Indonesia
merupakan kenyataan yang tidak dapat di pungkiri. Pada tingkatan tertentu
keanekaragaman itu menimbulkan batas-batas sosial serta menimbulkan keteganganketegangan sosial. Demikian pula keanekaragaman budaya Islam dalam masyarakat
pedesaan di Senjakarta, Klaten, baik yang di bawa oleh kelompok pendukung budaya
puritanisme maupun pendukung budaya sinkretisme telah mempertegas batas-batas
golongan sosial kedua kelompok.Akibatnya, pada tingkat ekstrim, benturan budaya
antara kelompok ini pun tidak dapat dihindari.Dalam situasi seperti itu, prasangkaprasangka menjadi lebih mengemuka dan perpecahan pun terjadi.Aspek-aspek
simbolik pun dapat berfungsi sebagai penambah faktor disintegrasi dalam kehidupan
sosial.
Dari beberapa indikasi benturan budaya yang telah terjadi, terlihat bahwa
nilai-nilai budaya yang di miliki kelompok puritan dan sikretis berbeda atau bertolak
belakang. Kelompok puritan berusaha untuk menjauhkan Islam sinkretis, yang
menganggap islam campuran haru di murnikan sesuai dengan kitab suci. Sementara
kaum sinkretis ingin melestarikan sistem budaya yang dimiliki.Oleh karenanya, posisi
kaum puritan adalah sebagai penetrasi atau penekan, sedangkan kaum sinkretis
merespon dengan melawan, maka ketegangan antara dua kelompok sosial tersebut
tidak dapat di bendung.Yang menjadi perhatian ketegangan ini adalah tindakan radikal
keras kaum puritan Muhammadiyah dalam hal melakukan penetrasi. Bukankah
tindakan radikal itu sendiri merupakan gejala sosial yang baru dalam masyarakat ?.
33
Hal ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat Islam sinkretis yang menyatakan
kaum puritan dalam segala forum aktifitasnya bertindak radikal.Contoh tindakan
radikal adalah melarang cara-cara keagamaan kalangan sinkretis yang di anggap
bercampur dengan takhayul, bidah dan kurafat (TBK).
Konsepsi yang berbeda yang dinyatakan oleh (Geertz : 13) mendefinisikan
agama sebagai suatu simbol yang bertindak untuk memantapkan perasaan-perasaan
dan motivasi-motivasi secara kuat, menyeluruh, bertahan lama pada diri manusia.
Jadi, agama adalah sistem simbol yang berfungsi menguatkan dan memberi motivasi
pada diri seseorang melalui pola tindakan berupa konsepsi-konsepsi mengenai aturan
(hukum) dan kemudian mencerminkan pola tindakan yang mencerminkan kenyataankenyataan. Konsepsi inilah yang digunakan oleh Geertz ketika mempetakan
keberagamaan masyarakat Jawa dengan membaginya ke dalam tiga model; abangan,
santri, dan priyayi.
Adapun kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan manusia yang dijadikan
sebagai
pedoman
atau
menginterpretasikan
keseluruhan
tindakan
manusia.
34
35
dan aliran, apakah itu puritan, atau sinkretis, juga tergantung dari sejarah kebudayaan
masyarakat pendukungnya.
Konsep sinkretisme dalam pembahasan ini mengacu pada beberapa pendapat
Mulder (1992) meminjam Concise Oxford Dictionary mendifinisikan sinkretisme
sebagai usaha untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan dan menciptakan persatuan
antar sekte-sekte. Dalam praktik keagamaan pemeluk Islam sinkretis, pernyataan
Mulder ini dilakukan misalnya dengan penghilangan nama Hindu, Buddha, animisme
secara lahiriah untuk di leburkan menjadi satu bersama Islam.
BAB III
Gambaran Umum Lokasi Komunitas Salena Kelurahan Buluri
3.1 Sejarah Buluri
Buluri diambil dari bahasa kaili ledo yaitu bulu yang berarti gunung dan ri
adalah di. Sebelum berganti nama, Buluri berasal dari kata Buuri yaitu Lereng
Gunung yang merupakan tempat pertama bagi masyarakat Buluri. Buuri adalah salah
satu tempat yang dihuni masyarakat yang turun pertama dari gunung tepatnya dari
Lore Bau, Nggolo, dan Ulu Jadi yang semuanya terletak di Pegunungan Loli.
Pada Zaman itu, Buluri adalah merupakan Ibu Kota Kerajaan Loli yang diakui
oleh Pemerintah di dalam Kabupaten Donggala yang berkedudukan di Lore Bau yang
termasuk dalam kota pitu nggota. Sesudah itu turun ke Buluri tepatnya di Lanta yang
orang Buluri pada saat itu lebih dikenal dengan Tempat Pelantikan bagi para Raja-
36
Raja. Adapun Raja Pertamanya pada saat itu adalah Raja Takau yang dikenal pada
saat itu dengan sebutan Madika Lei Mata yang mempunyai istri Nurjia dan
mempunyai 5 (Lima) anak. Dari kelima anak dari Takau (Madika Lei Mata) dengan
istrinya Nurjia, salah satunya juga pernah memerintah pada saat itu yaitu Liku Maria
(Madika Tua) dan Mempunyai keturunan Tandu Malolo dan Siti Lera.
Siti Lera mempunyai keturunan Rusa Rante dan Candiwa yang pernah
diangkat menjadi Kepala Desa, dan kemudian digantikan oleh Lasipi yang merupakan
putra asli dari Buluri sebagai Kepala Desa. Setelah kepemimpinan Lasipi, kemudian
digantikan oleh Saleh yang berasal dari Kabupaten Donggala Di tahun 1960, Saleh
digantikan oleh Tahuni yang juga salah satu putra asli dari Buluri yang kemudian
setelah itu dilanjutkan oleh Puliti yang tidak lain adalah anak dari Tahuni.
Pada tahun 1970 Puliti digantikan oleh Salim Tangu Dea dan kemudian pada
Tahun 1981 s/d 1989, Salim Tangu Dea kemudian digantikan oleh Musu Salagampa
yang pertama kali dilantik menjadi Kepala Kelurahan Buluri.
A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Buluri
Seiring berjalannya Waktu dan perkembangannya Buluri mengalami
perubahan yaitu terbentuknya sebagai Kelurahan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa/Kelurahan yang ditindak lanjuti
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1980 dan Peraturan Daerah
TK. 1 Sulawesi Tengah No. 8 Tahun 1981 dimana Kepala Kelurahan yang
pertama pada waktu itu Bapak Musu Salagampa (Almarhum) yang menjabat dari
tahun 1981.
37
Musu Salagampa
Hasanudin Toto
Pawalangi Nadisu
Drs. Zaenudin
Arwan Parundju
B. Sejarah Salena
Salena yaitu dari kata Sale Na (berjalan dipinggir kuala atau laut), jika
diartikan secara luas, berjalan dipinggir laut artinya wilayahnya yang berada
dipinggiran, wilayah Salena termasuk wilayah yang berada dipinggiran, sebelum
menjadi Nama Salena, nama kampung tersebut yaitu Nggolo, nggolo artinya
menggendong atau digendong , jadi pada saat itu menurut orang tua dulu ada makhluk
halus yang mengangkat batu besar kemudian menggendong batu tersebut untuk
38
dibawa dan ditaruh dikuala (membendung sungai surumana) yang letak sungai
tersebut persisi berada di Salena pada saat ini.
Letak wilayah nggolo pun berada lebih diatas pegunungan dari wilayah salena
dan lama-kelamaan orang-orang yang berada di nggolo, turun-turun maka dari situlah
diberi nama Salena yang artinya berada dipinggiran dan kemudian saat ini Salena
bagian dari kelurahan Buluri yang berada didaerah pegunungan.
Pada tahun 1980-an barulah Salena ini menjadi bagian dari kelurahan Buluri,
awalnya mereka adalah sebuah komitas yang otoritas kepemimpinannya ada pada
ketua adat yang dianggap berpengaruh dan mempunyai wibawa terhadap orang yang
banyak. Maka dari itu orang-orang di Salena pada waktu itu sangat patuh terhadap
adat yang telah ditetapkan oleh tokoh adat.
C. Kondisi Geografi
Kelurahan Buluri yang merupakan salah satu dari Kelurahan yang ada di
wilayah Kecamatan Ulujadi memiliki wilayah seluas 1.414 Ha. Sebagian besar
wilayah tersebut adalah merupakan persawahan dan ladang ditunjang sarana
irigasi yang memadai di Kelurahan Buluri terbagi menjadi 15 RT, dan dari 6 RW
tersebut, lihat tabel ;
NO
1.
NAMA KETUA RT
NAMA KETUA RW
RT 01
Derman
RW 01
Fahrudin Hi.Suduri
39
KETERANGAN
2.
RT 02
Ilham
3.
RT 03
Undi Djuna
4.
RT 01
Rahudin Kendo
5.
RT 02
RW 02
Aziz Delung
Irman
6.
RT 01
Lazim M. Lihawa
7.
RT 02
RW 03
Sudin Tjitjo
Risno
8.
RT 01
Imran. M
9.
RT 02
RW 04
Gazali M.Dinggulemba
Alman
10.
RT 01
Saidin
11.
RT 02
RW 05
Aco
12.
Niko
RT 03
Amirudin
13.
RT 01
Endi
14.
15.
RT 02
RW 05
Suandi
Masuna
RT 03
Tamin
40
Letak Kelurahan Buluri yang masih tergolong berada di tengah Kota Palu
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
-
Luas
Permukiman
29
Ha
Kuburan
Ha
Sekolah
Ha
Masjid
Ha
KPR/BTN
Ha
15
Ha
Sawah/tegalan
48
Ha
Pekarangan
23
Ha
150
Ha
Orbitasi
Melihat dari batasan wilayah Kelurahan Buluri yang berada di sebelah Timur
yang merupakan Sungai Palu, maka sebagian wilayah pemukiman penduduk di
41
Kelurahan Buluri berjauhan dengan Bantaran sungai Palu. Sehingga bebas bencana
banjir.
Letak wilayah Kelurahan Buluri yang berada ditengah Kota Palu merupakan
alternatif untuk dilintasi bagi pengendara kendaraan bermotor untuk mencapai tempat
tujuan mereka. Sehingga dapatlah dibayangkan gambarannya bagaimana udara di
Kelurahan Buluri terutama pada siang hari. Jalan-jalan utama yang ada di wilayah
Kelurahan Buluri hampir
bermotor yang mengeluarkan asap dan gas emisinya ke udara. Kemudian di tambah
lagi dengan adanya perusahaan galian C yang ada di Kelurahan Buluri, sehingga
dapat dikategorikan bahwa udara di wilayah Kelurahan Buluri sudah tercemar walau
masih dalam kategori tercemar ringan.
D. Kondisi Demografi
Seiring perkembangan zaman, maka seiring pula bertambahnya jumlah
penduduk yang ada di muka bumi. Kelurahan Buluri yang wilayahnya terbagi
menjadi 6 RW dan 15 RT memiliki Jumlah penduduk mencapai 6141 yang terdiri
dari 3206 Laki-laki dan 2935 perempuan di Kelurahan Buluri terdapat Keluarga
Sejahtera I yang berjumlah 376 KK, Sejahtera 2 berjumlah 424 KK, keluarga
sejahtera 3 berjumlah 261 KK, keluarga sejahtera 3 plus 79 KK.
Dari data yang didapat oleh Tim penyusun, maka Jumlah penduduk yang ada
di Kelurahan Buluri dapat dikategorikan berdasarkan umur seperti pada table di
bawah ini.
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Buluri berdasarkan Umur
42
No
Umur
1.
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
0 - 04
282
238
520
2.
05 09
511
404
915
3.
10 - 14
415
413
828
4.
15 - 19
376
343
719
5.
20 - 24
468
478
946
6.
25 - 29
487
509
996
7.
30 - 34
473
441
914
8.
35 - 39
400
346
746
9.
40 - 44
305
320
625
10.
45 - 49
259
213
472
11.
50 - 54
183
170
353
12.
55 - 59
137
125
262
10
> 60 Keatas
233
231
464
4.529
4.321
8.760
Jumlah
Jumlah
2.108
Orang
1.561
Orang
Pelajar/Mahasiswa
1.916
Orang
80
Orang
410
Orang
Orang
Kepolisian RI
35
Orang
Perdagangan
74
Orang
127
Orang
Peternakan
Orang
Nelayan/Perikanan
Orang
Transportasi
Orang
Karyawan Swasta
235
Orang
Karyawan BUMN
Orang
Karyawan BUMD
Orang
Karyawan Honorer
129
Orang
74
Orang
Orang
Orang
Orang
Tukang Batu
23
Orang
Tukang Kayu
11
Orang
Orang
Tukang Jahit
14
Orang
Penata Rias
Orang
Penata Rambut
Orang
Mekanik
Orang
Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil
TNI
Petani/Perkebunan
44
Perancang Busana
Orang
Ustad Mubalik
Orang
Juru Masak
Orang
Anggota DPD
Orang
Orang
Dosen
22
Orang
Guru
64
Orang
Pengacara
Orang
Notaris
Orang
Arsitek
Orang
Konsultan
Orang
Dokter
Orang
Bidan
Orang
Perawat
Orang
Apoteker
Orang
Pelaut
Orang
Peneliti
Orang
50
Orang
Pialang
Orang
Paranormal
Orang
Pedagang
110
Orang
Biarawati
Orang
1.624
Orang
Orang
8.760
Orang
Sopir
Wiraswasta
Lainnya
Total
sekitar 30% sedangkan yang paling sedikit adalah masyarakat yang bekerja sebagai
nelayan, pandai besi, buruh, apoteker, pelaut, peneliti dengan jumlah masing-masing
1 atau sekitar 0,1%.
F. Keadaan Sosial Budaya, Ekonomi Dan Pendidikan Masyarakat Kelurahan
Buluri
1. Bidang Agama
Keharmonisan hubungan antara penduduk di kelurahan Buluri salah
satu faktor pendukungnya adalah karena mereka tidak melihat perbedaan agama
sebagai penghambat dalam upaya integrasi dan asimilasi sehingga menciptakan
suasana aman, damai dan tenteram diantara seluruh penduduk walau apapun
agama yang dipeluknya.
Kehidupan beragama bagi masyarakat Buluri dianggap sesuatu yang
sangat penting, karena dengan beragama akan membentuk dan tercipta suasana
yang kondusif dalam suatu masyarakat, selain itu agama juga berfungsi sebagai
pedoman untuk menjalankan kehidupan bagi masyarakat Buluri sehingga dapat
memahami dan mengerti dengan agama lain, karenanya agama diyakini sebagai
penunutun aspek dalama kehidupan para penganutnya yang berada dalam
masayarakat tersebut.
Toleransi beragama yang terjalin dalam kelurahan Buluri nampaknya
berjalan dengan baik, karena dengan adanya rasa toleransi terhadap agama lain
maka akan terbentuklah masyarakat yang aman, nyaman dan tentram karena di
landasi dengan sifat saling menghargai.
46
Untuk lebih jelas bias dilihat pada tabel dibawah yang menjelaskan
orientasi umat beragama di Kelurahan Buluri.
Jumlah Penduduk Kel. Buluri Berdasarkan Agama
Agama
Jumlah
Islam
8.594
Orang
Kristen
130
Orang
Katholik
14
Orang
Hindu
12
Orang
Budha
37
Orang
8.760
Orang
Total
No
Nama Masjid/Mushollah
Jumlah
Lokasi
Ket
1.
Al - Abrar
RT. 01 / RW. 01
2.
Nur Saadah
RT. 02
3.
Nur Yahya
RT. 04
4.
Alamraya
RT. 05
5.
Nurul Yaqin
RT. 06
6.
Nurul Abrar
RT. 07
7.
Nur Huda
RT. 09
8.
Gereja
9.
Pura
47
meskipun kurangnya rumah ibadah bagi agama lain itu tidak mengurangi
pelaksanaan ibadah mereka dan masih tetap juga untuk menjaga sikap menghargai
antar umat beragama.
2
Etnis (Suku)
Sama halnya dengan agama, perbedaan etnispun juga bukan penghambat dalam
upaya menciptakan suasana aman dan damai di wilayah Kelurahan Buluri. Kemajuan
wilayah Kelurahan Buluri justru karena seluruh komponen penduduk di wilayah ini
dapat menerima bentuk perbedaan-perbedaan yang ada yang menjadikan mereka
dapat bekerjasama dalam membangun perekonomian di Kelurahan Buluri.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis
Etnis / Suku
Jumlah
Kaili
3492
Orang
Bugis
1481
Orang
Jawa
921
Orang
Lombok
108
Orang
Madura
Orang
63
Orang
6064
Orang
Tiongkok
Total
3 . Bidang Pendidikan
Dalam upaya memutus rantai kemiskinan di Indonesia, Pemerintah berupaya
memajukan Pendidikan dengan meningkatkan kualitas Lembaga Pendidikan, Tenaga
Pengajar dan tentunya pendidikan gratis bagi masyarakat. selain itu pendidikan
merupakan kebutuhan yang sangat penting karena dapat mengubah sikap dan
perilaku bagi kehipan masyarakat keluruhan Buluri dalam menyongsong masa depan
48
yang lebih baik, dan bisa membatu untuk merubah ekonomi keluarga kearah yang
lebih baik sejahterah.
Di Kelurahan Buluri sendiri yang sebagian masyarakatnya masih tergolong
miskin sangatlah membutuhkan pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia untuk memperbaiki perekonomian keluarga.
Data Pendidikan
Belum Sekolah
Tidak Tamat SD
JUMLAH
1.384
Orang
981
Orang
Tamat SD
1.266
Orang
4.
SLTP
1.538
Orang
SLTA
2.712
Orang
D-2
107
Orang
D-3
139
Orang
10
S-1
556
Orang
11
S-2
68
Orang
12
S-3
Orang
8.760
Orang
T O TAL
Dengan melihat data yang ada pada tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa
pendudukan kelurahan Buluri persantase terbanyak yang belum sekolah yaitu SLTA
dengan jumlah 2712 orang, sedangkan penduduk yang berpendidikan paling sedikit
yaitu Sarjana S 2, dengan jumlah 68 0rang.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sinkretisme Agama Pada Komunitas Kaili Di Salena
Diawal bulan November 2016 saya dan teman saya dengan rasa bimbang dan
sedikit rasa takut karena mendengar isu yang kurang bagus mengenai desa tersebut
yaitu kasus-kasus yang beredar salah satunya kasus Mahdi sekitar tahun 2008 yang
membunuh oknum petugas kepolisian, baru saja terjadi perselisihan antar warga dan
juga diberitahukan oleh paman saya sendiri yang beilau adalah polisi mengatakan :
hati-hati jika akan pergi kesana hal itu membuat saya jadi bimbang dan takut karena
sebelumnya saya belum pernah kesana,
50
51
Saya merasa kebingungan bagaikan orang linglung, entah akan kemana kita
singgah sekedar untuk bernaung dan mencari orang yang mau menerima kedatangan
saya.
Disana sebuah tempat saya singgah , tempat itu adalah pusat kegiatan
masyarakat di salena yaitu Bantaya disana ada 3 orang laki-laki yang sedang duduk
santai dibantaya itu, satu orang yang masih Muda dan dua orang yang sudah tua, saya
permisi kepada mereka untuk numpang singgah sekaligus untuk berteduh.
Mereka melihat dan memandangi kami seolah-olah kami adalah orang asing
yang datang ke kampung dan memasuki dalam lingkungan sosial mereka, dengan
tatapan yang sinis terpancar dari wajah mereka seakan terpuruk sesekali saya
tersenyum dan menyapa mereka, mereka pun merespon dengan gayanya masingmasing, ada yang hanya diam saja, seakan menunjukkan sikap yang tidak suka
dengan kedatangan kami di kampung mereka, namun ada juga yang membalas
dengan senyuman dan mengucapkan iye seperti terpaksa. Mereka terlihat bingung,
lebih-lebih saya sendiri.
Tetapi sebagai seorang mahasiswa antropologi yang ingin belajar dan
professional, hal semacam ini adalah suatu tantangan yang lumrah dan harus bisa
dilewati, saya tetap memasang wajah yang penuh senyum, masuk dalam lingkungan
dan menjadi bagian dari mereka, melakukan pendekatan dengan berbagai cara agar
dapat diterima menjadi satu dengan dianggap sebagai keluarga, (sampe suvu) oleh
mereka.
(suku kaili termasuk suku yang sangat berpegang kuat
dengan sistem kekeluargaan atau kekerabatannya, maka dari itu
mereka akan menerima orang jika mereka anggap sebagai keluarga
52
53
memandangi saya, kecuali Pak Rw dan seorang pemuda yang mengenali saya,
berbagai macam sikap yang mereka tunujukkan kepada saya, sesekali melihat kearah
orang yang sedang duduk dibawah pohon. Ketika saya hampiri suasana pun senyap
seketika mereka diam tanpa bicara , seakan ingin menyapa tapi enggan.
Umumnya di Salena desa dan kampung yang masih jarang berbaur dengan
dunia luar mereka akan berhati-hati terhadap seorang pendatang atau orang asing.
Salena merupakan sebuah pemukiman yang warganya masih kental terhadap budaya
lokal .Saya bersama-sama dengan masyarakat di Salena, dalam kehidupannya
masyarakat disana masih memegang teguh terhadap kepercayaan-kepercayaan yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka, ketika saya berada disana melihat kehidupan
mereka, dalam setiap sendi kehidupan yang mereka jalani, mereka harus taat
terhadap aturan-aturan dan adat yang telah lama menjadi dalam masyarakat di
Salena. Seperti yang saya lihat mereka memakan pinang, dan data yang didapatkan
yaitu mereka melakukan upacara-upacara adat berkomunikasi dengan makhluk yang
tak terlihat sang penguasa alam semesta.dalam kesehariannya masyarakat salena
melakukan ibadah seperti sholat di Masjid, mengaji, puasa dan yang di tuntunkan
oleh agama , mayoritas penduduk Salena adalah Islam.
Dalam beribadah masyarakat di Salena juga menjalankan ibadahnya seperti
masyarakat umat muslim lainnya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh para Ulama
dan tuntunan Syariat Islam. Tetapi dalam kehidupannya warga masyarakat Salena
memiliki ciri khas tersendiri yaitu mereka masih percaya akan kepercayaan lokal
yang telah lama mereka percayai hingga saat ini dan diaplikasikan dalam bentuk
upacara-upacara atau ritual adat yang dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu,
54
55
mempunyai kekuatan luar biasa gaib adalah hal yang sakral dan kita sebagai
manusia yang tak berdaya dan berada dibawah, bermohon agar diberikan berkah dan
kebaikan tatkala juga dalam permohonan tersebut melakukan berbagai macam ritualritual yang berupa penyembahan terhadap makhluk tertinggi diatas sana, mereka
merasa bahwa dalam lingkungan tempat tinggalnya seperti diawasi oleh makhluk lain
yang tak dapat terlihat dengan mata biasa.
Seperti yang diutarakan oleh warga Salena yang menceritakan mengenai
kepercayaan lokal di Salena.
kalo kepercayaan orang tua disini dulu memang sebelum tau
agama, mereka hanya mengambil adat sebagai aturan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, artinya adat yang dulu dipake
untuk mengatur dan hukum yang dipake pada waktu belum
mengenal agama Islam, dan juga memang aturan yang ditetapkan
oleh adat ini tidak bisa dilanggar, kalo sampe dilanggar yaa akan
kena sangsi Gifu dan dilihat dari pelanggaran yang dilakukan, dan
juga jika melanggar hokum adat seperti ghaib, biasa yang
disengaja dan tidak disengaja maka kita punya kampung ini akan
56
terkena imbasnya seperti kekeringan, angin rebut dan bermacammacam yang akan dapat imbasnya, kalo seperti pelanggaran adat
ini satu yang berbuat kesalahan maka semuanya akan kena itu jika
pelanggaran yang membuat PUE TAALA marah, dan sejak saya
lahir agama saya sudah agama Islam, orang tua dulu jika
melakukan sembahyang atau berkomunikasi dengan yang Gaib
(PUE) biasa harus bikin adat dulu, setelah itu baru bisa berbicara
dengan yang gaib
10 Nov 2016)
Dari uraian diats berdasarkan informasi maka saya beranalisa bahwa Mereka
percaya dan yakin dalam kehidupan membutuhkan adanya suatu sistem keyakinan
atau agama sebagai naunga dan pedoman untuk mengatur kehidupannya sesuai
dengan apa yang diyakini, sesungguhnya agama mampu untuk menjadi pedoman
kehidupan bagi manusia, utamanya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
diperlukannya suatu kepercayaan agama dan banyak hal yang diperlukan kepada
suatu kepercayaan yang dianggap sakral, seperti halnya masyarakat di Salena mereka
yakin dengan agama dan kepercayaan mereka sehingga dalam aktivitas
kehidupannya tidak terlepas dari kepercayaan lokal yang fundamental dalam
dinamika kehidupan kesehariannya, meskipun mereka belum tau pasti dengan jelas
bagaimana tata cara yang benar untuk melakukan ibadah dengan baik, dan
menimbulkan pemikiran dari kepala mereka sendiri bahwasanya orang yang
melakukan ibadah menyembah Tuhan, dengan memakai media berupa makanan,
sehingga konstruksi yang dibangun dalam pemikiran mereka adalah sembahyang
dengan menggunakan media berupa makanan atau hewan. Merupakan salah satu cara
57
dalam mengaplikasikan diri untuk melakukan ibadah kepada Pue atau Tuhan sebagai
bentuk rasa hormat, patuh percaya akan adanya kekuasaan yang melampaui batas
kekuatan dari mereka yaitu Tuhan penguasa alam semesta yang harus dipercayai dan
patut untuk disembah.
Dinamika berkehidupan dalam
kehidupan mereka tak pernah terlepas dari sistem kepercayaan adat, misalkan dalam
membuka lahan, menanam padi ladang, pengobatan, ritual tahunan dan kepada anak
yang baru lahir. Dalam suatu perkampungan daerah yang memang tidak pernah
terlepas dari sebuah kepercayaan yang sudah mengakar menjadi suau hal yang ganjil
jika kebiasaan tersebut tidak dilakukan lagi.
Anggapan warga salena bahwa sesuatu apapun yang dilakukan dalam
kehidupan ini tidak bisa melewati batas-batas yang telah ditekankan oleh aturan adat
yang tak terlihat tetapi harus dipatuhi, sehingga dalam melakukan kegiatan apapun
itu, baik dalam berkebun, bergaul, bahkan dalam lingkungan sosial mereka, setiap
pergerakan bagaikan diawasi oleh yang maha kuasa, sehingga dalam melakukan
sesuatu apapun mereka berhati-hati, ini merupakan sebuah warisan yang diturunkan
oleh orang tua dulu, berupa kepercayaan, dan sampai saat ini masih tetap dipercaya
dab dilaksanakan.
Berikut adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh salah seorang warga di
Salena :
Menurut
orang
tua
dulu
sebenarnya
di
Salena
atau
58
yang
59
mengkonstruksikan adat sebagai sistem religi atau kepercayaan yang biasa di sebut
dengan kepercayaan lokal, ketika menjalankan ritualisme warga Salena sangat yakin
bahwa makhluk halus Gaib atau Pue (Tuhan) melihat apa yang mereka lakukan.
Sehingga dalam masyarakat manapun, tidak bisa terlepas dari sebuah sistem
religi atau keyakinan tertentu, karena dalam suatu sistem keyakinan nilai-nilai
tersendiri bagi mereka dan kebutuhan bagi setiap manusia maupun masyarakat luas,
moralitas yang dijalankan pada suatu masyarakat atau komunitas tertentu dapat
membedakan antara budaya dan agama, tetapi dalam hal ini agama dipandang
sebagai satu kesatuan yang berkepentingan dalam kehidupan begitu pula terhadap
kebudayaan yang dianggap perlu untuk melestarikan atau menjaga tradisi adat yang
sebagai warisan nenek moyang, bukan hanya itu , adat juga berfungsi dalam
mengendalikan dinamika kehidupan bagi masyarakat suku kaili di Salena, dengan
adanya adat ini, dalam tindakan keseharian mereka dibatasi oleh norma-norma yang
telah ditetapkan oleh adat tertentu yang tidak boleh untuk dilanggar.
Adat termasuk sistem religius bagi sebagian komunitas bahwa dalam
upacara-upacara tertentu terdapat kekuatan yang luar biasa, yaitu kekuatan diluar
kekuatan manusia atau sang penguasa alam. Sehingga kebanyakan dalam suatu
komunitas, adat dan tradisi dipercayai oleh mereka merupakan suatu kepercayaan
yang harus dilakukan dengan harapan agar apa yang di lakukan membuat sang maha
kuasa memberikan apa yang mereka inginkan. agama juga merupakan kesamaan
halnya jika pada komunitas fanatisme terhadap suatu adat yang dianggap sakral,
agama dalam hal peribadatan yang dilakukan menyembah Tuhan, memohon sesuai
kehendaknya. Pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, merendahkan diri
60
untuk memohon kepada sang penguasa, sehingga tidak ada kontradiksi antara budaya
dan agama aupun adat bahkan berjalan bersamaan serasi.
Dalam hal ini agama dan suatu sistem keyakinan yang terdapat dalam
masyarakat Salena juga berperan untuk menciptakan suatu perdamaian bagi
masyarakat dan sebagai alat yang dapat dijadikan sebagai penumbuh rasa solidaritas
untuk menciptakan suasana aman, nyaman dan kondusif dalam kehidupan
bermasyarakat, hal ini yang menyebabkan
Berikut adalah pemaparan yang diungkapkan oleh salah seorang warga
Salena yaitu :
Menurut Pak Like Sando beliau adalah ketua adat di Salena
mengatakan: sebelum kami disini mengenal agama, kami disini punya
kepercayaan yang kepercayaan tersebut kami ambil sebagai aturan
bagi kami, karna masyarakat pada waktu itu belum tau aturan
pemerintah, dalam melakukan sembahyang kami disini hanya tau
begitu saja, dan kita punya acara beribadah beda dengan yang
sekarang ini, kalo dulu itu cara kami ba sembahyang di pondokpondok, kebetulan nenek saya sendiri yang menjadi ketua dalam
sembahyang atau biasa disebut dengan Imam, dilakukan seperti
pondok-pondok begitu, dilapis dengan tikar yang dibikin dari daun
silar, lalu bawa makanan juga untuk persembahan kepada Tuhan,
memang sebelum ada ajaran Islam yang benar, sebutan Allah saja
kami tidak tau, yang biasa kami sebut jika melakukan sembahyang
yaitu: Pue Taala Najadimo Kami, berikan kami rezeki, oh Pue
61
62
mengajarkan tata cara beribadah yang benar, mereka melakukan ibadah atau
sembahyang dirumah, di pondok, disurau dan dialas dengan menggunakan tikar.
63
64
agama Islam di tanah kaili terbilang cukup lama karena membutuhkan proses yang
panjang untuk bisa menyebarkan agama Islam bahkan sampai kepelosok seperti
diwilayah pegunungan Ulujadi, Donggala Kodi, Kabonena, Loli dan sekitarnya.
Sekitar (tahun 1970an), agama Islam mulai disebarkan di daerah pegunungan
tersebut oleh seorang Ulama yang dikenal dengan Pue Alusu, menurut warga Salena
dan warga lainnya yang pernah diajar oleh Pue Alusu, Pue Alusu tidak ditau
identitasnya karena senggang waktu antara penyebaran agama Islam ditanah Kaili
oleh Datok Karama sangat panjang sekali, sehingga fersi penyebaran yang dilakukan
oleh Pue Alusu tergolong belum terlalu lama. Pada waktu itu masyarakat yang berada
di pegunungan ulujadi, khususnya Salena dan sekitarnya masih beragama Kristen,
karena ketika penyebaran agama Islam sekitar abad ke-17 dan 19 yang disebarkan
oleh para Ulama tidak menjamak sampai kewilayah terpencil, sehingga ada beberapa
komunitas masyarakat yang masih beragama lain salah satunya yaitu Salena, yang
pada waktu itu beragama Kristen Balai Keselamatan (BK).
Setelah datangnya Pue Alusu, mulai disebarkan agama Islam kepada para
warga Salena. Yang memang pada waktu itu sudah mempunyai agama lain, tetapi
lambat laun ajaran Islam yang disebarkan oleh Pue Alusu dapat diterima dan
kemudian para masyarakat sekitarnya memeluk agama Islam, kemudian belajar
mengaji, Sholat, Puasa, serta ilmu pengetahuan lainnya tentang tuntunan Islam,
dalam menjalankan dakwahnya Pue Alusu menggunanakan metode yang membuat
warga masyarakat menjadi kagum terhadap apa yang dilakukan oleh Pue Alusu, yaitu
beliau menggunakan kekuatan supranatural baik hendak akan mengajar, ataupun
mengobati orang yang sedang sakit.
65
66
67
supranatural. Dalam kehidupan ini sistem keyakinan merupakan suatu hal yang
terpenting bagi kehidupan manusia, untuk dalam masalah sistem keyakinan suatu
komunitas manapun tidak akan terlepas dari pertimbangan mana yang boleh
dijadikan sebagai landasan sebagai keyakinan.
Seperti uraian yang diungkapkan dari warga Salena tentang sejarah agama
yang ada di Salena.
Menurut Pak Seli; sebelum beragama Islam, kami disini
sudah beragama Kristen, seingat saya dulu itu ada orang asing
bersama dengan seorang pendeta yang naik kesini, kemudian
mereka mengajak orang-orang disini untuk masuk agamanya yaitu
Kristen, karena masyarakat disni dulu belum punya agama,
akhirnya mereka mau memeluk agama itu, tetapi sejak datangnya
ulama-ulama yang menyebarkan agama Islam
maka banyak
68
Dan kami disini juga belajar tentang ajaran Islam mana yang
haram dan mana yang halal Sholat, mengaji, puasa dan lainnya
(wawancara 22 November 2016).
Perubahan yang terjadi dalam sistem keyakinan (agama) pada masyarakat
Salena nampak terlihat dalam kehidupan mereka yang ada pada saat ini, yaitu bentuk
ibadah yang dilakukan seperti yang saya lakukan bersama-sama dengan masyarakat
Salena dalam hal ibadah yaitu sholat, membaca Alquran, berpuasa dan ibadah
lainnya sesuai dengan yang diajarkan oleh pemdakwah dan sesuai dengan tuntuna
syariat agama Islam, kemudian mereka berangsur-angsur mengetahui ajaran agama
Islam dengan baik dan benar berkat para Ulama yang menyebarkan agama Islam
hingga ke Salena. Seperti Pue Alusu, Mangge Rante, Lasanjidi dan Datok Karama.
Salena merupakan suatu komunitas masyarakat yang dominan dan identik
dengan adat atau tradisinya dan masih sangat kental, tetapi saya melihat mereka
sangat antusias dalam belajar tentang agama, disana ada taman pengajian anak-anak
(TPA) dan sesekali orang dewasa pun belajar mengaji, menurut saya hal tersebut
karena merupakan suatu komponen terpenting dalam sebuah kehidupan suatu
masyarakat sebagai landasan dan pedoman untuk menjalani kehidupan utamanya
dalam hal keyakinan terhadap Tuhan semesta alam, hal ini yang menyebabkan
diterimanya secara langsung Agama Islam di Salena tanpa ada unsur paksaan atau
pertentangan yang menolak Agama Islam ketika di Syiararkan oleh para Ulama.
Jadi agama Islam disebarkan oleh para ulama dan pihak-pihak yang
berafiliasi dalam gerakan untuk menyebarkan agama Islam atau PSI, ke tanah Kaili
Palu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Salena sebagai agama , karena
69
mereka berfikir dengan adanya yang sesuai keyakinan yang ada pada diri dan nurani
mereka, akan membawa dan membuat mereka dalam keselamatan dan kehidupan di
masa depan, yaitu masa yang akan datang (alam akhirat)
Selain itu juga hal yang terpenting ketika menyebarkan agama Islam ini, para
Ulama dan cendekiawan muslim lainnya dalam menyebarkan agama Islam atau
agama lainnya yaitu pendekatan terhadap kebudayaan lokal yang ada dalam suatu
komunitas tersebut, dan ketika agama Islam khususnya mempunyai kebudayaan
sendiri, sehingga banyak dari suatu kaum yang masih animis dan fantisme terhadap
sebuah kebudayaan lokalnya akan mengikuti dan masuk dalam ajaran yang dibawa
oleh para kaum Ulama, ketika Islam masuk di dalam suatu komunitas, Islam tidak
hanya mengislamkan orangnya saja, tetapi lebih mengarah kepada pendekatan
budaya yang ada pada komunitas tertentu, dengan begitu suatu warga masyarakat
akan merasa terpanggil jiwanya dan mengikuti ajaran karena sesuai dengan
pemikiran mereka, hal ini yang menjadi dasar mengapa pada masyarakat Salena mau
dan masuk dalam agama Islam, dan juga adanya sikap kagum terhadap suatu
kekuatan yang dianggap ghaib, mempunyai kekuatan Supranatural.
Hadirnya agama, dalam pengertiannya yang umum dimaknai sebagai
kepercayaan terhadap kekuatan/kekuasaan supranatural yang menguasai dan
mengatur kehidupan manusia, yang menimbulkan sikap bergantung/pasrah pada
kehendak dan kekuasaanya dan menimbulkan perilaku dan perbuatan tertentu secara
cara berkomunikasi dengan Tuhan dan memohon pertolongan untuk mendatangkan
kehidupan yang selamat dan sejahterah.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia
tidak diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan
70
manusia mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan
membangun peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan
tujuan. Agama membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap ridaNya melalui amal kebaikan yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan
horizontal (pengabdian sosial).
Perubahan agama yang terjadi dilakukan dengan cara memberi respon
terhadap masyarakat yang mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal
sebelumnya. Transformasi digambarkan sebagai proses perubahan secara berangsurangsur dari bentuk masyarakat yang heterogen menuju suatu persatuan yang luhung.
Secara nyata transformasi sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang merindukan
adanya rekonsiliasi dan integrasi atau terhadap masyarakat yang masih bersifat ragu
dan belum menemukan kebenaran dalam sistem kepercayaan yang mereka anut.
3. Bentuk Adat Dan Budaya Lokal
Dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu tidak bisa terlepas dari suatu
kepercayaan lokal, sistem religi marupakan suatu unsur terpenting dalam suatu warga
masyarakat karena menyangkut masalah keyakinan dan kebudayaan, seperti halnya
pada masyarakat Salena adat dan kebudayaan lokal yang mereka konstrusikan dalam
sebuah kebudayaan yamg dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti upacara adat
adat kelahiran bayi, adat menanam padi ladang, adat perkawinan, adat ritual tahunan,
adat pengobatan, dan adat yang menyangkut dengan kehidupan masyarakat Salena,
dan saat ini masih sering dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Karena mereka
yakin dan percaya bahwa adat-adat tersebut dapat membawa keberkahan yang
menurun rezeki kepada kampungnya, dan menurut mereka bahwa apapun yang
71
dilakukan dalam kehidupan ini, meskipun zaman yang modern menjaga kebudayaan
lokal sangat penting.
Kebudayaan lokal adalah warisan nenek moyang yang dijalani sejak orang
tua dulu dan diturunkan kepada anak-cucunya, sehingga warga Salena menganggap
adat dan kebudayaan lokal sama halnya dengan agama, dua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupannya.
Berikut adalah ungkapan ketua adat Salena mengenai adat mereka
Menurut pak Like Sando: adat disini kami anggap seperti
agama, harus dibikin dan jangan sampai dilanggar, karena apabila
adat-adat itu tidak dibikin dan dilanggar maka kami akan terkena
imbasnya seperti musibah, kekeringan, angin kencang.
dan juga
kalo seperti adat untuk anak kami biasa menyebutnya adat Nokeso,
Nobau, Dan Nojinja ini penting sekali karena kalo tidak dibuatkan
adatnya, anak itu akan sakit, gatal-gatal, keluar air liur, tidak
waras, luka-luka badannya.
Makanya kami disini tetap bikin adat-adat itu, karena ini juga
termasuk peninggalan orang tua dulu, dan saya dipesan oleh orang
tua saya, juga ketua adat, dia berpesan : jaga baik-baik kampung
ini dengan adat .
Berikut adalah uraian bentuk adat dan kebudayaan lokal yang ada pada
masyarakat Salena dan saat ini masih tetap dilaksanakan sebagai kearifan lokal dari
peninggalan nenek moyang.
72
1. Adat Nokeso
Adat Nokeso ini adalah diperuntukkan untuk anak perempuan ketika anak
berusia satu tahun atau bisa juga lebih, adat upacara ini dilakukan agar sianak
terhindar dari hal yang buruk, baik yang secara fisik ataupun psikologi. Secara fisik
anak yang telah diadat nokeso akan terhindar dari penyakit lumpuh, luka-luka, iler,
dsb. Sedangkan dalam bentuk psikologi anak yang sudah dibuatkan adat nokeso ini
akan terlindungi dari penyakit jiwa seperti gila, suka menghayal, dan mereka percaya
akan terhindar dari kejahatan mahluk halus yang jahat.
Terlepas dari itu anak yang sudah dibuatkan upacara adat nokeso ini dianggap
telah menjadi perempuan dewasa, meskipun usianya masih anak-anak dan
mempunyai kedudukan seperti wanita dewasa pada umumnya untuk itu para laki-laki
tidak boleh sembarangan memegang anak tersebut pada bagian-bagian yang
dianggap tabu, karena jika salah pegang maka orang tersebut akan terkena sangsi
gifu (denda adat) yaitu hukum akan yang berlaku di Salena dilihat juga dari letak
kesalahan dan berat pelanggaran yang dilakukan, biasanya pelanggaran paling ringan
yaitu ketika seorang laki-laki memegang badan anak perempuan yang sudah di adat
Nokeso, dendanya yaitu 4 ekor ayam jantan dan jika diuangkan sebesar 400 ribu dan
pelanggaran paling berat yaitu ketika seorang laki-laki dewasa dengan sengaja
memegang daerah intim dan buah dada wanita tersebut, maka denda yang akan
dikenakan 5 ekor kambing beserta dengan mangkok dan piring sebanyak 6 lusin.
Adapun proses upacara adat nokeso yaitu menyiapkan peralatan dan bahan
yang akan dipakai seperti: batu, beras satu liter, pulut putih satu piring, pulut hitam
satu piring, sisir satu ayam kampung untuk diambil darahnya yang ditaruh diatas
73
nampan, kambing sesuai dengan adat yang dipakai, misalkan adat enam, maka akan
menggunakan enam ekor kambing dan alat yang dipakai dalam upacara tersebut,
yaitu piring yang digunakan termasuk piring-piring yang dianggap memiliki relasi
dengan adat dan mempunyai makna tersendiri yaitu: piring pinokaso, piring tafang
kelo, piring kosibata dan gendang sebagai iringan musiknya. Kemudian dilakukan
adat tersebut di dalam bantaya yang dipimpin langsung oleh ketua adat dan dibantu
oleh tokoh adat lainnya kemudian melakukan ritual dan membaca mantra yang
menggunakan Bahasa kaili kuno.
2. Adat Nobau
Upacara adat Nobau ini adalah diperuntukkan kepada anak laki-laki upacara
adat ini dilakukan sebelum anak laki-laki menikah upacara ini merupakan syarat
yang harus dilaksanakan sebagai bentuk bahwa seorang anak laki-laki akan dianggap
dewasa setelah dibuatkan adat Nobau ini dan juga baru bisa menikah setelah adat ini
dibuatkan. Adat Nobau ini juga sama halnya dengan adat Nokeso yang membedakan
hanyalah objeknya yaitu hanya untuk anak laki-laki.
Nobau dilaksanakan sebagai bentuk perwujudan bahwa anak laki-laki
tersebut sudah dewasa dan boleh untuk menikah, karena jika belum dilakukan adat
ini maka menurut kepercayaan mereka, anak tersebut akan susahnya hidupnya,
sempit rezekinya, dan akan dibayang-bayangi oleh roh jahat.
Adapun proses upacara adat nobau sama halnya seperti adat nokeso yaitu
menyiapkan peralatan dan bahan yang akan dipakai seperti: beras satu liter, pulut
putih satu piring, pulut hitam satu piring, , kambing sesuai dengan adat yang dipakai,
misalkan adat enam, maka akan menggunakan enam ekor kambing dan alat yang
74
dipakai dalam upacara tersebut, yaitu piring, dula yang digunakan termasuk piringpiring yang dianggap memiliki relasi dengan adat dan mempunyai makna tersendiri
yaitu: piring pinokaso, piring tafang kelo, piring kosibata dan gendang sebagai
iringan musiknya. Kemudian dilakukan adat tersebut di dalam bantaya yang
dipimpin langsung oleh ketua adat dan dibantu oleh tokoh adat lainnya kemudian
melakukan ritual dan membaca mantra yang menggunakan Bahasa kaili kuno.
3. Adat Nofunja
Adat nofunja adalah adat ritual yang dilakukan pada waktu kampung sedang
dilanda kekering, adat ini biasa dilaksanakan hanya pada waktu tertentu saja, karena
tujuan dari dibuatnya adat adalah untuk meminta hujan kepada Tuhan agar supaya
diturunkan hujan, dalam menjalankan ritual ini biasanya para tokoh adat yang
dipercaya sebagai pemangku berdiri dengan memukul gendang,
kemudian
menyediakan berbagai persembahan berupa satu ekor kambing dan makanan lainnya.
Lalu sang ketua adat akan membacakan sebuah mantra, yang dalam mantra tersebut
meminta agar diturunkan hujan terhadap kampungnya yang sedang mengalami
kekeringan itu.
Adat ini biasa digelar ketika musim kemarau panjang yang menyebabkan
lahan pertanian mereka kekeringan terancam gagal panen, dan sumber air sebagai
elemen penting sudah mulai habis.
4. Adat Ritual Tahunan
Adat tahunan yang dilakukan oleh warga Salena merupakan suatu bentuk
dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan kepada mereka selama satu tahun atas
75
rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan dan juga mengharapkan agar supaya
kampungya terhindar dari bencana, penyakit, kekeringan dan sebagainya.
Adat tahunan ini digelar tiap tahun dan prosesnya dari mulai penyediaan
bahan-bahan seperti kambing jantan yang masih hidup, ayam putih satu pasang, tiga
jenis pulut, buah-buahan dan hasil panenan yang ditaruh didalam perahu kecil, yang
sudah dibuat dipersiapkan untuk pelaksanaan adat tersbut, kamudian ketua dan para
tokoh adat memukul gendang dan membacakan mantra, lalu di hanyutkanlah perahu
itu kelaut.
Menurut mereka setelah dibuatkan ada ini dan dihanyutkan bersama perahu
yang berisi sesembahan, kampungnya akan terhindar dari segala macam bentuk
bencana dan kejahatan, karena bagian makhluk halus sudah diberikan.
Adat dan kebudayaan lokal yang telah diyakini akan terus dilaksanakan
secara turun temurun untuk menjaga kearifan lokal dan menjaga kampung dari
berbagai macam kejahatan dan bencana. Karena akan fatal akibatnya jika tidak
dilakukan, seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga
menurut pak Yunu ketua adat 2 :kalo tidak dilakukan adat ini maka
kami akan mendapatkan kutukkan dari Pue Taala atau arwah nenek moyang
kami, karena adat ini sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan, makanya
kami disini tetap melakuan adat kebiasaan yang kami lakukan ,karena kami
takut untuk melanggar amanah yang diberikan orang tua kami, kutukkan yang
kami dapatkan apabil tidak melakukan adat ini penyakit, kekeringan, bencana
dan kelaparan (wawanvara: 24 November 2016) .
76
Melihat dari uraian tersebut perlu dipahami bahwa untuk menghadapi tahap
pertumbuhannya yang baru, maka dalam lingkaran hidupnya manusia juga
memerlukan "regenerasi" semangat kehidupan sosial. Oleh karena itu, rangkaian ritus
dan upacara sepanjang tahap-tahap pertumbuhan oleh banyak kebudayaan sangatlah
penting, misalnya dalam upacara hamil tua, , upacara memotong rambut pertama, ,
upacara penyentuhan si bayi untuk pertama kali, upacara sunatan, upacara
perkawinan, upacara kematian dan sebagainya.
Suatu kebudayaan, dalam tataran praksisnya diungkapkan dengan upacaraupacara yang merupakan perilaku pemujaan atau ketaatan yang dilakukan untuk
menunjukkan komitmen terhadap suatu kepercayaan yang dianut. Dengan upacaraupacara tersebut, orang di bawah keadaan dimana getaran-getaran jiwa terhadap
keyakinan mereka menjadi lebih kuat dari dalam. Dengan demikian, upacara
tradisonal pada dasarnya berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan
kekuatan lain yang ada di luar diri manusia.
Dalam sebuah sistem kebudayaan lokal yang berupa masih dijalan hingga saat
ini yang ada di dalam komunitas warga Salena yaitu rekonstruksi dari kepercayaan
orang terdahulu terhadap keyakinan. Integrasi yang terjadi di Masyarakat diasumsikan
sebagai tindakan yang benar Karen dalam kegiatannya sistem keyakinan adalah
symbol kesakral kekuatan gaib yang berasal dari sang penguasa, sehingga dalam
pemikiran masyarakat tersebut, bahwa suatu adat dan kebudayaan adalah sakral, sama
halnya dengan agama.
4. Dinamika Kehidupan Beragama
a. Pengetahuan Tentang Agama
77
tertentu tak
terlepas dari suatu sistem keyakinan (agama) sebagai landasan dan pedoman dalam
menjalan kehidupannya sehari-hari, bukan hanya samapai disitu saja, tetapi juga
dalam keagamaan, diperlunya suatu pengetahuan yang baik dan benar, agar
pelaksanaan ibadah dan aturan-aturan agama dapat terealisasikan dengan baik sesuai
dengan tuntunan ajaran agama.
Dalam kehidupannya, masyarakat Salena menjalankan peribadatan sesuai
dengan apa yang diperintahkan dan disyariatkan dalam ajaran Islam seperti sholat,
puasa, mengaji dan ibadah lainnya, ini karena pengetahuan mereka terhadap Islam
yang sudah semakin mangtap berkat adanya para ustad dan pendakwah yang datang
ke Salena untuk memberikan ceramah-ceramah kepada masyarakat Salena, sehingga
lambat laun mereka akan mengetahu dan menambah keimanan dalam dirinya. Yang
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saat memang terlihat dengan
sangat jelas perubahan mengenai pemahaman-pemahaman warga Salena terhadap
agama Islam, dan meskipun sebagian dari penduduk masyarakat belum terlalu paham
betul dengan Islam, tetapi dalam batin mereka Islam adalah agamanya sampai
matipun akan terus memeluk Islam.
Seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga Salena yang bernama
Yori : bagi saya pribadi Islam sudah mendarah daging dalam diri,
sekalipun saya belum tau sepenuhnya tentang Islam, tapi saya
yakin dengan
selamat dunia akhirat, Islam harga mati yang tidak bisa digantikan
(wawancara 25 Nov 2016)
78
Menurut analisa saya bahwa agama Islam dalam bagi kehidupan masyarakat
Salena memang sudah menjadi fundamental bagi tiap individu yang memeluknya
dengan keadaan dan dalam kondisi apapun manusia tidak akan pernah lepas dari
sebuah sistem yang mengatur kehidupannya, utamanya dalam suatu sistem keyakinan
terkait dengan hal tersebut perlunya pengetahuan tentang Islam dengan baik benar
agar supaya tidak salah dalam menjalankan amalan sesuai dengan apa yang
dianjurkan oleh agama Islam.
Dalam hal ini pengetahuan tentang agama Islam pada masyarakat Salena
harus ditanam sejak anak-anak usia dini, karena anak-anak merupakan suatu
regenerasi penerus bagi kehidupan warga Salena dimasa depan, selain itu pentingnya
pengetahuan tentang agama yang diajarkan kepada anak-anak merupakan modal bagi
sianak agar hidupnya menjadi lebih baik karena mengikuti aturan-aturan, sarana yang
digunakan warga Salena untuk belajar Agama beberapa tempat yang pertama ada
sekolah sebagai basis pendidikan intelektual dan yang kedua ada taman pengajian
anak (TPA). Dari kedua kedua tempat ini, yang paling sering digunakan dalam
belajar dan mengajarkan agama yaitu TPA, karena tempat ini memang sudah dibuat
khusus untuk anak-anak belajara agama, seperti mengaji, sholat, doa-doa dan
lainnya. Melalui TPA ini anak-anak di Salena dapat belajar agama dengan baik,
sehingga membuat ilmu pengetahuan mereka mengenai agama makin bertambah.
Melalui adanya sarana-sarana tersebut membuat didukung pula dengan orang
yang mau mengamalkan Ilmunya seperti Ustad, Ustazah dan guru, sehingga dalam
kehidupannya masyarakat Salena mengambil, mengikuti aturan-aturan yang
79
Seperti uraian yang di ungkap oleh pak Suhaedi: beliau adalah Imam Mesjid
Al-Amanah yang berada di Salena:
Seperti yang kita lihat sendiri pak, masyarakat disini terbilang
cukup bagus kepada agamanya, dalam kesehariannya masyarakat
disini menjalankan ibadah-ibadah seperti sholat, puasa di bulan
Ramadan, mengaji. Alhamdulillah saat ini warga disini sudah
berubah tidak seperti dulu lagi. Yang belum terlalu paham dengan
agamanya (wawancara 26 Nov 2016)
Salah satu faktor yang mendukung hingga pengetahuan masyarakat Salena
bisa mengalami perubahan seperti saat ini yaitu dengan adanya dakwah-dakwah
agama Islam yang berperan dalam pengembangan masyarakat Islam di Salena.
Indikasinya tampak pada aktivitas pengembangan masyarakat, yang meliputi
kelompok binaan dalam suatu komunitas tertentu, dakwah dilakukann dengan cara
mentransformasikan pengetahuan agama dengan metode ceramah dan praktek ibadah,
masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan menyadari akan pentingnya
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dakwahnya para
Ustad dan guru agama melakukan tahapan-tahapan antara lain penjajakan, untuk
menciptakan masyarakat agar mau mengikuti dan mendengarkan ceramah tersebut
dalam pembentukkan pribadi yang shaleh, kecerdasan agama, intelektual, makmur
dan sejahterah.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia
tidak diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan
manusia mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan
80
membangun peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan
tujuan. Agama membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap ridaNya melalui amal kebaikan.
b. Praktek budaya Islam Yang Dijalankan
Sebagaimana sudah diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat di
nusantara ini telah terjadi akulturasi dan asimilasi budaya. Baik dengan budaya
Hindu, budaya Budha, paham-paham animisme dan budaya lokalnya. Dalam suatu
komunitas masyarakat tertentu. Tentunya kebudayaan lokal tidak terelakkan dalam
kehidupannya, sehingga ketika Islam datang di suatu komunitas masyarakat itu,
maka cara yang dilakukan adalah memberi pemahaman yang jelas mengenai ajaran
Islam dan budaya-budaya atau tradisi dalam Islam agar supaya tidak mengakibatkan
akulturasi budaya antara budaya setempat dengan budaya Islam yang datang.
Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya,
bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya Seperti yang kita
lihat saat ini kebudayaan setempat yang tidak sesuai dan dianjurkan dalam Agama
Islam, terkadang sering dikait-kaitkan dengan agama Islam, sehingga dalam
komunitas tertentu muncullah pemikiran bahwa ada budaya-budaya yang dilakukan
adalah sesuai dengan anjuran Islam dan Sunah Nabi, tetapi ada juga budaya-budaya
umat Islam yang dijalankan dalam suatu masyarakat yang sesuai Nabi yang dijelaskan
dalam kitab-kibat Hadist dan juga dari beberapa aliran yang tidak mau menjalankan
tradisi tersebut, dengan anggapan bahwa hal itu adalah Bidah.
Dalam komunitas masyarakat Salena yang kental terhadap budaya lokalnya,
tetapi dalam kesehariannya, mereka juga menjalankan syariat Islam dan juga
81
kebudayaan Islam seperti umat Islam pada umumnya, kebudayaan Islam yang biasa
dilakukan pada komunitas masyarakat ini seperti Maulid Nabi, Ziarah kubur dan
Tahlilan. Masyarakat Salena dikenal dengan kuatnya kebudayaan lokal, sehingga
suatu hal yang bersangkutan budaya akan mereka lakukan terlebih dalam hal ini
menyangkut dengan agamanya.
Seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga Salena
Menurut pak Seli : kami warga disini ini pak, biasa melakukan
tradisi-tradisi Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Ziarah kubur,
Tahlilan. Dan memanh tradisi itu kami anggap penting karena
menurut kita disini tradisi itu tradisi Islam, karena ada nilai-nilai
tersendiri bagi kami, seperti kebersamaan, rame-rame datang di
Mesjid ketika ada acara maulid Nabi kemudian mendengarkan
ceramah, ada juga tradisi Islam yang lain dijalankan disini kayak
Tahlilan, kalo tahlilan ini pak, perlu karena mengundang orang
makan, baca yasin, baca doa untuk orang yang sudah meninggal
supaya diringankan siksa kuburnya (wawancara 26 Nov 2016).
Terkait dengan urain diatas mengenai tradisi Islam yang dijalankan dalam
komunitas masyarakat salena. Menurut saya tradisi Islam yang mereka lakukan adalah
hasil tangkapan yang diajarkan oleh para sebagian Ulama dan Ustad dan juga
lingkungan sekitar. Karena dalam metode dakwah yang dilakukan bermacam-macam,
Islam juga bersifat terbuka terhadap budaya lokal bahkan Islam meragkul budaya
sebagai salah satu cara untuk menyebarkan dan mengembangkan agama Islam
dikalangan masyarakat.
82
Tidak ada satu agama pun yang bebas dari tradisi panjang yang dihasilkan
oleh masyarakat yang warganya menjadi pemeluknya. Oleh karena itu, Islam yang
dipahami dan dijalankan oleh suatu etnis atau suku pada batas tertentu bisa jadi tidak
sama dengan Islam yang dipahami dan dihayati oleh suku lainnya. Begitupula
kemudian dalam wilayah yang lebih luas, Islam yang dihayati orang-orang Timur
Tengah, sampai batas tertentu, berbeda dengan Islam yang dihayati bangsa Indonesia.
Meskipun diakui bahwa terdapat persamaan dalam kesemua varian Islam terkait
dengan prinsip-prinsip dasarnya, namun dalam praktiknya terdapat banyak variasi
oleh karena adanya sentuhan budaya masing-masing wilayah.
5. Sinkretisme Agama Pada Komunitas Masyarakat Salena
Sebelum kita membahas mengenai sinkretisme agama yang terjadi pada
komunitas kaili di Salena, Sinkretisme merupakan suatu percampuran dari
beberapa paham yang bertentang tidak searah, kemudian menjadi
berjalan secara bersamaan tapi tidak sama, mencari keserasian,
keselarasan untuk mencapai tujuan yang sama.
Di dalam dinamika kehidupan masyarakat Kaili di Salena,
terlihat memang sebuah sinkretisme yang terjadi dalam sistem
keyakinannya seperti terdapat orang-orang muslim yang benarbenar berusaha menjadi muslim yang baik, dengan menjalankan
perintah agama
dengan
dua
hal
tersebut
karena
menurut
mereka
masih
mengandung
pahama
animisme,
dan
setelah
yang
sudah
dijelaskkan
pada
halaman-halaman
84
Menurut pak Seli : budaya dan agama kami anggap dua hal
yang tak terpisahkan dalam kehidupan kami disini, karena agama
sebagai pedoman hidup mengatur kehidupan kami sedangkan
budaya adalah kearifan lokal yang memang sudah mengakar dalam
diri kami disini dan itu ditanamkan dari dalam diri kita sejak
kecil(wawancara 21 November 2016).
Dualisme ini memang tidak dapat dipisahkan dan ada pada agama lokal
maupun agama wahyu. Dalam agama lokal semisal kepercayaan nenek moyang atau
kepercayaan toemik, mereka memiliki dunia ide mereka dan cara-cara mereka
melihat dunia. Lalu apa-apa yang mereka yakini dalam alam piker mereka tersebut
direpresentasikan dalam ritus-ritus.
Sinkretisme berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan dan pertentanganpertentangan yang signifikan antara beberapa paham yang berlainan. Interaksi agama
dengan budaya pada intinya melibatkan suatu pertarungan atau setidaknya ketegangan
antara doktrin agama -yang dipercaya bersifat absolut karena berasal dari Tuhandengan nilai-nilai budaya, tradisi, adat istiadat produk manusia yang tidak selalu
selaras dengan ajaran-ajaran ilahiah. Dengan kata lain, agama memberikan kepada
manusia sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas yang didasarkan bukan pada
pengetahuan dan pengalaman empiris kemanusiaan itu sendiri, melainkan dari otoritas
ketuhanan. Tetapi konstruksi realitas yang bersifat transenden ini tidak dapat
sepenuhnya dipahami dan diwujudkan manusia karena tidak jarang konsepsi yang
diberikan Tuhan itu disampaikan melalui simbolisme dan ambiguitas, yang pada
gilirannya menciptakan perbedaan-perbedaan interpretasi dan pemahaman di antara
individu-individu atau kelompok-kelompok manusia.
85
tersebut tidak terlepas dari penyebaran agama Islam di Sulawesi Tanah Kaili Palu
pada saat agam Islam datang di Sulawesi Tengah sekitar abad ke-17 dan 19, orangorang Kaili yang berada di Lembah Palu ini khususnya yang berada di pedalaman
Jauh dari perkotaan merekonstruksi kepercayaan lokal yang ada paham animisme di
dalamnya, yaitu yang biasa disebut dengan adat dan kebudayaan lokal.
Dan ketika Islam masuk kedalam kalangan Masyarakat Kaili, membuaut
perubahan yang berelasi terhadap sistem keyakinan mereka terdahulu. Keyakinan
hasil pemikiran manusia yang dikontruksikan dalam sebuah keyakinan dan menjadi
adat kebiasaan tradisi, selanjutnya setelah Islam masuk dibawa oleh para Ulama
yang menyiarkan agama Islam pada suku Kaili di Lembah Palu. Para cendekiawan
muslim tersebut menyebarkan agama Islam sampai ke komunitas warga yang
berdiam diatas pegunungan.
Dalam
86
87