Anda di halaman 1dari 87

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat

dan

kebudayaan yang berbeda-beda serta beragam, tidak terlepas dari hal kepercayaan
baik dari segi agama ataupun kepercayaan lokal yang masih mempercayai terhadap
hal-hal gaib seperti leluhur atau roh yang dianggap berada di sekitar tempat tinggal
mereka saat ini.
Sistem religi atau kepercayaan meliputi berbagai aspek kehidupan seperti
sistem kepercayaan, upacara kegamaan, ilmu gaib, sistem religi, terdapat kepercayaan
pada manusia tentang mehluk lain yang menduduki dunia gaib atau supranaturan,
seperti dewa-dewa yang baik maupun yang jahat, roh-roh dan lain sebagainya.
Dari aspek kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti upacaraupacara adat yang menjadi kebiasaan atau kepercayaan lokal, meskipun telah
memiliki agama tetapi masyarakat masih saja taat dan menjalankan tradisi-tradisi
yang turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sehingga masih tetap
menjaga tradisi yang dilakukan sebagai bentuk kearifan lokal dalam suatu komunitas
yang masih menjaga dengan baik terhadap kepercayaan yang diwariskan oleh nenek
moyang mereka, sebagai pertanda bahwa adat menjadi menjadi elemen penting dalam
kehidupannya.
Dalam pandangan yang bersifat objektif bahwa kepercayaan merupakan
bentuk kegiatan atau aktifitas yang sering dilakukan oleh manusia terhadap hal-hal
gaib dan sakral yang dianggap dapat membahayakan atau mengganggu setiap siklus

kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk kepercayaan seperti ini masih banyak sekali


dijumpai di kalangan masyarakat yang hidup di daerah-daerah pedesaan dengan
kehidupan yang bersifat tradisional (Armindo 1991 :35).
Sistem kepercayaan atau religi juga merupakan salah satu unsur universal
kebudayaan. Dimana setiap suku bangsa yang ada di dunia ini mempunyai sistem
kepercayaan masing-masing serta adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Dewasa ini berbagai macam aliran dan kepercayaan dengan macam bentuknya
banyak bermunculan di tengah-tengah masyarakat yang menjadi paham-paham baru
bagi masyarakat, sehingga dengan munculnya berbagai macam aliran tersebut (masa
transisi) dapat membuat kepercayaan lokal atau budaya yang ada dalam suatu
komunitas tertentu mengalami pergeseran atau sinkretime. Dalam dalam kehidupan
sosialnya masyarakat tidak terlepas dari sebuah adat dan kebudayaan lokal,
munculnya doktrin yang dibawa oleh para pendakwah dan perkembangan zaman yang
kian merajut lebih cepat sehingga perubahan dalam suatu masyarakat akan berpotensi
juga terhadap perbauran kebudayaan lokal dan kepercaya baru dan menjadi sebuah
sinkretisme dalam komunitas yang menjalankan agama samawi maupun budaya lokal.
Timbulnya gejala ini merupakan suatu jawaban dari pihak-pihak yang
berafiliasi dalam bidang agama dan menjadi tantangan terhadap tokoh-tokoh agama
maupun tokoh adat, yang akan mempengaruhi masyarakat dalam suatu daerah dengan
cara-cara tertentu. Sehingga tatanan dalam sebuah komunitas masyarakat harus dijaga
dengan baik agar kearifan lokal dalam daerah tertentu bisa terjag dengan baik dan
dapat diturunkan kepada anak- cucu nantinya.

Lahirnya Sinkretisme dalam komunitas Salena karena adanya persebaran


agama samawi (Islam) yang dibawa oleh para Ulama, kepercayaan baru seperti inilah
yang mengakibatkan terjadinya sinkretisme, karena hakikatnya manusia butuh dengan
agama modern atau agama samawi, tetapi dalam kehidupannya mereka juga tak
terlepas dari kebudayaan-kebudayaan lokal.
Agama Islam mulai disebarkan di Tanah Kaili oleh Datok Karama atau nama
aslinya Abdullah Raqie pada awal abad ke-17, yang diperkirakan berasal dari
Minangkabau. Dato Karama, Dato Karama dan para ulama lainnya berdakwah di
Daerah Palu dan sekitarnya, sampai kegunung lalu pada komunitas Salena, Doda,
Kabonena, dan lainnya, masuknya Islam di Lembah Palu diyakini sebagai tonggak
awal modernisasi masyarakat Sulawesi tengah. Karena dengan masuknya Islam,
dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh para ulama mengakibatkan perubahanperubahan dalam konstruksi berpikir terhadap budaya lokal dan agama Samawi.
Masuknya agama Islam di Sulawesi Tengah khususnya di Salena
menyebabkan terjadinya perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat di salena
yang dihuni oleh etnis kaili yaitu Kaili. Dalam perubahan tersebut yaitu dari segi
pengetahuan tentang agama maupun cara-cara yang dilakukan ketika menjalankan
peribadatan maupun dalam kehidupan bermasyarakat, selain itu perubahan dalam
sistem religinya seperti menjalankan ritual khusus adat yang diadakan pada waktuwaktu tertetntu, dalam kesehariannya mereka juga menjalankan perintah yang
dianjurkan oleh Islam. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dualisme kepercayaan
yang semuanya itu mempunyai tujuan yang sama, karena dengan masuknya Islam
dapat memberikan ajaran dan pengetahuan-pengetahuan terhadap tata cara beribadah
dengan benar ataupun pengetahuan kebudayaan tentang Islam.

Sehingga agama Islam dan kebudayaan lokal dapat berjalan dengan bersamaan
dan menjadi elemen yang penting dalam kehidupan mereka, yaitu dimana orang di
Salena memandang bahwa agama penting untuk mengatur dam sebagai pedoman
hidup cara untuk berkomunikasi dangan Tuhan (Allah Taala) dengan beribadah
seperti sholat, puasa dll. Seperti yang telah disyariatkan dalam Alquran, sedangkan
adat juga penting bagi kehidupan mereka, karena adat adalah sebuah warisan yang
harus dijaga sebagai kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai tertentu .
Bentuk sinkretisme dalam masyarakat Salen yaitu , bisa di lihat dalam
upacara-upacara adat yang biasa mereka lakukan dalam upacara adat dan ritual-ritual
yang turun-temurun dari nenek moyang mereka dan sampai saat ini tetap dilakukan,
seperti adat dalam perkawinan, upacara pengobatan, upacara melahirkan, upacara
meminta hujan, upacara meminta agar dijauhkan dari bencana dll. Adat-adat dan
upacara terbseut masih tetap dilakukan sampai saat ini meskipun sebagian besar dari
mereka yang telah mengaku beragama Islam dan bahkan sudah menjadi mayoritas
muslim secara keseluruhan, mereka tetap mempertahankan tradisi atau adat yang
telah menjadi kebudayaan lokal.
Sistem upacara yang di lakukan merupakan suatu perwujudan dari bentuk
religi dan agama yang pada hakikatnya menjadi salah satu bentuk kebudayaan,
perwujudan dari kebudayaan dan sistem kepercayaan ini menjadi hal yang mendasar
dalam masyarakat Salena, sehingga dalam kehidupan yang mereka jalani tak akan
terlepas dari pengawasan adat atau makhluk lain.
Kuatnya pengaruh kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme

atau

kepercayaan mereka terdahulu. Sehingga Komunitas Salena dalam Kegiatan

tradisionalnya masih melakukan kegiatan supranatural yang mengandung Animisme.


Masyarakat Salena biasanya mengadakan upacara adat yang sudah menjadi tradisi
turun temurun sejak dahulu seperti, Nokeso, Nobau, NoMuja dsb. Adat upacara ini
masih berbau dengan hal-hal animisme dan tetap dilakukan kemudian menjadi sebuah
tradisi kebudayaan lokal yang terus menerus dilakuakan karena mempunyai fungsi
sosial untuk mengintensifkan solidaritas dan memberi nilai dalam sistem budaya pada
masyarakat tersebut.
Peninggalan kepercayaan nenek moyang mereka pada umumnya dipandang
sebagai benda-benda keramat. Manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tertentu
dipandang sebagai suci, keramat dan bertuah . begitu juga kuburan-kuburan ataupun
petilasan-petilasan, hari-hari tertentu , dipandang memiliki barokah atau juga bisa
membawa kesialan. Barang-barang, benda-benda ataupun orang-orang keramat itu di
pandang sebagai penghubung ( wasilah) dengan Allah, itulah menjadi salah satu
proses sinkretisme (Supriyadi 2008: 184). Atas dasar hal ini,maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan mengankat judul : Sinkretisme Agama Pada
Komunitas Kaili Di Salena Kelurahan Buluri Kecamatan Ulujadi
1.2. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang tersebut, maka penelitian difokuskan :
1. Bagaimana sinkretisme agama pada komunitas Kaili di Salena ?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan sinkretisme agama pada komunitas
Kaili di Salena ?
1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.3`1 Tujuan Penilitian :

1. Untuk mengetahui bagaimana sinkretisme pada komunitas Kaili di Salena.


2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab sinkretisme pada komunitas
Kaili di

Salena.

1.3.2 Kegunaan Penelitian


Dari hasil ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak :
1. Secara khusus penelitian ini diarahkan pada penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana antropologi sosial.
2. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi salah satu referensi untuk
menambah wawasan bagi mereka yang berminat terhadap kajian
antropologi khususnya mengenai sinkfretisme atau upacara adat yang
mengandung keagamaan, baik pada tingkat mahasiswa maupun pada
tingkat lainnya.
3. Sebagai tambahan wacana ilmiah mengenai sinkretisme dalam upacara
adat keagamaan yang mengonsepsikan relasi antara pengetahuan lokal dan
pengetahuan modern mengenai sistem religi
4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan dan bahan yang
memerlukan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat dan (stake
holder) , untuk menjadi bahan perbandingan atau tambahan study
mengenai upacara ada dan tradisi keagamaan di dalam masyarakat yang
masih menjaga dengan baik kebudayaan dan tradisi ritual religi. Dan juga
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2.3 Kerangka Konseptual


1. Sinkretisme
Sinkretisme adalah suatu proses dari beberapa paham-paham atau aliran-aliran
agama dan kepercayaan. Pada sinkretisme terjadi proses asimilasi atau percampuran

berbagai unsur aliran faham sehingga hasil yang di dapat dalam bentuk abstrak yang
berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan, keselarasan, satu tujuan dan
mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan.
Sinkretisme juga didefinisikan sebagai sebuah proses percampuradukkan
berbagai unsur aliran atau padam, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak
yang berbeda utuk mencari keserasian, keseimbangan.
Maksud dari pengertian diatas yaitu bagaimana antara agama dan kebudayaan
menjadi satu artinya dapat berjalan besama tanpa harus menghilangkan kepercayaan
lama yang terdahulu dan ini menjadi salah tradisi yang telah di laksanakan oleh
komunitas Kaili di Salena.
Secara etimologis, sinkretisme berasal dari perkataan syin dan retiozein atau
kerannynai , yang berarti mencampurkan elemen-elemen yang saling bertentangan.
Adapun pengertiannya adalah suatu gerakan di bidang filsafat dan teologi untuk
menghadirkan sikap kompromi pada hal-hal yang agak berbeda dan bertentangan
(Darori Amin, 2000: 9).
Pada dasarnya sinkretisme merupakan suatu

percampuran dari berbagai

tradisi yang berbeda-beda antar kebudayaan dan agama sehingga mrnumbuhkan


kebudayaan yang baru utamanya dalam siste religi, yang kemudian kebudayaan
tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan dalam suatu komunitas masyarakat
dan lingkungan sosialnya, misalnya perubahan atau pergeseran kebudayaan dalam
bidang

kepercayaan

(religi)

terhadap

tradisi-tradisi

keagamaan

yang

mengakulturasikan antara kepercayaan nenek moyang atau kebudayaan lokal yang di


akumulasikan dengan kepercayaan yang baru dalam sebuah komunitas tersebut.

Anggapang kepercayaan atau tradisi itu digambarkan oleh Geertz sebagai


suatu kebudayaan yang kompleks. Ia menunjuk pada banyak variasi dalam upacara,
pertentangan dalam kepercayaan, serta konflik-konflik nilai yang muncul sebagai
akibat perbedaan golongan sosial atau menurutnya sebagai tipe kebudayaan :
abangan, santri, priyayi (Geertz. 1989 : 9)
Arti kepercayaanitu sendiri ialah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu
itu benar dan dianggap sebagai sesuatu yang asasi bagi manusia itu sendiri sebagai
manusia yang berbudaya tentu saja akan berubah-ubah dalam beragam, baik dari
religi ritualnya maupun dari keteraturan-keteraturan keagamaan lainnya (Bearth.
1988:6).
Menurut (Taylor dalam J Van Baal. 1987 : 34), kebudayaan merupakan
kompleks yng mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat
istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai waga orang, maka
perubahan kebudayaan adalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut.
Pada tataran teoritis terdapat dua konsep penting yang di miliki oleh setiap
agama, yang dapat mempengaruhi pemeluknya dalam setiap interaksi di antara
mereka, yaitu fanatisme dan toleransi. Dua konsep ini selalu di praktikan dalam pola
yang seimbang, karena ketidakseimbangan di antara keduanya akan menyebabkan
ketidakstabilan sosial antar pemeluknya.
Dalam konteks lain, di kutip dari Madilog bahwa bangsa Indonesia
memandang apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat di alam
gaib. Cara pandang ini di sebut-sebut oleh Tan Malaka sebagai logika mistika,
logika ini melumpuhkan karena ketimbang menangani sendiri permasalahan yang di

hadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu
mereka (Masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa.
Konsep sinkretisme dalam pembahasan ini mengacu pada beberapa pendapat
Mulder (1992) meminjam Concise Oxford Dictionary mendifinisikan sinkretisme
sebagai usaha untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan dan menciptakan persatuan
antar sekte-sekte. Dalam praktik keagamaan pemeluk Islam sinkretis, pernyataan
Mulder ini dilakukan misalnya dengan penghilangan nama Hindu, Buddha, animisme
secara lahiriah untuk di leburkan menjadi satu bersama Islam.
Bardasarkan uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwasanya
sinkretisme agama merupakan suatu perbauran dikalangan komunitas masyarakat
yang masih kental terhadap adat dan kemudian bias berbaur dengan agama samawi
(Islam) dalam arti berbaur berjalan secara sama dan memiliki nilai values yang sama
didalam suatu komunitas tersebut hingga keduanya dijalankan bersama-sama dengan
fersi yang berbeda pula.
Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara kelompok-kelompok religious
yang menganut system kepercayaan dan menjalankan upacara-upacara religious, jelas
merupakan ciptaan dan hasik akan manusia. Adapun komponen pertama. Religi
sebagai suatu system merupakan bagian dari kebudayaan tetapi cahaya dari Tuhan
yang mewarnainya dan membuatnya keramat tentu bukan bagian dari kebudayaan.
(Koentjaraningrat, 1946 : 79).
Tradisi ritual tersebut kadang-kadang memang kurang masuk akal. Namun
demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan adalah sikap
dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika. Karena itu, dalam tradisi ritual

biasanya terdapat selamatan berupa sesaji sebagai bentuk persembahan atau


pengorbanan kepada zat halus tadi yang kadang-kadang sulit diterima nalar. Hal ini
semua sebagai perwujudan bakti makhluk kepada kekuatan supranatural.
Rirual keagamaan juga merupakan sarana yang menghubungkan manusia
dengan yang kearamat; inilah agama dalam praktek (in action). Ritual bukan hanya
sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi keterangan, tetapi
juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting, dan yang menyebabkan
krisis sepertin kematian, tidak begitu mengganggu bagi masyarakat dan bagi orangorang yang bersangkutan lebih ringan untuk diderita. Para ahli antropologi telah
mengklasifikasikan beberapa tipe ritual yang berbeda-beda, diantaranya upacara
peralihan (rites of passange), yang mengenai tahapan-tahapan dalam siklus kehidupan
manusia, dan upacara intensifikasi (rites or intensification), yang diadakan pada waktu
kehidupan kelompok yang mengalami krisis, dan penting untuk mengikat orang-orang
menjadi satu. (William A. Haviland, 1999:207).
Sistem budaya yang menggambarkan antara budaya islam dan budaya lokal,
budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu genre suatu keagamaan yang sudah
jauh dari sifatnya yang murni. Kelompok ini amat permissive terhadap unsur budaya
lokal, oleh karna kebudayaan itu dinamis maka budaya sinkretis juga dinamis.
Sebagai contoh, budaya sinkretis yang di wujudkan antara lain dalam bentuk tradisi
slametan, tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji,ngalap
berkah, cari dukun, dan seterusnya, dari dulu hingga sekarang tidak sama. Orang
sekaran mengetahui tradisi slametan, yasinan, tahlilan, danziarah adalah apa yang

10

terlihat sekarang, mereka tidak mengetahui bahwa tradisi tersebut sebenarnya telah
turun-temurun serta mengalami beberapa tahap perubahan. Darosi Amin ( 57 : 2000).
Islam sinkretis sebagai kebudayaan lokal tampaknya lebih merupakan objek
yang kertekan oleh system budaya puritan yang bersifat ekspansif. Namun demikian,
secara substansif Islam sinkretis juga mengimbangi dengan suatu resistensi terutama
yang menyangkut system kepercayaan dan istitusi-institusi social dalam bentuk kultur
Jawa. Gambaran mengenai pergulatan Islam puritan dan Islam singkretis ini terlihat
cukup nyata di Senjakarta, Klaten.
2. Agama
Agama menurut Kamus besar bahasa Indonesia dari segi etimologi terdiri atas
dua kata bahasa sansekerta yaitu A dan Gama. A berarti tidak dan Gama berarti kacau
jadi agama adalah tidak kacau. Agama pada dasarnya adalah sikap dasar manusia
yang seharusnya kepada Tuhan.
Agama mengungkapkan akan diri di dalam sembah dan bakti sepenuh hati
hanyalah kepada Tuhan.

Berbeda dengan iman yang memang dildasarkan pada

kewahyuan Tuhan , agama sebenarnya adalaha hasil usaha dari manusia , yang telah
dikembangkan dalam rangka untuk mengatur berbagai hal yang berhubungan dengan
pengungkapan iman. Dengan dimikian agama itu tidak samalah dengan iman , karena
seseorang yang beragama barulah merupakan sebuah awal dari perjalanan panjang
yang mesti dilaluinya dalam mengarungi dunia rohani yang berhubungan dengan
sesuatu yang gaib atau transenden.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya,
dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari

11

kehidupa. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci

yang

diamaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan menjelaskan alam semesta. Dari
keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas,
etika,

hukum

agama

atau

gaya

hidup

yang

disukai

(https://id.wikipedia.org/wiki/Agama).
Agama juga merupakan salah satu unsur yang terpenting dan sangat
menentukan dalam kehidupan masyarakat, sebab agama dapat membentuk suatu
kepribadian, ahlak dan moral yang baik pada setiap diri insan manusia sesuai dengan
ajaran agamanya masing-masing. Sama halnya dengan masyarakat di Salena dimana
agama dipandang sebagai salah satu faktor yang dianggap penting yang dapat
menentukan perilaku

dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan pemahaman

agama, penghayatan dan pengalaman nilai-nilai ajaran agama dapat mempermudah


proses mencapai tujuan kehidupa.(Endang S Anshari, 5 :1982).
Kehidupan beragama bagi masyarakat Salena nampaknya berlangsung dengan
baik karena mayoritas pendudk Salena beragama Islam, oleh karena itu didalam
kehidupan mereka sehari-hari berjalan dengan baik . sesuai dengan data yang
diperoleh bahwa Salena masih mempunyai adat yang kental dan masih mereka yakini
hingga saat ini, meskipun telah mempunyai namun kegiatan adat yang biasa mereka
lakukan masih tetap dijalankan dan keduanya berjalan dengan baik sehingga terjadi
akulturasi budaya dalam bidang religi pada masyarakat Salena tersebut dan keduanya
berjalan sesuai cara masing sehingga kepercayaan orang tua terdahulu dan diturunkan
kepada anak cucunya masih saja tetap dilakukan sebagai tanda keyakinan bahwa
kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari mereka, selain itu juga untuk menghormati
para leuhur, atau roh-roh yang dianggap masih ada disekitar tempat tinggal mereka.

12

Agama merupakan salah satu unsur yang sangat

menentukan dalam

pembentukkan ahlak dan moral yang baik, khususnya pendidikan ahlak bagi setiap
individu dalam setiap kelompok masyarakat. Oleh Karena itu berusaha secara terpadu
berkesinambungan dalam pembinaannya memerlukan perhatian positif dari unsur
pemerintah, tokoh-tokoh agama sehingga dapat menciptakan kerukunan hidup antar
umat beragama.
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang sadar dengan keberadaanya
masing-masing dan yakin bahwa agama itu sendiri debagai penuntun rohani derta
penunutun jalan menuju kebahagiaan baik dunia maupun di akhirat kelak nanti.
Kepercayaan atau agama berfungsi untuk signifikasi pemaknaan, serta
menawarkan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa dan pengalaman yang
menyimpang dari tradisi.Di samping itu agama juga dapat memberikan suatu kriteria
etis untuk menjelaskan diskontinuitas beberapa kelompok budaya tertentu. Salah satu
cara yang umum di pakai oleh agama adalah melalui ritual. Melalui ritual inilah
dunia sebagaimana yang di bayangkan (as imagined) dan dunia sebagaimana yang
dialami (as lived) di padukan melalui perbuatan perbuatan dalam bentuk simbol.
Agama sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan kemuka bumi pada
dasarnya merupakan pedoman yang signifikan bagi manusia dalam menata
lehidupannya. Agama menjadi penting bagi manusia tidak hanya karena dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang baik, dinamis, egaliter, dan demokratis. Kita
membutuhkan agama karena bahwa hanya dengan pola hidup yang terbingkai oleh
ajaran agama kita dapat membentuk karakter kemanusiaan dan perkembangan
kejiwaan kita yang benar-benar utuh dan stabil. Olehnya agama sedemikian rupa,

13

sebagai grand design pengetahuan dan kemahakuasaan Tuhan, sejalan dengan nilainilai kemanusiaan yang sudah ada pada diri manusia secara fitrawi.
(Aminuddin, 2005 :12).
Bagi Geertz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang
lebih meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu kedudukannya berada
dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta mengembangkan
keteraturan kebudayaan; dan bersamaan dengan itu agama juga mencerminkan
keteraturan tersebut. Seperti dikatakannya (1973:90):
Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk memantapkan
perasaan-perasaan (moods) dan motivasi-motivasi secara kuat, menyeluruh, dan
bertahan lama pada diri manusia, dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi
mengenai hukum/keteraturan (order), dan menyelimuti konsepsi-konsepsi tersebut
dengan suatu aturan tertentu yang mencerminkan kenyataan, sehingga perasaanperasaan dan motivasi-motivasi tersebut, nampaknya secara tersendiri (unik) adalah
nyata ada.
Walaupun pemikiran agama dikatakannya sebagai tidak semata-mata
menstrukturkan kebudayaan, tetapi agama juga dilihat sebagai pedoman bagi
ketepatan dari kebudayaan; suatu pedoman yang beroperasi melalui sistem-sistem
simbol pada tingkat emosional, kognitif, subyektif, dan individual.
Menurut (Geertz, 1973:89): Kebudayaan adalah pola dari pengertianpengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang
ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang
diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia

14

berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka


terhadap kehidupan.
Pentingnya bentuk simbolik selalu diulang-ulang penekanannya dalam tulisan
Geertz, dan diusahakannya untuk ditunjukkan sebagai suatu cara yang dengan cara
tersebut kenyataan-kenyataan sosial dan kejiwaan diberi suatu bentuk konseptual
yang obyektif (1973:93). Simbol-simbol adalah garis-garis penghubung antara
pemikiran manusia dengan kenyataan yang ada di luar, yang dengan mana pemikiran
harus selalu berhubungan atau berhadapan; dan yang dalam hal ini pemikiran manusia
dapat dilihat sebagai suatu bentuk sistem lalu lintas dalam bentuk simbol-simbol
yang signifikan (1973:362).
Dengan demikian sumber dari simbol-simbol itu pada hakekatnya ada dua,
yaitu: (1) Yang berasal dari kenyataan luar yang terwujud sebagai kenyataankenyataan sosial dan ekonomi; dan (2) Yang berasal dari dalam dan yang terwujud
melalui konsepsi-konsepsi dan struktur-struktur sosial. Dalam hal ini simbol-simbol
menjadi dasar bagi perwujudan model dari dan model bagi dari sistem-sistem konsep
dalma suatu cara yang sama dengan bagaimana agama mencerminkan dan
mewujudkan bentuk-bentuk sistem sosial.
Sistem kebudayaan dan sistem konsepsi dengan demikian dilihat sebagai
mempunyai persamaan struktur-struktur dinamik dan begitu juga mempunyai
persamaan dalam hal asal mulanya yaitu dalam bentuk-bentuk simbolik. Peranan dari
upacara (ritual) menurut Geertz, adalah untuk mempersatukan dua sistem yang
paralel dan berbeda tingkat hierarkinya ini dengan menempatkannya pada hubunganhubungan formatif dan reflektif antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu

15

cara sebagaimana masing-masing itu dihubungkan dengan asal mula simboliknya dan
asal mual ekspresinya. Bentuk-bentuk kesenian dan begitu juga dengan upacara,
adalah sama keadaannya dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yaitu
mendorong untuk menghasilkan secara berulang dan terus menerus mengenai hal-hal
yang amat subyektif dan yang secara buatan dan polesan dipamerkan (1973:451).
3. Komunitas
Isitilah kata Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal
dasar komunis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang. Wikipedia bahasa
Indonesia menjelaskan pengertian komunitas sebagai sebuah kelompok sosialo dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki keterkaitan dan
habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat
memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, dan sejumlah
kondisi lain yang serupa.
Soenarno (2002:53), Mendefinisikan Komunitas adalah sebuah identifikasi
dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional,
Komunitas adalah sekelompok otang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar
anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.
Dalam sebuah komunitas suatu etnik tertentu dapat dipengaruhi dengan
berbagai macam hal yang dapat membuat atau mendorong kebudayaan lokal pada
suatu komunitas terjadinya perbauran budaya dan agama , seperti yang terjadi di
komunitas kaili yang

berada di Salena tejadi perubahan dan pergeseran dalam

kebudayaannya yang sebelumnya mereka mempunyai agama lokal atau agama nenek

16

moyang yang dikontruksikan dalam sebuah kebudayaan dan menjadi adat istiadat
dalam sebuah etnis tersebut. Sehingga komunitas kaili yang berada di pegunugan
sampai saat ini mereka masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang telah mengakar
pada diri mereka.
Perubahan dalam kebudayan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian,
lmu pegetahuan,tenologi, filsafat, kepercayaan, religi dan lainnya. Akan tetapi
perubahan tersebut mempengaruhi organisasi sosial dan orangnya. Ruang lingkup
perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosia. Namun demikian
dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan-perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto dalam Ferry Rangi, 2010:33).
Seiring dengan berkembangnya suatu zaman dimana dapat memperngaruhi
juga terhadap sistem kebudayaan yang ada dalam suatu komunitas tersebut
kebudayaan yang dimaksud adalah mengacu pada aspek yang luas salah satunya religi
hal yang paling sensitif dalam sebuah komunitas utamanya dalam sebuah kepercayaan
yang telah menjadi tendensi kedepan mereka, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sehingga terjadinya pergeseran dalam sebuah kebudayaan yaitu:
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam sistem sosial budaya yang
bersangkutan, terutama akibat adanya penemuan baru atau inovasi. Inovasi bisa
berupa penemuan dalam bentuk ide atau gagasan baru, benda-benda atau peralatan
baru. Inovasi tidak semata-mata diakibatkan faktor kecerdasan para penemuannya,
akan tetapi lebih banyak ditetukan oleh faktor kebutuhan hidup yang sangat
mendesak. Misalnya, faktor migrasi baru (pendatang) atau karena faktor kelahiran
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan hidup.

17

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar sistem sosial budaya yang
bersangkutan.Faktor ini timbul akibat adanya kontak denga budaya asing.Prosesnya
terjadi dalam bentuk difusi,akultrasi,asimilasi.
a.Difusi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa difusi adalah proses
penyebaran atau perembesan kebudayaan dari satu pihak ke pihak lain.Pengertian dari
pihak ke satu pihak yang lain dalam hal ini adalah dari kebudayaan yang satu ke
kebudayaan yang lainnya. Defenisi difusi tersebut sejalan dengan defenisi yang
dikemukakan oleh William A.Haviland. Ia menyatakan difusi sebagai penyebaraan
adat atau kebiasaan dari kebudayaan yang satu kepada kebudayaan yang kainnya.
b.Akulturasi
Akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi dalam kebudayaan sebagai
akibat adanya kontak antar kebudayaan yang berlangsung lama.Hal ini terjadi apabila
ada kelompok-kelompok individu yang memiliki kebudayaan berbeda saling
berhubungan secara langsung dan intensif. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya
perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan pada salah satu atau kedua
kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan kebudayaan akibat adanya proses akultrasi
tidak

mengakibatkan

terjadinyan

perubahan

total

pada

kebudayaan

yang

bersangkutan.Hal ini disebabkan kerana adanya unsur-unsur kebudayaan yang masih


bertahan,menerima sebagian atau mengadakan penyesuaian dengan unsur-unsur
kebudayaan yang baru.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses perubahan kebudayaan yang terjadi akibat membaurnya

18

(berintegrasi) dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang lama
menjadi hilang.
Manusia akan terus berkembang menjadi lebih komplek kebudayaannya dari,
segala dimensi termasuk agama. Apakah perubahan itu menjadi lebih buruj dari
sebelumnya ataukah menjadi lebih baik. Yang telah menjadi sebuah kebudayaan
dalam perkembangan manusia dalam dimensi ruang dan waktu yang secara lambat
laun akan mengalami perubahan yang dianggap dapat memberikan nilai-nilai tambah
bagi

masyarakat, lalu bagaimana

akhirnya masyarakat atau komunitas tersebut

mempercayai satu Tuhan dan kemudian meyakini satu agama yang menjadi
perubahan bagi komunitas itu sendiri, khususnya dalam hal kepercayaan dan budaya.
(Darori Amin 24:2000).
Perubahan kebudayaan utamanya dalam hal kepercayaan dapat terjadi dengan
pranata sosial dan mungkin dapat berubah mengalami pergeseran termasuk tradisi
kepercayaan yang sifatnya statis dan tertutup.

Sumber perubahan tersebut dapat

berasal dari dalam ataupun dari luar. Perubahan yang berasal dari tradisi sendiri, dapat
disebabkan oleh pelaku atu yang berperan dalam sebuah tradisi tersebut dengan naluri
bahwa dengan adanya perubahan dalam kebudayaan dan kepercayaan mereka dapat
membawa dampak yang baik, dan mersasa bahwa harus ikut berkembang sesuai
dengan perkembangan objektifitas dalam suatu kelompok etnik tertentu (William
Havilland, 1999: 38).
Akulturasi antar suku yang berhubungan dan berbeda kebudayaan biasanya
salah satunya menduduki posisi yang dominan. Begitu pula yang terjadi dalam
akulturasi sistem kepercayaan, salah satunya memungkinkan untuk menghegemoni

19

sistem kepercayaan lainnya.

Dalam sejarah perkembangannya,

kebudayaan

masyarakat di berbagai wilayah mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur


yang ada. Oleh karena itu, corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya
yang bermacam-macam, seperti animisme, dinamisme, hinduisme, budhisme, dan
islamisme. Maka ketika Islam dipeluk oleh masyarakat suatu wilayah, kebudayaan
dari mereka masih tetap melestarikan unsur-unsur kepercayaan lama dalam berbagai
wujud ritus atau upacara.
2.4 Metode Penelitian
2.4.1 Dasar Dan Tipe Penelitian
Seluruh ramgkaian penelitian ini dilaksanakan bnerdasarkan metode penelitian
kualitatif dengan menggunakan tipr penelitian deskriptif dengan maksud untuk
memperoleh gambaran secara objektif (Moelong, 1994: 23).
2.4.2 Ruang Lingkup Penelitian
2.4.2.1 Lokasi
Adapun lokasi penelitian dilakukan di wilayah Salena Kelurahan
Buluri Kecamatan Ulujadi karena merupakan tempat yang strategis
untuk melakukan penelitian mengenai sinkretisme agama, karena
lokasi tersebut eksotis untuk melakukan penelitian dan untuk mencari
data yang terkait dengan sinkretisme, letaknya tidak terlalu jauh dari
wilayah kota dan berada di daerah pegunugan dan masyarakatnya
masih kental dengan budaya dan juga taat dengan norma-norma yang
berlaku dan upacara adat.
1.5.2.2 Pemilihan Informan
Untuk memperoleh data yang valid dan berbagai variasi maka
informan dipilih secara sengaja (purposive), yakni memilih orang20

orang yang terlibat dalam sinkretisme , tokoh adat dan masyarakat


pendukung lembaga upacara adat serta sumber-sumber yang relevan
untuk memberikan penjelasan secara meyeluruh maupun informan
lainnya sebagai yang lebih mendalam.
Demi mendapatkan informasi atau data yuang mampu menjawab
permasalahan penelitian yang ada, maka saya menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
2.4.3
1.5.3.1

Teknik Pengumpulan Data


Kajian Pustaka

Dalam hal ini saya mengumpulkan data dan berbagai informasi dengan
bantuan berbagai literatur, dokumen dan sumber lainnya yang
dianggap relevan dengan objek kajian, guna memperoleh acuan
teoritis.
1.5.3.2 penelitian lapangan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data lapangan , baik yang bersifat
primer atau pun sekunder. Seluruh data yang dikumpulkan akan disesuaikan dengan
permasalahan yang dijadikan lingkup kajian. Untuk itu saya secara langsung
mengadakan penelitian di lapangan terhadap objek yang di teliti dengan melakukan
aktivitas sebagai berikut:
2.4.4
1.5.3.1

Teknik Pengumpulan Data


Kajian Pustaka

21

Dalam hal ini saya mengumpulkan data dan berbagai informasi dengan
bantuan berbagai literatur, dokumen dan sumber lainnya yang
dianggap relevan dengan objek kajian, guna memperoleh acuan
teoritis.
1.5.3.2 Penelitian Lapangan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data lapangan , baik yang
bersifat primer atau pun sekunder. Seluruh data yang dikumpulkan
akan disesuaikan dengan permasalahan yang dijadikan lingkup kajian.
Untuk itu saya secara langsung mengadakan penelitian di lapangan
terhadap objek yang di teliti dengan melakukan aktivitas sebagai
berikut:
1.5.3.2.a Observasi
Yaitu mengamati secara langsung di lapangan mengenai hubungan
kebudayaan dan agama. Observasi dilakukan dengan pola partisipasi,
dalam artian penelitian adalah bagian dari kondisi yang diamati dan
memahaminya dengan baik, tetapi tidak mempengaruhi kondisi
masyarakat (S. Nasution : 2002).
1.5.3.2.b Wawancara (Interview)
Penelitian melakukan wawancara secara langsung dan mendalam
kepada informan. Untuk mendapatkan data yang berhubungan erat
dengan masalah yang di teliti, dalam hal ini penulis menggunakan dua
jenis wawancara yaitu:

22

a. Wawancara bebas : bertujuan untuk memperoleh berbagai


keterangan dari informan yang sifatnya informative
b. Wawancara mendalam : bertujuan untuk memperoleh keterangan
yang khusus, yang berkaitan dengan masalah yang di teliti dengan
menggunakan pedoman wawancara.
1.5.4 Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik penelitian diatas, maka teknik analisa data yang
digunakan adalah anilisis secara kualitatif yang mencoba memberikan asumsi
atas informasi yang didapat di lapangan serta mengelola data dan informasi
yang mengacu pada pokok permasalahan, kemudian data yang diperoloeh
yang terdiri dari catatan lapangan, artikel, gambar, foto hasil wawancara dan
sebagainya akan dianalisis kualitatif yakni:
a. pertama editing, mengedit data yang diperoleh dari hasil wawancara ,
b. kedua mengelompokkan data, membedakan data dalam kategori mana,
c. ketiga dalam menafsirkan data atau arti, mengartikan simbol-simbol yang
di dapat di lapangan,
d. keempatan merumuskan, menarik kesimpulan dari semua data yang
diperoleh diuraikan dalam satuan uraian dasar. Analisa deskriptif yaitu
teknik yang permasalahan dan objek penelitian yaitu sikap praktik
Sinkretisme Agama Pada Komunitas Kaili Di Salena Kelurahan Buluri
Kecamatan Ulujadi.

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Studi Tentang Kepercayaan (Religi)
Sistem kepercayaan atau religi merupakan salah satu unsur universal
kebudayaan. Dimana setiap suku bangsa yang ada di dunia ini mempunyai system
kepercayaan masing-masing serta adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Pada dasarnya tanah air kita terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat
istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda serta beragam, tidak terlepas dari hal dari
kepercayaan baik dari segi agama ataupun kepercayaan lokal salah satunya yaitu suku
kaili yang berada di Salena masih mempercayai terhadap hal-hal gaib seperti leluhur
atau roh yang dianggap berada di sekitar tempat tinggal mereka saat ini.
Dari aspek kehidupan kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti upacaraupacara adat yang menjadi kebiasaan atau kepercayaan lokal warga salena, meskipun
telah beragama Islam tetapi masyarakat Salena masih saja taat dan menjalankan
tradisi-tradisi yang turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka. Sehingga

24

masih tetap menjaga tradisi tersebut sebagai kearifan lokal, sebagai pertanda bahwa
adat menjadi menjadi elemen penting dalam kehidupannya dan juga sebagai
Seperti tulisan (Nurdjamilah, 2013 : 23) pada Etnik Tau Taa Wana di
kecamatan Ulubongka Kabupaten Tojo Una-una yang masih percaya dengan tradisitradisi leluhur yang mana hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat karena begitu kuatnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
kebudayaan daerah yang dilakukan misalnya upacara-upacara adat seperti mengobati
orang sakit dan upacara-upacara perkawinan. Munculnya keyakinan ini diakibatkan
oleh tradisi lisan yang bersumber dari orang dulu melalui pewarisan budaya yang
diturunkan secara turun-temurun oleh para orang tua dahulu. Salah satu system
kepercayaan masyarakat desa Tau Taa Wana yang melakukan penymbahan terhadap
pohon yang mereka anggap ro-roh arwah nenek moyang bersemayam dipohon
tersebut.
Selain iru, hasil penelitiannya mengenai sistem kepercayaan pada masyarakat
(Koetjaraningrat 1987 :91) mengemukakan pendapatnya bahwa terjadinya hubungan
anatara manusia dengan alam gaib dikarenakan adanya getaran jiwa seseorang yang
mendorong untuk percaya dengan kekuatan yang dimiliki suatu yang dianggap
keramat ataupun benda-benda yang dimiliki penghuni.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Armindo dalam skripsi (Imran
Arbi : 2006) terhadap suku Samoro yang sebagian besar masyarakatnya memeluk
agama Katolik namun masih ada sebagian dari mereka yang masih aktif
menyelenggarakan upacara-upacara yang diwariskan nenek moyang dan leluhurnya
secara turun-temurun seperti upacara kematian, upacara panen, upacara mau

25

menanam, upacara memberi sesaji pada rumah Lulik dan masih ada yang menyimpan
benda-benda pusaka yang disebut benda-benda Lulik yang ( dikeramatkan)

dan

dipercaya mempunyai kekuatan gaib diluar kemampuan manusia.


Seperti halnya daerah lain menganggap bahwa setiap sesuatu yang dianggap
keramat maka akan memunculkan satu bentuk kepercayaan atau anggapan keyakinan
terhadap sesuatu yang dianggap ghaib dan itu merupakan bagian dari aspek kehidupan
dengan alam yang tidak bias dipisahkan, begitu pula dengan etnik Kaili yang percaya
hal-hal tersebut. Ide-ide dan kepercayaan tentang dunia adalah unsur-unsur utama di
dalam kehidupan beragama,praktek-prektek, beragama dan ritualnya dianggap riil,
mereka muncul dari kepercayaan dan bergantung padanya (Edwar B Taylor dalam
Daniel L Pals, 2001 : 191).
Dari pandangan yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa pandangan dan
praktek ritual orang-orang primitif yang mengubur para abdi bersama-sama dengan
para ketua adat merka muncul dari kepercayaan sebelumnya. Selain itu pula
kepercayaan dapat dikatakan sebagai wadah hubungan timbal balik yang kompleks
antara manusia dengan alam gaib hal ini dapat dilihat dari sudut pandang objektif
bahwa kepercayaan adalah suatu bentuk kegiatan penyembahan terhadap hal-hal yang
sifatnya dianggap gaib dan disakralkan satu komunitas masyarakat, sedangkan dari
sudut pandang subyektif kepercayaan merupakan satu bentuk pengalaman hati nurani
dari suatu kehidupan jiwa roh dan alam gaib. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Bart Hole.

26

manusia sadar bahwa disekitarnya ada kekuatan-kekuatan yang bersifat gaib


yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan dan perilaku manusia dan
lingkungan
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dengan adat atau kepercayaan lokal
yang telah lama mereka jalani dalam lingkungan komunitas suatu etnis tertentu
artinya manusia selalu menjaga adat atau tradisi dalam dalam lingkungan sebagai
salah satu bentuk kearifan lokal yang pada komunitas tersebut, sehingga manusia
selalu menjaga hal-hal yang dianggap penting bagi kehidupan dan lingkungan
hidupnya. Sebagai contoh etnis kaili yang berada di Salena meskipun telah beragama
Islam tetapi masih tetap melakukan adat istiadat sebagai bentuk penghormatan untuk
leluhur dan mempunyai nilai-nilai, tetapi menjalankan ibadah sebagaiamana yang
disyaruatkan oleh Islam sehingga terjadi system religi yang disebut Sinkretisme
Agama , Soemarwoto (1991 : 45).
B. Studi tentang keagamaan (emosi dan perilaku keagamaan)
Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku

yang

diusahakan oleh manusia untuk mengenai masalah-masalah penting yang tidak dapat
dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya.
Untuk mengatasi keterbatan itu orang berpaling kepada manipulasi mahluk dan
kekuatan supranatural ( William A. Haviland 1985 :192).
Penegertian ini mengandung suatu maksud bahwa manusia tidak dapat
mengatasi masalah-masalah serius yang menimbulkan kegelisahan mereka, maka
manusia berusaha mengatasinya dan dapat memanipulasikan mahluk dan kekuatan
supranatural. Dari aspek inilah agama dapat diposisikan sebagai bagian dari

27

kebudayaan, dalam artian bukan budaya melaikan keduanya berjalan dengan samasama dalam suatu komunitas yang masih taat akan adatnya dengan mencari sebuah
kerasian, keseimbangan yang tujuannya sama.
Perilaku beragama adalah suatu cara menghubungkan antara manusia dengan
Tuhannya yang disebut Ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia
kepada Tuhannya . selain itu agama juga memiliki konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran
tentang ajaraan-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau
disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama
mengajarkan tolong-mrnolong terhadap sesame manusia. Disetiap ajaran agama
diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antar mahluk hidup engan
lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya
Perilaku sesorang beragama itu mau menerima, memberikan bimbingan dan
pengajaran dengan perantara petugas-petugasnya seperti Nabi, Kiai, Imam, Guru
Agama dan lainnya, baik dalam upacara keagamaan, khotbah, renungan pendalaman
rohani, ceramah agama, dan sebagainya. Bahwa setiap manusia menginginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini hanya bias mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu yang sacral dan mahluk
tertinggi atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Ny. Sehingga yang dalam hubungan
ini manusia percaya dapat memperolh apa yang ia inginkan. Agama sanggup
mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan
dan penyucian batin ( John Muray, 1903 : 421).

28

Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang


menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah tempat upacara keagamaan
dilakukan,saat-

saat

upacara

keagamaan

dijalankan,benda-benda

dan

alat

upacara,orang- orang yang melakukan dan memimpin upacara. Upacara- upacara itu
sendiri banyak juga unsurnya,yaitu bersaji,berkorban,berdoa,makan bersama makanan
yang telah disucikan dengan doa,berpuasa.
Ritual-ritual itu sendiri banyak juga unsurnya yaitu : bersanji, berkorban,
berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci,
nyanyian-nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci,
berpuasa, mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan
mabuk, bertapa, bersemedi. (Koentjaraningrat , 2000 : 378)
Menurut Geoffery Parrinder, yang dikutip oleh Zakiah Daradjat dkk, dalam
skripsi Nurlaela 2009 : 27) dalam penelitiannya mengenai pemujaan terhadap orangorang yang telah meninggal atau telah mati terdapat disemua masyarakat. Karena itu
kepercayaan terhadap hiduo setelah mati ini bersifat universal dan merupakan salah
satu bentuk kuno dalam kepercayaan dikalangan suku-suku primitive. Di Cina
pemujaan dan penyembahan terhadap para leluhur adalah pemujaan yang sangat kuno
dan merupakan salah satu unsur yang palig diutamakan dalam agama Cina. Di yunani,
terdapat kepercayaan bahwa arwah leluhur tinggal di makam-makam dan memiliki
kekuasaan atas baik dan buruk, sakit dan mati. Begitu pula di Jepang, Mesir,
Babylonia, Eropa, termasuk suku-suku di Indonesia. Praktik pemujaan terhadap
leluhur yang diantaranya dilakukann dengan persembahan korban atau pemberisn
sesajen, memang tidak selalu dilakukan di pohon. Dalam krbudayaan tertentu arwah
leluhur itu dipercaya bias ada dimana-mana, dihutan-hutan, kampug, sawah, makam,

29

sampai di rumah dan praktik pemujaannya pun bias dilakukan di tempat-tempat


tersebut, meskipun demikian, kedudukan pohon tetaplah menempati posisi yang
paling penting.
Selain itu dalan satu tulisannya Azyumardi Azra menyebutkan orang-orang
muslim di Banten percaya bahwa Tuhan sangat baik dan tidak akan mengabaikan
mereka, tetapi pada saat yang sama kekuatan-kekuatan jahat dan setan terus
mendatangkan bencana, sehingga mereka terpaksa mengarahkan aktivitas ritual
kepada kekuatan-kekuatan jahat tersebut. Dalam kaitan ini pula terjadi pemujaan
terhadap orang-orang yang telah mati yang dipandang potensial untuk membantu
mereka dalam menghadapi berbagai kekuatan jahat (Azrah dalam skripsi Nurlaela
2009: 29 )
Tujuan dilakukan praktek ritual keagamaan pada umumnya oleh setiap warga
masyarakat dalam suatu komunitas agar mereka mendapatkan kebaikan-kebaikan
yang memberikan manfaat bagi kehidupannya. Salah satu studi yang pernah
dilakukan oleh kalangan orang-orang Trobriand yang mana kesehariannya bekerja
sebagai petani dan pembuat perahu yang pandai dengan wawasan yang baik dengan
teknik yang diperlukannya. Mereka tahu benar apakah pekerjaan itu telah dilakukan
dengan baik ataukah tidak meskipun demikian, nagi digunakan secara besar-besaran.
Walaupun sudah tiga puluh tahun dipengaruhi oleh misi dan pemerintahan orang
Eropa, dan meskipun telah seabad lamanya terus-menerus berhubungan dengan para
pedagang kulit putih, tidak ada kebun yang digarap tanpa upacara magi (Malinowski
dalam J. Van Baal 1987: 69).

30

Pada umumnya mereka mempercayai apabila dilaksanakan akan mendapatkan


kebaikan dari mahluk gaib yang sudah menetapkan system dalam melakukan
penanaman, dan bila tidak dipenuhi akan menyebabkan sesuatu kegagalan dalam
bercocok tanam.
Dalam

setiap

sistem

ritual

keagamaan

terdapat

beberapa

macam

larangan/pantangan/aturan-aturan tabu yang harus ditaati pada saat melakukan ritual.


Larangan atau pantangan tersebut berhubungan dengan sifat keramat dari tempat,
benda dan alat-alat ritual serta pemimpin ritual. Seperti yang dikemukakan oleh
(Vademicun Disjaranita 1994:138) bahwa, munculnya tabu atau pantangan karena
adanya larangan yang bila dilanggar akan menimbulkan hukuman bagi kehidupan
masyarakat.
Ritus berhubungan dengan kekuatan spiritual dan kesakralkan sesuatu, karena
itu istilah ritus dipahami sebagai

upacara keagamaan yang berbeda sama sekali

dengan natural, profane dan aktivitas ekonomis sehari-hari. Karena sesuatu di percaya
sebagai hal yang sakral, maka perlakukan kepadanya tidak boleh seperti benda-benda
biasa. Ada tata tertib tertentu yang harus dilakukan dan nada pula larangan atau
pantangan yang harus dihindari (Agus Bustamin: 2005 :98).
C. Studi Tentang Islam Sinkretis
Sistem budaya yang menggambarkan antara budaya islam dan budaya lokal,
budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu genre suatu keagamaan yang sudah
jauh dari sifatnya yang murni. Kelompok ini amat permisif terhadap unsur budaya
lokal, oleh karna kebudayaan itu dinamis maka budaya sinkretis juga dinamis.
Sebagai contoh, budaya sinkretis yang di wujudkan antara lain dalam bentuk tradisi

31

slametan, tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji,ngalap
berkah, cari dukun, dan seterusnya, dari dulu hingga sekarang tidak sama. Orang
sekaran mengetahui tradisi slametan, yasinan, tahlilan, danziarahadalah apa yang
terlihat sekarang, mereka tidak mengetahui bahwa tradisi tersebut sebenarnya telah
turun-temurun serta mengalami beberapa tahap perubahan.
Islam sinkretis sebagai kebudayaan lokal tampaknya lebih merupakan objek
yang kertekan oleh sistem budaya puritan yang bersifat ekspansif. Namun demikian,
secara substansif Islam sinkretis juga mengimbangi dengan suatu resistensi terutama
yang menyangkut sistem kepercayaan dan istitusi-institusi sosial dalam bentuk kultur
Jawa. Gambaran mengenai pergulatan Islam puritan dan Islam singkretis ini terlihat
cukup nyata di Senjakarta, Klaten.
Budaya Islam Puritan
Sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem kehidupan beragama
Islam yang serba otentik (asli) dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal
dari teks suci. Kelompok puritan berusaha untuk meningkatkan penggalian pustaka
suci dalam bentuk hukum Islam atau dalam rangka pemurnian syariah. Syariat
(hukum Islam) merupakan modifikasi dari seperangkat norma tingkah laku yang di
ambil dari Al Quran dan hadis Nabi Muhammad.
Secara kultural, sistem budaya Islam puritan lebih bersifat ekspansif, dalam
arti keberadaanya di anggap sebagai tradisi besar yang terus bergerak memasuki
wilayah tertentu dalam suatu masyarakat yang telah lama memiliki sistem budaya
sinkretis.Dengan demikian, system budaya sinkretis diposisikan sebagai tradisi kecil
yang di haruskan untuk menyesuaikan diri dengan sistem budaya Islam puritan.

32

Benturan Budaya
Keanekaragaman budaya, ras, suku bangsa, etnis, dan golongan di Indonesia
merupakan kenyataan yang tidak dapat di pungkiri. Pada tingkatan tertentu
keanekaragaman itu menimbulkan batas-batas sosial serta menimbulkan keteganganketegangan sosial. Demikian pula keanekaragaman budaya Islam dalam masyarakat
pedesaan di Senjakarta, Klaten, baik yang di bawa oleh kelompok pendukung budaya
puritanisme maupun pendukung budaya sinkretisme telah mempertegas batas-batas
golongan sosial kedua kelompok.Akibatnya, pada tingkat ekstrim, benturan budaya
antara kelompok ini pun tidak dapat dihindari.Dalam situasi seperti itu, prasangkaprasangka menjadi lebih mengemuka dan perpecahan pun terjadi.Aspek-aspek
simbolik pun dapat berfungsi sebagai penambah faktor disintegrasi dalam kehidupan
sosial.
Dari beberapa indikasi benturan budaya yang telah terjadi, terlihat bahwa
nilai-nilai budaya yang di miliki kelompok puritan dan sikretis berbeda atau bertolak
belakang. Kelompok puritan berusaha untuk menjauhkan Islam sinkretis, yang
menganggap islam campuran haru di murnikan sesuai dengan kitab suci. Sementara
kaum sinkretis ingin melestarikan sistem budaya yang dimiliki.Oleh karenanya, posisi
kaum puritan adalah sebagai penetrasi atau penekan, sedangkan kaum sinkretis
merespon dengan melawan, maka ketegangan antara dua kelompok sosial tersebut
tidak dapat di bendung.Yang menjadi perhatian ketegangan ini adalah tindakan radikal
keras kaum puritan Muhammadiyah dalam hal melakukan penetrasi. Bukankah
tindakan radikal itu sendiri merupakan gejala sosial yang baru dalam masyarakat ?.

33

Hal ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat Islam sinkretis yang menyatakan
kaum puritan dalam segala forum aktifitasnya bertindak radikal.Contoh tindakan
radikal adalah melarang cara-cara keagamaan kalangan sinkretis yang di anggap
bercampur dengan takhayul, bidah dan kurafat (TBK).
Konsepsi yang berbeda yang dinyatakan oleh (Geertz : 13) mendefinisikan
agama sebagai suatu simbol yang bertindak untuk memantapkan perasaan-perasaan
dan motivasi-motivasi secara kuat, menyeluruh, bertahan lama pada diri manusia.
Jadi, agama adalah sistem simbol yang berfungsi menguatkan dan memberi motivasi
pada diri seseorang melalui pola tindakan berupa konsepsi-konsepsi mengenai aturan
(hukum) dan kemudian mencerminkan pola tindakan yang mencerminkan kenyataankenyataan. Konsepsi inilah yang digunakan oleh Geertz ketika mempetakan
keberagamaan masyarakat Jawa dengan membaginya ke dalam tiga model; abangan,
santri, dan priyayi.
Adapun kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan manusia yang dijadikan
sebagai

pedoman

atau

menginterpretasikan

keseluruhan

tindakan

manusia.

Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya


oleh masyarakat tersebut. Sebagai pola bagi tindakan, kebudayaan berisi seperangkat
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah
perangkat-perangkat, model-model pengetahuan yang secara selektif digunakan untuk
memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong
dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan. Sedangkan sebagai pola dari
tindakan, kebudayaan adalah apa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat yang berdasar pada pedoman yang diyakini kebenarannya.

34

Sebagian upacara adat tidak dipungkiri merupakan hasil kebudayaan yang


diciptakan oleh umat muslim sendiri, sementara sebagian lain tidak jelas asalnya
tetapi semuanya bernuansa Islam. Aktivitas lainnya mengacu kepada upacara adat
yang bukan berasal dari Islam tetapi ditolerir dan dipertahankan setelah mengalami
proses modifikasi islamisasi dari bentuk aslinya. Ritual-ritual adat dalam bentuknya
yang sekarang tidak membahayakan keyakinan Islam, bahkan telah digolongkan
sebagai manifestasi keyakinan itu sendiri dan digunakan sebagai syiar Islam khas
daerah tertentu.
Hal ini menjadi menarik karena ada praktek yang dicontohkan Nabi saw. yang
melegalisasikan kebiasaan-kebiasaan purwa Islam menjadi sebuah sistem hukum.
Hukum Islam selalu mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan
dan peluangnya. Peluang transformasi ini sekalipun terbuka lebar namun kendali
efektif berjalan ketat sehingga keragaman interpretasi menjadi fenomena yang
konfiguratif dalam wacana pemikiran hukum Islam tetap terjaga.
Kepercayaan atau agama berfungsi untuk signifikasi pemaknaan, serta
menawarkan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa dan pengalaman yang
menyimpang dari tradisi.Di samping itu agama juga dapat memberikan suatu kriteria
etis untuk menjelaskan diskontinuitas beberapa kelompok budaya tertentu. Salah satu
cara yang umum di pakai oleh agama adalah melalui ritual. Melalui ritual inilah
dunia sebagaimana yang di bayangkan (as imagined) dan dunia sebagaimana yang
dialami (as lived) di padukan melalui perbuatan perbuatan dalam bentuk simbol.
Sebagai sistem gagasan, kebudayaan memiliki sifat alamiyah yang unik, yaitu
tidak ada suatu kebudayaan yang mutlak sama dengan kebudayaan yang lain. Hal ini
membawa konsekuensi yang sama terhadap agama, jika dalam studi ini
mempergunakan pendekatan agama sebagai bagian dari kebudayaan. Munculnya
keanekaragaman bentuk agama disebabkan oleh banyak factor yang dipengaruhi
sejarah kebudayaan masyarakat.Termasuk dalam hal munculnya sistem budaya Islam

35

dan aliran, apakah itu puritan, atau sinkretis, juga tergantung dari sejarah kebudayaan
masyarakat pendukungnya.
Konsep sinkretisme dalam pembahasan ini mengacu pada beberapa pendapat
Mulder (1992) meminjam Concise Oxford Dictionary mendifinisikan sinkretisme
sebagai usaha untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan dan menciptakan persatuan
antar sekte-sekte. Dalam praktik keagamaan pemeluk Islam sinkretis, pernyataan
Mulder ini dilakukan misalnya dengan penghilangan nama Hindu, Buddha, animisme
secara lahiriah untuk di leburkan menjadi satu bersama Islam.

BAB III
Gambaran Umum Lokasi Komunitas Salena Kelurahan Buluri
3.1 Sejarah Buluri
Buluri diambil dari bahasa kaili ledo yaitu bulu yang berarti gunung dan ri
adalah di. Sebelum berganti nama, Buluri berasal dari kata Buuri yaitu Lereng
Gunung yang merupakan tempat pertama bagi masyarakat Buluri. Buuri adalah salah
satu tempat yang dihuni masyarakat yang turun pertama dari gunung tepatnya dari
Lore Bau, Nggolo, dan Ulu Jadi yang semuanya terletak di Pegunungan Loli.
Pada Zaman itu, Buluri adalah merupakan Ibu Kota Kerajaan Loli yang diakui
oleh Pemerintah di dalam Kabupaten Donggala yang berkedudukan di Lore Bau yang
termasuk dalam kota pitu nggota. Sesudah itu turun ke Buluri tepatnya di Lanta yang
orang Buluri pada saat itu lebih dikenal dengan Tempat Pelantikan bagi para Raja-

36

Raja. Adapun Raja Pertamanya pada saat itu adalah Raja Takau yang dikenal pada
saat itu dengan sebutan Madika Lei Mata yang mempunyai istri Nurjia dan
mempunyai 5 (Lima) anak. Dari kelima anak dari Takau (Madika Lei Mata) dengan
istrinya Nurjia, salah satunya juga pernah memerintah pada saat itu yaitu Liku Maria
(Madika Tua) dan Mempunyai keturunan Tandu Malolo dan Siti Lera.
Siti Lera mempunyai keturunan Rusa Rante dan Candiwa yang pernah
diangkat menjadi Kepala Desa, dan kemudian digantikan oleh Lasipi yang merupakan
putra asli dari Buluri sebagai Kepala Desa. Setelah kepemimpinan Lasipi, kemudian
digantikan oleh Saleh yang berasal dari Kabupaten Donggala Di tahun 1960, Saleh
digantikan oleh Tahuni yang juga salah satu putra asli dari Buluri yang kemudian
setelah itu dilanjutkan oleh Puliti yang tidak lain adalah anak dari Tahuni.
Pada tahun 1970 Puliti digantikan oleh Salim Tangu Dea dan kemudian pada
Tahun 1981 s/d 1989, Salim Tangu Dea kemudian digantikan oleh Musu Salagampa
yang pertama kali dilantik menjadi Kepala Kelurahan Buluri.
A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Buluri
Seiring berjalannya Waktu dan perkembangannya Buluri mengalami
perubahan yaitu terbentuknya sebagai Kelurahan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa/Kelurahan yang ditindak lanjuti
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1980 dan Peraturan Daerah
TK. 1 Sulawesi Tengah No. 8 Tahun 1981 dimana Kepala Kelurahan yang
pertama pada waktu itu Bapak Musu Salagampa (Almarhum) yang menjabat dari
tahun 1981.

37

Adapun Pemimpin yang pernah menjabat Lurah di Kantor Kelurahan Buluri


hingga sekarang yaitu sebagai berikut:
1. Tahun 1981 sampai 1989

Musu Salagampa

2. Tahun 1989 sampai 1994

Hasanudin Toto

3. Tahun 1994 sampai 1997

Pawalangi Nadisu

4. Tahun 1997 sampai 1999

Drs. Rais Dg. Pandu

5. Tahun 1999 sampai 2003

Dg. Pangando Indra Jaya

6. Tahun 2003 sampai 2008

Djata Dg. Maloto

7. Tahun 2008 sampai 2008

Drs. Zaenudin

8. Tahun 2008 sampai 2009

Armadani Ali, S.STP

9. Tahun 2009 sampai 2011

Arwan Parundju

10. Tahun 2011 sampai dengan sekarang

Drs. Muin Bahar

B. Sejarah Salena
Salena yaitu dari kata Sale Na (berjalan dipinggir kuala atau laut), jika
diartikan secara luas, berjalan dipinggir laut artinya wilayahnya yang berada
dipinggiran, wilayah Salena termasuk wilayah yang berada dipinggiran, sebelum
menjadi Nama Salena, nama kampung tersebut yaitu Nggolo, nggolo artinya
menggendong atau digendong , jadi pada saat itu menurut orang tua dulu ada makhluk
halus yang mengangkat batu besar kemudian menggendong batu tersebut untuk

38

dibawa dan ditaruh dikuala (membendung sungai surumana) yang letak sungai
tersebut persisi berada di Salena pada saat ini.
Letak wilayah nggolo pun berada lebih diatas pegunungan dari wilayah salena
dan lama-kelamaan orang-orang yang berada di nggolo, turun-turun maka dari situlah
diberi nama Salena yang artinya berada dipinggiran dan kemudian saat ini Salena
bagian dari kelurahan Buluri yang berada didaerah pegunungan.
Pada tahun 1980-an barulah Salena ini menjadi bagian dari kelurahan Buluri,
awalnya mereka adalah sebuah komitas yang otoritas kepemimpinannya ada pada
ketua adat yang dianggap berpengaruh dan mempunyai wibawa terhadap orang yang
banyak. Maka dari itu orang-orang di Salena pada waktu itu sangat patuh terhadap
adat yang telah ditetapkan oleh tokoh adat.

C. Kondisi Geografi
Kelurahan Buluri yang merupakan salah satu dari Kelurahan yang ada di
wilayah Kecamatan Ulujadi memiliki wilayah seluas 1.414 Ha. Sebagian besar
wilayah tersebut adalah merupakan persawahan dan ladang ditunjang sarana
irigasi yang memadai di Kelurahan Buluri terbagi menjadi 15 RT, dan dari 6 RW
tersebut, lihat tabel ;
NO
1.

NAMA KETUA RT

NAMA KETUA RW

RT 01
Derman

RW 01
Fahrudin Hi.Suduri

39

KETERANGAN

2.

RT 02
Ilham

3.

RT 03
Undi Djuna

4.

RT 01
Rahudin Kendo

5.

RT 02

RW 02
Aziz Delung

Irman
6.

RT 01
Lazim M. Lihawa

7.

RT 02

RW 03
Sudin Tjitjo

Risno
8.

RT 01
Imran. M

9.

RT 02

RW 04
Gazali M.Dinggulemba

Alman
10.

RT 01
Saidin

11.

RT 02

RW 05

Aco
12.

Niko

RT 03
Amirudin

13.

RT 01
Endi

14.

15.

RT 02

RW 05

Suandi

Masuna

RT 03
Tamin

40

Letak Kelurahan Buluri yang masih tergolong berada di tengah Kota Palu
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Watusampu

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Morowola Kab.


Donggala

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tipo

Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Palu


Tabel 1.
Luas Kelurahan Buluri
Jenis Lahan

Luas

Permukiman

29

Ha

Kuburan

Ha

Sekolah

Ha

Masjid

Ha

KPR/BTN

Ha

Prasarana Umum Lainnya

15

Ha

Sawah/tegalan

48

Ha

Pekarangan

23

Ha

150

Ha

Orbitasi
Melihat dari batasan wilayah Kelurahan Buluri yang berada di sebelah Timur
yang merupakan Sungai Palu, maka sebagian wilayah pemukiman penduduk di

41

Kelurahan Buluri berjauhan dengan Bantaran sungai Palu. Sehingga bebas bencana
banjir.
Letak wilayah Kelurahan Buluri yang berada ditengah Kota Palu merupakan
alternatif untuk dilintasi bagi pengendara kendaraan bermotor untuk mencapai tempat
tujuan mereka. Sehingga dapatlah dibayangkan gambarannya bagaimana udara di
Kelurahan Buluri terutama pada siang hari. Jalan-jalan utama yang ada di wilayah
Kelurahan Buluri hampir

tidak pernah sepi dilewati oleh kendaraan-kendaraan

bermotor yang mengeluarkan asap dan gas emisinya ke udara. Kemudian di tambah
lagi dengan adanya perusahaan galian C yang ada di Kelurahan Buluri, sehingga
dapat dikategorikan bahwa udara di wilayah Kelurahan Buluri sudah tercemar walau
masih dalam kategori tercemar ringan.
D. Kondisi Demografi
Seiring perkembangan zaman, maka seiring pula bertambahnya jumlah
penduduk yang ada di muka bumi. Kelurahan Buluri yang wilayahnya terbagi
menjadi 6 RW dan 15 RT memiliki Jumlah penduduk mencapai 6141 yang terdiri
dari 3206 Laki-laki dan 2935 perempuan di Kelurahan Buluri terdapat Keluarga
Sejahtera I yang berjumlah 376 KK, Sejahtera 2 berjumlah 424 KK, keluarga
sejahtera 3 berjumlah 261 KK, keluarga sejahtera 3 plus 79 KK.
Dari data yang didapat oleh Tim penyusun, maka Jumlah penduduk yang ada
di Kelurahan Buluri dapat dikategorikan berdasarkan umur seperti pada table di
bawah ini.
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Buluri berdasarkan Umur

42

No

Umur

1.

Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-Laki

Perempuan

0 - 04

282

238

520

2.

05 09

511

404

915

3.

10 - 14

415

413

828

4.

15 - 19

376

343

719

5.

20 - 24

468

478

946

6.

25 - 29

487

509

996

7.

30 - 34

473

441

914

8.

35 - 39

400

346

746

9.

40 - 44

305

320

625

10.

45 - 49

259

213

472

11.

50 - 54

183

170

353

12.

55 - 59

137

125

262

10

> 60 Keatas

233

231

464

4.529

4.321

8.760

Jumlah

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa, persentase terbesar adalah


kelompok umur 25-29 tahun dengan jumlah 996 jiwa atau 12%. Sedangkan
persantase terkecil adalah kelompok umur 55-59 tahun dengan jumlah 262 jiwa atau,
0,60%.
E. Keadaan Ekonomi
Berikut ini adalah tabel dimana dari tabel dibawah ini kita dapat melihat dari
segi ekonomi bahwa Penduduk di Kelurahan Buluri memiliki berbagai macam mata
pencaharian pokok yang terbagi dalam beberapa kelompok.
Tabel 8.
Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Buluri
43

Mata Pencaharian Pokok

Jumlah

Belum /tidak bekerja

2.108

Orang

Mengurus Rumah Tangga

1.561

Orang

Pelajar/Mahasiswa

1.916

Orang

80

Orang

410

Orang

Orang

Kepolisian RI

35

Orang

Perdagangan

74

Orang

127

Orang

Peternakan

Orang

Nelayan/Perikanan

Orang

Transportasi

Orang

Karyawan Swasta

235

Orang

Karyawan BUMN

Orang

Karyawan BUMD

Orang

Karyawan Honorer

129

Orang

Buruh Harian Lepas

74

Orang

Buruh Tani Perkebunan

Orang

Buruh Nelayan Perikanan

Orang

Pembantu Rumah Tangga

Orang

Tukang Batu

23

Orang

Tukang Kayu

11

Orang

Orang

Tukang Jahit

14

Orang

Penata Rias

Orang

Penata Rambut

Orang

Mekanik

Orang

Pensiunan
Pegawai Negeri Sipil
TNI

Petani/Perkebunan

Tukang Las Pandai Besi

44

Perancang Busana

Orang

Ustad Mubalik

Orang

Juru Masak

Orang

Anggota DPD

Orang

Anggota DPRD Propinsi

Orang

Dosen

22

Orang

Guru

64

Orang

Pengacara

Orang

Notaris

Orang

Arsitek

Orang

Konsultan

Orang

Dokter

Orang

Bidan

Orang

Perawat

Orang

Apoteker

Orang

Pelaut

Orang

Peneliti

Orang

50

Orang

Pialang

Orang

Paranormal

Orang

Pedagang

110

Orang

Biarawati

Orang

1.624

Orang

Orang

8.760

Orang

Sopir

Wiraswasta
Lainnya
Total

Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa, Persantase terbesar adalah masyarakat


yang memiliki belum dan tidak mempunyai pekerjaan dengan jumlah 2108 atau
45

sekitar 30% sedangkan yang paling sedikit adalah masyarakat yang bekerja sebagai
nelayan, pandai besi, buruh, apoteker, pelaut, peneliti dengan jumlah masing-masing
1 atau sekitar 0,1%.
F. Keadaan Sosial Budaya, Ekonomi Dan Pendidikan Masyarakat Kelurahan
Buluri
1. Bidang Agama
Keharmonisan hubungan antara penduduk di kelurahan Buluri salah
satu faktor pendukungnya adalah karena mereka tidak melihat perbedaan agama
sebagai penghambat dalam upaya integrasi dan asimilasi sehingga menciptakan
suasana aman, damai dan tenteram diantara seluruh penduduk walau apapun
agama yang dipeluknya.
Kehidupan beragama bagi masyarakat Buluri dianggap sesuatu yang
sangat penting, karena dengan beragama akan membentuk dan tercipta suasana
yang kondusif dalam suatu masyarakat, selain itu agama juga berfungsi sebagai
pedoman untuk menjalankan kehidupan bagi masyarakat Buluri sehingga dapat
memahami dan mengerti dengan agama lain, karenanya agama diyakini sebagai
penunutun aspek dalama kehidupan para penganutnya yang berada dalam
masayarakat tersebut.
Toleransi beragama yang terjalin dalam kelurahan Buluri nampaknya
berjalan dengan baik, karena dengan adanya rasa toleransi terhadap agama lain
maka akan terbentuklah masyarakat yang aman, nyaman dan tentram karena di
landasi dengan sifat saling menghargai.

46

Untuk lebih jelas bias dilihat pada tabel dibawah yang menjelaskan
orientasi umat beragama di Kelurahan Buluri.
Jumlah Penduduk Kel. Buluri Berdasarkan Agama
Agama

Jumlah

Islam

8.594

Orang

Kristen

130

Orang

Katholik

14

Orang

Hindu

12

Orang

Budha

37

Orang

8.760

Orang

Total

No

Nama Masjid/Mushollah

Jumlah

Lokasi

Ket

1.

Al - Abrar

RT. 01 / RW. 01

2.

Nur Saadah

RT. 02

3.

Nur Yahya

RT. 04

4.

Alamraya

RT. 05

5.

Nurul Yaqin

RT. 06

6.

Nurul Abrar

RT. 07

7.

Nur Huda

RT. 09

8.

Gereja

9.

Pura

Mengenai pembangunan rumah-rumah ibadah, kini masih sangat terbatas,


malah sebagian belum memiliki sama sekali, seperti yang terlihat pada tabel diatas
tempat ibadah Gereja dan Pura belum ada dalam kelurahan Buluri dan lebih banyak
tempat ibadah seperti masjid karena mayoritas di kelurahan tersebut adalah muslim,

47

meskipun kurangnya rumah ibadah bagi agama lain itu tidak mengurangi
pelaksanaan ibadah mereka dan masih tetap juga untuk menjaga sikap menghargai
antar umat beragama.
2

Etnis (Suku)
Sama halnya dengan agama, perbedaan etnispun juga bukan penghambat dalam

upaya menciptakan suasana aman dan damai di wilayah Kelurahan Buluri. Kemajuan
wilayah Kelurahan Buluri justru karena seluruh komponen penduduk di wilayah ini
dapat menerima bentuk perbedaan-perbedaan yang ada yang menjadikan mereka
dapat bekerjasama dalam membangun perekonomian di Kelurahan Buluri.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis
Etnis / Suku

Jumlah

Kaili

3492

Orang

Bugis

1481

Orang

Jawa

921

Orang

Lombok

108

Orang

Madura

Orang

63

Orang

6064

Orang

Tiongkok
Total

3 . Bidang Pendidikan
Dalam upaya memutus rantai kemiskinan di Indonesia, Pemerintah berupaya
memajukan Pendidikan dengan meningkatkan kualitas Lembaga Pendidikan, Tenaga
Pengajar dan tentunya pendidikan gratis bagi masyarakat. selain itu pendidikan
merupakan kebutuhan yang sangat penting karena dapat mengubah sikap dan
perilaku bagi kehipan masyarakat keluruhan Buluri dalam menyongsong masa depan

48

yang lebih baik, dan bisa membatu untuk merubah ekonomi keluarga kearah yang
lebih baik sejahterah.
Di Kelurahan Buluri sendiri yang sebagian masyarakatnya masih tergolong
miskin sangatlah membutuhkan pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia untuk memperbaiki perekonomian keluarga.

Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kel. Buluri


No

Data Pendidikan

Belum Sekolah

Tidak Tamat SD

JUMLAH
1.384

Orang

981

Orang

Tamat SD

1.266

Orang

4.

SLTP

1.538

Orang

SLTA

2.712

Orang

D-2

107

Orang

D-3

139

Orang

10

S-1

556

Orang

11

S-2

68

Orang

12

S-3

Orang

8.760

Orang

T O TAL

Dengan melihat data yang ada pada tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa
pendudukan kelurahan Buluri persantase terbanyak yang belum sekolah yaitu SLTA
dengan jumlah 2712 orang, sedangkan penduduk yang berpendidikan paling sedikit
yaitu Sarjana S 2, dengan jumlah 68 0rang.

49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sinkretisme Agama Pada Komunitas Kaili Di Salena
Diawal bulan November 2016 saya dan teman saya dengan rasa bimbang dan
sedikit rasa takut karena mendengar isu yang kurang bagus mengenai desa tersebut
yaitu kasus-kasus yang beredar salah satunya kasus Mahdi sekitar tahun 2008 yang
membunuh oknum petugas kepolisian, baru saja terjadi perselisihan antar warga dan
juga diberitahukan oleh paman saya sendiri yang beilau adalah polisi mengatakan :
hati-hati jika akan pergi kesana hal itu membuat saya jadi bimbang dan takut karena
sebelumnya saya belum pernah kesana,

tetapi dengan memberanikan diri saya

bersama dengan teman saya akhirnya pergi ke Salena.


Pada hari itu dengan cuaca yang agak mendung saya bersama dengan teman
saya akan melakukan perjalanan ke Salena, tempat dimana saya akan belajar dan

50

mengamati tentang kehidupan orang-orang disana mengenai keagamaan dan


kebudayaannya sesuai dengan objek yang telah disepakati dalam judul Skripsi.
Saya berangkat dengan teman saya, meskipun pada saat itu saya belum tahu
pasti tempatnya dan belum ada salah seorang dari warga di Salena yang saya kenal
kecuali ketua Rw dan Imam Mesjid, saya berangkat dengan mengendarai sepeda
motor melewati jalan Trans Sulawesi dan berbelok kearah Talise kemudian berbelok
lagi kearah Silae. Pada saat itu saya merasa sedikit kebingungan apa yang harus saya
lakukan disana agar supaya diterima oleh masyarakat di Salena tersebut. Karena saya
belum kenal dengan karakter warga sekitar dan bagaimana cara mereka merima
orang baru.
Setelah beberapa waktu dalam perjalanan, akhirnya tibalah kami di Kelurahan
Buluri, untuk menuju ke Salena, saya harus melewati jalanan yang rusak, berbatu dan
menanjak gunung yang cukup tinggi. Terlebih ketika itu sedang turun hujan.
Sehingga akses jalan yang dilalui menjadi sulit dan licin, was-was akan lucuran batu
yang berarah dari atas gunung Silae. Sesekali saya harus turun untuk berjalan dan
mendorong sepeda motor karna jalanan yang rusak dengan posisi menanjak.
Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 1 jam ini akhirnya dengan
melewati perjalanan yang cukup menantang rusak berbatuan dan menanjak,
sampailah saya dengan teman saya di Salena dalam keadaan basah kuyuk. Orangorang yang sedang duduk didepan rumah menunggu redanya hujan , memandangi
kami, seakan bertanya dalam hati, tapi enggan. Saya juga melihat wajah mereka
yang sangar-sangar tatapan sinis bagaikan singa.

51

Saya merasa kebingungan bagaikan orang linglung, entah akan kemana kita
singgah sekedar untuk bernaung dan mencari orang yang mau menerima kedatangan
saya.

Disana sebuah tempat saya singgah , tempat itu adalah pusat kegiatan

masyarakat di salena yaitu Bantaya disana ada 3 orang laki-laki yang sedang duduk
santai dibantaya itu, satu orang yang masih Muda dan dua orang yang sudah tua, saya
permisi kepada mereka untuk numpang singgah sekaligus untuk berteduh.
Mereka melihat dan memandangi kami seolah-olah kami adalah orang asing
yang datang ke kampung dan memasuki dalam lingkungan sosial mereka, dengan
tatapan yang sinis terpancar dari wajah mereka seakan terpuruk sesekali saya
tersenyum dan menyapa mereka, mereka pun merespon dengan gayanya masingmasing, ada yang hanya diam saja, seakan menunjukkan sikap yang tidak suka
dengan kedatangan kami di kampung mereka, namun ada juga yang membalas
dengan senyuman dan mengucapkan iye seperti terpaksa. Mereka terlihat bingung,
lebih-lebih saya sendiri.
Tetapi sebagai seorang mahasiswa antropologi yang ingin belajar dan
professional, hal semacam ini adalah suatu tantangan yang lumrah dan harus bisa
dilewati, saya tetap memasang wajah yang penuh senyum, masuk dalam lingkungan
dan menjadi bagian dari mereka, melakukan pendekatan dengan berbagai cara agar
dapat diterima menjadi satu dengan dianggap sebagai keluarga, (sampe suvu) oleh
mereka.
(suku kaili termasuk suku yang sangat berpegang kuat
dengan sistem kekeluargaan atau kekerabatannya, maka dari itu
mereka akan menerima orang jika mereka anggap sebagai keluarga

52

mereka, akan mengatakan apa yang ada dan sebenarnya dalam


kehidupan mereka)
Kala itu saya mencoba menawarkan rokok kepada mereka, karena hujan
kebetulan cuaca dingin. Setelah menawarkan rokok dan mereka mengambil satu
persatu. Kita merokok sama-sama diatas tempat duduk dibantaya sambil menunggu
redanya hujan dan menghilangkan rasa dingin, dari situlah mereka mau berbicara
kepada saya. Salah seorang dari mereka yang bernama Sarlan menanyakan tentang
siapa kami..? dari mana asal kalian..? dan apa tujuan kalian kesini..?
Dengan sikap sopan saya menjawab pertanyaan orang itu, saya pun
mengatakan identitas diri saya bersama teman saya, dan selanjutnya kami berbicara
dengan mereka cukup lama, tatkala ketawa, seakan-akan akrab, meskipun kami telah
berbicara panjang lebar dan saya sudah memberitahu identitas diri, rasa dan sikap
hati-hati masih terpancar dari wajar mereka seakan tidak percaya. Terlepas dari itu
hari demi hari yang saya rasakan ketika berada disana , melihat kehidupan mereka,
dalam lingkup sosial seperti : agamanya, kekerabatan, perilaku kebudayaan dan
mempelajari karakteristik orang-orang atau warga Salena merupakan suatu hal yang
esensial, bagi saya adalah perlunya rasa yang sama, berperilaku sama halnya dengan
yang mereka lakukan.
Salena sebagai sebuah perkampungan atau warga yang ada diatas gunung
ulujadi yang penduduk salena kurang lebih sekitar 660 orang. Dengan jumlah
tersebut warga Salena mempunyai dunianya sendiri. Artinya Salena mempunyai ciri
khas sendiri, kendatipun Salena adalah bagian dari kelurahan Buluri. Saya berjalan di
dalam perkampungan dan orang-orang disana yang belum mengenal saya

53

memandangi saya, kecuali Pak Rw dan seorang pemuda yang mengenali saya,
berbagai macam sikap yang mereka tunujukkan kepada saya, sesekali melihat kearah
orang yang sedang duduk dibawah pohon. Ketika saya hampiri suasana pun senyap
seketika mereka diam tanpa bicara , seakan ingin menyapa tapi enggan.
Umumnya di Salena desa dan kampung yang masih jarang berbaur dengan
dunia luar mereka akan berhati-hati terhadap seorang pendatang atau orang asing.
Salena merupakan sebuah pemukiman yang warganya masih kental terhadap budaya
lokal .Saya bersama-sama dengan masyarakat di Salena, dalam kehidupannya
masyarakat disana masih memegang teguh terhadap kepercayaan-kepercayaan yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka, ketika saya berada disana melihat kehidupan
mereka, dalam setiap sendi kehidupan yang mereka jalani, mereka harus taat
terhadap aturan-aturan dan adat yang telah lama menjadi dalam masyarakat di
Salena. Seperti yang saya lihat mereka memakan pinang, dan data yang didapatkan
yaitu mereka melakukan upacara-upacara adat berkomunikasi dengan makhluk yang
tak terlihat sang penguasa alam semesta.dalam kesehariannya masyarakat salena
melakukan ibadah seperti sholat di Masjid, mengaji, puasa dan yang di tuntunkan
oleh agama , mayoritas penduduk Salena adalah Islam.
Dalam beribadah masyarakat di Salena juga menjalankan ibadahnya seperti
masyarakat umat muslim lainnya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh para Ulama
dan tuntunan Syariat Islam. Tetapi dalam kehidupannya warga masyarakat Salena
memiliki ciri khas tersendiri yaitu mereka masih percaya akan kepercayaan lokal
yang telah lama mereka percayai hingga saat ini dan diaplikasikan dalam bentuk
upacara-upacara atau ritual adat yang dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu,

54

kepercayaan lokal tersebut dikonstruksikan dalam sebuah kebudayaan dan tradisi


yang saat ini dilakukan.
1. Kepercayaan Lokal Komunitas Kaili Ledo Di Salena
Pada umumnya komunitas kaili yang berada di Salena sama seperti halnya
orang-orang kaili yang berada di dataran hanya saja yang membedakan mereka
dengan orang kaili lainnya adalah, sistem keyakinan atau kepercayaan lokal yang
masih dipercayai hingga saat ini. Yaitu orang kaili di Salena masih berpegang teguh
terhadap adat yang mereka percayai selama ini yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka terdahulu secara turun-temurun dan telah menjadi fundamental bagi
masyarakat tersebut. inilah yang menjadi objek kajian yang perlu kita lihat bersama
bahwa meskipun agama atau kepercayaan lain telah mengisolir dalam lingkungan di
Salena mereka tetap mempertahankan kepercayaan-kepercayaan yang telah lama
mereka anut dan dikontruksikan menjadi sebuah kebudayaan sebagai kearifan lokal
yang memiliki nilai-nilai tertentu.
Dalam kehidupannya masyarakat Salena tak terlepas dari kepercayaan lokal
yang sejak lama mereka yakini sebagai agama mereka, sebuah sistem religi yang
mendominasi di daerah salena merupakan tradisi. Selain memiliki kepercayaan lokal
masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Masuknya unsur baru dalam kehidupan tentu saja
mendapat reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi
sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari institusi lokal
yang mengatur tatanan masyarakat

55

Masyarakat Salena juga telah mempunyai kepercayaan sendiri dan telah


memiliki pengetahuan terhadap Pue yang artinya Tuhan, dan mereka mempunyai
kepercayaan/ keyakinan tersendiri terhadap hal gaib yang direlasikan dengan Pue,
mereka yakin hal gaib tersebut akan mendatangkan murka atau pun kebaikan. Pada
masa itu hal yang mereka anggap Gaib, mempunyai kekuatan makhluk halus yang
mereka yakini sebagai Pue Taala yang mendatangkan kebaikan ataupun murka
terhadap mereka. Dalam asumsi berpikir masyarakat

Salena sesuatu yang

mempunyai kekuatan luar biasa gaib adalah hal yang sakral dan kita sebagai
manusia yang tak berdaya dan berada dibawah, bermohon agar diberikan berkah dan
kebaikan tatkala juga dalam permohonan tersebut melakukan berbagai macam ritualritual yang berupa penyembahan terhadap makhluk tertinggi diatas sana, mereka
merasa bahwa dalam lingkungan tempat tinggalnya seperti diawasi oleh makhluk lain
yang tak dapat terlihat dengan mata biasa.
Seperti yang diutarakan oleh warga Salena yang menceritakan mengenai
kepercayaan lokal di Salena.
kalo kepercayaan orang tua disini dulu memang sebelum tau
agama, mereka hanya mengambil adat sebagai aturan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, artinya adat yang dulu dipake
untuk mengatur dan hukum yang dipake pada waktu belum
mengenal agama Islam, dan juga memang aturan yang ditetapkan
oleh adat ini tidak bisa dilanggar, kalo sampe dilanggar yaa akan
kena sangsi Gifu dan dilihat dari pelanggaran yang dilakukan, dan
juga jika melanggar hokum adat seperti ghaib, biasa yang
disengaja dan tidak disengaja maka kita punya kampung ini akan
56

terkena imbasnya seperti kekeringan, angin rebut dan bermacammacam yang akan dapat imbasnya, kalo seperti pelanggaran adat
ini satu yang berbuat kesalahan maka semuanya akan kena itu jika
pelanggaran yang membuat PUE TAALA marah, dan sejak saya
lahir agama saya sudah agama Islam, orang tua dulu jika
melakukan sembahyang atau berkomunikasi dengan yang Gaib
(PUE) biasa harus bikin adat dulu, setelah itu baru bisa berbicara
dengan yang gaib

untuk memohon sesuatu (Endi Wawancara

10 Nov 2016)
Dari uraian diats berdasarkan informasi maka saya beranalisa bahwa Mereka
percaya dan yakin dalam kehidupan membutuhkan adanya suatu sistem keyakinan
atau agama sebagai naunga dan pedoman untuk mengatur kehidupannya sesuai
dengan apa yang diyakini, sesungguhnya agama mampu untuk menjadi pedoman
kehidupan bagi manusia, utamanya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
diperlukannya suatu kepercayaan agama dan banyak hal yang diperlukan kepada
suatu kepercayaan yang dianggap sakral, seperti halnya masyarakat di Salena mereka
yakin dengan agama dan kepercayaan mereka sehingga dalam aktivitas
kehidupannya tidak terlepas dari kepercayaan lokal yang fundamental dalam
dinamika kehidupan kesehariannya, meskipun mereka belum tau pasti dengan jelas
bagaimana tata cara yang benar untuk melakukan ibadah dengan baik, dan
menimbulkan pemikiran dari kepala mereka sendiri bahwasanya orang yang
melakukan ibadah menyembah Tuhan, dengan memakai media berupa makanan,
sehingga konstruksi yang dibangun dalam pemikiran mereka adalah sembahyang
dengan menggunakan media berupa makanan atau hewan. Merupakan salah satu cara

57

dalam mengaplikasikan diri untuk melakukan ibadah kepada Pue atau Tuhan sebagai
bentuk rasa hormat, patuh percaya akan adanya kekuasaan yang melampaui batas
kekuatan dari mereka yaitu Tuhan penguasa alam semesta yang harus dipercayai dan
patut untuk disembah.
Dinamika berkehidupan dalam

masyarakat Salena dan disendi-sendi

kehidupan mereka tak pernah terlepas dari sistem kepercayaan adat, misalkan dalam
membuka lahan, menanam padi ladang, pengobatan, ritual tahunan dan kepada anak
yang baru lahir. Dalam suatu perkampungan daerah yang memang tidak pernah
terlepas dari sebuah kepercayaan yang sudah mengakar menjadi suau hal yang ganjil
jika kebiasaan tersebut tidak dilakukan lagi.
Anggapan warga salena bahwa sesuatu apapun yang dilakukan dalam
kehidupan ini tidak bisa melewati batas-batas yang telah ditekankan oleh aturan adat
yang tak terlihat tetapi harus dipatuhi, sehingga dalam melakukan kegiatan apapun
itu, baik dalam berkebun, bergaul, bahkan dalam lingkungan sosial mereka, setiap
pergerakan bagaikan diawasi oleh yang maha kuasa, sehingga dalam melakukan
sesuatu apapun mereka berhati-hati, ini merupakan sebuah warisan yang diturunkan
oleh orang tua dulu, berupa kepercayaan, dan sampai saat ini masih tetap dipercaya
dab dilaksanakan.
Berikut adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh salah seorang warga di
Salena :
Menurut

orang

tua

dulu

sebenarnya

di

Salena

atau

masyarakat disini sejak dulu kala itu sebelum masuknya agama


Islam dan Kristen, memang adat yang pertama kali di gunakan

58

dalam megatur kehidupan masyarakat waktu dulu itu, dan memang


orang tua dulu itu belum tau cara beribadah dengan benar seperti
sekarang ini, dulu itu dibilang orang tua disini ketika akan
melakukan sembahyang atau adat, mereka juga menyebutkan
nama Tuhan yaitu Pue, dan cara orang dulu beribadah itu, memakai
semacam makanan-makanan untuk dipersembahkan kepada Pue
TaAla dan memang saat itu adat yang diambil disini sebagai
landasan untuk kampung ini, dan kami juga percaya karena sudah
kami rasakan barakanya. Nanti datang seorang ulama yang dikenal
Pue Alusu, Pue Mangge Rante, dan Pue Datok Karama

yang

menyebarkan agama Islam kepada kami disini tentang mengaji,


sholat, puasa. tapi pada saat itu orang tua disini lalu sudah
beragama Kristen BK, agama kristen dulu yang masuk kesini
kemudian Islam ini, tapi ketika diesbarkannya agama Islam ini oleh
Pue Alusu dan Ulama lainnya , banyak orang yang pindah agama
menjadi Islam, sampe sekarang( Seli wawancara 11 November
2016)
Suatu sistem kepercayaan yang ada di Salena merupakan suatu hal yang
dominan, dalam menjalankan ibadahnya pun warga masyarakat Salena sebelum
mengetahui cara-cara yang benar tentang beribadah, mereka yakin dan percaya
bahwa setiap ibadah atau sembahyang yang dilakukan akan mendapatkan keberkahan
dari Tuhan. Mereka yakin bahwa dengan menjalankan ibadah dan memberikan
persembahan kepada Tuhan, maka keberkahan akan turun kepada kampungnya.
Peribadatan yang dilakukan masyakat Salena sebelum adanya agama Samawi mereka

59

mengkonstruksikan adat sebagai sistem religi atau kepercayaan yang biasa di sebut
dengan kepercayaan lokal, ketika menjalankan ritualisme warga Salena sangat yakin
bahwa makhluk halus Gaib atau Pue (Tuhan) melihat apa yang mereka lakukan.
Sehingga dalam masyarakat manapun, tidak bisa terlepas dari sebuah sistem
religi atau keyakinan tertentu, karena dalam suatu sistem keyakinan nilai-nilai
tersendiri bagi mereka dan kebutuhan bagi setiap manusia maupun masyarakat luas,
moralitas yang dijalankan pada suatu masyarakat atau komunitas tertentu dapat
membedakan antara budaya dan agama, tetapi dalam hal ini agama dipandang
sebagai satu kesatuan yang berkepentingan dalam kehidupan begitu pula terhadap
kebudayaan yang dianggap perlu untuk melestarikan atau menjaga tradisi adat yang
sebagai warisan nenek moyang, bukan hanya itu , adat juga berfungsi dalam
mengendalikan dinamika kehidupan bagi masyarakat suku kaili di Salena, dengan
adanya adat ini, dalam tindakan keseharian mereka dibatasi oleh norma-norma yang
telah ditetapkan oleh adat tertentu yang tidak boleh untuk dilanggar.
Adat termasuk sistem religius bagi sebagian komunitas bahwa dalam
upacara-upacara tertentu terdapat kekuatan yang luar biasa, yaitu kekuatan diluar
kekuatan manusia atau sang penguasa alam. Sehingga kebanyakan dalam suatu
komunitas, adat dan tradisi dipercayai oleh mereka merupakan suatu kepercayaan
yang harus dilakukan dengan harapan agar apa yang di lakukan membuat sang maha
kuasa memberikan apa yang mereka inginkan. agama juga merupakan kesamaan
halnya jika pada komunitas fanatisme terhadap suatu adat yang dianggap sakral,
agama dalam hal peribadatan yang dilakukan menyembah Tuhan, memohon sesuai
kehendaknya. Pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, merendahkan diri

60

untuk memohon kepada sang penguasa, sehingga tidak ada kontradiksi antara budaya
dan agama aupun adat bahkan berjalan bersamaan serasi.
Dalam hal ini agama dan suatu sistem keyakinan yang terdapat dalam
masyarakat Salena juga berperan untuk menciptakan suatu perdamaian bagi
masyarakat dan sebagai alat yang dapat dijadikan sebagai penumbuh rasa solidaritas
untuk menciptakan suasana aman, nyaman dan kondusif dalam kehidupan
bermasyarakat, hal ini yang menyebabkan
Berikut adalah pemaparan yang diungkapkan oleh salah seorang warga
Salena yaitu :
Menurut Pak Like Sando beliau adalah ketua adat di Salena
mengatakan: sebelum kami disini mengenal agama, kami disini punya
kepercayaan yang kepercayaan tersebut kami ambil sebagai aturan
bagi kami, karna masyarakat pada waktu itu belum tau aturan
pemerintah, dalam melakukan sembahyang kami disini hanya tau
begitu saja, dan kita punya acara beribadah beda dengan yang
sekarang ini, kalo dulu itu cara kami ba sembahyang di pondokpondok, kebetulan nenek saya sendiri yang menjadi ketua dalam
sembahyang atau biasa disebut dengan Imam, dilakukan seperti
pondok-pondok begitu, dilapis dengan tikar yang dibikin dari daun
silar, lalu bawa makanan juga untuk persembahan kepada Tuhan,
memang sebelum ada ajaran Islam yang benar, sebutan Allah saja
kami tidak tau, yang biasa kami sebut jika melakukan sembahyang
yaitu: Pue Taala Najadimo Kami, berikan kami rezeki, oh Pue

61

Taala jauhkan kampung kami dari bencana (wawancara 22


November 2016).
Jika melihat yang diungkapkan oleh salah seorang warga, memamg dalam
sebuah komunitas tidak akan terlepas dari suatu sistem religi dimana kepercayaan
yang sangat penting, menyangkut keselamatan bagi tiap individu ataupun masyarakat
secara luas, utamanya dalam hal kepercayaan yang telah menjadi mendarah daging
berakar dalam diri mereka dan itu akan tetap dijaga sampai kapanpun, karna hal yang
demikian menyangkut sebuah warisan dari nenek moyang yang merupakan suatu
kearifan lokal menjadi ciri khas bagi masyarakat itu sendiri dan juga memiliki nilainilai tertentu yang terkandung di dalamnya, sehingga dalam kehidupan ini sesuatu
yang gaib memang benar adanya, di pandang sebagi sesuatu yang esensial bagi suatu
masyarakat tertentu. Terutama terhadap suatu komunitas masyarakat yang memang
fanatisme terhadap sistem kepercayaannya.
Naluri dari tiap individu yang merasakan getaran jiwa, bahwa mereka diawasi
oleh makhluk yang penuh kuasa yang melampui batas kekuatan manusia dan juga
sikap kagum dan terpesona yang dipancarkan sehingga menimbulkan rasa ingin tahu
dan lama kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan, dari kebiasaan itu akan menjadi
sebuah kebutuhan, jika sudah menjadi kebutuhan terlebih fundamental maka segala
sesuatu akan terasa berat jika ditinggalkan, perasaan itu mendahului setiap hasrat
untuk menjelaskan asal-usul dunia atau menemukan landasan bagi perilaku beretika :
Kekuatan gaib dirasakan oleh manusia dengan cara yang berbeda-beda. Terkadang ia
menginspirasikan kegirangan liar dan memabukkan, terkadang ketenteraman
mendalam, terkadang orang merasa kecut, kagum dan hina dihadapan kehadiran
kekuatan misterius yang melekat dalam setiap aspek kehidupan.

62

Sehingga masyarakat di Salena dalam menjalankan dinamika kehidupannya


tak terlepas dari religious yang sudah tertanam dalam diri setiap insan yang percaya
dan yakin bahwa kehidupan ini akan dijaga oleh makhluk gaib yang dianggap
mendatangkan kebaikan menjaga mereka dari setiap gangguan dari yang jahat-jahat.
Utamanya untuk mendapatkan keberkahan dan restu dari Tuhan agar mereka diberi
keselamatan dalam kehidupannya.
Terlihat disini bahwa manusia sebenarnya makhluk yang lemah, penakut dan
bahkan cenderung membutuhkan sesuatu yang lebih kuat dari dirinya. Dengan
keadaan demikian muncullah suatu keyakinan-keyakinan atau kepercayaan dengan
sesuatu yang dianggap misterius dan diyakini jauh lebih kuat dan hebat dari manusia.
Untuk mewujudkan keyakinan dan ketundukan manusia tersebut, timbullah suatu
kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara yang berbentuk pemujaan (cult) dan ibadat.
Semua ibadat itu dilakukan manusia dalam bentuk-bentuk yang beragam sesuai
dengan kepercayaannya.
Peribadatan yang dilakukan oleh orang di Salena pada waktu itu sama halnya,
sama dalam artian mempunyai tujuan yang sama yaitu: meminta kepada sang
penguasa dan pemberi kuasa sesuai dengan hati dan nurani masing-masing individu,
dan ada sisi yang membedakan antara sebelum mempelajari Islam dengan benar dan
sesudahnya yang membedakan yaitu tata cara dan tempat pelaksanaan yang
digunakan sebagai tempat pelaksanaan ibadah,

sebelum masuknya Islam yang

mengajarkan tata cara beribadah yang benar, mereka melakukan ibadah atau
sembahyang dirumah, di pondok, disurau dan dialas dengan menggunakan tikar.

63

Cara-cara yang dilakukan mereka dalam beribadah yaitu memakai


persembahan yang berupa sesajen yang isi didalamnya seperti buah pisang, buah
pinang, buah kelapa, pulut putih dan telur. bahan-bahan tersebut disediakan ketika
akan melakukan sembahyang yang dipimpin langsung oleh imam atau ketua
kelompok adat sebagai pemandu jamaahnya, kemudian memanjatkan doa kepada
Tuhan dengan bermacam-macam hajat oleh tiap-tiap individu.
Sistem keyakinan terdahulu yang ada pada masyarakat di Salena sebelum
mengenal dan paham dengan ajaran agama Islam secara baik dan benar mereka
masih percaya dengan hal-hal ghaib yang diwariskan oleh nenek moyang secara
turun-temurun dan terus-menerus hingga saat ini. Bahkan hingga saat ini pun adatadat kebiasaan yang mereka terdahulu masih tetap di lakukan, karena kuatnya
pengaruh terhadap kepercayaan dalam ligkungan sosial terhadap suatu zat yang
memiliki kekuatan tertinggi, sehingga sampai saat ini masih tetap menjalankan adatadat dan percaya akan hal yang berhubungan dengan gaib.
2. Transformasi Agama Pada Komunitas Kaili Di Salena (sejarah
masuknya Islam )
Jika berbicara mengenai sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Salena
tidak terlepas dari sejarah persebaran Islam di Sulawesi tengah khususnya ditanah
Kaili Palu yang di bawa oleh para Ulama seperti Habib Syalim Al-Djufri, Abdul
Raqqie atau Dato Karama sekitar abad ke-17, awal penyebaran agama Islam ini yang
disebarkan pertama kali dikalangan para Raja, karena Sulawesi Tengah pada masa itu
di Dominasi oleh Kerajaan-kerajaan yang berada disuatu daerah tertentu. Setelah itu
barulah agama Islam ini disebarkan kepada masyarakat umum. Sehingga penyebaran

64

agama Islam di tanah kaili terbilang cukup lama karena membutuhkan proses yang
panjang untuk bisa menyebarkan agama Islam bahkan sampai kepelosok seperti
diwilayah pegunungan Ulujadi, Donggala Kodi, Kabonena, Loli dan sekitarnya.
Sekitar (tahun 1970an), agama Islam mulai disebarkan di daerah pegunungan
tersebut oleh seorang Ulama yang dikenal dengan Pue Alusu, menurut warga Salena
dan warga lainnya yang pernah diajar oleh Pue Alusu, Pue Alusu tidak ditau
identitasnya karena senggang waktu antara penyebaran agama Islam ditanah Kaili
oleh Datok Karama sangat panjang sekali, sehingga fersi penyebaran yang dilakukan
oleh Pue Alusu tergolong belum terlalu lama. Pada waktu itu masyarakat yang berada
di pegunungan ulujadi, khususnya Salena dan sekitarnya masih beragama Kristen,
karena ketika penyebaran agama Islam sekitar abad ke-17 dan 19 yang disebarkan
oleh para Ulama tidak menjamak sampai kewilayah terpencil, sehingga ada beberapa
komunitas masyarakat yang masih beragama lain salah satunya yaitu Salena, yang
pada waktu itu beragama Kristen Balai Keselamatan (BK).
Setelah datangnya Pue Alusu, mulai disebarkan agama Islam kepada para
warga Salena. Yang memang pada waktu itu sudah mempunyai agama lain, tetapi
lambat laun ajaran Islam yang disebarkan oleh Pue Alusu dapat diterima dan
kemudian para masyarakat sekitarnya memeluk agama Islam, kemudian belajar
mengaji, Sholat, Puasa, serta ilmu pengetahuan lainnya tentang tuntunan Islam,
dalam menjalankan dakwahnya Pue Alusu menggunanakan metode yang membuat
warga masyarakat menjadi kagum terhadap apa yang dilakukan oleh Pue Alusu, yaitu
beliau menggunakan kekuatan supranatural baik hendak akan mengajar, ataupun
mengobati orang yang sedang sakit.

65

Seperti ungkapan pak Yunu salah seorang murid Pue Alusu:


Pada waktu itu kami disini sebenarnya beragama Kristen, tapi
waktu Pue Alusu, dia mengajarkan kami disini agama Islam,
awalnya kami menolak agama yang dibawa Pue Alusu, karena kami
juga sudah punya agama sendiri, tapi sada satu yang saya ingat
pada waktu itu yang bikin saya dan orang-orang di Salena ini mau
masuk Islam, kami melihat Pue Alusu mempunyai kekuatan seperti
Ghaib, dia itu bisa menghilang seperti Jin, dan bisa mengobati
orang yang sedang sakit, pada waktu itu saya sedang sakit parah,
sudah 2 bulan tidak bisa bangun dari tempat tidur, tapi setelah
diobat sama Pue Alusu sakit yang saya rasa langsung, bukan hanya
saya saja tapi ada beberapa orang disini yang sama seperti saya,
dan yang mengobati juga Pue Alusu. Kami menganggap bahwa
Pues Alusu membawa keberkahan bagi kami disini dan dari situ
banyak orang disini yang masuk Islam (wawancara 20 : 2016)
Pemahaman masyarakat dalam suatu keyakinan, mereka akan tertarik
terhadap sesuatu yang mempunyai kekuatan supranatural atau kekuatan ghaib, dalam
artian mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia pada umunya, karena
menurut mereka itu sama halnya seperti Pue Taala yang dapat mendatangkan
kebaikan maupun murka terhadap apa yang diyakini, sikap kagum dan terpesona
terhadap suatu hal yang dianggap ghaib merupakn tendensi bagi kehidupan mereka
diakan datang, oleh karena itu dalam penyebaran agama Islam Pue Alusu
menggunakan metode-metode yang dianggap dibutuhkan bagi masyarakat Salena.

66

Seperti yang dipaparkan diatas media pengobatan digunakan sebagai sarana


dalam menyebarkan agama Islam, Pue Alusu dapat mengobati orang yang sakit
seperti ungkapan beberapa warga Salena yang termasuk muridnya: Pada waktu itu
mereka sedang mengalami sakit dan beberapa diantaranya sedang sakit parah, sudah
berobat tetapi tidak sembuh, dan kala itu Pue Alusu mencoba untuk mengobatinya,
dengan kekuasaan Tuhan orang tersebut dapat disembuhkan. Memang dalam suatu
komunitas tertentu mereka memandang dan beranggapan bahwa sesuatu yang
mempunyai kekuatan supranatural (gaib) merupakan ketertarikan bagi mereka untuk
berbaur didalamnya.
Proses penyebaran agama Islam di Salena ini terjadi beberapa tahap, yaitu
setelah Pue Alusu menghilang, muncullah Pue Mangge Rante atau yang mereka kena
Lasanjidi datang ke daerah pegunungan Salena dengan pengawalnya yaitu para
santri-santrinya untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang Islam kepada
masyarakat Salena dan mengislamkan warga yang belum memeluk Islam, utamanya
yang berada di daerah terpencil di pegunungan hingga ke perkampungan Wana,
Doda, Kabonena, dalam tahap ini pemahaman mereka tentang Islam semakin
bertambah, dan tak luput juga dari keimanan, salah satu faktor yang menyebabkan
mereka bertransformasi agama dari Kristen Ke Islam, Islam yang datang dengan
kebudayaannya sendiri dan mereka menganggap bahwa agama Islam ada relasinya
dengan kepercayaan atau kebudayaan lokal, mereka memandang bahwa dengan
agama Islam dapat memberikan keberkahan yang merupakan kebenaran hakiki,
merasa tertarik dengan kebudayaan yang ada pada ajaran Islam, sehingga timbullah
dalam kontruksi berpikirnya bahwa kebudayaan dan agama adalah satu kesatuan
yang sama. Dan juga dilandasi dengan adanya sikap kagum terhadap kekuatan

67

supranatural. Dalam kehidupan ini sistem keyakinan merupakan suatu hal yang
terpenting bagi kehidupan manusia, untuk dalam masalah sistem keyakinan suatu
komunitas manapun tidak akan terlepas dari pertimbangan mana yang boleh
dijadikan sebagai landasan sebagai keyakinan.
Seperti uraian yang diungkapkan dari warga Salena tentang sejarah agama
yang ada di Salena.
Menurut Pak Seli; sebelum beragama Islam, kami disini
sudah beragama Kristen, seingat saya dulu itu ada orang asing
bersama dengan seorang pendeta yang naik kesini, kemudian
mereka mengajak orang-orang disini untuk masuk agamanya yaitu
Kristen, karena masyarakat disni dulu belum punya agama,
akhirnya mereka mau memeluk agama itu, tetapi sejak datangnya
ulama-ulama yang menyebarkan agama Islam

maka banyak

masyarakat Salena ini yang berpindah agama menjadi agama Islam


dan memang ketika agama Islam disebarkan, warga Salena mau
masuk agama Islam yang dibawa oleh Ulama seperti; Mangge
Rante dan Pue Alusu karena agama Islam tidak memaksa dan kami
menganggap adalah kebenaran terlepas dari itu ajaran Islam juga
hamper sama dengan kepercayaan kami disini sebelum punya
Agama, makanya kami disini mau masuk dan berpindah agama dari
Kristen Ke Islam, agama juga ini termasuk keyakinan hati.

68

Dan kami disini juga belajar tentang ajaran Islam mana yang
haram dan mana yang halal Sholat, mengaji, puasa dan lainnya
(wawancara 22 November 2016).
Perubahan yang terjadi dalam sistem keyakinan (agama) pada masyarakat
Salena nampak terlihat dalam kehidupan mereka yang ada pada saat ini, yaitu bentuk
ibadah yang dilakukan seperti yang saya lakukan bersama-sama dengan masyarakat
Salena dalam hal ibadah yaitu sholat, membaca Alquran, berpuasa dan ibadah
lainnya sesuai dengan yang diajarkan oleh pemdakwah dan sesuai dengan tuntuna
syariat agama Islam, kemudian mereka berangsur-angsur mengetahui ajaran agama
Islam dengan baik dan benar berkat para Ulama yang menyebarkan agama Islam
hingga ke Salena. Seperti Pue Alusu, Mangge Rante, Lasanjidi dan Datok Karama.
Salena merupakan suatu komunitas masyarakat yang dominan dan identik
dengan adat atau tradisinya dan masih sangat kental, tetapi saya melihat mereka
sangat antusias dalam belajar tentang agama, disana ada taman pengajian anak-anak
(TPA) dan sesekali orang dewasa pun belajar mengaji, menurut saya hal tersebut
karena merupakan suatu komponen terpenting dalam sebuah kehidupan suatu
masyarakat sebagai landasan dan pedoman untuk menjalani kehidupan utamanya
dalam hal keyakinan terhadap Tuhan semesta alam, hal ini yang menyebabkan
diterimanya secara langsung Agama Islam di Salena tanpa ada unsur paksaan atau
pertentangan yang menolak Agama Islam ketika di Syiararkan oleh para Ulama.
Jadi agama Islam disebarkan oleh para ulama dan pihak-pihak yang
berafiliasi dalam gerakan untuk menyebarkan agama Islam atau PSI, ke tanah Kaili
Palu dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Salena sebagai agama , karena

69

mereka berfikir dengan adanya yang sesuai keyakinan yang ada pada diri dan nurani
mereka, akan membawa dan membuat mereka dalam keselamatan dan kehidupan di
masa depan, yaitu masa yang akan datang (alam akhirat)
Selain itu juga hal yang terpenting ketika menyebarkan agama Islam ini, para
Ulama dan cendekiawan muslim lainnya dalam menyebarkan agama Islam atau
agama lainnya yaitu pendekatan terhadap kebudayaan lokal yang ada dalam suatu
komunitas tersebut, dan ketika agama Islam khususnya mempunyai kebudayaan
sendiri, sehingga banyak dari suatu kaum yang masih animis dan fantisme terhadap
sebuah kebudayaan lokalnya akan mengikuti dan masuk dalam ajaran yang dibawa
oleh para kaum Ulama, ketika Islam masuk di dalam suatu komunitas, Islam tidak
hanya mengislamkan orangnya saja, tetapi lebih mengarah kepada pendekatan
budaya yang ada pada komunitas tertentu, dengan begitu suatu warga masyarakat
akan merasa terpanggil jiwanya dan mengikuti ajaran karena sesuai dengan
pemikiran mereka, hal ini yang menjadi dasar mengapa pada masyarakat Salena mau
dan masuk dalam agama Islam, dan juga adanya sikap kagum terhadap suatu
kekuatan yang dianggap ghaib, mempunyai kekuatan Supranatural.
Hadirnya agama, dalam pengertiannya yang umum dimaknai sebagai
kepercayaan terhadap kekuatan/kekuasaan supranatural yang menguasai dan
mengatur kehidupan manusia, yang menimbulkan sikap bergantung/pasrah pada
kehendak dan kekuasaanya dan menimbulkan perilaku dan perbuatan tertentu secara
cara berkomunikasi dengan Tuhan dan memohon pertolongan untuk mendatangkan
kehidupan yang selamat dan sejahterah.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia
tidak diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan

70

manusia mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan
membangun peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan
tujuan. Agama membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap ridaNya melalui amal kebaikan yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan
horizontal (pengabdian sosial).
Perubahan agama yang terjadi dilakukan dengan cara memberi respon
terhadap masyarakat yang mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal
sebelumnya. Transformasi digambarkan sebagai proses perubahan secara berangsurangsur dari bentuk masyarakat yang heterogen menuju suatu persatuan yang luhung.
Secara nyata transformasi sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang merindukan
adanya rekonsiliasi dan integrasi atau terhadap masyarakat yang masih bersifat ragu
dan belum menemukan kebenaran dalam sistem kepercayaan yang mereka anut.
3. Bentuk Adat Dan Budaya Lokal
Dalam sebuah komunitas masyarakat tertentu tidak bisa terlepas dari suatu
kepercayaan lokal, sistem religi marupakan suatu unsur terpenting dalam suatu warga
masyarakat karena menyangkut masalah keyakinan dan kebudayaan, seperti halnya
pada masyarakat Salena adat dan kebudayaan lokal yang mereka konstrusikan dalam
sebuah kebudayaan yamg dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti upacara adat
adat kelahiran bayi, adat menanam padi ladang, adat perkawinan, adat ritual tahunan,
adat pengobatan, dan adat yang menyangkut dengan kehidupan masyarakat Salena,
dan saat ini masih sering dilakukan dalam waktu-waktu tertentu. Karena mereka
yakin dan percaya bahwa adat-adat tersebut dapat membawa keberkahan yang
menurun rezeki kepada kampungnya, dan menurut mereka bahwa apapun yang

71

dilakukan dalam kehidupan ini, meskipun zaman yang modern menjaga kebudayaan
lokal sangat penting.
Kebudayaan lokal adalah warisan nenek moyang yang dijalani sejak orang
tua dulu dan diturunkan kepada anak-cucunya, sehingga warga Salena menganggap
adat dan kebudayaan lokal sama halnya dengan agama, dua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupannya.
Berikut adalah ungkapan ketua adat Salena mengenai adat mereka
Menurut pak Like Sando: adat disini kami anggap seperti
agama, harus dibikin dan jangan sampai dilanggar, karena apabila
adat-adat itu tidak dibikin dan dilanggar maka kami akan terkena
imbasnya seperti musibah, kekeringan, angin kencang.

dan juga

kalo seperti adat untuk anak kami biasa menyebutnya adat Nokeso,
Nobau, Dan Nojinja ini penting sekali karena kalo tidak dibuatkan
adatnya, anak itu akan sakit, gatal-gatal, keluar air liur, tidak
waras, luka-luka badannya.
Makanya kami disini tetap bikin adat-adat itu, karena ini juga
termasuk peninggalan orang tua dulu, dan saya dipesan oleh orang
tua saya, juga ketua adat, dia berpesan : jaga baik-baik kampung
ini dengan adat .
Berikut adalah uraian bentuk adat dan kebudayaan lokal yang ada pada
masyarakat Salena dan saat ini masih tetap dilaksanakan sebagai kearifan lokal dari
peninggalan nenek moyang.

72

1. Adat Nokeso
Adat Nokeso ini adalah diperuntukkan untuk anak perempuan ketika anak
berusia satu tahun atau bisa juga lebih, adat upacara ini dilakukan agar sianak
terhindar dari hal yang buruk, baik yang secara fisik ataupun psikologi. Secara fisik
anak yang telah diadat nokeso akan terhindar dari penyakit lumpuh, luka-luka, iler,
dsb. Sedangkan dalam bentuk psikologi anak yang sudah dibuatkan adat nokeso ini
akan terlindungi dari penyakit jiwa seperti gila, suka menghayal, dan mereka percaya
akan terhindar dari kejahatan mahluk halus yang jahat.
Terlepas dari itu anak yang sudah dibuatkan upacara adat nokeso ini dianggap
telah menjadi perempuan dewasa, meskipun usianya masih anak-anak dan
mempunyai kedudukan seperti wanita dewasa pada umumnya untuk itu para laki-laki
tidak boleh sembarangan memegang anak tersebut pada bagian-bagian yang
dianggap tabu, karena jika salah pegang maka orang tersebut akan terkena sangsi
gifu (denda adat) yaitu hukum akan yang berlaku di Salena dilihat juga dari letak
kesalahan dan berat pelanggaran yang dilakukan, biasanya pelanggaran paling ringan
yaitu ketika seorang laki-laki memegang badan anak perempuan yang sudah di adat
Nokeso, dendanya yaitu 4 ekor ayam jantan dan jika diuangkan sebesar 400 ribu dan
pelanggaran paling berat yaitu ketika seorang laki-laki dewasa dengan sengaja
memegang daerah intim dan buah dada wanita tersebut, maka denda yang akan
dikenakan 5 ekor kambing beserta dengan mangkok dan piring sebanyak 6 lusin.
Adapun proses upacara adat nokeso yaitu menyiapkan peralatan dan bahan
yang akan dipakai seperti: batu, beras satu liter, pulut putih satu piring, pulut hitam
satu piring, sisir satu ayam kampung untuk diambil darahnya yang ditaruh diatas

73

nampan, kambing sesuai dengan adat yang dipakai, misalkan adat enam, maka akan
menggunakan enam ekor kambing dan alat yang dipakai dalam upacara tersebut,
yaitu piring yang digunakan termasuk piring-piring yang dianggap memiliki relasi
dengan adat dan mempunyai makna tersendiri yaitu: piring pinokaso, piring tafang
kelo, piring kosibata dan gendang sebagai iringan musiknya. Kemudian dilakukan
adat tersebut di dalam bantaya yang dipimpin langsung oleh ketua adat dan dibantu
oleh tokoh adat lainnya kemudian melakukan ritual dan membaca mantra yang
menggunakan Bahasa kaili kuno.
2. Adat Nobau
Upacara adat Nobau ini adalah diperuntukkan kepada anak laki-laki upacara
adat ini dilakukan sebelum anak laki-laki menikah upacara ini merupakan syarat
yang harus dilaksanakan sebagai bentuk bahwa seorang anak laki-laki akan dianggap
dewasa setelah dibuatkan adat Nobau ini dan juga baru bisa menikah setelah adat ini
dibuatkan. Adat Nobau ini juga sama halnya dengan adat Nokeso yang membedakan
hanyalah objeknya yaitu hanya untuk anak laki-laki.
Nobau dilaksanakan sebagai bentuk perwujudan bahwa anak laki-laki
tersebut sudah dewasa dan boleh untuk menikah, karena jika belum dilakukan adat
ini maka menurut kepercayaan mereka, anak tersebut akan susahnya hidupnya,
sempit rezekinya, dan akan dibayang-bayangi oleh roh jahat.
Adapun proses upacara adat nobau sama halnya seperti adat nokeso yaitu
menyiapkan peralatan dan bahan yang akan dipakai seperti: beras satu liter, pulut
putih satu piring, pulut hitam satu piring, , kambing sesuai dengan adat yang dipakai,
misalkan adat enam, maka akan menggunakan enam ekor kambing dan alat yang

74

dipakai dalam upacara tersebut, yaitu piring, dula yang digunakan termasuk piringpiring yang dianggap memiliki relasi dengan adat dan mempunyai makna tersendiri
yaitu: piring pinokaso, piring tafang kelo, piring kosibata dan gendang sebagai
iringan musiknya. Kemudian dilakukan adat tersebut di dalam bantaya yang
dipimpin langsung oleh ketua adat dan dibantu oleh tokoh adat lainnya kemudian
melakukan ritual dan membaca mantra yang menggunakan Bahasa kaili kuno.
3. Adat Nofunja
Adat nofunja adalah adat ritual yang dilakukan pada waktu kampung sedang
dilanda kekering, adat ini biasa dilaksanakan hanya pada waktu tertentu saja, karena
tujuan dari dibuatnya adat adalah untuk meminta hujan kepada Tuhan agar supaya
diturunkan hujan, dalam menjalankan ritual ini biasanya para tokoh adat yang
dipercaya sebagai pemangku berdiri dengan memukul gendang,

kemudian

menyediakan berbagai persembahan berupa satu ekor kambing dan makanan lainnya.
Lalu sang ketua adat akan membacakan sebuah mantra, yang dalam mantra tersebut
meminta agar diturunkan hujan terhadap kampungnya yang sedang mengalami
kekeringan itu.
Adat ini biasa digelar ketika musim kemarau panjang yang menyebabkan
lahan pertanian mereka kekeringan terancam gagal panen, dan sumber air sebagai
elemen penting sudah mulai habis.
4. Adat Ritual Tahunan
Adat tahunan yang dilakukan oleh warga Salena merupakan suatu bentuk
dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan kepada mereka selama satu tahun atas

75

rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan dan juga mengharapkan agar supaya
kampungya terhindar dari bencana, penyakit, kekeringan dan sebagainya.
Adat tahunan ini digelar tiap tahun dan prosesnya dari mulai penyediaan
bahan-bahan seperti kambing jantan yang masih hidup, ayam putih satu pasang, tiga
jenis pulut, buah-buahan dan hasil panenan yang ditaruh didalam perahu kecil, yang
sudah dibuat dipersiapkan untuk pelaksanaan adat tersbut, kamudian ketua dan para
tokoh adat memukul gendang dan membacakan mantra, lalu di hanyutkanlah perahu
itu kelaut.
Menurut mereka setelah dibuatkan ada ini dan dihanyutkan bersama perahu
yang berisi sesembahan, kampungnya akan terhindar dari segala macam bentuk
bencana dan kejahatan, karena bagian makhluk halus sudah diberikan.
Adat dan kebudayaan lokal yang telah diyakini akan terus dilaksanakan
secara turun temurun untuk menjaga kearifan lokal dan menjaga kampung dari
berbagai macam kejahatan dan bencana. Karena akan fatal akibatnya jika tidak
dilakukan, seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga
menurut pak Yunu ketua adat 2 :kalo tidak dilakukan adat ini maka
kami akan mendapatkan kutukkan dari Pue Taala atau arwah nenek moyang
kami, karena adat ini sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan, makanya
kami disini tetap melakuan adat kebiasaan yang kami lakukan ,karena kami
takut untuk melanggar amanah yang diberikan orang tua kami, kutukkan yang
kami dapatkan apabil tidak melakukan adat ini penyakit, kekeringan, bencana
dan kelaparan (wawanvara: 24 November 2016) .

76

Melihat dari uraian tersebut perlu dipahami bahwa untuk menghadapi tahap
pertumbuhannya yang baru, maka dalam lingkaran hidupnya manusia juga
memerlukan "regenerasi" semangat kehidupan sosial. Oleh karena itu, rangkaian ritus
dan upacara sepanjang tahap-tahap pertumbuhan oleh banyak kebudayaan sangatlah
penting, misalnya dalam upacara hamil tua, , upacara memotong rambut pertama, ,
upacara penyentuhan si bayi untuk pertama kali, upacara sunatan, upacara
perkawinan, upacara kematian dan sebagainya.
Suatu kebudayaan, dalam tataran praksisnya diungkapkan dengan upacaraupacara yang merupakan perilaku pemujaan atau ketaatan yang dilakukan untuk
menunjukkan komitmen terhadap suatu kepercayaan yang dianut. Dengan upacaraupacara tersebut, orang di bawah keadaan dimana getaran-getaran jiwa terhadap
keyakinan mereka menjadi lebih kuat dari dalam. Dengan demikian, upacara
tradisonal pada dasarnya berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan
kekuatan lain yang ada di luar diri manusia.
Dalam sebuah sistem kebudayaan lokal yang berupa masih dijalan hingga saat
ini yang ada di dalam komunitas warga Salena yaitu rekonstruksi dari kepercayaan
orang terdahulu terhadap keyakinan. Integrasi yang terjadi di Masyarakat diasumsikan
sebagai tindakan yang benar Karen dalam kegiatannya sistem keyakinan adalah
symbol kesakral kekuatan gaib yang berasal dari sang penguasa, sehingga dalam
pemikiran masyarakat tersebut, bahwa suatu adat dan kebudayaan adalah sakral, sama
halnya dengan agama.
4. Dinamika Kehidupan Beragama
a. Pengetahuan Tentang Agama

77

Dinamika kehidupan di dalam suatu komunitas masyarakat

tertentu tak

terlepas dari suatu sistem keyakinan (agama) sebagai landasan dan pedoman dalam
menjalan kehidupannya sehari-hari, bukan hanya samapai disitu saja, tetapi juga
dalam keagamaan, diperlunya suatu pengetahuan yang baik dan benar, agar
pelaksanaan ibadah dan aturan-aturan agama dapat terealisasikan dengan baik sesuai
dengan tuntunan ajaran agama.
Dalam kehidupannya, masyarakat Salena menjalankan peribadatan sesuai
dengan apa yang diperintahkan dan disyariatkan dalam ajaran Islam seperti sholat,
puasa, mengaji dan ibadah lainnya, ini karena pengetahuan mereka terhadap Islam
yang sudah semakin mangtap berkat adanya para ustad dan pendakwah yang datang
ke Salena untuk memberikan ceramah-ceramah kepada masyarakat Salena, sehingga
lambat laun mereka akan mengetahu dan menambah keimanan dalam dirinya. Yang
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saat memang terlihat dengan
sangat jelas perubahan mengenai pemahaman-pemahaman warga Salena terhadap
agama Islam, dan meskipun sebagian dari penduduk masyarakat belum terlalu paham
betul dengan Islam, tetapi dalam batin mereka Islam adalah agamanya sampai
matipun akan terus memeluk Islam.
Seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga Salena yang bernama
Yori : bagi saya pribadi Islam sudah mendarah daging dalam diri,
sekalipun saya belum tau sepenuhnya tentang Islam, tapi saya
yakin dengan

beragama Islam mudah-mudahan hidup saya akan

selamat dunia akhirat, Islam harga mati yang tidak bisa digantikan
(wawancara 25 Nov 2016)

78

Menurut analisa saya bahwa agama Islam dalam bagi kehidupan masyarakat
Salena memang sudah menjadi fundamental bagi tiap individu yang memeluknya
dengan keadaan dan dalam kondisi apapun manusia tidak akan pernah lepas dari
sebuah sistem yang mengatur kehidupannya, utamanya dalam suatu sistem keyakinan
terkait dengan hal tersebut perlunya pengetahuan tentang Islam dengan baik benar
agar supaya tidak salah dalam menjalankan amalan sesuai dengan apa yang
dianjurkan oleh agama Islam.
Dalam hal ini pengetahuan tentang agama Islam pada masyarakat Salena
harus ditanam sejak anak-anak usia dini, karena anak-anak merupakan suatu
regenerasi penerus bagi kehidupan warga Salena dimasa depan, selain itu pentingnya
pengetahuan tentang agama yang diajarkan kepada anak-anak merupakan modal bagi
sianak agar hidupnya menjadi lebih baik karena mengikuti aturan-aturan, sarana yang
digunakan warga Salena untuk belajar Agama beberapa tempat yang pertama ada
sekolah sebagai basis pendidikan intelektual dan yang kedua ada taman pengajian
anak (TPA). Dari kedua kedua tempat ini, yang paling sering digunakan dalam
belajar dan mengajarkan agama yaitu TPA, karena tempat ini memang sudah dibuat
khusus untuk anak-anak belajara agama, seperti mengaji, sholat, doa-doa dan
lainnya. Melalui TPA ini anak-anak di Salena dapat belajar agama dengan baik,
sehingga membuat ilmu pengetahuan mereka mengenai agama makin bertambah.
Melalui adanya sarana-sarana tersebut membuat didukung pula dengan orang
yang mau mengamalkan Ilmunya seperti Ustad, Ustazah dan guru, sehingga dalam
kehidupannya masyarakat Salena mengambil, mengikuti aturan-aturan yang

79

Seperti uraian yang di ungkap oleh pak Suhaedi: beliau adalah Imam Mesjid
Al-Amanah yang berada di Salena:
Seperti yang kita lihat sendiri pak, masyarakat disini terbilang
cukup bagus kepada agamanya, dalam kesehariannya masyarakat
disini menjalankan ibadah-ibadah seperti sholat, puasa di bulan
Ramadan, mengaji. Alhamdulillah saat ini warga disini sudah
berubah tidak seperti dulu lagi. Yang belum terlalu paham dengan
agamanya (wawancara 26 Nov 2016)
Salah satu faktor yang mendukung hingga pengetahuan masyarakat Salena
bisa mengalami perubahan seperti saat ini yaitu dengan adanya dakwah-dakwah
agama Islam yang berperan dalam pengembangan masyarakat Islam di Salena.
Indikasinya tampak pada aktivitas pengembangan masyarakat, yang meliputi
kelompok binaan dalam suatu komunitas tertentu, dakwah dilakukann dengan cara
mentransformasikan pengetahuan agama dengan metode ceramah dan praktek ibadah,
masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan menyadari akan pentingnya
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dakwahnya para
Ustad dan guru agama melakukan tahapan-tahapan antara lain penjajakan, untuk
menciptakan masyarakat agar mau mengikuti dan mendengarkan ceramah tersebut
dalam pembentukkan pribadi yang shaleh, kecerdasan agama, intelektual, makmur
dan sejahterah.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia
tidak diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan
manusia mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan

80

membangun peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan
tujuan. Agama membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap ridaNya melalui amal kebaikan.
b. Praktek budaya Islam Yang Dijalankan
Sebagaimana sudah diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat di
nusantara ini telah terjadi akulturasi dan asimilasi budaya. Baik dengan budaya
Hindu, budaya Budha, paham-paham animisme dan budaya lokalnya. Dalam suatu
komunitas masyarakat tertentu. Tentunya kebudayaan lokal tidak terelakkan dalam
kehidupannya, sehingga ketika Islam datang di suatu komunitas masyarakat itu,
maka cara yang dilakukan adalah memberi pemahaman yang jelas mengenai ajaran
Islam dan budaya-budaya atau tradisi dalam Islam agar supaya tidak mengakibatkan
akulturasi budaya antara budaya setempat dengan budaya Islam yang datang.
Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya,
bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya Seperti yang kita
lihat saat ini kebudayaan setempat yang tidak sesuai dan dianjurkan dalam Agama
Islam, terkadang sering dikait-kaitkan dengan agama Islam, sehingga dalam
komunitas tertentu muncullah pemikiran bahwa ada budaya-budaya yang dilakukan
adalah sesuai dengan anjuran Islam dan Sunah Nabi, tetapi ada juga budaya-budaya
umat Islam yang dijalankan dalam suatu masyarakat yang sesuai Nabi yang dijelaskan
dalam kitab-kibat Hadist dan juga dari beberapa aliran yang tidak mau menjalankan
tradisi tersebut, dengan anggapan bahwa hal itu adalah Bidah.
Dalam komunitas masyarakat Salena yang kental terhadap budaya lokalnya,
tetapi dalam kesehariannya, mereka juga menjalankan syariat Islam dan juga

81

kebudayaan Islam seperti umat Islam pada umumnya, kebudayaan Islam yang biasa
dilakukan pada komunitas masyarakat ini seperti Maulid Nabi, Ziarah kubur dan
Tahlilan. Masyarakat Salena dikenal dengan kuatnya kebudayaan lokal, sehingga
suatu hal yang bersangkutan budaya akan mereka lakukan terlebih dalam hal ini
menyangkut dengan agamanya.
Seperti uraian yang diungkapkan oleh seorang warga Salena
Menurut pak Seli : kami warga disini ini pak, biasa melakukan
tradisi-tradisi Islam seperti Maulid Nabi Muhammad, Ziarah kubur,
Tahlilan. Dan memanh tradisi itu kami anggap penting karena
menurut kita disini tradisi itu tradisi Islam, karena ada nilai-nilai
tersendiri bagi kami, seperti kebersamaan, rame-rame datang di
Mesjid ketika ada acara maulid Nabi kemudian mendengarkan
ceramah, ada juga tradisi Islam yang lain dijalankan disini kayak
Tahlilan, kalo tahlilan ini pak, perlu karena mengundang orang
makan, baca yasin, baca doa untuk orang yang sudah meninggal
supaya diringankan siksa kuburnya (wawancara 26 Nov 2016).
Terkait dengan urain diatas mengenai tradisi Islam yang dijalankan dalam
komunitas masyarakat salena. Menurut saya tradisi Islam yang mereka lakukan adalah
hasil tangkapan yang diajarkan oleh para sebagian Ulama dan Ustad dan juga
lingkungan sekitar. Karena dalam metode dakwah yang dilakukan bermacam-macam,
Islam juga bersifat terbuka terhadap budaya lokal bahkan Islam meragkul budaya
sebagai salah satu cara untuk menyebarkan dan mengembangkan agama Islam
dikalangan masyarakat.

82

Tidak ada satu agama pun yang bebas dari tradisi panjang yang dihasilkan
oleh masyarakat yang warganya menjadi pemeluknya. Oleh karena itu, Islam yang
dipahami dan dijalankan oleh suatu etnis atau suku pada batas tertentu bisa jadi tidak
sama dengan Islam yang dipahami dan dihayati oleh suku lainnya. Begitupula
kemudian dalam wilayah yang lebih luas, Islam yang dihayati orang-orang Timur
Tengah, sampai batas tertentu, berbeda dengan Islam yang dihayati bangsa Indonesia.
Meskipun diakui bahwa terdapat persamaan dalam kesemua varian Islam terkait
dengan prinsip-prinsip dasarnya, namun dalam praktiknya terdapat banyak variasi
oleh karena adanya sentuhan budaya masing-masing wilayah.
5. Sinkretisme Agama Pada Komunitas Masyarakat Salena
Sebelum kita membahas mengenai sinkretisme agama yang terjadi pada
komunitas kaili di Salena, Sinkretisme merupakan suatu percampuran dari
beberapa paham yang bertentang tidak searah, kemudian menjadi
berjalan secara bersamaan tapi tidak sama, mencari keserasian,
keselarasan untuk mencapai tujuan yang sama.
Di dalam dinamika kehidupan masyarakat Kaili di Salena,
terlihat memang sebuah sinkretisme yang terjadi dalam sistem
keyakinannya seperti terdapat orang-orang muslim yang benarbenar berusaha menjadi muslim yang baik, dengan menjalankan
perintah agama

dan menjauhi larangannya. Disamping itu juga,

menjalakan perintah sesuai syariat Islam, mereka juga melakukan


adat, tradisi atau lebih umumnya kebudayaan lokal, Salena sangat
diwarnai

dengan

dua

hal

tersebut

karena

menurut

mereka

kebudayaan adalah hal yang terpenting guna sebagai kearifan lokal


83

yang diwariskan oleh nenek moyang, yang didalamnya terkandung


nilai-nilai sosial tertentu, misalkan dalam sebuah adat yang biasa
dilakukan sebelum datangnya Islam, seperti upacara adat dan ritual
yang

masih

mengandung

pahama

animisme,

dan

setelah

beragama, adat dan ritual-ritual tersebut masih dijalankan bahkan


menjadi hal keharusan bagi mereka yang meyakini hal tersebut.
Seperti

yang

sudah

dijelaskkan

pada

halaman-halaman

sebelumnya dalam kesehariannya masyarakat Salena menjalankan


perintah kewajibannya seperti: sholat, mengaji, puasa dan ibadah
lainnya. Tetapi orang-orang yang menjalankan ibadah tersebut,
masih juga melakukan seperti upacara dan ritual adat, Nokeso,
Nobau, Nofunja, Nolama, dan adat ritual tahunan, ini menunujukkan
bahwa dalam komunitas masyarakat adanya sinkretisme agama,
Berikut menurut seorang warga Salena beliau adalah ketua
adat
Menurut Pak Like Sando : adat dan agama kami anggap sama
karena masyarakat disini, adat kami pakai dalam acara yang ada
kaitannya dengan alam sekitar sedangkan agama kami pakai
sebagai aturan-aturan dalam kehidupan kami disini. Tapi kami disini
juga mengambil aturan ada sebagian, jadi menurut saya agama dan
adat ini memang sama nilainya( wawancara 20 November
2016).

84

Menurut pak Seli : budaya dan agama kami anggap dua hal
yang tak terpisahkan dalam kehidupan kami disini, karena agama
sebagai pedoman hidup mengatur kehidupan kami sedangkan
budaya adalah kearifan lokal yang memang sudah mengakar dalam
diri kami disini dan itu ditanamkan dari dalam diri kita sejak
kecil(wawancara 21 November 2016).
Dualisme ini memang tidak dapat dipisahkan dan ada pada agama lokal
maupun agama wahyu. Dalam agama lokal semisal kepercayaan nenek moyang atau
kepercayaan toemik, mereka memiliki dunia ide mereka dan cara-cara mereka
melihat dunia. Lalu apa-apa yang mereka yakini dalam alam piker mereka tersebut
direpresentasikan dalam ritus-ritus.
Sinkretisme berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan dan pertentanganpertentangan yang signifikan antara beberapa paham yang berlainan. Interaksi agama
dengan budaya pada intinya melibatkan suatu pertarungan atau setidaknya ketegangan
antara doktrin agama -yang dipercaya bersifat absolut karena berasal dari Tuhandengan nilai-nilai budaya, tradisi, adat istiadat produk manusia yang tidak selalu
selaras dengan ajaran-ajaran ilahiah. Dengan kata lain, agama memberikan kepada
manusia sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas yang didasarkan bukan pada
pengetahuan dan pengalaman empiris kemanusiaan itu sendiri, melainkan dari otoritas
ketuhanan. Tetapi konstruksi realitas yang bersifat transenden ini tidak dapat
sepenuhnya dipahami dan diwujudkan manusia karena tidak jarang konsepsi yang
diberikan Tuhan itu disampaikan melalui simbolisme dan ambiguitas, yang pada
gilirannya menciptakan perbedaan-perbedaan interpretasi dan pemahaman di antara
individu-individu atau kelompok-kelompok manusia.

85

.Faktor Yang Menyebabkan Munculnya Sinkretisme Agama pada


masyarakat Salena
Jika melihat akibat munculnya sinkretisme pada Suku Kaili di Salena, hal

tersebut tidak terlepas dari penyebaran agama Islam di Sulawesi Tanah Kaili Palu
pada saat agam Islam datang di Sulawesi Tengah sekitar abad ke-17 dan 19, orangorang Kaili yang berada di Lembah Palu ini khususnya yang berada di pedalaman
Jauh dari perkotaan merekonstruksi kepercayaan lokal yang ada paham animisme di
dalamnya, yaitu yang biasa disebut dengan adat dan kebudayaan lokal.
Dan ketika Islam masuk kedalam kalangan Masyarakat Kaili, membuaut
perubahan yang berelasi terhadap sistem keyakinan mereka terdahulu. Keyakinan
hasil pemikiran manusia yang dikontruksikan dalam sebuah keyakinan dan menjadi
adat kebiasaan tradisi, selanjutnya setelah Islam masuk dibawa oleh para Ulama
yang menyiarkan agama Islam pada suku Kaili di Lembah Palu. Para cendekiawan
muslim tersebut menyebarkan agama Islam sampai ke komunitas warga yang
berdiam diatas pegunungan.
Dalam

masyarakat yang masih kuat dengan terhadap kepercayaan lokal

setempat tersebut, akan sulit untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan, sehingga


ketika Ulama dan cendekiawan muslim lainnya, dalam menyebarkan agama Islam ini
terus berjalan sesuai dengan metode yang diajarkan bahkan merangkul kebudayaan
setempat agar mempermudah pengembangan agama Islam.
Hadirnya agama dan kuatnya terhadap kepercayaan lokal dalam kehidupan
masyarakat Salena merupakan

faktor yang menyebabkan terjadinya sinkretisme

pada komunitas tersebut dalam pengertiannya yang umum dimaknai sebagai

86

kepercayaan terhadap kekuatan/kekuasaan supranatural yang menguasai dan


mengatur kehidupan manusia, yang menimbulkan sikap bergantung/pasrah pada
kehendak dan kekuasaanya dan menimbulkan perilaku dan perbuatan tertentu secara
cara berkomunikasi dengan Sang Mahadahsyat dan memohon pertolongan untuk
mendatangkan kehidupan yang selamat dan sejahterah.
Dualisme kepercayaan agama dan budaya lokal memang tidak bida
dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Salena, karena melihat anggapan-anggapan
mereka terhadap dua hal tersebut, sudah mengakar dalam diri masing-masing tiap
individu terlebih hal tersebut terkait dengan sistem keyakinan, yang memberikan
nilai-nilai terpenting bagi setiap kehidupan dan sebagai aturan untuk menjalankan
hidup sehari-hari.

87

Anda mungkin juga menyukai