Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM ADAT SUKU BETAWI

DOSEN PEMBIMBING
Endah Lestari, S.H M.H

DISUSUN OLEH
Hans Raynadhi (338)
Bilqis Chairunisa Azzahra (349)
Muhammad Rifqi Zam zami (361)
Mirna Muliyani (351)
Mafakhir Ahmad Zadal Afaf (369)
Zayan Alfino Dimichi (348)
Andre Dwi Kurniawan (346)
Radika Safitri (345)
Rini Yasmin (359)
Riduan Rizaldi (332)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS HUKUM
2019/2020

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................................ 3


BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
LATAR BELAKANG ............................................................................................................... 4
7 Unsur Kebudayaan Suku Betawi :............................................................................................ 4
Rumusan Masalah :......................................................................................................................8
BAB II............................................................................................................................................. 9
I. Hukum Tata Negara dalam Pemilihan Ketua Suku Betawi....................................... 9
II. Hukum Perdata atau Hukum Privat dalam Perkawinan dan Warisan dalam Suku
Betawi ......................................................................................................................................... 9
III. Hukum Publik Pidana dalam Suku Betawi ............................................................... 13
BAB III ......................................................................................................................................... 15
PENUTUP..................................................................................................................................... 15
Kesimpulan .............................................................................................................................. 15
Saran......................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16

2
Kata pengantar

Dengan menyebut nama Tuhan yang maha Esa, kami panjatkan puji dan syukur atas
kehadiratnya yang telah menimpahkan banyak rezeki, rahmat, hidayah, dan kemudahan agar
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dan
mendapatkan manfaatnya untuk kami dan lebih baik lagi untuk orang lain.

Terlepas dari itu semua, kami sadar bahwa kami masih jauh dari kata sempurna baik dari
susunan kata maupun bahasa yang terdapat dalam makalah yang kami buat dengan segenap
usaha kami. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran secara terbuka yang bersifat
membangun dari Ibu dosen maupun pembaca dan bila ada kesalahan akan dilakukan perbaikan
demi kemajuan dan kebaikan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih untuk Ibu dosen yang sudah membimbing kami, para
orang tua yang mendukung kami, dan tidak lupa yang paling utama adalah Tuhan yang
senantiasa melindungi kami.

Malang, 19 november 2019

Kelompok 2

3
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat
tinggal di Jakarta. Mereka adalah keturunan penduduk yang bermukim di Jakarta sejak abad ke –
17. Beberapa pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil perkawinan antar etnis
dan bangsa pada masa lalu. Keturunan orang Betawi adalah kaum berdarah campuran aneka suku
dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Jakarta. Apa yang disebut dengan orang atau suku
Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan
berbagai kelompok etnis lain yang dulunya sudah hidup di Jakarta, seperti Jawa, Sunda, Melayu,
Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Arab, India, dan Tionghoa.
(Keberadaan Suku Betawi pada masa sekarang: Di wilayahnya sendiri yaitu di Jakarta
memang sangat sulit dijumpai keberadaannya ataupun eksistensinya, tetapi sebenarnya Suku
Betawi masih tetap ada dalam masyarakat namun minim sekali minat masyarakatnya untuk tetap
melestarikan adat dan tradisi Suku Betawi karena beberapa faktor seperti perkembangan zaman,
percampuran budaya antarsuku dan juga karena masyarakat Suku Betawi ini berpikiran terbuka
terhadap pengaruh dari luar lingkup kebudayaannya, oleh karena itu menurut Ketua BAMUS
Betawi (Badan Musyawarah Masyarakat Betawi) Becky Mardani (Demisioner) masyarakat
Betawi masih menunggu Realisasi Kebijakan Pemerintah Jakarta dalam hal pelestarian
Kebudayaan Suku Betawi agar Suku Betawi tetap eksis keberadaannya).

7 Unsur Kebudayaan Suku Betawi :


1. Sistem Mata Pencaharian
Dalam system mata pencaharian dalam Suku Betawi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Orang – orang Betawi yang tinggal di tengah Kota memiliki pekerjaan yang
lebih bervariasi seperti pedagang, pegawai pemerintah, buruh, tukang meubel,
dan lain – lain.
b. Orang – orang Betawi yang tinggal di pinggir Kota cenderung bekerja sebagai
petani, pedagang kecil, dan ternak ikan.

2. Sistem IPTEK
Suku Betawi dikenal dengan “Hidup bagaikan mengikuti aliran air atau kemana angin
berhembus.” Maksud dari kalimat ini adalah pemikiran orang – orang Betawi tidak
mempunyai ambisi yang tinggi dalam maksud berebut warisan ataupun kemaruk pangkat.
Orang Betawi dikenal dengan pemikiran yang sudah sangat maju dalam hal pendidikan dan
Cara berpikir karena tersentuh modernisasi oleh karena itu mereka mempunyai visi yang
jelas dan tujuan hidup yang pasti contohnya adalah berdagang, dalam berdagang mereka

4
memikirkan trik untuk mendapatkan pembeli yang banyak dengan membuat ciri khas yang
berbeda.

3. Sistem Peralatan Hidup


Peralatan hidup Suku Betawi memiliki perkembangan yang pesat dari semua
daerah yang tersebat di Indonesia. Peralatan hidup itu didatangkan dari negara asing,
seperti Senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam.
Hanya saja Suku Betawi memiliki senjata khas yaitu golok.

4. Sistem Kekerabatan Masyarakat


Orang Betawi mengikuti prinsip bilineal (pihak ayah dan pihak ibu) dalam
penarikan garis keturunan dimana adat menetap nikah sangat tergantung kepada
perjanjian kedua pihak sebelum perpisahan berlangsung, ada yang menetap di pihak
lelaki (patrilokal) maupun pihak wanita (matrilokal). Masyarakat Jakarta Asli atau
Betawi dalam susunan masyarakat dan system kekerabatannya pada umumnya menganut
system patrilineal (Diatur dari pihak lelaki atau ayah).

5. Sistem Religi
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen
Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi
kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam.
Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan
masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.
Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah
keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada
awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya proses
pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dengan penduduk lokal.
Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.

5
Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan
keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada suku Betawi
juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-upacara tersebut antara lain:
a. Kekeba/upacara nujuh bulan
Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan
biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b. Potong Rambut
Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi
berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c. Upacara Kerik tangan
Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak keluarga
yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi dengan pembacaan
shalawat Nabi sebanyak 7 kali.
d. Upacara Khitanan
Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja
dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga
disebut dengan upacara sunatan/sunat.

6. Sistem Bahasa
Bahasa Betawi adalah anak dari Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra
ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niarin” untuk
hari ini. Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”, contoh,
Kenapa menjadi Kenape.

7. Sistem Kesenian
Berikut ini adalah kesenian – kesenian yang terdapat dalam suku Betawi:

a. Tari Topeng
Tari ini biasanya digelar pada acara sunatan, nazar maupun pernikahan.

(Sumber: www.jakcity.com)

6
b. Ondel – ondel
Pada mulanya ondel – ondel digunakan untuk pemujaan roh. Namun
sekarang, ondel – ondel merupakan pertunjukkan untuk menyambut tamu atau
merayakan acara resmi. Ondel – ondel adalah manikin raksasa yang di dalamnya
terdapat orang (biasanya laki – laki untuk mengendalikan) dengan tinggi kurang
lebih 2,5 meter menggunakan pakaian warna – warni, riasan tebal, dan hiasan di
kepalanya.

(Sumber : http://jakarta.panduanwisata.id/jakarta-utara/ondel-ondel-
boneka-raksasa-asli-betawi/ )
c. Lenong
Lenong merupakan pentas seni khas Betawi dengan latar belakang cerita
dan kehidupan masyarakatnya sehari – hari diselingi lagu, pantun, dan lelucon
jenaka. Kadang juga pementasan Lenong juga berinteraksi dengan
penontonnya langsung.

(Sumber : https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150622233501-241-
61708/lenong-preman-modern-warisan-berharga-mpok-nori)

7
Adapula Kebiasaan – kebiasaan Suku Betawi adalah sebagai berikut:
1. Gaya bicara ceplas ceplos (Apa adanya dan langsung kepada permasalahan yang
menjadi objek pembiacaraan)
2. Kehidupan sosial yang religius
3. Pakaian Betawi yang menjadi ciri khas sejak lama yaitu penggunaan baju koko dan
kopiah hitam.
4. Nyambat. (Mengajak orang lain untuk bergotong – royong mengerjakan suatu
pekerjaan)
5. Nganter. (Orang Betawi memiliki kebiasaan mengantarkan makanan atau sesuatu
yang dimasak dan untuk tetangganya)
6. Ngored. (Membersihkan makam keluarga beberapa hari menjelang Ramadhan)
7. Nyelengin. (Menabung)

RUMUSAN MASALAH:

1. Bagaimana Hukum Tata Negara Suku Betawi dalam memilih ketua Suku mereka?
2. Bagaimana Hukum Perdata atau Hukum Privat dalam perkawinan dan warisan dalam suku
Betawi?
3. Bagaimana Hukum Publik Pidana dalam suku Betawi?

8
BAB II
PEMBAHASAN
I. Hukum Tata Negara dalam Pemilihan Ketua Suku Betawi
Pada umumnya ketua suku Betawi memiliki pemikiran yang sudah maju sehingga pada
pemilihan ketua suku (biasanya juga dibilang ketua adat atau hanya ketua daerah) dipilih melalui
musyawarah atau dipilihkan rakyatnya dengan syarat – syarat tertentu, yaitu:
1. Baragama Islam. (Karena mayoritas agama di suku Betawi adalah Islam.)
2. Orang Betawi asli yang tinggal di Jakarta dan daerah sekitarnya.
3. Bertanggung jawab dan mampu memimpin rakyatnya.
4. Mapan dan sudah berumur yang dibilang dewasa. (Biasanya berumur diatas 25 tahun,
tergantung situasi dan kondisi pada saat itu.)
5. Mampu membawa rakyatnya untuk kerjasama dan gotong royong.
6. Mempunyai visi dan misi untuk masa depan rakyat dan daerahnya.
7. Jujur dan adil kepada rakyat dan daerahnya.

(Adapun Tugas ataupun hal-hal yang harus dilakukan sebagai Ketua Suku Betawi terbagi
menjadi dua) sebagai berikut:
- Pemimpin Suku Betawi yang disegani dan diikuti kepemimpinannya adalah guru dan
mualim (kepemimpinan ulama) Tugasnya yakni dapat memberikan contoh teladan yang
baik bagi masyarakat Suku Betawi serta mengajarkan dan menyampaikan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran Agama Islam kepada masyarakat Suku Betawi serta menjadi
Pemimpin Musyawarah maupun kegiatan keagamaan.
- Pemimpin Betawi yang hanya disegani adalah jagoan atau Jawara. Tugasnya yakni
mampu menjadi Pemimpin garis terdepan jika terdapat suatu konflik permasalahan yang
tidak dapat diselesaikan secara damai, maka Jagoan inilah sebagai ujung tombak Suku
Betawi yang akan menyelesaikan perkara tersebut dengan cara kekerasan bila diperlukan.
Meskipun ada Dualisme kepemimpinan dalam Suku Betawi, namun hubungan Mualim dan
jagoan atau Jawara itu tidaklah konfrontatif, bahkan terdapat hubungan fungsional diantara
keduanya.
II. Hukum Perdata atau Hukum Privat dalam Perkawinan dan Warisan dalam
Suku Betawi

2.1.Perkawinan
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antar individu dalam
masyarakat. Tradisi hukum di Eropa (civil law) membagi hukum menjadi dua yakni hukum
publik dan hukum privat atau hukum perdata. Tetapi, dalam sistem Anglo–Saxon (common law)
tidak mengenal pembagian seperti ini.

9
Berikut ini merupakan asas – asas perkawinan menurut KUHPerdata:
1. Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
2. Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan didepan pegawai
catatan sipil.
3. Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki – laki dan seorang perempuan di
bidang hukum keluarga.
4. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat – syarat yang ditentukan undang –
undang.
5. Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
6. Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
7. Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.
Sementara berikut ini adalah asas – asas perkawinan menurut Undang – Undang Nomor 1
Tahun 1974, yaitu:
1. Asas Kesepakatan (BAB II Pasal 6 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974), yaitu harus ada kata
sepakat antara calon suami dan isteri.
2. Asas Monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974). Pada asasnya, seorang pria
hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang wanita hanya boleh memiliki satu suami,
namun ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974), dengan syarah – syarat
yang diatur dalam Pasal 4 – 5.
3. Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah.
4. Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang – undang (Pasal
2 UU No. 1 Tahun 1974).
5. Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri.
6. Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak atau keturunan dari perkawinan tersebut.
7. Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.

Dalam Suku Betawi penuh warna dan penuh hiasan, ini bisa menjadi gambaran tradisi
pernikahan kuno Betawi. Di tengah suara petasan, iring-iringan keluarga mempelai pria berjalan
ke bagian depan kediaman pengantin wanita yang diiringi oleh ondel-ondel, tanjidor dan
marawis (rombongan pemain rebana menggunakan bahasa Arab). Pengantin pria berjalan sambil
membawa kambing itu adalah ciri khas keluarga Betawi dari Tanah Abang.
Saat tiba didepan rumah, hal pertama yang dilakukan adalah diadakannya prosesi “Buka Palang
Pintu”, berupa berbalas pantun dan Adu Silat antara wakil dari keluarga pria dan wakil dari
keluarga wanita. Tujuan dari prosesi tersebut adalah sebagai ujian bagi mempelai pria sebelum
diterima sebagai calon suami yang hendak menjadi pelindung bagi mempelai wanita yang
dicintainya. Ciri khasnya, dalam setiap pertarungan silat, pihak wanita pasti dikalahkan oleh
jagoan calon pengantin pria.
Upacara perkawinan dalam adat Betawi memiliki serangkaian prosesi. Adanya masa perkenalan
terlebih dahulu melalui Mak Comblang (perantara yang menghubungkan atau mempertemukan
calon suami istri), dilanjutkan lamaran, kemudian pingitan (calon pengantin wanita tidak

10
diperbolehkan keluar rumah atau bertemu calon pengantin pria sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan yaitu sebelum acara akad nikah), upacara siraman, prosesi potong canting atau ngerik
bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting, dan malam pacar (mempelai
memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar).
Akad nikah adalah puncak adat Betawi dimana mempelai wanita memakai baju kurung dengan
teratai dan selendang sarung songket dan kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta
kembang goyang sebanyak Lima buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Selain itu, dahi
mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit (tanda masih gadis saat menikah).
Berbarengan dengan mempelai wanita, mempelai pria juga menyiapkan diri, mempelai pria
memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah ditambah baju Gamis berupa
Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai.

Pelaksanaan adat perkawinan Betawi sesuai dengan hukum adat yang berlaku mempunyai
beberapa tahapan, yaitu:
a. Pengiriman utusan, dalam pengiriman utusan maksudnya adalah saat pemuda sudah
mempunyai kemantapan hati pada pujaan hatinya, maka akan mengirim utusan (pemuda
itu sendiri dengan didampingi oleh kedua orang tuanya) untuk melamar si gadis pujaan
hatinya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa si pemuda adalah orang yang
mempunyai latar belakang baik dan adalah orang yang baik (baik dan santun kepada
orang tuanya).
b. Penentuan hari perkawinan yang ditentukan oleh kedua pihak keluarga.
c. Ijab qabul, yaitu upacara pengesahan antara mempelai pria dan mempelai wanita untuk
hidup bersama dan menjadi satu dalam ikatan sebuah rumah tangga.
d. Upacara adat yang dilaksakan setelah upacara ijab qabul.

(Adapun hal-hal yang dapat membatalkan Prosesi ataupun serangkaian pelaksanaan Adat
perkawinan Suku Betawi) sebagai berikut:
- Jika salah satu atau lebih tahapan dalam pelaksanaan adat perkawinan tersebut tidak
dilaksanakan maka perkawinan dinyatakan Tidak Sah atau Batal.
- Jika salah seorang mempelai ataupun keduanya ada yang melanggar ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan serta hukum adat perkawinan Suku Betawi maka
perkawinan dinyatakan Tidak Sah atau Batal.
- Jika terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Hukum Adat Suku Betawi dilakukan oleh
pihak yang bersangkutan dalam acara perkawinan maka dinyatakan Tidak Sah atau Batal.

11
2.2.Warisan

Bagi suku Betawi proses pewarisan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pewaris
untuk meneruskan atau mengalihkan harta warisan secara terbagi maupun tidak terbagi
kepada para ahli waris sewaktu masih hidup atau sudah meninggal dunia.

Dalam hukum adat Betawi, ahli waris yang melakukan proses pewarisan adalah generasi
yang lain dari generasi lainnya (anggota keluarga yang lain terutama anak – anak dari
pewaris). Jika ahli waris masih dalam generasi itu masih anak – anak maka orang lain
sebagai anggota keluarga tidak bisa yang mengakibatkan apabila pewaris meninggal
dunia, maka anggota keluarga yang lainnya tidak berhak menjadi ahli waris. Ahli waris
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Ahli waris yang dapat menerima warisan :
1. Anak kandung dan anak tiri dari pewaris
2. Janda atau duda
3. Saudara pewaris
4. Orang tua pewaris
b. Ahli waris yang tidak dapat menerima warisan
Pada suku Betawi dalam melakukan pembagian warisan adalah wewenang ahli waris
berdasarkan amanat pewaris secara langsung maupun melalui Surat wasiat. Harta warisan terbagi
menjadi tiga yaitu:
1. Harta pencaharian atau harta gono – gini yaitu harta yang didapatkan oleh suami istri
selama ikatan perkawinan. (Bisa berupa tanah, uang, perhiasan, perabotan rumah tangga,
dan bangunan).
2. Harta pusaka yaitu bidang – bidang tanah peladangan, sawah, danau, bekas kebun.
3. Harta bawaan yaitu harta yang dimiliki seseorang yang dapat berupa hadiah atau warisan
(tidak menentu bisa macam – macam).
(Adapun hal-hal yang dapat membatalkan Hak Waris atau Pewarisan) karena Suku Betawi
Berlandaskan pada Ajaran Agama Islam maka Hukum Waris sesuai dengan syariat Agama Islam
yakni sebagai berikut:
- Status Budak: Orang yang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta
warisan karena bila seorang budak menerima warisan maka harta warisan yang ia terima
itu menjadi milik tuannya, padahal sang tuan adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy)
orang yang meninggal yang diwarisi hartanya. Seorang budak juga tidak bisa diwarisi
hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa. Bagi seorang budak diri dan
apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.
- Pembunuhan: Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan dari orang
yang dibunuhnya, baik ia membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan.
Karena membunuh sama saja dengan memutus hubungan kekerabatan, sedangkan
hubungan kekerabatan merupakan salah satu sebab seseorang bisa menerima warisan.

12
- Perbedaan Agama antara Islam dan kufur: Orang yang beragama non-Islam tidak bisa
mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal yang beragama Islam. Juga
sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan dari harta peninggalan
keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam.

III. Hukum Publik Pidana dalam Suku Betawi

Hukum publik merupakan aturan – aturan yang mengatur bagaimana hubungan warga negara
dengan negaranya yang menyangkut kepentingan umum. Hukum publik juga dapat diartikan
sebagai suatu aturan yang mengatur masyarakat, sehingga hukum publik. Berikut ini adalah ciri-
ciri dari hukum publik, yaitu:
1. Suatu negara bertindak untuk kepentingan umum untuk tujuan bersama.
2. Secara hirarki diatur oleh penguasa.
3. Banyak hubungannya dengan negara atau masyarakat dengan individu.
4. Mengandung banyak unsur politik.
Hukum pidana menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila
ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Karena suku Betawi merupakan suku yang bernuansa islami dan juga mayoritas orang suku
Betawi beragama Islam maka tentulah hukum Adat yang berlaku dalam Suku betawi memiliki
kaitan yang erat atau berlandaskan dalam ajaran hukum agama Islam, dalam menerapkan hukum
publik suku Betawi menjalankan penindakan hukuman atau pemberian sanksi seperti ajaran
agama Islam, sehingga suku Betawi lebih menekankan bahwa hal-hal apa saja yang bertentangan
dengan kebenaran atau merugikan banyak pihak tersebut sudah jelas bentuk serta konteksnya.
Oleh karena itu suku Betawi juga bergantung pada peraturan perundang-undangan Pidana/Publik
yang dimiliki oleh Negara Indonesia.

13
Meskipun demikian, ada aturan hukum adat dimana jika ada seseorang yang melakukan
- Tindakan Pencurian, perampokkan, perampasan barang milik orang lain.
- Tindakan asusila seperti melakukan pelecehan seksual, hubungan seksual diluar nikah,
pemerkosaan.
- Dll.
Maka orang-orang suku adat Betawi akan memberi hukuman sosial pada pelaku pelanggaran
berupa (diarak) keliling kampung dengan keadaan tanpa busana, hal ini memang jika kita lihat
agak bertentangan dengan ajaran agama Islam ataupun Hak Asasi Manusia, tetapi sebenarnya hal
ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah bertujuan untuk menegaskan bahwa ada konsekuensi
pada setiap pelanggaran yang merugikan orang lain sehingga pemberian hukuman ini terhadap
pelaku dapat memberikan efek jera dan juga peringatan pada yang lain untuk tidak berbuat
tindakan yang dapat merugikan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
(Keberadaan atau Eksistensi pemberian Hukum Adat Suku Betawi pada masa sekarang)
Untuk masa sekarang kita akan sangat jarang menjumpai keberadaan pemberian hukuman seperti
(diarak) keliling kampung dengan keadaan tanpa busana ini karena adanya pro dan kontra terkait
hukuman ini dalam masyarakat Suku Betawi, tetapi di beberapa waktu tertentu pemberian
hukum Adat ini masih tetap ada karena untuk tetap melestarikan Hukum Adat Suku Betawi dan
juga untuk menjaga Eksistensi Hukum Adat Suku Betawi.

14
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
1. Dalam Pemilihan Ketua Suku Betawi berlandaskan pada beberapa aspek yang penting
dalam menentukan pilihan seperti calon ketua Suku haruslah layak menjadi seorang
pemimpin, jujur, bertanggung jawab dan juga mampu membawa anggota
masyarakatnya ke arah yang lebih baik kedepannya.
2. Dalam serangkaian Prosesi Perkawinan atau Hukum Adat Perkawinan Suku betawi
terdapat beberapa hal atau aspek penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
perkawinan, ketentuan Aturan Adat ini bersifat mutlak sehingga harus dipatuhi dan
dilaksanakan karena jika tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka Prosesi
Perkawinan tersebut akan menjadi Tidak Sah atau Perkawinan menjadi Batal.
Demikian pula halnya pada Hukum Waris atau Pewarisan yang terdapat beberapa
ketentuan yang menjadi syarat mutlak untuk siapa yang berhak menjadi pewaris
ataupun hal-hal yang dapat membatalkan Hak Waris tersebut seperti pembunuhan, Dll.
3. Dalam Hukum Publik Pidana Suku Betawi aturannya sesuai dengan Hukum Positif
Negara dan juga Hukum Islam, oleh karena itu Hukum Adat Suku Betawi secara tegas
menyatakan pada Masyarakatnya untuk tidak melakukan tindakan yang dapat
merugikan orang lain karena terdapat sanksi serta hukuman yang tegas.

Saran
1. Pertimbangkanlah dengan benar aspek-aspek yang menjadi landasan
pertimbangan pemilihan Ketua suku ataupun Pemerintah Negara karena pada
Dasarnya Ketua Suku ataupun Pemerintah lah yang akan membawa
masyarakatnya untuk menjadi maju dan berkembang atau bisa jadi malah
mengalami kemunduran.
2. Perhatikanlah aturan-aturan ataupun nilai-nilai dalam Prosesi Perkawinan dan
juga Hak Pewarisan karena jika terdapat suatu hal yang bertentangan dengan
aturan dan nilai tersebut maka dapat berakibat pada Batalnya serangkaian prosesi
perkawinan ataupun dapat membatalkan Hak Waris terhadap seseorang.
3. Taati dan Patuhilah setiap aturan-aturan Hukum yang ada dalam wilayah atau
daerah kita karena setiap pelanggaran Hukum yang berlaku pasti akan
mengakibatkan adanya Hukuman ataupun Sanksi dan Pemberian Hukuman itu
semata-mata hanya untuk memberikan efek jera atau peringatan agar tidak
melakukan perbuatan dan tindakan yang berlawanan dengan Aturan Hukum.

15
DAFTAR PUSTAKA

- https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi
- https://adelkudel30.wordpress.com/education/ilmu-pengetahuan-sosial/7-unsur-kebudayaan/7-
unsur-budaya-suku-betawi/
- https://www.silontong.com/2019/08/01/kebiasaan-orang-betawi/#
- http://annisanandarifa.blogspot.com/2016/09/kesenian-suku-betawi.html
- https://poskotanews.com/2018/09/04/ketua-majelis-adat-akan-kumpulkan-sesepuh-betawi/
- http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/06/perkawinan-menurut-hukum-perdata-
dan.html?m=1
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
- http://tesishukum.com/pengertian-hukum-publik-menurut-para-ahli/
- http://faiza17.blogspot.com/2016/03/hukum-adat-suku-betawi.html

16

Anda mungkin juga menyukai