Anda di halaman 1dari 2

TITIS SETIAJI

210421018

AGRIBISNIS

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Aditya Setiawan, S.H., M.H.

17 JULI 2022

1. Jawab:
a) Kendala dalam pelaksanaan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi:
1) Korupsi terjadi secara sistemik.
2) Adanya penyalahgunaan kekuasaan (Abuse Of Power).
Sulitnya membuktikan hubungan antara aset dan tindak pidana karena penyitaan dan
perampasan yang diatur dalam KUHAP dan KUHP masih berbasis properti. Dari sisi
substansi hukum terdapat beberapa kelemahan, misalnya aturan penyitaan berdasarkan
KUHAP dikonstruksikan untuk kepentingan pembuktian tindak pidana, tidak untuk
kepentingan pengembalian aset.
b) Pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1) Perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang yang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana serta harga dari barang yang menggantikan
barang-barang tersebut. (Pasal 18 ayat (1) huruf a UU 31/99 jo UU 20/2001).
2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2),
(3) UU 31/99 jo UU 20/2001).
3) Pidana Denda, UU TPK mempergunakan perumusan sanksi pidana bersifat kumulatif
(pidana penjara dan atau pidana denda), Kumulatifalternatif (pidana penjara dan atau
pidana denda), dan perumusan pidana lamanya sanksi pidana bersifat Determinate
sentence.
4) Penetapan perampasan barang-barang yang telah disita dalam hal terdakwa meninggal
dunia (Peradilan In absentia) sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang
cukup kuat bahwa pelaku telah melakukan tindak pidana korupsi. (Pasal 38 ayat (5),
(6), (7) UU 31/99 jo UU 20/2001).

2. Revisi UU KPK tidak perlu dimaknai sebagai hal yang melemahkan KPK, tetapi justru perlu
dimaknai sebagai Langkah untuk memperkuat KPK.Revisi UU KPK diperlukan supaya KPK
tidak membuat aturan sendiri dan hal-hal yang diatur dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa
substansi krusal dalam perubahan UU KPK seperti penguatan kedudukan Lembaga KPK,
penghentian penyidikan dan penuntutan, penyadapan, dan juga status kepegawaian KPK
menjadi ASN tidak perlu dipandang buruk. Batasan KPK diperlukan agar KPK dapat
memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan dengan
tujuan pengembalian kerugian negara secara maksimal.

3. Kasus diatas masuk ke dalam bentuk gratifikasi, dikarenakan sudah tertera jelas pada pasal
12B ayat (1) UU No. 31 Th 1999 UU jo No. 20 Th 2001 berbunyi "Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya". Sri Sultan
Hamengkubowono X bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya serta memaksa seseorang memberikan
sesuatu dan menerima kado atau pemberian. Kado atau pemberian ini terkandung vested
interest dari pihak pemberi terkait dengan jabatan serta tugas dan kewajiban penyelenggara
negara pegawai negeri sebagai penerima gratifikasi.

4. Menurut saya kasus diatas tidak memenuhi unsur korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi, karena kasus tersebut tidak merugikan
siapapun dan hasil uangnya juga tidak masuk ke kantong sendiri. Dalam kasus tersebut ada
suatu kesepakatan untuk saling mendapatkan keuntungan yang lebih besar, dan itu tidak saling
merugikan belah pihak.

5. Langkah-Langkah yang saya ambil jika menjadi pemimpin pada suatu instansi atau kantor
terhadap pemberantasan korupsi:
1) Teguh terhadap pendirian dan komitmen pada janji yang kita ucapkan dan kita sepakati.
2) Meningkatkan keterbukaan informasi.
3) Menjalin kerja sama dengan Lembaga Anti Korupsi.
4) Kampanye Anti-Korupsi.
5) Memperkuat budaya perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai