1. a. Bagaimanakah kendala dalam pelaksanaan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi selama ini? Kendala dalam pelaksanaan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi Perbedaan sistem hukum dengan negara di mana aset curian disimpan. Perbedaan terminologi dan definisi. Sistem kerahasiaan perbankan. Harta hasil tindak pidana korupsi dilindungi oleh aturan kerahasiaan bank (bank secrecy) yang umumnya diterapkan pada negaranegara maju tempat aset hasil tipikor disimpan. Perjanjian antar negara. Permasalahan pengembalian aset apabila antara Negara Peminta (Requesting State) dan Negara Diminta (Requested State) belum memiliki perjanjian bilateral, seperti Ekstradisi dan Mutual Legal Assistance UNCAC Tahun 2003 belum secara memadai berkontemplasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi memerlukan mekanisme dan prosedur panjang, biaya besar, dan sumber daya manusia yang tidak limitative. Memerlukan putusan pengadilan yang dapat menghubungkan antara aset yang bersangkutan dengan tindak pidana. Aset hasil tindak pidana korupsi yang disimpan di negara lain dapat dibekukan dan/atau dikembalikan, maka diperlukan nama dan keterangan spesifik mengenai aset tersebut, yang seringkali tidak disebutkan di dalam putusan pengadilan. Penyalahgunaan kekuasaan. Lemahnya kerja sama antar institusi terkait pengembalian aset. Memerlukan konsesus antara yang mengajukan permohonan (Kejaksaan Agung atau KPK) dengan Kementerian Hukum dan HAM. Proses meraih konsensus ini seringkali terhambat oleh ego sektoral dan kepentingan politik masing-masing lembaga, sehingga memerlukan waktu yang lama dan pada akhirnya upaya tersebut tidak berhasil. Lemahnya kemauan politik (political will) dan komitmen pemerintah. b. Bagaimanakah pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi? Jawab : Pengaturan mengenai pengembalian aset negara hasil tindak pidana korupsi Konsep hukum pengembalian aset menurut hukum pidana Indonesia adalah suatu pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh hakim, bersama-sama dengan pidana pokok. Pasal 39 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa “Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas”. Pasal 39 KUHP selanjutnya mengatur barang (aset) apa saja yang dapat di rampas.Harta kekayaan yang menjadi subjek pengembalian oleh negara adalah setiap harta kekayaan yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari tindak pidana, baik yang sebelum maupun sesudah berlakunya undang-undang. Harta kekayaan yang dapat dirampas disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang terkait dengan harta kekayaan yang akan dirampas, yaitu meliputi: Setiap harta kekayaan hasil tindak pidana atau yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Harta kekayaan yang digunakan sebagai alat, sarana, atau prasarana untuk melakukan tindak pidana atau mendukung organisasi kejahatan. Setiap harta kekayaan yang terkait dengan tindak pidana atau organisasi kejahatan. Harta kekayaan yang digunakan untuk membiayai tindak pidana atau organisasi kejahatan. Segala sesuatu yang menjadi hak milik pelaku tindak pidana atau organisasi kejahatan. Pada saat ini, di Indonesia telah berlaku peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengembalian hasil tindak pidana dan tindak pidana korupsi, akan tetapi seluruh peraturan perundang-undangan tersebut belum mengatur secara khusus mengenai lingkup pengertian istilah “asset recovery” sebagaimana tercantum dalam Bab V UNCAC 2003. Pengaturan mengenai penyitaan dan pengembalian aset tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia terbatas pada dua model pengembalian yaitu, “penyitaan terhadap harta kekayaan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dan objek yang berhubungan dengan tindak pidana, dan dalam peraturan perundang-undangan, pengembalian terhadap hasil tindak pidana belum diatur secara rinci dan memadai. 2. Berikan analisis saudara mengenali permasalahan ini ! Analisis permasalahan diatas yaitu Jawab : Revisi UU KPK tidak perlu dimaknai sebagai hal yang melemahkan KPK, tetapi justru perlu dimaknai sebagai Langkah untuk memperkuat KPK.Revisi UU KPK diperlukan supaya KPK tidak membuat aturan sendiri dan hal-hal yang diatur dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa substansi krusal dalam perubahan UU KPK seperti penguatan kedudukan Lembaga KPK, penghentian penyidikan dan penuntutan, penyadapan, dan juga status kepegawaian KPK menjadi ASN tidak perlu dipandang buruk. Batasan KPK diperlukan agar KPK dapat memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan dengan tujuan pengembalian kerugian negara secara maksimal. 3. Analisis kasus diatas menggunakan ketentuan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi ! Jawab : Kasus diatas masuk ke dalam bentuk gratifikasi, dikarenakan sudah tertera jelas pada pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Th 1999 UU jo No. 20 Th 2001 berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya". Sri Sultan Hamengkubowono X bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya serta memaksa seseorang memberikan sesuatu dan menerima kado atau pemberian. Kado atau pemberian ini terkandung vested interest dari pihak pemberi terkait dengan jabatan serta tugas dan kewajiban penyelenggara negara pegawai negeri sebagai penerima gratifikasi. 4. Jelaskan menurut saudara apakah kasus diatas memenuhi unsur korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 Tindak Pidana Korupsi ? Jawab : Menurut saya itu termasuk tindak pidana korupsi,kenapa bisa begitu? Ya karena di situ ada suatu kesepakatan untuk mendapat keuntungan yang lebih besar bagi pengusaha meskipun di situ kepala daerah tidak menerima dana langsung 5. Jawab : Jika saya dipilih menjadi pemimpin di suatu instansi atau kantor langkah pertama yang saya lakukan adalah memberikan suatu arahan atau wawasan pada setiap karyawan yang akan bekerja dan yang sudah diterima kerja di kantor saya bahwa korupsi itu tidak baik dan memberi tahu bahwa kurpsi itu bahaya.Selain itu saya juga akan memberikan sanksi kepada setiap karyawan yang melakukan tindak pidana korupsi tanpa memandang status.