Kelas : HK22D
FAKULTAS HUKUM
2023
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Slamet Suhartono, “Hukum Positif Problematik Penerapan dan Solusi Teoritiknya” DiH: Jurnal Ilmu
Hukum, No 2, Agustus 2019, hlm 201
habisan”. Kata “Corruptus” tersebut berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun
dari kata com yang artinya “menyeluruh” dan rumpere yang artinya merusak secara
total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tidak jujur.2
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana penerapan ketentuan hukum positif terhadap korupsi?
2. Bagaimana sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan
hukum positif?
2
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam” Jurnal
Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 18
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Positif
Menurut pendapat Bagir Manan ”hukum positif merupakan kumpulan asas dan
kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku, dan
mengikat secara umum atau khusus, ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau
pengadilan di Indo nesia”. Pendapat tentang hukum positif tersebut memberikan
pengertian, bahwa hukum positif terdiri atas hukum tertulis, dalam arti hukum yang
sengaja diadakan oleh lembaga atau organ yang memiliki otoritas untuk membentuk
hukum, dan hukum yang terbentuk dalam proses kehidupan masyarakat tanpa melalui
penetapan oleh lembaga atau organ yang memiliki otoritas membentuk hukum.
Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia korupsi itu diatur dalam
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi5. Korupsi adalah suatu bentuk kejahatan yang tidak hanya diancam
oleh hukum positif (Indonesia), akan tetapi keberadaan para koruptor diancam juga
dalam Hukum Internasional bahkan negara-negara yang menggunakan Hukum Islam.
3
ADCO Law,”Hukum Positif dan Keberadaannya” https://adcolaw.com/id/blog/hukum-positif-dan-
keberadaannya/ (diakses pada 14 Juni 2023, pukul 13.00)
4
Slamet Suhartono, “Hukum Positif Problematik Penerapan dan Solusi Teoritiknya” DiH: Jurnal Ilmu
Hukum, No 2, Agustus 2019, hlm 201-203
5
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
Dalam hal ini, sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang-orang yang nyata
berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang bisa saja akan terjadi,
dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Korupsi juga
masalah yang serius, karena tindak pidana ini dapat membahayakan pembangunan
sosial ekonomi, politik, serta merusak nilai-nilai demokrasi. Sulitnya penanggulangan
tindak pidana korupsi di lihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa perkara tindak
pidana korupsi tidak sebanding dengan pidana yang ditanggung oleh terdakwa dengan
apa yang dilakukannya. Masalah korupsi sangat merugikan negara serta menghambat
pembangunan bangsa. Terkait hukum Internasional, konvensi perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) Anti Korupsi 2003 (United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC), 2003) menjelaskan bahwa masalah korupsi adalah ancaman serius terhadap
stabilitas, keamanan masyarakat nasional bahkan internasional, dan juga
membahayakan pembangunan berkelanjutan ataupun nilai-nilai demokrasi dan
keadilan, serta membahayakan pembangunan berkelanjutan juga penegakan hukum.6
Dalam penerapan ketentuan hukum positif yang terbentuk dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setidaknya
merumuskan tentang jenis dan tipologi korupsi, yaitu:
A. Tindak pidana korupsi dengan memperkaya dari sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi (Pasal 2).
B. Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan,
sarana jabatan, atau kedudukan (Pasal 3).
C. Tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu
(Pasal 5).
6
Rahmayanti, “Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Positif dan
Hukum Islam”, Jurnal Mercatoria, No 1, Juni 2017, hlm 60-61
D. Tindak pidana korupsi dan suap pada hakim dan advokat (Pasal 6).
E. Korupsi pegawai negeri dengan menggelapkan uang dan surat berharga (Pasal
8).
F. Tindak pidana korupsi pegawai negeri dengan memalsukan buku-buku dan
daftar-daftar (Pasal 9).
G. Tindak pidana korupsi pegawai negeri yang merusakkan barang, akta, surat,
atau daftar (Pasal 10).
H. Korupsi pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji yang berhubungan
dengan kewenangan jabatan (Pasal 11).
I. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau hakim dan advokat
yang menerima hadiah atau janji ; pegawai negeri memaksa, membayar atau
memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan tanah negara, dan
turut serta melakukan pemborongan (Pasal 12).
J. Tindak pidana korupsi pegawai negeri yang menerima gratifikasi (Pasal 12B).
K. Korupsi suap pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (Pasal 13).
L. Tindak pidana pelanggaran terhadap Pasal 220, 231, 421, 429, dan 430 KUHP
(Pasal 23) (IGM Nurdjana, 2010).7
7
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam” Jurnal
Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 20
8
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan korporasi yang disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang
Tindak Pidana Korupsi 9 (selanjutnya disebut dengan UU PTPK), yaitu:
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun |dan denda
paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perorangan atau korporasi atau
kelompok yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan
keuangan negara, maka diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama
20 tahun dan paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). (Pasal 2
ayat (1) UU No 31 Tahun 1999).
9
Pasal 2 ayat (1) tentang Tindak Pidana Korupsi
10
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam”
Jurnal Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 20-21
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dilihat dari hukum positif atau dari segi hukum manapun korupsi dapat
menyebabkan banyak dampak negatif bagi suatu bangsa dan negara, seperti
melambatnya pertumbuhan ekonomi Negara, menurunnya investasi, meningkatnya
kemiskinan bahkan meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat
menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu Negara. Penerapan hukum saat
ini terhadap korupsi saat ini hanya sebagai macan dalam kertas bahkan tidak memiliki
taring yang kuat menjerat para pelaku kejahatan oleh karena itu pencegahan dan
penanggulangan korupsi harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terpadu antara
seluruh komponen bangsa.
B. Saran
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN