Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TERHADAP KORUPSI

Paper yang disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester

Dosen Pengampu : Zarisnov Arafat, SH, MH

Disusun Oleh : Wielda.MD.

Kelas : HK22D

Nomor Induk Mahasiswa : 22416274201184

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG

2023
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemilihan judul paper ini didasari oleh keinginan untuk memberikan


informasi pemikiran bagi para pembaca yang ingin memahami ilmu hukum dogmatik.
Dan saya memilih judul paper ini karena saya berharap agar kasus korupsi di Indonesia
dapat berkurang karena korupsi merupakan kejahatan yang bukan saja hanya merusak
keuangan Negara tetapi juga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun sebelum memahami penerapan hukum positif terhadap korupsi, perlu terlebih
dahulu dipaparkan tentang pengertian hukum positif. Karena terminologi hukum
positif sering diartikan berbeda-beda diantara para teoritisi maupun para praktisi
hukum. Perbedaan itu disebabkan karena adanya pemahaman yang kurang lengkap
terhadap pengertian terminologi hukum positif.

Terkait dari kebenaran atau kesalahan terhadap pengertian hukum positif.


Kesalahpahaman definisi ini berawal dari pendapat Algra K dan van Duijvendik, yang
membedakan terminologi Positive Recht dengan Gelding Van Recht. Dalam hal ini,
Positive Recht dipahami sebagai hukum positif, sedangkan gelding van recht dipahami
sebagai hukum yang berlaku saat ini. Definisi inilah yang kemudian diikuti secara turun
temurun tanpa melakukan klarifikasi lebih jauh terhadap definisi masing-masing
terminologi. Oleh sebab itu, paper ini diharapkan dapat sekedar membantu
memberikan informasi terhadap pengertian dua terminologi dalam ilmu hukum
tersebut.1

Menurut etimologi, kata korupsi sebagaimana yang diketahui oleh banyak


orang saat ini berasal dari bahasa Inggris yaitu “Corruption”. Tetapi kata corruption
tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin “Corruptus” yang artinya“merusak habis-

1
Slamet Suhartono, “Hukum Positif Problematik Penerapan dan Solusi Teoritiknya” DiH: Jurnal Ilmu
Hukum, No 2, Agustus 2019, hlm 201
habisan”. Kata “Corruptus” tersebut berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun
dari kata com yang artinya “menyeluruh” dan rumpere yang artinya merusak secara
total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tidak jujur.2

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana penerapan ketentuan hukum positif terhadap korupsi?
2. Bagaimana sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan
hukum positif?

2
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam” Jurnal
Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 18
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Positif

Diawal dijelaskan bahwa terminologi hukum positif berasal dari istilah


“positive recht” (Belanda). Terminologi “hukum positif” digunakan untuk
membedakan antara hukum alam (natural law), dan hukum yang di cita-citakan (ius
constituendum). Terminologi hukum positif juga digunakan untuk membedakan
dengan terminologi hukum yang tidak positif, yaitu norma-norma hukum tidak tertulis
yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat, yang akan disebut “hukum yang berlaku saat
ini”.

Menurut pendapat Bagir Manan ”hukum positif merupakan kumpulan asas dan
kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku, dan
mengikat secara umum atau khusus, ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau
pengadilan di Indo nesia”. Pendapat tentang hukum positif tersebut memberikan
pengertian, bahwa hukum positif terdiri atas hukum tertulis, dalam arti hukum yang
sengaja diadakan oleh lembaga atau organ yang memiliki otoritas untuk membentuk
hukum, dan hukum yang terbentuk dalam proses kehidupan masyarakat tanpa melalui
penetapan oleh lembaga atau organ yang memiliki otoritas membentuk hukum.

Adapun sumber hukum positif yang sudah diklasifikasikan ke dalam dua


bentuk yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil
adalah sumber hukum yang menentukan bentuk dan sebab terjadi sebuah peraturan
(kaidah hukum), yang sudah berlaku dan diketahui oleh umum. Sedangkan sumber
hukum materiil adalah sumber hukum yang berasal dari substansi hukum itu sendiri.
Contoh sumber hukum formil yaitu Undang-Undang, Adat dan Kebiasaan, Traktat,
Yurisprudensi dan Doktrin. Sedangkan contoh sumber hukum materill yaitu Perasaan
hukum seseorang atau pendapat umum, Agama, Kebiasaan, dan Politik hukum
daripada pemerintah.3

Untuk mengetahui lebih dalam tentang pemahaman hukum positif, sebagai


produk kekuasaan yang berwenang membuat hukum, dan sekaligus untuk
membedakannya dengan norma yang lain, maka perlu dipahami tentang karakter atau
ciri hukum positif sebagai berikut:

A. Ditetapkan oleh kekuasaan yang berwenang


B. Berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diamati, dan bukan
apa yang ada dalam alam ide
C. Merupakan hasil rasionalisasi, dan bukan berasal dari wahyu atau
kekuasaan supranatural
D. Memiliki keberadaan tertentu, yang lazim dikenal dengan keberlakuan
hukum, baik secara yuridis, evaluatif, maupun keberlakuan secara
empiris
E. Memiliki bentuk, struktur, dan lembaga hukum tertentu
F. Memiliki tujuan yang ingin dicapai4

B. Pengertian Korupsi Menurut Hukum Positif

Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia korupsi itu diatur dalam
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi5. Korupsi adalah suatu bentuk kejahatan yang tidak hanya diancam
oleh hukum positif (Indonesia), akan tetapi keberadaan para koruptor diancam juga
dalam Hukum Internasional bahkan negara-negara yang menggunakan Hukum Islam.

3
ADCO Law,”Hukum Positif dan Keberadaannya” https://adcolaw.com/id/blog/hukum-positif-dan-
keberadaannya/ (diakses pada 14 Juni 2023, pukul 13.00)
4
Slamet Suhartono, “Hukum Positif Problematik Penerapan dan Solusi Teoritiknya” DiH: Jurnal Ilmu
Hukum, No 2, Agustus 2019, hlm 201-203
5
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”
Dalam hal ini, sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang-orang yang nyata
berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang bisa saja akan terjadi,
dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Korupsi juga
masalah yang serius, karena tindak pidana ini dapat membahayakan pembangunan
sosial ekonomi, politik, serta merusak nilai-nilai demokrasi. Sulitnya penanggulangan
tindak pidana korupsi di lihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa perkara tindak
pidana korupsi tidak sebanding dengan pidana yang ditanggung oleh terdakwa dengan
apa yang dilakukannya. Masalah korupsi sangat merugikan negara serta menghambat
pembangunan bangsa. Terkait hukum Internasional, konvensi perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) Anti Korupsi 2003 (United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC), 2003) menjelaskan bahwa masalah korupsi adalah ancaman serius terhadap
stabilitas, keamanan masyarakat nasional bahkan internasional, dan juga
membahayakan pembangunan berkelanjutan ataupun nilai-nilai demokrasi dan
keadilan, serta membahayakan pembangunan berkelanjutan juga penegakan hukum.6

C. Penerapan Ketentuan Hukum Positif Terhadap Korupsi

Dalam penerapan ketentuan hukum positif yang terbentuk dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setidaknya
merumuskan tentang jenis dan tipologi korupsi, yaitu:

A. Tindak pidana korupsi dengan memperkaya dari sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi (Pasal 2).
B. Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan kesempatan,
sarana jabatan, atau kedudukan (Pasal 3).
C. Tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu
(Pasal 5).

6
Rahmayanti, “Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Hukum Positif dan
Hukum Islam”, Jurnal Mercatoria, No 1, Juni 2017, hlm 60-61
D. Tindak pidana korupsi dan suap pada hakim dan advokat (Pasal 6).
E. Korupsi pegawai negeri dengan menggelapkan uang dan surat berharga (Pasal
8).
F. Tindak pidana korupsi pegawai negeri dengan memalsukan buku-buku dan
daftar-daftar (Pasal 9).
G. Tindak pidana korupsi pegawai negeri yang merusakkan barang, akta, surat,
atau daftar (Pasal 10).
H. Korupsi pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji yang berhubungan
dengan kewenangan jabatan (Pasal 11).
I. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau hakim dan advokat
yang menerima hadiah atau janji ; pegawai negeri memaksa, membayar atau
memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan tanah negara, dan
turut serta melakukan pemborongan (Pasal 12).
J. Tindak pidana korupsi pegawai negeri yang menerima gratifikasi (Pasal 12B).
K. Korupsi suap pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan (Pasal 13).
L. Tindak pidana pelanggaran terhadap Pasal 220, 231, 421, 429, dan 430 KUHP
(Pasal 23) (IGM Nurdjana, 2010).7

D. Sanksi Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi


Berdasarkan Hukum Positif
Pada setiap tindak pidana, tentunya terdapat yang akan dikenai pidana oleh
Undang-Undang yang dibuat tersebut. Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999
yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi 8 terdapat dua subjek terhadap tindak pidana korupsi yaitu orang

7
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam” Jurnal
Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 20
8
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan korporasi yang disebutkan pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang
Tindak Pidana Korupsi 9 (selanjutnya disebut dengan UU PTPK), yaitu:

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun |dan denda
paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perorangan atau korporasi atau
kelompok yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan
keuangan negara, maka diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama
20 tahun dan paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). (Pasal 2
ayat (1) UU No 31 Tahun 1999).

3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena


jabatan atau kedudukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau korporasi
yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Tipologi delik korupsi ini
diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan paling
sedikit 1 tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (Pasal 3 UU PTPK No. 20 Tahun 2001).10

9
Pasal 2 ayat (1) tentang Tindak Pidana Korupsi
10
Dodo Mustakid. “Tindak Pidana Korupsi dalam Persepektif Hukum Positif dan Hukum Islam”
Jurnal Hukum Pidana Islam, No 1, Juni 2021, hlm 20-21
III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Dilihat dari hukum positif atau dari segi hukum manapun korupsi dapat
menyebabkan banyak dampak negatif bagi suatu bangsa dan negara, seperti
melambatnya pertumbuhan ekonomi Negara, menurunnya investasi, meningkatnya
kemiskinan bahkan meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat
menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu Negara. Penerapan hukum saat
ini terhadap korupsi saat ini hanya sebagai macan dalam kertas bahkan tidak memiliki
taring yang kuat menjerat para pelaku kejahatan oleh karena itu pencegahan dan
penanggulangan korupsi harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan terpadu antara
seluruh komponen bangsa.

Tindak pidana korupsi, adalah salah satu permasalahan bangsa Indonesia.


Karena permasalahan korupsi ini, Indonesia telah banyak menelan kerugian karena
pihak- pihak yang sangat tidak amanah dalam mengemban jabatan dan kekuasaan.
Dalam mengatasi tindak pidana korupsi yang telah merugikan seluruh rongga
kehidupan bangsa, para wakil rakyat dan intelektual negeri ini mencoba menciptakan
sebuah instrumen hukum yang diwujudkan dengan Undang-Undang No 39 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Tindak
Pidana Korupsi.

B. Saran

Hukuman pelaku tindak pidana korupsi harus di hukum seadil-adilnya sesuai


Undang-Undang karena korupsi bukanlah pencurian biasa dengan dampaknya yang
bersifat personal individual, melainkan merupakan bentuk pencurian besar dengan
dampaknya yang bersifat massal-komunal.
DAFTAR PUSTAKA

Hukum Positif dan Keberadaannya. (n.d.). Retrieved from ADCO Law: ”


https://adcolaw.com/id/blog/hukum-positif-dan-keberadaannya/
Mustakid, D. (2021, Juni). Tindak Pidana Korupsi dalam Prespektif Hukum Positif dan
Hukum Islam. Jurnal Hukum Pidana Islam.
Rahmayanti. (2017, Juni). Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam. Jurnal Mercatoria, 10, 60-61.
Slamet, S. (2020, Januari). HUKUM POSITIF PROBLEMATIK PENERAPAN DAN
SOLUSI TEORITIKNYA. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 15, 201-203.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi

Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

Pasal 2 ayat (1) tentang Tindak Pidana Korupsi

Anda mungkin juga menyukai