Disubmit: | Diterima:
Abstract
Keywords:
Abstrak
Kata Kunci:
1
2
A. Latar Belakang
Konstitusi menurut seorang tokoh, M. Laica Marzuki diartikan sebagai
permakluman tertinggi yang menetapkan hal-hal mengenai antara lain pemegang
kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan,
kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-
hak warga negara.1 Sehingga dalam hal ini, konstitusi yang berkedudukan sebagai
hukum tertinggi dan hukum dasar dari sebuah negara berisikan institusi, hak asasi,
dan identitas negara. Terdapat keterkaitan mengenai hak asasi dengan konstitusi,
dimana konstitusi negara mengatur mengenai hak asasi manusia warga negaranya,
dalam hal ini dapat disebut sebagai hak konstitusional warga negara. Diterangkan
pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
bahwasannya pengertian daripada hak konstitusional warga negara Indonesia 2
adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.3
Negara yang menganut prinsip demokrasi seperti Indonesia dan Amerika
Serikat sudah sepatutnya memberikan jaminan perlindungan mengenai hak-hak
konstitusional warga negaranya berdasarkan pengaturan konstitusi negara, dimana
jaminan perlindungan tersebut dapat dinyatakan secara tegas melalui peraturan
tertulis maupun secara tersirat. Hak konstitusional warga negara jelas terdapat
dalam konstitusi negara, sehingga dalam hal ini setiap bagian dari lembaga
kekuasaan negara wajib menghormatinya karena sudah menjadi bagian dari
konstitusi itu sendiri. Perlindungan mengenai hak konstitusional warga negara
berkaitan pula dengan perlindungan terhadap pelaku Justice Collabolator dan
Whistleblower. Mengutip Pasal 28D ayat (1) Bab XA Undang-Undang Dasar
1945, “Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” 4 sudah secara pasti
menerangkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dalam mendapatkan
perlindungan dan kepastian hukum yang adil di mata hukum, tidak terkecuali
kepada pelaku Justice Collaborator dan Whistleblower.
1
Laica Marzuki, HM., “Konstitusi dan Konstitusionalisme”, Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 4,
(Agustus 2010).
2
Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4
Pasal 28D ayat (1) Bab XA Undang-Undang Dasar 1945.
3
5
Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam Perspektif Hukum, (Jakarta:
Penaku, 2012), hlm. 7.
6
Mardjono Reksodiputro, Pembocor Rahasia/Whistleblowers dan Penyadapan (Wiretapping,
Electronic Interception) Dalam Menanggulangi Kejahatan di Indonesia, (Wacana
Goverminyboard, 2011), Hlm. 13.
4
B. Rumusan Masalah
Sehingga dalam penelitian ini, ditemukan rumusan masalah dalam mencari
perbandingan pengaturan sistem Whistleblower dan Justice Collaborator di
Indonesia dan Amerika Setikat serta mencari perbandingan perlindungan hak
konstitusional warga negara pada sistem Whistleblower dan Justice Collaborator
di Indonesia dan Amerika Serikat. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menganalisis: pertama, menemukan perbedaan dalam peraturan
mengenai sistem Whistleblower dan Justice Collaborator di Indonesia dan
Amerika serikat. Kedua, menganalisis perbedaan perlindungan hak konstitusional
warga negara pada sistem Whistleblower dan Justice Collaborator di Indonesia
dan Amerika Serikat.
C. Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian menggunakan yuridis
normatif, yang mana metode ini menekankan penelitian pada analisis hukum
dengan bahan pustaka atau data sekunder.7 Metode penelitian yuridis normatif
pada dasarnya menggunakan apa yang telah tertulis pada peraturan perundang-
undangan atau kaidah serta norma sebagai dasar peraturan berperilaku dalam
lingkungan masyarakat yang kemudian dianalisis. Pendekatan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan perbandingan (comparative law), yang mana data atau
bahan yang telah ada tersebut dibandingkan untuk kemudian ditemukan analisis
mengenai perbedaan yang telah ada.
7
Soekanto, dkk, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo,
2003), hlm. 13.
5
Pembahasan
Pengaturan Mengenai Sistem Justice Collaborator dan Whistleblower di
Indonesia dan Amerika Serikat
8
Nasrullah Umar Harahap, “Pengaturan Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Narkotika Di
Indonesia Dan Amerika Serikat”, JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI Edisi 2, (Juli-
Desember 2019), hlm. 2.
9
Setiono, Rule of law Supremasi Hukum, Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana,
(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2004).
6
10
Nasrullah Umar Harahap, op.cit. hlm. 3.
11
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor
Tindak Pidana (WhistleBlower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di
dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu
7
12
International Organization for Migration, Pedoman Untuk Penyidik dan Penuntut Tindak Pidana
Trafiking dan Perlindungan Terhadap Korban Selama Proses Penegakan Hukum, 2015, hlm. 12.
13
Rizky P.J, “Hak Sebagai Justice Collaborator”, https://hukumexpert.com/hak-sebagai-justice-
collaborator/?detail=ulasan#_ftn3m, diakses pada 9 Maret 2023.
8
17
Ibid.
18
Ibid, hlm. 99.
19
Ibid.
10
20
Ibid.
21
Firman Wijaya, loc.cit.
22
Mardjono Reksodiputro, loc.cit.
23
Lilik Mulyadi, op.cit, hlm. 102.
24
Ibid.
11
25
Vincentius Amin Sutanto, mantan financial controller di Asina Agri Group, melakukan
pembobolan uan Asian Agri dengan membuat dua aplikasi transfer fiktif dari PT Asian Agri Oils
and Fats Ltd ke Bank Fortis, Singapura dengan memalsukan tanda tangan dan kemudian memberi
keterangan tentang penggelapan yan dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Kemudian
Agus Condro Prayitno dalam kasus dugaan suap B kepada Hamka Yandu, Yohanes Waworuntu
mengenai masalah Sisminbankum dan Endin Wahyudi tentang kasus yang melibatkan suap
terhadap tiga hakim agung.
26
Colen Rowey, seorang agen khusus FBI, mengungkapkan kelambanan FBI yang mungkin
menyebabkan terjadnya serangan teroris pada tanggal 11 September 2001 di World Trade Center
dan pentagon Jeffrey Wigand seorang direksi di Bagian Riset dan Pengembangan (1988-1993)
perusahaan rokok Brown and Williamson Tobacoo Coorporation yang memberi laporan atau
kesaksian atas praktik manipulasi kadar nikotin rokok yang diduga terjadi diperusahaan itu
kemudian kisah ini diangkat dilayar lebar (1996) dengan judul film ”The Insider” dimana film
tersebut memenangi Piala Oscar 1996. Shanmughan Manjunath seorang manajer di perusahaan
minyak milik negara India yang mengungkapkan skema penjualan bensin tidak murni, dan Yoichi
Mitzutani seorang presiden direktur perusahaan penyimpanan Nishinomiya Reizo di Jepang yang
melaporkan mengenai penipuan yang dilakukan oleh Snow Brand Food Co. Snow telah
melakukan pelabelan palsu.
27
Lilik Mulyadi, Perlindungan Hukum Whistleblower dan Justice Collaborator Dalam Upaya
Penanggulangan Organized Crime, (Bandung: PT. Alumni, 2017), hlm. 5.
28
Ibid.
12
Secara umum, hak konstitusional adalah hak atau kumpulan hak yang
dilindungi oleh konstitusi. Penggunaan kata “dilindungi” adalah karena
bagaimana konstitusi merupakan kehendak rakyat yang menyerahkan kedaulatan
individualnya kepada negara melalui konstitusi, artinya negara wajib ‘melindungi’
hak atau kumpulan hak tersebut atas dasar kehendak rakyat. Kehendak rakyat
akan perlindungan suatu hak inilah yang menjadi dasar ‘social contract’ versi
John Locke; bahwa perlindungan hak merupakan mandat dari rakyat untuk negara
yang apabila tidak dipenuhi maka negara kehilangan legitimasinya29.
Satu hal yang berkaitan dengan hak konstitusional biasanya adalah hak
asasi manusia. Sesuai dengan paham John Locke, seperti dikemukakan
sebelumnya, beberapa hak adalah hak inheren yang dimiliki manusia tanpa perlu
persetujuan atau pengakuan negara30. Atas dasar ‘social contract’ maka negara
diberikan wewenang untuk melakukan perlindungannya dan negara pula dapat
dilengserkan apabila mengabaikannya31. Adapun anggapan bahwa dalam konteks
dan konsep negara modern, pengakuan, perlindungan dan penegakannya adalah
salah satu ciri negara hukum. Anggapan tersebut sama halnya berarti negara yang
tidak menginkorporasikan hak asasi manusia tidak dapat dikualifikasikan sebagai
negara hukum.
29
Wijaya, Daya Negri. "Kontrak Sosial Menurut Thomas Hobbes dan John Locke." Jurnal
Sosiologi Pendidikan Humanis 1, no. 2 (2016): 183-193. Hlm. 188.
30
Rhona K.M. Smith et alia. “Hukum Hak Asasi Manusia”. Yogyakarta: PUSHAM UII.
2008. Hlm. 12.
31
Ibid.
13
maka kata “dalam” menimbulkan arti yaitu setiap yang menjadi hak asasi manusia
dan tercantum di dalam konstitusi haruslah dihormati dan diimplementasikan ke
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih bawah32. Adapun, lebih lanjut,
hal yang bisa kita tarik dari pasal tersebut adalah kata “dan” yang artinya unsur-
unsur yang disebutkan bersifat kumulatif atau harus digunakan, ditakar, dan/atau
diimplementasikan secara bersamaan (simultaneous); pelaksanaan hak asasi
manusia, atau implementasi praktisnya, menjadi kewajiban negara untuk
menjamin, mengatur dan menuangkannya ke semua jenjang peraturan perundang-
undangan yang ada.
32
Wiratraman, Herlambang Perdana. "Hak-Hak konstitusional warga Negara setelah
amandemen UUD 1945: konsep, pengaturan dan dinamika implementasi." Jurnal Hukum
Panta Rei 1, no. 1 (2007): 1-18. Hlm. 13.
33
Ibid. Hlm. 15.
14
pencapaian persamaan dan keadilan yang merupakan hak konstitusional dan dapat
ditegakkan melalui constitutional complaint.
Apabila dikaitkan antara Hak Konstitusional dengan konsep Whistle Blower dan
Justice Collaborator , maka perlu dilihat dengan meninjau dari tujuan dari adanya
Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam upaya penegakan hukum yaitu
untuk membongkar atau mengungkap fakta terhadap suatu kasus yang tergolong
besar/berdampak bagi warga negara. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dapat
dilihat bahwa peran dari Whistle Blower dan Justice Collaborator sangat vital dan
bahkan rawan, mengingat dengan keterangan yang dia berikan akan mengungkap
kebohongan atau skenario dari para pelaku/terdakwa yang berimplikasi secara
positif dalam pengungkapan kasus, dan bisa berimplikasi negatif pula bagi
kehidupannya pribadi yaitu adanya potensi ancaman/tekanan dari berbagai pihak
khususnya pihak pelaku/terdakwa. Dengan melihat kemungkinan tersebut, sudah
seharusnya dan memang seharusnya Whistle Blower dan Justice Collaborator
37
Marzuki, Laica. "Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia." Jurnal Konstitusi 8, no. 4 (2011):
479-488. Hlm. 481.
38
Ibid. Hlm. 486.
16