PERAN KEJAKSAAN
DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DI INDONESIA PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
The criminal act of corruption in large numbers has the potential to harm the
state's finances so as to disrupt development resources and endanger the political
stability of a country. Currently corruption is transnational. The prosecutor's
office as the case controller or Dominus Litis has a central position in law
enforcement, since only the prosecutor's office can determine whether a case can
be brought to the Court or not based on valid evidence as per criminal law. To
carry out the task of eradicating corruption, the Attorney General can not work
alone by relying on the ability of the prosecutor apparatus without cooperation
with other agencies. According to the prevailing regulations, corruption
investigators are prosecutors and police, so cooperation between the two law
enforcers should be mutually supportive and mutually supportive for the
successful investigation of criminal acts of corruption.
Abstrak
Tindak pidana korupsi dalam jumlah besar berpotensi merugikan keuangan negara
sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan membahayakan
stabilitas politik suatu negara. Saat ini korupsi sudah bersifat transnasional.
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara atau Dominus Litis mempunyai
kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi kejaksaan
yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau
tidak berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana menurut hukum acara pidana.
Untuk melaksanakan tugas pemberantasan korupsi maka Kejaksaan tidak bisa
bekerja sendiri dengan mengandalkan kemampuan aparat kejaksaan tanpa kerja
sama dengan instansi lain. Menurut peraturan yang berlaku, penyidik tindak
pidana korupsi adalah Jaksa dan Polisi, sehingga dibutuhkan kerja sama antara
kedua penegak hukum ini yang harus saling mendukung dan saling membantu
untuk berhasilnya penyidikan tindak pidana korupsi.
49
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
50
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
51
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
52
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
53
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
54
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
55
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
56
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
8
dalam Pasal 1 butir 6 huruf a dan b
Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan
Republik Indonesia.
57
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
Jo. Pasal 13 dengan begitu telah jelas mungkin tinggi, sedang-sedang saja
bahwa penuntut umum sudah pasti atau rendah. Kedudukan tersebut
adalah seorang jaksa, sedangkan sebenarnya mempunyai wadah, yang
jaksa belum tentu seorang penuntut isinya adalah hak-hak dan
umum. Bila melihat uraian di atas, kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-
dapat dikatakan bahwa peran jaksa hak dan kewajiban-kewajiban tadi
selaku penuntut umum dalam merupakan peranan. Suatu peranan
penegakan hukum tentu berada tertentu, dapat dijabarkan ke dalam
dalam koridor tindakan penuntutan. unsur-unsur sebagai berikut:
a. Peranan yang ideal;
2. PERAN JAKSA DALAM
b. Peranan yang seharusnya;
TINDAK PIDANA KORUPSI
c. Peranan yang dianggap oleh
Pada dasarnya lembaga
diri sendiri;
Kejaksaan adalah alat negara
d. Peranan yang sebenarnya
penegak hukum, pelindung dan
dilakukan9;
pengayom masyarakat berkewajiban
Kejaksaan adalah satu-
untuk memelihara tegaknya hukum.
satunya lembaga negara yang
Lembaga Kejaksaan dengan
merupakan aparat pemerintah yang
demikian berperan sebagai penegak
berwenang melimpahkan perkara
hukum. Seseorang yang mempunyai
pidana, menuntut pelaku tindak
kedudukan tertentu, lazimnya
pidana di pengadilan dan
dinamakan pemegang peranan. Suatu
melaksanakan penetapan dan putusan
hak sebenarnya merupakan
hakim pidana, kekuasaan ini
wewenang untuk berbuat atau tidak
merupakan ciri khas dari kejaksaan
berbuat, sedangkan kewajiban adalah
yang membedakan lembaga-lembaga
beban atau tugas. Setiap penegak
atau badan-badan penegak hukum
hukum secara sosiologis mempunyai
lain. Selain itu dalam tindak pidana
kedudukan dan peranan sebagai
umum Jaksa hanya sebagai penuntut
penegak hukum. Kedudukan
merupakan posisi tertentu di dalam 9
Soerjono Soekanto, 2002, Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Penegakan
struktur kemasyarakatan, yang Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Indonesia, hlm. 23.
58
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
umum, tetapi dalam tindak pidana tindak pidana khusus dalam arti
khusus dalam hal ini korupsi Jaksa bahwa tindak pidana korupsi
berperan sebagai penyidik dan mempunyai ketentuan khusus acara
penuntut umum. Sebagai penyidik pidana. Dengan demikian, Lembaga
maka diperlukan suatu keahlian dan Kejaksaan berwenang melakukan
keterampilan yang khusus untuk penyidikan. Tindak pidana yang
mencari dan mengumpulkan bukti memuat ketentuan terhadap tindak
sehingga dapat diketemukan SLGDQD WHUWHQWX GLVHEXW ³WLQGDN
tersangkanya. Pada dasarnya SLGDQD NKXVXV´ 7LQGDN SLGDQD
penyelidikan dan penyidikan setiap korupsi berdasarkan Undang-Undang
tindak pidana merupakan awal dalam Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
penanganan setiap tindak pidana Perubahan Atas Undang- Undang No
terutama tindak pidana korupsi. 31 Tahun 1999 Tentang
Penyidik dalam Tindak Pemberantasan Tindak Pidana
Pidana Korupsi pertama kali Korupsi PHPXDW ³NHWHQWXDQ Nhusus
ditangani oleh penyidik Kejaksaan DFDUD SLGDQD´ DQWDUD ODLQ:
maupun oleh Penyidik Polri. Dalam 1) Tersangka wajib memberi
tindak pidana khusus jaksa berperan keterangan tentang seluruh harta
sebagai penyidik.Dasar hukum yang benda korporasi yang
memberikan kewenangan penyidikan diketahuinya (Pasal 28).
tindak pidana korupsi kepada
2) Terdakwa mempunyai hak untuk
Kejaksaan adalah Pasal 30 ayat (1)
membuktikan bahwa ia tidak
huruf d Undang-Undang nomor 16
bersalah (Pasal 37).
Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia yang berbunyi 3) Dalam hal terdakwa telah
VHEDJDL EHULNXW ³'L ELGDQJ SLGDQD dipanggil secara sah dan tidak
59
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
60
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
61
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
62
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
63
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
64
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
65
o[ oU s}oµu IX Nomor 1, Januari-April 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
B. Peraturan Perundang-
undangan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (LNRI 2001-
134, TLNRI 4150).
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
tentang Komisi
Pemberantasan Tindak
66