Disusun Oleh :
JAKARTA
2021
Konsep Korupsi
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya merugikan
keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan
sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Selain
itu, untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran
hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi,
perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korupsi sudah lama berkembang yang berada dimanapun ternyata tidak datang
begitu saja, dan keberadaannya sudah mengalami proses pembelajaran yang cukup
lama artinya bahwa korupsi sering kali terjadi secara sistematis dan sering kali
dilakukan secara berulang kali (dianggap benar dan biasa). Korupsi merupakan
tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau
organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi atau Rasuah (Bahasa Latin :
Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) dalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan
tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka
untuk mendapatkan keuntungan sepihak. (Wikipedia)
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :
a. Perbuatan melawan hukum
b. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana,
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Jenis tindak pidana korupsi diantaranya, tetapi bukan semuanya, adalah :
• Memberi atau menerima hadiah atau janji
• Penggelapan dalam jabatan
• Pemerasan dalam jabatanIkut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara), dan
• Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara)
Pelayanan public terdiri atas dua kata yakni pelayanan dan publik, menurut Kolter
(sampara lukman, 2000) pelayanan merupakan setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya
tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Dalam hal ini kolter menekankan bahwa
hasil dari suatu pelayanan itu sendiri adalah kepuasan dan pelayanan sendiri harus
dianggap sebagai kegiatan yang menguntungkan.
Konsep Integritas
Aset hasil tindak pidana korupsi yang diambil oleh para koruptor banyak yang dilarikan
serta disembunyikan di luar negeri. Hasil korupsi disembunyikan di rekening bank di
luar negeri melalui mekanisme pencucian uang sehingga upaya dalam melacak serta
mengembalikan aset tersebut menjadi sulit. Tidak jarang teknik pencucian uang ini
disempurnakan oleh akuntan, pengacara, dan bankir yang disewa oleh koruptor.
Dalam melakukan proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi ini, negara-
negara di dunia saling melakukan kerja sama internasional dalam rangka
mempermudah proses pengembalian aset ini. Tetapi dalam pelaksanaanya terdapat
kendala-kendala yang disebabkan antara lain: sistem hukum yang berbeda, sistem
perbankan dan finansial yang ketat dari negara di mana aset berada, praktek dalam
menjalankan hukum, dan perlawanan dari pihak yang hendak diambil asetnya oleh
pemerintah.
Indonesia sudah melakukan upaya pemberantasan korupsi sejak lama dan dalam
sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan pemberantasan
korupsi, terdapat beberapa ketentuan pengembalian dan mekanisme pengembalian
aset hasil tindak pidana korupsi. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan
yang di dalamnya mengatur tentang pengembalian aset masih memiliki kelemahan-
kelemahan.
Pertama, fokus utama ketentuan tentang pengembalian aset hasil tindak pidana
korupsi masih terbatas pada pengembalian aset di dalam negeri dan tidak ada
ketentuan yang mengatur makanisme pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi
yang ditempatkan di luar negeri. Kedua, di dalam peraturan perundang-undangan
tersebut belum diatur landasan hukum serta wewenang untuk melaksanakan kerja
sama internasional dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Ketiga,
peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan tindak pidana korupsi saat ini, dibandingkan dengan ketentuan-
ketentuan tindak pidana korupsi, khususnya ketentuan tentang pengembalian aset di
dalam UNCAC.
Pendapat Fleming dalam bukunya Asset Recovery and Its Impact on Criminal Behavior,
An Economic Taxonomy: Draft for Comments, melihat pengembalian aset
sebagai: pertama, pengembalian aset sebagai proses pencabutan, perampasan,
penghilangan; kedua, yang dicabut, dirampas, dihilangkan adalah hasil atau keuntungan
dari tindak pidana; ketiga, salah satu tujuan pencabutan, perampasan, penghilangan
adalah agar pelaku tindak pidana tidak dapat menggunakan hasil serta keuntungan-
keuntungan dari tindak pidana sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana
lainnya.
Sebagaimana dijelaskan di atas, pengembalian aset tidak mempunyai definisi yang baku.
Penulis menilai pengembalian aset tidak hanya merupakan proses saja, tetapi juga
merupakan upaya penegakan hukum melalui serangkaian maknisme hukum tertentu.
Untuk memberikan penjelasan yang komprehensif, berdasarkan pandangan-pandangan
dari sarjana-sarjana sebelumnya, penulis merumuskan pengertian pengembalian aset
hasil tindak pidana korupsi sebagai berikut:
Pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara
korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas,
menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana
korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme. Baik secara pidana maupun
perdata, aset yang berada di dalam maupun disimpan di luar negeri, yang dilacak,
dibekukan, dirampas, disita, dan dikembalikan kepada negara korban hasil tindak
pidana korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian keuangan akibat tindak
pidana korupsi. Juga termasuk untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan/
atau calon pelaku tindak pidana korupsi.
Selama empat tahun lebih Indonesia telah meratifikasi UNCAC (2003), Indonesia sudah
melakukan banyak perubahan serta kemajuan dalam upayanya memberantas korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lahir secara tidak langsung berdasarkan
UNCAC ini menandakan bahwa terdapat perubahan atas kemauan yang konkrit dalam
memberantas korupsi. Dalam pelaksanaannya, Indonesia sudah melaksanakan
ketentuan-ketentuan UNCAC secara umum sebagai proses pengembalian aset yang
dilakukan Indonesia, seperti melakukan kerja sama bilateral, melakukan bantuan hukum
timbal balik (mutual legal assistance), melakukan upaya penelusuran aset melalui
perbankan dari negara lain, dan lain sebagainya.
Pada kenyataannya aset hasil tindak pidana korupsi yang dilarikan ke luar negeri dan
aset yang berhasil dikembalikan ke Indonesia perbedaannya sangat besar.
Perbandingan aset yang masih di luar negeri masih lebih banyak dibandingkan aset-aset
hasil tindak pidana korupsi yang sudah berhasil di bawa kembali ke dalam negeri. Bahkan
dapat dikatakan belum satupun aset korupsi yang dikembalikan. Hal ini tidak terjadi
begitu saja, terdapat permasalahan-permasalahan yang pada prakteknya seringkali
muncul dan menjadi faktor utama yang menghambat proses pengembalian aset.
Semenjak UNCAC di adopsi oleh Majelis Umum PBB berdasarkan resolusi 58/ 4 tanggal
31 Oktober 2003, Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC pada tanggal 18 April
2006.
Hingga saat ini, pemerintah belum membentuk suatu peraturan pelaksana terhadap
keberlakuan UNCAC di Indonesia. UNCAC menyediakan sarana kepada para negara
korban untuk dapat melakukan kerja sama internasional dalam upaya pengembalian
aset, tetapi setiap negara peserta harus mempunyai suatu peraturan nasional yang dapat
memberlakukan UNCAC tersebut.
2. Tidak Adanya Kemauan Politik Pemerintah yang Kuat terhadap Upaya Pemberantasan
Korupsi.