Anda di halaman 1dari 34

0

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
TIM PENYUSUN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 3
1.3. Sasaran 3
1.4. Landasan Hukum 3
1.5. Ruang Lingkup 4
BAB II STRATEGI PENGEMBANGAN LAYANAN KESEHATAN MATA 5
TERINTEGRASI
2.1. Gambaran Epidemiologi 5
2.2. Analisa Situasi 6
2.3. Strategi Pengembangan Layanan Kesehatan Mata 7
Terintegrasi
BAB III GAMBARAN UMUM VISION CENTER 10
3.1. Pengertian 10
3.2. Alur Layanan 10
3.3. Jenis Kegiatan 11
3.3.1 Upaya Kesehatan Masyarakat 13
3.3.2 Upaya Kesehatan Perorangan 13
BAB IV MANAJEMEN DAN ORGANISASI PENYELENGGARAAN 14
VISION CENTER
4.1. Manajemen 15
4.1.1 Sumber Daya Manusia 15
4.1.2 Sarana Prasarana 16
4.1.3 Pembiayaan 17
4.2. Pengorganisasian Penyelenggaraan 18
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 20
5.1. Pembinaan 20
5.2. Pengawasan 20
5.2.1 Pemantauan 20
5.2.2 Evaluasi 21
5.2.3 Pencatatan dan Pelaporan 21
BAB VI PENUTUP 23
LAMPIRAN
Instrumen Assessment Pengembangan Vision Center
Form monitoring dan evaluasi Vision Center
Formulir Pencatatan Kegiatan di Vision Center
Formulir Pelaporan Kasus
Formulir Pelaporan Deteksi Dini
Daftar Pustaka

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indera yang memiliki fungsi utama sebagai jalur masuk
informasi, sehingga kemampuan melihat berkontribusi pada perkembangan anak, remaja,
serta dewasa muda dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mata sehat merupakan
kebutuhan dan hak dasar yang harus dimiliki masyarakat pada semua kelompok usia.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan mata merupakan hal yang
sering terabaikan sehingga berdampak pada kondisi yang lebih berat, pada akhirnya dapat
menurunnya produktifitas dan kualitas hidup. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam siklus
hidup manusia setidaknya setiap orang akan mengalami satu gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan matanya.

Rekomendasi WHO dalam World Report on Vision tahun 2019, setidaknya ada 2 miliar
orang hidup dengan gangguan penglihatan atau kebutaan dan 1,1 miliar orang diantaranya
dengan gangguan penglihatan yang dapat dicegah namun belum tertangani secara optimal.
Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan mata diproyeksikan meningkat secara
eksponensial dengan setengah dari populasi global diperkirakan akan mengalami gangguan
penglihatan pada tahun 2050.

Berdasarkan hasil survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) di Indonesia,


sekitar 8 juta jiwa penduduk berusia diatas 50 tahun mengalami gangguan penglihatan,
dimana 1,6 juta jiwa diantaranya mengalami kebutaan sedangkan 6,4 juta jiwa lainnya
mengalami gangguan penglihatan sedang sampai berat. Adapun penyebab utama
gangguan penglihatan dan kebutaan pada populasi tersebut adalah katarak yang belum
dioperasi (81,2%) sehingga jika semua kasus kebutaan akibat katarak dapat ditangani maka
80% kebutaan dapat dicegah.

Hasil dari beberapa skrining gangguan penglihatan pada anak sekolah kelas 1, 7, dan 10
menunjukkan rata-rata prevalensi kelainan refraksi berkisar antara 18-20%. Hasil penelitian
di Kota Bandung pada tahun 2019 yang dilaksanakan oleh Universitas Padjajaran dan
Rumah Sakit Mata Cicendo menunjukkan prevalensi kelainan refraksi pada anak sekolah
berusia 11-15 tahun sebesar 15,95% dan sekitar 76% diantaranya belum dikoreksi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Diabetic Federation (IDF), pada
saat ini terdapat sekitar 10 juta orang di Indonesia yang menderita diabetes. Sekitar 35%
atau sekitar 3,5 juta, dari orang dengan diabetes menderita Retinopati diabetikum berbagai
derajat, dan 10% dari penderita diabetes, sekitar 1 juta orang, terancam kehilangan
penglihatan secara permanen (Vision Threatening Diabetic Retinopathy/VTDR). Prevalensi
diabetes di seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan
jumlah penduduk, pola diet dan gaya hidup masyarakat. Sedangkan menurut data Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan prevalensi Diabetes Melitus pada usia 15 tahun
ke atas sebesar 8,6%.

1
Jika dilakukan upaya pencegahan secara dini, maka penglihatan yang optimal dapat
meningkatkan peluang umur panjang dan hidup sehat, kemampuan belajar dan kualitas
pendidikan, serta peluang kerja dan produktifitas seseorang. Hal ini merupakan bagian dari
indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks pengeluaran yang berkontribusi terhadap
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator kualitas hidup manusia
Indonesia, serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Beban kondisi kesehatan mata disadari memiliki dampak yang tidak proporsional pada
kelompok rentan, masih adanya kesenjangan dalam cakupan dan kualitas layanan
kesehatan mata yang meliputi upaya promotif, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Disamping itu masih kurangnya tenaga kesehatan mata terlatih dan tidak meratanya
ketersediaan tenaga kesehatan mata, serta integrasi yang belum memadai ke dalam sistem
kesehatan ini menjadi tantangan untuk pengembangan program penanggulangan gangguan
penglihatan.

Menindaklanjuti amanah Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


dan rekomendasi global World Report on Vision Tahun 2019, maka Negara berkewajiban
menjadikan pelayanan kesehatan mata sebagai bagian integral dari cakupan kesehatan
semesta atau Universal Health Coverage (UHC) dengan menerapkan pelayanan kesehatan
mata yang berpusat pada masyarakat secara terpadu dalam sistem kesehatan di seluruh
spektrum promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena itu diperlukan intervensi
khusus dalam mengatasi kesenjangan akses terhadap pelayanan kesehatan mata.

Di tingkat global, pada World Health Assembly (WHA) ke-74 Pemerintah Indonesia turut
berkomitmen dalam pencapaian Global Target Eye Health 2030 dengan strategi Integrated
People-Centred Eye Care, including preventable vision impairment and blindness, yaitu; 1)
peningkatan 40% cakupan efektif untuk kelainan refraksi pada tahun 2030, dan 2)
peningkatan 30% cakupan efektif untuk operasi katarak pada tahun 2030. Di tingkat
Nasional, Pemerintah telah menetapkan target untuk menurunkan prevalensi gangguan
penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030 dari prevalensi di tahun 2017 (baseline 3%)
melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020. Penanggulangan gangguan
penglihatan di Indonesia diprioritaskan pada penyakit katarak, kelainan refraksi, glaukoma,
retinopati diabetikum, kebutaan pada anak, dan low vision.

Untuk mencapai target tersebut, Indonesia mengimplementasikan Integrated People


Centered Eye Care (IPCEC), dengan memberikan layanan kesehatan mata berorientasi
kepada kebutuhan perorangan, yang merupakan bagian dari UHC untuk menjamin seluruh
masyarakat mempunyai akses dalam mendapatkan kebutuhan pelayanan kesehatan mata
yang berkualitas dan efektif. Disamping itu, IPCEC bertujuan juga untuk memastikan
masyarakat memiliki akses dalam mendapatkan pelayanan kesehatan mata tanpa harus
menghadapi hambatan finansial. Hal ini ditunjang dengan ketersediaan pelayanan fasilitas
kesehatan berkualitas yang merupakan intervensi khusus dan inovasi layanan kesehatan
mata yang terintegrasi yang dapat dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) yang dikenal dengan Vision Center.

2
Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2020 – 2024 menetapkan
indikator untuk program penanggulangan gangguan indera yaitu jumlah kabupaten/kota
yang melakukan deteksi dini gangguan penglihatan dan atau gangguan pendengaran pada
paling sedikit 40% populasi. Melalui kegiatan deteksi dini diharapkan dapat meningkatkan
penemuan kasus secara dini sehingga dapat diintervensi lebih awal untuk mencegah
keparahan penyakit maupun kedisabilitasannya. Salah satu fungsi Vision Center yaitu
melakukan upaya preventif melalui deteksi dini gangguan penglihatan, hal ini diharapkan
dapat meningkatkan capaian target indikator Gangguan Indera dan cakupan layanan
kesehatan mata yang optimal dan bermutu.

Dalam upaya penanggulangan gangguan penglihatan yang komprehensif, maka


diperlukan Buku Pedoman Penyelenggaraan Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi sebagai
acuan bagi pengambil kebijakan, pengelola program, stakeholder terkait, dan pelaksana
kegiatan dalam penyelenggaraan Vision Center di wilayahnya. Pembentukan Vision Center
diharapkan dapat meningkatkan capaian dan cakupan layanan kesehatan mata yang lebih
luas.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Tersedianya pedoman dalam penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi bagi
pengambil kebijakan, pengelola dan pelaksana program, serta stakeholder terkait.

Tujuan Khusus :
1. Tersedianya situasi gangguan penglihatan di Indonesia
2. Tersedianya strategi pengembangan layanan kesehatan mata terintegrasi
3. Tersedianya gambaran umum Vision Center
4. Terlaksananya manajemen dan organisasi penyelenggaraan Vision Center
5. Terlaksananya pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan layanan
kesehatan mata terintegrasi.

1.3 Sasaran
a. Pemerintah Pusat, Provinsi, Kab/Kota,
b. Pengelola Program PTM Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota, (pengelola program terkait
gangguan indera)
c. Organisasi Profesi
d. Petugas Kesehatan di FKTP
e. Stakeholder terkait

1.4 Landasan Hukum


1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang – Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.
3. Undang – Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang – Undang RI Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
3
5. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Mata di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan.
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2020 tentang Penanggulangan
Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran
13. Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 Tahun 2022 Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2020 – 2024.
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan/52/MENKES/2015 Tahun 2005 –
2025.
16. Keputusan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit

1.5 Ruang Lingkup


Ruang lingkup pedoman ini meliputi situasi gangguan penglihatan, strategi pengembangan
layanan kesehatan mata terintegrasi, gambaran umum Vision Center, manajemen dan
organisasi penyelenggaraan, serta pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
layanan kesehatan mata terintegrasi.

1.6 Pengertian

4
BAB II
STRATEGI PENGEMBANGAN LAYANAN KESEHATAN MATA TERINTEGRASI

2.1 Gambaran Epidemiologi


Berdasarkan WHO pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 43,3 juta penduduk dunia
mengalami kebutaan, sekitar 295 juta orang mengalami gangguan penglihatan sedang-
berat, sekitar 258 juta orang mengalami gangguan penglihatan ringan, dan sekitar 510 juta
orang memiliki presbiopia yang tidak dikoreksi. Jumlah penyandang gangguan penglihatan
dan kebutaan diproyeksikan terus meningkat. Secara global, pada tahun 2050 diperkirakan
61 juta orang akan mengalami kebutaan, sekitar 474 juta orang akan mengalami gangguan
penglihatan sedang-berat, sekitar 360 juta orang akan mengalami gangguan penglihatan
ringan, dan sekitar 866 juta orang akan mengalami presbiopia.
Prevalensi gangguan penglihatan di negara berpenghasilan rendah-sedang
diperkirakan 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi. Tiga
regional di Asia yang mewakili 51% populasi dunia, menyumbang 62% dari sekitar 216,6 juta
penduduk dunia yang mengalami gangguan penglihatan bilateral sedang-berat, yang
meliputi Asia Selatan (61,2 juta orang), Asia Timur (52,9 juta orang), dan Asia Tenggara
(20,8 juta orang). Beban ekonomi dari miopia yang tidak dikoreksi di wilayah Asia Timur,
Asia Selatan dan Asia Tenggara dilaporkan lebih dari dua kali lipat dari wilayah lain dan
setara dengan lebih dari 1% dari produk domestik bruto.
Hasil survei RAAB menunjukkan prevalensi kebutaan pada penduduk berusia diatas 50
tahun bervariasi pada kisaran 1,7% hingga 4,4% pada 15 provinsi. Provinsi lainnya yang
belum dilakukan survei dapat mengacu pada prevalensi kebutaan di provinsi terdekat
dengan karakteristik yang hampir serupa. Berikut estimasi prevalensi dan jumlah kebutaan
pada penduduk usia ≥ 50 tahun di 34 provinsi.

Tabel 2.1. Estimasi Prevalensi dan Jumlah Kebutaan pada Penduduk Usia ≥ 50 Tahun

PREVALENSI Estimasi Estimasi Jumlah


Jumlah Penduduk Usia ≥
No. PROVINSI KEBUTAAN PADA
Penduduk 50 yang Buta
USIA >50 TAHUN)
Usia ≥ 50
1 ACEH 1.7% 696.942 11.848
2 SUMATERA UTARA 1.7% 2.764.895 47.003
3 SUMATERA BARAT 1.7% 1.036.515 17.621
4 RIAU 1.7% 1.078.513 18.335
5 JAMBI 3.4% 740.360 25.172
6 SUMATERA SELATAN 3.4% 1.561.841 53.137
7 BENGKULU 3.4% 405.383 13.783
8 LAMPUNG 3.4% 1.750.255 59.509
9 KEP. BANGKA BELITUNG 1.7% 274.750 4.671
10 KEP. RIAU 1.7% 308.526 5.245
11 DKI JAKARTA 1.9% 1.673.099 31.789

5
12 JAWA BARAT 2.8% 9.984.902 279.577
13 JAWA TENGAH 2.7% 9.035.504 243.959
14 DIY 2.7% 1.057.147 28.543
15 JAWA TIMUR 4.4% 10.209.574 449.221
16 BANTEN 2.8% 2.067.197 57.882
17 BALI 2.0% 1.037.817 20.756
18 NTB 4.0% 998.471 39.939
19 NTT 2.0% 1.014.629 20.293
20 KALIMANTAN BARAT 2.0% 943.769 18.875
21 KALIMANTAN TENGAH 2.0% 503.709 10.074
22 KALIMANTAN SELATAN 2.0% 874.699 17.494
23 KALIMANTAN TIMUR 2.0% 729.423 14.588
24 KALIMANTAN UTARA 2.0% 135.163 2.703
25 SULAWESI UTARA 1.7% 621.072 10.558
26 SULAWESI TENGAH 2.6% 589.045 15.315
27 SULAWESI SELATAN 2.6% 1.947.198 50.627
28 SULAWESI TENGGARA 2.6% 490.640 12.757
29 GORONTALO 1.7% 239.552 4.072
30 SULAWESI BARAT 2.6% 243.770 6.388
31 MALUKU 2.9% 317.466 9.207
32 MALUKU UTARA 2.9% 215.992 6.264
33 PAPUA BARAT 2.4% 136.179 3.268
34 PAPUA 2.4% 528.369 12.681
TOTAL NASIONAL 3.0% 56.213.364 1.682.401
Sumber : BPS 2018,2019, 2020 dan RAAB 2014-2016

2.2 Analisa Situasi


Untuk melakukan pengembangan layanan kesehatan mata terintegrasi diperlukan
analisa situasi dengan menghitung estimasi jumlah kasus gangguan penglihatan dan
mengumpulkan data dasar berupa jumlah penduduk, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
dan sebarannya, jumlah SDM kesehatan, sarana dan prasarana, anggaran untuk program
penanggulangan gangguan penglihatan, ketersediaan dukungan stakeholder serta mitra
terkait di wilayah kabupaten /kota.

Untuk menghitung besaran masalah gangguan penglihatan dan kebutaan di suatu


kabupaten/kota berdasarkan data hasil survei RAAB yang tersedia, maka provinsi yang
belum memiliki data dapat merujuk prevalensi di provinsi terdekat yang memiliki karakteristik
sosiodemografi dan geografi yang hampir sama. Sebagai contoh, Provinsi Kalimantan Barat
dapat merujuk prevalensi kebutaan di Provinsi Kalimantan Selatan. Perhitungan estimasi
jumlah kebutaan di suatu kabupaten/kota dilakukan dengan menggunakan data estimasi
jumlah penduduk berusia ≥ 50 tahun dikali dengan prevalensi kebutaan provinsi.
Hasil survei RAAB menunjukkan prevalensi kebutaan di beberapa provinsi cukup tinggi,
bahkan melebihi prevalensi nasional (3%), seperti Jawa Timur (4,4%), Nusa Tenggara Barat
(4%), dan Sumatera Selatan (3,6%), namun ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
6
mata dan dokter spesialis mata masih belum merata. Kondisi saat ini menunjukkan adanya
beban fasilitas pelayanan kesehatan mata yang mengampu beberapa daerah satelit. Hal ini
menyebabkan beban yang melebihi kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan. Peran FKTP
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat perlu dioptimalkan untuk
mengatasi permasalahan kebutaan sesuai dengan Deklarasi Astana WHO Tahun 2017.
Untuk itu, diperlukan layanan Vision Center yang diharapkan dapat mendekatkan akses
masyarakat terhadap layanan kesehatan mata yang bermutu dan terjangkau.

Tahap awal untuk menetukan lokus pengembangan layanan kesehatan mata


terintegrasi (Vision Center), maka Pengelola Program di Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kab/Kota diharapkan melakukan analisa situasi dengan mengisi formulir assessment
pengembangan Vision Center. Untuk mengembangkan layanan kesehatan mata terintegrasi
di daerah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Daerah dengan prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan yang tinggi
berdasarkan :
• Prevalensi
• Jumlah penduduk
b) Remote area atau daerah yang memiliki hambatan terhadap akses pelayanan
kesehatan berdasarkan :
• Kondisi geografis yang sulit
• Jarak menuju fasilitas pelayanan kesehatan mata
c) Memiliki SDM kesehatan seperti dokter, tenaga refraksionis dan/atau perawat
terlatih, serta mitra penyedia kacamata di tingkat kabupaten/kota
d) Memiliki sarana prasarana yang memadai.
• Sarana prasarana dan peralatan minimal untuk penyelenggaraan Vision Center
• Anggaran untuk penyelenggaraan Vision Center
• Optikal sebagai mitra penyedia kacamata di Tingkat Kab/Kota
e) Memiliki komitmen dalam pengembangan layanan kesehatan mata terintegrasi
• PERDA/Perwali/Perbup/SE untuk kegiatan Penanggulangan Gangguan
Penglihatan
• Unit khusus untuk penanggulangan gangguan penglihatan
• SK untuk Tim Penyelenggaraan Vision Center

2.3 Strategi Pengembangan Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi

World Report on Vision merekomendasi model pendekatan Integrated People-Centred of


Eye Care (IPCEC) atau layanan kesehatan mata terintegrasi sebagai solusi untuk mengatasi
kesenjangan dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan mata. Model IPCEC didefinisikan
sebagai layanan yang diselenggarakan secara berkesinambungan meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mengatasi seluruh masalah kesehatan mata.

7
Adapun pendekatan IPCEC dilaksanakan dengan 4 (empat) strategi sebagai berikut :

1) Pemberdayaan masyarakat dan komunitas,


Pemberdayaan masyarakat dan komunitas dilakukan untuk meningkatkan literasi kesehatan
mata masyarakat melalui peningkatan kapasitas dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE), sehingga individu dan masyarakat mampu secara mandiri untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mata, serta menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitarnya.

2) Re-orientasi model pelayanan


Re-orientasi model pelayanan adalah penguatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) berfokus pada upaya promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM). Kerangka layanan kesehatan terintegrasi atau IPCEC mendefinisikan
prioritas layanan berdasarkan kebutuhan menurut siklus hidup, dan membangun pelayanan
kesehatan primer yang kuat.

3) Koordinasi pelayanan lintas program dan lintas sektor


Koordinasi pelayanan lintas program dan lintas sektor berfokus pada peningkatan pelayanan
kesehatan mata dengan menyelaraskan proses dan informasi, tanpa perlu menggabungkan
struktur, layanan, atau alur kerja. Kerangka kerja pelayanan kesehatan terintegrasi
mengidentifikasi tiga pendekatan strategis yaitu pendekatan individu, pendekatan program
dan penyedia kesehatan, serta pendekatan lintas sektor.

4) Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memberikan pelayanan kesehatan mata.


Lingkungan yang kondusif dapat dicapai dengan mengintegrasikan kesehatan mata ke dalam
rencana strategi kesehatan nasional, penyelenggaraan surveilans dan integrasi data penyakit
mata ke dalam sistem informasi kesehatan, serta perencanaan kebutuhan sumber daya
manusia kesehatan mata sesuai dengan kebutuhan populasi.
Untuk melaksanakan perencanaan strategis diperlukan dukungan dari pemangku
kepentingan, lintas sektor, dan masyarakat, dengan tujuan mengumpulkan informasi tentang
analisis situasi, akses layanan, cakupan program, sebagai bahan penyusunan kebijakan dan
standar praktik pelayanan.

Dalam rangka mengimplementasikan layanan kesehatan mata terintegrasi, bentuk layanan


secara konkrit dilakukan melalui Vision Center. Dalam pengembangannya diperlukan strategi
agar dapat berlangsung dengan baik di kabupaten/kota, dengan memperhatikan kemampuan
daerah. Strategi pengembangan ini mengacu pada strategi penanggulangan gangguan
penglihatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020
tentang Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran, sebagai berikut:
a. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor
Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan kebijakan dalam pengembangan layanan
kesehatan mata terintegrasi di Kabupaten/Kota. Dukungan Kepala Daerah terhadap
pengembangan Vision Center diharapkan dapat diwujudkan dengan adanya alokasi
anggaran untuk kegiatan Vision Center. Dalam rangka pengembangan layanan kesehatan

8
mata terintegrasi perlu dilakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk
mendapatkan dukungan sumber daya dan sosial.

b. Penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan


Masyarakat memiliki peran penting dalam penyelenggaraan Vision Center, khususnya
dilibatkan sebagai kader. Keaktifan kader dalam membantu edukasi masyarakat tentang
kesehatan mata dan melakukan skrining ke masyarakat untuk penemuan dini kasus
gangguan penglihatan di masyarakat.

c. Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui penguatan


sumber daya dan standarisasi pelayanan
Untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dalam penyelenggaraan
Vision Center perlu dilakukan penguatan sumber daya melalui peningkatan kapasitas,
pemenuhan dan pemerataan SDM kesehatan, peningkatan dan pemenuhan kelengkapan
sarana prasarana dan peralatan kesehatan sesuai standar.

d. Penguatan sistem surveilans serta pemantauan dan evaluasi


Pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi setiap kegiatan yang dilaksanakan Vision
Center merupakan bahan untuk pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan layanan. Untuk
itu, diharapkan penguatan melalui integrasi dengan sistem surveilans yang ada.

e. Penyediaan sumber daya yang mencukupi


Dalam rangka penyediaan sumber daya yang mencukupi, perlu ditunjang dengan
ketersediaan anggaran yang memadai yang bersumber dari APBN, APBD, maupun sumber
dana lain yang tidak mengikat.

9
BAB III
GAMBARAN UMUM VISION CENTER

3.1 Pengertian
Vision Center adalah suatu bentuk layanan kesehatan mata terintegrasi pada suatu fasilitas
pelayanan kesehatan di tingkat layanan primer, yang menyediakan layanan kesehatan mata
secara komprehensif kepada individu dan masyarakat/komunitas, meliputi layanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Keberadaan Vision Center ditujukan untuk meningkatkan
akses layanan kesehatan mata dan cakupan deteksi dan intervensi dini gangguan penglihatan.

3.2 Alur Layanan


Vision Center memiliki kegiatan layanan dalam gedung untuk pemeriksaan kasus kesehatan
mata, khususnya untuk skrining katarak, pemeriksaan kelainan refraksi atau kelainan mata
lainnya dan penanganan kegawatdaruratan pada mata. Layanan luar gedung dalam bentuk
skrining kesehatan mata di masyarakat/komunitas oleh kader kesehatan yang terlatih. Jika kader
menemukan satu atau lebih dari satu kasus kelainan mata di masyarakat atau komunitas,
penderita dirujuk ke Vision Center untuk pemeriksaan mata lebih lanjut. Alur layanan kesehatan
mata di Vision Center dapat dilihat pada bagan 3.1. berikut.

Gambar 3.1. Alur Layanan Vision Center

Pasien Vision Center adalah pasien yang datang ke FKTP untuk berobat atau rujukan dari
hasil skrining di masyarakat/komunitas melalui Posyandu, Posyandu Lansia, Posbindu,
UKS, Poskestren dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) lainnya.

10
Alur layanan vision center dimulai dari pasien datang dan mendaftarkan diri di loket
pendaftaran FKTP untuk mendapatkan layanan kesehatan mata. Selanjutnya pasien yang
sudah terdaftar untuk layanan vision center, dilakukan skrining kelainan mata oleh
perawat terlatih. Pelayanan kepada pasien selanjutnya berdasarkan hasil skrining, antara
lain:
a. Pasien dengan kelainan tajam penglihatan (visus), selanjutnya menjalani pengukuran
tajam penglihatan oleh Refraksionis Optisien (RO). Setelah itu pasien diperiksa dokter
untuk penegakan diagnosis berdasarkan hasil skrining dan pengukuran tajam
penglihatan, dan diberikan resep koreksi refraksi, jika pasien mengalami kelainan
refraksi sederhana. Kelainan refraksi sederhana yang dapat ditangani di Vision Center
adalah kelainan refraksi dengan silinder/miopia/presbiopia maksimal -/+ 3.00D. Pasien
yang mendapatkan resep koreksi refraksi diarahkan untuk mendapatkan kacamata di
optik, khusus peserta BPJS, di optik yang bekerjasama dengan BPJS. Kelainan refraksi
yang lebih berat atau gangguan visus oleh sebab lain akan diperiksa lebih lanjut oleh
Dokter Spesialis Mata yang berkunjung secara berkala di Vision Center atau dirujuk ke
FKRTL jika layanan dokter spesialis mata tidak tersedia di Vision center.
b. Pasien dengan diagnosa katarak atau kelainan mata lainnya, diberikan edukasi
kesehatan mata oleh dokter dan penanganan sesuai indikasi dan tatalaksana kasus di
FKTP. Kelainan mata yang tidak tertangani tuntas di vision center harus dirujuk ke
FKRTL.

3.3 Jenis Kegiatan/Pelayanan


Kegiatan layanan kesehatan mata Vision Center meliputi kegiatan promotif seperti
advokasi, sosialisasi dan edukasi, kegiatan preventif atau pencegahan melalui deteksi dini
atau skrining gangguan penglihatan di masyarakat dan sekolah, kegiatan kuratif dalam
bentuk tatalaksana kasus kelainan mata, pengobatan dan rujukan dari masyarakat/sekolah
ke Vision Center atau ke Rumah Sakit sesuai indikasi medis, serta kegiatan rehabilitatif
melalui penyediaan akses kacamata koreksi yang murah dan terjangkau. Pelaksanaan
kegiatannya dapat berlangsung di dalam gedung dan luar gedung.

11
Gambar 3.2. Pelayanan Vision Center

Untuk menanggulangi permasalahan gangguan penglihatan pada seluruh siklus hidup,


implementasi strategi secara konkrit yang efektif dan terintegrasi dapat dilaksanakan melalui
kegiatan promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Ruang lingkup
penyelenggaraan kegiatan Vision Center meliputi :
1. Promosi Kesehatan
Intervensi promosi kesehatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan
kepedulian masyarakat tentang pentingnya berperilaku menjaga kesehatan mata dan
mencegah gangguan penglihatan, serta menjalani tindakan atau pengobatan apabila
mengalami gangguan pada mata. Upaya ini bertujuan` untuk memberdayakan masyarakat
dengan peningkatan literasi kesehatan melalui peningkatan kapasitas kader kesehatan dan
komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan yang didukung dengan kebijakan publik
berwawasan kesehatan serta peran serta mitra potensial (dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh masyarakat, dll). Promosi kesehatan untuk
penanggulangan gangguan penglihatan masih kurang mendapat perhatian dibandingkan
dengan upaya preventif dan pengobatan. Pesan kesehatan seperti “periksakan mata secara
berkala” perlu digaungkan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan kader
maupun guru sekolah, sejalan dengan peningkatan cakupan deteksi dini atau skrining untuk
mata.
2. Pencegahan
Upaya pencegahan yang dilakukan di Vision Center berfokus pada kegiatan deteksi dini atau
skrining untuk menjaring kasus – kasus gangguan penglihatan yang ada di masyarakat
dengan sasaran intervensi meliputi seluruh kelompok umur. Pada sasaran anak sekolah,
tindakan pencegahan untuk kasus myopia (rabun jauh) antara lain dengan penyuluhan untuk
12
perubahan gaya hidup pada anak-anak, misalnya meningkatkan waktu aktivitas luar ruangan
dan menurunkan durasi waktu aktivitas melihat dekat, yang diikuti dengan kegiatan skrining
tajam penglihatan oleh guru terlatih.
3. Pengobatan atau tatalaksana kasus
Katarak dan kelainan refraksi adalah dua penyebab utama gangguan penglihatan, dimana
tindakan pengobatan atau penatalaksanaan kasus dilakukan untuk memulihkan penglihatan.
a. Pengobatan untuk katarak dilakukan melalui pengangkatan lensa mata dan implantasi
lensa intraokular buatan. Operasi katarak merupakan tindakan paling efektif untuk
mencegah kebutaan dan menghasilkan peningkatan kualitas hidup yang signifikan,
sehingga rujukan untuk operasi katarak merupakan salah satu tugas utama yang
dilakukan di Vision Center.
b. Penanganan kelainan refraksi yang dapat dilakukan di Vision Center adalah skrining tajam
penglihatan di sekolah atau di masyarakat, rujukan untuk pemeriksaan visus, pembuatan
resep kacamata untuk kelainan refraksi sederhana, seperti silinder, miopia, atau
presbiopia (maksimal -/+ 3.00).

Jika ditemukan kelainan yang lebih berat, maka dikonsultasikan ke Dokter Spesialis Mata dan
atau dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Penyediaan
kacamata dapat diatur melalui skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau kerja sama
dengan mitra swasta, NGO, swadana, maupun sumber pembiayaan lainnya.

4. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi sehari-hari bagi orang yang mengalami
gangguan penglihatan atau kebutaan yang tidak dapat diobati, agar dapat beraktivitas di
lingkungan mereka. Berbagai intervensi rehabilitasi gangguan penglihatan meliputi kaca
pembesar (lup), modifikasi lingkungan (misalnya pencahayaan yang lebih baik), pembaca
layar, konseling dan pelatihan keterampilan di rumah. Banyak kondisi mata dapat
mempengaruhi berbagai komponen fungsi penglihatan (misalnya ketajaman visual, kontras,
penglihatan tepi), sehingga intervensi rehabilitasi penglihatan perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan prioritas individu. Untuk itu Vision Center memiliki peran dalam melakukan
konseling dan rujukan untuk rehabilitasi.

Kegiatan Vision Center atau Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi di FKTP, khususnya
Puskesmas berintegrasi dengan kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) yang diselenggarakan puskesmas.
3.3.1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Kegiatan Vision Center yang terintegrasi dengan layanan UKM mencakup kegiatan
promosi kesehatan mata dan pencegahan penyakit di tingkat masyarakat/komunitas
melalui UKBM yang ada dan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), dalam bentuk kegiatan
antara lain :
a) Meningkatkan komitmen pemangku kepentingan
b) Menggalang dukungan mitra potensial
c) Memberikan pelatihan kepada pelaksana UKS/M di sekolah/madrasah untuk
mendeteksi gangguan penglihatan pada peserta didik
d) Memberikan pelatihan kepada kader kesehatan

13
e) Edukasi kesehatan mata kepada masyarakat
f) Skrining penglihatan di sekolah, madrasah, pesantren, sekolah berasrama
g) Skrining penglihatan di masyarakat
h) Rujukan gangguan penglihatan dari UKBM

3.3.2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)


Kegiatan Vision Center yang terintegrasi dengan Upaya Kesehatan Perorangan di
Puskesmas meliputi :
a) Pemeriksaan tajam penglihatan
b) Koreksi kelainan refraksi
c) Merujuk masyarakat yang membutuhkan tindakan operasi
d) Menindaklanjuti pasien yang telah dirujuk atau dioperasi
e) Tatalaksana terhadap kegawatdaruratan mata dan masalah kesehatan mata
f) Menindaklanjuti, memotivasi dan memberikan konseling sebagai rehabilitasi mata
berbasis komunitas

14
BAB IV
MANAJEMEN DAN ORGANISASI PENYELENGGARAAN VISION CENTER

4.1 Manajemen
4.1.1 Sumber Daya Manusia
Kegiatan yang dilaksanakan dalam Vision Center meliputi penyuluhan dan edukasi, deteksi
dini atau skrining gangguan penglihatan di masyarakat dan sekolah, tatalaksana kasus
sesuai kompetensi dan rujukan sesuai indikasi medis, serta kegiatan rehabilitatif (koreksi
kacamata, katarak, glaukoma, dan retinopati diabetikum) sehingga diperlukan SDM meliputi
tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan (kader), sebagai berikut :

No SDM Tugas
A Tenaga Kesehatan
1 Dokter Spesialis Mata (pendampingan) • Rujukan kasus berat
• Konsultasi/kunjungan atau
telemedicine
• Pendampingan
2 Dokter Umum • Pemeriksaan visus dan kelainan mata
• Penegakan diagnosis sesuai
kompetensi
• Pemberian resep obat mata dan
kacamata untuk kelainan refraksi
sederhana
• Penanganan kegawatdaruratan pada
mata
• Memberikan surat pengantar rujukan
ke FKRTL apabila diperlukan.
3 Perawat terlatih Skrining/deteksi dini gangguan
penglihatan dan kelainan mata
4 Refraksionis Optisien Pemeriksaan visus dan koreksi kelainan
refraksi
5 Promosi Kesehatan • Advokasi kepada pemangku kebijakan
• Penggalangan mitra potensial
• Pembinaan UKBM
• Pengembangan media KIE
6 Pengelola Program Indera/Petugas Pencatatan dan pelaporan
pencatatan pelaporan
B Tenaga Non Kesehatan
1 Kader JULITA (Juru LIHAT Mata) • Edukasi kepada masyarakat
• Melakukan deteksi dini gangguan
penglihatan secara sederhana di
lingkungan
• Memobilisasi pasien ke Vision Center
• Menjadwalkan pemeriksaan pasien

15
4.1.2 Sarana dan Prasarana
Vision Center diharapkan memiliki ruangan yang memadai untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang nyaman. Vision Center dapat memanfaatkan ruangan di FKTP seperti area
pendaftaran, ruang tunggu, pemeriksaan refraksi, dan pemeriksaan mata oleh dokter tanpa
perlu menambah bangunan baru. Contoh denah seperti di bawah ini.

PENDAFTARAN

RUANG
TUNGGU

BED
TINDAKAN
Ruang
Refraksi
MEJA

SLIT LAMP Admin Kantor

Gambar 4.1. Denah Fasilitas Vision Center

Kebutuhan peralatan pemeriksaan dan obat-obatan untuk penyelenggaraan Vision Center


dibagi menjadi kebutuhan utama dan penunjang. Kebutuhan utama merupakan kebutuhan
minimal yang harus disediakan untuk pemeriksaan.

16
Tabel 4.1. Kebutuhan peralatan

UTAMA PENUNJANG
• Snellen chart : E chart dan • Komputer + jaringan wifi
alphabet chart • Autorefraktometer
• Bingkai uji-coba untuk • Retinoskopi
pemeriksaan refraksi • Lensometer
• Lensa uji-coba untuk • Oftalmoskopi indirek
pemeriksaan refraksi • Kartu pemeriksaan buta
• Lampu celah warna (Tes Ishihara)
• Oftalmoskopi direk • Tensimeter
• Tonometer • Termometer
• Lup Binokuler (Lensa • Glukometer
pembesar) 3 – 5 Dioptri • Low vision kit
• Okluder • Software rekam medis
• Senter elektronik
• Lampu meja • Media KIE

Tabel 4.2. Kebutuhan Obat-Obatan

UTAMA TAMBAHAN
• Midriatyl tetes mata • Antibiotik tetes atau salep mata
• Efrisel tetes mata • Cenfreh tetes mata (artificial tears)
• Pantocain tetes mata • Strip gula darah
• Fluorescein tetes mata
• Tetrakain tetes mata 0,5% atau 2%
• Kapsul vitamin A
• Fluorescein strip
• Ciprofloxacin tablet 500 mg
• Paracetamol 500 mg
• Kapas, kasa dan plester
• Cairan saline normal
• Cairan ringer laktat
• Alkohol cuci tangan
• Betadine 5% antiseptic mata

4.1.3 Pembiayaan
Dalam rangka menunjang kegiatan layanan kesehatan mata terintegrasi diperlukan
dukungan pembiayaan yang bersumber dari APBN, APBD, donor, dan mitra lainnya.

17
4.2 Pengorganisasian Penyelenggaraan
Penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi (Vision Center) memerlukan peran
aktif berbagai stakeholder dari tingkat pusat, daerah, sampai masyarakat, sebagai berikut:

4.2.1 Pusat
a. Menyiapkan pedoman penyelenggaraan
b. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada stakeholder terkait, provinsi dan
kabupaten/kota.
c. Menyiapkan instrumen bimbingan teknis dan supervisi
d. Menyediakan materi KIE
e. Menyediakan materi dan modul pelatihan
f. Melakukan Pelatihan untuk Pelatih
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.2 Provinsi
a. Melakukan analisis situasi pada kabupaten/kota dalam pengembangan Vision Center
b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait
c. Melakukan sosialisasi
d. Membentuk jejaring dan kemitraan
e. Menyediakan media KIE
f. Melakukan pelatihan
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.3 Kabupaten/Kota
a. Menyediakan data yang diperlukan untuk analisis situasi
b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait
c. Melakukan sosialisasi
d. Membentuk jejaring dan kemitraan
e. Menyediakan dan/atau menyebarluaskan media KIE
f. Melakukan pelatihan
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan

4.2.4 Puskesmas
a. Menyelenggarakan Vision Center
b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait
c. Melakukan sosialisasi ke masyarakat
d. Melakukan jejaring rujukan
e. Melakukan kegiatan kemitraan
f. Menyediakan dan/atau menyebarluaskan media KIE
g. Melakukan peningkatan kapasitas kader
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan

18
4.2.5 Organisasi Profesi
a. Menyiapkan SDM kesehatan
b. Melakukan pendampingan layanan Vision Center
c. Memfasilitasi jejaring dan rujukan
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.6 Masyarakat atau Kader


a. Melakukan deteksi dini gangguan penglihatan
b. Memotivasi pasien untuk mencari layanan kesehatan mata
c. Mendampingi pasien mengunjungi fasilitas kesehatan
d. Melaporkan hasil deteksi dini gangguan penglihatan

19
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Untuk memantau pelaksanaan kegiatan dan pencapaian kinerja, diperlukan pembinaan dan
pengawasan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembinaan dalam penyelenggaraan layanan
kesehatan mata terintegrasi dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas teknis dan
manajemen sumber daya, pemberdayaan masyarakat, dan sarana pendukung lainnya.
Pengawasan dapat dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi, verifikasi dan validasi data, serta
pencatatan dan pelaporan.

5.1 Pembinaan
Pembinaan dilakukan dalam rangka memastikan keberlangsungan pelaksanaan layanan
kesehatan mata terintegrasi yang dilaksanakan secara berjenjang baik Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan Puskesmas.
Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata yang terintegrasi
dibutuhkan bimbingan teknis pada saat pelaksanaan kegiatan dan evaluasi secara berkala
meliputi input, proses, output, dan outcome. Selanjutnya dapat dilakukan perbaikan-
perbaikan untuk penyempurnaan penyelenggaraan layanan.

5.2 Pengawasan
5.2.1. Pemantauan
Pemantauan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara rutin menggunakan
sumber data sekunder yang berasal dari hasil kegiatan layanan dan program yang
dilaporkan melalui sistem informasi yang telah tersedia. Pemantauan dilakukan untuk
mengidentifikasi pelaksanaan kegiatan dari berbagai komponen program, waktu
pelaksanaan, dan kemajuan dalam pencapaian tujuan program yang kemudian
diberikan umpan balik dan mengukur terlaksananya berbagai kegiatan.

Hasil monitoring digunakan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan dalam rangka


penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi, berupa :

a. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan,


b. Sosialisasi dan edukasi kepada petugas kesehatan,
c. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media komunikasi,
d. Deteksi dini,
e. Penanganan kasus sesuai standar,
f. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas sektor, dan
masyarakat,
g. Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang program,
h. Surveilans epidemiologi gangguan penglihatan dan kebutaan.

20
5.2.2. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai efektivitas dari program atau kegiatan layanan
kesehatan mata yang dilihat dari pencapaian kinerja terutama dalam hal yang
menurunkan jumlah gangguan penglihatan dan meningkatkan kualitas hidup orang
dengan gangguan penglihatan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan data yang
tersedia di layanan atau melakukan pengukuran/penilaian dengan menggunakan
pendekatan baik kualitatif maupun kuantitatif.

Adapun komponen yang perlu dievaluasi adalah :


1. Input
Ketersediaan SDM, sarana prasarana, dan pendanaan.
2. Proses
• Jumlah kegiatan advokasi dan sosialisasi yang dilaksanakan,
• Jumlah kegiatan pelatihan yang dilaksanakan,
• Jumlah kegiatan skrining/deteksi dini yang dilaksanakan, dan
• Jumlah kunjungan layanan.
3. Output
• Cakupan deteksi dini gangguan penglihatan oleh Kader
• Cakupan pemeriksaan mata oleh Nakes
• Jumlah kasus yang ditangani,
• Jumlah orang yang memperoleh kacamata,
• Jumlah orang yang diobati,
• Jumlah orang yang dirujuk , dan
• Jumlah rujuk balik (operasi katarak dll)

5.2.3. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan yang dilaksanakan di Vision Center dilakukan
oleh masing-masing petugas layanan baik untuk kegiatan di UKM maupun UKP,
kemudian dikompilasi oleh pengelola program di Puskesmas.

21
Pelaporan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil
pencatatan dikompilasi untuk dilakukan pelaporan secara berkala dan terintegrasi
melalui sistem informasi yang tersedia.

Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan untuk mengumpulkan data meliputi :


a) hasil deteksi dini;
b) jumlah kasus; dan
c) rujukan/rujuk balik.

22
BAB VI
PENUTUP

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata yang terintegrasi ke dalam cakupan


kesehatan semesta merupakan salah satu strategi untuk percepatan pencapaian target
menurunkan prevalensi gangguan penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030. Pendekatan
IPCEC atau layanan kesehatan mata berorientasi masyarakat terpadu diimplementasikan dalam
bentuk Vision Center sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan dalam pelayanan kesehatan
mata masyarakat.

Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata terintegrasi ini diharapkan dapat


mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan mata yang bermutu, efektif, efisien, serta
terjangkau melalui ketersediaan Vision Center di kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan
standar kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup manusia Indonesia.

Untuk keberlangsungan Vision Center diperlukan pembinaan dan pengawasan oleh


pemerintah dan pemerintah daerah, peran serta masyarakat, serta dukungan dari lintas sektor
dan organisasi profesi dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Tommy T., Halim, Aldiana. 2020. The Economic Consequences of Visual Impairment and the
Impact of Cataract Surgery in Gaining Economy in Indonesia. Bandung : Department of Ophthalmology,
Faculty of Medicine Padjajaran University.

Kementerian Kesehatan, 2020. Pedoman Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan


Pendengaran

Kementerian Kesehatan, 2019. Pusat Kesehatan Masyarakat

Kementerian Kesehatan, 2016. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Mata di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan

Omas, Rani Pitta dr., Ratnaningsih, Nina, dr., SpM(K), M.Sc., Halim, Aldiana, SpM(K), MSc. 2020. Buku
Manual Vision Center, Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bandung. Unit Oftalmologi Komunitas
Pusat Mata Nasional Cicendo Bandung, April 2020.

Rupert R A Bourne, Jaimie D Steinmetz, et al. GBD 2019 Blindness and Vision Impairment Collaborators,
Lancet Glob Health 2021; 9: e130–43, Published Online December 1, 2020, DOI :
https://doi.org/10.1016/ S2214-109X(20)30425-3

World Report on Vision. Geneva: World Health Organization; 2019. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.

24
LAMPIRAN 1

INSTRUMEN ASSESMENT PENENTUAN LOKASI VISION CENTER

Provinsi :
Kab/Kota :

NO KOMPONEN PENILAIAN KABUPATEN/KOTA NILAI (1-5) PERSENTASE SKOR


1 Daerah dengan prevalensi gangguan penglihatan yang
tinggi (25%)
a) Prevalensi kebutaan tinggi
b) Jumlah penduduk dengan gangguan penglihatan dan
kebutaan tinggi
2 Remote area atau daerah yang memiliki hambatan
terhadap akses pelayanan kesehatan berdasarkan :
(20%)
a) Kondisi geografis yang sulit
b) Jarak menuju fasilitas pelayanan kesehatan mata
3 Memiliki komitmen dalam pengembangan layanan
kesehatan mata terintegrasi (25%)
a) Memiliki Perda/Perwali/SE untuk kegiatan
penanggulangan gangguan penglihatan
b) Memiliki unit khusus untuk penanggulangan gangguan
penglihatan
c) Memiliki SK untuk penyelenggaraan vision center
4 Memiliki SDM kesehatan seperti dokter, tenaga
refraksionis dan/atau perawat terlatih, serta mitra
penyedia kacamata di tingkat kabupaten/kota (15%)
a) Tersedia dokter umum untuk penyelenggaraan Vision
Center di Puskesmas/FKTP
b) Tersedia tenaga refraksionis atau perawat terlatih
untuk penyelenggaraan Vision Center di
Puskesmas/FKTP
c) Tersedia mitra penyedia kacamata
d) Terdapat kerjasama dengan OP (Perdami) untuk
pendampingan dokter spesialis mata di Vision Center
5 Memiliki sarana prasarana yang memadai (15%)
a) Puskesmas/FKTP terpilih memiliki peralatan minimal
untuk penyelenggaraan Vision Center
b) Memiliki dukungan anggaran untuk penyelenggaraan
Vision Center
TOTAL SKOR

25
LAMPIRAN 2

FORMAT PELAPORAN VISION CENTER

Format laporan Skrining oleh kader

FORMAT HASIL SKRINING


NOMOR URUT :

Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin : L/P Tanggal :
Umur : Lokasi Pemeriksaan :
Pekerjaan :

MATA
RUJUK
KANAN KIRI

1. BISA 1. BISA 1. YA

HITUNG JARI
2. TIDAK 2. TIDAK 2. TIDAK

MATA
RUJUK
KANAN KIRI

3. BISA 3. BISA 3. YA

E-Tumbling
4. TIDAK 4. TIDAK 4. TIDAK

26
LAMPIRAN 3

FORM REKAPITULASI HASIL SKRINING

27
LAMPIRAN 4

FORMULIR PEMERIKSAAN

Format Konsultasi Pasien


No Tanggal No.Rekam Nama Alamat Umur L/P Diagnosa Hasil
Medis

Format Koreksi Refraksi


No Tanggal No.Rekam Nama Umur L/P Diagnosa Koreksi Jauh Dekat
Medis OD OS
Sph Cyl Ax Sph Cyl Ax

Format Registrasi Pasien Gangguan Penglihatan Berat


No Tanggal No.Rekam Nama Alamat Umur L/P Visus Visus Diagnosa Ket.
Medis OD OS

28
LAMPIRAN 5

INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI


PENYELENGGARAAN LAYANAN KESEHATAN MATA TERINTEGRASI (VISION CENTER)
DI PUSKESMAS

Tanggal : . / . . / 20..

I. KETERANGAN PUSKESMAS

Provinsi :
Kabupaten/Kota :
Nama FKTP :
Alamat FKTP :
Jumlah Penduduk di wilayah kerja FKTP : ... ... ... orang
Luas wilayah kerja FKTP : ... ... ... km2
Kunjungan rata-rata per bulan untuk poli indera (gangguan penglihatan) : ….. ….. …. orang

II. DATA SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

Jenis SDM Jumlah


Dokter Spesialis Mata (pendampingan)
Dokter Umum
Perawat terlatih
Refraksionis Optisien
Promosi Kesehatan
Pengelola Program Indera/Petugas pencatatan pelaporan
Kader

29
III. DUKUNGAN FASILITAS DAN ALAT KESEHATAN DI PUSKESMAS

Alat Kesehatan Ada Tidak Ada Kondisi


(Jumlah) (*Layak/Tidak
Layak)
Trial frame untuk pemeriksaan refraksi
Buku Ishihara Tes
Trial lens set untuk pemeriksaan refraksi
Lup binokuler (lensa pembesar) 3 – 5
Dioptri
Ophtalmoscope direk
Snellen Chart
E- Tumbling
Kit Ophthalmologi Komunitas
Tonometer Schiotz
Ruangan Pemeriksaan Khusus
Mata/layanan Vision Center

IV. DUKUNGAN KEMITRAAN DI PUSKESMAS


Jika terdapat kegiatan dengan mitra, sebutkan jenis kegiatan yang dilaksanakan dengan
mitra :

No Mitra Kegiatan yang dilaksanakan


1
2
3
4
5

30
V. DUKUNGAN MANAJEMEN
Keterangan
Ya (√)
No Hal-hal yang Ditelaah (jika ya,
Tidak (x)
sebutkan)
1 Apakah ada SK/SPT Tim Penyelenggaran Layanan
Kesehatan Mata Terintegrasi (Vision Center)?
2 Apakah dilakukan supervisi untuk Penyelenggaran
Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi (Vision Center)?
3 Apakah tersedia anggaran khusus untuk
Penyelenggaran Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi
(Vision Center)?
4 Apakah terdapat pemanfaatan CSR (corporate social
responsibility)/ tanggungjawab sosial perusahaan
untuk Penyelenggaran Layanan Kesehatan Mata
Terintegrasi (Vision Center)
5 Apakah tersedia Pedoman/Juknis untuk pelaksanaan
program penanggulangan gangguan penglihatan?

6 Apakah tersedia media KIE penanggulangan


gangguan penglihatan (poster, leaflet, lembar balik,
banner, film/video, dll)?

VI. MONITORING PROSES

No Indikator Proses Jumlah Keterangan


1 Kegiatan advokasi dan sosialisasi

2 Kegiatan pelatihan

3 Kegiatan skrining/deteksi dini

31
VII. MONITORING OUTPUT

No Indikator Output Cakupan/Jumlah

1 Cakupan deteksi dini gangguan penglihatan oleh Kader

2 Cakupan pemeriksaan mata oleh Nakes


3 Jumlah kasus yang ditangani

4 Jumlah orang yang memperoleh kacamata


5 Jumlah orang yang diobati

6 Jumlah orang yang dirujuk


7 Jumlah rujuk balik (operasi katarak dll)

VIII. KENDALA
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………….

IX. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………….

Yang melaksanakan pengisian data


No. Nama NIP Tandatangan No Telp/ email

1. …………………… …………………… ………………….. …………………..

2. ………………….. …………………… ………………….. ………………….

32

Anda mungkin juga menyukai