Anda di halaman 1dari 58

Pedoman

Penyelenggaraan

Pelayanan

Kesehatan Mata

Terintegrasi
(Vision Center)

Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular


Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga buku pedoman penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Mata Terintegrasi (Vision Center) dapat
disusun. Buku ini dapat dijadikan panduan bagi tenaga kesehatan
dalam melaksanakan layanan Vision Center di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP).

Vision Center merupakan representasi dari strategi Integrated


People Centered Eye Care (IPCEC) yang dimaksudkan sebagai
pelayanan kesehatan mata yang berorientasi pada kebutuhan
masyarakat dalam memenuhi Universal Health Coverage agar
semua masyarakat mempunyai akses pada pelayanan kesehatan
mata secara komprehensif mulai dari promotif, preventif, tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Mata Terintegrasi disusun


sebagai dasar untuk penyelenggaraannya agar tenaga kesehatan
dapat melaksanakan kegiatan layanan kesehatan mata secara
terintegrasi dengan layanan lainnya, sementara bagi wilayah yang
akan mengembangkan layanan vision center dapat menjadikan
pedoman ini sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang


setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan buku ini. Semoga bermanfaat dalam
penanggulangan gangguan penglihatan di Indonesia.

Salam Sehat.

Jakarta, September 2022


Direktur P2PTM,

Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes

i
KATA SAMBUTAN

Gangguan penglihatan memberikan dampak multi-dimensi


kepada masyarakat dan negara. Dampak fisik yang diakibatkan
gangguan penglihatan adalah menurunnya kualitas hidup akibat
berkurangnya produktifitas seseorang dalam melakukan
pekerjaannya. Sedangkan dampak sosial yang ditimbulkan adalah
munculnya depresi, risiko jatuh, dan ketergantungan pada orang
lain.

Pemerintah telah menetapkan target penurunan prevalensi


gangguan penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030 sesuai
amanat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020
tentang Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan
Pendengaran. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah
bersama masyarakat menerapkan strategi Integrated People
Centered Eye Care (IPCEC). Strategi ini dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan kesehatan mata yang berorientasi pada
kebutuhan perorangan, sebagai upaya mencapai Universal Health
Coverage, agar seluruh masyarakat mempunyai akses pada
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang komprehensif, bermutu, efektif dan efisien.

Agar intervensi dan inovasi pelayanan kesehatan mata yang


komprehensif dan bermutu dapat dilaksanakan di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, diperlukan Vision Center.
Vision Center merupakan tempat pelayanan kesehatan mata yang
meliputi pelayanan deteksi dini, diagnosis kondisi mata umum, dan
rujukan kasus yang memerlukan intervensi di rumah sakit.
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Mata Terintegrasi ini
diterbitkan sebagai acuan bagi para penentu kebijakan, pengelola
Penanggulangan Gangguan Penglihatan, stakeholders terkait, dan
petugas kesehatan dalam penyelenggaraan Vision Center di
wilayah kerjanya.

ii
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan dan penerbitan buku pedoman
ini. Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan kualitas
hidup Rakyat Indonesia yang sebaik-baiknya.

Jakarta, September 2022


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS

iii
TIM PENYUSUN
Pelindung :
Direktur Jenderal P2P

Pengarah :
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Editor :
dr. Nani Rizkiyati, M.Kes
Nurjannah, SKM, M.Kes

Penyusun :

Resti Dwi Hasriani, SKM, MKKK, M.Epid


Cicilia Nurteta, SKM, M.Kes
dr. Gerda Angela Komalawati
Ajeng Tri Sulistyaningrum, SKM, MKM
dr. Masitah Sari Dewi, M.Epid
drg. Ni Kadek Dyah Antari K
drg. Anita Sari SM
Mulyadi, SKM, M.Epid
Netty, SKM, MM
M.Yusron Fejri, SKM
dr. Eva Lyani Amelia

Desain Grafis dan Tata Letak :


drg. Anita Sari SM
Gabriella Reyna Ardisa Gunawan

Kontributor :
1. Kementerian Kesehatan RI
Tim Kerja Gangguan Indera dan Fungsional, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Tim Kerja Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

iv
Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Tim Kerja Penyakit Kronis dan Gangguan Imunologi, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI
Substansi Hukum dan Organisasi Masyarakat, Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat,
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit Pusat Mata Nasional Cicendo Bandung
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Cikampek
Balai Kesehatan Indera Masyarakat Provinsi Jawa Tengah

2. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI)


Prof. Dr. dr Nila F Moeloek, Sp. M(K)
dr. Aldiana Halim, SpM, M.Sc
dr. Yeni Dwi Lestari, SpM(K), M.Sc
dr. Sriana Wulansari, Sp.M(K)
Dr. dr. Lutfah Rifa’ti, SpM

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

4. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan
Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
Dinas Kesehatan Kabupaten Timur
Dinas Kesehatan Kabupaten Utara
Dinas Kesehatan Kabupaten Bima
Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat
Dinas Kesehatan Kota Bima
Dinas Kesehatan Kota Mataram
Dinas Kesehatan Kabupaten Muaraenim

v
Tim Kerja Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Tim Kerja Penyakit Kronis dan Gangguan Imunologi, Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI
Substansi Hukum dan Organisasi Masyarakat, Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat,
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak, Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit Pusat Mata Nasional Cicendo Bandung
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Cikampek
Balai Kesehatan Indera Masyarakat Provinsi Jawa Tengah

2. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI)


Prof. Dr. dr Nila F Moeloek, Sp. M(K)
dr. Aldiana Halim, SpM, M.Sc
dr. Yeni Dwi Lestari, SpM(K), M.Sc
dr. Sriana Wulansari, Sp.M(K)
Dr. dr. Lutfah Rifa’ti, SpM

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

4. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan
Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
Dinas Kesehatan Kabupaten Timur
Dinas Kesehatan Kabupaten Utara
Dinas Kesehatan Kabupaten Bima
Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat
Dinas Kesehatan Kota Bima
Dinas Kesehatan Kota Mataram
Dinas Kesehatan Kabupaten Muaraenim

vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
KATA SAMBUTAN ii
iii
TIM PENYUSUN
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 5
1.3. Sasaran 5
1.4. Landasan Hukum 5
1.5. Ruang Lingkup 7
BAB II STRATEGI PENGEMBANGAN LAYANAN
8
KESEHATAN MATA TERINTEGRASI
2.1. Gambaran Epidemiologi 8
2.2. Analisa Situasi 11
2.3. Strategi Pengembangan Layanan Kesehatan Mata 13
Terintegrasi
BAB III GAMBARAN UMUM VISION CENTER 17
17
3.1. Pengertian
17
3.2. Alur Layanan 19
3.3. Jenis Kegiatan/Pelayanan 19
3.3.1 Upaya Kesehatan Masyarakat 19
3.3.2 Upaya Kesehatan Perorangan
BAB IV MANAJEMEN DAN
ORGANISASIPENYELENGGARAAN VISION CENTER 23
4.1. Manajemen 23
4.1.1 Sumber Daya Manusia 24
4.1.2 Sarana Prasarana 24
4.1.3 Pembiayaan 25
4.2. Pengorganisasian Penyelenggaraan 28
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 31
5.1. Pembinaan 31
20
5.2. Pengawasan
5.2.1 Pemantauan
5.2.2 Evaluasi

vii
5.2.3 Pencatatan dan Pelaporan
BAB VI PENUTUP 20
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN
Instrumen Assessment Pengembangan Vision Center
Form Hasil Skrining
Form Rekapitulasi Hasil Skrining
Formulir Pemeriksaan
Instrumen Monitoring dan Evaluasi Vision Center

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi Prevalensi dan Jumlah Kebutaan
pada Penduduk Usia ≥50 Tahun Indonesia 8
menurut Provinsi

Tabel 4.1 Kebutuhan SDM Vision Center 15


Tabel 4.2 Kebutuhan Peralatan di Vision Center 16
Tabel 4.3 Kebutuhan Obat-obatan 17

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Alur Layanan Vision Center 10
Gambar 3.2. Pelayanan Vision Center 12
Gambar 4.1. Denah Fasilitas Vision Center 16
Gambar 5.1. Alur Pelaporan 20

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu indera yang memiliki fungsi utama
sebagai jalur masuk informasi, sehingga kemampuan melihat
berkontribusi pada perkembangan anak, remaja, serta dewasa
muda dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mata sehat
merupakan kebutuhan dan hak dasar yang harus dimiliki
masyarakat pada semua kelompok usia. Gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan kesehatan mata merupakan hal yang sering
terabaikan sehingga berdampak pada kondisi yang lebih berat,
pada akhirnya dapat menurunnya produktifitas dan kualitas hidup.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam siklus hidup manusia
setidaknya setiap orang akan mengalami satu gangguan
kesehatan yang berhubungan dengan matanya.

Rekomendasi WHO dalam World Report on Vision tahun 2019,


setidaknya ada 2 miliar orang hidup dengan gangguan penglihatan
atau kebutaan dan 1,1 miliar orang diantaranya dengan gangguan
penglihatan yang dapat dicegah namun belum tertangani secara
optimal. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan mata
diproyeksikan meningkat secara eksponensial dengan setengah
dari populasi global diperkirakan akan mengalami gangguan
penglihatan pada tahun 2050.

Berdasarkan hasil survei Rapid Assessment of Avoidable


Blindness (RAAB) di Indonesia, sekitar 8 juta jiwa penduduk
berusia diatas 50 tahun mengalami gangguan penglihatan,
dimana 1,6 juta jiwa diantaranya mengalami kebutaan sedangkan
6,4 juta jiwa lainnya mengalami gangguan penglihatan sedang
sampai berat. Adapun penyebab utama gangguan penglihatan
dan kebutaan pada populasi tersebut adalah katarak yang belum
dioperasi (81,2%) sehingga jika semua kasus kebutaan akibat
katarak dapat ditangani maka 80% kebutaan dapat dicegah.
1
Hasil dari beberapa skrining gangguan penglihatan pada anak
sekolah kelas 1, 7, dan 10 menunjukkan rata-rata prevalensi kelainan
refraksi berkisar antara 18-20%. Hasil penelitian di Kota Bandung
pada tahun 2019 yang dilaksanakan oleh Universitas Padjajaran dan
Rumah Sakit Mata Cicendo menunjukkan prevalensi kelainan
refraksi pada anak sekolah berusia 11-15 tahun sebesar 15,95% dan
sekitar 76% diantaranya belum dikoreksi.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Diabetic


Federation (IDF), pada saat ini terdapat sekitar 10 juta orang di
Indonesia yang menderita diabetes. Sekitar 35% atau sekitar 3,5
juta, dari orang dengan diabetes menderita Retinopati diabetikum
berbagai derajat, dan 10% dari penderita diabetes, sekitar 1 juta
orang, terancam kehilangan penglihatan secara permanen (Vision
Threatening Diabetic Retinopathy/VTDR). Prevalensi diabetes di
seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat sesuai dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, pola diet dan gaya hidup
masyarakat. Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar
Tahun 2018 menunjukkan prevalensi Diabetes Melitus pada usia 15
tahun ke atas sebesar 8,6%.

Jika dilakukan upaya pencegahan secara dini, maka


penglihatan yang optimal dapat meningkatkan peluang umur
panjang dan hidup sehat, kemampuan belajar dan kualitas
pendidikan, serta peluang kerja dan produktifitas seseorang. Hal
ini merupakan bagian dari indeks kesehatan, indeks pendidikan,
dan indeks pengeluaran yang berkontribusi terhadap
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai
indikator kualitas hidup manusia Indonesia, serta mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Beban kondisi kesehatan mata disadari memiliki dampak


yang tidak proporsional pada kelompok rentan, masih adanya
kesenjangan dalam cakupan dan kualitas layanan kesehatan
mata yang meliputi upaya promotif, pencegahan, pengobatan,
dan rehabilitasi.

2
Disamping itu masih kurangnya tenaga kesehatan mata terlatih
dan tidak meratanya ketersediaan tenaga kesehatan mata, serta
integrasi yang belum memadai ke dalam sistem kesehatan ini
menjadi tantangan untuk pengembangan program
penanggulangan gangguan penglihatan.

Menindaklanjuti amanah Undang – Undang Nomor 36 Tahun


2009 tentang Kesehatan dan rekomendasi global World Report on
Vision Tahun 2019, maka Negara berkewajiban menjadikan
pelayanan kesehatan mata sebagai bagian integral dari cakupan
kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) dengan
menerapkan pelayanan kesehatan mata yang berpusat pada
masyarakat secara terpadu dalam sistem kesehatan di seluruh
spektrum promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena
itu diperlukan intervensi khusus dalam mengatasi kesenjangan
akses terhadap pelayanan kesehatan mata.

Di tingkat global, pada World Health Assembly (WHA) ke-74


Pemerintah Indonesia turut berkomitmen dalam pencapaian
Global Target Eye Health 2030 dengan strategi Integrated People-
Centred Eye Care, including preventable vision impairment and
blindness, yaitu; 1) peningkatan 40% cakupan efektif untuk kelainan
refraksi pada tahun 2030, dan 2) peningkatan 30% cakupan efektif
untuk operasi katarak pada tahun 2030. Di tingkat Nasional,
Pemerintah telah menetapkan target untuk menurunkan
prevalensi gangguan penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030
dari prevalensi di tahun 2017 (baseline 3%) melalui Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020. Penanggulangan
gangguan penglihatan di Indonesia diprioritaskan pada penyakit
katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetikum,
kebutaan pada anak, dan low vision.

Untuk mencapai target tersebut, Indonesia


mengimplementasikan Integrated People Centered Eye Care
(IPCEC), dengan memberikan layanan kesehatan mata berorientasi
kepada kebutuhan perorangan, yang merupakan bagian dari UHC
untuk menjamin seluruh masyarakat mempunyai akses dalam
mendapatkan kebutuhan pelayanan kesehatan mata yang
berkualitas dan efektif.
3
Disamping itu, IPCEC bertujuan juga untuk memastikan
masyarakat memiliki akses dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan mata tanpa harus menghadapi hambatan finansial. Hal
ini ditunjang dengan ketersediaan pelayanan fasilitas kesehatan
berkualitas yang merupakan intervensi khusus dan inovasi layanan
kesehatan mata yang terintegrasi yang dapat dilaksanakan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang dikenal
dengan Vision Center.

Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2020


– 2024 menetapkan indikator “persentase penduduk sesuai
kelompok usia yang dilakukan skrining PTM prioritas” yaitu
Hipertensi, DM, Obesitas, Stroke, Jantung, PPOK, Kanker Payudara,
Kanker Leher Rahim, Katarak dan Kelainan Refraksi, Tuli Kongenital,
dan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Melalui kegiatan deteksi
dini diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus secara dini
sehingga dapat diintervensi lebih awal untuk mencegah keparahan
penyakit maupun kedisabilitasannya. Salah satu fungsi Vision
Center yaitu melakukan upaya preventif melalui deteksi dini
gangguan penglihatan, hal ini diharapkan dapat meningkatkan
capaian target indikator Gangguan Indera dan cakupan layanan
kesehatan mata yang optimal dan bermutu.

Dalam upaya penanggulangan gangguan penglihatan yang


komprehensif, maka diperlukan Buku Pedoman Penyelenggaraan
Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi sebagai acuan bagi
pengambil kebijakan, pengelola program, stakeholder terkait, dan
pelaksana kegiatan dalam penyelenggaraan Vision Center di
wilayahnya. Pembentukan Vision Center diharapkan dapat
meningkatkan capaian dan cakupan layanan kesehatan mata yang
lebih luas.

4
1.2 Tujuan

Tujuan Umum :
Tersedianya pedoman dalam penyelenggaraan layanan
kesehatan mata terintegrasi bagi pengambil kebijakan,
pengelola dan pelaksana program, serta pemangku
kepentingan terkait.

Tujuan Khusus :
1. Tersedianya situasi gangguan penglihatan di Indonesia
2. Tersedianya strategi pengembangan layanan kesehatan
mata terintegrasi
3. Tersedianya gambaran umum Vision Center
4. Terlaksananya manajemen dan organisasi penyelenggaraan
Vision Center
5. Terlaksananya pembinaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi.

1.3 Sasaran
a. Pemerintah Pusat, Provinsi, Kab/Kota,
b. Pengelola Program PTM Dinas Kesehatan
Provinsi/Kab/Kota, (pengelola program terkait gangguan
indera)
c. Organisasi Profesi
d. Petugas Kesehatan di FKTP
e. Pemangku kepentingan terkait.

1.4 Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang – Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
3. Tahun 2005 – 2025.
4. Undang – Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan

5
1.

2.

3.

4.

5. Undang – Undang RI Nomor 23 tahun 2014 tentang


Pemerintah Daerah
6. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 45 tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2015
tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 29 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Mata di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2016
tentang SPM Bidang Kesehatan
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2020
tentang Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan
Gangguan Pendengaran
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang
Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan
16. Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 Tahun 2022 Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 13 Tahun 2022 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun
2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2020 – 2024.
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/Menkes/SK/V/2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan/52/MENKES/2015 Tahun 2005 – 2025.
19. Keputusan Menteri Kesehatan No. 74 Tahun 2015 tentang
Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.

6
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi situasi gangguan
penglihatan, strategi pengembangan layanan kesehatan mata
terintegrasi, gambaran umum Vision Center, manajemen dan
organisasi penyelenggaraan, serta pembinaan dan
pengawasan dalam penyelenggaraan layanan kesehatan mata
terintegrasi.

7
BAB II
STRATEGI PENGEMBANGAN LAYANAN

KESEHATAN MATA TERINTEGRASI

2.1 Gambaran Epidemiologi

Berdasarkan WHO pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 43,3


juta penduduk dunia mengalami kebutaan, sekitar 295 juta orang
mengalami gangguan penglihatan sedang-berat, sekitar 258 juta
orang mengalami gangguan penglihatan ringan, dan sekitar 510
juta orang memiliki presbiopia yang tidak dikoreksi. Jumlah
penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan diproyeksikan
terus meningkat. Secara global, pada tahun 2050 diperkirakan 61
juta orang akan mengalami kebutaan, sekitar 474 juta orang akan
mengalami gangguan penglihatan sedang-berat, sekitar 360 juta
orang akan mengalami gangguan penglihatan ringan, dan
sekitar 866 juta orang akan mengalami presbiopia.

Prevalensi gangguan penglihatan di negara berpenghasilan


rendah-sedang diperkirakan 4 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan negara berpenghasilan tinggi. Tiga regional di Asia yang
mewakili 51% populasi dunia, menyumbang 62% dari sekitar 216,6
juta penduduk dunia yang mengalami gangguan penglihatan
bilateral sedang-berat, yang meliputi Asia Selatan (61,2 juta orang),
Asia Timur (52,9 juta orang), dan Asia Tenggara (20,8 juta orang).
Beban ekonomi dari miopia yang tidak dikoreksi di wilayah Asia
Timur, Asia Selatan dan Asia Tenggara dilaporkan lebih dari dua kali
lipat dari wilayah lain dan setara dengan lebih dari 1% dari produk
domestik bruto.
8
Hasil survei RAAB menunjukkan prevalensi kebutaan pada
penduduk berusia diatas 50 tahun bervariasi pada kisaran 1,7%
hingga 4,4% pada 15 provinsi. Provinsi lainnya yang belum
dilakukan survei dapat mengacu pada prevalensi kebutaan di
provinsi terdekat dengan karakteristik yang hampir serupa. Berikut
estimasi prevalensi dan jumlah kebutaan pada penduduk
usia ≥ 50 tahun di 34 provinsi.

Tabel 2.1. Estimasi Prevalensi dan Jumlah Kebutaan pada


Penduduk Usia ≥ 50 Tahun di Indonesia menurut Provinsi

Estimasi Estimasi
Prevalensi
jumlah jumlah
kebutaan
No Provinsi penduduk penduduk


pada usia

usia ≥50 usia ≥50


≥50 tahun
tahun tahun
yang buta
1
ACEH
1.7%

696.942

11.848

2
SUMATERA

UTARA
1.7%

2.764.895

47.003

3
SUMATERA


1.7%

1.036.515

17.621

BARAT

4
RIAU
1.7%

1.078.513

18.335

5
JAMBI
3.4%

740.360

25.172

6
SUMATERA


3.4%

1.561.841

53.137

SELATAN

BENGKULU

3.4%

405.383

13.783

8
LAMPUNG

3.4%

1.750.255

59.509

9
KEP. BANGKA

1.7%

274.750

4.671

BELITUNG
10

KEP. RIAU 1.7%



308.526

5.245

11
DKI
1.9% 31.789

JAKARTA
1.673.099

9
Estimasi Estimasi
Prevalensi
jumlah jumlah
kebutaan
No Provinsi penduduk penduduk


pada
usia

usia ≥50 usia ≥50


≥50 tahun
tahun tahun
yang buta
12 JAWA BARAT 2.8% 9.984.902 279.577

13 JAWA TENGAH 2.7% 9.035.504 243.959

14 DIY 2.7% 1.057.147 28.543

15 JAWA TIMUR 4.4% 10.209.574 449.221

16 BANTEN 2.8% 2.067.197 57.882

17 BALI 2.0% 1.037.817 20.756

18 NTB 4.0% 998.471 39.939

19 NTT 2.0% 1.014.629 20.293

KALIMANTAN
20 BARAT
2.0% 943.769 18.875

KALIMANTAN
21 TENGAH
2.0% 503.709 10.074

KALIMANTAN
22

SELATAN 2.0% 874.699 17.494

KALIMANTAN
23 TIMUR
2.0% 729.423 14.588

KALIMANTAN
24 UTARA
2.0% 135.163 2.703

SULAWESI
25 UTARA
1.7% 621.072 10.588

SULAWESI
26 TENGAH
2.6% 589.045 15.315

27 SULAWESI

2.6% 1.947.198 50.627
SELATAN

28 SULAWESI

2.6% 290.640 12.757
TENGGARA

29

GORONTALO 1.7% 239.552 4.072

10
Estimasi
Prevalensi Estimasi
jumlah
kebutaan jumlah
No Provinsi penduduk


pada
usia penduduk

usia ≥50
≥50 tahun usia ≥50
tahun
tahun
yang buta
SULAWESI
30 BARAT 2.6% 243.770 6.388

31 MALUKU 2.9% 317.466 9.207

MALUKU
32 UTARA 2.9% 215.992 6.264

33 PAPUA 2.4% 136.179 3.268


BARAT

34 PAPUA 2.4% 528.369 12.681

TOTAL

3.0% 56.213.364 1.682.401
NASIONAL

Sumber: BPS 2018, 2019, 2020 dan RAAB 2014-2016

2.2 Analisa Situasi


Untuk melakukan pengembangan layanan kesehatan mata
terintegrasi diperlukan analisa situasi dengan menghitung
estimasi jumlah kasus gangguan penglihatan dan mengumpulkan
data dasar berupa jumlah penduduk, jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan dan sebarannya, jumlah SDM kesehatan, sarana dan
prasarana, anggaran untuk program penanggulangan gangguan
penglihatan, ketersediaan dukungan stakeholder serta mitra
terkait di wilayah kabupaten/kota.

Untuk menghitung besaran masalah gangguan penglihatan


dan kebutaan di suatu kabupaten/kota berdasarkan data hasil
survei RAAB yang tersedia, maka provinsi yang belum memiliki
data dapat merujuk prevalensi di provinsi terdekat yang memiliki
karakteristik sosiodemografi dan geografi yang hampir sama.
Sebagai contoh, Provinsi Kalimantan Barat dapat merujuk
prevalensi kebutaan di Provinsi Kalimantan Selatan.
11
Perhitungan estimasi jumlah kebutaan di suatu kabupaten/kota
dilakukan dengan menggunakan data estimasi jumlah penduduk
berusia ≥ 50 tahun dikali dengan prevalensi kebutaan provinsi. Hasil
survei RAAB menunjukkan prevalensi kebutaan di beberapa
provinsi cukup tinggi, bahkan melebihi prevalensi nasional (3%),
seperti Jawa Timur (4,4%), Nusa Tenggara Barat (4%), dan Sumatera
Selatan (3,6%), namun ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
mata dan dokter spesialis mata masih belum merata.

Kondisi saat ini menunjukkan adanya beban fasilitas pelayanan


kesehatan mata yang mengampu beberapa daerah satelit. Hal ini
menyebabkan beban yang melebihi kapasitas fasilitas pelayanan
kesehatan. Peran FKTP sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan di masyarakat perlu dioptimalkan untuk mengatasi
permasalahan kebutaan sesuai dengan Deklarasi Astana WHO
Tahun 2017.

Untuk itu, diperlukan layanan Vision Center yang diharapkan


dapat mendekatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan
mata yang bermutu dan terjangkau. Tahap awal untuk menetukan
lokus pengembangan layanan kesehatan mata terintegrasi (Vision
Center), maka Pengelola Program di Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kab/Kota diharapkan melakukan analisa situasi dengan mengisi
formulir assessment pengembangan Vision Center. Untuk
mengembangkan layanan kesehatan mata terintegrasi di daerah,
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Daerah dengan prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan
yang tinggi berdasarkan :
Prevalensi
Jumlah penduduk
b) Remote area atau daerah yang memiliki hambatan terhadap
akses pelayanan kesehatan berdasarkan :
Kondisi geografis yang sulit
Jarak menuju fasilitas pelayanan kesehatan mata

12
c) Memiliki SDM kesehatan seperti dokter, tenaga refraksionis
dan/atau perawat terlatih, serta mitra penyedia kacamata di tingkat
kabupaten/kota
d) Memiliki sarana prasarana yang memadai.
Sarana prasarana dan peralatan minimal untuk
penyelenggaraan Vision Center
Anggaran untuk penyelenggaraan Vision Center
Optikal sebagai mitra penyedia kacamata di Tingkat Kab/Kota
e) Memiliki komitmen dalam pengembangan layanan kesehatan
mata terintegrasi
PERDA/Perwali/Perbup/SE untuk kegiatan Penanggulangan
Gangguan Penglihatan
Unit khusus untuk penanggulangan gangguan penglihatan
SK untuk Tim Penyelenggaraan Vision Center

2.3 Strategi Pengembangan Layanan Kesehatan Mata


Terintegrasi
World Report on Vision merekomendasi model pendekatan
Integrated People-Centred of Eye Care (IPCEC) atau layanan
kesehatan mata terintegrasi sebagai solusi untuk mengatasi
kesenjangan dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan
mata. Model IPCEC didefinisikan sebagai layanan yang
diselenggarakan secara berkesinambungan meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mengatasi
seluruh masalah kesehatan mata. Adapun pendekatan IPCEC
dilaksanakan dengan 4 (empat) strategi sebagai berikut :

1) Pemberdayaan masyarakat dan komunitas


Pemberdayaan masyarakat dan komunitas dilakukan untuk
meningkatkan literasi kesehatan mata masyarakat melalui
peningkatan kapasitas dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE), sehingga individu dan masyarakat mampu secara mandiri
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mata, serta
menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitarnya.

13
2) Re-orientasi model pelayanan
Re-orientasi model pelayanan adalah penguatan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berfokus pada
upaya promotif dan preventif melalui Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM). Kerangka layanan kesehatan terintegrasi atau
IPCEC mendefinisikan prioritas layanan berdasarkan kebutuhan
menurut siklus hidup, dan membangun pelayanan kesehatan
primer yang kuat.

3) Koordinasi pelayanan lintas program dan lintas sektor


Koordinasi pelayanan lintas program dan lintas sektor berfokus
pada peningkatan pelayanan kesehatan mata dengan
menyelaraskan proses dan informasi, tanpa perlu menggabungkan
struktur, layanan, atau alur kerja. Kerangka kerja pelayanan
kesehatan terintegrasi mengidentifikasi tiga pendekatan strategis
yaitu pendekatan individu, pendekatan program dan penyedia
kesehatan, serta pendekatan lintas sektor.

4) Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memberikan


pelayanan kesehatan mata.
Lingkungan yang kondusif dapat dicapai dengan
mengintegrasikan kesehatan mata ke dalam rencana strategi
kesehatan nasional, penyelenggaraan surveilans dan integrasi data
penyakit mata ke dalam sistem informasi kesehatan, serta
perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan mata
sesuai dengan kebutuhan populasi.
Untuk melaksanakan perencanaan strategis diperlukan
dukungan dari pemangku kepentingan, lintas sektor, dan
masyarakat, dengan tujuan mengumpulkan informasi tentang
analisis situasi, akses layanan, cakupan program, sebagai bahan
penyusunan kebijakan dan standar praktik pelayanan.
Dalam rangka mengimplementasikan layanan kesehatan mata
terintegrasi, bentuk layanan secara konkrit dilakukan melalui Vision
Center. Dalam pengembangannya diperlukan strategi agar dapat
berlangsung dengan baik di kabupaten/kota, dengan
memperhatikan kemampuan daerah.
14
Strategi pengembangan ini mengacu pada strategi
penanggulangan gangguan penglihatan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Gangguan
Pendengaran, sebagai berikut:
a. Penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan
lintas sektor
Advokasi dilakukan untuk mendapatkan dukungan
kebijakan dalam pengembangan layanan kesehatan mata
terintegrasi di Kabupaten/Kota. Dukungan Kepala Daerah
terhadap pengembangan Vision Center diharapkan dapat
diwujudkan dengan adanya alokasi anggaran untuk
kegiatan Vision Center. Dalam rangka pengembangan
layanan kesehatan mata terintegrasi perlu dilakukan
koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk
mendapatkan dukungan sumber daya dan sosial.

b. Penguatan peran serta masyarakat dan organisasi


kemasyarakatan
Masyarakat memiliki peran penting dalam
penyelenggaraan Vision Center, khususnya dilibatkan
sebagai kader. Keaktifan kader dalam membantu edukasi
masyarakat tentang kesehatan mata dan melakukan
skrining ke masyarakat untuk penemuan dini kasus
gangguan penglihatan di masyarakat.

c. Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang


berkualitas melalui penguatan sumber daya dan standarisasi
pelayanan
Untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang
berkualitas dalam penyelenggaraan Vision Center perlu
dilakukan penguatan sumber daya melalui peningkatan
kapasitas, pemenuhan dan pemerataan SDM kesehatan,
peningkatan dan pemenuhan kelengkapan sarana
prasarana dan peralatan kesehatan sesuai standar.

15
d. Penguatan sistem surveilans serta pemantauan dan
evaluasi
Pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi setiap
kegiatan yang dilaksanakan Vision Center merupakan bahan
untuk pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan layanan.
Untuk itu, diharapkan penguatan melalui integrasi dengan
sistem surveilans yang ada.

e. Penyediaan sumber daya yang mencukupi


Dalam rangka penyediaan sumber daya yang mencukupi,
perlu ditunjang dengan ketersediaan anggaran yang
memadai yang bersumber dari APBN, APBD, maupun
sumber dana lain yang tidak mengikat.

16
BAB III
GAMBARAN UMUM VISION CENTER

3.1 Pengertian
Vision Center adalah suatu bentuk layanan kesehatan mata
terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat layanan
primer, yang menyediakan layanan kesehatan mata secara
komprehensif kepada individu dan masyarakat/komunitas,
meliputi layanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Keberadaan Vision Center ditujukan untuk meningkatkan akses
layanan kesehatan mata dan cakupan deteksi dan intervensi dini
gangguan penglihatan.

3.2 Alur Layanan


Vision Center memiliki kegiatan layanan dalam gedung untuk
pemeriksaan kasus kesehatan mata, khususnya untuk skrining
katarak, pemeriksaan kelainan refraksi atau kelainan mata lainnya
dan penanganan kegawatdaruratan pada mata. Layanan luar
gedung dalam bentuk skrining kesehatan mata di
masyarakat/komunitas oleh kader kesehatan yang terlatih. Jika
kader menemukan satu atau lebih dari satu kasus kelainan mata
di masyarakat atau komunitas, penderita dirujuk ke Vision Center
untuk pemeriksaan mata lebih lanjut. Alur layanan kesehatan
mata di Vision Center dapat dilihat pada bagan 3.1. berikut.
17
Keterangan
: Alur layanan di dalam FKTP
: Alur layanan di luar FKTP

Gambar 3.1 Alur Layanan Vision Center

Pasien Vision Center adalah pasien yang datang ke FKTP untuk


berobat, rujukan dari FKTP lain, atau rujukan dari hasil skrining di
masyarakat/komunitas melalui Posyandu, Upaya Kesehatan
Sekolah, penjaringan anak sekolah, Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) lainnya.

Alur layanan Vision Center dimulai dari pasien datang dan


mendaftarkan diri di loket pendaftaran FKTP untuk
mendapatkan layanan kesehatan mata. Selanjutnya pasien yang
sudah terdaftar untuk layanan Vision Center, dilakukan skrining
kelainan mata oleh perawat terlatih. Pelayanan kepada pasien
selanjutnya berdasarkan hasil skrining, antara lain:
a. Pasien dengan kelainan tajam penglihatan (visus),
selanjutnya menjalani pengukuran tajam penglihatan oleh
Refraksionis Optisien (RO).

18
a. Setelah itu pasien diperiksa dokter untuk penegakan
diagnosis berdasarkan hasil skrining dan pengukuran tajam
penglihatan, dan diberikan resep koreksi refraksi, jika pasien
mengalami kelainan refraksi sederhana. Kelainan refraksi
sederhana yang dapat ditangani di Vision Center adalah
kelainan refraksi dengan silinder/miopia/presbiopia
maksimal -/+ 3.00D. Pasien yang mendapatkan resep koreksi
refraksi diarahkan untuk mendapatkan kacamata di optik,
khusus peserta BPJS, di optik yang bekerjasama dengan
BPJS. Kelainan refraksi yang lebih berat atau gangguan visus
oleh sebab lain akan diperiksa lebih lanjut oleh Dokter
Spesialis Mata yang berkunjung secara berkala di Vision
Center atau dirujuk ke FKRTL jika layanan dokter spesialis
mata tidak tersedia di Vision Center.
b. Pasien dengan diagnosa katarak atau kelainan mata lainnya,
diberikan edukasi kesehatan mata oleh dokter dan
penanganan sesuai indikasi dan tatalaksana kasus di FKTP.
Kelainan mata yang tidak tertangani tuntas di Vision Center
harus dirujuk ke FKRTL.

Bagi FKTP yang memiliki kemampuan untuk tatalaksana


pelayanan kesehatan mata secara tuntas namun belum ditunjuk
sebagai FKTP Vision Center, dapat menyelenggarakan kegiatan
tersebut dan menginformasikan ke Dinas Kesehatan setempat.

3.3 Jenis Kegiatan/Pelayanan

Kegiatan layanan kesehatan mata Vision Center meliputi


kegiatan promotif seperti advokasi, sosialisasi dan edukasi, kegiatan
preventif atau pencegahan melalui deteksi dini atau skrining
gangguan penglihatan di masyarakat dan sekolah, kegiatan kuratif
dalam bentuk tatalaksana kasus kelainan mata, pengobatan dan
rujukan dari masyarakat/sekolah ke Vision Center atau ke Rumah
Sakit sesuai indikasi medis, serta kegiatan rehabilitatif melalui
penyediaan akses kacamata koreksi yang murah dan terjangkau.
Pelaksanaan kegiatannya dapat berlangsung di dalam gedung dan
luar gedung.

19
Gambar 3.2 Pelayanan Vision Center

Untuk menanggulangi permasalahan gangguan penglihatan


pada seluruh siklus hidup, implementasi strategi secara konkrit
yang efektif dan terintegrasi dapat dilaksanakan melalui kegiatan
promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Ruang lingkup penyelenggaraan kegiatan Vision Center meliputi :

1. Promosi Kesehatan
2. Intervensi promosi kesehatan dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang
pentingnya berperilaku menjaga kesehatan mata dan
mencegah gangguan penglihatan, serta menjalani tindakan
atau pengobatan apabila mengalami gangguan pada mata.
Upaya ini bertujuan` untuk memberdayakan masyarakat
dengan peningkatan literasi kesehatan melalui peningkatan
kapasitas kader kesehatan dan komunikasi, informasi dan
edukasi kesehatan yang didukung dengan kebijakan publik
berwawasan kesehatan serta peran serta mitra potensial (dunia
usaha, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh
masyarakat, dll). Promosi kesehatan untuk penanggulangan
gangguan penglihatan masih kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan upaya preventif dan pengobatan.

20
Pesan kesehatan seperti “periksakan mata secara berkala”
perlu digaungkan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan
pelatihan kader maupun guru sekolah, sejalan dengan
peningkatan cakupan deteksi dini atau skrining untuk mata.
1.

2. Pencegahan
3. Upaya pencegahan yang dilakukan di Vision Center berfokus
pada kegiatan deteksi dini atau skrining untuk menjaring
kasus – kasus gangguan penglihatan yang ada di masyarakat
dengan sasaran intervensi meliputi seluruh kelompok umur.
Pada sasaran anak sekolah, tindakan pencegahan untuk kasus
myopia (rabun jauh) antara lain dengan penyuluhan untuk
perubahan gaya hidup pada anak-anak, misalnya
meningkatkan waktu aktivitas luar ruangan dan menurunkan
durasi waktu aktivitas melihat dekat, yang diikuti dengan
kegiatan skrining tajam penglihatan oleh guru terlatih.

3. Pengobatan atau tatalaksana kasus


Katarak dan kelainan refraksi adalah dua penyebab utama
gangguan penglihatan, dimana tindakan pengobatan atau
penatalaksanaan kasus dilakukan untuk memulihkan
penglihatan.
a. Pengobatan untuk katarak dilakukan melalui
pengangkatan lensa mata dan implantasi lensa
intraokular buatan. Operasi katarak merupakan tindakan
paling efektif untuk mencegah kebutaan dan
menghasilkan peningkatan kualitas hidup yang
signifikan, sehingga rujukan untuk operasi katarak
merupakan salah satu tugas utama yang dilakukan di
Vision Center.
b. Penanganan kelainan refraksi yang dapat dilakukan di
Vision Center adalah skrining tajam penglihatan di
sekolah atau di masyarakat, rujukan untuk pemeriksaan
visus, pembuatan resep kacamata untuk kelainan refraksi
sederhana, seperti silinder, miopia, atau presbiopia
(maksimal -/+ 3.00D).

21
Jika ditemukan kelainan yang lebih berat, maka
dikonsultasikan ke Dokter Spesialis Mata dan atau dirujuk ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
(FKRTL). Penyediaan kacamata dapat diatur melalui skema
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau kerja sama dengan
mitra swasta, NGO, swadana, maupun sumber pembiayaan
lainnya.
1.

4. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi sehari-
hari bagi orang yang mengalami gangguan penglihatan atau
kebutaan yang tidak dapat diobati, agar dapat beraktivitas di
lingkungan mereka. Berbagai intervensi rehabilitasi gangguan
penglihatan meliputi kaca pembesar (lup), modifikasi
lingkungan (misalnya pencahayaan yang lebih baik), pembaca
layar, konseling dan pelatihan keterampilan di rumah. Banyak
kondisi mata dapat mempengaruhi berbagai komponen fungsi
penglihatan (misalnya ketajaman visual, kontras, penglihatan
tepi), sehingga intervensi rehabilitasi penglihatan perlu
disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas individu. Untuk itu
Vision Center memiliki peran dalam melakukan konseling dan
rujukan untuk rehabilitasi.

Kegiatan Vision Center atau Layanan Kesehatan Mata


Terintegrasi di FKTP, khususnya Puskesmas berintegrasi
dengan kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang diselenggarakan
puskesmas.

22

3.3.1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


Kegiatan Vision Center yang terintegrasi dengan layanan UKM
mencakup kegiatan promosi kesehatan mata dan pencegahan
penyakit di tingkat masyarakat/komunitas melalui UKBM yang
ada dan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), dalam bentuk kegiatan
antara lain :
a. Meningkatkan komitmen pemangku kepentingan
b. Menggalang dukungan mitra potensial
c. Memberikan pelatihan kepada pelaksana UKS/M di
sekolah/madrasah untuk mendeteksi gangguan
penglihatan pada peserta didik
d. Memberikan pelatihan kepada kader kesehatan
e. Edukasi kesehatan mata kepada masyarakat
f. Skrining penglihatan di sekolah, madrasah, pesantren,
sekolah berasrama
g. Skrining penglihatan di masyarakat
h. Rujukan gangguan penglihatan dari UKBM
3.3.2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Kegiatan Vision Center yang terintegrasi dengan Upaya
Kesehatan Perorangan di Puskesmas meliputi :
a. Pemeriksaan tajam penglihatan
b. Koreksi kelainan refraksi
c. Merujuk masyarakat yang membutuhkan tindakan operasi
d. Menindaklanjuti pasien yang telah dirujuk atau dioperasi
e. Tatalaksana terhadap kegawatdaruratan mata dan masalah
kesehatan mata
f. Menindaklanjuti, memotivasi dan memberikan konseling
sebagai rehabilitasi mata berbasis komunitas

23
BAB IV
MANAJEMEN DAN ORGANISASI

PENYELENGGARAAN VISION

CENTER

4.1 Manajemen

4.1.1 Sumber Daya Manusia

Kegiatan yang dilaksanakan dalam Vision Center meliputi


penyuluhan dan edukasi, deteksi dini atau skrining gangguan
penglihatan di masyarakat dan sekolah, tatalaksana kasus
sesuai kompetensi dan rujukan sesuai indikasi medis, serta
kegiatan rehabilitatif (koreksi kacamata, katarak, glaukoma,
dan retinopati diabetikum) sehingga diperlukan Sumber
Daya Manusia (SDM) meliputi tenaga kesehatan dan tenaga
non kesehatan (kader), sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kebutuhan SDM Vision Center

No SDM Tugas

A Tenaga Kesehatan

Rujukan kasus berat


Konsultasi/kunjungan, telekonsultasi
1 Dokter Spesialis Mata
atau telemedicine
Pendampingan

Pemeriksaan visus dan kelainan mata


Penegakan diagnosis sesuai kompetensi
Pemberian resep obat mata dan kacamata
2 Dokter Umum untuk kelainan refraksi sederhana
Penanganan kegawatdaruratan pada mata
Memberikan surat pengantar rujukan ke
FKRTL apabila diperlukan

Skrining/deteksi dini gangguan


3 Perawat terlatih
penglihatan dan kelainan mata

24
No SDM Tugas

Pemeriksaan visus dan koreksi kelainan


4 Refraksionis Optisien
refraksi

Advokasi kepada pemangku


kebijakan
5 Promosi Kesehatan Penggalangan mitra potensial
Pembinaan UKBM
Pengembangan media KIE

Pengelola Program
6 Indera/Petugas Pencatatan dan pelaporan
pencatatan pelaporan

B Tenaga Non-Kesehatan

Edukasi kepada masyarakat


Melakukan deteksi dini gangguan
Kader JULITA (Juru penglihatan secara sederhana di
1
LIHAT Mata) lingkungan
Memobilisasi pasien ke Vision Center
Menjadwalkan pemeriksaan pasien

25
4.1.2 Sarana dan Prasarana
Vision Center diharapkan memiliki ruangan yang memadai
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang nyaman.
Vision Center dapat memanfaatkan ruangan di FKTP seperti
area pendaftaran, ruang tunggu, pemeriksaan refraksi, dan
pemeriksaan mata oleh dokter tanpa perlu menambah
bangunan baru. Contoh denah seperti di bawah ini.

Gambar 4.1. Denah Fasilitas Vision Center

PENDAFTARAN
RUANG
TUNGGU

BED
TINDAKAN RUANG
REFRAKSI
MEJA

ADMIN KANTOR
SLIT

Kebutuhan peralatan pemeriksaan dan obat-obatan untuk


penyelenggaraan Vision Center dibagi menjadi kebutuhan
utama dan penunjang. Kebutuhan utama merupakan
kebutuhan minimal yang harus disediakan untuk
pemeriksaan.

26
Tabel 4.2 Kebutuhan Peralatan di Vision Center

UTAMA PENUNJANG

Snellen chart: E chart Komputer + jaringan


dan alphabet chart wifi
Bingkai uji-coba untuk Autorefraktometer
pemeriksaan refraksi Retinoskopi
Lensa uji-coba untuk Lensometer
pemeriksaan refraksi Oftalmoskopi indirek
Lampu celah Kartu pemeriksaan
Oftalmoskopi direk buta warna (Tes

Tonometer Ishihara)
Lup binokuler (lensa Tensimeter
pembesar) 3-5 dioptri Termometer
Okluder Glukometer
Senter Low vision kit
Lampu meja Software rekam medis
elektronik
Media KIE

Tabel 4.3 Kebutuhan Obat-Obatan

UTAMA TAMBAHAN

Midriatyl tetes mata Antibiotik tetes atau


Efrisel tetes mata salep mata
Pantocain tetes mata Cenfreh tetes mata
Fluorescein tetes mata (artificial tears)

Tetrakain tetes mata Strip gula darah


0,5% atau 2%
Kapsul vitamin A
Fluorescein strip

27
Ciprofloxacin tablet

500 mg
Paracetamol 500 mg
Kapas, kasa dan

plester
Cairan saline normal
Cairan ringer laktat
Alkohol cuci tangan
Betadine 5% antiseptic

mata

4.1.3 Pembiayaan
Dalam rangka menunjang kegiatan layanan kesehatan
mata terintegrasi diperlukan dukungan pembiayaan yang
bersumber dari APBN, APBD, donor, dan mitra lainnya.
Pembiayaan pelayanan kesehatan mata pada FKTP dapat
memanfaatkan dana kapitasi Jaminan Kesehatan
Masyarakat (JKN), bagi penerima manfaat, sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Pelayanan di luar mekanisme JKN,
dapat mengembangkan mekanisme pembiayaan mandiri
melalui sumber pembiayaan yang tidak mengikat. Sumber
pembiayaan ini dapat berasal dari mitra pemerintah baik
organisasi kemasyarakatan maupun sektor swasta yang
memiliki tujuan yang sama untuk penanggulangan
gangguan penglihatan dan kebutaan.

4.2 Pengorganisasian Penyelenggaraan


Penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi (Vision
Center) memerlukan peran aktif berbagai stakeholder dari tingkat
pusat, daerah, sampai masyarakat, sebagai berikut:

28
4.2.1 Pusat
a. Menyiapkan pedoman penyelenggaraan
b. Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada stakeholder
terkait, provinsi dan kabupaten/kota.
c. Menyiapkan instrumen bimbingan teknis dan supervisi
d. Menyediakan materi KIE
e. Menyediakan materi dan modul pelatihan
f. Melakukan Pelatihan untuk Pelatih
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.2 Provinsi
a. Melakukan analisis situasi pada kabupaten/kota dalam
pengembangan Vision Center
b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait
c. Melakukan sosialisasi
d. Membentuk jejaring dan kemitraan
e. Menyediakan media KIE
f. Melakukan pelatihan
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.3 Kabupaten/Kota
a. Menyediakan data yang diperlukan untuk analisis situasi
b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait
c. Melakukan sosialisasi
d. Membentuk jejaring dan kemitraan
e. Menyediakan dan/atau menyebarluaskan media KIE
f. Melakukan pelatihan
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan

4.2.4 Puskesmas
a. Menyelenggarakan Vision Center

29
a.

b. Melakukan advokasi kepada stakeholder terkait


c. Melakukan sosialisasi ke masyarakat
d. Melakukan jejaring rujukan
e. Melakukan kegiatan kemitraan
f. Menyediakan dan/atau menyebarluaskan media KIE
g. Melakukan peningkatan kapasitas kader
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan

4.2.5 Organisasi Profesi


a. Menyiapkan SDM kesehatan
b. Melakukan pendampingan layanan Vision Center
c. Memfasilitasi jejaring dan rujukan
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan

4.2.6 Masyarakat atau Kader


a. Melakukan deteksi dini gangguan penglihatan
b. Memotivasi pasien untuk mencari layanan kesehatan
mata
c. Mendampingi pasien mengunjungi fasilitas kesehatan
d. Melaporkan hasil deteksi dini gangguan penglihatan

30
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Untuk memantau pelaksanaan kegiatan dan pencapaian
kinerja, diperlukan pembinaan dan pengawasan secara
sistematis dan berkelanjutan. Pembinaan dalam
penyelenggaraan layanan kesehatan mata terintegrasi dapat
dilakukan melalui peningkatan kapasitas teknis dan manajemen
sumber daya, pemberdayaan masyarakat, dan sarana pendukung
lainnya. Pengawasan dapat dilakukan melalui pemantauan dan
evaluasi, verifikasi dan validasi data, serta pencatatan dan
pelaporan.

5.1 Pembinaan
Pembinaan dilakukan dalam rangka memastikan
keberlangsungan pelaksanaan layanan kesehatan mata
terintegrasi yang dilaksanakan secara berjenjang baik Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas. Untuk mengoptimalkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata yang terintegrasi
dibutuhkan bimbingan teknis pada saat pelaksanaan kegiatan dan
evaluasi secara berkala meliputi input, proses, output, dan outcome.
Selanjutnya dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk
penyempurnaan penyelenggaraan layanan.

5.2 Pengawasan
5.2.1. Pemantauan

Pemantauan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara


rutin menggunakan sumber data sekunder yang berasal dari
hasil kegiatan layanan dan program yang dilaporkan melalui
sistem informasi yang telah tersedia. Pemantauan dilakukan
untuk mengidentifikasi pelaksanaan kegiatan dari berbagai
komponen program, waktu pelaksanaan, dan kemajuan dalam
pencapaian tujuan program yang kemudian diberikan umpan
balik dan mengukur terlaksananya berbagai kegiatan.

31
Hasil monitoring digunakan untuk mengetahui pelaksanaan
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan layanan kesehatan
mata terintegrasi, berupa :
a. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan,
b. Sosialisasi dan edukasi kepada petugas kesehatan,
c. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media
komunikasi,
d. Deteksi dini,
e. Penanganan kasus sesuai standar,
f. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program,
lintas sektor, dan masyarakat,
g. Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang program,
h. Surveilans epidemiologi gangguan penglihatan dan
kebutaan.

5.2.2. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk menilai efektivitas dari program
atau kegiatan layanan kesehatan mata yang dilihat dari
pencapaian kinerja terutama dalam hal yang menurunkan
jumlah gangguan penglihatan dan meningkatkan kualitas
hidup orang dengan gangguan penglihatan. Evaluasi dapat
dilakukan menggunakan data yang tersedia di layanan atau
melakukan pengukuran/penilaian dengan menggunakan
pendekatan baik kualitatif maupun kuantitatif.

Adapun komponen yang perlu dievaluasi adalah :


1. Input
Ketersediaan SDM, sarana prasarana, dan pendanaan.
2. Proses
Jumlah kegiatan advokasi dan sosialisasi yang
dilaksanakan,
Jumlah kegiatan pelatihan yang dilaksanakan,
Jumlah kegiatan skrining/deteksi dini yang dilaksanakan,
dan
Jumlah kunjungan layanan.

32
3. Output
Cakupan deteksi dini gangguan penglihatan,
Cakupan pemeriksaan mata,
Jumlah kasus yang ditangani,
Jumlah orang yang memperoleh kacamata,
Jumlah orang yang diobati,
Jumlah orang yang dirujuk, dan
Jumlah rujuk balik (operasi katarak dll)

5.2.3. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan yang dilaksanakan di
Vision Center dilakukan oleh masing-masing petugas layanan
baik untuk kegiatan di UKM maupun UKP, kemudian
dikompilasi oleh pengelola program di Puskesmas.

Gambar 5.1. Alur Pelaporan

33
Pelaporan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hasil pencatatan dikompilasi untuk
dilakukan pelaporan secara berkala dan terintegrasi melalui
sistem informasi yang tersedia.

Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan untuk


mengumpulkan data meliputi :
a) hasil deteksi dini;
b) jumlah kasus; dan
c) rujukan/rujuk balik.

34
BAB VI

PENUTUP

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata yang terintegrasi


ke dalam cakupan kesehatan semesta merupakan salah satu
strategi untuk percepatan pencapaian target menurunkan
prevalensi gangguan penglihatan sebesar 25% pada tahun 2030.
Pendekatan IPCEC atau layanan kesehatan mata berorientasi
masyarakat terpadu diimplementasikan dalam bentuk Vision
Center sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan dalam
pelayanan kesehatan mata masyarakat.

Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan mata


terintegrasi ini diharapkan dapat mewujudkan pemerataan
pelayanan kesehatan mata yang bermutu, efektif, efisien, serta
terjangkau melalui ketersediaan Vision Center di kabupaten/kota
dalam rangka meningkatkan standar kesehatan, kesejahteraan,
dan kualitas hidup manusia Indonesia.

Untuk keberlangsungan Vision Center diperlukan pembinaan


dan pengawasan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, peran
serta masyarakat, serta dukungan dari lintas sektor dan organisasi
profesi dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat.

35
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Tommy T., Halim, Aldiana. 2020. The Economic


Consequences of Visual Impairment and the Impact of
CataractSurgery in Gaining Economy in Indonesia. Bandung :
Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine Padjajaran
University.

Kementerian Kesehatan, 2020. Pedoman Penanggulangan


Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran

Kementerian Kesehatan, 2019. Pusat Kesehatan Masyarakat

Kementerian Kesehatan, 2016. Pedoman Penyelenggaraan


Pelayanan Kesehatan Mata di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Omas, Rani Pitta dr., Ratnaningsih, Nina, dr., SpM(K), M.Sc., Halim,
Aldiana, SpM(K), MSc. 2020. Buku Manual Vision Center, Pelayanan
Kesehatan di Kabupaten Bandung. Unit Oftalmologi Komunitas
Pusat Mata Nasional Cicendo Bandung, April 2020.

Rupert R A Bourne, Jaimie D Steinmetz, et al. GBD 2019 Blindness


and Vision Impairment Collaborators, Lancet Glob Health 2021; 9:
e130–43, Published Online December 1, 2020, DOI :
https://doi.org/10.1016/ S2214-109X(20)30425-3

World Report on Vision. Geneva: World Health Organization; 2019.


Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.

36
LAMPIRAN 1

INSTRUMEN ASSESMENT PENENTUAN LOKASI

VISION CENTER

Provinsi:
Kab/Kota:

NO
KABUPATEN/KOTA
KOMPONEN PENILAIAN
(1-5)
NILAI

PERSENTASE

SKOR

Daerah dengan prevalensi gangguan penglihatan yang


1
tinggi (25%)

a) Prevalensi kebutaan tinggi



b) Jumlah penduduk dengan gangguan penglihatan


dan kebutaan tinggi
2 Remote area atau daerah yang memiliki hambatan
terhadap akses pelayanan kesehatan berdasarkan:

(20%)


a) Kondisi geografis yang sulit


b) Jarak menuju fasilitas pelayanan kesehatan mata

3 Memiliki komitmen dalam pengembangan layanan


kesehatan mata terintegrasi (25%)
a) Memiliki Perda/Perwali/SE untuk kegiatan


penanggulangan gangguan
penglihatan

b) Memiliki unit khusus untuk penanggulangan

gangguan penglihatan
c) Memiliki SK untuk penyelenggaraan vision center
Memiliki SDM kesehatan seperti dokter, tenaga
4
refraksionis dan/atau perawat terlatih, serta mitra
penyedia kacamata di tingkat kabupaten/kota (15%)
a) Tersedia dokter umum untuk penyelenggaraan

Vision Center di Puskesmas/FKTP




atau perawat terlatih

b) Tersedia tenaga refraksionis



untuk penyelenggaraan Vision Center di

Puskesmas/FKTP
c) Tersedia mitra penyedia kacamata
d) Terdapat kerjasama dengan OP (Perdami) untuk

pendampingan dokter spesialis mata di Vision Center

5 Memiliki sarana prasarana yang memadai (15%)


a) Puskesmas/FKTP terpilih memiliki peralatan

minimal untuk penyelenggaraan Vision Center



b) Memiliki dukungan anggaran untuk

penyelenggaraan Vision Center

TOTAL SKOR

37
LAMPIRAN 2

FORMAT PELAPORAN VISION CENTER

Format laporan Skrining oleh kader

FORM HASIL SKRINING


NOMOR URUT:

Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin : L/P Tanggal :
Umur : Lokasi Pemeriksaan:
Pekerjaan :

MATA RUJUK

KANAN KIRI
HITUNG
1. BISA 1. BISA 1. YA
JARI

2. TIDAK 2. TIDAK 2. TIDAK

MATA RUJUK

KANAN KIRI
E- 3. 3. 3.
BISA BISA YA
Tumbling
4. TIDAK
4. TIDAK 4. TIDAK

38
LAMPIRAN 3

FORM REKAPITULASI HASIL SKRINING

39
LAMPIRAN 4

FORMULIR PEMERIKSAAN

Format Konsultasi Pasien


No. Rekam
No Tanggal Nama Alamat Umur L/P Diagnosa Hasil
Medis

Format Koreksi Refraksi

Koreksi Jauh

No.
L/
No Tanggal Rekam Nama Umur Diagnosa Dekat
P
Medis OD OS

Sph Cyl Ax Sph Cyl Ax

Format Registrasi Pasien Gangguan Penglihatan Berat

No.
L/ Visus Visus
No Tanggal Rekam Nama Alamat Umur Diagnosa Keterangan
P OD OS
Medis

40
LAMPIRAN 5

INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI


PENYELENGGARAAN LAYANAN KESEHATAN MATA
TERINTEGRASI (VISION CENTER)
DI PUSKESMAS

Tanggal : . / . . / 20..

I. KETERANGAN PUSKESMAS

Provinsi :
Kabupaten/Kota :
Nama FKTP :
Alamat FKTP :
Jumlah Penduduk di wilayah kerja FKTP : ... ... ... orang
Luas wilayah kerja FKTP : ... ... ... km2
Kunjungan rata-rata per bulan untuk poli indera (gangguan
penglihatan) : ….. ….. …. orang

41
II. DATA SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

Jenis SDM Jumlah

Dokter Spesialis Mata (pendampingan)

Dokter Umum

Perawat Terlatih

Refraksionis Optisien

Promosi Kesehatan

Pengelola Program Indera/Petugas pencatatan


pelaporan

Kader

III. DUKUNGAN FASILITAS DAN ALAT KESEHATAN


DI PUSKESMAS

Kondisi(Layak/
Alat Kesehatan Ada (Jumlah) Tidak Ada
Tidak Layak)

Trial frame untuk pemeriksaan




refraksi

Buku Ishihara Tes



Trial lens set untuk pemeriksaan




refraksi

Lup binokuler (lensa pembesar) 3-




5 dioptri

Opthalmoscope direk

Snellen Chart

E-Tumbling

Kit Opthalmologi Komunitas



Tonometer Schiotz

Ruangan Pemeriksaan Khusus




Mata/layanan Vision Center

42
IV. DUKUNGAN KEMITRAAN DI PUSKESMAS
Jika terdapat kegiatan dengan mitra, sebutkan jenis
kegiatan yang dilaksanakan dengan mitra :

No Mitra Kegiatan yang dilaksanakan

43
V. DUKUNGAN MANAJEMEN

Keterangan (jika ya,


No Hal-hal yang Ditelaah Ya/Tidak
sebutkan)

Apakah ada SK/SPT Tim Penyelenggaraan


1 Layanan Kesehatan Mata Terintegrasi (Vision

Center)?

Apakah dilakukan supervisi untuk


2 Penyelenggaraan Layanan Kesehatan Mata

Terintegrasi (Vision Center)?

Apakah tersedia anggaran khusus untuk


3 Penyelenggaraan Layanan Kesehatan Mata

Terintegrasi (Vision Center)?

Apakah terdapat pemanfaat CSR (corporate


social responsibility)/tanggung jawab sosial
4

perusahaan untuk Penyelenggaraan Layanan


Kesehatan Mata Terintegrasi (Vision Center)?

Apakah tersedia pedoman/juknis untuk


5 pelaksanaan program penanggulangan

gangguan penglihatan?

Apakah tersedia media KIE penanggulangan


6 gangguan penglihatan (poster, leaflet, lembar

balik, banner, film/video, dll)?

VI. MONITORING PROSES

No Indikator Proses Jumlah Keterangan

1 Kegiatan advokasi dan sosialisasi


2 Kegiatan pelatihan

3 Kegiatan skrining/deteksi dini


44
VII. MONITORING OUTPUT

No Indikator Output Cakupan/Jumlah

1 Cakupan deteksi dini gangguan penglihatan oleh Kader

2 Cakupan pemeriksaan mata oleh Nakes

3 Jumlah kasus yang ditangani

4 Jumlah orang yang memperoleh kacamata

5 Jumlah orang yang diobati

6 Jumlah orang yang dirujuk

7 Jumlah rujuk balik (operasi katarak, dll.)

VIII. KENDALA

IX. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

45
Yang melaksanakan pengisian data:

No Nama NIP Tandatangan No Tlp/Email

46
twitter.com/p2ptmkemenkesRI
facebook.com/p2ptmkemenkesRI
instagram.com/p2ptmkemenkesri
p2ptm.kemkes.go.id
Konsultasi Berhenti Merokok :
- Quitline.INA 0800-177-6565
- Pesona Si BeMo : Facebook Messenger @p2ptmkemenkesRI
Twitter inbox @p2ptmkemenkesRI
Telegram : https://t.me/Quitina_bot
Website : p2ptm.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai