Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku. Sakitnya tuh di sini kau duakan aku.
Alunan merdu ke luar dari bibir mungil seorang remaja putri di halaman rumah
“Je, nyanyi yang bener dulu!” Teriak seorang ibu dari dalam rumah.
Remaja tadi hanya celingak-celinguk seolah mencari sesuatu. Maklum, dia sedang
Kini ibunya tidak hanya berteriak dari dalam rumah. Ia mendekati Je dan berteriak
“Lepas eraphone kamu itu! Nggak sopan! Kamu ini hapal lagu-lagu seperti itu
tetapi tidak ada satupun pahlawan revolusi yang kamu ketahui! Kamu hapal semua lagu
cinta-cinta tetapi kamu nggak tahu isi dari sumpah pemuda!” Ujar ibu.
“Aduuuh. Kak Je ini jalan yang bener loh. Emang dek Jenny bola, ditendang-
tendang. Jalan itu jangan sambil ngelamun makanya, Kak. Biar dek Jenny nggak
ketendang. Dek Jenny mana pernah jalan sambil melamun!” Ujar anak perempuan
mungil yang tidak lain tidak bukan adalah adiknya Je, bernama Jenny. Logat suara
Jenny mendayu-dayu.
berwarna merah maroon, mewarnai kukunya dengan crayon, tak kurang pula ia melihat
“Jenny! Bersihin muka kamu! Nggak pantes! Nggak usah lenjeh. Masih TK udah
“Maen? Maen apa sampe kayak badut ancol kayak gitu. Kamu itu masih umur 4
tahun! Nggak pantes pake kayak gitu! Lenjeh sih!” Ujar Je.
“Ini kenapa pada ribut?” Tanya Ibu. “Astaghfirulloh! Jenny apa-apaan kamu?”
Sebelum Je menjawab pertanyaan ibunya, beliau telah melihat apa yang membuat
“Ibu sih selalu kasih kebebasan Jenny nonton TV. Segala macem dia ikutin, kan.”
mandi. Apus make-up di wajah kamu! Ibu nggak suka.” Ujar ibu sambil menggamit
lengan Jenny.
ළළළ
Bulan telah pada tugasnya sedangkan mentari bekerja di ufuk yang lainnya.
Gemerlap lampu menampakkan sinarnya di setiap sudut kota. Hampir jutaan jiwa telah
terhubung dalam dunia mimpi. Tapi, tidak dengan Jenny yang sedang sibuk dengan
“Hai, Jeng. Lagi apa? Iya, aku lagi nunggu pacarku. Jeng, jangan lupa ya
tidurnya dan memergoki apa yang sedang adiknya lakukan. Ia membuka pintu secara
perlahan. Ia sembulkan sedikit kepalanya dan memicingkan mata, alangkah terkejut saat
“Iya, Jeng. Aku mau beli gelang, sepatu jinjit, ukh, banyak banget.” Ujar Jenny
“Jenny! Ayah sama Ibu nggak suka Jenny bertingkah seperti itu. Jenny tidur gih.”
“Iya itu, Yah. Dari tadi siang Jenny seperti itu. Je yang marah-marah sama Jenny.”
Ucap ibu.
Jenny hanya menatap ayah dan ibunya. Dan kembali dengan dunianya.
“Maaf Jeng. Iya, bentar lagi aku berangkat, Jeng. Udah dulu ya, Jeng.” Ujar Jenny
melanjutkan aksinya.
“Bu, Jenny pasti abis nonton sinetron.” Ujar ayah pada ibu. “Inilah akibat Jenny
nonton sinetron. Udah Ayah bilang, jangan bairkan Jenny nonton sinetron. Akibatnya
fatal banget ini. Jenny bertingkah tidak sesuai dengan usianya. Dewasa tidak pada
waktunya.”
“Ibu sudah memperingatinya, Yah. Ayah kan tau Jenny seperti apa. Nggak dituruti
“Ya sudah, Ayah jual aja ya Jen TV-nya. Ayah sama Ibu nggak suka Jenny menel-
“Kalo nggak mau Ayah jual. Jenny harus janji nggak akan nonton sinetron. Jenny
nonton saja kartun.” Ujar ayah. “Dan buat Ibu, tolong dibimbing Jenny agar tidak salah
memilih film. Ibu harus bisa memilah acara TV yang bisa dijadikan edukasi buat
Jenny.”
Ia geleng-geleng kepala melihat tingkat adiknya dan ia kembali ke kamar. Lelah rasanya
menasihati Jenny. Bahkan perkataan ayah dan ibu tidak pernah Jenny dengarkan. Ia
delapan puluh derajat dengan adiknya. Adiknya masih TK nol kecil, umur 4 tahun.
Tapi, bertingkah seperti remaja yang telah mengenal lawan jenis. Sedangkan semasa
menyusuri persawahan, mencari jangkrik, ataupun bermain petak umpet. Nah, adiknya?
“Adekku salah pergaulan. Aku mempunyai masa kecil nggak seburuk Jenny. Tapi,
sekarang aku melupakan norma dan etika dalam pergaulan. Bener juga perkataan ibu
tadi siang. Aku hapal semua lagu-lagu dangdut masa kini tetapi aku nggak paham isi
dari sumpah pemuda. Bahkan, aku nggak terlalu hapal lagu Tanah Airku. Nah, apalagi
Jenny yang sedari dini telah terperangkap dalam pengaruh sinetron alay?”
Dalam batin Je berkata pada dirinya, apabila ia ingin merubah adiknya, ia harus
merubah dirinya terlebih dahulu. Jenny benar-benar harus diajari. Pada dasarnya,
sesusia dirinya adalah fase mengikuti. Ia mengikuti apa yang ia lihat. Je tersenyum
seolah menemukan cara. Ia tarik selimutnya dan tidur, berharap esok pagi ia mampu
merubah dunia.
ළළළ
memilih aplikasi winamp. Kemudian, ia memilih salah satu lagu di list-nya. Tanpa basa-
jingga.
“Eh, Je? Tumben nyanyi seperti itu? Biasanya dangdut. Kamu lagi sakit?” Celetuk
Je bukannya sakit. Ia hanya telah sadar alangkah banyak virus dan racun yang
Indonesia terjerumus dalam malapetaka yang menyesatkan jiwa. Saat banyak penerus
bangsa yang melupakan sejarah Indonesia, mereka malah dengan sukses menceritakan
kembali adegan sinetron yang mereka tonton atau mereka khatam menghapal lagu-lagu
terbaru yang terkadang minim akan pesan moral. Bukankah bangsa yang kuat adalah
pahlawannya?
Je merasa karakter bangsa telah terkikis oleh kemajuan jaman. Saat mereka mampu
membaca dongeng fiksi yang memiliki ribuan halaman tetapi mereka enggan membaca
perjuangan dengan cara belajar yang rajin, memiliki inovasi terbaru, dan yang paling
penting adalah melestarikan kebudayaan agar tidak terkikis dan tenggelam oleh
keadaan. Agar Indonesia tetap memiliki karakter yang kuat dan menjadi bangsa yang
hebat.
“Aku memang tidak begitu paham tentang sejarah Indonesia. Aku pun tidak begitu
mengerti akan keanekaragaman budaya Indonesia. Tetapi, mulai detik ini aku berjanji
akan menjaga dan melestarikan budaya Indonesia. Aku anak sulung dan wajib
mengajarkan si Jenny agar tidak salah gaul, nggak menel. Aku nggak mau, Jenny
dewasa sebelum waktunya. Aku nggak mau, Jenny mengikuti apa yang ia tonton.
Pas banget, ini hari Minggu. Je menyalakan TV. Ia pencet tombol remote. Ada
sebuah tayangan di salah satu channel TV yang membuat Je kesal. Seharusnya penerus
“Hufb, sedih aku. Aku berharap, semoga makin banyak anak bangsa yang segera
Hari ini, Je belum melihat adik semata wayangnya. Ia penasaran, sedang apa
adiknya saat ini? Apakah sedang betingkah macam kemaren atau semalam? Ternyata,
“Aih, tumben anak itu main congklak. Biasanya, mana mau dia main begituan.
Setiap aku ajak main pasti jawabannya sabar ya kak Je aku mau telpon pacarku dulu,
Tanpa basa-basi, Je menghampiri Jenny yang sedang bermain seorang diri. Dan ia
pun ikut bermain bersama Jenny. Mereka terlihat tertawa ceria. Setidaknya, Jenny sudah
bisa bersikap dan bermain selayaknya anak usia 4 tahun. Semoga begitu seterusnya.
TAMAT
BIODATA DIRI
Saya adalah Fabia Yolana Jeni dan biasa dipanggil Bia atau Yola. Menulis adalah
bagian dari hidup saya. Beberapa kali pernah memenangkan lomba menulis cerpen dan
puisi. Saat ini, saya sedang menikmati pendidikan S1 Akuntansi di Universitas
Lampung. Selain menulis dan kuliah, kegiatan lain yang saya lakukan adalah mengajar
di bimbingan belajar Taman Belajar Al-Uswah. Saya tinggal di
Jl. Raya Natar no. 55 Kecamatan Natar (Taman Belajar Al-Uswah) Lampung Selatan.
Jika kalian ingin menghubungi saya, bisa dilakukan di via
sms/telpon : 089625673958
twitter – instagram : @biacocolate
Email : yolana.407@gmail.com
facebook : Bia Yolana Jeni