Anda di halaman 1dari 8

BATAS WAKTU

Cerpen karya Garda Ali Rayhaan

(NIM 220110201072)

20 Juni 2011

Tika, perempuan itu terus saja mengangguku. Entah apa motivasinya, tetapi ia
terus saja mendekatiku dengan segala cara. Tentu saja aku risih dengan caranya, dia
duduk di sampingku, mengikutiku ke kantin, membeli makanan yang sama denganku,
dan bahkan kami tidak berkenalan. Aku tahu namanya, tetapi tidak akrab dengannya.
Yang aku tahu dia Cuma seorang gadis yang tidak memiliki banyak teman, bukan
karena dia julid atau sombong, tetapi memang karena dirinya yang introvert.

Awalnya dia cuma duduk disebelahku dan aku tidak keberatan, aku kira hanya
kebetulan belaka. Tetapi ternyata berhari-hari ia selalu saja menempati kursi yang ada di
sebelahku, sampai Adit teman sebangku ku malah tergusur pindah ke belakang.

“Ko, tika ngapain sih duduk di situ?” tanya Adit ketika jam pulang sekolah.

“Ya mana gue tahu Dit, tiba-tiba ae dia duduk di situ. Lah elu ngapain malah ikut
pindah ke belakang?”

“Ya aing kira dia mau tanya apa gitu sama koe, lah malah keterusan duduk di
situ terus. Tapi ngapain ya dia di situ?”

“Mboh wes, dia aja duduk diem doang, nggak ngomong apa-apa”

Ya begitulah reaksi kami menyambut keanehan Tika belakangan ini.

22 Juni 2011

Tika masih saja duduk di sebelahku, kali ini dia mulai mengobrol denganku.
Dari bertanya tentang tugas, hobi, film, dan lain lain. Selera musik Tika juga mirip-
mirip denganku, ia suka alunan musik bergenre akustik, sedangkan aku suka musik
bergenre folk. Tetapi tetap saja aku masih aneh dengan tingkah lakunya. Kalau ia

1
memang suka padaku, kenapa bertingkah seperti ini? Bukannya perempuan lebih suka
kalau laki-laki yang mengejarnya?

24 Juni 2011

Aku masih heran dengan Tika, kali ini dia duduk di sebelahku dengan wajah
murung tidak seperti biasanya.

“Kenapa Tik?”

“Gapapa Vik.” Jawabnya singkat. Kami hening beberapa saat

“Waktu cepat berlalu ya Vik, kemarin 25, sekarang 26, besok udah 27 aja.” Aku
diam tak menggubrisnya. Semakin lama, semakin aneh saja tingkah lakunya. Tetapi
lucu juga.

27 Juni 2011

Hari ini Tika membawa bekal Pisang goreng. Ia menawariku untuk memakan
bekalnya bersama, rasanya enak. Saat kutanya ini buatan siapa, katanya ia membuatnya
sendiri. Lalu aku mencoba bertanya soal hobinya, dia bilang dia suka memasak sambil
mendengarkan musik. Katanya memasak membuatnya lebih hidup, berbicara bersama
bahan-bahan sambil mengolahnya membuatnya merasa sedang menjadi ahli alkimia
ketika beraksi di dapur.

Melihat perawakannya yang sepundakku, rambut hitam legam yang lurus, kulit
sawo matang cerah, sebenarnya ia menarik di mataku. Ah, apa aku mulai menaruh hati
padanya?

28 Juni 2011

Wajah Tika berseri-seri, entah kenapa. Oh, ternyata dia berhasil membuat Ebi
furai, sejenis masakn jepang katanya. Dia menyuruhku untuk mencobanya, dan rasanya
enak. Aku bertanya siapa yang mengajarinya memasak, dia bilang dia belajar otodidak
dari YouTube. Memang di era sekarang ini internet sudah marak ditemukan, walaupun

2
masih harus ke warnet untuk menjangkaunya.katanya dia pergi ke warnet untuk mencari
tutorial lalu menuliskan resepnya di buku diary.

Tika bilang orangtuanya sangat mendukung hobi memasaknya, tak segan-segan


orangtuanya membelikan bahan atau alat yang dia butuhkan. Tiap pulang sekolah ia
coba semua resep-resep yang belum dia coba atau belum dia selesaikan.

29 Juni 2011

Tika merubah gaya rambutnya, yang sebelumnya panjang digerai sekarang


pendek seleher. Ia terlihat makin manis. Argh, lagi lagi aku menulis hal aneh, kenapa
wajahku memerah? Tika bilang dia bosan dengan gaya rambutnya yang lama, rambut
panjang katanya bikin gerah dan juga ribet saat memasak. Oiya, hari ini Tika memasak
Risotto. Agak aneh di lidahku, memang masakan italia satu ini mungkin tidak terlalu
cocok bagi lidah Indonesia sepertiku.

Tika bercerita kalau hari ini ia senang sekali. Selain karena rambutnya dan
masakannya, ibunya ternyata membelikannya mixer adonan. Mungkin selanjutnya dia
akan mencoba resep roti, itu dugaanku. Selain itu dia juga mengajakku ke taman sabtu
nanti, dan katanya ia akan menyiapkan makanan spesial untukku. Hmmm, apakah aku
harus menerima permintaanya? Melihat dia yang memohon dengan muka yang melas
seakan-akan itu hangout terakhirnya, akupun menyetujuinya.

30 Juni 2011

Tepat seperti dugaanku, hari ini ia membuat roti Gandum lengkap dengan selai
nanas buatannya. Entah kenapa dari semua masakan yang telah dia buat, makanan ini
yang paling aku suka. Teksturnya yang lembut dan empuk, ditambah selai nanasnya
yang manis dan asam berpadu sempurna di lidahku. Dia bilang dia buat roti ini dengan
alunan musik karya mozart. Entah benar atau tidak tapi mungkin kondisi moodnya yang
sangat baik berpengaruh ke rasa rotinya. Mungkin kali ini dia tidak merasa seperti ahli
alkimia tetapi menjadi komponis terkenal. Karena itu aku bisa merasakan alunan piano,
biola, saxophone dan symbal di tiap gigitan rotinya.

3
1 Juli 2011

Lagi-lagi Tika memasak makanan dari luar negri. Kali ini dia memasak
Idiyappam, makanan yang berasal dari Tamil, India ini terlihat seperti bihun dengan
saus kari ikan. Mungkin karena masakan India yang memakai banyak rempah seperti
masakan Indonesia pada umumnya, jadi makanan ini cukup familiar di lidahku. Setelah
memakan masakan buatan Tika, kami pun mengobrol.

Aku baru tahu kalau Tika ternyata anak tunggal. Ia lahir di keluarga yang
sederhana, ayahnya seorang pekerja kantoran dengan gaji sedikit di atas UMR,
sedangkan ibunya bekerja sebagai guru di salah satu taman kanak kanak. Aku
menyimpan pertanyaan di benakku, kenapa orang tua Tika mau membiayai semua
keinginan Tika? Ya walaupun begitu, ini cuma pertanyaan sekilas di benakku.

Perihal jalan-jalan besok di taman, Tika memintaku untuk menjemputnya di


rumah. Aku heran dan juga panik, ini kali pertama aku menjemput gadis dan di
rumahnya langsung. Tapi kata Tika jangan panik, orang tuanya terbuka katanya.

2 Juli 2011

Hari ini aku dan Tika hendak jalan-jalan di taman dekat danau. Kata dia disana
pemandangannya bagus dan juga tidak terlalu ramai sehingga tidak bising. Aku hanya
bisa mengiyakan permintaanya. Sesuai janji, jam setengah 4 aku berangkat menuju
rumahnya. Untung saja kata Tika benar, orangtuanya sangat terbuka saat menjamuku.
Ayahnya tak kusangkan sangat ramah, ia bilang Tika jarang sekali mengajak temannya
ke rumah apalagi seorang pria. Tak lama menunggu, akhirnya Tika turun dengan
pakaian overallnya. Lucu. Kami pun segera berangkat agar tidak kesorean. Di jalan Tika
riang sekali, tidak pernah aku melihat Tika sesenang ini bahkan di kelas. Ia banyak
bercerita, mulai dari masakannya yang ia pelajari hingga tengah malam, mesin mixer
yang tiba-tiba mati, dan masih banyak lagi.

Sesampainya kami di taman, kami segera menggelar tikar yang sudah kami
bawa dan menata makanan yang sudah dibuat Tika. Kali ini dia membuat roti borsok,

4
baru kali ini aku mendengarnya. Bentuknya seperti odading yang biasanya Ibu belikan
di pasar. Rasanya enak, tidak aneh-aneh seperti masakan Italia yang pernah ia buat
sebelumnya.

Kami berbiincang banyak hal, mulai dari kehidupan masa kecilnya yang sering
bolak-balik masuk rumah sakit, dirinya yang suka ikut ibunya ke pasar, dan kecintaanya
terhadap dunia memasak. Aku suka mendengarnya bercerita, seperti melihat anak kecil
yang mengisahkan peri dalam mimpinya. Matanya indah, rambutnya hitam legam,
pipinya merah merona, kulitnya halus, entah mengapa aku menulis ini. Ini bukan sebuah
kebetulan, aku suka padanya.

Tika seperti kebalikanku, aku yang suka pergi kesana-kemari, aku yang suka
berbicara, aku yang suka tampil di panggung, ia seperti genangan air di bawahku.
Terbalik. Tetapi entah kenapa aku malah suka, suka disampingnya. Mendengar ia
bercerita memberiku bayangan dunia lain di balik mataku.

Saking asiknya Tika bercerita, kami tak sadar kalau matahari sudah mulai
tertidur. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Aku dan Tika membereskan semua
barang bawaan kami, dan segera kembali ke motor untuk cepat-cepat pulang.

“Makasi ya, Viko” ucapnya pelan.

“Makasi buat?”

“Buat hari ini, hehe”

“Dih, apaans ih alay. Lusa juga ketemu kali” Tika hanya membalas perkataanku
dengan tawanya. Tawa yang lucu sekali, baru kali ini aku melihat tawanya yang seperti
ini. Comel.

4 Juli 2011

Aneh, hari ini Tika tidak masuk sekolah. Di SMS pun ia tidak bilang sesuatu.
Nanti selepas sekolah aku harus ke rumahnya, ada sesuatu yang ingin kuberikan.

4 Juli 2011 01:30

5
Rumahnya ramai, ada acara warga?

4 Juli 2011 01:32

Aku mulai masuk ke rumahnya dengan menyelip diantara keramaian warga yang
hadir di acara tersebut.

4 Juli 2011 01:35

Ayah dan Ibu Tika duduk di ruang tamu, aku menghampiri mereka hendak
bersalaman dan memberi jaket Tika yang tertinggal di jok motorku.

4 Juli 2011 01:36

Ibu Tika menangis histeris melihat jaket yang kubawa. Aku bingung, ada apa?

4 Juli 2011 01:37

Ayah Tika mengajakku untuk pergi ke teras rumah, perasaanku tidak enak.

4 Juli 2011 01:38

“Nak Viko, jaket ini kamu bawa saja ya buat kenang-kenangan. Misalnya nanti
kamu kangen le, sama Tika”

“Lah, Tikanya kemana Om?”

“Tika sudah tidak ada Le.”

Aku terdiam.

5 Juli 2011

Pagi ini aku menghadiri pemakaman Tika. Payung hitam terbuka dimana-mana,
isak tangis Ibu Tika bisa aku dengar dari kejauhan. Aku masih tidak percaya Tika pergi
secepat ini. Gelagat lucu Tika 2 minggu terakhir begitu cepat rasanya seperti baru
kemarin Tika menggantikan posisi Adit yang selalu duduk di sampingku.

6
Selesai acara pemakaman, ayah tika menghampiriku sambil membawa buku
diary.

“Nak Viko, ini ada hadiah dari Tika. Dijaga baik-baik ya.”

Hanya kalimat itu saja yang keluar dari mulut ayah Tika, ia segera kembali ke
mobil dan pergi entah kenapa.

6 Juli 2011

Aku membaca buku diary Tika, betapa kagetnya aku melihat isi buku itu.
Kenapa aku baru tahu kalau Tika suka padaku dari 2 tahun yang lalu. kenapa aku baru
tahu kalau Tika memasak bekal khusus untukku. Kenapa aku baru tahu kalau ditiap
masakan Tika ada makna tersembunyi dibaliknya. Kenapa aku baru tahu.

Tika, walau hanya 2 minggu aku baru mengenalmu lebih dekat. Tetapi suara
tertawamu, raut wajahmu, rambut bob pendekmu masih terlihat jelas di buku ini. Aku
harap semua orang bisa tetap mengenangmu layaknya cerita ini dibaca oleh dia.
Harusnya aku menyatakan perasaanku lebih cepat, sekarang hanya ada sisa sesak di
dadaku yang entah aku menginginkannya pergi atau tidak.

7 Juli 2011

Aku kembali bersekolah seperti biasa dengan mood yang tidak biasa. Semua
berlalu normal. Siswa yang berbelanja di kantin, guru yang menerangkan pelajaran,
satpam memarahi siswa yang memanjat tembok, dan aku yang duduk di kursi yang
sama. Tapi kali ini Adit yang duduk disebelahku.

“Tika kemana Vik?”

Entah Dit, aku harus jawab apa. Sepertinya hanya kamu yang menyadari
hilangnya Tika sekarang.

“Tika lagi main di taman, Dit.”

7
8

Anda mungkin juga menyukai