Halaman
Pembicaraan
Baca
Lihat sumber
Lihat riwayat
Gajah
Rentang fosil: Pliosen–Sekarang
PreЄ
Pg
N
Seekor gajah afrika di Taman Nasional
Mikumi, Tanzania
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Subfilum: Vertebrata
Kelas: Mammal
Superordo: Afrotheria
Ordo: Proboscidea
Famili: Elephantidae
Gray, 18211
Genera
Loxodonta
Elephas
Etimologi
Dalam bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Minangkabau, dan Aceh, hewan ini disebut
"gajah". Kata ini sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, "gaja", yang merupakan kata
dasar dari kata benda maskulin. Dalam kasus nominativus (sebagai subjek yang berdiri
sendiri), "gaja" yang berbentuk tunggal seharusnya mengalami deklinasi menjadi
"gajas", tetapi kata ini kemudian terkena hukum bunyi s di akhir kata dan berubah
menjadi h, sehingga menjadi "gajah".[1] Sementara itu, gajah dikenal dengan sebutan
"elephant" dalam bahasa Inggris. Kata "elephant" berasal dari
bahasa Latin elephas (bentuk genitivus elephantis), yang merupakan Latinisasi dari
kata ἐλέφας, elephas (bentuk genitivus ἐλέφαντος, elephantos) dalam bahasa Yunani;
[2]
kata tersebut kemungkinan berasal dari bahasa non-Indo-Eropa, yaitu Fenisia.
[3]
Kata e-re-pa dan e-re-pa-to digunakan di Yunani Mikenai dalam aksara silabis Linear
B.[4][5] Seperti di Yunani Mikenai, Homeros menggunakan kata tersebut untuk
menyebut gading, tetapi setelah masa Herodotos istilah tersebut juga merujuk pada
hewan gajah.[2] Pendahulu kata "elephant", yaitu olyfaunt, baru muncul dalam
bahasa Inggris Pertengahan sekitar tahun 1300, dan kata tersebut dipinjam dari kata
dalam bahasa Prancis Kuno, oliphant (abad ke-12).[3] Di sisi lain, Loxodonta, yang
merupakan nama genus gajah afrika, berasal dari bahasa Yunani yang berarti "gigi
bersisi miring".[6]
Taksonomi
Klasifikasi, spesies, dan subspesies
Lihat pula: Daftar spesies gajah
Kerangka Moeritherium di Jepang.
Gajah adalah hewan darat terbesar di dunia. Tinggi gajah afrika kurang lebih 3 hingga 4
m dan massanya bervariasi antara 4.000 hingga 7.000 kg, sementara tinggi gajah asia
adalah 2 hingga 3,5 m dan massanya 3.000 hingga 5.000 kg.[9] Gajah jantan lebih besar
dari gajah betina, baik itu pada gajah asia maupun afrika.[10][13] Di antara gajah-gajah
afrika, gajah di hutan lebih kecil daripada gajah di sabana.[17] Kerangka gajah terdiri dari
326–351 tulang.[49] Tulang punggungnya terhubung dengan persendian yang erat,
sehingga membatasi fleksibilitas tulang tersebut. Gajah afrika memiliki 21 pasang
rusuk, sementara gajah asia memiliki 19 atau 20 pasang.[50]
Tengkorak gajah dapat menahan gaya yang dihasilkan oleh pengungkitan taring dan
tubrukan kepala-ke-kepala. Bagian belakang tengkorak merata dan memiliki
lengkungan yang melindungi otak di segala arah.[51] Di tengkorak terdapat rongga-
rongga udara yang mengurangi beban tengkorak dan pada saat yang sama juga tetap
mempertahankan kekuatan tengkorak tersebut secara keseluruhan. Rongga-rongga ini
membuat bagian dalam tengkorak tampak seperti sarang madu. Kranium (batok kepala)
gajah sendiri besar dan memiliki ruang untuk otot yang menopang seluruh kepala.
Rahang bawahnya padat dan berat.[49] Akibat ukuran kepalanya yang besar, leher gajah
relatif pendek agar lebih dapat menopang kepala.[38] Mata gajah bergantung
pada kelenjar harderian untuk menjaga kelembabannya karena gajah tidak
memiliki aparatus lakrimal. Membran pengelip melindungi bola mata. Ruang
pandang gajah sendiri dipersempit oleh lokasi dan keterbatasan pergerakan mata.
[52]
Gajah merupakan hewan dikromat [53] dan dapat melihat dengan baik dalam cahaya
redup, tetapi tidak dalam cahaya terang.[54] Rata-rata suhu tubuh gajah adalah 35,9 °C
(97 °F), yang serupa dengan manusia. Seperti unta, gajah dapat meningkatkan atau
mengurangi suhunya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan.[55]
Telinga
Gajah afrika dengan telinga yang membentang saat sedang merasa terancam atau sedang memperhatikan;
amati pembuluh darah yang dapat terlihat di telinga gajah ini.
Telinga gajah memiliki landasan yang tebal dan ujung yang tipis. Daun telinga gajah,
atau pina, memiliki sejumlah pembuluh darah yang disebut pembuluh darah kapiler.
Darah yang hangat mengalir ke pembuluh darah kapiler, sehingga membantu
mengeluarkan panas tubuh yang berlebih. Hal ini berlangsung ketika pina berada pada
posisi diam, dan gajah dapat mengeluarkan lebih banyak panas dengan mengepakkan
daun telinganya. Semakin luas permukaan telinga, semakin banyak jumlah pembuluh
darah kapiler, sehingga lebih banyak panas yang dapat dikeluarkan. Di antara semua
gajah, gajah semak afrika hidup di iklim terpanas, sehingga memiliki daun telinga
terbesar.[56]
Telinga gajah juga mampu mendengarkan frekuensi yang rendah dan paling sensitif
pada frekuensi 1 kHz.[57]
Belalai
Belalai atau proboscis adalah penggabungan hidung dengan bibir atas, walaupun pada
tahap fetus bibir atas dan belalai masih terpisah.[38] Belalai gajah panjang dan
terspesialisasi agar dapat dengan mudah digerakkan. Belalai memiliki kurang lebih
150.000 fasikulus otot, tanpa tulang dan sedikit lemak. Terdapat dua jenis otot:
superfisial (di permukaan) dan internal. Otot superfisial terbagi menjadi otot dorsal,
ventral, dan lateral, sementara otot internal terbagi menjadi otot melintang dan
menyebar. Otot-otot belalai terhubung dengan bukaan bertulang di tengkorak. Septum
nasal terdiri dari satuan-satuan otot kecil yang membentang secara horizontal di antara
lubang hidung. Tulang rawan memisahkan lubang hidung di dasarnya.[58] Sebagai
bentuk hidrostat otot, belalai digerakkan dengan mengkoordinasi kontraksi otot secara
tepat. Otot-otot bekerja bersama dan berlawanan satu sama lain. Saraf proboscis yang
unik – yang terbentuk dari saraf maksilaris dan fasialis – menjalar di kedua sisi belalai.[59]
Gajah afrika sedang mengangkat belalainya; hal ini dilakukan ketika hendak menerompet.
Pada umumnya gajah memiliki 26 gigi: gigi seri, yang disebut taring, 12 gigi geraham
kecil susu, dan 12 gigi geraham. Tidak seperti kebanyakan mamalia yang pada awalnya
memiliki gigi susu yang kemudian digantikan oleh gigi dewasa permanen, gajah
merupakan hewan polifiodon, atau dalam kata lain memiliki siklus rotasi gigi sepanjang
hidupnya. Gigi untuk mengunyah diganti enam kali selama masa hidup gajah. Gigi lama
tidak digantikan oleh gigi baru yang tumbuh di rahang (seperti pada kebanyakan
mamalia), tetapi gigi baru tumbuh di bagian belakang mulut dan maju ke depan dan
mendorong keluar gigi lama. Gigi pengunyah pertama di kedua sisi rahang akan
tanggal setelah gajah berumur dua atau tiga tahun. Rangkaian kedua gigi pengunyah
tanggal saat gajah berusia enam tahun, dan lalu yang ketiga tanggal pada umur 9–15
tahun. Rangkaian keempat gigi pengunyah akan tetap bertahan hingga usia 18–28
tahun. Rangkaian kelima akan tanggal pada awal umur 40-an, dan yang keenam
(biasanya merupakan gigi terakhir) akan tetap ada hingga akhir hayat. Gigi gajah
memiliki tonjolan (ridge), dan tonjolan ini lebih tebal dan berbentuk seperti berlian pada
gajah afrika.[63]