Anda di halaman 1dari 9

1.

Burung julang papua


Rangkong adalah burung dari famili Bucerotidae.
Dalam Bahasa Yunani “Buceros” memiliki arti
“Tanduk Sapi”. Hal tersebut merujuk pada
morfologi rangkong yang memiliki paruh
berbentuk tanduk sapi apabila dilihat dari
samping. Terdapat 62 jenis rangkong di dunia
yang tersebar dari Afrika (30 jenis) hingga Asia
(32 jenis). Dari 32 jenis rangkong yang ada di
Asia, 13 jenis diantaranya dapat dijumpai di
Indonesia. Satu-satunya jenis rangkong yang ada
di wilayah timur Indonesia adalah Julang Papua
(Rhyticeros plicatus).
Julang Papua merupakan jenis satwa yang termasuk dimorfik, yaitu satwa yang memiliki penampakan
berbeda antara jantan dan betinanya. Julang Papua memiliki panjang tubuh dengan rentang 60-65 cm.
Jantan mempunyai paruh yang lebih besar dan berwarna dibandingkan betina. Selain itu jantan
mempunyai tenggorokan berwarna putih, bagian kepala berwarna coklat dan mata berwarna merah.
Sedangkan betina mempunyai tenggorokan berwarna biru, bagian kepala dan mata berwarna hitam
(Gambar 1). Tonjolan di atas paruh Julang Papua disebut balung atau casque. Balung tersebut
membentuk seperti garis lipatan yang menunjukkan usia Julang Papua. Semakin banyak garis lipatan
pada balung, menandakan semakin bertambahnya usia Julang Papua.

2. Binturong
Binturung atau Binturong (Arctictis binturong)
adalah sejenis musang bertubuh besar,
anggota suku Viverridae. Beberapa
dialek Melayu menyebutnya binturong, menturun
g atau menturun. Dalam bahasa Inggris, hewan
ini disebut Binturong, Malay Civet Cat, Asian
Bearcat, Palawan Bearcat, atau secara
ringkas Bearcat. Barangkali
karena omnivora berbulu hitam lebat ini
bertampang mirip beruang yang berekor panjang,
sementara juga berkumis lebat dan panjang seperti kucing (bear: beruang; cat: kucing). Musang yang
berekor besar panjang dan bertubuh besar. Panjang kepala dan tubuh antara 60 – 95 cm, ditambah
ekornya antara 50 – 90 cm. Beratnya sekitar 6 – 14 kg, bahkan sampai 20 kg. Ketika lahir, binturung
memiliki berat rata-rata sekitar 142 gram dan matanya masih tertutup. [1] Berambut panjang dan kasar,
berwarna hitam seluruhnya atau kecokelatan, dengan taburan uban keputih-putihan atau kemerahan.
Pada masing-masing ujung telinga terdapat seberkas rambut yang memanjang. Ekor berambut lebat
dan panjang, terutama di bagian mendekati pangkal, sehingga terkesan gemuk. Ekor ini dapat
digunakan untuk berpegangan pada dahan (prehensile tail), sebagai ‘kaki kelima’. Masih sedikit
peneliitan yang dilakukan untuk mengetahui sistem kawin dari spesies ini, akan tetapi sistem kawin
dari binturung kemungkinan besar monogami. Binturung tIdak memiliki musim kawin karena spesies
ini kawin sepanjang tahun, akan tetapi terdapat peningkatan jumlah kelahiran pada bulan Januari
hingga Maret yang dapat disebabkan karena implantasi yang tertunda. Binturung betina
mencapai kematangan seksual pada umur 30 bulan sementara pada binturung jantan pada umur 28
bulan. Hewan betina melahirkan 2 hingga 6 anak, setelah mengandung selama kurang lebih 91 hari.
Binturung yang baru lahir bersembunyi pada bulu induknya selama beberapa hari dan menyapih
selama 6 hingga 8 minggu. Pejantan tidak selalu mengasuh anaknya, tetapi terkadang mereka
melakukannya hingga anakan bisa mandiri, sementara induk betina akan selalu mengasuh anaknya
hingga bisa mandiri, terkadang melanjutkan hidup dalam satu kelompok bersama anaknya meskipun
telah mandiri. Binturung betina memiliki pseudo-penis alias penis palsu, suatu organ khas yang
langka ditemui.

3. Burung Elang
Elang adalah salah satu dari jenis burung
predator yang terdapat di seluruh Indonesia.
Dalam Bahasa inggris, eagle atau elang merujuk
pada burung pemangsa berukuran besar dari
suku Accipitridae terutama genus AquilaElang
adalah hewan berdarah panas, mempunyai
sayap dan tubuh yang diselubungi bulu pelepah.
Sebagai burung, elang berkembang biak dengan
cara bertelur yang mempunyai cangkang keras
di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga
anaknya sampai mampu terbang.
Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil
seperti tikus, tupai, kadal, ikan dan ayam, juga jenis-jenis serangga tergantung ukuran tubuhnya.
Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka.Biasanya elang
tersebut tinggal di wilayah perairan. Paruh elang tidak bergigi tetapi melengkung dan kuat untuk
mengoyak daging mangsanya. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan cakar yang
tajam dan melengkung untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk
mendeteksi mangsa dari jarak jauh. Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk
menyimpan jumlah oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri
dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali
sebagai ventrikel.

4. Gajah
Gajah adalah mamalia besar dari
famili Elephantidae dan ordo Proboscidea. Secara
tradisional, terdapat dua spesies yang diakui,
yaitu gajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah
asia (Elephas maximus), walaupun beberapa bukti
menunjukkan bahwa gajah semak afrika dan gajah
hutan afrika adalah spesies yang berbeda
(L. africana dan L. cyclotis). Gajah tersebar di
seluruh Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, dan Asia
Tenggara. Elephantidae adalah satu-satunya famili dari ordo Proboscidea yang masih ada; famili lain
yang kini sudah punah termasuk mamut dan mastodon. Gajah afrika jantan merupakan hewan darat
terbesar dengan tinggi hingga 4 m dan massa yang juga dapat mencapai 7.000 kg. Gajah memiliki
ciri-ciri khusus, dan yang paling mencolok adalah belalai atau proboscis yang digunakan untuk
banyak hal, terutama untuk bernapas, menghisap air, dan mengambil benda. Gigi serinya tumbuh
menjadi taring yang dapat digunakan sebagai senjata dan alat untuk memindahkan benda atau
menggali. Daun telinganya yang besar membantu mengatur suhu tubuh mereka. Gajah afrika
memiliki telinga yang lebih besar dan punggung yang cekung, sementara telinga gajah asia lebih kecil
dan punggungnya cembung. Gajah merupakan hewan herbivora yang dapat ditemui di berbagai
habitat, seperti sabana, hutan, gurun, dan rawa-rawa. Mereka cenderung berada di dekat air. Gajah
dianggap sebagai spesies kunci karena dampaknya terhadap lingkungan. Hewan-hewan lain
cenderung menjaga jarak dari gajah, dan predator-predator seperti singa, harimau. hyena,
dan anjing liar biasanya hanya menyerang gajah muda. Gajah betina cenderung hidup dalam
kelompok keluarga, yang terdiri dari satu betina dengan anak-anaknya atau beberapa betina yang
berkerabat beserta anak-anak mereka. Kelompok ini dipimpin oleh individu gajah yang
disebut matriark, yang biasanya merupakan betina tertua. Gajah memiliki struktur kelompok fisi-fusi,
yaitu ketika kelompok-kelompok keluarga bertemu untuk bersosialisasi. Gajah jantan meninggalkan
kelompok keluarganya ketika telah mencapai masa pubertas, dan akan tinggal sendiri atau bersama
jantan lainnya. Jantan dewasa biasanya berinteraksi dengan kelompok keluarga ketika sedang mencari
pasangan dan memasuki tahap peningkatan testosteron dan agresi yang disebut musth, yang
membantu mereka mencapai dominasi dan keberhasilan reproduktif. Anak gajah merupakan pusat
perhatian kelompok keluarga dan bergantung pada induknya selama kurang lebih tiga tahun. Gajah
dapat hidup selama 70 tahun di alam bebas. Mereka berkomunikasi melalui sentuhan, penglihatan,
penciuman, dan suara; gajah juga menggunakan infrasonik dan komunikasi seismik untuk jarak jauh.
Kecerdasan gajah telah dibandingkan dengan kecerdasan primata dan cetacea. Mereka tampaknya
memiliki kesadaran diri dan menunjukkan empati kepada gajah lain yang hampir atau sudah mati.
Gajah afrika digolongkan sebagai spesies yang rentan oleh International Union for Conservation of
Nature (IUCN), sementara gajah asia diklasifikasikan sebagai spesies terancam. Salah satu ancaman
terbesar bagi gajah adalah perdagangan gading yang memicu perburuan liar. Ancaman lain adalah
kehancuran habitat dan konflik dengan penduduk setempat. Di sisi lain, gajah digunakan
sebagai hewan pekerja di Asia. Dulu mereka pernah digunakan untuk perang; kini, gajah sering kali
dipertontonkan di kebun binatang dan sirkus. Gajah dapat dengan mudah dikenali dan telah
digambarkan dalam seni, cerita rakyat, agama, sastra, dan budaya populer.

5. Panda
Panda raksasa (Ailuropoda
melanoleuca, berarti "Kaki-kucing hitam-
putih"; Hanzi sederhana: 大熊猫; Hanzi
tradisional: 大熊貓; Pinyin: dà xióng
māo; Jyutping: daai6 hung4
maau1, berarti "kucing beruang besar")[1] atau
hanya disebut panda, adalah
seekor mamalia yang diklasifikasikan ke
dalam keluarga beruang,[2] Ursidae, yang
merupakan hewan asli Tiongkok Tengah. Panda raksasa tinggal di wilayah pegunungan,
seperti Sichuan dan Tibet. Pada setengah abad ke-20 terakhir, panda menjadi semacam lambang
negara Tiongkok, dan sekarang ditampilkan pada uang emas negara tersebut. Panda raksasa
memiliki cakar yang ganjil, dengan "jempol" dan lima jari; "jempol" ini sebenarnya tulang-
pergelangan tangan yang termodifikasi. [3] Stephen Jay Gould menulis esai tentang topik ini, lalu
menggunakan judul The Panda's Thumb untuk buku kumpulan esainya.

6. Orang Utan
Orang utan (bentuk tidak baku: orangutan)
atau mawas adalah kera besar yang berasal
dari hutan hujan Indonesia dan Malaysia. Sekarang
mereka hanya ditemukan di
sebagian Kalimantan dan Sumatra, tetapi selama
era Pleistosen, orang utan tersebar di seluruh Asia
Tenggara dan Tiongkok Selatan. Orang utan
diklasifikasikan dalam genus Pongo dan awalnya
dianggap hanya satu spesies. Dari tahun 1996,
mereka dibagi menjadi dua spesies: orang utan
Kalimantan (P. pygmaeus, dengan tiga subspesies) dan orang utan Sumatra (P. abelii). Spesies
ketiga, orang utan Tapanuli (P. tapanuliensis), diidentifikasi secara definitif pada tahun 2017. Orang
utan adalah satu-satunya genus yang masih hidup dari subfamili Ponginae, yang secara genetik
berpisah dari Hominidae lain (gorila, simpanse, dan manusia) antara 19,3 dan 15,7 juta tahun lalu.
Orang utan adalah kera besar yang paling arboreal, karena mereka menghabiskan sebagian besar
waktu mereka di pohon. Orang utan memiliki kaki pendek dan lengan panjang secara proporsional,
dan memiliki rambut cokelat kemerahan yang menutupi tubuh mereka. Orang utan jantan dewasa
memiliki berat sekitar 75 kg, sedangkan betina mencapai sekitar 37 kg. Orang utan jantan dewasa
yang dominan mengembangkan bantalan pipi atau flensa yang khas dan kerap mengeluarkan seruan
panjang untuk menarik perhatian betina dan mengintimidasi lawan; hal yang sama tidak dijumpai
pada orang utan jantan yang lebih muda dan mereka cenderung lebih menyerupai betina dewasa.
Orang utan adalah kera besar yang paling soliter; ikatan sosial terutama terjadi antara induk dan
anaknya yang bergantung padanya. Buah merupakan komponen terpenting dari makanan orang utan;
tetapi mereka juga akan memakan dedaunan, kulit kayu, madu, serangga, dan telur burung. Mereka
dapat hidup lebih dari 30 tahun, baik di alam liar maupun di penangkaran. Orang utan
termasuk primata yang paling cerdas. Mereka menggunakan berbagai peralatan rumit dan
membangun sarang tidur yang kompleks setiap malam dari ranting-ranting dan dedaunan. Penelitian
tentang kemampuan belajar mereka telah dilakukan secara ekstensif. Para peneliti memperkirakan
bahwa pada masing-masing populasi orang utan terdapat kultur-kulturnya tersendiri. Orang utan telah
ditampilkan dalam literatur dan seni setidaknya sejak abad ke-18, terutama dalam karya-karya yang
membahas komunitas manusia. Seorang ahli primatologi, Birute Galdikas, memelopori studi lapangan
tentang orang utan dan mereka telah dilestarikan di fasilitas penangkaran di seluruh dunia setidaknya
sejak awal abad ke-19. Ketiga spesies orang utan dikategorikan sangat terancam punah. Aktivitas
manusia sangat menurunkan populasi dan sebaran mereka. Ancaman terhadap populasi orang utan liar
meliputi perburuan liar (untuk dikonsumsi dagingnya dan sebagai tindakan balas dendam karena
mereka memakan tanaman), perusakan habitat dan deforestasi (untuk penanaman kelapa
sawit dan penebangan hutan), serta perdagangan hewan peliharaan ilegal. Sejumlah
organisasi konservasi dan rehabilitasi telah didedikasikan untuk menjaga kelangsungan hidup orang
utan di alam liar.
Etimologi
Istilah orang utan berasal dari bahasa Melayu. Warga lokal menggunakan istilah ini untuk menyebut
manusia penghuni hutan. Namun pada periode awal sejarah Melayu, istilah ini mengalami
perluasan semantik sehingga juga digunakan untuk kera dari genus Pongo. Istilah orang utan muncul
dalam berbagai sumber dari abad ke-9 sampai abad ke-15 dalam bahasa Jawa Kuno. Salah satu
sumber awal bersumber dari Kakawin Ramayana yang merupakan karya adaptasi dari bahasa
Sansekerta ke dalam bahasa Jawa dari karya Ramayana yang ditulis pada abad kesembilan atau awal
abad kesepuluh. Dalam sumber Jawa Kuno ini, istilah urang utan hanya mengacu pada kera dan bukan
pada manusia penghuni hutan. Istilah ini bukanlah dari kata-kata asli bahasa Jawa, tetapi diserap
dari bahasa Melayu awal, setidaknya seribu tahun yang lalu. Oleh karena itu, asal mula utama istilah
"orang utan" untuk kera Pongo kemungkinan besar adalah bahasa Melayu Kuno. Orang utan (bentuk
tidak baku: orangutan) atau mawas adalah kera besar yang berasal dari hutan
hujan Indonesia dan Malaysia. Sekarang mereka hanya ditemukan di
sebagian Kalimantan dan Sumatra, tetapi selama era Pleistosen, orang utan tersebar di seluruh Asia
Tenggara dan Tiongkok Selatan. Orang utan diklasifikasikan dalam genus Pongo dan awalnya
dianggap hanya satu spesies. Dari tahun 1996, mereka dibagi menjadi dua spesies: orang utan
Kalimantan (P. pygmaeus, dengan tiga subspesies) dan orang utan Sumatra (P. abelii). Spesies
ketiga, orang utan Tapanuli (P. tapanuliensis), diidentifikasi secara definitif pada tahun 2017. Orang
utan adalah satu-satunya genus yang masih hidup dari subfamili Ponginae, yang secara genetik
berpisah dari Hominidae lain (gorila, simpanse, dan manusia) antara 19,3 dan 15,7 juta tahun lalu.
Orang utan adalah kera besar yang paling arboreal, karena mereka menghabiskan sebagian besar
waktu mereka di pohon. Orang utan memiliki kaki pendek dan lengan panjang secara proporsional,
dan memiliki rambut cokelat kemerahan yang menutupi tubuh mereka. Orang utan jantan dewasa
memiliki berat sekitar 75 kg, sedangkan betina mencapai sekitar 37 kg. Orang utan jantan dewasa
yang dominan mengembangkan bantalan pipi atau flensa yang khas dan kerap mengeluarkan seruan
panjang untuk menarik perhatian betina dan mengintimidasi lawan; hal yang sama tidak dijumpai
pada orang utan jantan yang lebih muda dan mereka cenderung lebih menyerupai betina dewasa.
Orang utan adalah kera besar yang paling soliter; ikatan sosial terutama terjadi antara induk dan
anaknya yang bergantung padanya. Buah merupakan komponen terpenting dari makanan orang utan;
tetapi mereka juga akan memakan dedaunan, kulit kayu, madu, serangga, dan telur burung. Mereka
dapat hidup lebih dari 30 tahun, baik di alam liar maupun di penangkaran. Orang utan
termasuk primata yang paling cerdas. Mereka menggunakan berbagai peralatan rumit dan
membangun sarang tidur yang kompleks setiap malam dari ranting-ranting dan dedaunan. Penelitian
tentang kemampuan belajar mereka telah dilakukan secara ekstensif. Para peneliti memperkirakan
bahwa pada masing-masing populasi orang utan terdapat kultur-kulturnya tersendiri. Orang utan telah
ditampilkan dalam literatur dan seni setidaknya sejak abad ke-18, terutama dalam karya-karya yang
membahas komunitas manusia. Seorang ahli primatologi, Birute Galdikas, memelopori studi lapangan
tentang orang utan dan mereka telah dilestarikan di fasilitas penangkaran di seluruh dunia setidaknya
sejak awal abad ke-19. Ketiga spesies orang utan dikategorikan sangat terancam punah. Aktivitas
manusia sangat menurunkan populasi dan sebaran mereka. Ancaman terhadap populasi orang utan liar
meliputi perburuan liar (untuk dikonsumsi dagingnya dan sebagai tindakan balas dendam karena
mereka memakan tanaman), perusakan habitat dan deforestasi (untuk penanaman kelapa
sawit dan penebangan hutan), serta perdagangan hewan peliharaan ilegal. Sejumlah
organisasi konservasi dan rehabilitasi telah didedikasikan untuk menjaga kelangsungan hidup orang
utan di alam. Istilah orang utan berasal dari bahasa Melayu. Warga lokal menggunakan istilah ini
untuk menyebut manusia penghuni hutan. Namun pada periode awal sejarah Melayu, istilah ini
mengalami perluasan semantik sehingga juga digunakan untuk kera dari genus Pongo.[1][2] Istilah
orang utan muncul dalam berbagai sumber dari abad ke-9 sampai abad ke-15 dalam bahasa Jawa
Kuno. Salah satu sumber awal bersumber dari Kakawin Ramayana yang merupakan karya adaptasi
dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Jawa dari karya Ramayana yang ditulis pada abad kesembilan
atau awal abad kesepuluh. Dalam sumber Jawa Kuno ini, istilah urang utan hanya mengacu
pada kera dan bukan pada manusia penghuni hutan. Istilah ini bukanlah dari kata-kata asli bahasa
Jawa, tetapi diserap dari bahasa Melayu awal, setidaknya seribu tahun yang lalu. Oleh karena itu, asal
mula utama istilah "orang utan" untuk kera Pongo kemungkinan besar adalah bahasa Melayu Kuno.[1]

7. Burung Kakatua
Kakatua (suku Cacatuidae) adalah
jenis burung hias yang memiliki
bulu yang indah dengan
lengkingan suara yang cukup
nyaring. Spesies ini termasuk
salah satu burung dengan
kecerdasan yang cukup bagus,
sehingga sering digunakan untuk
acara-acara hiburan di kebun
binatang atau tempat hiburan
lainnya.
Kata kakatua tertanggal berasal dari abad ke-17 dan merupakan derivasi kata dari
nama Indonesia untuk burung ini, "Kakatuwah" (yang berarti "wakil" atau "pegangan";
dari paruhnya yang kuat) atau dari panggilan kakatua putih itu sendiri, melalui
istilah Belanda kaketoe; kata cock mungkin memengaruhi kata kaketoe. Terdapat varian kata kakatua
pada abad ke-17 termasuk cacato, cockatoon, crockadore, cokato, cocatore, dan cocatoo digunakan
pada abad ke-18. Asal kata ini juga digunakan untuk familia dan nama generik Cacatuidae
dan Cacatua masing-masing. Jenis Kakatua-kecil Jambul-kuning biasanya hidup berpasangan atau
berkelompok dalam jumlah kecil. Sangat mencolok ketika terbang, dengan kepakan sayap yang cepat
dan kuat diselingi gerakan melayang serta saling meneriaki. Bila sedang bersuara dari tempat
bertengger, jambul ditegakkan lalu diturunkan. Jenis ini tertekan dengan ledakan populasi yang
mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir, akibat penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan
burung dalam sangkar, dan sekarang langka akibat kegiatan ini. Spesies ini hidup pada ketinggian 0-
1520 meter dari permukaan laut, biasanya berkelompok. Kakatua pada umumnya berusia panjang,
hingga mencapai 60 tahun bahkan lebih. Kakatua menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi
dan tepi hutan; juga hutan monsun (Nusa Tenggara), hutan yang tinggi bersemak, semak yang
pohonnya jarang dan lahan budidaya yang pohonnya jarang. Dari permukaan laut sampai ketinggian
900 m (Sulawesi), 1520 m (Lombok), 1000 m (Sumbawa), 700 m (Flores), 950+ m (Sumba) dan 500+
m (Timor) sedangkan untuk jenis Kakatua maluku biasanya hidup sendiri, berpasangan dan kelompok
kecil; dahulu di pohon tidur berkelompok hingga 16 ekor. Umumnya tidak mencolok, kecuali pada
saat terbang ke dan dari lokasi pohon tidur ketika petang dan menjelang fajar. Walaupun terlihat
terbang di atas kanopi tetapi kebanyakan terbang di bawah batas kanopi. Mencari makan dengan
tenang di kanopi dan lapisan tengah kanopi dan memiliki sebaran lokal di
daerah Seram, Ambon, Haruku dan Saparua. Kakatua menghuni hutan primer dan sekunder yang
tinggi, hutan yang rusak dan hidup di atas permukaan laut sampai ketinggian 1000 m. Di Indonesia,
burung kakatua dijadikan nama lagu anak-anak. Kakatua juga dapat dijadikan peliharaan Kakatua
dikenal sebagai burung yang setia dan bila pemiliknya terancam kakatua akan melindungi pemiliknya.
Beberapa orang sering memelihara Kakatua sejak masih kecil untuk diajari berbicara penelitian
menunjukan bila terlatih sejak kecil Kakatua akan dapat berpikir seperti manusia.

8. Kuda nil
Kuda nil atau badak air (Hippopotamus
amphibius)
adalah mamalia dari keluarga Hippopotami
dae yang berukuran besar, omnivora, dan
berasal dari Afrika sub-Sahara. Kuda nil
adalah hewan darat terbesar ketiga
setelah gajah dan badak putih.

Kuda nil merupakan serapan dari Bahasa Belanda, nijlpaard, yang merupakan gabungan dari
kata Nijl yang berarti "sungai Nil" dan kata paard yang berarti "kuda". Hipopotamus berasal
dari Latin: hippopotamus, yang berasal dari bahasa Yunani: ἱπποπόταμος, translit. hippopótamos,
yang merupakan gabungan kata dari ίππος íppos "kuda" dan ποταμός potamós "sungai", sehingga
secara harfiah berarti "kuda sungai". Kuda nil mempunyai tubuh yang besar dan berat, serta kulit
kelabu gelap. Mereka juga memiliki gading besar yang biasa mereka gunakan untuk mempertahankan
diri dari predator. Kuda nil mempunyai ciri khas tubuh yang besar, mulut dan gigi yang sangat besar,
empat kaki yang pendek dan gemuk, serta badan yang hampir tidak berambut. Kuda nil dewasa
mempunyai berat 1.5 sampai 3 ton. Meskipun bertubuh besar dan berkaki pendek, kuda nil mampu
berlari dengan cepat. Untuk jarak pendek, mereka mampu berlari secepat 30 km/jam, lebih cepat dari
kecepatan lari manusia pada umumnya. Kuda nil memiliki watak agresif dan dianggap salah satu
hewan paling berbahaya di Afrika. Kerabat kuda nil yang paling dekat adalah kelompok Cetacea,
seperti paus, lumba-lumba dan pesut. Selain itu kuda nil juga berkerabat dengan babi dan hewan-
hewan berkuku genap lainnya. Kuda nil tinggal di Afrika subsahara. Mereka tinggal di dan dekat air
tawar, seperti danau dan sungai. Kira-kira terdapat 125 ribu hingga 150 ribu kudanil di Afrika, dan
yang terbanyak berada di Zambia dan Tanzania. Kuda nil juga merupakan hewan yang populer
di kebun binatang. Ancaman terhadap kuda nil diantaranya hilangnya habitat, dan perburuan liar.
Kuda nil diburu untuk diambil daging dan gigi taringnya.
9. Gibbon putih
Owa (gibbon) adalah sejenis kera kecil yang terkenal karena kepandaiannya berakrobatik dan
bergerak dengan kedua tungkai (bipedal). Di kebun binatang owa menjadi salah satu hewan yang
banyak memukau pengunjung karena kemampuannya berayun-ayun. Owa (gibbon) tidak memiliki
ekor dan memiliki tulang belikat yang bisa berputar ke segala arah. Bentuk tubuh yang kecil dan
ramping yang mirip monyet, membuat owa sering dikira monyet kecil Owa memiliki wajah datar,
sendi bahu dengan rotasi penuh, dada lebar, lengan yang lebih panjang dari kaki, tangan dan kaki
yang bisa menggenggam, otak yang besar, serta tidak memiliki ekor.
Karakteristik Fisik
Ukuran tubuh owa (gibbon) relatif kecil, kurus, lincah, serta ramping dengan kepala bulat kecil,
lengan panjang, dan jari-jari panjang namun jempolnya relatif pendek.
Pergelangan tangan owa juga dilengkapi dengan sendi peluru.
Tubuh owa ditutupi oleh rambut yang tebal, halus, berwarna cokelat terang hingga cokelat gelap.
Rambut owa menutupi sebagian besar bagian tubuh, kecuali wajah, jari, telapak tangan, telapak kaki,
dan ketiak.
Rahang kecil owa dilengkapi dengan gigi taring tajam. Owa betina umumnya lebih berat daripada
owa jantan.
Habitat
Owa dikategorikan sebagai hewan arboreal karena menghabiskan sebagian besar waktunya dengan
berayun di pohon-pohon.Owa banyak ditemukan di alam liar di hutan hujan tropis dan subtropis Asia
Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur.China, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Vietnam,
Timur Laut India, Thailand, dan Kamboja adalah beberapa negara yang menjadi habitat owa.
10. Iguana
Iguana adalah marga kadal yang hidup di daerah tropis Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan
kepulauan Karibia. Kadal-kadal ini dideskripsikan pertama kali oleh seorang ahli hewan
berkebangsaan Austria, Josephus Nicolaus Laurenti pada tahun 1768. Sejauh ini, genus Iguana hanya
terdiri dari dua spesies, yaitu iguana hijau (Iguana iguana) dan iguana Antilles Kecil (Iguana
delicatissima). Istilah "iguana" diketahui kemungkinan berasal dari bahasa Taino (salah satu suku asli
Amerika) yaitu "iwana" yang juga merujuk pada kadal-kadal ini.[1] Panjang tubuh iguana antara 1.5
meter hingga 1.8 meter, termasuk panjang ekor. Ciri khas dari iguana adalah memiliki jambul (seperti
pada ayam jantan) di bawah rahang mereka, serta deretan sisik membentuk duri besar di tubuh bagian
atasnya, yang berjejer dari leher hingga pangkal ekor. Selain itu, iguana juga memiliki organ tubuh
mirip mata pada bagian atas kepalanya. Organ tersebut berfungsi untuk menganalisis cahaya di
sekitarnya. Warna tubuh iguana bervariasi, mulai dari hijau terang, hijau kecokelatan, hijau lumut,
hijau kekuningan atau keabu-abuan, atau cokelat karamel. Ekor iguana berwarna sama dengan tubuh
dan dihiasi dengan belang belang hitam atau gelap dari pangkal hingga ujung.[2][3] Iguana telah
beradaptasi dengan baik sebagai kadal pohon dan kadal pemakan tumbuhan (herbivora). Akan tetapi,
mereka tetap memerlukan nutrisi hewani, biasanya dengan memakan serangga kecil yang ada di
tumbuhan yang mereka makan.
11. Nuri bayan
Nuri bayan atau Bayan (Eclectus roratus) adalah burung berukuran sedang, dengan panjang sekitar
43 cm, dari salah satu genus burung paruh-bengkok Eclectus. Burung ini sangat berbeda dengan
burung paruh-bengkok lainnya. Pada awalnya, ahli burung di Eropa mengira Nuri bayan jantan dan
betina adalah dua spesies yang berbeda. Ini disebabkan karena perbedaan warna bulu yang mencolok
antara jantan dan betina. Nuri bayan jantan memiliki bulu hijau, bawah sayap dan sisi dada berwarna
merah dan biru, dan kaki berwarna abu-abu kehitaman. Paruh atas berwarna jingga kemerahan dengan
ujung kuning, paruh bagian bawah berwarna hitam. Burung betina memiliki bulu merah, dada dan
punggung biru keunguan, dan paruh berwarna hitam. Umumnya, betina berukuran lebih kecil dari
jantan. Makanan burung ini adalah aneka buah-buahan, kacang, dan biji-bijian. Burung ini bersarang
di dalam lubang pohon. Betina biasanya menetaskan dua butir telur berwarna putih. Daerah sebaran
Nuri bayan adalah di hutan dataran rendah, savana, hutan bakau dan perkebunan kelapa
di Maluku, kepulauan Sunda Kecil, Irian, Australia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Ada
sekitar sembilan subspesies Nuri bayan di alam liar, tersebar di pulau-pulau tersebut. Nuri bayan
masih banyak ditemui di habitatnya, namun hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus
berlanjut untuk perdagangan, mengancam keberadaan burung ini dan spesies lainnya pada masa yang
akan datang. Nuri bayan dievaluasikan sebagai berisiko rendah di dalam IUCN Red List. Nuri bayan
telah dilindungi oleh undang-undang R.I no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan pemerintah
no 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar. Setiap tahunnya sekitar 10.000
ekor burung paruh bengkok ditangkap dari kawasan Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, dan
Papua untuk diperdagangkan. Burung paruh bengkok tersebut bukan hanya diperdagangkan di tingkat
domestik, tetapi juga diselundupkan ke Filipina. Burung paruh bengkok yang ditangkap dari
Halmahera Utara tersebut terdiri dari jenis kakatua putih(Cacatua alba), kasturi ternate (Lorius
garrulus), nuri bayan (Eclectus roratus) dan nuri kalung ungu (Eos squamata).

Anda mungkin juga menyukai