Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Situasi

Situasi Penelitian dilakukan di Puskesmas, puskesmas Semurup terletak di Desa Koto

Mudik Kecamatan Air Hangat Barat Provinsi Jambi.Puskesmassemurup adalah salah

satu Puskesmas tertua di Kabupaten Kerinci Yang didirikan pada tahun 1985.Kepala

Puskesmas Saat ini dipimpin Oleh Ns.Herdizal , S.Kep.Wilayah kerja Puskesmas

meliputi 24 desa dan 2 Kecamatan . daerah ini beriklim tropis dengan suhu rata - rata

22 derajat celcius yang terletak disepanjang bukit barisan . Jumlah penduduk dalam

wilayah kerja Puskesmas Semurup pada tahun 2021 adalah 19706 jiwa dan luas

wilayah 220,8 KM persegi .

Batas - batas Wilayah Puskesmas semurup meliputi :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Siulak Gedang

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Depati VII

3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kerja Puskesmas Kemantan

4. Sebelah Barat berbatasab dengan wilayah Kerja Puskesmas Siulak Gedang Jarak

5. Puskesmas Semurup ke RSUD M.H.A Thalib Sekitar 9 KM

B. Analisis Univariat

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Semurup tahun 2022, mengenai

Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stress pada Lansia dengan kejadian Hipertensi

berulang di Puskesmas Semurup kecematan Air Hangat Barat, Kabupaten Kerinci di

dapatkan responden sebanyak 38 orang dengan hasil sebagai berikut :


Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pola Makan Pada Lansia Dengan
Kejadian Hipertensi Berulang di Puskesmas
Semurup Tahun 2022

Pola Makan Frekuensi Persentase


(%)
Tidak Sehat 22 57,9
Sehat 16 42,1
Total 38 100,0

Bersdasarkan hasil Ditribusi frekuensi pada tabel 4.1 Menunjukkan sebagian besar
lansia memiliki pola makan yang tidak sehat yaitu sebanyak 22 orang ( 57,9% ) dan
lansia yang menunjukkan pola makan yang sehat yaitu sebanyak 16 orang ( 42.1%).

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Pada Lansia Dengan
Kejadian Hipertensi Berulang di Puskesmas
Semurup Tahun 2022

Tingkat Stres Frequency Persentase


(%)
Sedang 23 60,5
Ringan 15 39,5
Total 38 100,0

Berdasarkan hasil Distribusi Tingkat Stres pada tabel 4.2 Menunjukkan sebagian
besar lansia memiliki tingkat stres dalam kategori sedang sebanyak 23 orang
( 60,5% ) dan lansia yang menunjukkan tingkat stres dalam kategori ringan sebanyak
15 orang ( 39,5%).

C. Analisa Bivariat
Analisa bivariat Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres pada lansia dengan

kejadian hipertensi dapat gambarkan sebagai berikut :

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Hubungan Pola Makan Pada Lansia Dengan
Kejadian Hipertensi Berulang di Puskesmas
Semurup Tahun 2022

Pola Makan Total

Tdk Sehat
Sehat
16 4 20
Ringan
80,0% 20,0% 100,0%
Kejadian Hipertensi
6 12 18
Sedang
33,3% 66,7% 100,0%

22 16 38
Total
57,9% 42,1% 100,0%

Bersdasarkan hasil Ditribusi Hubungan Pola Makan dengan kejadian Hipertensi pada
tabel 4.1 Menunjukkan sebagian besar lansia memiliki pola makan yang tidak sehat
yaitu sebanyak 22 orang ( 57,9% )

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Stres Pada Lansia Dengan
Kejadian Hipertensi Berulang di Puskesmas
Semurup Tahun 2022

Tingkat Stres Total

Sedan Ringan
g
Kejadian Hipertensi Ringan 17 3 20
85,0% 15,0% 100,0%

6 12 18
Sedang
33,3% 66,7% 100,0%

23 15 38

Total 60,5% 39,5% 100,0%

Berdasarkan hasil Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Stres pada tabel 4.2
Menunjukkan sebagian besar lansia memiliki tingkat stres dalam kategori sedang
sebanyak 23 orang ( 60,5% )

BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian

1. Univariat

1) Pola Makan

Berdasarkan hasil penelitian Distribusi frekiensi tentang pola makan terlihat

bahwa sebagian besar responden memiliki pola makan yang tidak sehat yaitu

sebanyak 22 orang ( 57,9% ). Dimana responden yang memiliki pola makan

yang sehat sebanyak 16 orang ( 42,1% ) .

Pola makan yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi adalah karena

mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripikasin, otak-otak,

makanan dan, merokok atau minum-minuman beralkohol (Lianawati, 2012).

Pola makan dapat memicu terjadinya hipertensi ini dikarenakan kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, seperti makanan yang berlemak dan

tinggi kadaryoduim minuman yang di dalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini

karena makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang di butuhkan dan

mengandung banyak bahan pengawet (Muhammadun, 2012). Pola makan

adalah suatu cara atau prilaku seseorang dalam memilih bahan makanan untuk

di konsumsi setiap hari, yaitu meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan

frekuensi makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, dan membantu kesembuhan penyakit (Depkes, 2009).


Berdasarkan hal ini maka menurut analisa peneliti terhadap penelitian ini

adalah ditemukan cukup banyak lansia yang mengalami hipertensi. Hal ini

perlu diminimalisir karena kejadian hipertensi akan berdampak terhadap

terjadinya penyakit lainnya seperti antung koroner, infark (kerusakan

pembuluh darah yang mengakibatkan kerusakan jaringan) jantung, gagal

jantung, penyakit gagal ginjal dan stroke. Dalam hal ini perlu adanya

penyuluhan secara rutin dari petugas kesehatan setempat terhadap lansia yang

melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas tentang upaya pencegahan

tekanan darah yang bisa dilakukan.

2) Tingkat stress

Berdasarkan hasil penelitian tentang Tingkat Stres terlihat bahwa sebagian

besar responden memiliki tingkatan stress dalam kategori sedang yaitu

sebanyak 23 orang ( 60,5% ) dan lansia yang menunjukkan tingkat stres dalam

kategori ringan sebanyak 15 orang ( 39,5%).

Stres adalah respons fisiologis dan psikologis dari tubuh terhadap rangsangan

emosional yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan dalam

kehidupan seseorang (Hartanti, 2016). Stres dapat memicu timbulnya

hipertensi melalui aktivitas sistem saraf simpatis yang mengakibatkan naiknya

tekanan darah secara interminten (tidak menentu) (Andria, 2013). Pada saat

seseorang mengalami stres, hormon adrenalin akan meningkatkan tekanan

darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung.

Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang

tersebut akan mengalami hipertensi (Sounth, 2014).Lansia sangat mudah


rentang sekali mengalami stres yang menyebabkan oleh beberapa faktor,

seseorang lansia senantiasa menjaga keadaan fisik, psikologis, mencari

lingkungan yang nyaman. Keluarga juga berperan penting untuk mencegah

lansia agar tidak terkena stres.

Dari uraian di atas hasil peneliti berpendapat bahwa stres pada lansia

disebabkan karena waktu istirahat yang sedikit, lansia juga dapat mudah

marah, merasa tersinggung, sering gelisah maka lansia mudah mengalami

hipertensi, hipertensi diakibatkan adanya berbagai faktor yang mempengaruhi

yaitu stress, pola hidup yang tidak sehat. Maka dapat disimpulkan ada

hubungan antara tingkat stress dengan kejadian hipertensi pada lansia di

puskesmas semurup, Dimana responden yang mengalami stres ringan dan

sedang juga mengalami hipertensi tingkat 1, tingkat 2 bahkan hipertensi

tingkat 3. Sedangkan pada responden yang tidak mengalami stres, responden

yang mengalami hipertensi lebih sedikit dari responden yang tidak mengalami

hipertensi.

2. Bivariat

1) Pola Makan pada lansia dengan kejadian hipertensi berulang

Berdasarkan hasil penelitian tentang pola makan terlihat bahwa sebagian

besar responden memiliki pola makan yang tidak sehat yaitu sebanyak 22

orang ( 57,9% ). Dimana responden yang memiliki pola makan yang sehat

sebanyak 16 orang ( 42,1% ) .

Pola makan yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi adalah karena

mengonsumsi makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripikasin, otak-otak,


makanan dan, merokok atau minum-minuman beralkohol (Lianawati, 2012).

Pola makan dapat memicu terjadinya hipertensi ini dikarenakan kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, seperti makanan yang berlemak dan

tinggi kadaryoduim minuman yang di dalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini

karena makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang di butuhkan dan

mengandung banyak bahan pengawet (Muhammadun, 2012).

Pola makan adalah suatu cara atau prilaku seseorang dalam memilih bahan

makanan untuk di konsumsi setiap hari, yaitu meliputi jenis makanan, jumlah

makanan, dan frekuensi makanan dengan maksud tertentu seperti

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, dan membantu kesembuhan

penyakit (Depkes, 2010).

Terlihat dari hasil penelitian bahwa cukup banyak lansia yang mempunyai

pola makan kurang sehat. Padahal menurut Wirakusumah (2010), lansia harus

tetap memperhatikan asupan gizinya meskipun lansia tidak mengalami

perkembangan dan pertumbuhan lagi.Lansia sangat membutuhkan asupan gizi

zat yang essensial untuk menganti sel-sel yang sudah rusak serta menjaga

kestabilan daya tahan tubuhnya.

Sesuai dengan pendapat Kiki Melisa (2014) bahwa hipertensi pada lansia yaitu

merupakan keadaan perubahan dimana tekanan darah meningkat secara tidak

wajar dan terus menerus karena kerusakan salah satu atau beberapa faktor

yang berperan mempertahankan tekanan darah tinggi atau hipertensi apabila

tekanan darahnya atau lebih tinggi dari 140/90 mmHg, bahkan saat

beristirahat. Terjadinya hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa

faktor sebagaimana disampaikan oleh Anggara,D,H,F,& Prayitno (2014)


bahwa banyak faktor yang berperan penting menyebabkan hipertensi pada

lanjut usia meliputi risiko yang dapat dikendalikan (mayor) dan faktor resiko

yang dapat dikendalikan (minor).Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan

(mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor

resiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olahraga atau

aktivitas, merokok, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme,

stress, dan pola makan yang salah (asupan lemak yang berlebihan).

Berdasarkan hal ini maka menurut analisa peneliti terhadap penelitian ini

adalah ditemukan bahwa adanya hubungan pola makan dengan kejadia

hipertensi. Jika pola makan kurang baik maka akan dapat menyebabkan terjadi

penyumbatan terhadap aliran darah sehingga beresiko terjadinya hipertensi.

Dengan demikian agar kejadian hipertensi dapat diminimalisir maka perlu

adanya pengontrolan pola makan yang baik pada lansia dengan

memperhatikan jenis makanan, jumlah makanan dan jadwal makanan. Dalam

hal ini perlu adanya peran petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan

tentang upaya pencegahan kejadian hipertensi dengan salah satunya

mengontrol pola makan.

3) Tingkat Stres pada Lansia dengan Kejadian Hipertensi berulang

Berdasarkan hasil penelitian tentang Tingkat Stres terlihat bahwa sebagian

besar responden memiliki tingkatan stress dalam kategori sedang yaitu

sebanyak 23 orang ( 60,5% ) dan lansia yang menunjukkan tingkat stres dalam

kategori ringan sebanyak 15 orang ( 39,5%).


Stres adalah respons fisiologis dan psikologis dari tubuh terhadap rangsangan

emosional yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan dalam

kehidupan seseorang (Hartanti, 2016). Stres dapat memicu timbulnya

hipertensi melalui aktivitas sistem saraf simpatis yang mengakibatkan naiknya

tekanan darah secara interminten (tidak menentu) (Andria, 2013). Pada saat

seseorang mengalami stres, hormon adrenalin akan meningkatkan tekanan

darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung.

Apabila stres berlanjut, tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang

tersebut akan mengalami hipertensi (Sounth, 2014).Lansia sangat mudah

rentang sekali mengalami stres yang menyebabkan oleh beberapa faktor,

seseorang lansia senantiasa menjaga keadaan fisik, psikologis, mencari

lingkungan yang nyaman. Keluarga juga berperan penting untuk mencegah

lansia agar tidak terkena stres.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riski (2015)

tentang hubungan antara stres dan pola makan dengan terjadinya hipertensi

pada lanisa di Posyandu Lansia Desa Puncangan Surakarta. Hasil uji statistik

menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan anatara pola makan dan tingkat

stres dengan terjadinya hipertensi pada lansia.

Untuk pengukuran Tingkat Stres menggunakan DASS, Dimana DASS adalah

set dari skala self-report yang dirancang untuk mengukur keadaan emosional

dari depresi, kecemasan, dan stres. DASS dibuat bukan hanya sebagai skala

biasa untuk mengukur kondisi emosional secara konvensional, tetapi juga

lebih jauh sebagai proses untuk mengidentifikasi, mengerti, dan mengukur

keadaan emosional secara klinis yang sedang dialami, yang biasanya disebut

sebagai depresi, kecemasan, dan stres. (Hastuti, 2019). Tingkat stress adalah
hasil penelitian terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang.

Tingkat stress ini diukur dengan menggunakan depression anxiety stresss cale

42 (DASS 42) oleh lovilbond & lovilbond (1995). Psychometric propertie

softhe depression anxiety stress scala 42 (DASS) terdiridari 42 item. DASS

adalah seperangkat skala subyektif yang di bentuk untuk mengukur status

emosionlnegtif dari depresi, kecemasan dan stress.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hu et al.,

(2015) bahwa stres psikologis berkontribusi sekitar 9% terhadap resiko

hipertensi dan sebuah study case control 52 negara melaporkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat antara stress dengan hipertensi, yang disebabkan karena

stress keluarga, stress keuangan yang parah dan banyak peristiwa kehidupan

yang penuh stres. Maupun penelitian yang dilakukan oleh Yimmi (2014)

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian

hipertensi dengan yang diduga melalui aktivitas saraf simpatis. Peningkatan

saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres

akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini

berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi dan karakteristik

personal.

Dari uraian di atas hasil peneliti berpendapat bahwa stres pada lansia

disebabkan karena waktu istirahat yang sedikit, lansia juga dapat mudah

marah, merasa tersinggung, sering gelisah maka lansia mudah mengalami

hipertensi, hipertensi diakibatkan adanya berbagai faktor yang mempengaruhi

yaitu stress, pola hidup yang tidak sehat. Maka dapat disimpulkan ada

hubungan antara tingkat stress dengan kejadian hipertensi pada lansia di


puskesmas semurup, Dimana responden yang mengalami stres ringan dan

sedang juga mengalami hipertensi tingkat 1, tingkat 2 bahkan hipertensi

tingkat 3. Sedangkan pada responden yang tidak mengalami stres, responden

yang mengalami hipertensi lebih sedikit dari responden yang tidak mengalami

hipertensi.

4) Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang menjadi dasar bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan keperawatan. Penelitian ini

memberikan Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres pada Lansia dengan

Hipertensi berulang di Puskesmas semurup.

1. Bagi Pasien

Dampak yang terjadi pada responden sangat baik, responden tampak sudah

bisa mengatur pola makan dengan baik dan bisa memgendalikan stress

dengan baik juga dalam mengatasi Hipertensi yang dirasakan oleh

responden.

2. Bagi Perawat

Dampak terhadap tenaga kesehatan terutama perawat juga sangat baik,

tenaga kesehatan yang ada bisa melakukan penyuluhan Hubungan Pola

Makan dan Tingkat Stress pada Lansia dengan hipertensi berulang yang ada

di Wilayah Kerja Puskesmas Semurup.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dampak terhadap institusi pendidikan juga baik, sehingga kompetensi dari

mahasiswa/i dari institusi pendidikan yang terkait dapat diakui oleh

masyarakat ataupun pihak puskesmas tempat peneliti melakukan penelitian.


A. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari penuh bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan hal ini di sebabkan oleh

karena adanya keterbatasan seperti tidak sesuainya waktu penelitian dengan

tanggal yang telah di tentukan, tetapi dengan demikian penelitian tetap bisa

dilaksanakan sesuai target waktu peneliti.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Hubungan pola

makan dan tingkat stres pada lansia dengan hipertensi berulang di Wilayah

Kerja Puskesmas Semurup Tahun 2022 dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Bersdasarkan hasil Ditribusi frekuensi Menunjukkan sebagian besar lansia

memiliki pola makan yang tidak sehat yaitu sebanyak 22 orang ( 57,9% )

dan lansia yang menunjukkan pola makan yang sehat yaitu sebanyak 16

orang ( 42.1%).

2. Berdasarkan hasil Distribusi Tingkat Stres Menunjukkan sebagian besar

lansia memiliki tingkat stres dalam kategori sedang sebanyak 23 orang

( 60,5% ) dan lansia yang menunjukkan tingkat stres dalam kategori ringan

sebanyak 15 orang ( 39,5%).

3. Bersdasarkan hasil Ditribusi frekuensi Hubungan Pola Makan dengan

kejadian Hipertensi Menunjukkan sebagian besar lansia memiliki pola

makan yang tidak sehat yaitu sebanyak 22 orang ( 57,9% )

4. Berdasarkan hasil Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Stres

Menunjukkan sebagian besar lansia memiliki tingkat stres dalam kategori

sedang sebanyak 23 orang ( 60,5% )

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti

mengenai Hubungan Pola Makan dan Tingkat Stres pada Lansia dengan

kejadian Hipertensi berulang dan konsep keperawatan sehingga dapat

dijadikan sumber ilmu dan wawasan oleh peneliti.


1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi mahasiswa/i keperawatan yang

akan dan sedang praktek terutama keperawatan medikal bedah dan

keperawatan jiwa, sehingga dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan

sebagai bahan sumber penelitian berikutnya juga sebagai bahan

perbandingan bagi yang berkepentingan dan hal-hal lainnya.

3. Bagi Puskesmas Semurup

Diharapkan menjadi bahan masukan bagi perawat dalam meningkatkan

kualitas pemberian pelayanan Kesehatan berkaitan dengan masalah

keperawatan penyakit hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai