Orang-orang ini bodoh dan perlu beladjar, bahwa seseorang tidak akan
dapat meminpin rakjat-banjak djika tidak menjatukan diri dengan
mereka. Sekalipun tidak seorang djuga jang melakukan ini diamtara
kaurn terpeladjar, aku memutuskan untuk rnempertalikan diriku dengan
sengadja kepada rakjat-djelata. Dalam pertemuan selandjutnja kuatur
untuk memakai petji, pikiranku agak tegang sedikit. Hatiku berkata-
kata. Untuk memulai suatu gerakan jang djantan iseperti ini setjara
terang-terangan memang memerlukan keberanran. Sambil berlindung
dibelakang tukang-sate didjalanan jang sudah mulai gelap dan
menunggu kawan-kawan seperdjoangan jang berlagak tinggi lewat
semua dengan buka tenda dan rapi, semua berlagak seperti mereka itu
orang Barat kulit putih, aku ragu-ragu untuk sedetik. Kemudian aku
bersoal dengan diriku sendiri, ,,Djadi pengikutkah engkau, atau djadi
pemimpinkah engkau ?"— ,,Aku pemimpin," djawabku menegaskan
—,,Kalau begitu, buktikanlah," kataku lagi pada diriku. ,,Hajo madju.
Pakailah petjimu. Tarik napas jang dalam ! Dan masuk SEKARANG ! !
!"Begitulah kulakukan. Setiap orang memandang heran padaku tanpa
kata-kata. Disaat itu nampaknja lebih baik memetjah kesunjian dengan
buka bitjara, ,,Djanganlah kita melupakan demi tudjuan kita, bahwa
para pemimpin berasal dari rakjat dan bukan berada diatas
rakjat."Mereka masih sadja memandang.
Ketika aku pindah dari Djawa Timur kedaerah Djawa Barat ini, Pak
Tjokio telah meggusahakan tempatiku menginap dirumah tuan Hadji
Sanusi. Aku pergi lebih dulu tanpa Utari untuk mengatur tempat dan
melihat lihat kota, rumah mana jang akan mendjadi tempat tinggal kami
selama empat tahun begitulah menurut.perkiraanku diwaktu itu. Aku
merasa hawanja dingin dan wanitanja tjantik-tjantik. Kota Bandung dan
aku dapat saling menarik dalam waktu iang singkat.Seorang laki-laki
jang sudah setengah baja jang memperkenalkan dirinja sebagai Sanusi
datang sendiri mendjemputku dan membawaku kerumahnja. Dengan
segera aku mengetahui, bahwa perdjalanan pendahuluan ini tidaklah
sia-sia. Sekalipun aku belum memeriksa kamar, tapi djelas bahwa ada
keuntungan tertentu dalam rumah ini. Keuntungan jang utama sedang
berdiri dipintu masuk dalam sinar setengah gelap, bentuk badannja
nampak djelas dikelilingi oleh tjahaja - lampu dari belakang.
Aku hanja tahu, bahwa sekalipun aku tidak mengutjapkan sepatah kata,
kehadiranku sadja sudah tjukup untuk menutup mulut orang-orang jang
menghina, lalu menghentikan perintah-perintahnja. Kami membanting-
tulang di Sekolah. Pekerdjaan rumah banjak sekali. Kuliah-kuliah jang
diberikan enarn hari dalam seminggu ditambah dengan udjian tertulis
setiap triwulan selama sebulan penuh, sungguh-sunggah rasanja seperti
akan mematahkan tulang-punggung karena bertekun. Waktuku tidak
banjak untuk Utari. Akupun tidak banjak mempunjai persamaan dengan
dia. Selagi aku beladjar ilmu pasti, ilmu alam dan mekanika, jang
bernama isteriku itu berada dipekarangan belakang bermain dengan
kawan-kawan perempuannja. Selagi aku mempidatoi perkumpulan
pemuda diwaktu malam, baji jang telah kukawini bergelut dengan
seorang anak, kemenakan njonja Inggit. Kami menempuh djalan
masing-masing. Dia masih hidjau sekali. Sifat pemalunja terlalu
berkelebihan, sehingga djalang berbitjara denganku, kalaupun ada.Kami
tidur berdampingan disatu tempat-tidur, tapi setjara djasmaniah kami
sebagai kakak beradik. Di Bandung dia djatoh sakit. Sementara dia
terbaring dengan pajah aku merawatnja. Berkali-kali aku melap
tubuhnja jang panas dengan alkohol, dari udjung kepala sampai
keudjung djari-kakinja, namun tak sekalipun aku mendjamahnja. Ketika
ia sudah pulih kembali antara kamipun tidak terdapat perhubungan
djasmani.
Kami bahkan dengan setulus hati tidak mengidamkan satu sama lain
dalam arti tjinta antara laki-laki dan dara jang sebenarnja. Maksudku,
dia tidak mernbentjiku dan aku tidak membentjinja, akan tetapi ini
bukanlah perkawinan jang lahir dari perasaan berahi jang menjala-njala.
Tidak banjak kesempatan untuk menggunakan waktu bagi kesenangan
diri, oleh karena seluruh djiwa dan ragaku segera penuh dengan
berbagai kesukaran. Setelah tinggal di Bandung selama dua bulan,
suratkabar memuat berita-berita besar tentang kegiatan revolusioner
jang terachir, aksi-pemogokan di Garut. Kedjadian ini dianggap sebagai
persoalan afdeling, jaitu persoalan daerah. Pemerintah Kolonial sudah
dibikin susah oleh pertumbuhan Nasionalisme jang pesat. Njamuk
tjelaka jang baru mendengung-dengung ditahun 1908 dengan sembojan-
sembojan politik tanpa kekerasan, sekarang telah mendjadi besar dan
mengandung ratjun ketidak-puasan dengan gigitannja jang mematikan.
Para pekerdja sudah diorganisir; rnereka menuntut hak; menuntut
undang-undang perburuhan jang mendjamin djam-kerdja jang lebih
pendek daripada 18 djam; menuntut upah jang pantas dan menuntut
suatu masjarakat jang bekerdja tanpa ,,Exploitation de l'homme par
l'homme". Di Indonesia telah bertunas organisasi para pekerdja seperti
Persatuan Buruh Gula dan Serikat Pekerdja Rumah Gadai.
Saja djuga menjadari, bahwa Pak Tjokro mertuaku. Saja anak tertua
dari keluarganja. Tapi soalnja bukan itu sadja, lebih lagi dari itu. Saja
harus berbakti pada orang jang kupudja itu dan kepada
prinsipku." ,,Tapi isterinja jang baru tidak menulis surat kepadamu
untuk minta bantuan," ia mengemukakan. ,,Anaknja djuga tidak
memberi kabar apa-apa tentang kesukaran mereka. Malahan tak
seorangpun meminta engkau datang. ,,Saja harus pergi. Kurasakan
dalam dadaku, bahwa itu mendjadi tugas saja ....Tidak ! Saja rasakan ini
sebagai hak-istimewaku untuk bisa menjelamatkan mertjusuar ini jang
telah menundjukkan djalan kepadaku."Aku memperhatikan bubuk kopi
turun hingga ia mengendap kedasar tjangkir. ,,Saja mendapat kabar,
bahwa penahanan terhadap Pak Tjokro dua hari jang lalu itu tidak
diduga samasekali. Belanda mendadak menggedor rumahnja ditengah
malam buta dan menggiringnja dengan udjung bajonet kedalam
tahanan. Dia tidak mendapat kesempatan untuk mengatur keluarga jang
ditjintainja.
Sebagai seorang klerk kantor kelas satu golongan satu aku menelan uap
dan asap selama tudjuh djam dalam sehari, karena kantorku jang tidak
dimasuki hawa bersih berhadapan dengan rel dari pelataran stasiun jang
menjedihkan. Tugas beratku jang utama adalah membuat daftar gadji
untuk para pekerdja. Oleh karena bekerdja sehari penah, aku tidak punja
kesempatan mengulangi peladjaran. Akan tetapi ada baiknja, karena
tempat jang luarbiasa ramainja ini mendjadi tempat keluar-masuk
kereta-api jang datang dari kota-kota lain seperti Madiun, Djogja,
Malang, Bandung dan aku dapat berhubungan dengan massa pekerdja.
Tak pernah aku menjia-njiakan kesempatan untuk menaburkan bibit
Nasionalisme.Aku menerima 165 rupiah sebulan. 125 kuserahkan
kepada ketuarga Pak Tjokro. Diwaktu mereka patah semangat dan
bersusah hati, kubawa mereka menonton film dengan apa jang masih
tersisa dari uangku jang 40 rupiah itu. Atau kubelikan barang barang
ketjil seperti kartu-pos bergambar. Hanja ini jang dapat kuadakan, akan
tetapi besar artinja bagi mereka. Kuberikan pakaianku untuk dipakai.
Aku mendjaga disiplin mereka dengan pukulan sandal pada
belakangnja.
Pak Tjokro dibebaskan pada bulan April 1922. setelah tudjuh bulan
meringkuk dalam tahanan. Bulan Djuli, pada waktu mulai tahun
peladjaran baru setjara resmi, aku kembali ke Sekolah Teknik Tinggi
dan kembali kepada njonja Inggit. Utari dan aku tidak dapat lebih lama
menempati satu tempat-tidur, bahkan satu kamarpun tidak. Djurang
antara kami berdua semakin lebar. Sebagai seorang jang baru kawin
kasih sajangku kepadanja hanja sebagai kakak. Sebagai kepala
rumahtangga dari Pak Tjokro perananku sebagai seorang bapak. Jang
tidak dapat dibajangkan sekarang adalah peraaanku sebagai seorang
suami. Aku telah memperhatikan, kalau engkau membelah dada
seseorang termasuk aku sendiri maka akan terbatja dalam dadanja itu
bahwa kebahagiaan dalam perkawinan baru akan tertjapai apabila si
isteri merupakan perpaduan dari pada seorang ibu, kekasih dan seorang
kawan. Aku ingin di ibui oleh teman hidupku. Kalau aku pilek, aku
ingin dipidjitnja. Kalau aku lapar, aku ingin memakan makanan jang
dimasaknja sendiri. Manakala badjuku kojak, aku ingin isteriku
menarnbalnja. Dengan Utari keadaannja terbalik. Aku jang mendjadi
orang tuanja, dia sebagai anak.
Ia bukan idamanku, oleh karena tidak ada tarikan lahir dan dalam
kenjataan kami tak pernah saling mentjintai. Sebagai teman
seperdjuangan, orang jang demikian tidak sanggup menemaniku pada
waktu tenagaku terpusat pada penjelamatan dunia ini, sedang dia
sementara itu main bola-tangkap. Sudah mendjadi suatu kebiasaanku
untuk menoleh kepada seorang wanita supaja hatiku dapat terhibur.
Kalauharus diadakan pilihan antara wanita jang memiliki tangan jang
tjantik dengan seorang jang memiliki hati jang lembut, maka aku
seringkali tertarik pada jang terachir ini. Aku tidak lebih mengutarnakan
hubungan lelaki perempuan, akan tetapi aku memerlukan hati jang
lembut dan dorongan jang besar dan mulia jang hanja dapat diberikan
oleh hati seorang wanita. Inggit dan aku berada bersama-sama setiap
malam. Aku adalah orang jang selalu bangun dan membatja. Inggitpun
lambat pergi tidur karena harus menjiapkan makan untuk hari
berikutnja. Dia selalu ada disekelilingku. Dia adalah njonja rumah. Aku
orang bajar-makan. Kami berteduh dibawah atap jang sama. Aku
melihatnja dipagi hari sebelum ia menggulung sanggulnja. Dia
melihatku dalam pakaian pijama. Aku senantiasa makan bersama-sama
dengan dia. Memakan makanan jang dimasaknja sendiri. Sajuran seperti
lodeh, jaitu sajuran jang dimasak dengan santan pakai tjabe jang
kusenangi atau ontjom jang djuga kusukai ataupun makanan lain jang
chusus dibuatnja untuk menjenangkan hatiku. Dia itulah bukan isteriku
jang membereskan karnarku, melajaniku, memperhatikan pakaianku
dan mendengarkan buah-pikiranku. Dialah orang jang bertindak sebagai
ibu kepadaku, bukan Utari.
Tuan Sanusi orang jang sudah berumur dan samasekali tidak peduli
terhadap isterinja. Seorang pendjudi dengan kegemarannja jang
luarbiasa main biljar. Setiap malam ia berada dirumah bola untuk
mentjobakan ketjakapannja. Pada praktekola mereka bertjerai disatu
rumah. Rumahtangga mereka tidak berbahagia. Sebagai suami-isteri,
mereka serumah, lain tidak. Lalu masuklah kedalam lingkungan ini
seorang muda jang bernafsu dan berapi-api. Ia sangat tertarik
kepadanja. Ia melihat dalam diri perempuan itu seorang wanita jang
sadar, bukan kanak-kanak, seperti jang satunja jang masih main kutjing-
kutjingan diluar. Keberanian ini mulai bangkit. Aku seorang jang sangat
kuat dalam arti djasmaniah dan dihari-hari itu belum ada
televisi......hanja Inggit dan aku dirumah jang kosong. Dia kesepian.
Aku kesepian. Perkawinannja tidak betul. Dan perkawinanku tidak
betul. Dan adalah wadjar, bahwa hal-hal jang demikian itu tumbuh.
Inggit dan aku banjak mengalami sast-saat jang menjenangkan
bersama-sama. Kami keduanja mempunjai perhatian jang sama. Dan
barangkali djuga..... jah, kami keduanja bahkan sama mentiintai
Sukarno. Disamping hakekatnja sebagai seorang perempuan, diapun
memudja Sukarno setjara menghambakan diri samasekali dan
membabi-buta baik atau buruk, benar atau salah. Tidak lain dalam
hidupnja ketjuali Sukarno serta segala apa jang mendjadi pikiran,
harapan dan idaman Sukarno. Aku berbitjara dia mendengarkan.
Dia barangkali merasa sedikit bingung, sebab selama dua tahun kami
kawin aku tak pernah menjentuhnja. Sebenarnja dia tidak ingin
bertjerai, akan tetapi diapun menjadari bahwa djalan inilah jang paling
baik bagi kami berdua."Pak Tjokro mengangguk diam. ,,Pak, saja
menunggu sampai bapak keluar dari tahanan untuk menjampaikan hal
ini. Perkawinan kami sudah tidak baik dari permulaannja dan tidak akan
baik untuk seterusnja. Tanpa pertjeraian tidak dapat dibina perkawinan
jang berbahagia."Pak Tjok menghargai apa jang kukatakan. Ia tidak
menanjakan persoalan-persoalan pribadi. Dan setelah kedjadian ini Pak
Tjokro sekeluarga dan aku selalu dalam hubungan jang baik. Hubungan
kami tetap seperti sebelumnja. Apa jang kuutjapkan setjara resmi
hanjalah, ,,Saja djatuhkan talak satu kepadarnu," dan perkawinan kami
berachir. Djadi, tjara kami bertjerai ringkas sadja. Tidak melalui banjak
prosedur. Dalarn agama Islam terdapat tiga tingkatan pertjeraian. Talak
satu masih membuka djalan untuk rudjuk kembali-dalarn tempo 100
hari. Talak dua, tingkat jang lebih kuat dari jang pertama, mengulangi
maksud untuk bebas dari isterirnu, akan tetapi masih mernbuka
kesempatan sedikit sekiranja masih ingin bergaul dengan dia.
Mungkin djuga, siapa tahu. Djika aku mengawininja karena alasan ini,
maka ia terdjadi setjara tidak sadar. Dia. waktu itu dan sekarangpun
masih seorang perempuan jang budiman. Pendeknja, kalau dipikirkan
setjara sadar, maka perasaan-perasaan jang dibangkitkannja padaku
tidak lain seperti pada seorang kanak-kanak. Inggit dalam masa
selandjutnja dari hidupku ini sangat baik kepadaku. Dia adalah ilhamku.
Dialah pendorongku. Dan aku segera memerlukan semua ini. Aku
sekarang sudah mendjadi mahasiswa ditingkat kedua. Aku sudah kawin
dengan seorang perempuan jang sangat kuharapkan dengan perasaan
berahi. Aku sekarang sudah melalui umur 21 tahun. Masa djedjakaku
sudah berada dibelakangku. Tugas hidupku merentang didepanku.
Pikiran embryo jang dipupuk oleh Pak Tjokro dan mulai menemakan
bentuk di Surabaja tiba-tiba petjah mendjadi kepompong di Bandung
dan dari keadaan chrysalis berkembanglah seorang pedjuang politik
jang sudah matang. Dengan Inggit berada disampingku aku melangkah
madju memenuhi amanat menudju tjita-tjita.