Anda di halaman 1dari 173

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No.

43 Tahun 2006 Tentang Kelompok


Pengembangan Mata Kuliah Kepribadian di Perguruan Tinggi Berdasarkan UU No.
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
akhirnya dapat merampungkan buku yang saat ini tersaji dihadapan pembaca budiman yang diberi
judul Paradigma Membangun Pendidikan Kewarganegaraan sebagai panduan bagi mahasiswa di
Perguruan Tinggi.

Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu
dari mata kuliah wajib yang dipelajari di semua jenjang pendidikan.

Sebelum berlakunya aturan mengenai pemisahan antara Pancasila dan Kewarganegaraan maka
kedua matakuliah wajib tersebut disatukan menjadi mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan atau dikenal dengan istilah PPKn. Barulah kemudian setelah keluarnya Undang-
Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang secara implisit diatur pada Pasal 25 UU
No.12 Tahun 2012, bahwa matakuliah umum yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan
dilaksanakan melalui mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Dalam kajiannya diuraikan bahwa
tujuan mata kuliah Pancasila adalah pendidikan yang memberikan pemahaman dan penghayatan
kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia sedangkan mata kuliah Kewarganegaraan
memiliki tujuan adalah mewujudkan warga negara yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, memiliki pemahaman politik dan kebangsaan,kepekaan mengembangkan jati diri dan moral
dalam bingkai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhineka Tunggal Ika.

Dalam buku ini, menyiratkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi


mengemban misi sebagai pendidikan nilai kepribadian (moral), pendidikan yang didalamnya terdapat
pembekalan mengenai pemahaman tentang hubungan antara warga negara dengan negara ( civic
education), pendidikan politik (politik education) yang didalamnya membahas tentang demokrasi,
pemahaman tentang HAM dan Rule of Law. Adapun konsep Membangun yang dimaksud dalam judul
buku ini adalah mengandung makna bahwa adanya sebuah kerangka pikir Indonesia merupakan
negara yang besar yang didalam terbentang gugusan pulau-pulau, kekayaan alam yang melimpah yang
merupakan anugerah dari yang Maha Kuasa, jika tidak dijaga dengan baik maka potensi yang ada
tersebut tidak berarti apa-apa bahkan dapat menimbulkan diintegrasi bangsa. Olehnya pemahaman
tentang bela negara menjadi sebuah keniscayaan untuk diketahui, dari pemahaman bela negara
tersebut terjabarkan dalam konsep Geopolitik Indonesia atau Wawasan Indonesia dan Geostrategi
Indonesia atau Ketahanan Nasional yang kontennya tidak mengarahkan kepada sesuatu hal yang
kesannya doktriner dan milteristik.

Akhirnya penulis berharap, semoga buku yang diberi judul Paradigma Membangun Pendidikan
Kewarganegaraan ini bermanfaat bagi mahasiswa serta pihak-pihak lain yang memiliki komitemen
untuk mengembangkan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.

Demi kesempurnaan isi atau materi yang ada dalam buku ini, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca sangat diharapkan. Sekian.

Kendari, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

BAB 1 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI SUATU PENGANTAR

Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan


Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan di Negara-negara Lain di Dunia
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Landasan/Dasar Hukum Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan

BAB 2 IDENTITAS DAN INTEGRASI NASIONAL

Identitas Nasional
Hakikat Bangsa dan Negara
Negara Kebangsaan Indonesia
Integrasi Nasional

BAB 3 WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan


Kedudukan Warga Negara dalam Negara
Kewarganegaraan Indonesia
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Problem Status Kewarganegaraan

BAB 4 NEGARA DAN KONSTITUSI

Konstitusionalisme
Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Ketatanegaraan Indonesia
BAB 5 DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN DEMOKRASI

Hakikat Demokrasi
Demokratisasi
Demokrasi di Indonesia
Sistem Politik Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi

BAB 6 HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW

Hakikat Hak Asasi Manusia


Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
HAM di Indonesia
Konsep dan Hakikat Rule of Law
Prinsip-prinsip Rule of Law
Indonesia Adalah Negara Hukum

BAB 7 WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA

Pengertian dan Kedudukan Wawasan Nusantara


Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik di Indonesia
Perwujudan Wawasan Nusantara
Otonomi Daerah di Indonesia

BAB 8 KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI GEOSTRATEGI INDONESIA

Pengertian Ketahanan Nasional


Perkembangan Konsep Ketahanan Nasional di Indonesia
Konsep Geostrategi dan Unsur-unsur Ketahanan Nasional
Pembelaan Negara
Indonesia dan Perdamaian Dunia

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
TENTANG PENULIS
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perilaku Gotong Royong Masyarakat Indonesia

Gambar 2.2 Lambang-Lambang Negara di Dunia

Gambar 2.3 Teknologi Otomotif Pabrikan Negara Jepang

Gambar 2.4 Pemain Bulutangkis Indonesia

Gambar 2.5 Tokoh-tokoh Negara

Gambar 3.1 Penduduk Negara

Gambar 3.2 Problem Status Kewarganegaraan

Gambar 4.1 Sistem Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945

Gambar 4.2 Sistem Ketatanegaraan RI Setelah Amandemen UUD 1945

Gambar 5.1 Struktur Kelembagaan Negara Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945

Hasil Amandemen

Gambar 7.1 Peta Wilayah Indonesia Yang Diapit Oleh Dua Benua dan Dua Samudera

Gambar 7.2 Paradigma Ketatanegaraan Republik Indonesia

Gambar 7.3 Peta Wilayah RI Berdasarkan Deklarasi Djuanda 1957

Gambar 7.4 Peta Indonesia Dengan Negara-Negara Tetangga

Gambar 7.5 Batas-Batas Laut Yang Dimiliki Suatu Negara

Gambar 8.1 Skema Konsepsi Ketahanan Nasional


BAB
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI
SUATU PENGANTAR

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang
diharapkan dapat terimplementasi dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik
baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
3 yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pendidikan Kewarganegaraan secar substantif dan pedagogis didesain dalam rangka untuk
mengembangkan warga negara yang cerdas dalam seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Saat
ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dan instrumentasi pendidikan
nasional Indonesia dalam lima status yaitu :
Sebagai mata pelajaran di sekolah
Sebagai mata kuliah di perguruan tinggi
Sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru
Sebagai program pendidikan politik
Sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dalam kelompok pakar
terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi salah satu mata kuliah wajib
selain mata kuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Bahasa
Indonesia. Mengapa menjadi matakuliah wajib? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka
dapat dijelaskan bahwa terdapat dua hal yang melatar belakangi wajibnya Pendidikan
Kewarganegaraan diajarkan di jenjang Perguruan Tinggi, yaitu :
Latar Belakang Eksternal : yaitu karena kuatnya pengaruh globalisasi dan modernisasi
dewasa ini, hal tersebut terlihat dengan :
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (khususnya di bidang informasi,
telekomunikasi dan transportasi).
Dewasa ini, globalisasi dan modernisasi melanda dunia. Terlebih dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi ini menyebabkan dunia menjadi transparan dan seolah menjadi
“kampong besar” tanpa mengenal batas-batas negara. Lalu lintas barang hingga lalu
lintas tenaga kerja antar Negara tidak terelakkan. Kondisi ini akan sangat
mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
termasuk di Indonesia. Kondisi ini juga akan mempengaruhi pola piker, sikap dan
tindakan masyarakat serta mental dan spiritual bangsa Indonesia. Di khawatirkan
akan terjadi degradasi moral masyarakat Indonesia jika perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak disikapi dengan bijaksana. Misalnya
perkembangan media internet selain berdampak positif juga memiliki dampak
negative dimana situs-situs porno dapat diakses dengan mudah. Untuk itu,
diperlukan suatu “alat proteksi” yang dapat melindungi generasi muda agar tidak
mudah terpengaruh dengan hal-hal yang negative tersebut. Proteksi tersebut
berupa penanaman nilai-nilai karakter dalam diri setiap individu. Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian
(MKPK) merupakan mata kuliah yang cocok sebagai sarana penanaman nilai
karakter yang diinginkan.
Kuatnya pengaruh lembaga-lembaga internasional
Akibat globalisasi, pengaruh lembaga-lembaga internasional terhadap negara-
negara di dunia semakin besar. Bahkan Negara-negara di dunia memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap lembaga-lembaga internasional
tersebut. Sebut saja organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dominan
mengatur semua aspek kehidupan negara-negara di dunia.
Selain pengaruh lembaga internasional, negara-negara maju juga sangat dominan
dalam mengatur pencaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya, serta
pertahanan dan keamanan global, sebut saja Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
Jepang hingga Cina. Amerika Serikat bahkan sudah menjelma sebagai “Polisi
Dunia”. Amerika Serikat mampu menjatuhkan “hukuman” terhadap Negara yang
dianggap tidak sehaluan dengan ideology mereka, seperti Vietnam, Irak, Iran dan
negara-negara lainnya. Akibat hal ini, sering terjadi konflik kepentingan, baik
konflik kepentingan antara dua negara atau lebih maupun konflik kepentingan
intern dalam negara (skala nasional). Dalam hal ini konflik antara negara, berakibat
negara di dunia menjadi terkotak-kotak atau membentuk blok yang didasarkan
kepada kepentingan masing-masing. Seperti ini Uni Eropa yang membentuk blok
negara-negara Eropa demi kepentingan perekonomian mereka yang dinamakan
dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Sama juga dengan Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) yang
merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di
kawasan Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok tanggal 8 Agustus 1967
berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia. Malaysia, Filipina, Singgapura dan
Thailand.
Selanjutnya, mengenai konflik intern dalam negara nasional, banyak negara
nasional, banyak negara nasional yang pecah menjadi negara-negara yang berbasis
etnik, seperti Yugoslavia, yang pecah menjadi Negara Bosnia, Serbia dan
Montonegro yang berbasis pada etnik dan agama. Jika seandainya negara yang
bersangkutan tidak pecah, maka kelompok etnik ini akan saling “berhadapan” untuk
memperjuangkan kepentingan sendiri, sehingga terjadi perang saudara, seperti
yang terjadi di Indonesia dengan adanya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Gerakan
Papua Merdeka hingga konflik Barisan Pembebasan Islam Moro atau MILF di
Filipina yang telah berjuang untuk menuntut kemerdekaan atau pemerintahan
sendiri sejak lebih dari 40 tahun yang lalu dan sebagainya.
Kondisi diatas pada hakikatnya telah menciptakan struktur baru, yaitu struktur
global yang sangat mempengaruhi pola piker dan mentalitas negara. Akibatnya,
identitas asli masing-masing negara menjadi memudar, bahkan bisa hilang. Akibat
yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan
kebangsaan karena adanya benturan antara kepentingan antara nasionalisme dan
internasionalisme. Kondisi ini harus bisa disikapi dengan bijaksana, khususnya
melalui proses pendidikan dan pengajaran kepada generasi muda. Di sinilah letak
pentingnya pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk kembali membangun
rasa nasionalisme setiap warga Negara.
Latar Belakang Internal
Selain latar belakang eksternal yang membuat Pendidikan Kewarganegaraan penting
untuk diajarkan di jenjang Perguruan Tinggi, terdapat pula latar belakang internal di
dalamnya. Adapun latar belakang internal ini dapat dilihat dari perjalanan panjang
sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era pra penjajahan, masa penjajahan, era
perebutan dan mempertahankan kemerdekaan, hingga era pengisian kemerdekaan
saat ini yang menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya.
Kondisi dan tuntatan yang berbeda tersebut seharusnya mampu diatanggapi oleh
bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nialai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa
tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad dan
semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu
mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam
wadah nusantara.
Selain itu, semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkkan pada kemerdekaan 17
Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan ketidakikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut
merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus dimiliki
oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Sealin itu, nilai-nilai perjuangan bangsa
masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara serta terbukti keandalannya.
Akan tetapi permasalahan yang kita hadapi dewasa ini adalah nilai-nilai perjuangan itu
kini telah mengalami fluktuatif (pasang surut) sesuai dengan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat perjuanagan bangsa telah
mengalami penurunan pada titik yang kritis, seperti menipisnya niali-nilai dasar ke-
Indonesiaan (seperti: nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Demokrasi/Musyawarah, dan nilai Keadilan). Hal ini bisa menimbulkan konflik vertikal
maupun horizontal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya “disintegrasi bangsa”.
Kondisi ini harus disikapi dengan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi
masing-masing. Perjuangan non fisik ini memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi
setiap warga Negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon
cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki rasa nasionalisme terhadap bangsa
dan Negara Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
memang sangat penting diajarkan di jenjang Perguruan Tinggi. Dengan demikian tidak
salah jika kemudian pemerintah Indonesia menjadikan Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai salah satu mata kuliah wajib yang diajarkan di setiap jenis dan jenjang
Perguraun Tinggi.
Sebagai salah satu mata kuliah wajib di perguruan tinggi yang tergolong Mata Kuliah
Wajib Nasional (MKWN), tentu Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan untuk
membekali dan memantapkan mahasiswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
hubungan warga Negara Indonesia yang Pancasilais dengan negara dan sesame warga
Negara. Dengan kemampuan dasar ini diharapkan mahasiswa mampu menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang mantap,
berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis dan dinamis, berpandangan luas, bersikap
demokratis dan keberadaban.
Pendidikan Kewarganegaraanlah yang mengajarkan bagaimana seseorang menjadi
warga Negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat
diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing
orang. Apalagi Negara kita sedang menuju menjadi Negara yang demokratis, maka
secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena
itu kita sebagai mahasiswa harus mempelajarinya, agar kita bisa menjadi yang
menempati posisi di garda terdepan dalam melindungi Negara. Garda kokoh yang akan
terus dan terus melindungi negara walaupun akan banyak aral merintang di depan. Kita
tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagiaimana warga Negara it
tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana
sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri. Pendidikan ini membuat
setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan, pengembangan keahlian dan juga
pengembangan karakter publik. Pegembangan komunikasi dengan lingkungan yang
lebih luas juga tercakup dalam Pendidikan Kewarganegaraan akan lebih baik lagi jika
pendidikan ini dimanfaatkan untuk pengembangan diri seluas-luasnya.

Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah
dengan imimg-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan
mudah terpengaruh secara langsung oleh budaya yang bukan berasal dari Indonesia
dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di Negara kita.
Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh
karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk kita pelajari.
Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di
masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi,
materi, metode dan evaluasi pembelajaran.Tujuannya adalah agar membangun
kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu
menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan terdidik.

B. Pengertian dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan


Istilah Kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau
ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan, segala jenis hubungan
dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi
orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia bahwa kewarganegaraan adalah segala hal-ikhwal yang berhubungan dengan
negara.
Kewarganegaraan dapat dibedakan dalam dua artian yaitu kewarganegaraan dalam arti
“yuridis sosiologis” dan kewarganegaraan dalam arti “formil materil” sebagai berikut :
Kewarganegaraan dalam artian ‘yuridis - sosiologis”
Kewarganegaraan dalam arti yuridis, ditandai dengan adanya ikatan hokum antara orang-
orang dengan Negara.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum tetapi dalam
ikatan emosional seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah
dan ikatan tanah air.
Kewarganegaraan dalam arti “formil – materil”
Kewarganegaraan dalam arti “formil” menunjukkan pada tempat kewarganegaraan itu
berdomisili. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum
publik.
Kewarganegaraan dalam arti ‘materil” menunjukkan pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang pada hakikatnya
menyelenggarakan pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, nasionalisme, multikultural,
dan kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga Negara yang
sadar akan hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berarakter sehingga dapat
diandalkan untuk dapat membangun bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya (dikutip dari Buku “Rencana Pembelajaran dan
Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi” bedasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi). Sementara dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air”.
Selain itu, berdasarkan Keputusan Dirjendikti No. 43/Dikti/Kep/2006, tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan dalam visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan,
yaitu :
Tujuan Umum
Membantu mahasiswa mengembangkan kompetensi untuk mengetahui ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap kewarganegaraan serta nilai-nilai yang diperlukan dalam rangka
menerapkan pengetahuan dan keahliannya dalam masyarakat.
Membantu mahasiswa menjadi warga Negara yang cerdas, demokratik berkeadaban
(kebebasan yang beradab), bertanggung jawab serta menciptakan kemampuan
kompetitif bangsa di era globalisasi.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mempunyai pemahaman dasar tata cara kerja demokrasi dan lembaganya.
Misalnya, lembaga Swadaya Masyarakat (sebagai lembaga infra struktur) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (sebagai lembaga supra struktur), dimana tata cara kerja lembaga ini
sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Agar mahasiswa memiliki pemahaman tentang “rule of law” dan HAM
Agar mahasiswa memiliki keterampilan partisipatif yang akan memberdayakannya untuk
merespons dan memecahkan masalah dalam masyarakat secara demokratif
Agar mahasiswa mampu mengembangkan budaya demokrasi dan perdamaian pada
lembaga pendidikan masing-masing atau antar lembaga pendidikan serta dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Adapun visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menurut Surat Keputusan
Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep./2006 adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini berdasarkan
pada suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa merupakan generasi muda bangsa yang
harus memiliki visi intelektual, religious, adil, memiliki rasa kemanusiaan dan yang memiliki
rasa nasionalisme.
Selanjutnya, misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguran Tinggi menurut Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep./2006 adalah membantu mahasiswa memantapkan
kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS) dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Berdasarkan visi dan misi diatas, maka kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa adalah
mampu berpikir rasional, bersikap dewasa dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap
demokratis yang berkeadaban sebagai Warga Negara Indonesia. Sedangkan kompetensi
lulusan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan Negara dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Sikap
tersebut disertai dengan perilaku yang:
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bernegara.
Berbudi pekerti yang luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara
Bersifat professional, yang dijiwai oleh kesadaran bela Negara
Aktf memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan,
bangsa dan negara.
Olehnya melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara diharapkan mampu
memahami, menganlisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional seperti digariskan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

C. Pendidikan Kewarganegaraan di Negara-negara Lain di Dunia


Pendidikan Kewarganegaraan dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun
dengan berbagai macam istilah atau nama. Jadi, Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya
ada di Indonesia saja. Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan adalah ilmu yang mengglobal.
Negara-negara yang memberlakukan Pendidikan Kewarganegaraan antara lain :
Amerika Serikat dengan Civics atau Civic Education
Australia dengan nama Civics and Social Studies
Jerman dengan nama Sachunternicht
New Zealand dengan nama Social Studies
Inggris dengan nama Chitizenship Education
Timur Tengah dengan nama Ta’limatul Muwwatanah atau Tarbiyatul Al Watoniyah
Mexiko dengan nama Education Civicas
Afrika Selatan dengan nama Life Orientasi
Singapura dengan nama Civic and Moral Education
Rusia dengan nama Obscesvovedinie

Jepang, yang dikenal dengan terminology social studies, living experience and moral education, yang
berorientasi pada pengalaman, pengetahuan dan kemampuan warga Negara yang berkaitan
dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang

Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh hamper semua bangsa di dunia ini memiliki
peran strategis dalam mempersiapkan warga Negara yang cerdas, bertanggung jawab, keberadaban,
memiliki rasa nasionalisme dan siap melakukan bela Negara.

D. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Pada hakikatnya, Pendidikan Kewarganegaraan bersama dengan mata kuliah Agama dan
Bahasa Indonesia termasuk ke dalam disiplin ilmu yang bersifat “pengembangan kepribadian”
yang bertujuan untuk mengembangkan sikap, perilaku, tindakan dan disiplin kepada peserta
didik. Sebagai sebuah ilmu, Pendidikan Kewraganegaraan memiliki objek pembahasan yang
jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang
dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material Pendidikan
Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara yang meliputi
wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan bernegara. Objek
formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut.
Objek formal Pendidikan Kewarganegaraan mencakup dua segi, yaitu :
Segi hubungan anrara warga Negara dan Negara (termasuk hubungan antar warga Negara)
Segi pembelaan Negara
Selain itu, sebagai bidang studi ilmiah, Pendidikan Kewarganegaraan bersifat antar
disipliner (antar bidang), bukan mono didipliner, karena kumpulan pengetahuan yang
membangun ilmu Pendidikan Kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh
karena itu, upaya pembahasan dan pengembangannya memmerlukan sumbangan dari
berbagai disiplin ilmu yang lain yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu
sosiologi, ilmu administrasi Negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan
bangsa dan ilmu budaya (Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007: 4).

E. Landasan/Dasar Hukum Pendidikan Kewarganegaraan


Landasan/dasar hukum pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi adalah :
Landasan idiil, yaitu Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Ideologi adalah seperangkat nilai yang
mengarahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi disebut juga dengan a
guiding principles atau prinsip yang menuntun atau memandu. Pancasila bertujuan untuk
menciptakan individu yang memiliki iman dan taqwa (sila ke-1), rasa kemanusiaan (sila ke-
2), rasa nasionalisme yang menciptakan integrasi bangsa (sila ke-3), selalu bermusyawarah
dalam menyelesaikan setiap masalah (sila ke-4), dan rasa keadilan (sila ke-5). Semuanya
terkandung dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan
Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 31 ayat 5 amandemen ke-4 UUD 1945 yang berbunyi “pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa.”
Landasan Operasional
Landasan operasional pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, dalam Pasal 37 ayat (1) yang menyatakan bahwa
“Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia”, selanjutnya dalam UU No.12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan
dan Bahasa Indonesia
BAB
IDENTITAS DAN INTEGRASI NASIONAL

A. Identitas Nasional
Identitas pada umumnya melekat pada entitas yang sifatnya individual. Misalnya, manusia
secara pribadi dapat diketahui dari identitas nama dan ciri-ciri fisik lainnya. Kata identitas
berasal dari bahasa Inggris yairu identity yang secara harfiah berarti jati diri, ciri-ciri atau
tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga mampu membedakannya
dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok
sendiri atau komunitas sendiri. Dengan demikian, identitas tidak hanya diberlakukan pada
individu tetapi juga pada kelompok atau afiliasi kelompok, seperti sebutan indentitas nasional
dan identitas budaya. Sedangkan nasional adalah konsep kebangsaan, kelompok ras, agama,
budaya dan sebagainya.

Pengertian Identitas Nasional


Globalisasi memberikan pengaruh yang kuat bagi setiap negera-negara yang ada di dunia.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi ini mendapat tantangan yang sangat kuat,
terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Pengaruh negara-negara besar terhadap
negara-negara kecil merasuk ke berbagai sendi kehidupan bernegara yang meliputi bidang
ekonomi, sosial, politik hingga budaya. Hal tersebut senada dengan pendapat Berger (1998)
dalam The Capitalis Revolution, bahwa dalam era globalisasi dewasa ini, idologi kapitalis akan
menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem
internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia dan
secara tidak langsung juga nasib sosial, politik dan kebudayaan.
Konsekuensi dari adanya globalisasi bagi negara-negara kecil adalah jika negara kecil
tidak dapat menghadapi pengaruh ini, jati diri atau identitas nasional bangsa tersebut lambat
laun akan hilang dan kemungkinan akan digantikan oleh identitas dari bangsa lain yang lebih
kuat. Oleh karena itu, agar suatu bangsa bisa survive dalam menghadapi globalisasi maka
bangsa yang bersangkutan harus mampu meletakkan jati diri atau identitas nasional sebagai
bentuk kepribadian agar tidak tergerus leh arus globalisasi. Dengan demikian, negara yang
bersangkutan akan tetap eksis dan dianggap ada karena memiliki keunikan/jati diri yang
tetap kokoh dipertahankan.
Identitas Nasional pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas dan dengan yang
khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. (Koenta Wibisono,
2005 dalam Srijanti, 2007). Selanjtnya, identitas nasional dapat juga diartikan dengan
identitas suatu kelompok masyarakat yang melahirkan tindakan secara kolektif yang
diwujudkan dalam bentuk organisasi yang diberi atribut nasional (Heri Herdiawanto dan
Jumanta, 2010: 34).
Secara lebih rinci, identitas nasional dapat diartikan dengan “ciri khas/jati diri yang
dimiliki suatu bangsa/negara yang telah disepakati bersama dan yang membedakan antara
bangsa/negara yang bersangkutan dengan bangsa/negara yang lainnya”. Di sini dapat
dikatakan, bahwa sebuah bangsa/negara memiliki ciri khas/jati diri yang membedakannya
dengan bangsa/negara lain. Ciri khas/jati diri ini sudah disepakati bersama oleh setiap warga
Negara menjadi identitas bangsa, dimana setiap warga negara akan bertanggung jawab
untuk menjaga dan melestarikannya.
Pada prinsipnya, jika dilihat dari proses terjadinya atau proses lahirnya identitas nasional
maka identitas nasional itu sendiri dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
Identitas cultural unity atau identitas kebangsaan
Cultural Unity merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau bangsa dalam
arti sosiologis antropologis. Cultural unity disatukan oleh adanya kesamaan ras, suku,
agama, adat dan budaya, keturunan serta daerah asal. Unsur-unsur ini menjadi
identitas kelompok bangsa yang bersangkutan sehingga bisa dibedakan dengan
bangsa lain.
Identitas political unity atau identitas kebangsaan
Political unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-negara.
Kesamaan primordial dapat saja menciptakan bangsa tersebut untuk bernegara,
namun dewasa ini negara yang relatif homogen yang hanya terdiri dari satu bangsa
tidak banyak terjadi. Negara baru perlu menciptakan identitas yang baru pula untuk
bangsanya yang disebut juga sebagai identitas nasional.

Parameter Identitas Nasional


Dalam rangka untuk menentukan identitas nasional suatu bangsa, perlu diketahui terlebih
dahulu mengenai parameter dari identitas nasional itu sendiri. Parameter ini digunakan
sebagai suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu
menjadai khas. Parameter identitas nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk
menyatakan, bahwa identitas nasional itu bersifat khas/unik sehingga layak diangkat dan
dijadikan sebagai identitas nasional suatu bangsa. Adapun parameter identitas nasional
antara lain adalah :
Pola perilaku yang tampak dalam kegiatan masyarakat
Pola perilaku tampak dalam kegiatan masyarakat ini seperti : adat-istiadat, tata kelakuan,
hingga kebiasaan yang hidup dalam masyarakat yang unik dan membedakannya dengan
yang lain. Contoh : budaya/perilaku gotong royong merupakan kekhasan/keunikan
Indonesia sehingga layak dijadikan sebagai salah satu identitas nasional bangsa Indonesia.
Negara-negara lain di dunia mengenal Indonesia melalui budaya gotong royong.

Sumber : ulunglampung.blogspot.com
Gambar 2.1 Perilaku Gotong Royong Masyarakat Indonesia

Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan Negara


Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan negara ini meliputi : bendera, bahasa
hingga lagu kebangsaan yang dimiliki oleh suatu negara. Contoh : Lambang Negara
Indonesia adalah Burung Garuda dan lambang negara lain yang mencerminkan sejarah
berdirinya Negara tersebut dan kekhasan Negara tersebut di banding dengan negara
lainnya.
Lambang Negara Lambang Negara Lambang Negara Lambang Negara
Thailand Amerika Serikat Arab Saudi Indonesia

Gambar 2.2 Lambang-lambang Negara di Dunia

Alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan negara.


Alat-alat perlengkapan yang dimaksud dapat berupa bangunan, peralatan manusia dan
teknologi. Contoh : Jepang memiliki teknologi otomotif yang canggih dengan berbagai
macam merk kendaraan baik kendaraan bermotor maupun mobil yang ditujukan untuk
membangun dan meningkatkan sektor perekonomian bangsa mereka. Dalam
perkembangannya, merk-merk kendaraan bermotor hingga mobil tersebut menjadi trade
mark dan identitas bangsaJepang seperti Honda, Yamaha, Kawasaki, Suzuki dan lain
sebagainya.

Kawasaki Yamaha

Gambar 2.3 Teknologi Otomotif Pabrikan Negara Jepang

Tujuan yang dicapai suatu bangsa


Tujuan yang dicapai suatu bangsa ini meliputi : tujuan untuk menciptakan budaya unggul
hingga tujuan untuk memperoleh prestasi di bidang tertentu. Contoh dalam bidang
olahraga, Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat diperhitungkan di cabang bulu
tangkis. Hal tersebut di buktikan di tahun 1960 hingga tahun 1990-an, Indonesia selalu
menjadi juara dalam cabang olahraga ini. Rudi Hartono menjuarai ALL England sebanyak 8
kali (rekor yang belum disamai oleh altlet bulu tangkis sampai saat ini). Susi Susanti,
pemain bulu tangkis pere,puan pertama yang memperoleh medali emas Olimpiade
Barcelona pada tahun 1992. Mereka berdiri di panggung diiringi pengibaran bendera
merah putih dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Perasaan bangga dan haru menandai
usaha keras menuju budaya unggul telah mebuahkan hasil yang manis. Bhakan saat ini
Indonesia diidentikan dengan cabang olahraga bulu tangkis dan dianggap sebagai prestasi
yang menjadi identitas bangsa Indonesia.

Rudi Hartono Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir


(Juara All England 8 Kali) (Juara Olmpiade Rio De Jeneiro 2016)

Gambar 2.4 Pemain Bulutangkis Indonesia

Parameter identitas nasional diatas memiliki sifat, cirri khas serta keunikan tersendiri yang
sangat ditentukan oleh factor-faktor yang membentuk identitas nasional tersebut. Dalam
kajian ini, terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan identitas nasional, yaitu :
a. Faktor Primordial (ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa, daerah dan
sebagainya). Contohnya: bangsa Yahudi yang terikat oleh hubungan primordialyang
kemudian membentuk negara Israel. Artinya bahwa Israel merupakan suatu negara
yang memiliki ciri khas yang penduduknya dihuni oleh bangsa Yahudi.
Faktor Sakral (kesamaan agama dan ideologi). Contohnya: Negara Uni Soviet (sebelum
keruntuhannya pada tahun 1990-an) bersatu atas dasar kesamaan ideologi
komunisme yang dianut. Artinya, Uni Soviet merupakan sebuah negara yang memiliki
cirri khas sebagai negara yang menganut ideology komunis
Faktor Tokoh (kepemimpinan tokoh yang disegani). Contohnya : Mahatma Gandhi yang
menjadi tokohpengikat bangsa di India. Soekarno sebagai symbol kemerdekaan dan
pemersatu bangsa Indonesia demikian juga dengan George Washington di Amerika
Serikat yang fotonya di abadikan dalam mata uang dolar. Artinya, bagi masing-masing
negara yang memiliki tokoh yang tokoh ini merupakan cirri khas bagi mereka dan
menjadikan Negara yang bersangkutan dikenal oleh dunia.
Soekarno Mahatma Gandhi George Washington Yaser Arafat
(Indonesia) (India) (Amerika Serikat) (Palestina)

Gambar 2.5 Tokoh-Tokoh Negara

Faktor kesediaan warga Negara untuk bersatu dalam perbedaan. Contohnya Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, hingga agama bersedia bersatu di bawah
payung NKRI dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Semboyan inilah yang
merupakan ciri khas Indoensia dan semboyan ini tidak miliki oleh negara manapun di
dunia ini. Negara-negara lain di dunia juga memiliki semboyan lain pula yang berbeda
dengan semboyan dari Negara Indonesia, seperti Argentina dengan semboyan “En
Union y Libertad” (dalam persatuan dan kemerdekaan), Amerika Serikat dengan
semboyan “In God We Trust” (Kepada Tuhan Kami Percaya), Brunei Darussalam
dengan semboyan “Always in Service With God’s Guidance” (Selalu Menuruti Arahan
Tuhan), Jerman dengan semboyan “Einigkeit und Recht und Freiheit” (Persatuan dan
Keadilan dan Kemerdekaan), dan Prancis dengan semboyan “Liberte, Egalite,
Fraternite” (Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan).
Faktor perkembangan ekonomi/solidaritas organis atau solidaritas atas dasar satu tujuan
dalam perkembangan ekonomi. Contohnya negara-negara di Eropa membentuk
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Bahkan dalam perekonomian mereka menggunakan
mata uang sendiri yang disebut mata uang “Euro”. Inilah cara khas negara-negara di
Eropa yang membedakannya dengan negara-negara di benua lainnya.

Di Indonesia, dasar falsafah negara Indonesia adalah Pancasila, dan ini ini merupakan salah
satu identitas nasional bangsa Indonesia. Mengapa demikian? Karena Pancasila
dilahirkanmelalui proses kristalisasi identitas-identitas yang ada pada masing-masing wilayah
di Indoensia yang kemudian disepakati bersama oleh segenap masyarakat Indonesia untuk
dijadikan sebagai identitas nasional. Pancasila sebagai identitas nasional Indonesia berisi :
Konsep tentang Hakikat Eksistensi Manusia
Konsep Pluralistik
Konsep Harmoni dan Keselarasan
Konsep Integralistik
Konsep Character Building
Konsep Kekeluargaan dan Gotong Royong
Konsep kerakyatan, dan
Konsep kebangsaan.
Selain Pancasila, terdapat beberapa bentuk identitas nasional yang merupakan ke khasan
bangsa Indonesia yang berbeda dengan identitas nasional bangsa lain, diantaranya :
Bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia
Bendera Negara, yaitu Sang Saka Merah Putih
Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya
Lambang Negara, yaitu Garuda Pancasila
Semboyan Negara, yaitu Bhineka Tunggal Ika
Konstitusi Negara, yaitu UUD 1945
Bentuk Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia

Identitas Nasional Sebagai Suatu Karakter


Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter, kharassein atau kharax”, sementara dalam
bahasa Perancis disebut dengan “caratere” dan dalam bahasa Inggris adalah “character”.
Dalam arti yang lebih luas karakter berarti sifat, kejiwaan, akhlak, budi pekerti, tabiat, watak
yang membedakan antara orang satu dengan orang lain. Dengan demikian, karakter bangsa
dapat diartikan dengan tabiat atau watak khas bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan bangsa lainnya.
Setiap bangsa memiliki identitasnya, dan dengan memahami identitas bangsa maka
diharapkan tumbuhnya pemahaman tentang jati diri bangsa yang kemudian menumbuhkan
rasa kebangggaan sebagai bangsa. Menurut Max Weber (dikutip Eka Darmaputra, 1988: 3)
cara yang terbaik untuk memahami suatu masyarakat adalah dengan memahami karakter
(tingkah laku) anggotanya. Karakter terbentuk salah satunya melalui identitas yang dimiliki.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa identitas nasional suatu bangsa akan
membentuk karakter bangsa yang bersangkutan. Ibarat tahi lalat yang dimiliki oleh manusia
yang merupakan identitas dari manusia itu sendiri yang menentukan karakter dari manusia
yang bersangkutan. Misalnya, manusia yang memiliki tahi lalat di atas bibir pada umumnya
dipercaya memiiliki sifat (karakter) yang suka berbicara (cerewet). Jika contoh ini dikaitkan
dengan dengan identitas nasional suatu bangsa, seperti bangsa Indonesia yang memiliki salah
satu identitas nasional, yaitu Pancasila, dimana Pancasila berisi seperangkat nilai-nilai ke-
Tuhanan, ke-Manusiaan, Persatuan, Demokarasi dan Keadilan maka dapat disimpulkan
bahwa Indonesia adalah religius, beradab, tidak suka bertikai yang mengakibatkan
disintegrasi, mengedepankan asa musyawarah dalam menghadapi berbagai macam problem
dan selalu bersikap adil.

B. Hakikat Bangsa dan Negara


1. Pengertian Bangsa
Bangsa merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat,
bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa juga dikatakan sebagai kumpulan
manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi
(Depdikbud, 1991: 89). Secara lebih dalam, istilah bangsa dapat ditinjau dari dua segi kajian,
yaitu :
Kajian Antropologis, di mana bangsa lahir dari sekelompok besar masyarakat manusia yang
memiliki keterikatan satu sama lain karena dasar kesamaan asal usul keturunan
(heredity group/kelompok seketurunan), kebudayaan, bahasa serta kesamaan religi.
Kajian Politis, di mana bangsa lahir dari sekelompok besar masyarakat manusia yang
memiliki keterikatan karena dasar kesamaan nasib yang kemudian melahirkan
kesepakatan untuk suatu tujuan dan cita-cita bersama (latar belakang historis) . Hal ini
menghasilkan istilah nation, nasional, nasionality dan nasionalisme yang semuanya
merujuk pada bangsa atau hal yang berhubungan dengan bangsa.
Lebih lanjut, terdapat beberapa tokoh yang mendefenisikan bangsa dari berbagai sudut
pandang masing-masing, antara lain :
Sir Ernest Renan seorang yang berkebangsaan Prancis mengemukakan bahwa, bangsa
adalah kelompok manusia yang terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup
bersama atau hasrat untuk bersatu dengan perasaan kesetiakawanan yang tinggi.
Fredrick Ratzel seorang yang berkebangsaan Jerman mengemukakan bahwa, bangsa
adalah kumpulan besar manusia yang terbentuk karena adanya hasrat bersatu yang
tumbuh karena adanya rasa kesatuan antara manusia dengan tempat tinggalnya. Yang
kemudian pendapat ini dikenal dengan faham Geopolitik.
Soekarno yang merupakan presiden Pertama Indonesia mengemukakan bahwa, bangsa
adalah sekumpulan manusia yang mempunyai hasrat untuk bersatu yang lahir karena
perasaan senasib dan keterikatannya dengan tanah kelahirannya. Yang kemudian
pendapat ini dikenal dengan istilah “tanah air” dan “tumpah darah”.
Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat dikatakan
bahwa, bangsa merupakan kumpulan individu yang bersatu di suatu wilayah karena
adanya persamaan nasib, ras, keturunan sehingga membentuk masyarakat global.
Dari kajian ini, dapat dikatakan bahwa lahirnya suatu bangsa dipengaruhi oleh kondisi
objektif dan kondisi subjektif.

2. Pengertian Negara
Secara etimologis, Negara berasal dari bahasa Latin, yaitu statum atau “status” yang
artinya “berdiri/ada”. Sedangkan dalam bahasa Inggris Negara berasal dari kata “state” dan
dalam bahasa Belanda “staat”. Perkembangan konsep Negara pertama kali berasal dari Yunani
Kuno pada abad IV SM, yang lahir dari konsep “polis” atau “city of state” atau “Negara kota”
dan lahir secara alami (menurut teori hokum alam). Perekembangan selanjutnya, yaitu pada
abad pertengahan, dimana ST. Augustinus membagi Negara menjadi dua yaitu “Civitas Dei”
atau City of God” atau “Negara Tuhan” dan “Civitas Terrena” atau “Civitas Diaboli” atau “City
of Die” atau “Negara duniawi/Negara setan”. Negara Tuhan bukanlah Negara dari dunia ini,
melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk
mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah adalah Gereja yang “mewakili”
Tuhan. Selain itu, Negara Tuhan menginginkan adanya keadilan bagi rakyat, sementara negara
duniawi/negara setan adalah Negara yang dipimpin oleh dictator yang tidak mementingkan
kepentingan rakyat.
Teori Negara menurut Machiavelli ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari filsuf
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1932-1704) dan JJ Rosseau (1712-1778).
Para filsuf ini mengartikan Negara sebagai suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian
masyarakat secara bersama-sama. Artinya, untuk mencegah terjadinya hokum rimba, di mana
yang kuat akan semakin kuat dan menindas yang lemah, dibutuhkan suata organisasi yang
memiliki unsur pimpinan dan aturan yang akan menertibkan kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat mengadakan perjanjian dan membentuk suatu organisasi negara dan
mengangkat pimpinan yang dianggap layak untuk menjadi panutan mereka.
Pada zaman modern, konsep Negara dipelopori oleh Rogert Saltou (1961) serta Harold J
Lasky (1974) yang intinya menyatakan bahwa “negara adalah organisasi bangsa” atau “state is
a organization of nation”. Negara bertujuan untuk melindungi warga negaranya berdasarkan
atas kekuasaan yang dimilikinya. Berdasarkan konsep Negara pada zaman modern, maka
konsep negara memiliki 2 pengertian yaitu :
Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati rakyatnya.
b. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
memiliki lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik
dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalisme.
Berkaitan dengan pernyataan yang menyatakan, bahwa Negara sebagai organisasi
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya, maka Negara memiliki sifat
memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua. Memaksa artinya memiliki kekuasaan
untuk menyelenggarakan ketertiban dengan menggunakan kekerasan fisik secara legal.
Monopoli artinya memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak
untuk melarang sesuatu yang bertentangan dan menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat. Mencakup semua artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk
semua orang tanpa kecuali.

C. Negara Kebangsaan Indonesia


1. Hakikat Negara Kebangsaan Indonesia
Negara kita adalah Negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 yang
disingkat Negara RI Proklamasi. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa negara Indonesia
yang didirikan ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa sejarah Proklamasi Kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945. Dengan momen Proklamasi 17 Agustus 1945 itulah bangsa
Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar mengenai
eksistensi negara baru, yairu Indonesia.
Hakikat dari Negara Indonesia adalah negara kebangsaan (nation state). Negara bangsa
adalah fenomena baru mengenai tipe negara yang mulai bermunculan pada akhir abad ke-20,
terlebih pasca Perang Dunia II, Negara Bangsa dapat dilawankan Negara dengan tipe negara
etnik, negara kota, empirium, kekaisaran dan kekhalifaan. Negara bangsa adalah format
modern kebangsaan dimana otoritas Negara secara otomatis meliputi dan mengatur secara
keseluruhan bangsa-bangsa (suku bangsa) tersebut yang ada dalam wilayah territorialnya.
Negara bangsa menyatukan wilayah-wilayah yang berbeda beserta masyarakatnya ke dalam
satu wilayah pemerintahan baru. Mereka membentuk kesatuan politik baru dan juga kesatuan
bangsa yang baru.
Negara bangsa (nation state) dibangun, dilandasi dan diikat oleh semangat kebangsaan
atau disebut nasionalisme. Nasionalisme diartikan sebagai tekad dari orang-orang yang ada di
wilayah itu (masyarakat bangsa) untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara
yang sama walaupun warga masyarakat itu berbeda dalam ras, etnik, agama ataupun budaya
bahkan dalam sejarah sekalipun. Nasionalisme menjadi ideologi bagi negara kebangsaan
sekaligus perekat anggota masyarakat dalam menciptakan loyalitas pada identitas negara.
Negara bangsa berpandangan bahwa Negara adalah milik rakyat atau bangsa yang berdiam di
wilayah yang bersangkutan. Rakyat berjuang dan mengabdi pada bangsa dan negara sebagai
miliknya.
The Founding Father (Pendiri Negara) menyadari bahwa Negara Indonesia yang hendak
didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang beragam. Hal
ini dikarenakan Indonesia sebagai negara bekas jajahan Belanda yang merupakan negara yang
terdiri dari berbagai suku bangsa dan ras dengan wilayah yang tersebar di nusantara. Negara
Indonesia merdeka yang akan didirikan hendaknya Negara yang dapat mengayomi seluruh
rakyat tanpa memandang suku, agama, ras, bahasa, daerah dan golongan-golongan tertentu.
Yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanya
persamaan nasib dan cita-cita karena berasal dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama.
Kesadaran demikian melahirkan paham nasionalisme atau paham kebangsaan. Paham
kebangsaan melahirkan semangat untuk keluar melepaskan diri dari belenggu penjajahan
yang telah menciptakan nasib sebagai bangsa yang terjajah, teraniaya dan hidup dalam
kemiskinan. Selanjutnya nasionalisme memunculkan semangat untuk mendirikan negara
bangsa dalam merealisasikan cita-cita ayitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil
dan makmur.
Gagasan perlunya membentuk satu bangsa yaitu bangsa Indonesia yang berhasil
diwujudkan dalam Ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Para pemuda dari
berbagai suku dan budaya di wilayah nusantara berikrar menyatakan diri dalam satu tanah air,
satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia. Jadi meskipun mereka berbeda-beda suku, adat,
budaya, ras, keyakinan dan daerah tetapi bersedia menyatakan diri sebagai satu bangsa, yaitu
bangsa Indonesia.
Menurut Ir. Soekarna yang dimaksud bangsa Indonesia adalah seluruh manusia-manusaia
yang menurut wilayahnya telah ditentukan untuk tinggal secara bersama di wiayah Nusantara
dari ujung Barat (Sabang) sampai ujung Timur (Merauke) yang memiliki “ Le desir d’etre
ensemble” (kehendak akan bersatu) (pendapat Ernest Renan) dan “Charaktergemeinschaft”
(pendapat Otto Van Bauer) yang telah menjadi satu. Kemunculan bangsa Indonesia sangat
dipengaruhi oleh paham nasionalisme. Tujuan dari paham kebangsaan (nasionalisme) sendiri
adalah menciptakan Negara bangsa yang wilayah dan batas-batasnya menyerupai atau
mendekati makna bangsa.
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia adalah:
a. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing
yang kurang lebih 350 tahun lamanya,
Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan,
Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang
sampai Merauke, dan
Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa.
Berdasarkan hal itu maka factor pembentukan identitas kebangsaan Indonesia bukanlah
faktor-faktor primordial tetapi faktor hisitoris. Frans Magnis Suseno (1995) menyatakan bahwa
kesatuan bangsa Indonesiatidak bersifat alamiah tetapi historis, persatuan bangsa Indonesia
tidak bersifat etnik melainkan etis.
Bersifat historis karena bangsa Indonesia bersatu bukan karena kesatuan bahasa, kesatuan
suku, budaya ataupun agama. Yang mempersatukan bangsa Indonesia adalah sejarah yang
dialami bersama yaitu sejarah penderitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan dan tekad
untuk kehidupan bersama.
Selanjutnya bangsa Indonesia berhasil mewujudkan terbentuknya negara Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agsutus 1945. Tanggal 17 Agustus 1945 dapat dikatakan sebagai
“revolusi integratifnya” bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki banyak
bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis bersatu membentuk negara Indonesia
sekaligus menciptakan bangsa Indonesia dalam arti politis.
Jadi, hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara kebangsaan modern.
Negara kebangsaan modern adalah adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada
semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk
membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga
masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik atau golongannya.

2. Proses Terbentuknya Negara Indonesia


Terbentuknya negara Indonesia merupakan proses atau rangkaian tahap-tahap yang
berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan tersebut digambarkan sesuai dengan
keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945. Secara teoritis, perkembangan terbentuknya
negara Indonesia sebagai berikut :
Terbentuknya negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan
hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad
kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Ini
menjadi sumber motivasi perjuangan. (Alinea 1 Pembukaan UUD 1945)
Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa
Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi mengantarkan ke pintu gerbang
kemerdekaan dan dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita
cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
(Alinea 2 Pembukaan UUD 1945)
Terbentuknya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai
suatu keinginan luhur bersama. Disamping itu, adalah kehendak dan atas rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan
mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea 3 Pembukaan UUD 1945)
Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan,
bentuk, sistem pemerintahan, UU dan dasar Negara. Dengan demikian, semakin sempurna
proses terbentuknya Negara Indonesia (Alinea 4 Pembukaan UUD 1945)
Berdasarkan pada kenyataan yang ada, terbentuknya Negara bangsa Indonesia bukan
melalui pendudukan, pemisahan, penggabungan pemecahan atau penyerahan. Bukti
menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan (revolusi). Yaitu
perjuangan melawan penjajah sehingga berhasil memproklamsikan kemerdekaan Indonesia.
Usaha mendirikan negara melalui perjuangan sangat membanggakan diri seluruh rakyat
Indonesia. Hal ini berbeda bila bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaan karena diberi
oleh bangsa lain.

3. Cita-Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia


Bangsa Indoneia bercita-cita mewujudkan Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Dengan rumusan yang singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini
sesuai dengan amanat dalam alinea 2 Pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya tertuang dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945.
Secara rinci sebagai berikut :
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Memejukan kesejahteraan umum
Mencerdasrkan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanh air, berkasadaran hokum dan lingkungan, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin
sebagaimana yang termuat dalam Tap MPR RI No.VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa
Depan.
Selanjutnya berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional 2010-
2014 (Perpres No. 5 Tahun 2010) disebutkan bahwa visi Pemangunan Nasional Tahun 2010-
2014 adalah “terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
Kesejahteraan Rakyat, yaitu terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui
pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber
daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa.
Demokrasi, yaitu terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara yang demokratis, berbudaya,
bermartabat dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab serta hak asasi
manusia.
Keadilan, yaitu terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat secara aktif yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

Pancasila Sebagai Identitas Bangsa Indonesia


Salah satu keunikan yang dimiliki Indonesia adalah dengan Pancasila menjadi salah satu
dari identitas dari sekian identitas yang dimiliki oleh bangsa ini. Pancasila tidak hanya sekedar
identitas dalam wujud lambang yang bersifat fisik, namun ia juga lebih pada identitas bangsa
dalam wujud psikis yakni tercermin dalam karakter dan perilaku warga negaranya. Hal ini
berarti bahwa identitas tidak hanya bersifat fisik saja tetapi juga bersifat psikis yang meliputi
value (nilai) dan konsepsi.
Manifestasi identitas nasional mengandung makna, bahwa Pancasila merupakan cara dan
pandangan hidup berbangsa. Konsep tersebut harus mampu tereksplorasi ke dalam dimensi-
dimensi antara lain:
Dimensi realitas, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus diwujudkan
sebagai sebuah cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat
Dimensi idealitas, yakni idealism yang terkandung dalam Pancasila, tidak hanya sekedar
euphoria tanpa makna melainkan nilai-nilai hidup yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat Indonesia yang berefek pada munculnya optimisme menatap masa
depan yang lebih baik.
Dimensi fleksibilitas, yakni bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah sempurna
yang tidak ada celah didalamnya (suatu yang sakral) melainkan merupakan
bagian yang senantiasa terus menerus menyesuaikan perkembangan zaman yang ada
tanpa meninggalkan nilai-nilai keorisinilannya sebagaian bagian budaya, watak dan
karakter masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, agar identitas nasional dapat dipahami oleh masyarakat sebagai
penerus tradisi dengan nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang kita, maka
pemberdayaan nilai-nilai harus bermakna dalam arti relevan dan fungsional bagi kondisi yang
lagi berkembang dalam masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan
berkembangnya kemampuan refleksi manusia dalam bersikap dan bertindak dalam
memecahka berbagai problematika kehidupan. Keshahihan sebuah tradisi yang merupakan
bagian dari nilai-nilai spiritual yang dianggap sakral, kini disangsikan dalam menjawab
berbagai ipertanyaan berdasarkan visi dan harapan tentang masa depan yang lebih baik. Nilai-
nilai budaya yang diajarkan oleh nenek moyang kita tidak hanya diwarisi sebagai barang yang
“jadi” yang kemudian berhenti dalam kebekuan normative dan nostalgia, melainkan ia harus
diperjuangkan dan terus menerus di tumbuhkan dalam dimensi, ruang dan waktu yang
senantiasa dinamis.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh krisis
dan disintegrasi, maka Pancasila tidak terhindarkan dari berbagai macam gugatan, sinisme
serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara atau pun sebagai
manifestasi identitas nasional. Namun demikian, perlu disadari bahwa tanpa suatu “platform”
dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu hal yang mustahil suatu negara dapat
survive menghadapai derasnya berbagai tantangan serta ancaman yang menyertai dalam
perjalanannya sebagai sebuah negara.
Maka melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan identitas nasional inilah,
identitas nasional menjadi alur rasional-akademik yang tidak hanya berlaku dalam segi
tekstualnya saja melainkan juga dalam segi kontekstualnya yang kemudian dieksplorasi
sebagai rujukan kritik keterbukaan sosial terhadap berbagai penyimpangan yang melanda
masyarakat dewasa ini. Untuk membentuk jati diri bangsa, maka nilai-nilai yang ada tersebut
harus kembali diselami. Misalnya nilai-nilai agama yang datang dari Tuhan serta nilai-nilai
yang lainnya seperti gotong royong, persatuan dan kesatuan, saling menghargai dan
menghormati satu sama lain dimana hal tersebut sangat berarti dalam memperkuat rasa
nasionalisme . Dengan saling mengerti dan emahami satu dengan yang lainnya, maka secara
tidak langsung akan memperlihatkan jati diri bangsa kita yang muaranya dapat terwujudnya
identitas nasional.

D. Integrasi Nasional
Pengertian Integrasi
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi memiliki 2 (dua pengertian, yaitu (1) pengendalian terhadap konflik
dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu dan (2) membuat suatu
keseluruhan dan menyatakan unsur-unsur tertentu. Merujuk pada pengertian kedua,
mengintegrasikan berarti menyatukan unsure-unsur yang ada.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), kata integrasi mempunyai arti pembaharuan
atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat . Berintegrasi artinya berpadu
(bergabung agar menjadi satu kesatuan yang utuh). Kata “mengitegrasikan” berarti membuat
untuk atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah
pisah.
Wriggins (1992) menyatakan bahwa integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-
masyarakat kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihat sebagai
peralihan dari masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Istilah integrasi nasional memmpunyai dua macam pengertian, yaitu :

Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke
dalam satu kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional, dan

Seacara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur


kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa.
Jenis Integrasi
Myron Weiner dalam Yahya Muhaimin & Collin Mc Andrews (1982) membedakan lima tipe
atau jenis integrasi, yaitu :
Integrasi menunjukkan pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam
satu wilayah dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan
dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit.
Integrasi menunjukkan pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat di
atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok-kelompok sosial
budaya masyarakat tertentu.
Integrasi menunjukkan pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada
kelompok elit dan massa.
Integrasi menunjukkan pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan
dalam memelihara tertib sosial.
Integrasi menunjukkan pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima
demi mencapai tujuan bersama.
Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi
apabila; 1) masyarakat dapat emenemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang
dapat dijadikan rujukan bersama. 2) masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus
memiliki “croos cutting affiliation” (anggota dari berbagai kesatuan sosial) sehingga
menghasilkan “croos cutting loyality” (kesetiaan ganda) dari anggota masyarakat terhadap
berbgai kesatuan sosial. 3) masyarakat berada di atas saling ketergantungan di antara unit-unit
sosial yang terhimpun di dalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Pentingnya Integrasi Nasional Dalam Negara Yang Plural


Kita tidak bisa memmungkiri bahwa Indonesia merupakan Negara yang plural/majemuk.
Masyarakat yang pluralistis artinya kondisi geografis dan sosial budaya nusantara lebih banyak
mewarnai corak kehidupan bangsa Indonesia (Al Hakim, 2012: 175). Pada prinsipnya, setiap
ada masyarakat yang pluralistis harus diterapkan juga konsep pluralism, yaitu konsep yang
timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi, ketika setiap individu mengaplikasikan konsep
toleransi terhadap individu lainnya maka lahirlah konsep pluralism. Dalam konsep pluralisme
itulah bangsa Indonesia yang beranekaragam mulai dari suku, agama, ras dan golongan dapat
menjadi bangsa yang satu dan utuh.
Bukti pluralism Indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa seperti
Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Dayak, Bugis dan masih banyak lain yang jumlahnya kurang
lebih 300 suku bangsa dengan bahasa dan identitas kulturalnya masing-masing. Masing-
masing suku bangsa memiliki wilayah kediaman sendiri yang mulanya merupakan daerah
tempat kediaman nenek moyang suku bangsa yang bersangkutan dan pada umumnya
dinyatakan melalui mitos yang meriwayatkan asal usul suku bangsa tersebut. Anggota masing-
masing suku bangsa cenderung memiliki identitas tersendiri sebagai anggota suku bangsa
yang bersangkutan, sehingga dalam keadaan tertentu mereka mewujudkan rasa setiakawan
dan solidaritas dengan sesama suku bangsa asal (Harsja W Bachtiar, 1992: 12).
Keberagaman suku bangsa di Indonesia terutama disebabkan oleh keadaan geografis
Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak
(diperkirakan sekitar 17.000-an pulau besar dan kecil). dan letaknya yang saling berjauhan.
Dalam kondisi yang demikian, nenek moyang bangsa Indonesia dahulu (yang datang dari
daerah yang sekarang dikenal sebagai daerah Tiongkok Selatan), harus tinggal menetap di
daerah yang terpisah satu sama lain.. Di situlah secara perlahan-lahan identitas kesukuan itu
terbentuk, atas keyakinan bahwa mereka masing-masing berasal dari satu nenek moyang
tetapi memiliki kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan suku yang lain.
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman,
harus disadari bahwa masyarakat Indonesia menyimpan potensi konflik yang cukup besar.
Fanatisme terhadap suatu hal, baik itu fanatik terhadap agama dan fanatik terhadap suku
daerah sendiri (as shobiyah) akan memicu konflik yang berkesinambungan. Konflik yang
disebabkan karena hal tersebut akan menggugah keturunan atau sesama saudara yang satu
daerah menjadi ikut campur dalam persoalan yang sebenarnya bukan persoalan umum.
Sehingga muncul pembelaan-pembelaan yang akan memperburuk suasana dalam proses
bersatunya Negara Indonesia.
Sepanjang sejarah sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, hamper tidak pernah lepas
dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri (gerakan separatism). Kasus
Aceh, Papua, Ambon,, Timor Leste merupakan contoh konflik yang bertujuan untuk
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kasus-kasus tersebut merupakan
perwujudan konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas kekuasaan yang ada di pusat.
Konflik tersebut merupakan ekspresi dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat
yang diberlakukan di daerah. Pada tahun 1999 melalui referendum yang diselenggarakan oleh
Presiden Habibie pada saat itu, Timor-Timur resmi memisahkan diri dari Indonesia dan
membentuk Negara baru dengan nama Republik Demokrasi Timor Leste dan diakui merdeka
penuh oleh PBB pada tahun 2002.
Selain konflik diatas , terdapat juga konflik yang berlatar belakang keagamaan, kesukuan,
antar kelompok atau golongan dan semacamnya yang muncul dalam bentuk kerusuhan,
perang antar suku, pembakaran rumah-rumah ibadah dan sebagainya. Dalam hal ini dapat
disebutkan kasus-kasus yang terjadi di Poso, Sampit, Ambon dan masih ada kasus-kasus lain
Terjadinya konflik horizontal biasanya juga merupakan akmulasi dari berbagai faktor, baik
faktor kesukuan, etnis, agama, ekonomi, sosial dan sebagainya. Apa yang tampak sebagai
kerusuhan yang berlatar belakang agama bisa jadi lebih terkait dengan sentiment etnis atau
kesukuan. Begitu juga dengan konflik yang tampak dengan latar belakang etnis atau
keagamaan sebenarnya hanya merupakan perwujudan dari kecemburuan sosial (dikutip dari
Buku “Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil
Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan – Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi “berdasarkan UU No.12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi)
Namun jika dikaji secara lebih mendalam, pluralism seharusnya tidak untuk
dipertentangkan akan tetapi dijadikan sebagai suatu kekuatan yang menjelma menjadi
identitas nasional bangsa, karena perbedaan yang ada sudah diintegrasikan ke dalam suatu
wadah dengan nama NKRI. Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan
bagi setiap negara. Sebab, integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi
negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika
masyarkat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, akan banyak
kerugian yang diderita baik kerugian fisik dan materiil seperti kerusakan sarana dan prasarana
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat amupun kerugian mental spiritual seperti perasaan,
khawatir, cemas, takut bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak
pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh Negara, yang mestinya dapat digunakan untuk
melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, namun kenyataannya lagi-lagi
yang manjadi korban adalah masyarakat tersebut. Satu hal yang harus disadari bahwa integrasi
masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan, karena
setiap masyarakat disampng membawa potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau
pertentangan. Solusinya adalah tergantung dari masyarakat itu sendiri yang menyikapi dan
mengadakan usaha untuk meredam dan meminimalkan konflik yang ada. Jika sudah demikian,
potensi konflik dapat dihindari.
BAB
WARGA NEGARA DAN
KEWARGANEGARAAN

A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan


Warga Negara
Kita sering mendengar kata-kata, seperti warga desa, warga kota, warga masyarakat,
warga bangsa dan warga dunia. Warga mengandung arti peserta atau anggota dari suatu
organisasi perkumpulan. Jadi warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari
suatu negara.
Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (Inggris). Kata citizen secara
etimologis berasal dari masa Romawi yang pada waktu itu berbahasa latin, yaitu “civis” atau
“civitas” yang berarti aggota atau warga dari city-state. Selanjutnya kata ini dalam bahasa
Perancis diistilahkan “citoyen” yang bermakna warga dalam “cite” (kota) yang memiliki hak-
hak terbatas. Citoyen atau citizen dengan demikian bermakna warga atau penghuni kota.
Dalam Merriam-Webster Online Dictionary, dinyatakan defenisi citizen, sebagai berikut :
an inhabitant of a city or town; especially: one entitled to the right and privlages of a freeman
a: a member of a state; b: a native or a naturalized person who owes alligeance to a
government and is a entitled to protection from it.
a civilian as distinguished from a specialized servant of the state
Istilah citizen berkembang di Inggris pada abad pertengahan, namun menjelang akhir
abad ke-19, kata tersebut saling bertukar pakai dengan denizen. Kedua istilah tersebut secara
umum menunjuk warga atau penduduk kota sedang orang-orang yang berada di luar
disebutnya “subject”. Pada awalnya subject adalah non warga kota yang terdiri atas, wanita,
anak-anak, budak dan penduduk asing.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa citizen adalah warga dari semua
komunitas yang dilekati dengan sejumlah keistimewaan, memiliki kedudukan yang sederajat,
memiliki loyalitas, berpartisipasi dan mendapat perlindungan dari komunitasnya. Seorang
citizen dapat dibedakan dengan mereka yang bukan citizen.
Disamping warga negara, perlu dijelaskan pula istilah rakyat dan penduduk. Rakyat lebih
merupakan konsep politis dan menunjukkan pada orang-orang yang berada di bawah satu
pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya di lawankan dengan
penguasa. Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara
yang kemudian dapat dibedakan menjadi penduduk dan non penduduk. Sedangkan penduduk
negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan orang-orang asing atau bukan warga
negara.
Olehnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari skema berikut :

Warga Negara

Penduduk

Orang yang Orang Asing


Berada di
Wilayah negara
Bukan
Penduduk

Gambar 3.1 Penduduk negara

Kewarganegaraan
Cogan & Derricott (1998) mendefenisikan kewarganegaraan sebagai “a set
characteristics
of being a citizen”. Kewarganegaraan menunjuk pada seperangkat karakteristik dari seorang
warga. Karakteristik atau atribut kewarganegaraan (attribute of citizenship) itu meliputi (a)
sense of identifity (perasaan akan identitas), (b) the enjoymentof certain rights (pemilikan hak-
hak tertentu), (c) the fulfillment of corresponding obligations (pemenuhan kewajiban-
kewajiban yang sesuai) (d) a degree of interest and involvement in public affair (tingkat
ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah public), dan (e) an acceptance of basic values
( penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar).
Pendapat lain menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah bentuk identitas yang
memungkinkan individu-individu merasakan makna kepemilikan, hak dan kewajiban sosial dalam
komunitas politik (negara). Hubungan antara rakyat dan negara berdasarkan asas resiprokalitas hak
dan kewajiban (Kalidjernih, 2007). Dalam kamus Maya Wikipedia dikatakan kewarganegaraan
merupakan keanggotaan dalam komunitas politik (yang dalam sejarah perkembangannya diawali
pada negara kota, namun sekarang ini telah berkembang pada keanggotaan suatu negara) yang
membawa implikasi pada kepemilikan hak untuk berpartisipasi dalam politik.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, kewarganegaraan menunjukkan pada bentuk


hubungan antara warga dengan komunitasnya sendiri, dalam hal ini negara yang melahirkan
berbagai akibat antara lain :
Memunculkan identitas baru sebagai warga Negara,

Menghasilkan rasa kepemilikan terhadap komunitas baru (negara) termasuk kepemilikan akan nilai-
nilai bersama komunitas ,

Memunculkan aneka peran, partisipasi dan bentuk-bentuk keterlibatan lain pada komunitas negara,
dan
Timbulnya hak dan kewajiban antara keduanya secara timbal balik.
Menurut hukum Indonesia, dalam hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Arti kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara. Jika selama ini dipahami bahwa bentuk-bentuk hubungan
tersebut hanya melahirkan hak dan kewajiban secara timbal balik maka sesungguhnya lebih dari itu.
Seperti telah dikemukakan diatas, kewarganegaraan memunculkan sejumlah karakteristik, atribut
atau elemen yakni adanya identitas yakni adanya identitas, hak, kewajiban, partisipasi, dan
penerimaan terhadap nilai bersama (Cogan & Derricot, 1998).

Kewarganegaraan dapat dipahami dalam tiga status, Pertama, status legal yakni memiliki hak
dan perlindungan dari negara. Kedua, status sebagai agen politikal yang melahirkan aneka partisipasi
dalam berbagai pranata politik. Ketiga, status keanggotaan itu sendiri yang menghadirkan identitas
(Kalidjernih, 2010). Dewasa ini kewarganegaraan sebagai status hukum (legal) tampakanya lebih
mengemuka, sejalan dengan menguatnya entitas negara sebagai organisasi legal.
Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :
Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosilogis

Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang
dengan negara atau kewarganegaraan sebagai status legal. Dengan adanya ikatan hukum
itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Bahwa orang tersebut berada di bawah
kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hokum seperti akte
kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan dan lain-lain

Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan ikatan
emosional seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan
tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan orang yang bersangkutan.
Orang yang memiliki ikatan demikian merupakan kewarganegaraan dalam
arti sosiologis.

Dari sudut kewarganegaraan sosilogis, seorang dapat dipandang negara sebagai warga
negaranya sebab ikatan emosional, tingkah laku dan penghayatan hidup yang dilakukan
menunjukkan bahwa orang tersebut sudah seharusnya menjadi anggota negara itu. Akan tetapi, dari
sudut kewarganegaraan yuridis orang tersebut tidak memenuhi sebab tidak memiliki bukti
ikatan hukum dengan negara. Jadi, dari sisi kewarganegaraan sosiologis ada hal yang belum
terpenuhi yaitu persyaratan yuridis yang merupakan ikatan formal orang tersebut dengan negara. Di
sisi lain, terdapat orang yang memiliki kewarganegaraan dalam arti yuridis namun tidak memiliki
kewarganegaraan dalam sosiologis. Ia memiliki tanda ikatan hukum dengan negara tetapi ikatan
emosional dan penghayatan hidupnya sebagai warga negara tidak ada. Jadi, ada kalanya terdapat
seorang warga negara hanya secara yuridis saja sedangkan secara sosiologis belum memenuhi.
Adalah sangat ideal apabila seorang warga negara memenuhi persyaratan yuridis dan sosiologis
sebagai anggota dari sebuah negara.
Kewarganegaraan dalam arti formal dan material

Kewarganegaraan dalam arti formal menunjukkan pada tempat kewarganegaraan dalam


sistematika hukum. Masalah kewarganegaraan atau hal ikhwal mengenai warga negara
berada pada hukum publik. Hal ini karena kaidah-kaidah mengenai negara semata-mata
bersifat publik.

Kewarganegaraan dalam arti materil menunjuk pada akibat dari status kewarganegaraan, yaitu
adanya hak dan kewajiban serta partisipasi warga negara. Kedudukan seseorang sebagai
warga negara akan berbeda dengan kedudukan seseorang sebagai orang asing.

Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum serta


tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki kewarganegaraan tidak
jatuh pada kekuasaan atau kewenangan negara lain. Negara lain tidak berhak memperlakukan
kaidah-kaidah hukum pada orang yang bukan warga negaranya.

B. Kedudukan Warga Negara Dalam Negara


Penentuan Warga Negara
Siapa saja yang dapat menjadi warga negara dari suatu Negara? Setiap Negara yang
berdaulat memiliki hak untuk menentukan siapa-siapa saja yang menjadi warga negaranya.
Negara tidak terikat dengan negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara
lainnya juga tidak memiliki hak menentukan atau turut campur dalam penentuan
kewargnegaraan suatu negara.
Meskipun demikian, dalam menentukan kewarganegaraan seseorang dalam hal ini
negara tidak boleh melanggar “general principles” atau asas-asas umum hukum internasional
tentang kewarganegaraan. Asas tersebut diantaranya :
Suatu negara tidak boleh memasukkan orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan
sedikitpun dengan negara yang bersangkutan sebagai warga negaranya. Misalnya,
Indonesia bebas menentukan siapa yang akan menjadi warga negara, tapi Indonesia tidak
dapat menyatakan bahwa semua orang yang ada di kutub selatan adalah juga warga
negaranya, dan
Suatu Negara tidak boleh menentukan kewarganegaraan berdasrkan unsur-unsur primordial
yang dirasakan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum umum (general principles)
tadi. Misalnya, Indonesia tidak dapat menyatakan bahwa yang dapat menjadi warga
negara Indonesia adalah orang yang beragama islam saja atau orang yang berasal dari
suku Jawa saja.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal adanya asas kewarganegaraan
berdasar kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasar perkawinan.
Penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dengan dua asas,
yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata
solum yang artinya negeri atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
Asas ius soli adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari
tempat dimana orang tersebut dilahirkan
Asas ius sangunis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasar keturunan dari orang tersebut.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada spek
perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang
tidak terpisah sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama
suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah
kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan
istri adalah sama dan satu.
Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan
status kewarganegaraan suami atau istri. Keduanya memiliki hak yang sama ntuk
menentukan sendiri kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan,
seperti halnya ketika belum berkeluarga.
Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapt menciptakan
problem kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara singkat problem kewarganegaraan
adalah munculnya apatride atau bipatride. Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang
tidak memiliki kewaraganegaraan sedangkan Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang
memiliki kewarganegaraan ganda (dua). Bahkan dapat muncul multipatride, yaitu istilah untuk
orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari satu).
Contoh munculnya apatride:
Seorang bayi lahir di Negara A yang menganut asas Ius Sanguinis. Bayi tersebut
adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan B dimana B menganut
asas Ius Solli. Dengan demikian si bayi akan menjadi apatride. Ia tidak memperoleh
kewarganegaraan A sebab ia bukan keturunan orang yang berkewarganegaraan A. Bayi
itu juga tidak
berkewarganegaraan B sebab ia lahir di luar wilayah Negara B.
Contoh munculnya bipatride:
Seorang bayi lahir di Negara C yang menganut asas Ius Soli. Bayi tersebut adalah anak
dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan D dimana D menganut asas Ius Sanguinis.
Dengan demikian si bayi akan menjadi bipatride. Ia memperoleh kewarganegaraan C sebab
lahir negara tersebut. Bayi itu juga berkewarganegaraan D sebab ia keturunan dari orang yang
berkewarganegaraan D.
Orang yang berstatus apatride atau bipatride menimbulkan masalah dalam suatu negara.
Orang yang apatride akan mempersulit orang tersebut menjadi penduduk negara. Ia dapat
dianggap sebagai seorang asing yang hak dan kewajibannya terbatas dibanding warga negara
atau penduduk yang lainnya yang memiliki status yang jelas. Orang berpatride dapat
mengacaukan keadaan kependudukan di antara dua negara. Orang yang dapat
memanfaatkan hak dan kewajibannya sebagai warga negara di dua negara yang berbeda. Oleh
karena itu, orang yang apatride maupun bipatride diupayakan untuk memiliki status
kewarganegaraan yang jelas.

Warga Negara Indonesia


Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Ketentuan
tersebut tercantum dalam Pasal 26 UUD 1945 sebagai berikut :
Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang Berdasarkan
hal di atas, kita mengetahui bahwa orang yang dapat menjadi warga negara

Orang-orang bangsa Indonesia asli, dan


Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi seorang warga
Negara Indonesia.
Bedasar pada Pasal 26 Ayat 2 UUD 1945 bahwa penduduk Negara Indonesia terdiri
atas dua, yaitu warga negara dan orang asing. Ketentuan ini merupakan hal baru dan
sebagai hasil amandemen atas UUD 1945. Sebelumnya penduduk Indonesia berdasar
Indische Staatsregeling 1927 pasal 163 penduduk dibagi 3, yaitu :
Golongan Eropa, terdiri atas :
Bangsa Belanda
Bukan bangsa Belanda tetapi dari Eropa, dan
Orang bangsa lain yang hukum keluarganya sama dengan golongan Eropa
Golongan Timur Asing, terdiri atas :
Golongan Tionghoa, dan
Golongan Timur Asing bukan Cina
Golongan Bumi Putera atau Pribumi, terbagi :
Orang Indonesia asli dan ketrunannya, dan
Orang lain yang menyesuaikan diri dengan yang pertama
Dengan adanya ketentuan baru mengenai penduduk Indonesia, diharapkan tidak ada lagi
pembedaan dan penamaan penduduk Indonesia atas golongan pribumi dan keturunan yang
dapat memicu konflik antar penduduk Indonesia.
Orang-orang bangsa lain adalah orang-orang peranakan, seperti peranakan Belanda,
Tionghoa dan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia. Mengakui Indonesia sebagai
tumpah darahnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia. Orang-orang ini
dapat menjadi warga Negara Indonesia dengan cara naturalisasi atau pewarganegaraan.
Hal-hal yang mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Adapun undang-undang yang mengatur tentang warga Negara adalah Undang-Undang No.
12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Ketentuan Undang-Undang Mengenai Warga Negara Indonesia


Perihal warga Negara Indonesia diatur oleh undang-undang. Sejak Proklamsi
Kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, undang-undang yang mengatur perihal
kewarganegaraan adalah sebagai berikut :
Undang-Undang No. 3 Tahun 1947 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara
Undang-Undang No. 6 Tahun 1947 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 3 Tahun
1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara
Undang-Undang No. 8 Tahun 1947 tentang Memperpanjang Waktu untuk Mengajukan
Pernyataan Berhubungan Kewargaan Negara Indonesia
Undang-Undang No. 11 Tahun 1948 tentang Memperpanjang Waktu Lagi Untuk Mengajukan
Pernyataan Berhubungan dengan Kewargaan Negara Indonesia
Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Undang-Undang No. 3 Tahun 1976 tentang Perubahan atas Pasal 18 Undang-Undang No. 62
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Sampai
saat ini undang-undang yang berlaku adalah Undang-Undang 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adapun peraturan pelaksanaan guna
mendukung undang-undang ini antara lain, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2
Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh
Kewarganegaraan Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

C. Kewarganegaraan Indonesia
Tentang Warga Negara Indoensia
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tersebut tentang siapa yang
menjadi warga negara Indonesia, dinyatakan bahwa warga negara Indonesia adalah :
Setiap orang yang berdasarkan peraturan perudang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum undang-
undang ini berlaku menjadi Warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seseorang ayah dan ibu warga Negara
Indonesia;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara Indonesia dan
ibu warga Negara asing;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan ibu
warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
Anak yang lahir dari tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara Indonesia
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang
diakui oleh seorang ayah warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
dan/atau belum menikah;
Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah
dan ibunya tidak diketahui;
Anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraan,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia;
Anak warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia; dan
Anak warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga Negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai warga Negara Indonesia.

Tentang Pewarganegaraan
Pewarganegaraan secara luas dapat diartikan sebagai cara atau upaya orang dalam
memperoleh status sebagai warga negara suatu negara. Pewarganegaraan dikenal dengan
istilah naturalisasi. Setiap negara memiliki ketentuan tentang cara-cara bagaimana orang
dapat menjadi warga negara di negara tersebut. Negara Indonesia juga memiliki ketentuan
mengenai cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Sedangkan pewarganegaraan secara sempit merupakan salah satu cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia. Menurut undang-undang, yang dimaksud pewarganegaraan
adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui permohonan.
Tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia menurut Undang-Undang
No. 12 Tahun 2006, antara lain :
Melalui permohonan, yaitu tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia. Permohonan pewarganegaraan data diajukan oleh pemohon jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
Pada waktu mengajukan permohonan sesudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
Sehat jasmani dan rohani
Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undnag-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) Tahun atau lebih
Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda.
Mempunyai pekerjaan dan/ atau berpenghasilan tetap.
Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Melalui pernyataan, yaitu warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang. Pernyataan
sebagaimana yang dimaksud dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal
di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling
singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan
tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Melalui pemberian kewarganegaraan. Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik
Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan
Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut
mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.
Contoh, orang asing yang telah berjasa dalam bidang olah raga di suatu negara maka
diberi kewarganegaraan negaratersebut yang menjadikan ia warga negara istimewa.
Melalui pernyataan untuk memilih kewarganegaraan. Ketentuan ini berlaku bagi anak yang
sudah berumur 18 tahun atau telah kawin atau anak yang memenuhi criteria di bawah ini :
1. Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia
18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetapi diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut memiliki kewarganegaraan
ganda. Akan tetapi, setelah berumur 18 tahun atau kawin, ia harus memiliki
kewarganegaraan. Apakah ia memilih berkewarganegaraan asing ataukah
berkewarganegaraan Indonesia.

Tentang Kehilangan Kewarganegaraan


Dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia hilang karena :
Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri;
Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
jika bersangkutan telah berusia 18 tahun, bertempat tingal diluar negeri dan
dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan;
Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
Secara sukarela masuk dalam dinas asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hnaya dapat
dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing
atau bagian dari negara asing tersebut;
Tidak diwajibkan, tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang
dapat diartikan sebagai tanpa kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain
atas namanya;
Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun terus
menerus bukan dalam rangka dinas negara, atanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya
yang bersangkutan tidak mengajukan penrnyataan ingin tetap menjadi Warga Negara
Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia kepada Perwakilan Republik
Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan pada
perwakilan Republik Indonesia tersebut telah meberitahukan secara tertulis kepada
yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan;
Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing
sehingga kehilangan Kewarganegaraan Indonesia jika menurut hokum negara asal
suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat
perkawinan tersebut;
Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing
sehingga kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hokum
negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri
sebagai akibat perkawinan tersebut. Atau jika ingin tetap menjadi Warga Negara
Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal
perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan
kewarganegaraan ganda. Surat pernyataan dapat diajukan oleh perempuan setelah 3
tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung, dan
Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan
keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar atau
terjadi kekeliruan mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang dinyatakan batal
kewarganegaraannya. Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ketentuan yang lebih terperinci perihal kewarganegaraan termasuk tata cara
memperoleh kembali kewarganegaraanIndonesia yang hilang dan ketentuan pidana bagi yang
melanggar ketentuan terdapat dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Asas-asas yag dipakai dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia meliputi :
a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seorang
berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran;
b. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diperuntukkan terbatas bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini;
Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang, dan
Asas kewaraganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal adanya
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan pada anak-anak merupakan suatu pengecualian. Jika
anak tersebut sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah maka dipersilahkan memilih
kewaraganegaraan bapaknya ataukah ibunya.

D. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


Wujud Hubungan Warga dengan Negara
Wujud hubungan antara warga negara dengan negara pada umumnya berupa peran
(role), hak dan kewajiban. Peran pada dasarnya adalah tugas apa yang dilakukan sesuai
dengan status yang dimiliki dalam hal ini sebagai warga negara. Istilah peran dapat
dipersamakan dengan partisipasi warga negara, sebagai salah satu atribut kewarganegaraan.
Secara teoritis, status warga negara meliputi status pasif, aktif, negative dan positif (Cholisin,
2000)
Peran pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku atau kebijakan politik yang ada. Peran aktif merupakan aktivitas warga negara
untuk terlibat (berpartisipasi) serta ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam
mempengaruhi keputusan public. Peran positif merupakan aktifitas warga negara untuk
meminta pelayanan dari Megara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Peran negative
merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan negara dalam persoalan
pribadi warga.
Di Indonesia, bentuk hubungan antara warga negara dengan negara secara legal telah
diatur dalam UUD 1945. Hubungan antara warga negara dengan negara Indonesia tersebut
digambarkan dengan baik dalam pengaturan mengenai hak dan kewajiban. Baik itu hak dan
kewajiban warga negara terhadap warganya. Ketentuan selanjutnya mengenai hak dan
kewajiban warga negara di berbagai bidang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang dasar. Akan tetapi, disamping pangaturan tentang hak dan
kewajiban warga negara, sebuah undang-undang kadang pula memuat bentuk-bentuk
partisipasi warga negara di bidang yang sesuai dengan isi undang-undang tersebut.

Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


Hak dan Kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34
UUD 1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain :
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUD
1945, yaitu : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.” Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan.
Hak membela negara, tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi :
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Pasal
ini menjelaskan tentang kewajiban setiap warga negara dalam pembelaan negara.
Hak berpendapat, tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, yaitu “Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.” Pasal ini mengandung makna bahwa setiap warga
negara dapat menyampaikan pendapat, saran dan ktitik dalam ruang publik baik lisan
maupun tertulis sepanjang hal tersebut masih sesuai dengan aturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hak kemerdekaan memeluk agama, tercantum dalam Pasal 29 ayau (1) dan (2) UUD 1945
yang berbunyi :
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal ini menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih
agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Hak ikut serta dalam pertahanan negara, tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. Yang
menyatakan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.” Maksud dari pasal ini adalah setiap warga negara
berkewajiban berpartisipasi dalam mempertahankan negara dari serangan musuh, jika
negara membutuhkan.
Hak untuk mendapat pendidikan, tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang
berbunyi :
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia, sebagimana
tercantum dalam Pasal 32 UUD 1945 ayat (1) berbunyi : “Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial, hal tersebut sebagaimana
tercantum dalam Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) UUD 1945 yang berbunyi :
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
Bumi dan air serta kekeyaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi denganprinsip
kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Hak untuk mendapat jaminan keadilan sosial, tercantum dalam Pasal 34 UUD 1945 yang
berbunyi : “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Kewajiban warga negara terhadap negara Indonesia, anatar lain :
Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 27
ayat (1) UUD 1945, yaitu “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.”
Kewajiban membela negara, tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan : “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.”
Kewajiban dalam upaya pertahanan negara, tercantum dalam Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945
menyatakan : “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.”
Disamping adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, dalam UUD
1945 hasil amandemen I telah dicantumkan adanya hak asasi manusia. Ketentuan
mengenai hak asasi manusia ini merupakan langkah maju dari bangsa Indonesia untuk
menuju kehidupan konstitusional yang demokratis. Ketentuan mengenai hak asasi
manusia tertuang pada pasal 28 A-J UUD 1945. Dalam ketentuan tersebut juga
dinyatakan adanya kewajiban dasar manusia.
Selain itu ditentukan pula hak dan kewajiban yang dimiliki negara terhadap warga
negara. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan
kewajiban dan hak warga negara terhadap negara. Berikut ini beberapa ketentuan
tersebut.
Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintahan
Hak negara untuk dibela
Hak negara untuk menguasai bumi air dan kekayaanuntuk kepentingan rakyat
Kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil
Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara
Kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat.
Kewajiban negara memberi jaminan sosial
Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah.
Secara garis besar, hak dan kewajiban negara yang tertuang dalam UUD 1945
mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang itu antara lain bidang politik dan
pemerintahan, bidang sosial, bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang ekonomi
dan bidang pertahanan.
Selain adanya hak dan kewajiban warga negara, di dalam UUD 1945 juga tercantum
tentang hak asasi manusia. Hak asasi manusia perlu dibedakan dengan hak asasi warga negara.
Hak warga negara merupakan hak yang ditentukan dalam suatu konstitusi negara. Munculnya
hak ini adalah karena ketentuan undang-undang dan berlaku bagi orang yang berstatus
sebagai warga negara. Sedangkan hak asasi manusia umumnya merpakan hak-hak yang
sifatnya mendasar yang melekat dengan keberadaannya sebagai manusia. Hak asasi manusia
tidak diberikan oleh negara, tetpi harus dijamin keberadaannya oleh negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai berbagai hak dan kewajiban warga negara dalam
hubungannya dengan negara tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan
sebagai penjabaran atas UUD 1945, seperti berikut :
Hak dan Kewajiban warga negara di bidang pendidikan terdapat dalam Undang-Undang N0.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No.14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Hak dan Kewajiban warga negara di bidang pertahanan keamanan terdapat dalam Undang-
Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara , Undang-Undang No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Undang-Undang No. 34 Tahun
2004 tentang TNI.
Hak dan Kewajiban warga negara di bidang politik terdapat dalam Undang-Undang No. 9
Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, Undang-
Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik, Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan anggota DPR, DPD
dan DPRD dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden.
Berikut ini contoh hak dan kewajiban warga negara maupun hak dan kewajiban negara
terhadap warganya di bidang pendidikan berdasar Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA,
MASYARAKAT DAN PEMERINTAH

Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memproleh pendidikan yang bermutu
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyrakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjat hayat.
Pasal 6
Setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
Orang tua berhak berperan serta dalam meilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi
program pendidikan
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintahan daerah berhak mengarahkan, membimbing,
membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima
belas tahun.

BAB V
PESERTA DIDIK

Pasal 12
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama;
Mendapatkan pelayanan pendidikan seusai dengan bakat, minat dan kemampuannya;
Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu mebiayai
pendidikannya;
Mendapat biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan
Setiap peserta didik berkewajiban :
Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan;
Ikut menaggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturanperundang-undangan
yang berlaku.
Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Bentuk hubungan warga negara dengan negara pada dasarnya tidak hanya memuat hak
dan kewajiban secara timbal balik, namun juga memuat bentuk-bentuk partisipasi warga
negara. Partisipasi juga merupakan elemen atau atribut dari kewarganegaraan (atribut of
citizenship).
Apabila kita membaca secara keseluruhan isi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional maka partisipasi warga negara dalam pendidikan dimuat
dalam beberapa pasal. Contohnya, dalam Pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Pendidikan sebagai berikut.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organissi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan
Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Undang-undang yang lain juga memuat perihal hak, kewajiban dan peran serta warga
negara. Misalnya, dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
PenanggulanganBencana. Perihal hak dan kewajiban serta partisipasi (peran serta warga
negara) dimuat dalam beberapa pasal. Contoh :

BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 26
Setiap orang berhak :
Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat
yang rentan bencana;
Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulan bencana
Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan
bencana.
Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan program
penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
Berpartsipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya yang berkaitan dengan komunitasnya, dan
Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
Seorang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang
disebabkan oleh kegagalan konstruksi.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 27

Setiap orang berkewajiban :


Mendapat kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keeimbangan,
keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
Melakukan kegiatan penanggulangan bencana; dan
Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.

BAB VI
PERAN LEMBAGA USAHA DAN
LEMBAGA INTERNASIONAL
Bagian Kesatu
Peran Lembaga Usaha

Pasal 28
Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan
penanggulanganbencan, baik secara tersendiri maupun secara bersam dengan pihak
lain

Pasal 29
(1) Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan penyelenggaraan
penaggunalangan bencana
Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan
yang diberi tugas melakukan penaggulangan bencan serta menginformasikannya
kepada public secara transparan.
Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencan.
Berdasrkan dua contoh di atas menunjukkan bahwa si materil
kewarganegaraan Indonesia memuat elemen hak, kewajiban dan partisipasi (peran
serta) warga negara. Hanya saja secara umum pemuatan hak dan kewajiban warga
negara lebih banyak dibandingkan pengaturan tentang partisipasi warga negara. Hal
demikian dikarenakan pemahaman tentang kewarganegaraan lebih banyak
menekankan pada kewarganegaraan sebagai status legal formal dimana hak yang
utama dan kewajiban menjadi elemen utama. Hal demikian juga sejalan dengan
penguatan konsep negara hukum dewasa ini.

Problem Status Kewarganegaraan


Akibat adanya asas kewarganegaraan, khususnya asas kewarganegaraan yang dilihat dari
sisi kelahiran berupa asas ius soli dan ius sanguinis, menyebabkan munculnya problem status
kewarganegaraan yang disebut dengan apatride dan bipatride. Problem status
kewarganegaraan ini terjadi dikarenakan perbedaan asas kewarganegaraan yang digunakan
oleh negara-negara di dunia.
Pada hakikatnya seseorang tidak bisa berada dalam kondisi apatride (tidak memiliki
kewarganegaraan) dan juga tidak boleh berada dalam kondisi bipatride (memiliki
kewarganegaraan ganda). Jika hal ini terjadi, maka akan berimbas pada hak dan kewajiban
yang bersangkutan dalam hubungannya dengan negara. Orang yang berada dalam kondisi
apatride tidak akan diakui sebagai warga negara di negara manapun sehingga dia tidak bisa
melakukan hubungan dengan negara, dalam artian dia tidak bisa menuntut hak terhadap
negara dan tidak ada jaminan oleh negara terhadap apapun yang menimpanya. Sementara
bagi orang yang berada dalam kondisi bipatride, ia akan memiliki peran ganda serta memiliki
hak dan kewajiban ganda pula dari dua negara yang mengakuinya sebagai warga negara. Hal
ini akan menimbulkan kesulitan bagi orang yang bersangkutan dalam hal melaksanakan
kewajibannya, seperti kewajiban bela negara (negara mana yang akan dibela) hingga
kewajiban untuk membayar pajak (karena ia akan membayar pajak pada dua negara sekaligus).

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kapan seseorang dikatakan apatride dan
kapan seseorang bipatride? Untuk memahaminya dapat dilihat dari skema berikut :
Apatride

Ius Soli (Asas Tempat Lahir Ius Sanguinis (Asas Keturunan)


Co: Amerika Serikat Co. Republik Rakyat Cina

Bipatride

Gambar 3.2 Problem Status Kewarganegaraan

Dari skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : Orang Amerika Serikat (negara
penganut asas tempat lahir/ius soli) pergi ke China (negara penganut asas keturunan/ius
sanguinis) dan melahirkan anak di China, sang anak tidak diakui sebagai warga negara
Amerika karena dia tidak dilahirkan di AS yang menganut asas tempat lahir. Sebaliknya sang
anak juga tidak diakui sebagai warga negara China yang menganut asas keturunan karena
orang tuanya bukan orang China. Artinya sang anak menjadi apatride (tidak memiliki
kewarganegaraan).
Sebaliknya, orang China (negara penganut asas keturunan/is sangunis) pergi ke AS
(negara penganut asas tempat lahir/ius soli) dan melahirkan anak di AS. Sang anak diakui
sebagai warga negara AS karena lahir di AS. Di sisi lain, sang anak juga diakui sebagai warga
negara China karena orang tuanya keturunan warga negara China. Artinya, sang anak menjadi
bipatride (memiliki dua kewarganegaraan).
Untuk mengatasi problem status kewarganegaraan ini, jika anak berada dalam kondisi
apatride, maka orang tua sang anak harus segera memohon, mengurus, dan meminta
kewarganegaraan dari negara yang diinginkannya untuk sang anak. Jika anak dalam kondisi
bipatride, maka yang bersangkutan boleh memiliki kewarganegaraan ganda sampai berusia
17 tahun atau belum menikah, setelah itu yang bersangkutan mutlak harus memilih atau
melepaskan salah satu kewarganegaraan yang dia miliki. Olehnya, dia memiliki dua hak yakni
hak opsi dan hak repudiasi. Hak opsi adalah hak untuk memilihsalah satu kewarganegaraan
dan hak repudiasi adalah hak untuk menolak satu kewarganegaraan lainnya.
BAB
NEGARA DAN KONSTITUSI

A. Konstitusionalisme
Gagasan tentang Konstitusionalisme
Konstitusi merupakan hukum dasar sebuah negara. Dasar-dasar penyelenggaraan
bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar. Penyelenggaraan bernegara
Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dapat dicermati dari kutipan kalimat
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai berikut :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:…”
Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional
(constitutional state). Constitutional state merupakan salah satu ciri negara demokrasi
modern. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai negara konstitusional maka
konstitusi negara tersebut harus memenuhi sifat atau ciri-ciri dari konstitusionalisme
(constitusionalism). Jadi, negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang
konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan atau paham.
Di negara demokrasi, pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang menjamin
sepenuhnya kepentingan rakyat, serta hak-hak dasar rakyat. Disamping itu pemerintah dalam
menjalankan kekuasaannyaperlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak
sewenang-wenang, serta benar-benar untuk kepentingan rakyat. Mengapa kekuasaan perlu
dibatasi? Kekuasaan perlu dibatasi karena kekuasaan itu cenderung untuk disalahgunakan dan
disewenang-wenangkan. Ingat hukum besi kekuasaan dari Lord Acton yang mengatakan
bahwa “power tends corrupt and absolut power corrupts absolutely” (kekuasan cenderung
untuk menjadi sewenang-wenang dan dalam kekuasaan yang mutlak kesewenang-wenangan
juga cenderung mutlak).
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan yang
terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi
(hukum dasar atau hukum undang-undang dasar negara). Konstitusi atau undang-undang
dasar negara mengatur dan menetapkan kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga
kekuasaan pemerintahan negara efektif untuk kepentingan rakyat, serta tercegah dari
penyalahgunaan kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa
kekuasaan pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak
dilanggar.
Gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi, serta hak-hak dasar rakyat dijamin
dalam suatu konstitusi negara dinamakan konstitusionalisme. Carl J. Friedrich berpendapat
“konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas
yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk pada beberapa pembatasan yang
dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan
tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang
dimaksud termaktub dalam konstitusi” (Taufiqurrohman Syauri, 2004).
Oleh karena itu, suatu negara demokrasi harus memiliki dan berdasar pada suatu
konstitusi, apakah itu bersifat naskah (written constitution) atau tidak bersifat naskah
(unwritten constitution). Akan tetapi, tidak semua negara yang berdasar pada konstitusi
memiliki sifat konstitusionalisme. Di dalam gagasan konstitusionalisme, undang-undang dasar
sebagai lembaga mempunyai fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan di
satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi warga negara (Mariam Budiardjo, 1977).
Jadi, dapat disimpulkan di dalam gagasan konstituisionalisme, isi daripada konstitusi negara
bercirikan dua hal pokok berikut ini.
Konstitusi itu membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya.
Konstitusi itu menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negara.
Konstitusi atau undang-undang dasar dianggap sebagai perwujudan hukum tertinggi
yang harus ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan
dalil “government by law, not by men” (pemerintahberdasrkan hokum bukan oleh manusia).
Pada permulaan abad ke-19 dan awal abad ke-20 gagasan mengenai konstitusionalisme
(kekuasaan terbatas dan jaminan hak dasar warga negara) mendapatkan perumusan secara
yuridis. Daniel S. Lev memandang konstitusionalisme sebagai paham “negara terbatas”. Para
ahli hokum Eropa Barat Kontinental, seperti Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl
memakai istilah Rechtsstaat. Sedangkanahli Anglo-Saxon, seperti A. V. Dicey memakai istilah
Rule of Law. Di Indonesia, istilah Rechtsstaat. dan Rule of Law biasa diterjemahkan
dengan istilah “Negara Hukum” (Mahfud MD, 1993).

Negara Konstitusional
Berbicara mengenai negara konstitusional, maka tidak terlepas dari sejarah panjang
mengenai asal usul dari negara itu sendiri. Masa Yunani kuno adalah sebuah permulaan
dimana sebuah kerangka negara mulai ada dengan meletakan fondasi hukum. Seperti
diketahui bahwa hubungan konstitusi dan negara memiliki keterkaitan yang sangat erat,
seperti dalam pengertian yang lampau dan sudah ada sejak dahulu bahwa konstitusi
merupakan keseluruhan sistem yang mengatur tentang hukum negara, yang kemudian hukum
tersebut mengatur fungsi dan kewenangan dari setiap kekuasaan yang ada, atau dalam
pengertian lain ialah kekuasaan pemerintah, hak yang diperintah, dan hubungan keduanya
yang kemudian diatur.
Setiap negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar. Namun tidak setiap negara
memiliki undang-undang dasar. Inggris tetap merupakan negara konstitusional (constitutional
state) meskipun tidak memiliki undang-undang dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas berbagai
aturan pokok yang timbul dan berkembang dalam sejarah bangsa tersebut. Konstitusi tersebar
dalam berbagai dokumen, seperti Magna Charta (1215), Bill of Right (1968), dan Parmilment
Act (1911). Konstitusi dalam kaitan ini memiliki pengartian yang lebih luas dari undang-
undang dasar.
Negara konstitusional bukan sekedar konsep formal, tetapi juga memiliki makna
normative. Di dalam gagasan konstitusionalisme konstitusi tidak hanya merupakan suatu
dokume yang menggambarkan pembagian dan tugas-tugas kekuasaan, tetapi juga
menentukan dan membatasi kekuasaan agar tidak dislahgunakan . Sementara itu, di lain pihak
konstitusi juga berisi jaminan akan hak-hak asasi dan hak dasar warga negara. Negara yang
menganut gagasan konstitusionalisme inilah yang disebut negara konstitusional (constitional
state).
Adnan Buyung Nasution (1995) menyatakan negara konstitusional pertama-tama
merupakan negara yang megakui dan menjamin hak-hak warga negara, serta membatasi dan
mengatur kekuasaannya secara hukum. Jaminan dan pembatasan yang dimaksud harus
tertuang dalam konstitusi. Jadi negara konstitusi bukanlah semata-mata negara yang telah
memiliki konstitusi. Perlu dipertanyakan lagi apakah konstitusi negara tersebut berisi
pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak-hak dasar warga negara.
B. Konstitusi Negara
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari istilah bahasa Perancis “constituer” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan suatu negara. Konstitusi juga dapat berarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan negara. Istilah konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau undang-
undang. Kata konstitusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut : (1)
segala ketentuan undang-undang dan aturan mengenai ketatanegaraan (2) undang-undang
dasar suatu negara.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menerjemahkna kata constitution (konstitusi) dengan
undang-undang dasar. Istilah undang-undang dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam
bahasa Belanda “Grondwet”. Dalam Bahasa Indonesia, grond berarti tanah dan wet
diterjemahkan sebagai undang-undang/peraturan. Di negara-negara yang menggunakan
bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai istilah constitution yang artinya konstitusi.
Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti lebih luas dari pada pengertian undang-
undang dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian undang-undang dasar.
Konstitusi juga dapat juga diartikan sebagai hukum dasar. Para pendiri negara kita
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan : “Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian hukum dasar negara kita. Undang-Undang Dasar
ialah hokum dasar yang tertulis sedang disampingnya Undang-Undang Dasar tersebut berlaku
juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipu tidak tertulis.” Adapun hukum dasar tidak
tertulis disebut konvensi (kesepakatan).
Dalam naskah rancangan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang dihasilkan oleh
BPUPKI sebelumnya juga menggunakan istilah hukum dasar. Barulah setelah disahkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 diubah dengan istilah Undang-Undang Dasar.
Terdapat beberapa defenisi konstitusi yang dikemukakan para ahli, yaitu :
Adapun tiga pengertian konstitusi menurut Herman Heller
Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan
politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang
selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah
mengandung pengertian yuridis
3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi
berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian konstitusi lebih luas dari Undang-Undang Dasar.
K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu
negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
Prof. Prajudi Atmosudirdjo merumuskan konstitusi sebagai berikut
Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa
yang bersangkutan.
Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan
bangsa Indonesia.
Konstitusi adalah cerminan dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu
bangsa.

Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak
tertulis.
Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hokum dasar tertulis, yaitu Undang-Undang
Dasar. Dalam pengertian ini, Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi atau hukum
dasar yang tertulis.
Konstitusi berlaku sebagai hukum dasar yang mengikat, berdasarkan atas kedaulatan
yang dianut oleh suatu negara. Jika suatu negara menganut paham demokrasi maka sumber
konstitusinya berasal dari rakyat dan apabila yang berlaku adalah paham kedaulatan raja,
maka rajalah yang menentukan berlaku atau tidaknya suatu konstitusi.
Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-
undang dasar mempunyai fungsi khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat semena-mena. Hak-hak warga
negara akan lebih dilindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme. Pada prinsipnya,
tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin
hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan
suatu negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang
sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu. Selain itu, konstitusi juga merupakan
ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta memberikan arahan kepada
generasi penerus bangsa dalam mengemudian suatu negara yang mereka pimpin.
Konstitusi dan konstitusionalisme di zaman sekarang merupakan keniscayaan bagi setiap
negara modern. Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau konsensus di antara mayoritas
rakyat mengenai pranata yang ideal berkenaan dengan negara. Jadi, kata kuncinya adalah
konsensus atau kesepakatan dasar bangsa yang bersangkutan. Jika kesepakatan itu runtuh,
maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan yang akhirnya pada
gilirannya akan terjadi suatu perang sipil (civic war) atau dapat juga suatu lain yang dibuat
oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar.

Isi, Tujuan dan Fungsi Konstitusi Negara


Konstitusi merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara. Konstitusi menjadi
dasar utama bagi penyelenggaraan bernegara. Oleh karena itu, konstitusi menempati posisi
penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Prof. A. Hamid Attamimi
mengatakan bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan pemberi pegangan dan
pemberi batas, sekaligus merupakan petunjuk bagaimana suatu negara harus dijalankan.
Hal-hal yang diatur dalam konstitusi negara umumnya berisi tentang pembagian
kekuasaan negara, hubungan antar lembaga negara dan hubungan negara dengan warga
negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum dan secara garis besar. Aturan-aturan itu
selanjutnya dijabarkan lebih lanjut pada aturan perundangan dibawahnya.
Menurut Miriam Budiardjo (1977), konstitusi atau Undang-Undang Dasar memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut
Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif, legislative dan
yudikatif. Dalam negara federal, masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah
federal dengan pemerintah negara bagian, prosedur penyelesaian masalah
penyelenggaraan yuridiksi lembaga negara.
Hak asasi manusia
Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar
Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari Undang-uNdang
Dasar. Hal ini untuk menghindari terulangnya hal-hal yang telah diatasi dan tidak
dikehendaki lagi. Misalnya, Undang-Undang Dasar Jerman melarang untuk mengubah
sifat federalisme sebab bila menjadi unitarisme dikhawatirkan dapat mengembalikan
munculnya seorang Hitler.
Jika kita membaca pasal demi pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka kita dapat
mengetahui beberapa hal yang menjadi isi konstitusi Republik Indonesia ini. Hal-hal yang
diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain :
Hal-hal yang sifatnya umum, misalnya tentang kekuasaan dalam negara dan identitas-identitas
negara.
Hal yang menyangkut lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, fungsi,
tugas, hak dan kewenangannya.
Hal yang menyangkut hubungan antara negara dengan warga negara, yaitu hak dan kewajiban
warga terhadap warganya ataupun hak dan kewajiban warga negara terhadap negara,
termasuk juga hak asasi manusia.
Konsepsi atau cita negara dalam berbagai bidang, mislanya bidang pendidikan, kesejahteraan,
ekonomi, sosial dan pertahanan.
Hak mengenai perubahan Undang-Undang dasar
Ketentuan-ketentuan peralihan atau ketentuan transisi.
Gagasan konstitusionalisme menyatakan bahwa konstitusi di suatu negara memiliki sifat
membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak dasar warga negara. Sejalan dengan
sifat membatasi kekuasaan pemerintahan maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tujuan,
yaitu :
Memberi pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik
Melepaskan control kekuasaan dari penguasa itu sendiri, dan
Memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya
(ICCE UIN, 200)
Selain itu, konstitusi negara bertujuan menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga
negara. Konstitusi negara memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002).
Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan negara
Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dan warga negara.
Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara atupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara..
Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi
adalah rakyat) kepada organ negara.
Fungsi simbolik, yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan
keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control) baik dalam arti sempit, yaitu
bidang politik dan arti luas mencakup bidang sosial ekonomi.
Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social engineering atau social
reform).

UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia


Konstitusi negara Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Konstitusi diundangkan dalam Berita Republik Indonesia No. 7 Tahun 1946. Sekarang ini,
setelah dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar dengan cara “addendum”, kita memiliki
5 (lima), yakni :
Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada
tangal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5
Juli 1959, serta dikukuhkannya secara aklamsi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun
1959)
Naskah Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999)
Naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(hasil Sidang TahunanMPR Tahun 2000).
Naskah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2001)
Naskah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun
1945 (hasil Sidang Tahunan MPR Tahun 2002).
Dalam tata susunan peraturan perundang-undangan negara (hierarki). Undang-Undang
Dasar 1945 menempati tingkat tertinggi. Menurut jenjang norma hokum, Undang-Undang
Dasar 1945 telah memenuhi ketiga kesepakatan tersebut. Perihal kesepakatan pertama, dasar
filsafat dalam kehidupan bersama bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai core
philosophy negara Indonesia sehingga konsekuensinyamerupakan esensi (unsur pokok) staats
fundamental norm bagi konstitusi. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam filsafat negara
tersebut, sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan cita-cita negara. Kesepakatan
tentang tujuan juag termuat dalam empat tujuan bernegara sebagaimana Pembukaan UUD
1945, yaitu: (a) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (b)
memajukan (meningkatkan) kesejahteraan umum, (c) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia beradasrkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Perihal kesepakatan kedua dan ketiga, UUD 1945 telah memuat pasal-pasal yang berisi
pengaturan segala hal yang berkenaan dengan organisasi negara, prosedur penyelengaraan
bernegara, hubungan antar lembaga negara dan hubungan negara dengan warga negara.
Dengan adanya Undang-Undang Dasar 1945 maka negara Indonesia memenuhi syarat sebagai
negara kosntitusional.

Konstitusi Yang Pernah Berlaku di Indonesia


Dalam sejarahnya, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang, di Indonesia telah
berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode, yaitu :
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 menggunakan UUD 1945. UUD 1945
terdiri bagian pembukaan, batang tubuh dengan 16 bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan
Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan dan bagian penjelasan;
Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 menggunakan UUD RIS. UUD RIS yang
terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan beberapa bagian;
Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 menggunakan UUD S 1950 yang terdiri atas 6
bab, 146 pasal dan beberapa bagian;
Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang kembali menggunakan UUD 1945.
Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut :
UUD 1945 yang belum diamandemen;
UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001 dan tahun 2002).

Amandemen ke-1 pada sidang umum MPR, disahkan Oktober 1999


Amandemen ke-2 pada siding tahunan MPR, disahkan Agustus 2000
Amandemen ke-3 pada siding tahunan MPR, disahkan Nopember 2001
Amandemen ke-4 pada siding tahunan MPR, disahkan Agustus 2002 Undang-Undang Dasar
Negara Repubiik Indonesia pertama kali ditetapkan oleh PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Undang-Undang
Dasar yang ditetapkan oleh PPKI tersebut sebenarnya merupakan hasil karya BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) melalui siding-sidangnya dari tanggal 29
Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan tanggal 10 Juli sampai 16 Juli 1945. Hasil kerja BPUPKI
berupa rancangan pembukaan hukum dasar negara dan rancangan hukum dasar negara.
Rancangan pembukaan dan hukum dasar negara dari BPUPKI itulah yang selanjutnya
ditetapkan menjadi Pembukaan dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia setelah
dilakukan perubahan seperlunya oleh PPKI.
Sidang PPKI pertama berlangsung tanggal 18 Agustus 1945 yang menghasilkan 3
keputusan penting, yaitu :
Mengesahkan Rancangan Pembukaan Hukum Dasar Negara dan Hukum Dasar sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Mohmmad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden; dan
Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) untuk membantu Presiden.

Istilah “hukum dasar” diganti menjadi “undang-undang dasar”.


Kata “mukadimah” diganti menjadi “pembukaan”.
“Dalam suatu hukum dasar” diubah menjadi “dalam suatu undang-undang dasar”.
Diadakanya ketentuan tentang perubahan undang-undang dasar yang sebelumnya tidak ada
Dalam pelaksanaan sidang yang diselenggarakan oleh PPKI mengenai pengesahan
Undang-Undang Dasar ini berlangsung sangat singkat, yaitu kurang lebih dua jam. Dengan
semangat persatuan dan keinginan untuk segera membentuk konstitusi negara maka
penetapan UUD 1945 berjalan dengan lancer. Perubahan yang dilakukan hanyalah hal-hal
kecil dan bukan pada masalah yang substansi (pokok/mendasar). Ini dikarenakan PPKI sudah
menetapkan naskah rancangan hokum dasar yang dihasilkan oleh BPUPKI.
Perihal penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia oleh PPKI dilakukan
dua tahap, yaitu :
Pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terdiri dari 4 alinea
Pengesahan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terdiri atas 16 bab,
37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat aturan tambahan.
Jadi, pada saat itu yang disahkan PPKI adalah UUD Negara Indonesia yang terdiri atas
dua bagian, yaitu bagian pembukaan dan batang tubuh atau pasal-pasalnya.
Sedangkan bagian penjelasan dilampiran kemudian dalam satu naskah yang dimuat
dalam Berita Republik Indonesia Tahun No. 7 tanggal 15 Pebruari 1946. Berdasarkan hal itu
maka naskah Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang dimuat secara resmi dalam Berita
Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Pebruari 1946, terdiri atas :
Pembukaan,
Batang Tubuh, dan
Penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 18 Agustus 1945 hanya berlaku dalam
waktu singkat, yaitu mulai tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Sejak 27
Desember 1949 diberlakukan undang-undang dasar baru yang disebut Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (KRIS) tahun 1949. Hal ini terjadi karena bentuk negara Indonesia berubah
dari kesatuan menjadi serikat atau federal.
Konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah Konstitusi Republik IndonesiaSerikat
disingkat KRIS atau biasa dikenal dengan UUD RIS. Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(KRIS) atau UUD RIS 1949 berlaku di Republik Indonesia Serikat (RIS). Jadi, dengan
berubahnya bentuk negara Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) maka Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS) menjadi undang-undang dasarnya. Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia 18 Agustus 1945 tetap berlaku, tetapi hanya di salah satu negara bagian RIS,
yaitu Negara Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) atau UUD RIS 1949 berlaku pada tanggal 27
Desember-17 Agsustus 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950, bangsa Indonesia kembali ke
bentuk negara kesatuan. Dengan demikian UUD RIS 1949 tidak diberlakukan lagi. Periode
berlakunya UUD RIS 1949 dari tanggal 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 oleh Muh. Yamin
disebut Konstitusi II.

Mukadimah yang terdiri atas 4 alinea, dan


Bagian batang tubuh yang terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan lampiran.
Beberapa ketentuan pokok dalam UUD RIS 1949 antara lain :
Bentuk negara adalah serikat, sedang bentuk pemerintahan adalah republic, dan
Sistem pemerintahan adalah parlementer, dimana kepala pemerintahan dijabat oleh seorang
perdana menteri. Perdana Meneteri RIS saat itu adalah Moh. Hatta
Konstitusi yang berlaku sesudah UUD RIS adalah Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) 1950. UUD 1950 dimaksudkan sebagai pengganti dari UUD RIS setelah Indonesia
kembali ke bentuk negara kesatuan. Perubahan UUD RIS menjadi UUDS 1950 dituangkan
dalam Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Republik
Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
Undang-undang dasar ini dinamakan sementara karena sifatnya memang untuk
sementara saja. Dalam ketentuan undang-undang dasar ini disebutkan adanya lembaga
pembuat undang-undang dasar dinamakan konstituante. Konstituante inilah yang akan
menyusun undang-undang dasar yang bersifat tetap.
UUDS 1950 terdiri atas :
Mukadimah yang terdiri dari 4 alinea, dan
Batang Tubuh yang terdiri atas 6 bab dan 146 pasal

Bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republic;


Sistem pemerintahan adalah parlementer menurut UUDS 1950, dan
Adanya badan Konstituante yang akan menyusun Undang-Undang Dasar tetap sebagai
pengganti UUD 1950.
UUDS 1950 berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Dalam sejarahnya
lembaga Konstituante yang diberi tugas menyusun undang-undang dasar baru pengganti
UUDS 1950 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Situasi itu kemudian memicu munculnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada tangal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
yang isinya sebagai berikut :
Menetapkan pembubaran Konstituante
Menetapkan berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan ketetapan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut maka sejak 5 Juli 1959 UUDS
dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak itu berlaku kembali UUD Negara Republik Indonesia 18
Agustus 1945 yang dalam Dekrit Presiden disebut UUD 1945.
Dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita menggunakan kembali UUD Negara
Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 yang selanjutnya dikenal dengan nama UUD 1945. Isi UUD
1945 berdasar Dekrit Presiden ini dengan demikian tidak berbeda-beda dengan Undang-
Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945.
UUD 1945 berlaku dari tanggal 5 Juli 1959 sampai tahun 1999. UUD 1945 berlaku pada
dua masa pemerintahan, yaitu :
Masa pemerintahan presiden Soekarno dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1966; dan
Masa pemerintahan presiden Soeharto dari tahun 1966 sampai dengan tahun 1998. Dimasa
dua pemerintahan tersebut, UUD 1945 tidak mengalami perubahan. Namun
setelah berakhirnya masa pemerintahan presiden Soeharto, UUD 1945 mengalami perubahan
atau amandemen.
Proses Amandemen UUD 1945
Amandemen berasal dari Bahasa Inggris: amandement yang artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah amandemen
sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen (legislatif) untuk mengubah atau
mengusulkan perubahan rancangan undang-undang. Perkembangan selanjutnya muncul
istilah amandemen UUD yang artinya melakukan perubahan UUD. Adapun perubahan
konstitusi itu sendiri mencakup dua macam pengertian sebagaimana yang dikemukakan
(Taufiqurohman Syahuri, 2004), yaitu :
Amandemen konstitusi (constitutional amandement), dan
Pembaruan konstitusi (constitutional reform)
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan addendum atau
sisipan dari konstitusi yang asli. Jadi konstitusi yang asli tetap berlaku. Sedangkan bagian yang
diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Jadi, antara bagian
perubahan dengan konstitusi aslinya masih terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang
belum berubah masih tetap eksis. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat dengan
istilah polulernya amandemen.
Dalam hal pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah baru secara
keseluruhan. Jadi yang berlaku adalah konstitusi yang baru, tidak ada kaitannya dengan
konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh negara seperti Belanda, Jerman dan Perancis.
Amandemen atas UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah yang dan memperbarui
konstitusi negara Indonesia agar sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokratis. Dengan
adanya amandemen terhadap UUD 1945 maka konstitusi kita diharapkan semakin baik dan
lengkap dalam menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan dan kehidupan kenegaraan
yang demokratis.
UUD 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasar negara Republik Indonesia juga harus
mampu menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan. Untuk itu perlu dilakukan
perubahan terhadap UUD 1945 yang sejak merdeka hingga masa pemerintahan presiden
Soeharto belum mengalami perubahan.
Tentang perubahan Undang-Undang Dasar dinyatakan pada Pasal 37 UUD 1945 sebagai
berikut :
Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya;
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
UUD 1945 degan amandemen dilakukan pertama kali oleh MPR pada masa Sidang
Umum MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1999. Amandemen atas
UUD 1945 dilakukan oleh MPR sebanyak 4 kali. Dengan demikian, UUD 1945 telah
mengalami 4 kali perubahan sebagaimana yang diuraikan berikut :
Amandemen pertama terjadi pada sidang umum MPR tahun 1999 yang dsahkna tanggal 19
Oktober 1999.
MPR dalam sidang umum tahun 1999 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945
dengan perubahan yang kemudian kenal dengan perubahan pertma. Pada perubahan
pertama ini MPR RI mengubah Pasal 5 ayat 1 yaitu Presiden berhak mengajukan
rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat; Pasal 7 yaitu Presiden dan
Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan; Pasal 9 yaitu
tentang janji presiden “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang peraturan dengan selurus-lurusnya dengan serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa” kemudian di ayat (2) Jika Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan siding, Presiden dan
Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan dilaksanakan oleh
Pimpinan Mahkamah Agung; Pasal 13 ayat 2 “Dalam hal mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat” dan di ayat 3 “Presiden
menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat”; Pasal 14 ayat (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan ayat (2) Presiden memberi amnesti
dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat; Pasal 15
yaitu Presiden member gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan undang-undang; Pasal 17 ayat 2 “Menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden” dan ayat 3 “Setiap menteri membidangi urusan tertentu
dalam pemerintah”; Pasal 20 ayat (1) “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
me,bentuk undang-undang, ayat (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat perstujuan bersama, ayat (3) Jika
rancangan undang-undang itu tidak mendpat persetujuan bersama, rancangan undang-
undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa
itu, ayat (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang; Pasal 21 yaitu “Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang”. Jadi, sebanyak 9 pasal yang
diamandemen pada perubahan pertama.
Amandemen kedua terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 18 Agustus 2000
Pada perubahan kedua MPR RI mengubah dan atau menambah Pasal 18 ayat (1) Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu
mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan undang-undang, ayat (2) Pemerintah
daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri pemerintah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, ayat (3) Pemerintah daerah provinsi,
daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih
secara demokratis, ayat (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat, ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, ayat (7)
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang; Pasal 18A ayat (1)
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota atau antar provinsi dan kabupaten kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah, ayat (2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya dan sumber daya lainnya antara
pemrintah pusat dan pemerintah daerah diatur dn dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang; Pasal 18B ayat (1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang
diatur dengan undang-undang, ayat (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia diatur dalam undang-undang; Pasal 19 ayat (1) Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dipilih melalui pemilihan umum, ayat (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur
dengan undang-undang, ayat (3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam setahun; Pasal 20 ayat (5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut wajib diundangkan; Pasal 20A ayat (1)
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan, ayat (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-
pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, ayat (3) Selain hak yang diatur
dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta
hak imunitas, ayat (4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan
hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang; Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-
undang; Pasal 22B Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari
jabatannya yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang Bab IXA
Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang
berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang; Bab X Pasal 26 ayat (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia, ayat (3) Hal-hal mengenai warga negara
dan penduduk diatur dengan undang-undang; Pasal 27 ayat (3) Setiap warga
negaraberhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara; Bab XA Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya; Pasal 28B ayat (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, ayat (2) Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi; Pasal 28C ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, ayat (2) Setiap orang berhak
untuk memajukan dirinya dalam meperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya; Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum, ayat (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, ayat (3) Setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, ayat (4) Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan; Pasal
28E ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali,
ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai dengan hati nuraninya, ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; Pasal 28F Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia; Pasal 28G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi, ayat (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang nerendahkan derajat martabat manusia dan berbuat
memperoleh suaka politik dari negara lain; Pasal 28H ayat (1) Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, ayat (2) Setiap orang berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, ayat (3) Setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermanfaat, ayat (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan
hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun ; Pasal
28I ayat (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidk disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan dan
hati nurani, hak beragam, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, ayat (2) Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminasi atas dasar apa pun dan
berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu, ayat
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional di hormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban, ayat (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah, ayat
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam persatuan perundang-undangan; Pasal 28J ayat (1) Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara, ayat (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis; Bab XII Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertanahan dan keamanan negara, ayat (2) Usaha pertanahan dan
keamanan negara dilaksanakn melalui sistem pertanahan dan keamanan rakyat semesta
oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung, ayat (3) Tentara Nasional
Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat
negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara, ayat (4) Kepolisian Negara Indonesia sebagai alat negara yang
menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi mengayomi,
melayani masyarakat serta menegakkan hukum, ayat (5) Susunan dan Kedudukan Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia hubungan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-
undang; Bab XV Pasal 36A yaitu “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika, Pasal 36B Lagu Kebangsaan ialah Lagu Indonesia Raya”.
Pasal 36C yaitu “Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan diatur dengan Undang-Undang.” Jadi, pada perubahan kedua
diamandemen sebanyak 25 pasal.
Amandemen ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 Nopember 2001. Pada
perubahan ketiga, MPR RI mengubah dan/ atau menambah Bab I Pasal 1 ayat (2) yaitu
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,
ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum; Pasal 3 ayat (1) yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut
aturan yang ditetapkan dengan undang-undang, ayat (2) Majelis Permusyarwaratan
Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, ayat (3) Majelis Permusyawaratan
Rakyat hanya dapat memberhentikan Prsedien atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar; Pasal 6 ayat (1) yaitu Calon Presiden dan
Calon Wakil Pesiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirnya dan tidak
pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta maupun rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden, ayat (2) Syarat-syarat untuk menjadi
Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang; Pasal 6A ayat (1)
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,
ayat (2) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum,
ayat (3) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yan mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh
persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di
Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, ayat (4) Tata cara pelaksanaan
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang; Pasal
7A yaitu Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden; Pasal 7B ayat
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/ atau Wakil Presiden dapat diaujukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau pendapat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden, ayat (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah
telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat, ayat (3) Perjuangan
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat
dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ayat (4) Mahkamah
Konstitusi wjib memeriksa, mengadili dan memutus denga seadil-adilnya terhadap
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah
permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima Mahkamah Konstitusi. ayat (5) Apabila
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hokum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan siding paripurna untuk
meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat, ayat (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib
menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usu Dewan Perwakilan tersebut paling
lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut,
ayat (7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presien harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat; Pasal 7C yaitu Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat; Pasal 8 ayat (1) Jika Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya, ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam
pulu hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih
Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden; Pasal 11 ayat (1) Presiden
dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, ayat (2) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional
diatur dengan undang-undang; Bab V Pasal 17 ayat (4) yaitu Pembentukan, pengubahan
dan pembubaran kemeterian negara diatur dalam undang-undang; Bab VIIA Pasal 22C
ayat (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan
umum, ayat (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ayat (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun, ayat (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan
Daerah diatur dengan undang-undang; Pasal 22D ayat (1) Dewan Perwakilan Daerah
dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya serta berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah, ayat
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan dan agama, ayat (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, pajak pendidikan dan agama serta Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti, ayat (4) Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata
caranya diatur dalam undang-undang; Bab VIIB Pasal 22E ayat (1) Pemilihan umum
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun
sekali, ayat (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, ayat (3) Peserta pemilihan umum untuk memiilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai
politik, ayat (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan, ayat (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, ayat (6) Ketentuan
lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang; Bab VIII Pasal 23
ayat (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden dan dibahas bersama Dewan Perwakilan Daerah, ayat (3) Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu; Pasal 23A yaitu Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang; Pasal 23C yaitu Hal-hal
lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang; Bab VIIIA Pasal 23E ayat
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri, ayat (2) Hasil
pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya,
ayat (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau
badan sesuai dengan undang-undang; Pasal 23F ayat (1) Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden, ayat (2) Pimpinan Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota; Pasal 23G ayat (1) Badan Pemeriksa
lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang, ayat
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota; Bab IX Pasal 12
ayat (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan, ayat (2) Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, linkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
Pasal 24A ayat (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada timgkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang, ayat (2) Hakim
agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional dan
berpengalaman di bidang hokum, ayat (3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden, ayat (4) Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, ayat (5) Susunan, kedudukan,
keanggotaan dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya
diatur dengan undang-undang; Pasal 24B ayat (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim, ayat (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, ayat (3)
Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, ayat (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan undang-undang; Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannyabersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memeutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum, ayat (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar, ayat (3) Mahkamah Konstitusi
mempunyai Sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden,
yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung tiga orang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan tiga orang oleh Presiden, ayat (4) Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi, ayat (5) Hakim konstitusi
harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat negara,
ayat (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hokum acara serta ketentuan
lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Jadi, pada
perubahan ketiga diamandemen sebanyak 23 pasal.
Amandemen keempat terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10 Agustus 2002.
Pada perubahan keempat, MPR RI mengubah dan atau menambah Bab II Pasal 2 ayat (1)
yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang; Pasal 6A ayat (4) yaitu Dalam hal tidak ada pasangan
calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung
dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan
Wakil Presdien; Pasal 8 ayat (3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan atau tidak melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Pertanahan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan menyelenggarakan sidang untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai poltik yang pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya; Pasal 11 ayat (1) yaitu Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain; Pasal 16 yaitu Presiden membentuk suatu dewan
pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden,
yang selanjutnya diatur dalam undang-undang; Pasal 23B yaitu Pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa dengan undang-undang; Pasal 23D yaitu Negara memiliki suatu
bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan undang-undang; Bab IX Pasal 24 ayat (3) yaitu Badan-
badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-
undang; Bab XIII Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, ayat
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya, ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, ayat
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional, ayat (5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia; Pasal 32 ayat (1)
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
kebudayaan,
ayat (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional; Bab XIV Pasal 33 ayat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional, ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pasal ini diatur dalam undang-undang; Pasal 34 ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara, ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan, ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, ayat (4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang; Bab XVI Pasal
ayat (1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3
dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, ayat (2) Setiap usul perubahan
pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, ayat (3) Untuk mengubah pasal-
pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, ayat (4)
Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
angota Majelis Permusyawaratan Rakyat, ayat (5) Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Kemudian di Aturan
Peralihan Pasal I yaitu Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini; Pasal II
yaitu Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini, Pasal III yaitu Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-
lambatnya pada 17 Agusutus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangan dilakukan
oleh Mahkamah Agung; Adapun Aturan Tambahan pada Pasal I yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hokum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003, Pasal II yaitu Dengan ditetapkannya perubahan
Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Dalam perubahan yang keempat ini, yang
diamandemen sebanyak 13 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Dengan demikian amandemen atas UUD 1945 tidak berimbas pada UUD 1945 yang
asli menjadi tidak berlaku. Model sistem perubahan UUD 1945 ini adalah dengan istilah
addendum yaitu menyisipkan bagian perubahan ke dalam naskah UUD 1945. Model
tersebut menggunakan model amandemen yang berlaku di Amerika Serikat.

D. Ketatanegaraan Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia diatur dalam UUD 1945. Dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang meliputi lembaga negara dari tingkat atas sampai ke
tingkat bawah yang meliputi : MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, BPK, MA,
MK, KY, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Lurah/Kepala Desa, RW dan RT. Lembaga-
lembaga tersebut berfungsi sebagai representasi dari suara dan tangan rakyat, sebab
Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi dikenal bahwa pemilik
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat.
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak mulai berlakunya Undang-Undang Dasar
1945, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai dengan proses
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa perubahan sistem
pemerintahan. Indonesia terus mencari bentuk dan sistem pemerintahan yang ideal yang
relevan dengan struktur dan kondisi masyarakat seta kondisi wilayah (geografis)
Indonesia. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen, dalam sistem pemerintahannya
Indonesia menganut “quasi presidensial” artinya sistem yang merupakan gabungan dari
model presidensial dengan parlementer dimana presiden dan perdana menteri sama-
sama aktif dalam menjalankan pemerintahan negara sehari-hari. Kekuasaan presiden di
dalam UUD 1945 sebelum amandemen di bagi dalam tiga kekuasaan yaitu presiden
sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan sebagai mandataris (bertanggung
jawab) kepada MPR.
Setelah amandemen UUD 1945, maka sistem pemerintahan di Indonesia pun berubah
yang kemudian menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan
presidensial yang diadopsi oleh UUD 1945 pasca amandemen ini melahirkan lima prinsip
penting yaitu :
Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif
negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar;
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung (demokrasi) dan olehnya
itu secara politik presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR atau lembaga
parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat;
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum
apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
dan konstitusi;
Para menteri adalah pembantu Presiden dalam menjalankan roda pemerintahannya ;
Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensial
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, maka
ditentukan masa jabatan seorang presiden maksimal dua periode (kurun waktu satu
periode selama lima tahun) dan setelah itu tidak boleh mancalonkan diri kembali
dengan jabatan yang sama.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berkaitan dengan kewenangan lembaga-
lembaga negara menganut konsep Trias Politica yaitu pemisahan kekuasaan atas tiga
lembaga negara. Mulanya, teori dicetuskan oleh John Locke yang membagi kekuasaan
pemerintahan negara menjadi tiga yaitu (1) Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk
membuat undang-undang; (2) Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan
undang-undang; (3) Kekuasaan federative yaitu kekuasaan menyatakan perang dan
damai. Berbeda dengan Monstesque, menyatakan bahwa kekuasaan negara harus di bagi
dan dilakasnakan oleh tiga badan atau lembaga yang berbeda dan terpisah satu dengan
yang lainnya, yaitu :
Badan Legislatif, memiliki tugas membuat undang-undang
Badan Eksekutif, memiliki tugas menjalankan undang-undang, dan
Badan Yudikatif, memiliki tugas mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang.
Selanjutnya, berdasarkan pemisahan/pembagian kekuasaan dari lembaga-lembaga
negara sebagaimana yang dijelaskan tersebut diatas terimplementasi dalam struktur
kelembagaan negara yang terbagi atas sistem ketatanegaraan Indonesia pra amandemen
dan pasca amandemen UUD 1945.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Sebelum mengalamai amandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga
tertinggi, lembaga tinggi negara serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang kemudian
dibawahnya ada lembaga tertinggi yakni MPR sebagai kedaulatan rakyat yang
diberikan kewenangan penuh oleh rakyat. MPR memberikan mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada lima lembaga tinggi yang
kedudukannya sejajar yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).

Adapun lebih jelasnya dapat dilihat dari skema dibawah ini :

UUD 1945

MPR

MA BPK DPR MA Presiden DPA

Gambar 4.1 Sistem Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945

Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945


Sistem ketatanegaraan Indonesia setelah amandemen, sebagaimana yang diatur
dalam UUD 1945 menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hokum
tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh
UUD 1945. UUD memberikan pembagian kekuasaan (division of power) kepada
lembaga-lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar dalam hal ini
Presiden dan Wakil Presiden; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang meliputi
Deawan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK); dan Lembaga Kehakiman yang meliputi Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK) serta Komisi Yudisial (KY).
Adapun skemanya sebagai berikut :

UUD 1945

Rakyat

BPK MPR Presiden Kehakiman


DPR DPD Wakil Presiden MA MK KY

Gambar 4.2 Sistem Ketatanegaraan RI Setelah Amandemen UUD 1945

Bentuk Negara Kasatuan 1.


Negara Kesatuan
Pengertian negara kesatuan adalah bentuk negara yang merdeka dan berdaulat
dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan juga mengatur seluruh daerah.
Dalam negara kesatuan ini terdapat dua macam sistem yaitu :
Sistem sentralistik adalah sistem pemerintahan yang seluruh persoalan berada pada
negara secara langsung yang diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara
yang di daerah-daerah hanya melaksanakannya saja.
Sistem desentralistik yaitu merupakan kebalikan pada sistem sentralistik yang kepala
daerah sebagai pemerintah daerah yang diberikan kesempatan dan kekuasaan
dalam mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Sistem tersebut dikenal dengan
nama otonomi daerah atau swantanra. Negara kesatuan mempunyai beberapa
ciri-ciri sebagai berikut :
Memiliki satu pemerintahan pusat yang memegang seluruh kekuasaan
pemerintah
Memiliki satu konstitusi (UUD) yang berlaku di seluruh wilayah negara
Memiliki satu kepala negara untuk seluruh rakyat
Memiliki satu lembaga perwakilan
Memiliki satu kabinet dewan menteri
Salah satu contoh negara ksatuan adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia 2. Negara Serikat (Federal)
Pengertian dari negara serikat adalah suatu negara yang terdiri atas beberpa negara
bagian dengan mempunyai satu buah pemerintah federasi yang mana bertugas untuk
mengendalikan kedaulatan negara tersebut. Negara-negara bagian pada awalnya
adalah negara yang merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan
diri dan membentuk negara serikat, negara-negara tersebut melepaskan sebagian
kekuasaannya dan menyerahkannya pada negara serikat, negara-negara tersebut
melepaskan sebagian kekuasaannya dan menyerahkannya pada negara serikat.
Penyerahan kekuasaan dari negara bagian pada negara bagian pada negara serikat
disebut dengan negara limitatif.
Kekuasaan asli dalam negara serikat tetap pada negara bagian, karena negara bagian
berhubungan langsung kepada rakyatnya. Sementara dari itu, kekuasaan diserahkan
oleh negara bagian kepada negara serikat adalah hal-hal yang berkaitan langsung
dengan hubungan luar negeri, pertahanan negara dan keuangan Adapun ciri-ciri
bentuk negara serikat sebagai berikut :
Tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli tetap pada
negara bagian
Kepala negara dipilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat
Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan rakyat dari negara-negara bagian untuk
urusan ke luar dan sebagian ke dalam
Setiap negara bagian memiliki kewenangan dalam membuat UUD sendiri yang
selama ini tidak bertentangan dengan pemerintah pusat
Kepala negara memiliki hak veto (pembatalan keputusan) yang diajukan oleh
parlemen (senat dan kongres)
Kemudian yang berkaitan dengan keuangan dan peradilan biasanya diurus oleh
pemerintah federal. Amerika Serikat, Kanada dan Australia adalah contoh negara
serikat (federasi)

Bentuk Pemerintahan Republik


Bentuk pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah Republik. Karena sesuai dengan pernyataan Pasal 1 ayat 1 UUD
1945 yang menyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik”. Berdasarkan pasal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa kesatuan adalah
bentuk negara sedangkan republik adalah bentuk pemerintahan.

Sistem Pemerintahan
Secara teoritis, sistem pemerintahan dibagi dalam dua klasifikasi besar yaitu sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Klasifikasi sistem
pemerintahan disebut sistem presidensial adalah apabila badan eksekutif berada di
luar pengawasan langsung badan legislatif . Sistem pemerintahan disebut sistem
parlementer adalah apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif
mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif.
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik dimana
kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu (1)
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-
pejabat pemerintah yang terkait, (2) Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat
memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa menjatuhkan, (3) Tidak ada status yang
tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif. Yang menjadi ciri-ciri
sistem pemerintahan parlementer adalah :
Badan legislatif atau parlemen merupakan satu-satunya badan yang anggotanya
dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.
Anggota parlemen terdiri dari orang-orang yang berasal dari partai politik baik yang
bersangkutan merupakan kader maupun non kader partai politik yang
memenangkan pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilu
memiliki kans yang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di
parlemen.
Kabinet terdiri atas para menteri dan perdana menteri yang sekaligus sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen dengan tugas
melaksanakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada
pada kendali seorang perdana menteri yang juga sebagai kepala pemerintahan.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang
mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-
waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen
mengambil sikap “mosi tidak percaya” kepada kabinet.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala negara adalah
presiden dalam bentuk pemerintahan republik atau dalam istilah lain raja/sultan
dalam bentuk pemerintahan monarki. Kepala negara hanya berperan sebagai
symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
Sebagai perimbangan, parlemen dapat menjatuhkan kabinet sedangkan kepala
negara dapat membubarkan parlemen. Dengan demikian presiden atau raja atas
saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen yang kemudian dapat
dilakukan pemilihan umum guna membentuk parlemen yang baru.
Adapun dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung sebagaimana dalam sistem pemerintaham parlementer. Kedua badan
tersebut dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Presiden sebagai penyelenggara negara. Presiden dalam hal ini adalah sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen,
tetapi dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) yakni memilih langsung Kabinet
(dewan menteri) yang bertugas membantu presiden dalam menjalankan roda
pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Karena presiden tidak dipilih
oleh parlemen.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer
Parlemen memiliki kekuasaan legislative dan sebagai lembaga perwakilan.
Anggota parlemen dipilih langsung oleh rakyat.
Secara teoritis, sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan dan kelemahan.
Adapun yang menjadi kelebihan dari sistem presidensial diantaranya :
a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannyakarena tidak tergantung pada
parlemen
Masa jabatan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, di masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah
lima tahun sedangkan Presiden Filipina adalah enam tahun
Penyusunan program kerja cabinet, mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat
diisi oleh orang-orang luar termasuk anggota parlemen itu sendiri
Sedangkan kelemahan.dari sistem pemerintaham presidensial adalah :
Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat
menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggung jawaban kurang jelas
Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya merupakan hasil dari tawar
menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga yang terjadi keputusan tidak
tegas dan waktunya lama.
BAB
DEMOKRASI DAN
PENDIDIKAN DEMOKRASI

A. Hakikat Demokrasi
Sejarah Demokrasi
Lahirnya demokrasi melalui proses yang sangat panjang. Demokrasi hakikatnya lahir dari
beberapa hal yang melatar belakanginya diantaranya adalah :
Penindasan dan eksploitasi terhadap rakyat, utamanya eksploitasi tenaga dan pikiran rakyat
sehingga rakyat hanya punya kewajiban tanpa hak. Sebaliknya kedudukan
pemerintah/penguasa begitu luas dan besar sehingga yang nampak hanya memiliki hak
tanpa ada kewajiban;
Kondisi kehidupan masyarakat yang terdzholimi selalu mengakibatkan timbulnya konflik
dengan korban yang lebih banyak di pihak rakyat;
Kesjahteraan hanya bertumpu pada para penguasa sedangkan posisi rakyat dibiarkan hidup
melarat tanpa jaminan masa depan.
Kondisi sebagaimana digambarkan di atas menempatkan rakyat sebagai objek
penindasan oleh penguasa. Lama kelamaan rakyat yang tertekan ingin adanya sebuah solusi
dari kejumudan yang ada sehingga mengadakan pemberontakan untuk menggulingkan
kekejaman penguasa. Setelah itu, rakyat menciptakan sebuah konsep pemerintahan yang
langsung diawasi oleh rakyat. Maka disinilah cikal bakal pemerintahan demokrasi yang
kemudian berkembang hingga saat ini.
Jika dirunut, maka proses pertumbuhan dan perkembangan demokrasi dapat diuraikan
sebagai berikut :
Demokrasi Masa Yunani Kuno
Konsep demokrasi lahir di Yunani kuno dan di praktikkan dalam hidup bernegara antara
abad IV SM sampai abad VI M. Demokrasi yang dipraktikkan pada saat itu adalah
demokrasi langsung, artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan
seluruh rakyat atau warga negara yang jumlahnya kurang lebih 300.000 orang .
Demokrasi langsung dapat terselnggara pada waktu itu karena alasan :
Berlangsung dalam kondisi yang sederhana
Wilayahnya terbatas
3) Jumlah penduduknya sedikit
Adapun yang menjadi kelemahan dari demokrasi langsung di Yunani Kuno saat itu adalah
lapisan budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak punya hak suara dalam
pemilihan (ecclesia).
Demokrasi pada Abad Pertengahan
Gagasan sistem demokrasi di Yunani Kuno boleh dikatakan berakhir ketika bangsa
Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa pada Abad Pertengahan
(abad VI M samapai abad XII M yang dikenal sebagai Abad Kegelapan) yang dicirikan
dengan adanya :
Struktur masyarakat yang feudal
Kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama
Kehidupan politik ditandai oleh perbuatan kekuasaan di antara agam ditentukan oleh
elit-elit masyarakat (kaum bangsawan dan agamawan).
Selama abad pertengahan, perbedaan pendapat antara kalangan gereja dan ilmuwan
sering menimbulkan pertentangan yang tak terselesaikan. Misalnya, ketika pihak gereja
berpegang pada pendapat, bahwa dunialah yang dikitari matahari (geocentrism) dengan
berbagaialasan yang lebih didasarkan pada keimanan, Nicholas Copernicus (1473-1543),
seorang astronom dari Polandia melalui observasi empiric dan perhitungan matematika
yang cermat sampai pada kesimpulan yang menyatakan bahwa matahari merupakan
pusat yang dikitari oleh benda-benda nagkasa lainnya (heleocentrism). Sementara gereja
berpegang pada geocentrisme sebagai ajaran resmi, maka ajaran heleocentrisme
dianggap merupakan penyimpangan dan penganutnya dapat dikenakan hukuman
ekskomunikasi. Seorang pendeta Dominikan yang menganut pandangan Copernicus yaitu
Gioroano Bruno (1548-1600) dijatuhi hukuman bakar pada tiang pancang. Nasib serupa
dialami oleh filsuf Italia Lucilio Vanini (1585-1619)
Perkembangan Demokrasi Perancis
Demokrasi di Perancis dimulai pada awal abad XII M dengan ditandai munculnya pusat-
pusat belajar yang bisa dianggap sebagai cikal bakal perguruan tinggi. Mereka ini
kemudian membentuk sebuah perhimpunan yang disebut universitas magistromrum et
schofarum. Perhimpunan ini sangat penting artinya dalam sejarah pendidikan tinggi
karena berhasil mendapat pengukuhan statusnya yang otonom berdasarkan dekrit
pimpinan tertinggi gereja.
Perkembangan Demokrasi Melalui Magna Charta Tahun 1215 di Inggris
Selanjutnya tonggak baru kemunculan demokrasi yang ditandai dengan kelahiran Hak Asasi
Manusia melalui Magna Charta pada abad XII M di Inggris. Magna Charta merupakan
piagam yang berisi perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon di Inggris yang
intinya menyatakan, bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak. Hal ini terjadi
akibat kecaman terhadap monarkhi dan gereja yang awal pada masa itu masih sangat
dominan. Dari sinilah muncul gagasan memberikan batasan kekuasaan pemerintah dan
menjamin hak-hak politik rakyat dengan cara membagi kekuasaan pemerintah dengan
kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hokum sebagaimana yang dianut oleh sistem
konstitusional.
Demokrasi pada masa Renaissance
Renaissance merupakan sebuah gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra
dan budaya Yunani Kuno berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang
dimulai di Italia pada abad XII M dan mencapai masa puncaknya pada abad XVI M. Masa
Renaissance adalah masa di mana orang mematahkan ikatan dan menggantinya dengan
kebebasan bertindak yang sesuai dengan yang dipikirkan atau dengan kata lain masa
kebebasan dalam berpikir dan bertindak.
Reformasi Gereja
Reformasi Gereja merupakan gerakan revolusi agama yang terjadi di Eropa sekitar abad
XVI M yang bertujuan untuk menata keadaan dalam gereja Katolik yang hasilnya adalah
Protestanisme yakni ajaran dari Martin Luther yang hidup pada tahun 1483-1546.
Reformasi pada pintu gereja Katolik Wittenberg di tanggal 31 Oktober 1517, yang
kemudian memancing terjadinya serangan gereja. Marthin Luther memiliki keyakinan
bahwa gereja telah keliru dalam beberapa kebenaran sentral dari ke Kristenan yang
diajarkan dalam Kitab Suci yang salah satunya adalah doktrin (ajaran) tentang
pembenaran oleh iman semata. Martin Luther mulai mengajarkan, bahwa keselamatan
sepenuhnya ad lah pemberian dari anugerah Allah melalui Kristus yang diterima oleh
iman. Yang intinya, seruan Marthin luther kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-
ajaran AlKitab telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen.
Dari dua kejadian tersebut (renaissance dan reformasi gereja) yang akhirnya
mempersiapkan Eropa masuk pada fase Aufkarlung (abad pemikiran) dan rasionalisme
yang mendorong mereka untuk memerdekakan pemikiran dari batas-batas yang
ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) yang selanjutnya
melahirkan berbagai macam hak bagi manusia.
Pengertian Demokrasi
Secara etimologi, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat
atau penduduk yang mendiami suatu tempat tertentu dan “cratein” atau “cratos” yang berarti
pemerintahan atau kekuasaan sehingga secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara
dimana dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan berada ditangan rakyat atau dalam hal ini
pemerintahan rakyat. Adapun konsep pemerintahan rakyat mengandung beberapa pengertian
sebagai berikut :
a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people) yakni hal-hal yang berhubungan
dengan pemerintahan yang sah dan tidak sah;
Pemerintahan oleh rakyat (government by the people) yakni dimana kekuasaan yang
dijalankan atas nama dan dalam pengawasan rakyat;
Pemerintahan untuk rakyat (government for the people) yakni dimana kekuasaan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Secara terminologi, demokrasi pada hakikatnya merupakan suatu perencanaan
isntitusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu tersebut
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara memperjuangkan kompetisi atas suara rakyat
(Schunpter, 1950). Pendapat lain tentang demokrasi terjadi sejauh para pembuat keputusan
kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan
berkala didalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hamper
semua penduduk dewasa berhak meberi suara (Samuel Huntington, 2001). Lebih lanjut,
demokrasi diartikan dengan pemerintahan oleh rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di
bawah sistem pemilihan bebas (Revietch, 1991)
Dengan demikian demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal. Demokrasi
itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk, sehingga melahirkan berbagai
sebutan tentang demokrasi, seperti demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi
terpimpin, demokrasi liberal dan sebagainya.
Adapun demokrasi yang banyak dipraktikkan sekarang ini adalah demokrasi
konstitusional dimana cirri khasnya adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya oleh
konstitusi dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah ini tercantum dalam konstitusi (Miriam
Budiardjo, 1986). Demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga
suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, yang karenanya juga mengandung unsur-
unsur moral. Kemudian, demokrasi semakin berkembang dan melengkapi berbagai aspek
seperti ekonomi, pendidikan, pengajaran, organisasi dan lain sebagainya.
Pengambilan keputusan dalam alam demokrasi dilakukan dengan musyawarah, mufakat
atau dengan suara terbanyak (voting). Dalam musyawarah, setiap anggota harus memiliki
kebebasan dalam mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Kebebasan
berbicara dan berpendapat adalah “darah hidup” setiap demokrasi. Setelah musyawarah
dilaksanakan maka pengambilan keputusan dapat ditempuh dengan mufakat suara bulat
(musyawarah untuk mufakat) atau dengan suara terbanyak. Prinsip utama dalam pengambilan
keputusan ini adalah bahwa keputusan harus ditentuakan oleh mayoritas anggota tanpa
mengabaikan kepentingan minoritas sebagaimana yang dikemukakan (Ravietch, 1991). Dalam
budaya poltik masyarakat Indonesia baik pada tataran pemerintah yang paling bawah maupun
pada pemerintahan tertinggi, maka prinsip demokrasi yang senantiasa digunakan adalah
musyawarah untuk mufakat dalam kekeluargaan.

Demokrasi Sebagai Bentuk Pemerintahan


Demokrasi merupakan bagian dari salah satu bentuk pemerintahan. Namun pada saat ini,
demokrasi dipahami lebih luas lagi yaitu
Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan
Konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani.
Pembagian bentuk pemerintahan menurut Plato dibedakan sebagai berikut : 1) Monarki,
yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan orang banyak; 2) Tirani, yaitu suatu bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan
untuk kepentingan pribadi; c) Aristokrasi, yaitu suatu bentuk yang dipegang oleh
sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan orang banyak; 4)
Oligarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan
dijalankan untuk kepentingan kelompok itu sendiri; 5) Demokrasi, yaitu suatu bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat
banyak; 6) Moboraksi/Okhlokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh,
tetapi rakyat tidak tahu apa-apa, rakyat yang tidak berpendidikan, dan rakyat yang tidak
paham tentang pemerintahan yang akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil
untuk kepentingan rakyat banyak.
Demokrasi sebagai sistem politik
Demokrasi sebagai suatu sistem politik merupakan suatu yang menunjukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi


Pada prinsip demokrasi terkait perilaku manusia, baik secara individual maupun secara
kelompok dalam kedudukannya sebagai warga negara ataupun sebagai pejabat yang diberi
kewenangan. Perilaku adalah manifestasi dari kebudayaan sebab kebudayaan terwujud dan
disalurkan melalui perilaku manusia.
Proses belajar demokrasi disebut dengan pendidikan demokrasi. Landasan hukum
pelaksanaan pendidikan demokrasi di Indonesia adalah Pasal 3 UUD RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: “pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kraetif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat
diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis
yang dilakukan oleh negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar
memahami, menghayati, mengamalkan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai
demokrasi sesuai dengan status dan perannya di masyarakat (Udin Winataputra,2001).
Pada dasarnya, pendidikan demokrasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
Pendidikan demokrasi secara formal: pendidikan yang lewat tatap muka, diskusi timbale balik,
presentasi serta studi kasus
Pendidikan demokrasi secara informal: pendidikan yang lewat tahap pergaulan di rumah
maupun masyarakat, sebagai bentuk aplikasi nilai berdemokrasi sebagai hasil interaksi
terhadap lingkungan sekitarnya dan langsung dapat dirasakan hasilnya.
Pendidikan demokrasi secara Nonformal: pendidikan yang melewati lingkungan masyarakat,
lembaga swadaya, partai politik, pers dan lain-lain.
Berbagai kalangan menilai, bahwa sangat penting untuk member perhatian mengenai
pendidikan demokrasi formal dalam lingkup sekolah atau lembaga pendidikan lain termasuk
pendidikan tinggi. Hal tersebut memungkinkan karena sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang telah terprogram, terencana, teratur dan berkesinambungan dalam
rangka mendidik warga termasuk menyelenggarakan pendidikan demokrasi.
Lembaga pendidikan tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan dan praktik
demokrasi namun juga menghasilkan warga negara yang memiliki pendirian yang teguh,
mandiri, memiliki sikap selalu ingin tahu dan berpandangan jauh ke depan.

B. Demokratisasi
Demokratisasi adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap
kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan
demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada sistem pemerintahan yang
lebih demokratis.
Demokratisasi melalui beberapa tahapan, yaitu :
Tahapan pertama adalah pergantian dari penguasa nondemokrasi ke penguasa demokrasi.
Tahapan kedua adalah pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi
Tahapan ketiga adalah konsolidasi demokrasi
Tahapan keempat adalah praktik demokrasi sebagai budaya politik bernegara.
Demokratisasi berarti proses menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga sistem politik
demokratis dapat terbentuk secara bertahap. Nilai-nilai demokrasi dianggap baik dan positif bagi
setiap warga. Oleh karena itu, setiap warga menginginkan tegaknya demokrasi di negara. Nilai atau
kultur demokrasi penting untuk tegaknya demokrasi di suatu negara.
Adapun nilai (kultur) demokrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh :
Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (1977) menyebutkan adanya delapan nilai delapan demokarasi
yaitu :
Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela
Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah
Pengantian penguasa dengan teratur
Penggunaan paksaan sesedikit mungkin
Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman
Menegakkan keadilan
Memajukan ilmu pengetahuan
Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan
Sedangkan Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur atau nilai-nilai demokrasi yaitu (1)
toleransi, (2) kebebasan mengemukakan pendapat, (3) menghormati perbedaan pendapat, (4)
memahami keanekaragaman dalam masyarakat, (5) terbuka dan komunikasi, (6) menjunjung nilai dan
martabat kemanusiaan, (7) percaya diri, (8) tidak menggantungkan pada orang lain, (9) saling
menghargai, (10) mampu mengekang diri, (11) kebersamaan, dan (12) kesimbangan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi sebagaimana yang dipaparkan diatas merupakan
sikap dan budaya yang mestinya dimiliki setiap warga negara, karena nilai demokrasi merupakan
bagian terpenting yang diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Demokrasi
tidak serta merta akan datang, muncul/terwujud, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara jika budaya demokrasi tidak ditanamkan sejak
dini sehingga dapat terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian sebagaimana yang dimaksud diatas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa
demokrasi yang semula merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik kemudian telah
berkembang sebagai suatu pandangan hidup berdemoktaris. Sedangkan demokratisasi adalah
serangkaian upaya atau sebuah proses yang dilakukan secara berkesinambungan (suistinable) menuju
terwujudnya kehidupan yang demokratis.
Selain adanya nilai-nilai demokrasi dalam mewujudkan sebuah sistem politik demokrasi maka
dibutuhkan pula perangkat berupa lembaga-lembaga demokrasi yang berfungsi menopang sistem
tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo (1977) bahwa untuk melaksanakan
nilai-nilai demokrasi maka diperlukan sebuah penyelenggaraan lembaga-lembaga, diantaranya :
Pemerintahan yang bertanggung jawab
Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan dan kepentingan dalam masyarakat yang
dipilih melalui pemilihan umum yang yang berasaskan jujur dan adil (Jurdil) serta langsung,
umum, bebas dan rahasaia (Luber). Yang kemudian dewan tersebut merupakan representasi dari
rakyat yang bertugas mengawasi pemerintah.
Suatu organisasi politik yang mencakup lebih dari satu partai (sistem dwi partai atau multi partai).
Dalam hal ini partai melakukan hubungan secara kontinyu terhadap masyarakat dalam
membangun sepemahaman untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang memiliki gagasan/ide,
serta kemampuan untuk membawa bangsa dan negara semakin maju.
Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat (kebebsan pers)
Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak asasi manusia dan mempertahankan keadilan.
Dengan demikian, dapat dianalisis bahwa demokrasi bisa berjalan dengan baik maka setidaknya
ada dua hal penting yang harus dipenuhi diantaranya :
Tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai demokrasi yang terwejantahkan dalam bentuk sikap, pola
hidup masyarakat serta penyelenggaraan negara dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara
dalam hal ini terbangunnya kultur demokrasi.
Terbentuk dan berjalan dengan baik lembaga-lembaga demokrasi dalam sebuah sistem politik dan
pemerintahan dalam hal ini berjalannya struktur demokrasi.
Dari dua hal penting tersebut yakni kultur dan struktur memiliki keterkaitan dan menjadi penentu.
Nilai-nilai demokrasi yang telah tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat yang tersalurkan ke dalam
lembaga-lembaga demokrasi agar terwujud sistem pemerintahan yang demokratis. Serta adanya
lembaga-lembaga demokrasi juga didasari oleh adanya nilai demokrasi. Suatu negara yang telah
memiliki lembaga-lembaga demokrasi, namun masyarakatnya masih jauh dari sifat dan sikap
demokratis maka lembaga-lemabaga tersebut gagal dalam menjalankan perannya. Karena salah satu
tugas lembaga-lembaga demokrasi yaitu sebgai lembaga yang memiliki peran dalam memberikan
pendidikan politik yang baik.

Terwujudnya demokratisasi sebagai proses dalam menuju sebuah demokrasi, setidaknya


memeiliki ciri-ciri sebagai berikut diantaranya :
Berlangsung secara evolusioner
Demokratisasi berlangsung dalam waktu yang lama, berjalan secara perlahan, bertahap dan
bagian demi bagian. Mengembangkan nilai demokrasi dan membentuk lenbaga-lembaga
demokrasi tidak dilakukan dengan cepat atau singkat.
Proses perubahan secara persuasif bukan secara koersif
Demokratisasi dilakukan bukan dengan paksaan atau adanya intimidasi, kekerasan dari pihak-
pihak tertentu. Namun proses menuju demokrasi dilakukan dengan cara bermusyawrah yang
melibatkan setiap warga negara sebagaimana yang dianut dalam konstitusi kita, bahwa demokrasi
dilakukan dengan asas musyawarah untuk mencapai nufakat
Proses yang tidak pernah selesai
Demokratisasi merupakan sebuah proses secara berkesinambungan. Demokrasi menjadi sarana
untuk mencapai sebuah sistem kenegaraan yang baik, namun dalam upaya untuk mencapainya
tentunya tidaklah mudah perlu adanya upaya-upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapainya
yakni menyiapkan pernagkat-perangkatnya dan bagaimana mengoperasikannya. Tidak ada
negara yang sepenuhnya menganut negara demokrasi secara penuh tetapi negara sedapat
mungkin mendekati kriteria demokrasi.

C. Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah panjang ketatanegaraan negara Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah
abad, perkembangan demokrasi mengalami fluktuasi (pasang surut). Masalah pokok yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan
membangun kehidupan sosial politik yang demokratis dalam masyarakat yang plural.
Masa fluktuasi demokrasi di Indonesia pada hakikatnya dapat dibagi dalam lima periodesasi,
diantaranya :
Periode di tahun 1945 – 1949 dengan sistem Demokrasi Pancasila
Dalam periode ini pemerintah Demokrasi Pancasila sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena keaadaan negara pada saat itu masih
darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang semula berfungsi sebagai embantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR.
Sistem kabinet yang sesmestinya sistem Presidensial dalam pelaksanaannya berubah menjadi
sistem Parlementer seperti yang berlaku dalam Demokrasi Liberal yang dianut oleh Amerika
Serikat.
Periode di tahun 1949 – 1959 dengan sistem Demokrasi Parlementer
Pada periode ini, peranan parlemen dan partai politik sangat menonjol. Dalam periode ini berlaku
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Pada masa ini pula, Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Pemerintah dijalankan oleh
Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambing. Selanjutnya, RIS ditolak oleh rakyat
Indonesia sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan kembali ke
Negara Kesatuan dengan menggunakan UUD Sementara 1950. Kabinet pada sistem demokrasi
parlementer ini selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancer. Masing-
masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah berjalannya
selama hamper 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem
Demokrasi Parlementer tidak cocok diterapkan di negara ini. Akhirnya Presiden menganggap
bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
merintangi pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sehingga pada tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Periode di tahun 1959 – 1965 dengan sistem Demokrasi terpimpin
Dalam pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin merupakan sistem yang bertentangan dengan
amanat konstitusional. Periode ini dikenal dengan periode Orde Lama. Presiden Soekarno
menjabat sebagai “Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan
presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945
yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965
(G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
Periode 1965 – 1998 dengan sistem Demokrasi Pancasila (Orde Baru) Demokrasi Pancasila Era Orde
Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Periode ini
dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila
dandikembalikan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya, sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden yang tidak
dibatasi periodenya maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga terjadilah
penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya adalah tumbuh suburnya budaya korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Kebebasan berbicara dibatasi, praktik demokrasi yang terkunkung oleh
intervensi kekuasaan dan Pancasila hanya dijadikan sebagai alat legitimasi politik serta lembaga
negara hanya berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah. Dengan akumulasi keadaan/kondisi
yang tidak menentu tersebut, maka muncullah gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa
yang menuntut reformasi (perubahan) dalam berbagai bidang. Yang hasil dari perjuangan
tersebut, dengan adanya pernyataan pengunduran diri yang dibacakan oleh Presiden Soeharto
sebagai penanda bahwa rezim orde baru telah berakhir.
Periode 1998 – sekarang dengan sistem Demokrasi Pancasila (Orde Reformasi)
Demokrasi Pancasila Era Reformasi berakar pada kekuatan multi partai yang berupaya
mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara. Demokrasi yang dikembangkan
pada masa reformasi ini adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,
dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yang dianggap tidak
demokratis, meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi negara dengan menegaskan fungsi
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata
hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Demokrasi
pada periode ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah
memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Dalam perkembangannya, pemerintahan fokus pada pembagaian kekuasaan antara presiden dan
parpol dalam DPR sehinggga rakyat terabaikan.
Dari uraian tersebut diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hakikatnya Negara Indonesia
menganut sistem Demokrasi Pancasila. Dalam sistem Demokrasi Pancasila menganut sistem
Musyawarah dan Mufakat dalam mengatasi berbagai macam problematika di negeri ini. Pemberlakuan
sistem demokrasi parlemen dan demokrasi terpimpin menjadi pengalaman sejarah sistem kenegaraan
kita, bahwa kedua sistem tersebut ternyata tidak cocok diterapkan di Indonesia. Namun demikian
sistem demokrasi Pancasila yang diimplementasikan masih terjadi peryimpangan, akan tetapi hal
tersebut bukan dari sistemya, namun berasal dari “manajemen” yang melaksanakannya. Jika rujukannya
tetap mengacu kepada nilai sistem demokrasi Pancasila yang murni dan konsekuen maka Indonesia
akan menjadi negara besar yang mencakup bukan hanya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi
semata akan tetapi juga dapat dilihat dari karakter yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
Dalam penerapan sistem demokrasi Pancasila di Indonesia disesuaikan dengan nilai-nilai yang
telah mengakar yakni nilai-nilai sosial budaya bangs Indonesia. Untuk memehami secara lengkap dan
utuh mengenai Demokrasi Pancasila maka ada dua indikator (alat ukur) yang saling melengkapi, hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sihimbing (1984:9) yaitu :
Alat pengkur yang konsepsionil
Alat ukur ini dipahami bahwa demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai dan
diintegrasikan dengan sila-sila Pancasila yang artinya bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi
haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, mampu mempersatukan bangsa serta dimanfaatkan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjabaran tersebut lebih bersifat formalistic dan
sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 atau pearaturan perundang-undangan lainnya.
Alat pengukur tingkat laku
Alat pengukur tingkah laku atau dalam hal ini yang bersifat nilai-nilai budaya (kebudayaan) yaitu
berupa tingkah laku yang bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Pengertian demokrasi
melalui alat pengukur kedua ini melengkapi uraian melalui alat pengukur pertama karean
memberikan struktur informal terhadap demokrasi Pancasila. Perpaduan antara kearifan dan
kebijaksanaan merupakan cirri khas dalam demokrasi Pancasila.

D. Sistem Politik Demokrasi dan Pendidikan di Indonesia


Sistem Politik Demokrasi
Indonesia sejak mulai berdirinya menjadikan demokrasi sebagai pilihan dalam sistem poltiknya.
Apa yang menjadi cita-cita para pendiri negara termanifestasikan dalam cita-cita demokrasi (Frans
Magnis Suseno, 1997). Namun demikian, sejak awal perkembangan deokrasi di Indoenesia mengalami
masa perubahan dari waktu ke waktu sesuai dalam setiap masa pemerintahan yang ada.
Adapun yang menjadi landasan negara Indonesia sebagai negara demokrasi tertuang dalam :
Pembukaan UUD 1945 pada alinea 4 yaitu ”…..naI yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RI yang
berkedaulatan rakyat…”
Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan rakyat dilakukan menurut ketentuan
Undang-Undang Dasar
Tentang isi dan mekanisme sistem politik demokrasi Indonesia dirumuskan pada bagian pasal-
pasal UUD 1945. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 bahwa
kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dari penjelasan isi pasal
tersebut diatas, bahwa isi demokrasi di Indonesia baik itu yang meliputi demokrasi politik, ekonomi,
sosial terjabarkan pada ketentuan dalam UUD 1945.
Berjalannya demokrasi dengan baik setidaknya dipengaruhi hal-hal yang menopangnya sehingga
itu dapat berjalan dengan baik. Ibarat manusia, dapat beraktivitas maka sendi yang menjadi alat untuk
beraktivitas memiliki peranan yang penting. Begitu pula dalam sistem politik demokras, diperlukan
sendi-sendi pokok diantaranya :
Ide Kedaulatan Rakyat
Dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, bahwa rakyat memiliki kedulatan tertinggi.
Gagasan ini menjadi ide pokok dari demokrasi, sebagaimana yang tertuang pada Pasal 1 Ayat 2
UUD 1945 yang bertuliskan “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut ketentuan UUD”
Negara Berdasar Atas Hukum
Disamping sebagai negara demokrasi, Indonesia juga merupakan negara hukum. Negara
hukum dalam arti materiil (luas) dalam hal untuk mencapai tujuan nasional. Sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
negara hukum”.
Bentuk Republik
Dibentuknya sebuah negara tidak lain untuk memperjuang terpenuhinya kepentingan
rakyat umum (republika). Karena Indonesia merupakan negara menganut sistem Republik
yang notabena berkewajiban memperjuangkan kepentingan umum. Hal tersebut
sebagaimana tercermin pada Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 yaitu “Negara Indonesia adalah
Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”
Pemerintahan Berdasar Konstitusi
Dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlandaskan pada konstitusi atau undang-undang dasar
dasar yang demokratis. Hal tersebut sebagaimana tercermin dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD
1945 yaitu “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”.
Pemerintahan Yang Bertanggung Jawab
Pemerintah sebagai penyelenggara negara juga melekat didalamnya sebuah tanggung
jawab atas segala tindakan yang dilakukan dalam proses penyelenggaraan negara. Dalam
sistem demokrasi Pancasila mengatur bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada
rakyat yang notabene sebagai pemilik kedaulatan tertinggi. Disamping itu pula juga
memiliki tanggung kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sistem Perwakilan
Dalam sistem demokrasi yang juga diatur dalam konstitusi bahwa pemerintah bertugas
menjalankan amanat rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Demokrasi yang
dijalankan adalah demokrasi perwakilan atau tidak langsung. Para wakil rakyat atau
anggota legislative dipilih melalui pemilihan umum (Pemilu)
Sistem pemerintahan presidensial
Presiden sebagai penyelenggara negara tertinggi. Presiden adalah kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.

Dalam sistem politik demokrasi di Indonesia mengatur beberapa hal-hal pokok,


diantaranya adalah :
Merupakan bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Di samping adanya
pemerintah pusat, terdapat pemerintah daerah yang memiliki hak otonom.
Bentuk pemerintahan yang berbentuk republik sedangan sistem pemerintahan adalah
menganut sistem presiensial
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat dengan masa periode 5 tahun yang bisa dipilih
kembali dengan hanya bisa menjabat dua periode (10 tahun) sebagaimana yang telah
diatur dalam konstitusi.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR maupun DPR. Di samping cabinet,
presiden dibantu oleh suatu dewan pertimbangan.
Parlemen terdiri dari dua kamar (bicameral) yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan bagian dari anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). DPR terdiri atas para wakil yang dipilih rakyat
melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari
masing-masing propinsi yang dipilih rakyat dengan sistem distrik berwakil banyak. Selain
lembaga DPR dan DPD, terdapat pula lembaga yang serupa di tingkat bawah yaitu DPRD
Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang anggotanya juga dipilih melalui pemilu. Selain
perannya sebagai wakil rakyat, DPR juga memiliki kekuasaan legislasi, anggaran serta
mengawasi jalannya pemerintahan.
Pemilu diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota
DPD, anggota DPRD Propinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah
Sistem multi partai atau biasa dikenal dengan lebih dari dua partai yang berpartisipasi dalam
Pemilu. Dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, begitu banyak partai politik yang
bermunculan terlebih setelah berakhirnya Orde Baru yakni pemilu 1999 yang diikuti 48
partai politik, dalam pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik dan pemilu 2009 diikuti
oleh 34 partai politik.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya yaitu
pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi.

Adapun secara skematis kelembagaan negra Republik Indonesia menurut UUD 1945 yang
dianut saat ini adalah sebagai berikut :
UUD 1945

BPK
Presiden DPR MPR DPD MA MK
Kementerian
KPU Bank Negara
Sentral Badan-badan lain KY
Dewan yang fungsinya
Pertimbangan berkaitan dengan
keuasaan
Perwakilan TNI/Polri kehakiman
BPK Provinsi
Pemerintah Lingkungan

Daerah Provinsi Peradilan Umum


Gubernur DPRD Lingkungan
Peradilan Agama
Lingkungan
Pemerintah Daerah Peradilan Militer
Kabupaten/Kota Lingkungan
Bupati/ Peradilan TUN
Walikota DPRD

Gambar 5.1 Struktur Kelembagaan NegaraIndonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945


Hasil Amandemen
Pendidikan Demokrasi
Sebelum berbicara mengenai pendidikan demokrasi, maka suatu hal yang tidak boleh
dilupakan adalah bagaimana membangun sebuah sistem politik demokrasi. Adapun kaitannya
dengan hal tersebut, maka ada dua hal yang mengaturnya yaitu institusi (struktur) demokrasi
dan perilaku (kultur) demokrasi. Jika meminjam analisis dari Gabriel Almond dan Sidney
Verba, bahwa kematangan budaya politik akan tercapai jika ada keserasian antara struktur
yang demokratis dengan kultur yang demokratis. Masyarakat demokratis akan terwujud jika di
negara tersebut terdapat institusi demokrasi dan sekaligus berjalnnya prilaku demokrasi.
Jika berbicara tentang institusi atau struktur demokrasi maka menunjuk pada tersedianya
lembaga-lembaga politik demokrasi yang ada di suatu negara. Lembaga itu dianatarnya
pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi
politik, lembaga swadaya masyarakat dan media massa. Membangun institusi demokrasi
berarti menciptakan dan menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.
Sedangkan mengenai perilaku atau kultur demokrasi menunjuk pada berlakunya nilai-
nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang perilaku
hidup baik keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Mengutip dari
ungkapan Henry B. Mayo bahwa nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela,
adil, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman,
teratur, paksaan yang minimal dan memajukan ilmu. Membangun kultur demokrasi berarti
mengenalkan, mensosialisasikan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan oleh negara dan
masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar dapat memahami, menghayati,
mengamalkan dan mengembangkan konsep, prinsip serta nilai demokrasi sesuai dengan status
dan perannya dalam masyarakat (Udin Winataputra; 2001:12). Pada hakikatnya pendidikan
demokrasi adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh
warga negara.
Pendidikan demokrasi bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat agar
berperilaku serta bertindak demokratis, melalui aktivitas yang menanamkan pada generasi
muda akan pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran
akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal sebagaimana penadapat (Zamroni, 2001) yaitu :
Kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat itu sendiri, demokrasi adalah pilihan terbaik di antara yang buruk tentang
pola hidup bernegara.
Demokrasi adalah sebuah learning process yang lama dan tidak sekedar meniru dari
masyarakat lain.
Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-nilai
demokrasi pada masyarakat.
Pada tahap selanjutnya, pendidikan demokrasi akan diharapkan akan menghasilkan
masyarakat yang mendukung sistem politik yang demokratis. Hal tersebut dapat terwujud
apabila masyarakatnya berlandaskan nilai-nilai demokratis serta berpartisipasi aktif
mendukung kelangsungan pemerintahan demokratis di negaranya. Oleh karena itu, setiap
pemerintahan demokratis akan melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi kepada generasi
muda. Kelangsungan pemerintahan bersandar pada pengetahuan dan kesadaran demokrasi
warga negaranya.
Pendidikan demokrasi dalam arti luas dapat dilakukan baik secara informal, formal dan
non formal. Secara informal, pendidikan demokrasi bisa dilakukan di lingkungan keluarga
yang menumbuhkembangkan nilai-nilai demokrasi. Secara formal, pendidikan demokrasi
dilakukan disekolah, baik dalam bentuk intra atau ekstrakulikuler. Sedang secara non formal
pendidikan demokrasi berlangsung pada kelompok masyarakat, lembaga swadaya, partai
politik, pers dan lain-lain.
BAB
HAK ASASI MANUSIA DAN
RULE OF LAW

A. Hakikat Hak Asasi Manusia


Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia bermula dari Barat yang dikenal dengan “right of man” sebagai
pengganti kalimat “natural right”. Karena istilah rights of man tidak mencakup rights of
women maka oleh Eleanor Roosevelt diganti dengan istilah human rights yang lebih universal
dan umum. Secara defenitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman
berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sementara kata “asasi” diambil dari istilah “leges
fundamentalis” (hukum dasar) atau sesuatu hal bersifat pokok/mendasar.
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar atau hak pokok yang melekatdan dimiliki setiap
manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Mustafa Kamal Pasha (2002)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang
dibawa sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah dari Allah SWT. Pendapat
tersebut senada dengan pendapat yang dikemukakan (Gazali, 2004) bahwa hak asasi manusia
adalah hak-hak dasaryang dibawa sejak lahir dan melekat dengan potensinya sebagai mahluk
dan wakil Tuhan. Mengenai rumusan “sejak lahir” saat ini masih menjadi perdebatan, sebab
bayi yang ada dalam kandunganpun sudah memiliki hak untuk hidup. Olehnya, mengenai
rumusan yang lebih sesuai adalah hak dasar yang melekat pada manusia sejak ia hidup.
Adanya kesadaran tentang hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa semua
manusia sebagai mahluk cipataan Tuhan yang memiliki derajat dan martabat yang sama. Hal
tersebut juga diatur dalam Al Qur’an Surat Al Hujurat : 13 “ Inna akramakum inddallohi
atkokum” yang artinya sesungguhnya yang paling mulai disisi Allah SWT adalah orang yang
paling bertaqwa. Jadi adanya hak asasi manusia tumbuh dari pengkauan sendiri bahwa mereka
adalah sama dan sederajat.
Hak Asasi Manusia merupakan suatu konsep etika politik modern dengan gagasan pokok
dengan menjunjung tinggi penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan
kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana
seharusnya manusia memperlakukan manusia yang lainnya dengan selayaknya sebagai mahluk
ciptaan Tuhan yang lainnya. Tuntutan moral tersebut sejatinya merupakan ajaran inti dari
semua agama, sebab semua agama di dunia mengajarkan pentingnya penghargaan dan
penghormatan terhadap manusia, tanpa adanya pembedaan dan diskriminasi. Tuntutan moral
itu diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang
lemah atau “dilemahkan” dari tindakan zalim dan semena-mena yang biasanya datang dari
mereka yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Karena itu, esensi dari konsep hak asasi
manusia adalah penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada
pembedaan berdasarkan apapun dan demi atas nama apapun serta pengakuan terhadap
martabat manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi.

Karakteristik Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia jika dilihat dari pengertiannya, maka karakteristik dari hakikat hak
asasi manusia sebagaiaman yang dikemukakn (Tim ICCE UIN, 2003) adalah sebagai berikut :
Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. Hak asasi manusia adalah
bagian dari manusia secara otomatis.
Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal usul, ras,
agama, etnik dan pandangan politik
Hak asasi manusia tidak boleh dolanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi
atau melanggar hak orang lain. Setiap orang tetap memiliki hak asasi manusia
meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi bahkan melanggar hak
asasi manusia.
Hak asasi manusia merupakan hak dasar dari manusia. Apa saja yang termasuk hak dasar
manusia itu senantiasa berubah menurut ukuran zaman dan perumusannya. Adapun beberapa
contoh hak dsar tersebut adalah :
Hak asasi manusia menurut Piagam PBB tentang Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948,
meliputi :
Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat,
Hak memiliki sesuatu,
Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
Hak mengnut aliran kepercayaan atau agama,
Hak untuk hidup,
Hak untuk kemerdekaan hidup,
Hak untuk memperoleh nama baik,
Hak untuk memperoleh pekerjaan, dan
Hak untuk mendapatkan perlindungan hokum
Hak asasi manusia menurut Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
meliputi :
Hak untuk hidup,
Hak berkeluarga,
Hak untuk mengembangkan diri,
Hak keadilan,
Hak kemerdekaan,
Hak berkomunikasi,
Hak keamanan,
Hak kesejahteraan, dan
Hak perlindungan.

Hak asasi pribadi (personal rights), misalnya hak kemerdekaan, hak menyatakan
pendapat, hak memeluk agama.
Hak asasi politik (political rights), yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara. Misalnya,
memilih dan dipilih, hak berserikat, hak berkumpul
Hak asasi ekonomi (property rights), misalnya hak memiliki sesuatu, hak mengadakan
perjanjian, hak bekerja, hak mendapat hidup layak,
Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights), mislanya mendapatkan
pendidikan, hak mendapat santunan, hak pension, hak mengembangkan kebudayaan,
hak berekspresi.
Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hokum dan pemerintahan (rights of
legal equality).
Hak untuk mendapat perlakuan sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan
(prosedural rights).

B. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia


Jika menilik sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia, maka yang menjadi pelecutnya
ialah eksistensi terhadap harga diri, kedudukan dan martabatnya sebagai akibat dari tindakan
kesewenang-wenangan dari pihak penguasa baik dalam bentuk penjajahan hak-haknya,
perbudakan, ketidakadilan serta kedzholiman (tirani). HAM sebagai sebagai ide, cara pandang
serta kerangka konseptual yang tidak lahir secara tiba-tiba dan langsung termuat dalam
Universal Declaration of Human Rights tanggal 10 Desember 1948. Akan tetapi, HAM lahir
melalui suatu proses yang panjang dalam sejarah peradaban manusia dalam mencapai
klimaksnya (puncaknya) melalui deklarasi HAM PBB tersebut.
Seiring perkembangan, pengakuan terhadap HAM berjalan secara perlahan dan runut
diantaranya sebagai berikut :
Perkembangan HAM pada Masa Lampau
Adapun dalam perkembangan HAM pada masa lampau dapat dirunut sebagai berikut
yaitu :
Pada masa perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan orang Yahudi dari perbudakan
pada masa pemerintahan Fir’aun di Mesir (tahun 6000 SM)
Pada masa Piagam Hammurabi di Babylonia yang member jaminan keadilan bagi warga
negaranya (Tahun 2100 SM). Dalam Piagam Hammurabi tersebut terukir di atas
potongan batu yang telah diratakan dalam huruf paku (cuneiform). Piagam tersebut
seluruhnya ada 282 hukum, akan tetapi ada bagian yang di dalamnya terdapat 32
hukum di antaranya terpecah dan sulit untuk dibaca.
Pada masa Socrates (469-399 SM), Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
sebagai filsuf Yunani peletak dasar diakuinya HAM. Mereka mengajarkan untuk
mengkritisi pemerintah yang tidak menjalankan pemerintahannya berdasarkan
keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan.
Perjuangan Nabi Muhammad SAW yang mengemban misi mengangkat derajat
kemanusiaan diantaranya membebaskan para bayi wanita dari penindasan bangsa
Quraisy Mekkah serta banyak hal-hal yang lainnya sebagaimana telah diabadikan
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist (Tahun 600 M).
Perkembangan HAM di Inggris
Pada proses lahirnya HAM di Eropa, diantaranya di Inggris, Perancis dan Amerika
Serikat. Inggris menjadi negara yang pertama memperjuangkan HAM.
Hal tersebut ditandai dengan lahirnya Magna Charta atau Piagam Agung pada tahun
1215. Pada masa tersebut dipimpin oleh Raja John Lackland yang bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyat dan kelompok bangswan. Tindakan Raja John
mengakibatkan rasa tidak puas yang kemudian mengadakan pemberontakan, dengan
adanya pemberontakan ini berhasil memaksa sang Raja untuk menandatangani suatu
perjanjian yang disebut Magna Charta. Dengan adanya Magna Charta, maka hak
absolutism raja dan mulai mengembangkan tradisi bahwa hukum lebih tinggi
daripada kedudukan raja. Terdapat dua hal yang mendasar dalam Magna Charta,
yaitu: (1) adanya pembatasan kekuasaan raja; (2) HAM lebih penting daripada kedaulatan
raja.
Pada tahun 1628 keluarnya piagam “Petition of Right” yang ditandatangani oleh Raja
Charles I. Dokumen ini berisi pernyataan hak-hak rakyat beserta jaminannya. Hak-hak
tersebut adalah (1) Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan; (2)
Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya; (3) Tentara
tidak boleh menggunakan hokum perang dalam keadaan damai.
Tahun 1679 munculnya “Habeas corpus Act”. Dokumen ini merupakan UU yang mengatur
tentang penahanan seseorang. Isinya adalah (1) Seseorang yang ditahan segera
diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan; (2) Alasan penahanan seseorang
harus disertai bukti yang sah menurut hokum.
Tahun 168, keluar “Bill of Rights” yang merupakan UU yang diterima parlemen Inggris
dan ditandatanganioleh Raja Willem III sebagai hasil dari pergolakan politik yang
sangat dahsyat yang disebut dengan the Glorius Revolution. Peristiwa ini bukan saja
sebagai simbol kemenangan rakyat dalam pergolakan selama 60 tahun (Jimly
Asshidiqie, 2006: 86). Adapun isi dari Bill of Rights adalah sebagai berikut : (1)
Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen; (2) Kebebasan berbicara dan
mengeluarkan pendapat; (3) Pajak, UU dan pembentukan tentara tetap harus seizing
parlemen; (4) Hak warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-
masing; dan (5) Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
Perkembangan Ham di Amerika Serikat
Dalam perjuangan penegakan HAM di Amerika Serikat, diawali dari pemikiran
seorang filsuf bernama John Locke mengenai hak-hak alam seperti : hak hidup (life), hak
kebebasan (liberty), dan hak milik (property) . John Locke berpendapat bahwa manusia
tidaklah secara penuh menyerahkan hak-hak individunya kepada seorang penguasa. Hak
yang diserahkan pada seorang penguasa yakni hak kaitannya dengan perjanjian
mengenai negara, sementara hak lainnya tetap berada pada masing-masing individu.
Dengan dasar pemikiran John Locke inilah yang akhirnya dijadikan landasan bagi
pengakuan HAM yang terlihat dalam Declaration of Independence of The United States
pada tanggal 4 Juli 1776. Perjuangan dalam penegakan HAM di Amerika Serikat
diakibatkan karena rakyat Amerika Serikat merasa tertindas oleh pemerintahan Inggris
sebagai negara kolonial (penjajah). Yang kemudian pada akhirnya rakyat Amerika
berontak dan dibwah pimpinan George Washington, Amerika Serikat dapat
memerdekakan diri dari Inggris pada tanggal 4 Juli 1776 dan disertai dengan
kemerdekaan yang dapat dimasukkan ke dalam konstitusinya. Dalam deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat tersebut dinyatakan bahwa seluruh umat manusia
dikarunia oleh Tuhan Yang Maha Kuasa mengenai beberapa hak yang tetap melekat
padanya.
Perkembangan HAM di Prancis
Perjuangan HAM di Prancis bermula sejak zaman Rousseau yang kemudian
perjuangannya memuncak dalam Revolusi Prancis yang berhasil menetapkan hak-hak
asasi manusia yang dirumuskan sebuah naskah yang kemudian dikenal dengan
Declaration de Droits L’homme et du Citoyen yang artinya pernyataan mengenai hak-hak
asasi manusia dan warga negara yang ditetapkan oleh Assemblee Nationale pada tanggal
24 Agustus 1789 (jimly asshidiqie, 2006: 90). Naskah ini kelauar sebagai reaksi atas
ketidakpuasan kaum borjuis dan rakyat terhadap kesewenang-wenangan Raja Louis XIV
pada awal Revolusi Prancis tahun 1789. Dalam isi deklarasi ini memuat bahwa “HAM
adalah hak-hak alamiah yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat
dipisahkan daripada hakikatnya”.
Atlantic Charter tahun 1941
Atlantic Charter adalah sebuah deklarasi bersama yang dikeluarkanoleh Perdana Menteri
Inggris yang bernamaWinston Churchill dan Presiden Amerika Serikat yang bernama
Franklin D Roosevelt pada tanggal 14 Agustus 1941di atas kapal perang Kerajaan Inggris
dengan sebutan HMS Prince of Wales di perairan Samudera Alantik. tepatnya di teluk
Plancentia, Argentina.
Franklin D Roosevelt dalam penyampaiannya dalam Kongres Amerika Serikat pada
tanggal 6 Januari 1941 telah mencetuskan sebuah doktrin yang kemudian dikenal dengan
The Four Freedom (empat kebebasan, yaitu :
Hak kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech)
Hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya/diyakininya (freedom of religion)
Hak kebebasan dari kemiskinan dari pengertian bahwa menjadi kewajiban setiap bangsa
berusaha untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera bagi masyarakatnya atau
penduduknya (freedom from want)
Hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha pengurangan persenjataan sehingga
tidak satupun bangsa (negara) semena-mena berada dalam upaya untuk melakukan
serangan terhadap negara lain (freedom from fear)
Dengan doktrin inilah yang kemudian menjadi titik tolak lahirnya Universal
Declaration of Human Rights tahun 1948 yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Hak-
hak Asasi Manusia.
Pengakuan Hak Asasi Manusia oleh PBB
Tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948, PBB dalam upayanya telah berhasil
merumuskan sebuah naskah yang kemudian dikenal dengan Universal Declaration of Human
Rights atau Pernyataan Sedunia tentang HAM. Dalam Pasal 1 dalam piagam tersebut berbunyi
“Sekalian orang yang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikarunia akal dan budi, dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam ersaudaraan” .
Deklarasi ini tersirat bahwa adanya komitemen moral dunia internasional pada isu-isu HAM
serta merupakan pedoman dan standar negara-negara anggota organisasi PBB untuk
kemudian dituangkan dalam konstitusi masing-masing.
Universal Declaration of Human Rights diumumkan sebagai suatu standar baku tentang
pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara. Hak-hak yang
disuarakannya disebarkan melalui media “pengajaran dan pendidikan” serta melalui langkah-
langkah progresif yang massif baik dalam skala nasional maupun internasional guna menjamin
pengakuan dan kepatuhan yang bersifat universal.
Doktrin tentang hak asasis manusia se dunia ini saat ini telah diterima secara universal
sebagai bagian dari “a moral, political, legal framework, and a guide line” dalam kerangka
menjadikan dunia yang lebih damai dan bebas dari intimidasi, ketakutan, penindasan serta
perlakuan yang tidak adil. Adapun negara-negara didunia telah meratifikasi deklarasi ini yang
kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku di masing-masing negara termasuk Indonesia.
Hasil Sidang Majelis Umum PBB Tahun 1966
Setelah ditetapkan dan diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights oleh
negara-negara di dunia tidak berarti bahwa tidak ada lagi penindasan yang terjadi diberbagai
negara. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka PBB dalam usahanya terus melakukan
perjuangan dalam penegakan HAM di dunia. Adapun hasil sidang Majelis Umum PBB Tahun
1966 menghasilkan beberapa piagam yang kaitannya dengan HAM, piagam tersebut antara
lain :
The International on Civil and Political Rights, yaitu yang mengatur tentang hak sipil dan
politik
The International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights, yaitu yang
mengatur tentang syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial
dan budaya.
Optional Protocol, yaitu yang mengatur adanya kemungkinan seorang warga negara yang
mengadukan pelanggaran HAM yang terjadinya padanya kepada The Human Rights
Communitee PBB setelah melalui proses pengadilan di negaranya.

HAM di Indonesia
Potret bangsa Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai-nilai budaya yang menjadi
warisan dari leluhur, menjadikan Indonesia sebagai negara yang begitu terpandang di mata
dunia sebagai sebuah negara yang warganya ramah tamah, rukun, saling bergotong royong,
saling hormat menghormati dan senantiasa bersatu padu dalam sebuah bingkai Bhineka
Tinggal Ika. Namun begitu ironi, jika dibandingkan dengan kondisi Indonesia saat ini yang
lebih dikenal dengan kekerasan, melanggar niali-nilai HAM serta merendahkan peradaban.
Kondisi tersebut tentunya tidak boleh terus berlanjut, harus ada upaya preventif (pencegahan)
serta pengembalian harkat martabatnya sebagai sebuah bangsa yang besar dan berbudaya
serta menjunjung tinggi HAM.
Agar mencapai tujuan nilai yakni melindungi HAM setiap warga negara, maka negara
Indonesia harus kembali kepada produk hukum yang mengatur tentang HAM. Adapun produk
hukum tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya diantaranya
yaitu:
Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama
Hal tersebut dapat di lihat pada alinea pertama yang berbunyi “Bahwa sesunggunya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa….”. Dari kutipan tersebut mengandung makna
bahwa bangsa Indonesia mengakui adanya hak untuk merdeka atau bebas dari belenggu
penjajahan baik fisik maupun non fisik. Hanya saja jika dalam UUD 1945, mengenai HAM
di Indonesia berpaham kolektivitas yang nampak dari penggalan kalimat dari hak setiap
“bangsa” untuk merdeka. Sedangkan HAM di Barat, lebih bersifat individual.
Pembukan UUD 1945 Alinea Keempat
Dalam hal ini, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mengandung pemikiran
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua status,
yakni manusia sebagai makhluk individu (pribadi) dan manusia sebagai makhluk sosial
(bermasyarakat). Oleh karenanya, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang
lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain. Ketetntuan ini juga berlaku tidak hanya manusia
sebagai makhluk probadi dan sosial, namun juga berlaku bagi setipa organisasi pada
tataran manapun terlebih dalam tataran negara dan pemerintah.
Batang Tubuh UUD 1945
Dalam rumusan hak tersebut mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya yang diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 didalam UUD 1945. Akan
tetapi, rumusan-rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya
dirumuskan secara singkat dan hanya menjelaskan secara garis besarnya saja.
Rumusan baru tentang HAM tertuang dalam Pasal 28 A-J UUD 1945 hasil amandemen I
tahun 1999. Dengan penambahan rumusan HAM ini tidak hanya semata-mata atas
kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan HAM yang semakin penting,
melainkan juga merupakan salah satu syarat negara hokum. Dengan instumen HAM dapat
menjadi salah satu indikator untuk mengukur tingkat peradaban, tingkat demokrasi serta
tingkat kemajuan sebuah negara.
Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Selain UUD 1945, Undang-Undang yang mengatur tentang HAM di Indonesia adalah
Undnag-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Berikut hak-hak yang diatur
sebagaiama tertuang dalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 diantarnya :
Hak untuk hidup sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, yang meliputi (a) hak untuk
hidup dan meningkatkan taraf kehidupan; (b) hak untuk hidup tenteram, aman dan
damai; (c) lingkungan hidup yang layak.
Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan sebagaimana yang diatur dalam Pasal
10, yang meliputi hak untuk membentuk suatu keluarga melalui perkawinan yang sah
Hak untuk mengembangkan diri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 – 16, yang
meliputi (a) hak untuk pemenuhan kebutuhan dasar; (b) hakpengembangan diri; (c)
hak atas manfaat IPTEKS; dan (d) hak atas komunikasi dan informasi.
Hak memperoleh keadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17-19, yang meliputi (a)
hak perlindungan hukum; (b) hak atas keadilan dalam proses hokum; (c) hak atas
hukuman yang adil.
Hak atas kebebasan pribadi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 – 27, yang meliputi
(a) hak untuk bebas dari perbudakan; (b) hak atas keutuhan pribadi; (c) kebebasan
memeluk agama dan keyakinan politik; (d) kebebasan untuk berserikat
dan berkumpul; (e) kebebasan untuk menyampaikan pendapat; (g) hak atas status
kewarganegaraan; dan (h) hak kebebasan untuk bergerak.
Hak atas rasa aman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 – 35, yang meliputi (a) hak
untuk mencari suaka; (b) hak perlindungan diri pribadi.
Hak atas kesejahteraan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 – 42, yang meliputi
(a) hak milik; (b) hak atas pekerjaan; (c) hak untuk bertempat tinggal secara layak; (d)
hak jaminan sosial; dan (e) perlindungan bagi kelompok rentan.
Hak turut serta dalam pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 – 42, yang
meliputi (a) hak pilih dalam pemilu; (b) hak untuk berpendapat.
Hak wanita sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 – 51, yang meliputi (a) hak
pengembangan pribadi dan persamaan dalam hokum; (b) hak perlindungan
reproduksi.
Hak anak sebagimana yang diatur dalam Pasal 52 – 66, yang meliputi (a) hak hidup anak;
(b) status warga negara anak; (c) hak anak yang rentan; (d) hak pengembangan
pribadi dan perlindungan hokum; dan (e) hak jaminan sosial.
Selanjutnya, UUD RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menyatakan,
bahwa “Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
Peradilan Umum di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi
Pengadilan Negeri yang bersangkutan”.

D. Konsep dan Hakikat Rule of Law


Istilah Rule of Law adalah istilah yang dikenal dalam konsep Anglo Saxon. Rule of Law
dapat diartikan ke dalam Bahasa Indonesia dengan “aturan (rule)” dan “hukum (law)”. Jadi
konsep rule of law dikaitkan dengan negara adalah negara yang dalam tata pemerintahannya
menggunakan aturan hukum untuk menjaga ketertiban masyarakat yang tertuang dalam
konstitusinya. Dalam buku yang ditulis oleh Didi Nazmi Yunus yang dikemukakn konsep Dicey
tersebut yang intinya bahwa The Rule of Law mengandung tiga unsure penting yaitu : (1)
Supremacy of Law, yang mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang
(arbitrary power) baik rakyat yang diperintah maupun raja yang memerintah. Prinsip ini
menempatkan hokum dalam kedudukan sebagai panglima, hukum dijadikan sebagai alat
untuk membenarkan kekuasaan termasuk membatasi kekuasaan itu ; (2) Equality Before The
Law, mengandung arti bahwa semua warga negara tunduk selaku pribadi maupun
kualifikasinya sebagai pejabat negara tunduk pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan
biasa yang sama. Jadi setiap warga negra sama kedudukannya dihadapan hukum; (3)
Constitution Based On Human Right, jika ditelaah mengandung arti adanya suatu Undang-
Undang Dasar yang biasa disebut dengan konstitusi. Konstitusi disini bukan berarti merupakan
sumber akan hal-hal asasi manusia melainkan indikator-indikator dari hak-hak asasi manusia
itulah yang ditanamkan dalam sebuah konstitusi. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa apa
yang telah dituangkan ke dalam konstitusi itu haruslah dilindungi keberadaannya.
Rule of Law merupakan doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19,
bersamaan dengan kelahiran negara konstitusidan demokrasi. Kehadirannya boleh disebut
sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut yang telah berkembang sebelumnya.
Negara absolut sebagai perkembangan dari keadaan di Eropa, yaitu negara yang terdiri dari
wilayah-wilayah otonom.
Rule of Law merupakan konsep tentang common law, dimana segenap lapisan masyarakat
dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hokum yang
dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Ia lahir mengambil alih dominasi yang
selama ini dikuasai oleh kalangan gereja, ningrat dan kerajaan serta menggeser negara
kerajaaan dan memunculkan negara konstitusi dari mana doktrin Rule of Law ini lahir. Ada
tidaknya Rule of Law dalam suatu negara ditentukan oleh “kenyataan” apakah benar-benar
rakyat merasakan hadirnya keadilan ditengah-tengah mereka dalam wujud perlakuan yang
adil baik sesama warga negara maupun dari pemerintah. Olehnya, pelaksanaan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku di suatu negara merupakan premise, bahwa kaidah-kaidah yang
dilaksanakan itu merupakan hokum yang adil artinya kaidah hokum yang menjamin perlakuan
yang adil bagi masyarakat.

Rule of Law atau Rechstaat memiliki padanaan makna yang berarti negara hukum. Negara
hokum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas
hukum. Negara berdasar hukum yaitu negara yang mana hukum menempati kedudukan
tertinggi (supreme) dalam suatu negara. Pada prinsipnya supremasi hukum tidak boleh
mengabaikan tige gagasan dasar hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian.

E. Indonesia Adalah Negara Hukum


Konsep Dasar Negara Hukum
Arsitoteles merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hokum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya
kebahagiaan hidup untuk warga negara dan sebagai bagian daripada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Peraturan
yang sebenarnya menurut Arsistoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi
pergaulan antar warga negaranya, maka menurutnya yang memerintah negara bukanlah
manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa/pemimpin hanyalah pemegang hokum dan
keseimbangan saja.
Sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi atau UUD 1945, bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan :
Negara, termasuk didalamnya pemerintah dan lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum atau segala perbuatan
yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hokum.
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali.
Negara melindungi Hak Asasi Manusia
Sedangkan landasan yuridis yang mempertegas pendapat bahwa Indonesia adalah negara
hukum, adalah :
Dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 pasca amandemen, yang tertulis bawa “negara Indonesia
adalah negara hukum”.
Sebelumnya ditemukan dalam bagian isi penjelasan umum UUD 1945 tentang pemerintahan
negara yang disebutkan 7 (tujuh) kunci pokok negara yang menyatakan bahwa “negara
Indonesia berdasarkan atas hukum, bukan berdasarkan atas kekuasaan”
Kemudian dasar hukum lain, bahwa Indoensia adalah negara hukum dalam arti materil
yakni terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut :
Pada Bab XIV tentang perekonomian negara dan kesejahteraan sosial pada Pasal 33 dan 34
UUD 1945, yang mengaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Pada bagian penjelasan umum tentang pokok-pokok pikiran dalam pembukaan juga
dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.
Dari penjelasan diatas, dengan demikian maka jelaslah bahwa konstitusional negara
Indonesia adalah negara hukum yang dinamis (negara hukum materil) atau negara
kesejahteraan (welfare state). Dalam eksistensi negara hukum Indonesia yang dinamis dan
luas ini, peran para penyelenggara negara dituntut untuk dapat menginternalisasikan tugas
mulia yang diembannya yakni bagaimana dapat memberi kemaslahatan (kebaikan) yang lebih
luas demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Ciri-ciri Negara Hukum
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, SH mengemukakan pendapatkan tentang ciri-ciri
negara hukum ada dua belas cirri, diantaranya adalah :
Supremasi hokum
Persamaan dalam hokum
Asas legalitas
Pembatasan kekuasaan
Organ eksekutif yang independen
Peradilan bebas dan tidak memihak
Peradilan tata usaha negara
Peradilan tata negara
Perlindungan hak asasi manusia
Bersifat demokratis
Sarana untuk mewujudkan tujuan negara
Transparansi dan control soaial
Sedangkan menurut Prof. Dr. Sudargo, SH. mengemukakan tiga ciri-ciri negara hukum
yaitu:
Terdapat pembatasan kekuasan negara terhadap perorangan
Maksudnya bahwa negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara,
dibatasi oleh hokum, indivual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat
mempunyai hak terhadap penguasa.
Asas Legalitas
Secara tindakan negara harus berdasarkan hokum yang telah diadakan terlebih
dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya
Pemisahan kekuasaan

Agar hak-hak asasi itu betul-betul terlindungi yaitu dengan adanya pemisahan kekuasaan
yakni badan membuat peraturan perundang-undangan (lembaga legislative), sebaga
pelaksana/penyelenggara pemerintahan (lembaga eksekutif) dan sebagai pengadil
(lembaga yudikatif) harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.

.
BAB
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI
GEOPOLITIK INDONESIA

A. Pengertian dan Kedudukan Wawasan Nusantara


Pengertian Wawasan Nusnatara
Perumusan Wawasan Nasional bangsa Indonesia yang kemudian disebut sebagai
Wawasan Nusantara, merupakan salah satu konsepsi politik dalam sistem Ketatanageraan
Republik Indonesia. Pengertian Wawasan Nusantara dapat diartikan dari dua pendekatan baik
itu secara etimologis dan terminologis.
Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan
berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan
indriawi. Wawasan artinya pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indriawi. Wawasan
dapat pula diartikan sebagai cara pandang dan cara melihat.
Secara etimologis , kata “nusantara” tersusun dari dua kata “nusa” dan “antara” yang
masing-masing memiliki arti bahwa kata “nusa” dalam bahasa Sansekerta yang berarti
pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin kata “nusa” berasal dari kata nesos
yang berarti semenanjung yang juga dipadannkan dengan bangsa. Dari sini dapat
ditafsirkan bahwa kata “nusa” dapat memiliki dua arti yaitu kepulauan dan bangsa. Kata
kedua yaitu “antara” memiliki padanan dalam bahasa Latin yaitu in dan terra yang berarti
antara atau dalam suatu kelompok. Sedangkan dalam bahasa Sansekerta, kata “antara”
dapat diartikan sebagai laut, seberang atau luar. Bisa pula ditafsirkan bahwa “antara”
mempunyai makna antara, relasi, seberang atau laut. Dari penjabaran diatas maka
“nusantara” dapat diartikan sebagai kepulauanyang dipisahkan oleh laut atau bangsa-
bangsa yang dipisahkan oleh laut. Jadi nusantara berarti kepulauan yang diapit oleh dua
benua yaitu benua Asia dan Australia serta dua samudera yaitu samudera Hindia dan
Pasifik.
Sumber : internet, 2018
Gambar 7.1 Peta wilayah Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera

Secara terminologi, beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
Menurut Prof. Dr. Wan Usman: yaitu:
“Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah
airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”
Pengertian Wawasan Nusnatara dalam GBHN 1998 yaitu:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Kemudian menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap.
MPR, yang dibuat Lemhanas tahun 1999 yaitu :
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang
serba baragam dan bernilai strategis dengan mngutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”
Dari pendapat para ahli yang dtelah dikemukakan diatas, maka secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap
diri dan lingkungannya. Yang dimaksud dengan “diri” disini adalah diri bangsa Indonesia
sendiri, serta “nusantara” sebagai lingkungan tempat tinggalnya.
Kedudukan Wawasan Nusnatara
Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan. Wawasan nasional juga merupakan visi bangsa
yang berkaitan dalam tujuan menuju masa depan. Adapun visi bangsa Indonesia yang sesuai
dengan konsep Wawasan Nusantara adalah menjadi bagian yang satu dengan wilayah yang
satu dan utuh.
Kedudukan Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi ketatanegaraan Republik
Indonesia digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Pancasila/ Pembukaan UUD 1945 Landasan Idiil

UUD 1945 Landasan Konstitusional

Wawasan Nusantara Landasan Visional

Ketahanan Nasional Landasan Konsepsional

Dokumen Rencana Pembangunan Landasan Operasional

PEMBANGUNAN NASIONAL
Gambar 7.2 Paradigma Ketatanegaraan Republik Indonesia

B. Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara


Yang melatarbelakangi tumbuhnya konsepsi wawasan nusantara adalah sebagai berikut :
Aspek historis
Dari aspek historis (sejarah), bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang
bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu
Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah kehidupan
sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah, kehidupan sebagai bangsa yang terjajah
adalah pendeitaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kebodohan. Penjajah juga
menciptakan perpecahan dalam diri bangsa Indonesia. Politik devide et impera.
Dengan adanya politik ini orang-orang Indonesia justru melawan bengsanya sendiri.
Dalam setiap perjuangan melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada
pengkhianat bangsa
Kita pernah memiliki wilayah yang terpisah-pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah
wilayah bekas jajahan Belanda. Wilayah Hindia Belanda ini masih terpisah-pisah
beradasarkan ketentuan ordonansi 1939 dimana laut territorial Hindia Belanda adalah
sejauh 3 (tiga) mil. Dengan adanya ordonan tersebut, laut serta perairan yang ada diluar 3
mil tersebut merupakan lautan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional.
Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian
besar bagi bangsa Indonesia. Keadaan tersebut tidak mendukung kita dalam
meweujudkan bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Untuk bisa keluar dari
keadaan tersebut kita membutuhkan semangat kebangsaan yang melahirkan visi
bangsa yang bersatu. Upaya untuk mewujudkan wilayah Indonesia sebagai wilayah
yang utuh tidak lagi terpisah baru terjadi 12 tahun kemudian setelah Indonesia
merdeka yaitu ketika Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan pernyataan yang
kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Ia pokok dari
deklarasi tersebut menyatakan bahwa laut territorial Indonesia tidak lagi sejauh 3 mil
melainkan selebar 12 mil dan secara resmi menggantikan Ordonansi 1939. Deklarasi
Djuanda juga dikukuhkan dalam UU No.4/Prp/Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
yang didalamnya mengatur tentang :
Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pendalaman
Indonesia
Laut Wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut yang garis luarnya diukur tegak
lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar yang terdiri dari garis-garis lurus
yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah dari pada pulau-
pulau atau bagian pulau-pulau yang terluar dalam wilayah Indonesia dengan
ketenuan bahwa jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi dua puluh empat mil
laut dan negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis
batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.
Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam
dari garis dasar.
Mil laut ialah seperenam puluh derajat lintang.

Dengan keluarnya Deklarasi Djuanda, melahirkan konsepsi wawasan nusantara dimana


laut tidak lagi sebagai pemisah tetapi sebagai penghubung Undang-Undang mengenai
perairan Indonesiayang kemudian diperbaharui dengan UU No. 6 Tahun 1996 tentang
Perairan Indonesia. Selain itu Deklarasi Djuanda juga diperjuangkan dalam forum
internasional. Melalui perjuangan yang panjang akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April
menerima “ The United Convention On The Law Of The Sea “ (UNCLOS). Berdasarkan
Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut, maka Indonesia diakui sebagai negara dengan asas
negara kepulauan atau dikenal dengan archipelago state.
. Keterangan
Laut territorial 12 mil

Gambar 7.3 Peta wilayah RI berdasar Deklarasi Djuanda 1957

Pada tanggal 17 Februari 1969 tentang landas kontienen Indonesia negara Republik
Indonesia merupakan konsep politik berdasarkan konsep wilayah dan dipandang untuk
mengesahkan wawasan nusantara.
Asas-asas pokok yang termuat dalam Deklarasi Landas Kontinen adalah:
Segala Sumber Daya Alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah miliki
eksklusif negara Indonesia.
Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan
negara-negara tetangga melalui perundingan.
Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di tengah-
tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara tetangga.
Klaim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landas kontinen
Indonesia maupun udara diatasnya.
Tentang landas kontinen dikuatkan pula dengan UU No.1 Tahun 1973 tentang Landas
Kontinen Indonesia yang juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta
penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang
ditimbulkannya.
Persetujuan landas kontinen telah menguatkan kedaulatan laut Indonesia seluas ±
800.000 mil² (± 2.072.000 Km²) serta hak penguasa penuh atas kekayaan alam (hak
eksekutif) di landas kontinen dengan merujuk UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas
Konstinen Indonesia.
Gambar 7.4 Peta Indonesia dengan negara-negara tetangga

Dengan disahkannya oleh traktat multilateral tentang batas laut suatu negara yang
masing-masing memiliki ukuran yang telah ditetapkan, yaitu :
Laut Teritorial (LT) sepanjang 12 mil
Zona Bersebelahan (ZB) sepanjang 24 mil
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil
Landas Benua (LB) sepanjang 400 mil
Sumber : http://image.ZEE

Gambar 7.5 Batas-batas laut yang dimiliki suatu negara

Aspek Geografis dan Sosial Budaya


Dari aspek geografis dan sosial budaya, Indonesia merupakan negara bangsa dengan
cakupan wilayah dan posisi yang unik serta bangsa yang heterogen. Keunikan wilayah dan
heterogenitas menjadikan bangsa Indonesia perlu memiliki visi menjadi bangsa yang satu
dan utuh. Keunikan wilayah dan heterogenitas itu diantaranya adalah sebagai berikut :
Indonesia bercirikan negara kepulauan atau maritime dengan jumlah pulau sebanyak
17.504 pulau
Luas wilayah 5.180.053 km² dengan rincian daratan seluas 1.922.570 km² dan laut seluas
3.257.483 km². Negara kita terdiri dari 2/3 lautan atau perairan
Jarak utara selatan 1.888 km dan jarak timur barat 5.110 km.
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera (posisi silang)
Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua musim
Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan, yaitu sirkum mediterania dan sirkum
pasifik
Berada pada 6º LU-11º LS dan 95º BT-141º BT.
Wilayah yang subur dan dapat di huni (habitable)
Kaya akan flora, fauna dan sumber daya alam
Memiliki banyak etnik (heterogenitas suku bangsa) sehingga memiliki kebudayaan yang
beragam
Memiliki jumlah penduduk yang besar ± 255.461.700 jiwa (sumber: CIA World Factbook,
2015)
Keunikan wilayah dan heterogenitas membuka dua peluang, baik dampak secara positif
maupun negative. Adapun dampak secara positif, dapat dijadikan modal memperkuat bangsa
menuju cita-cita. Adapun dampak secara negatif dapat dengan mudah menimbulkan perpecahan,
serta infiltrasi pihak luar. Peluang ke arah gerakan sentrifugal (memecah) perlu di
antisipasi/ditanggulangi sedangkan peluang kea rah gerakan sentripetal (menyatu) perlu diupakan
secara berkelanjutan. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong
pengembangan konsepsi Wawasan Nusantara.

Aspek Geopolitis dan Kepentingan Nasional


Geopolitik adalah istilah yang pertama kali didengungkan oleh Frederich Ratzel sebagai
Ilmu Bumi Politik. Sebagai ilmu geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.
Bahwa politik suatu negara dipengaruhi oleh konstelasi geografi negara bersangkutan.
Geopolitik dijadikan dasar pertimbangan dari aspek geografinya dalam menentukan kebijakan
nasional untuk mewujudkan suatu tujuan.
Adapun dalam hubungannya dengan bangsa Indonesia, yang menjadi orang pertama yang
mengaitkan geopolitik dengan bangsa Indonesia adalah Ir. Soekarno pada pidato di hadapan
siding BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Dari pidato tersebut di ungkapkan bahwa geopolitik bangsa
Indonesia adalah satu kesatuan wilayah dari Sabang sampai Merauke yang terletak diantara
dua benua dan dua samudera. Kesatuan antara bangsa Indonesia dengan wilayah tanah air
itulah yang membentuk semangat dan wawasan kebangsaan yaitu sebagai bangsa yang bersatu.
Rasa kebangsaan Indonesia dibentuk oleh adanya kesatuan nasib, jiwa dan kehendak untuk
bersatu, serta adanya kesatuan wilayah yang sebelumnya bernama nusantara.
Sejalan dengan hal tersebut maka bangsa Indonesia berkepentingan untuk mewujudkan
hal-hal d atas. Upaya untuk terus membina persatuan dan keutuhan wilayah adalah dengan
mengembangkan wawasan nasional bangsa. Wawasan nasional bangsa Indonesia itu adalah
Wawasan Nusantara.

C. Wawasan Nusantara Sebagai Geopilitik di Indonesia


Geopolitik Sebagai Ilmu Bumi Politik
Geopolitik mempunyai pengertian ilmu tentang pengaruh faktor geografi terhadap
ketatanegaraan. Selanjutnya geopolitik mempunyai kebijakan yang di dorong oleh
startegi nasional yang menitik beratkan kepada pertimbangan geografi, wilayah atau
territorial dalam arti luas. Dampak dari kebijakan yang dibuat, yang apabila dilaksanakan
dan
berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem politik suatu
negara. Sebaliknya politik negara itu secara langsung akan berdampak langsung kepada
geografi sebuah negara.
Secara etimologis,geopolitik berasal dari bahasa Yunani yaitu “geos” yang berarti bumi
yang menjadi tempat hidup dan pemberi kehidupan serta wilayah negara. Sementara itu,
politik berasal dari kata “politeia”. Politeia itu sendiri berasal dari kata “polis” yang berarti
“negara kota” atau kesatuan yang berdiri sendiri, dan “teia” yang berarti
“kebijakan/urusan” yang bermakna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Jadi,
“politeia” berarti “kebijakan penyelenggaraan negara”.
Dari uraian yang dikemukakan diatas, maka geopolitik dapat diartikan sebagai “sistem
politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang
didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada
pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu negara yang apabila
dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem
politik suatu negara” (Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007: 122). Istilah geopolitik pertama
kali diartikan oleh Frederich Ratzel sebagai ilmu bumi politik (political geography) yang
kemudian diperluas oleh Rudolf Kjellen menjadi geographical politic yang kemudian
disingkat Geopolitik.
Unsur-unsur Geopolitik
Geopolitik memiliki unsur-unsur dasar konsepsi Geopolitik atau biasa disebut dengan
Wawasan Nusantara terdiri dari tiga, yaitu :
1) Wadah (Countour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh
wilayah Indonesia yang memiliki sifat nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk
serta keanekaragaman budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang
merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik
dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam
wujud infrastruktur politik.
Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi
yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut
di atas bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan
dan keamanan. Isi menyangkut dua hal, pertama realisasi aspirasi bangsa sebagai
kesepakatan bersama (consensus nasional) da perwujudannya, pencapaian cita-cita
dan tujuan nasional, kedua persatuan dan kesatuan dalam kebbhinekaan yang meliputi
semua aspek kehidupan nasional.
3) Tata Laku (Conduct)
Hasil interaksi antara sebuah wadah dengan isi, maka akan menghasilkan sebuah
tata laku yang terdiri dari tata laku batiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan
mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia. Sedangkan tata laku lahiriah yaitu
tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kemudian
tata laku tersebut akan mencerminkan identitas jati diri kepribadian bangsa
berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta
terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi
dalam semua aspek kehidupan nasional.
Ditinjau dari tataran pemikiran atau konsepsi yang berlaku di Indonesia, wawasan
nusantara adalah geopolitik Indonesia yang merupakan pra syarat bagi terwujudnya cita-
cita nasional yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila. Konfigurasi Indonesia adalah
unik dengan ciri-ciri demografi, antropologi, meteorologi dan latar belakang sejarah yang
member peluang munculnya disintegrasi bangsa. Tidaklah mengherankan apabila para
pendiri Republik sejak dini telah meletakkan dasar-dasar geopolitik Indonesia yaitu
melalui ikrar sumpah pemuda, dimana amanatnya adalah satu nusa, yang berarti keutuhan
ruang nusantara, satu bangsa merupakan landasan kebangsaan Indonesia, satu bahasa
yang merupakan factor pemersatu seluruh ruang nusantara bersama isinya. Kebangsaan
Indonesia terdiri dari 3 (tiga) unsure yaitu 1) Rasa kebangsaan yaitu suplimasi dari sumpah
pemuda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani
diantara bangsa-bangsa di dunia ini; 2) Paham kebangsaan, yang menrupakan pengertian
yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu serta begaiamana mewujudkan
masa depannya. Ia merupakan intisari dari visi warga bangsa tentang kemana bangsa ini
harus di bawa ke masa depan dalam suasana lingkungan yang semakin menantang; 3)
Semangat kebangsaan atau nasionalisme, merupakan produk akhir dari sinergi rasa
kebangsaan dengan paham kebangsaan. Banyak pakar yang berpendapat bahwa konsepsi
rasa kebangsaan atau wawasan kebangsaan secara keseluruhan sudah using dan
ketinggalan zaman.
Pemikiran Para Ahli Tentang Geopolitik
Munculnya Konsepsi Geopolitik lahir di akhir abad XIX yang tepatnya di Jerman.
Semula geopolitik ada;ah ilmu bumi politik yang membahas mengenai masalah politik
dalam suatu negara, yang kemudian berkembang menjadi ajaran yang melegitimasikan
Hukum Ekspansi suatu negara. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran para ahli sebagai
berikut :
Frederich Ratzel (Jerman, 1844-1904) dengan karyanya yang berjudul political geography
atau disebut dengan ilmu bumi politik yang mempelajari fenomena geografi dari
aspek politik. Ratzel dalam penemuannya melahirkan sebuah konsep tentang “teori
ruang” di mana bangsa yang berbudaya tinggi akan membutuhkan ruang hidup yang
makin meluas karena kebutuhan sumber daya yang tinggi dan akhirnya mendesak
wilayah suatu bangsa yang “primitive”
Rudolf Kjellen (Swedia, 1864-1922) dengan karyanya yang berjudul geography political.
Hal inilah yang kemudian melahirkan ilmu Geopolitik yang mempelajari fenomena
politik dari aspek geografi. Kjellen dalam penemuannya melahirkan sebuah konsep
tentang “teori kekuatan” yang menyatakan bahwa negara adalah satu kesatuan politik
yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas. Dengan
kekuatan yang dimiliki ia mampu mengeksploitasi negara “primitif” agar negaranya
dapat berswasembada.
Karl Haushover (Jerman, 1896-1946) yang kemudian melahirkan sebuah teori yang disebut
dengan “teori pan regional” atau empat kawasan benua. Dalam teori ini menyatakan
bahwa untuk menjadi jaya, bangsa harus mampu menguasai benua-benua di dunia
yang dibagi atas empat kawasan benua yang meliputi (Pan Amerika, Pan Asia, Pan
Timur, Pan Rusia India dan Pan Eropa Afrika) dan masing-masing dipimpin satu bangsa
Sir Holford Mackinder (1861-1947) yang melahirkan “Teori Daerah Jantung (wawasan
benua)”. Teori ini menyatakan bahwa bila hendak menguasai dunia, maka suatu bangsa
harus menguasai daerah jantung dan untuk itu diperlukan kekuatan darat yang
memadai. Daerah jantung menurut Mackinder adalah Rusia dan Eropa Timur. Jika
daerah jantung dapat dikuasai, maka berturut-turut akan dikuasai juga Siberia,
sebagian Mongolia, Daerah Bulan Sabit Dalam (Eropa Barat, Eropa Selatan, Eropa
Timur, Eropa Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur) dan Daerah Bulan Sabit Luar (Afrika,
Australia, Amarika, Benua Baru). Untuk dapat menguasai dunia maka yang harus
dilakukan adalah dengan menguasai jantung yang dibutuhkan adalah kekuatan darat
yang besar sebagai persyaratannya. Berdasarkan ini, maka muncullah konsep Wawasan
Benua atau konsep kekuatan di darat.
Sir Walter Releight (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914) yang kemudian
melahirkan “Teori Kekuatan Maritim”. Sir Walter Raleigh menyatakan bahwa siapa
yang menguasai laut akan menguasai perdagangan/kekayaan dunia dan akhirnya akan
menguasai dunia. Oleh karena itu, sebuah negara harus memiliki armada laut yang
kuat. Sementara itu, Alfreid T. Mahan menyatakan bahwa laut berguna untuk
kehidupan dan berbagai sumber daya alam yang banyak terkandung di dalam laut,
olehnya itu harus dibangun armada laut yang kuat untuk menjaganya.Berdasarkan
pendapat tersebut, maka muncullah konsep tentang Wawasan Bahari atau Konsep
Kekuatan di Laut. Yang doktrin tersebut dikenal bahwa Barangsiapa yang menguasai
lautan akan menguasai kekayaan dunia.
Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1878-1939) memiliki pendapat lain
disbanding dengan para peneliti lainnya, keduanya melihat bahwa kekuatan dirgantara
lebih berperan dalam memenangkan peperangan melawan musuh. Maka mereka
berkesimpulan bahwa membangun armada atau angkatan udara lebih menguntungkan
sebab angkatan udara memungkinkan beroperasi sendiri tanpa dibantu oleh angkatan
yang lainnya. Di samping itu, angkatan udara dapat menghancurkan musuh di kandang
musuh itu sendiri atau di garis beakang medan peperangan. Berdasarkan hal ini, maka
muncullah konsepsi Wawasan Dirgantara atau konsep kekuatan di udara.
Nicholas J. Spijkman (1893-1943) yang melahirkan pendapat tentang “Teori Batas”.
Dalam pembahasan teori ini, membagi dunia menjadi empat wilayah atau area yaitu :
Pivot Area, mencakup wilayah daerah jantung
Offshore Continent Land, mencakup wilayah pantai benua Eropa-Asia
Oceanic Belt, mencakup wilayah pulau di luar Eropa-Asia, Afrika Selatan
New World, mencakup wilayah Amerika.
Dari uraian yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pada masa ini geopolitik diidentikan dengan “keharusan” melakukan ekspansi
(perluasan wilayah) agar sebuah negara tetap survive dan Berjaya. Kemungkinan besar
teori ini yang kemudian melahirkan Perang Dunia II yang melibatkan negara-negara besar
yang memiliki keinginan untuk menguasai negara-negara kecil.
Perkembangan Konsep Geopolitik
Perkembangan konsep geopolitik pada hakikatnya dapat dibagi dalam tiga perioderisasi,
yaitu :
1) Periode Pra Perang Dunia II
Dari hasil pemikiran Frederich Ratzel tentang perkembangan konsep geopolitik, dalam
konsep tersebut menyerupakan negara sebagai suatu organisme (makhluk hidup). Ratzel
memandang dari suatu sudut pandang tentang konsep ruang. Yang kemudian dalam
[endapat tersebut mengatakan bahwa negara adalah ruang yang ditempati oleh kelompok
masyarakat bangsa (politik) yang terikat oleh hukum alam. Jika bangsa dan negara ingin
tetap eksis dan berkembang, maka yang perlu dilakukan adalah memberlakukan hukum
ekspansi (pemekaran wilayah). Selanjutnya oleh Rudolf Kjellen yang menegaskan
pendapat yang telah dikemukakan oleh Ratzel, bahwa negara adalah organisme yang
harus memiliki intelektual. Negara merupakan sistem politik yang mencakup geopilitik,
ekonomi politik hingga sosiopolitik. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme
dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan negara. Kjellen mengajukan
langkah strategis untuk memperkuat negara dengan memulai pembangunan kekuatan
daratan (kontinental) dan diikuti dengan pembangunan kekuatan bahari (maritim).
Dari kedua pendapat para ahli tersebut tentang negara, maka dapat dianalisis bahwa
negara mengenal proses lahir, tumbuh/berkembang dan mempertahankan hidup,
menyusut dan mati. Mereka juga mengemukakan paham ekspansionisme yakni doktrin
suatu negara dalam memperluas wilayh teritorialnya dan iasanya dengan cara agresi
militer, yang kemudian melahirkan ajaran “adu kekuatan” atau power politics atau theory
of power.
2) Periode Masa Perang Dunia II
Dimasa ini, pendapat dari Ratzel dan Kjellen dikembangkan oleh Houshofer yang saat
itu mewarnai geopolitik Nazi Jerman di bawah pemerintahan Adolf Hitler. Pemikiran
Haushofer di samping berisi pemahaman ekspansionisme juga mengandung ajaran
rasialisme (kebangsaan ras dan identitas politik masing-masing), yang pendapat tersebut
menyatakan bahwa ras Jerman (Ras Arya) adalah ras yang paling unggul dan dapat
menguasai dunia. Pendapat Haushofer tersebut kemudian berkembang di Jepang yang
pendapat tersebut di adopsi dengan menyesuaikan kultur yang ada di Jepang yang
akhirnya lahir ajaran Hakko Ichiu (Jepang merupakan bangsa keturunan dewa yang dapat
menguasai dunia) yang dilandasi dengan semangat milterisme di bawah pemerintahan
Kaisar Hirohito. Begitu pula di negara Italia di bawah pimpinan Benito Mussolini pun
mengembangkan pemikiran Houshofer tersebut melalui gerakan fasisme yang
digencarkan yakni sebuah pemahaman atau prinsip tentang nasionalis ekstrem yang
menganjurkan untuk menjadi pemerintahan yang otoriter. Diantara pokok-pokok pikiran
yang dikemukakan oleh Karl Haushofer memiliki pengaruh yang besar terhadap
beberapa negara besar didunia adalah pendapat tentang “Beberapa negara besar di dunia
akan timbul dan menguasai, dalam hal ini Eropa dikuasai oleh Jerman, Afrika dan Asia
Barat dikuasai oleh Italia dan Jepang menguasai wilayah Asia Timur Raya”.
Dalam periode Pra Perang Dunia II dan Masa Perang Dunia II, konsep geopolitik
identik dengan penjajahan. Serta dimasa periode diantara Pra Perang Dunia II dan Masa
Perang Dunia II, dunia dibagi menjadi tiga imperium yaitu Imperium Jerman yang
menguasai/ menjajah Eropa dan Asia Barat, Imperium Italia yang menguasai/menjajah
Afrika serta Imperium Jepang yang menguasai/menjajah Asia Timur Raya.
Periode Pasca Perang Dunia II
Pada periode ini, setelah Jerman, Italia dan Jepang kalah dalam Perang Dunia II atas
Pasukan Sekutu yang dipelopori oleh Amerika Serikat yang peristiwa tersebut juga sudah
diprediksikan oleh seorang Haushofer mengenai pokok-pokok pikirannya bahwa ”Wilayah
dunia nantinya akan terbagi menjadi region-region yang dikuasai oleh bangsa-bangsa
unggul seperti AS, Jerman, Rusia, Inggris dan Jepang”. Yang kemudian ramalan tersebut
benar. Dunia saat ini dikuasai oleh negara-negara yang unggul seperti Amerika Serikat,
Jerman, Rusia, Inggris dan Jepang. Negara-negara tersebut memang memiliki keunggulan
dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.

D. Perwujudan Wawasan Nusantara


Konsepsi Wawasan Nusantara
Dalam perwujudan konsepsi Wawasan Nusantara hal tersebut sebagaimana
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu ketetapan
MPR mengenai GBHN. Adapun urutan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
Tap MPR No. IV/MPR/1973
Tap MPR No. IV/MPR/1978
Tap MPR No. II/MPR/1983
Tap MPR No. II/MR/1988
Tap MPR No. II/MPR/1993
Tap MPR No. II/MPR/1998
Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa wawasan dalam penyelenggaraan
pembangnan nasional dalam mencapai Tujuan Pembangunann Nasional adalah Wawasan
Nusnatara. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri dan
lingkungan, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Pembukaan UUD 1945.
Adapun Hakikat Wawasan Nusantara mencakup :
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik dalam arti bahwa :
Bahwa kebutuhan wilayah nasonal dengan segala isi dan kekayaan merupakan satu
kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan mitra seluruh bangsa serta
menjadi modal dan milik bersama bangsa.
Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah, memeluk dan menyakini berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat
dalam arti yang seluas-luasnya.
Bahwa secara psikilogis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air serta mempunyai satu tekad
dalammencapai cita-cita bangsa.
Dalam Pancasila adalah salah satunya falsafah serta ideology bangsa dan negara yang
melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
Bahwa kehidupan politik diseluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan politik
yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan sistem hokum dalam arti
bahwa hanya ada satu hokum nasional yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.
Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabadikan pada
kepentingan nasional
Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan
milik bersama bangsa dan bahwa keperluan sehari-hari harus merata di seluruh
wilayah tanah air.
Tingkat perkembangan ekonomi, harus serasi dan seimbang di seluruh daerah tanpa
meninggalkan cirri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan
kehidupan ekonominya.
Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan
ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan
ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Sosial dan Budaya, dalam arti :
Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan
kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat
yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai
dengan kemajuan bangsa.
Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu sedangkan corak ragam budaya
yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan
pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati
oleh seluruh bangsa Indonesia.
Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan, dalam
arti :
Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi
seluruh bangsa dan negara
Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama didalam
pembelaan negara dan bangsa.
Hakikat wawasan nusantara adalah hakikat yang senantiasa utuh dalam lingkup
nusantara yang bertujuan untuk kepentingan nasional tanpa menghilangkan kepentingan
yang lain seperti kepentingan kelompok, daerah serta kepentingan individual.
Hakikat wawasan nusantara merupakan keutuhan nusantara dimana cara pandang
yang ada di dalamnya bertujuan untuk mencapai keutuhan nasional. Jadi, hakikatnya
wawasan nusantara adalah sikap yang menunjukkan kalau kita adalah masyarakat
Indonesia yang memiliki peran utama untuk memajukan negeri ini.
Oleh karenanya dengan berpedoman pada wawasan nusantara kita bisa melindungi
keutuhan bangsa ini dengan mendukung pembangunan nasional yang sesuai dengan
tujuan nasional. Kondisi ini bertujuan untuk menjadi kesuksesan nasional.

.
Asas Wawasan Nusantara
Asas wawasan nusantara merupakan ketentuan atau kaidah pokok yang di taati, di
patuhi, dan di pelihara untuk menciptakan perdamaian dan keseimbangan di negeri ini.
Apabila asas wawasan nusantara ini terabaikan atau bahkan tidak dilaksanakan, maka hal
tersebut dapat mengakibatkan diintegrasi bangsa. Adapun asas wawasan nusantara
sebagiamana yang dimaksud adalah :
Kepentingan Yang Sama
Saat menegakkan dan merebut kemerdekaan, kepentingan bersama bangsa ini adalah
menghadapi para penjajah secara fisik
Keadilan
Kesesuaian pembagian hasil yang adil atas jeri payah dan aktifitas yang telah dilakukan
baik itu individu maupun kelompok
Kejujuran
Keberanian untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan fakta dan realita serta
ketentuan yang benar walaupun itu terasa pahit. Demi terciptanya kebenaran dan
kemajuan bangsa dalam suatu negara.
Solidaritas
Solidaritas sangat diperlukan. Dengan adanya kerja sama, rela berkorban mau berbagi
untuk orang lain tanpa meninggalkan cirri dan karakter budaya masing-masing.
Kerjas Sama
Adanya koordinasi, saling mengerti satu dengan yang lainnya berdasarkan atas
kesetaraan sehingga kerja menjadi lebih efektif untu mencapai target yang telah
ditentukan bersama.
Kesetiaan
Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa yang mandiri.
Kesetiaan terhadap segala kesepakatan yang telah dibuat sangatlah penting dan
menjadi tonggak utama demi terciptanya persatuan dan kesatuan di dalam suatu
negara. Apabila kesetiaan ini goyah, bisa dipastikan persatuan dan kesatuan suatu
bangsa akan hancur.:

Tujuan dan Manfaat Wawasan Nusantara


Tujuan Wawasan Nusantara
Tujuan wawasan nusantara terdiri atas dua,yaitu :
Tujuan ke dalam adalah menjamin perwujudan persatuan dan kesatuan segenap aspek
kehidupan nasional baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan;
Tujuan ke luar adalah terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba
berubah dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial serta mengembangkan suatu kerjasama dan
saling hormat menghormati.
Manfaat Wawasan Nusantara
Manfaat yang kita dapatkan dari konsepsi Wawasan Nusantara adalah sebagai berikut:
Diterima dan diakuinya konsepsi Nusantara di forum internasional. Hal ini dibuktikan
dengan penerimaan asas negara kepulauan berdasarkan Konvensi Hukum Laut
1982 Indonesia sebagai negara kepulauan diakui oleh dunia internasional.
Pertambahan luas wilayah teritorial Indonesia. Berdasarkan Ordonansi 1939 wilayah
territorial Indonesia hanya seluas 2 juta km persegi. Dengan adanya konsepsi
Wawasan Nusantara maka luas wilayah Indonesia menjadi 5 juta km persegi
sebagai satu kesatuan wilayah.
Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup memberikan potensi sumber daya yang
besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sumber daya tersebut terutama
sumber minyak yang ditemukan di wilayah territorial dan landas kontinen
Indonesia
Penerapan Wawasan Nusantara menghasilkan cara pandang tentang keutuhan
wilayah nusantara yang perlu dipertahankan oleh bangsa Indonesia
Wawasan Nusantara menjadi salah satu sarana integrasi nasional. Misalnya,
tercermin dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika”
Dalam penerapan konsep Wawasan Nusantara berimplikasi terhadap kemungkinan
munculnya beberapa persoalan diantaranya adalah :
Persoalan garis batas atau wilayah Indonesia dengan negara lain, yaitu batas darat, laut
dan udara. Persoalan penarikan garis batas dapat menimbulkan konflik dengan negara
lain oleh karena negara akan saling klaim mengenai wilayah. Misalnya, Indonesia
dengan Malaysia mengenai pulau Sipadan dan Ligitan dan kasus Ambalat. Indonesia
dengan Australia mengenai pulau-pulau kecil di sekitar kepulauan Roti, Nusa
Tenggara Timur.
Masuknya pihak luar ke dalam wilayah yuridiksi Indonesia yang tidak terkendali dan
terawasi. Mislanya, masuknya nelayan asing ke wilayah perairan Indonesia, kasus
prompakan di laut, keluarnya nelayan Indonesia ke wilayah negara tetangga, dan
melintasnya pesawat perang negara lain di wilayah udara Indonesia.
Adanya kerawanan-kerawanan di pulau-pulau terluar Indonesia. Pulau-pulau ini potensial
untuk dimanfaatkan sebagai daerah pencarian ikan secara illegal,
tempat/transit kejahatan lintas negara, daerah penduduk asing, keterbatasan
komunikasidan transportasi serta rawan kemiskinan dan ketidakadilan. Ada 12 pulau
yang diidentifikasikan sebagai pulau terluar di Indonesia (sumber: Tempo:2005), yaitu:
Pulau Rondo, ujung paling barat Indonesia yang wilayahnya berbatasan dengan India
dan Thailand.
Pulau Sekatung, ujung utara yang wilayahnya berbatasan dengan Vietnam
Pulau Nipah, wilayahnya berbatasan dengan Singapura
Pulau Berhala, wilayahnya berbatasan dengan Malaysia
Pulau Marore, wilayahnya berbatasan dengan Filipina
Pulau Miangas, wilayahnya berbatasan dengan Filipina
Pulau Marampit, wilayahnya berbatasan dengan Filipina
Pulau Batek, wilayahnya berbatasan dengan Timor Leste
Pulau Dana, wilayahnya berbatasan dengan Australia
Pulau Fani, wilayahnya berbatasan dengan Republik Palau, ujung Utara Papua
Pulau Fanildo, wilayahnya berbatasan dengan Republik Palau, dan
Pulau Bras, wilayahnya berbatasan dengan Republik Palau
Sentimen kedaerahan yang suatu saat berkembang yang dapat melemahkan
pembangunan berwawasan nusantara. Misalnya, suatu daerah tertutup bagi
pendatang, penolakan warga transmigrasi oleh penduduk lokal, pejabat publik daerah
haruslah putra daerah yang bersangkutan, dan lain-lain
Dari beberapa analisis potensi adanya kemungkinan munculnya beberapa persoalan
sebagaimana yang diuraikan diatas, kiranya para pengambil kebijakan perlu lebih arif dalam
mensikapi dan menjalankan roda pemerintahan. Harus dihindari penerapan konsep wawasan
nusantara yang justru melahirkan pemerintah terpusat sebagaimana pengalaman masa lalu.
Perlu diupayakan penerapan wawasan nusantaramelalui serangkaian pembangunan dan
kebijakan yang mampu mengembangkan persatuan bangsa dan keutuhan wilayah tanpa
perlu menciptakan pemerintah terpusat dengan tetap mengakui keanekaragaman bangsa
dan budaya di dalamnya.

E. Otonomi Daerah di Indonesia


Konsep Otonomi Daerah
Dalam negara yang berbentuk kesatuan, otonomi daerah dimungkinkan untuk
dilaksanakan. Implikasi dari otonomi daerah adalah pemerintah pusat masih tetap memiliki
hak dan atau wewenang untuk turut campur tangan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat indikasinya dari tingkat ketergantungan daerah yang
masih cukup tinggi kepada pusat, serta masih ditempatkannya aparat pusat di daerah dengan
tingkat kewenangan yang lebih dominan dibanding aparat daerah otonom. Dari sinilah
timbulnya banyak tuntutan untuk memperbesar kewenangan daerah, dan pada saat
bersamaan memperkecil peranan pusat. Ini berarti pula bahwa untuk melaksanakan fungsinya
secara lebih baik dan optimal, daerah membutuhkan proses pendemokrasian (demokratisasi)
yang lebih besar.
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Sementara dalam
ketentuan umum Pasal 1 ayat 5 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, bahwa
otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat 6 UU ini dinyatakan, bahwa
daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Jika dihubungkan dengan geopolitik, otonomi daerah di Indonesia merupakan salah satu
kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara (pemerintah) dalam memanfaatkan
kondisi geografis yang notabene merupakan negara kepulauan. Pemerintah pusat tidak
mungkin dapat mengatur sendiri seluruh urusan dari wilayah-wilayah kepulauan di Indonesia
mengingat jarak yang sangat jauh. Oleh karena itu, salah satu kebijakan yang ditetapkan yang
kaitannya dengan kondisi geografis ini adalah dengan menerapkan otonomi daerah.

2. Landasan Hukum Otonomi Daerah


Dalam pelaksanaan otonomi daerah telah diatur dalam UUD 1945. Jadi yang menjadi
landasan hokum pelaksanaan otonomi daerah yaitu Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi sebagai
berikut :
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang mana tiap-tiap provinsi, kabupaten
dan kota itu mempunyai pemerintah daerah sebagaimana yang diatur dalam undang-
undang.
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintah
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang
Untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah, dibentuk undang-undang organic
sebagai pelaksanaan dari pasal 18 UUD 1945. Undang-undang tersebut adalah UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. UU ini menggantikan UU No.22 Tahun
1999 merupakan pengganti dari UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintah di Daerah.

Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah


a. Dampak Positif
Adapun dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah
maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas local yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh
lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat.
Contoh di Maluku dan Papua terkait program beras miskin yang dicanangkan di
pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut dikarenakan sebagaian penduduk
disana tidak bisa mengkonsumsi beras, mereka biasa mengkonsumsi sagu maka
pemerintah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk
membagikan sayur, umbi dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain
itu, dengan sistem otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-
kebijakan yang dianggap perlukan pada saat itu tanpa harus melewati birokrasi di
tingkat pusat.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi adalah adanya kesempatan bagi para oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan timbulnya
kerugian negara dan rakyat seperti adanya korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu
adanya kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi negara yang dapat
menimbulkan pertentangan antara daerah satu dengan daerah lainnya atau bahkan
antara daerah dan negara. Sperti conto pelaksanaan Undang-Undang Anti Pornografi
di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan sistem otonomi daerah maka
pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain
itu karena memang dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih
susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah selainitu karena memang dengan
sistem otonomi daerah membuat peranan pemerintah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat
memicu perpecahan. Contohnya: jika suatu daerah sedang mengadakan promosi
pariwisata maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul
persaingan bisnis antar daerah. Selain itu pula, otonomi daerah menimbulkan
kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang memiliki
kekayaan akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah yang
pendapatannya kurang akan stagnan (tanpa ada pembangunan). Hal tersebut sangat
mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila pada sila ke lima yaitu
“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

4. Kaitan Otonomi Daerah Dengan Wawasan Nusantara


Otonomi daerah memberikan keleluasaan pada daerah untuk mengelola dan
mendapatkan potensi sumber daya alam yang dimilikinya sesuai dengan proporsi daya
dukung yang dimiliki oleh daerahnya. Dengan demikian, tidak ada kecemburuan dan
ketidakadilan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan wawasan
nusantara menghendaki adanya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah. Pandangan
untuk tetap perlunya persatuan bangsa dan keutuhan wilayah merupakan modal berharga
dalam melaksanakan pembangunan. Wawasan nusantara juga mengajarkan perlunya
kesatuan sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem budaya dan sistem
pertahanan keamanan dalam lingkup negara nasional Indonesia. Cerminan dan semangat
perstuan itu diwujudkan dalam bentuk negara kesatuan. Namun demikian, dengan
semangat perlunya adanya kesatuan dalam berbagai aspek kehidupan itu jangan sampai
menimbulkan negara kekuasaan (machtstaat). Negara menguasai segala aspek kehidupan
bermasyarakattermasuk menguasai hak dan kewenangan yang ada di daerah-daerah di
Indonesia. Tiap-tiap daerah sebagai wilayah (ruang hidup) hendaknya diberi kewenangan
mengatur dan mengelola sendiri urusannya dalam rangka mendapatkan keadilan dan
kesejahteraan
Oleh karenanya,otonomi daerah tidak bertentangan dengan prinsip wawasan
nusantara. Otonomi dan Desentralisasi adalah cara atau strategi yang dipilih agar
penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bisa menciptakan
pembangunan yang berkeadilan dan merata di seluruh wilayah tanah air. Pengalaman
penyelenggaraan bernegara yang dilakukan secara tersentralisasi justru banyak
menimbulkan ketidakadilan di daerah.
BAB
KETAHANAN NASIONAL
SEBAGAI GEOSTRATEGI INDONESIA

A. Pengertian Ketahanan Nasional


Setiap bangsa, memiliki caranya sendiri-sendiri dalam mempertahankan eksistensi dan
mewujudkan cita-citanya dalam kerangka memahami geopolitik dan geostrategi. Dalam hal
ini sebuah bangsa memerlukan pemahaman tentang geopolitik yang kemudian
terimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Implementasi dari geopolitik
memerlukan sebuah strategi atau cara agar tujuan yang dikehendaki dapat dicapai secara
maksimal. Implementasi strategi atau cara inilah yang disebut dengan geostrategi. Adapun
mengenai geopolitik bangsa Indonesia diterjemahkan dalam konsep Wawasan Nusantara
sedangkan geostrategi bangsa Indonesia dirumuskan dalam konsepsi Ketahanan Nasional.
Istilah Ketahanan Nasional dalam Bahasa Inggris bisa disebut sebagai national resilience.
Dalam terminology Barat, terminologi yang kurang lebih semakna dengan ketahanan nasional,
dikenal dengan istilah national power (kekuatan nasional). Teori national power telah banyak
dikembangkan oleh para ilmuwan dari berbagai negara. Hans J. Morgenthau dalam bukunya
Politics Among Nation menjelaskan tentang apa yang disebutnya sebagai “The Elements of
National Powers” yang berarti beberapa unsure yang harus dipenuhi suatu negara agar
memiliki kekuatan nasional. Secara konsepsional, penerapan teori tersebut di setiap negara
berbeda, karena terkait dengan dinamika lingkungan, posisi strategis, kondisi sosio cultural
dan spek lainnya sehingga pendekatan yang digunakan setiap negara juga berbeda.
Konsepsi Ketahanan Nasional memiliki tiga perspektif, adapun tiga persepktif tersebut
antara lain :
1) Ketahanan Nasional Sebagai Kondisi
Perspektif ini melihat ketahanan nasional sebagai suatu penggambaran ats
keadaan yang seharusnya dipenuhi. Keadaan atau kondisi ideal demikian
memungkinkan suatu negara memiliki kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional sehingga mampu menghadapi segala macam ancaman dan gangguan bagi
kelangsungan hidup angsa yang bersangkutan.
2) Ketahanan Nasional Sebagai Metode
Sebuah pendekatan, metode atau cara dalam menjalankan suatu kegiatan
khususnya pembangunan negara. Sebagai suatu pendekatan, Ketahanan nasional
menggambarkan pendekatan yang integral. Integral dalam arti pendekatan yang
mencerminkan segala aspek atau sisi baik pada saat membangun maupun pemecahan
masalah kehidupan. Dalam hal pemikiran pendekatan ini menggunakan pemikiran
kesisteman (system thinking).
3) Ketahanan Nasional Sebagai Doktrin
Ketahanan nasional merupakan salah satu konsepsi khas Indonesia berupa ajaran
konseptual tentang pengaturan dalam penyelenggaraan bernegara. Fokus diarahkan
pada upaya menata hubungan antara aspek kesejahteraan dan keamanan dalam arti
luas. Sebagai doktrin dasar nasional, konsep ketahanan nasional dimasukkandalam
GBHN agat setiap masyarakat dan penyelenggara negara menerima dan
menjalankannya.
Olehnya Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi dinamis suatu bangsa (indonseia)
yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri secara langsung maupun
tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa
dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia (Ermaya Suradinata,
2005: 47).
Konsepsi Ketahanan Nasional (TANNAS) Indonesia adalah konsepsi pengembangan
kekuasaan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan ancaman
yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh, menyeluruh
dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
Dengan kata lain, konsep Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana)
untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
yang adil dan merata, rohani dan jasmani. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa
melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.

Perkembangan Konsep Ketahanan Nasional Indonesia


Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional
Berlakunya suatu konsep, tidak lepas dari latar belakang yang mengiringi lahirnya konsep
tersebut. Begitu pula dengan perkembangan konsep Ketahanan Nasional yang juga memiliki
latar belakang sejarah kelahirannya di Indonesia. Adapun mengenai gagasan tentang
ketahanan nasional berawal pada tahun 1960-an yang mana pada saat itu kalangan militer
angkatan darat di SSKAD yang sekarang namanya bernama Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat atau disingkat SESKOAD (Sunardi, 1997). Pada masa itu sedang meluasnya
pengaruh komunisme yang berasal dari Uni Soviet dan Cina. Pengaruh komunisme menjalar
sampai kawasan Indo Cina sehingga satu persatu kawasan Indo Cina menjadi negara komunis,
seperti Laos, Vietnam dan Kamboja. Bahkan infiltrasi komunis mulai masuk ke Thailand,
Malaysia dan Singapura. Yang kemudian menjadi pertanyaan apakah efek domino itu akan
terus ke Indonesia?
Kaitannya atas fenomena tersebut, maka para pemikir militer di SSKAD mengadakan
pengamatan atas kejadian tersebut. Bahwa tidak adanya perlawanan yang gigih dan ulet di
Indo Cina dalam menghadapi ekspansi komunis. Jika dibandingkan dengan Indonesia,
kekuatan apa yang dimliki bangsa ini sehingga mampu menghadai berbagai ancaman
termasuk pemberontakan dalam negeri. Sintesa dari kalangan pemikir tersebut adalah adanya
kemampuan territorial dan perang gerilya.
Tahun 1960-an terjadi gerakan komunis di Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Bahkan gerakan komunis Indonesia berhasil mengadakan pemberontakan pada tanggal 30
September 1965 tetapi akhirnya dapat diatasi. Menyadari atas berbagai kejadian tersebut,
semakin memperkuat gagasan pemikiran tentang kekuatan apa yang seharusnya ada dalam
masyarakat dan bangsa Indonesia agar kedaulatan dan keutuhan bangsa negara Indonesia
terjamin di masa yang akan datang. Jawaban atas pertanyaan eksploratif tersebut adalah
adanya kekuatan nasional yang antara lain berupa unsur kesatuan dan persatuan serta
kekuatan nasional.
Pada tahun 1969 lahirlah istilah Ketahanan Nasional yang menjadi pertanda dari
tinggalkannya konsep kekuatan, meskipun dalam ketahanan nasional waktu itu dirumuskan
sebagai keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional yang ditujukan untuk menghadapi segala ancaman dan
kekuatan yang membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia. Kata
“segala” menunjukkan kesadaran akan spektrum ancaman yang lebih dari sekedar ancaman
komunis atau perbuatan-perbuatan maker lainnya.
Adapun mengenai konsep Ketahanan Nasional dapat dilihat dari skema yang
digambarkan sebagai berikut :
Kondisi Faktor

Keuletan dan Langsung


Ancaman
Ketangguhan Kemampuan Dari dalam
Tantangan
Bangsa mengembangkan Dari Luar
Hambatan
(Tannas) kekuatan nasional Tidak Langsung
Gangguan
Dinamis

Unsur:
Membahayakan
Trigatra
Pancagatra 
Integritas


Kelangsungan Hidup

Perjuangan Mencapai Tujuan Nasional
Gambar 8.1 Skema Konsepsi Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional dalam GBHN


Konsepsi Ketahanan Nasional untuk ertama kalinya dimasukkan dalam GBHN 1973 yaitu
Tap MPR No. IV/MPR/1973. Rumusan ketahanan dalam GBHN 1973 adalah sama dengan
rumusan Ketahanan Nasional tahun 1972 dari Lemhanas. Konsep Ketahanan Nasional berikut
perumusan yang demikian berlanjut pada GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988.
Pada GBHN tahun 1993 terjadi perubahan perumusan mengenai konsep Ketahanan
Nasional. Ketahanan Nasional dirumuskan sebagai kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan
negara. Pada hakikatnya, Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu
bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan bangsa dan negara.
Perumusan ketahanan nasional dalam GBHN 1993 berlanjut pada GBHN 1998. Konsepsi
katahanan nasional pada GBHN 1998 adalah rumusan yang terakhir. Yang kemudian pada
GBHN 1999 yang terakhir sebab sesudahnya tidak menggunakan GBHN lagi, tidak lagi
ditemukan perumusan akan konsepsi Ketahanan Nasional.
Adapun rumusan mengenai Ketahanan Nasional dalam GBHN 1998 adalah sebagai
berikut :
Agat memungkinkan tetap berjalannya pembangunan nasional yang diharapkan mengarah
kepada tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif dielakkan dari hambatan,
tantangan, ancaman dan gangguan yang timbul baik yang datangnya dari luar maupun
dari dalam maka pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan Ketahanan
Nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan nasional
bangsa secara untuh dan menyeluruh.
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek
kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya, katahanan nasional adalah kemampuan
dan ketangguhan suatu bangsa untuk kelangsungan hidup menuju kejayaan bangsa dan
negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan Ketahanan Nasional yang
selanjutnya Ketahanan Nasional yang tangguh akan mendorong akselerasi pembangunan
nasional.
Ketahanan Nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan. Adapun uraian
pembagian ketahanan nasional antara lain :
Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan
keyakinan akan kebenaran sebuah ideologi. Pancasila yang mengandung kemampuan
untuk menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan
menangkal penetrasi ideologi asing yang datangnya dari luar, serta nilai-nilai yang
tidak sesuai dengan jati diri bangsa atau yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
ada di dalam Pancasila.
Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang berasaskan
pada demokrasi politik yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945 yang notabene
memiliki kemampuan untuk memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis serta
kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan
demokrasi ekonomi yang berdasrkan Pancasila, yang mengandung kemampuan
memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan
menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan
mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
Ketahanan sosial budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang terilhami
dari kepribadian nasional yang bersumber dari Pancasila, yang mengandung
kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan
masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa,
toleran, bersatu, nasionalisme, berkualitas, adil, maju dan sejahtera dalam kehidupan
yang harmoni serta memiliki kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang
tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Ketahanan pertahanan keamanan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi
sebuah kesadaran bela negara oleh seluruh rakyat yang mengandung kemampuan
memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang dinamis, mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta kemampuan mempertahankan kedaulatan negara
dan menangkal upaya-upaya kearah disintegrasi bangsa.
Dari uraian rumusan mengenai konsepsi Ketahanan Nasional dalam GBHN, maka
setidaknya ada tiga wujud kosep Ketahanan Nasonal. Hal tersebut diantaranya :
Dalam wujud pertama bahwa Ketahanan Nasional digunakan sebagai cara atau strategi dalam
melaksanakan pembangunan. Hal ini menggambarkan adanya keterpaduan dan saling
ketergantungan antar unsur ketahanan nasional. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan
serta pemecahan masalah yang berhubungan dengan masalah pembangunan tidak hanya
bertumpu pada satu aspek, namun juga tidak melupakan atau mengenyampingan aspek-
aspek lainnya. Kerangka berpikir seperti ini merupakan pemikiran kesisteman yang berciri
komprehensif integral. Olehnya dalam wujud pertama inilah Ketahanan Nasional
merupakan geostarteginya bangsa Indonesia.
Adapun wujud kedua bahwa Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis yang
tertintegrasi dari tiap aspke kehidupan bangsa dan negara. Aspek kehidupan bangsa ini
nantinya terwejantahkan pada unsure-unsur Ketahanan Nasional Indonesia yang
kemudian dikenal dengan istilah gatra yang meliputi Tri Gatra, Panca Gatra dan Asta
Gatra. Dalam wujud kedua ini akan terlihat apakah Ketahanan Nasional kita kuat atau
lemah. Yang menjadi parameter kuat atau lemahnya adalah dari kondisi tiap aspek atau
unsur yang ada didalamnya. Integrasi dari kondisi setiap aspek atau unsure inilah yang
nantinya akan menggambarkan kondisi Ketahanan Nasional Indonesia.
Sedangkan pada wujud yang ketiga bahwa Ketahanan Nasional menjadi sebuah konsepsi dasar
atau doktrin nasional yang menggambarkan kondisi ideal dari tiap-tiap bidang
pembangunan. Kondisi ideal ini kemudian akan menjadi arah, ukuran sekaligus batu ujian
untuk mengukur apakah pembangunan dan penyelenggaraannya dalam bernegara di
Indonesia sesuai dengan harapan atau tidak. Pada wujud ketiga ini, Ketahanan Nasional
merupakan konsepsi yang amat normatif. Pernyataan tersebut merupakan sesuatu hal
yang wajar, karena suatu doktrin dasar nasional mestinya bersifat normatif untuk
kemudian digunakan sebagai landasan ideal bagi penyelenggaraan bernegara.
Eksistensi Ketahanan Nasional masih tetap relevan sebagai kekuatan penangkal dalam
kondisi saat ini maupun masa mendatang, sebab ancaman pasca berakhirnya perang dingin
lebih banyak bergeser kearah non fisik antara lain yang berhubungan dengan budaya dan
kebangsaan. Adapun inti ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada sebuah tataran
“mentalitas” bangsa Indonesia sendiri dalam menghadapi dinamika masyarakat yang
menghendaki kompetensi di segala aspek kehidupan. Hal ini tetap penting, agar kita benar-
benar memiliki imunitas yang benar-benar kuat, ulet dan tangguh. Ketahanan nasional
dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ketidakadilan sebagai “musuh bersama” (Armaidy
Armawi, 2012).

Konsep Geostrategi dan Unsur-Unsur Ketahanan Nasional


Konsep Geostrategi
Dalam upayanya mempertahankankan eksistensinya, sebuah bangsa memerlukan
pemahaman tentang geopolitik dan perlu mengimplementasikannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan implementasi geopolitik memerlukan sebuah
cara atau strategi agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksmial.
Secara konsep, geostrategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “geos” yang berarti ruang
atau wilayah (geografi) dan “strategos” yang berarti strategi atau cara. Menurut Kaelan dan
Achmad Zubaidi (2007: 143), geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui sebuah proses pembangunan yang memberikan
arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan
terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.
Geostragi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan
tujuan melalui proses pembangunan, memberikan arahan tentang begaiamana membuat
strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa
depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat oleh Sir Balford Mackinder (1861-1947)
guru besar geostrategi Universitas London, teori yang dikembangkannya tentang “geostrategi
continental” yang merupakan teori yang saat ini digunakan oleh negara-negara maju maupun
negara berkembang (Ermaya Suradinata, 2005: 10)
Dari konsep yang dikemukakan oleh para ahli, penulis berkesimpulan bahwa geostrategi
adalah suatu strategi atau cara dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara untuk
menentukan suatu kebijakan, tujuan serta sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan nasional dan tujuan politik.
Adapun geostrategic Indonesia adalah suatu strategi dalam memanfaatkan konstelasi
geografi negara Indonesia untuk menentukan kebijakan, tujuan dan sarana-sarana untuk
mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. Geostrategi Indonesia member arahan tentang
bagaimana merancang strategi pembangunan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik,
aman dan sejahtera. Oleh karena itu, geostrategic Indonesia bukanlah merupakan geopolitik
untuk kepentingan politik dan perang, melainkan untuk kepentingan kesejahteraan dan
keamanan.
Bagi bangsa Indonesia geostrategic diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-
cita prolkmasi sebagimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka hal itu sebagai pegangan atau bahkan
doktrin pembangunan dan hal ini lazim disebut sebagai suatu ketahanan nasional. Dalam
Pembukaan UUD 1945 dijelaskan setelah alinea III tentang pernyataan Proklamasi yaitu
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…” Pernyataan dalam
pembukaan UUD 1945 tersebut sebagai landasan fundamental geostrategic Indonesia. Hal ini
sejalan dengan kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam Negara Indonesia merupakan suatu
dasar fundamental negara atau istilah dalam ilmu hukum disebut sebagai “staats fundamental
norm” atau pokok kaidah negara yang fundamental yang merupakan sumber hokum dasar
negara.
Berdasarkan pengertian tersebut maka berkembangnya geostrategic Indoensia erat
kaitannya dengan terbentuknya bangsa Indoensia yang terbentuk dari berbagai macam etnis,
suku, ras, golongan agama bahkan terletak dalam territorial yang terpisahkan oleh pulau-
pulau dan lautan. Selain itu terwujud karena adanya proses sejarah, nasib serta tujuan untuk
mencapai martabat kehidupan yang lebih baik. Dengan ungkapan lain, menurut Notonagoro
terbentuknya bangsa Indoensia merupakan proses persatuan “monopluralis”. Oleh karena itu
prinsip-prinsip nasinalisme Indonesia adalah sebagai berikut :
Kesatuan sejarah, yaitu bangsa Indoensia tumbuh dan berkembang dalam suatu proses
sejarah, sejak zaman pra-sejarah. Sriwijaa, Majapahit, Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928 sampai proklamasi 17 Agustus 1945 dan kemudian membentuk bangsa dan
Negara Indonesia
Kesatuan nasib, yaitu segenap unsure bangsa berada dalam suatu proses sejarah yang
sama dan mengalami nasib yang sama yaitu dalam penderitaan penjajahan dan
kebahagiaan bersama.
Kesatuan kebudayaan, yaitu beraneka ragam kebudayaan tumbuh dan berkembang
secara bersama-sama membentuk puncak-puncak kebudayaan nasional Indonesia
Kesatuan wilayah, yaitu segenap unsure bangsa Indonesia di segenap wilayah territorial
yang dalam wujud berbagai pulau dengan lautannya, namun merupakan satu
kesatuan wilayah, tumpah darah negara dan bangsa Indonesia
Kesatuan asas kerohanian, yaitu adanya kesatuan ide, tujuan, cita-cita dan nilai-nilai
kerohanian yang secara keseluruhan tersimpul dalam dasar filosofis negara Indonesia
Pancasila (Notonogoro, 1975: 106)

Unsur-unsur Ketahanan Nasional


1) Gatra dalam Ketahanan Nasional
Ada beberapa faktor atau unsur yang dapat mempengaruhi ketahanan nasional
suatu negara terdiri atas beberapa unsure. Para ahli kemudian memberikan
mengemukakan pendapatnya mengenai unsur-unsur yang mempengaruhi ketahanan
nasional yaitu :
Unsur kekuatan nasional menurut Hans J. Morgenthou.
Unsur kekuatan nasional negara dibagi menjadi dua faktor, yaitu :
Faktor tetap (stabe factors) terdiri atas geografi dan sumber daya alam
Faktor berubah (dynamic factors) terdiri atas kemampuan industry, militer,
demografi, karakter nasional, moral nasional dan kualitas diplomasi
Unsur kekuatan nasional menurut James Lee Ray
Unsur kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu :
Tangible factors, terdiri atas penduduk industry dan milter
Intagible factors, terdiri atas karakter nasional, moral nasional dan kualitas
kepemimpinan
Unsur kekuatan nasional menurut Palmer dan Perkins
Unsur kekuatan nasional negara terdiri atas tanah, sumber daya, penduduk,
teknologi, ideology, moral dan kepemimpinan
Unsur kekuatan nasional menurut Parakhas Chandra
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tiga, yatu :
Alamiah terdiri atas geografi, sumber daya dan penduduk
Sosial atas perkembangan ekonomi, struktur politik, budaya dan moral nasional
Lain-lain berupa ide, intelegensi dan diplomasi, kebijaksanaan kepemimpinan

Unsur kekuatan nasional menurut Alfred T. Mahan


Unsur kekuatan nasional terdiri atas letak geografi, wujud bumi, luas wilaya,
jumlah penduduk, watak nasional dan sifat pemerintahan
Unsur kekuatan nasional menurut Ray Cline
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas sinergi antar potensi demografi dan
geografi, kemampuan ekonomi, militer, strategi nasional dan kemauan nasional
Unsur kekuatan nasional modal Indonesia
Unsur-unsur kekuatan nasional Indonesia di kenal dengan istilah Astagatra yang
terdiri dari Trigatra dan Pancagatra.
Trigatra adalah aspek alamiah (tangible) yang terdiri atas penduduk, sumber
daya alam dan wlayah
Pancagatra adalah aspek sosial (intangible) yang terdiri atas ideology, politik,
ekonomi, sosial budaya dan perthanan keamanan.
Ketahanan nasional pada hakikatnya adalah suatu kondisi yang dinamis dan
integrasi tiap gatra yang ada .Adapun model ketahanan nasional terdiri dari delapan
gatra atau Asta Gatra yang kemudian secara matematis dapat digambarkan sebagai
berikut (Sunardi, 1997)

K(t) = f ( Tri Gatra, Panca Gatra)t; atau


f (G,D,A), (I,P,E,S,H)t
Keterangan :

= kondisi geografi D =
kondisi demografi
A= kondisi kekayaan alam
= kondisi sistem ideologi
P= kondisi sistem politik
E= kondisi sistem ekonomi
S = kondisi sistem sosial budaya H =
kondisi sistem hankam
f= fungsi, dalam pengertian matematis
= dimensi waktu
Penjelasan atas Tiap Gatra dalam Ketahanan Nasional
Adanya sejumlah unsur dalam konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia yang
kemudian distilahkan dengan sebutan gatra. Unsur-unsur yang yang dimaksud adalah:
Unsur atau Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara
yang bersangkutan. Faktor yang berkaitan dengan penduduk negara meliputi :
Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja dan
kepribadian
Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran,
perataan dan pertimbangan penduduk di tiap wilayah negara
Terkait dengan unsur penduduk adalah faktor moral nasional dan karakter
nasional. Moral nasional merujuk pada dukungan rakyat secara penuh
terhadap negaranya ketika menghadapai ancaman. Karakter nasional
merujuk pada ciri-ciri khusus yang dimiliki suatu bangsa sehingga bisa
dibedakan dengan bangsa lain. Moral dan karakter nasional mempengaruhi
ketahanan nasional.
Unsur atau Gatra Wilayah
Unsur wilayah juga turut menentukan kekuatan nasonal negara. Hal yang terkait
dengan wilayah negara meliputi :
Bentuk wilayah negara dapat berupa negara pantai, negara kepulauan atau
negara continental,
Luas wilayah negara, ada negara dengan wilayah yang luas dan negara dengan
wilayah yang sempit (kecil)
Posisi geografis, astronomis dan geologis negara
Daya dukung wilayah negara, adanya wilayah yang habitable dan adawilayah
yang unhabitable
Adapun kaitannya dengan wilayah negara, pada masa sekarang ini perlu
dipertimbangkan adanya kemajuan teknoloi, informasi dan komunikasi. Suatu
wilayah yang pada awalnya sama sekali tidak mendukung kekuatan nasional
karena penggunaan teknologi maka wilayah itu kemudian menjadi unsur
kekuatan nasional negara. Mislanya, di wilayah kering dibuat saluran atau sungai
buatan.
Unsur atau Gatra Sunber Daya Alam
Hal-hal yang berkaitan dengan unsure sumber daya alam sebagai elemen
ketahanan nasional meliputi :
Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya
alam hewani, nabati dan tambang
Kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam
Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan
lingkungan hidup
4) Kontrol atas sumber daya alam.
Dewasa ini, kemampuan melakukan konrol atas sumber daya alam menajdi
semakin penting bagi ketahanan nasional dan kemajuan suatu negara. Banyak
negara-negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak di negara-
negara Afrika, tetapi negara tersebut tetaplah miskin. Negara-negara
berkembang belum mampu melakukan control atas sumber daya alam yang
berasal dari miliknya. Justru negara-negara yang tidak memiliki sumber daya
alam seperti Singapura dan Jepang bisa maju karena mampu melakukan kendali
atas jalur perdagangan sumber daya alam dunia.
Unsur atau Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi adalah seperangkat gagasan, ide, cita dari sebuah masyarkat
tentang keabikan bersama yang dirumuskan dalam bentuk tujuan yang harus
dicapai dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu (Ramlan
Surbakti, 1999). Ideologi tersebut mengandung serangkaian value (nilai) atau
sistem dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam, yang dimiliki dan
dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan
hidup mereka. Adapun nilai yang terkandung di dalam ideology tersebut diyakini
oleh masyarakat seabagai suatu nilai yang baik, adil dan benar sehingga
berkeinginan untuk melaksanakan segala tindakan berdasar nilai tersebut.
Ideologi juga memiliki fungsi dalam mendukung ketahanan suatu bangsa
karena sebuah ideology bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu :
Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat yang bersangkutan
artinya nilai-nilai yang terkandung dalam ideology itu menjadi cita-cita yang
hendak dituju secara bersama
Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, artinya
masyarakat yang banyak dan beragam itu bersedia menjadikan ideology
sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.
Sejarah dunia tidak membuktikan bahwa ideologi dapat digunakan sebagai
unsur untuk membangun kekuatan nasional negara. Bagi bangsa Indonesia,
Pancasila telah itetapkan sebagai ideologi nasional atau menjadi dasar negara
yang telah melali kesepakatan oleh The Founding Father. Pancasila. Adalah
kesepakatan bangsa, rujukan bersama, common denominator yang mampu
memperkuat persatuan bangsa. Kesepakatan atas Pancasila menjadikan segenap
elemen bangsa yang bersatu dalam satu bingkai di bawah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Unsur atau Gatra di bidang Politik
Politik penyelenggaraan bernegara amat mempengaruhi kekuatan nasional
suatu negara. Penyelenggaraan bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek,
seperti:
Sistem politik yang dipakai, apakah sistem demokrasi atau non demokrasi
Sistem pemerintahan yang dijalankan, apakah sistem presedensial atau
parlementer
Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah republic atau kerajaan
Susunan negara yang dibentuk apakah sebagai negara kesatuan atau negara
serikat.
Pemilihan suatu bangsa atas unsur politik penyelenggaraan bernegara tentu
saja tergantung pada nilai-nilai dan aspirasi bangsa yang bersangkutan. Dalam
realitasnya, sebuah bangsa bisa mengalami beberapa kali perubahan dan
pergantian politik penyelenggaraan bernegara. Indonesia pernah mengalami
fase perubahan dari presidensial ke parlementer dan pernah berubah dalam
bentuk negara serikat.
Bangsa Indonesia sekarang ini telah berketetapan untuk mewujudkan negara
Indonesia yang bersusunan kesatuan, berbentuk republic dengan sistem
pemerintahan presidensial. Adapun sistem politik yang dijalankan adalah sistem
politik demokrasi (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara merupakan kekuatan nasional
negara negara yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang
ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan
warga negara. Kemajuan pesat di bidang ekonomi tentu saja menjadikan negara
yang bersangkutan tumbuh sebagai kekuatan dunia. Seperti negara Jepang dan
Cina.
Disetiap negara, sistem ekonomi memiliki peran dalam mengerakkan
kekuatan ekonomi bangsanya. Ssecara garis besarnya, sistem ekonomi dalam
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem
ekonomi sosialis. Suatu negara dapat pula mengembangkan sistem ekonomi
yang dianggap sebagai cerminan dari nilai dan ideologi bangsa yang
bersangkutan. Sebagai contoh bangsa Indonesia menyatakan sistem ekonomi
Pancasila yang bercorak ke keluargaan.
Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu
negara. Hal-hal yang dialami sebuah negara yang homogeny tentu saja akan
berbeda dengan yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial
budaya masyarakatnya. Contoh, bangsa Indonesia yang relatif heterogen
berbeda dengan bangsa Israel.
Pengembangan integrasi nasional menjadi hal yang amat penting sehingga
dapat memperkuat ketahanan nasionalnya. Integrasi bangsa dapat dilakukan
dengan 2 strategi kebijakan yaitu “policy asimilasionis” dan “policy bhineka
tunggal ika” (Winarno, 2002). Adapun strategi pertama dengan cara
penghapusan sifat-sifat cultural utama dari komunitas kecil yang berbeda
menjadi semacam kebudayaan nasional. Kemudian strategi kedua yakni dengan
cara penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan local.
Negara juga dapat melakukan kombinasi dari keduanya. Kesalahan dalam
strategi dapat mengantarkan bangsa yang bersangkutan ke perpecahan bahkan
perang saudara. Misalnya, perpecahan yang terjadi pada etnis di Yugoslavia,
pertentangan antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda yakni para perang saudara
Sinhala dan Tamil di Srilanka.
Unsur atau Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu negara merupakan unsur pokok terutama dalam
menghadapi ancaman militer negara lain. Oleh karena itu, unsur utama
pertahanan keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan
keamanannegara juga merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.
Pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari luar negeri.
Sementara keamanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari dalam negeri.
Pertahanan kemanan adalah daya upaya rakyat semesta dengan angkatan
bersenjata sebagai inti dan merupakan salah satu fungsi utama pemerintah atau
negara dalam menegakkan ketahanan nasional dengan tujuan mencapai
kemanan bangsa dan negara, serta keamanan perjuangannya. Hal ini
dilaksanakan dengan menyusun, mengarahkan dan menggerakkan seluruh
potensi dan kekuatan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan nasional
secara terintegrasi dan terkoordinasi
Negara dapat melibatkan rakyatnya dalam upaya pertahanan negara sebagai
bentuk dari hak dan kewajiban warga negara dalam membela negara. Upaya
melibatkan rakyat dengan cara yang berbeda-beda digunakan sesuai dengan
sisitem dan politik pertahanan yang dianut oleh negara. Politik pertahanan
negara disesuaikan dengan nilai filosofis bangsa, kepentingan nasional, dan
konteks jamannya.
Bangsa Indonesia dewasa ini menetapkan politik pertahanan sesuai dengan
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pertahanan. Pertahanan
Negara Indonesia bersifat semesta dengan menempatkan tentara sebagai
komponen utama pertahanan.

D. Pembelaan Negara
Hakikat Bela Negara
Hakikat bela negara adalah sebuah sikap dan tindakan warga negara yang dilandasi
oleh kecintaan kepada negara dan diwujudkan dalam kesediaan untuk melindungi,
memperthankan serta memajukan bersama. Dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, dijelaskan bahwa bela negara merupakan sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh keintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara. Adapun upaya bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga
negara. Olehnya bela negara perlu dilaksanakan dengan penuh rasa kesadaran, tanggung
jawab dan rela berkorban dalam pengabdiannya terhadap negara dan bangsa.
Menurut Departemen Ketahanan Republik Indonesia, ada lima yang mendasari
uapaya bela negara diantaranya: 1) cinta tanah air; 2) kesadaran berbangsa dan
bernegara; 3) keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideology negara; 4) rela berkorban
demi bangsa dan negara; dan 5) memiliki kemampuan awal bela negara.
Terdapat ancaman dari luar yang lebih serius saat ini dan dimasa yang akan datang
adalah kejahatan transaksional seperti pengedaran narkoba yang saat ini sudah berada
pada tataran darurat narkoba, human tracfiking, serbuan budaya asing serta penjarahan
kekayaan alam.
Dalam sistem pertahanan di Indonesia dikenal adanya dua bentuk bela negara yaitu
dalam hal ini bela negara melalui pendekatan militer (bela negara yang dilaksanakan
secara fisik) yang bertujuan untuk menghalau atau berperang dengan cara militer dan
bela negara melalui pendekatan non militer (bela negara yang dilaksanakan secara
non fisik) yang bertujuan untuk menghalau atau berperang dengan cara non militer.

Dasar Hukum tentang Bela Negara


Adapun yang menjadi dasar hukum mengenai bela negara secara tersurat sebagai
berikut :
Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang Konsep Wawasan Nasional dan Ketahanan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pokok-Pokok
Perlawanan Rakyat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 tentang ketentuan Pokok
Hankam Negara RI diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1988
Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI
Tap MPR No. VII tahun 2000 tentang peranan TNI dan POLRI
Amandemen Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30
ayat (1) dan (2) yang menyatakan “Bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha perahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Kepolisian
sebagai komponen utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Kemudian ada
pula dalam Pasal 27 ayat (3) “ setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
pembelaan negara”.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1) “
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara
yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”. Ayat (2)
“Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara sebagaimana yang diatur
dalam ayat (1) diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan
dasar kemiliteran, pengabdian sebagai prajurit TNIsecara sukarela atau wajib dan
pengabdian sesuai profesinya masing-masing.

Keikutsertaan Warga Negara dalam Bela Negara


Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui
pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian
sebagai prajurit tentara nasional Indonesia secara sukarela dan secara wajib dan
pengabdian dengan profesi sesuai dengan UU No.3 Tahun 2002.
Usaha pembelaan negara bertujuan pada kesadaran setiap warga negara akan hak
dan kewajibannya. Kesadaran bela negara perlu ditumbuhkan secara terus menerus,
adapun keikutsertaan warga negara dalam hal bela negara baik secara fisik maupun
nonfisik.
Bela Negara Secara Fisik
Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dilakukan dengan cara
menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan mengikuti Pelatihan Dasar
Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program
Rakyat terlatih (Ratih). Rakyat terlatih memiliki terdiri dari berbagai unsur seperti
Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip),
Mitra Babinsa dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).
Sama halnya di negara-negara maju lainnya yang mewajibkan rakyatnya untuk
mengikuti wajib militer. Indonesiapun juga dapat melakukannya jika keadaan ekonomi
dan keuangan negara memungkinkan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga
negara yang memenuhi persyaratan. Mereke yang telah mengikuti pendidikan dasar
militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu,
dengan masa dinas sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus
penyegaran. Yang nantinya jika negara dalam keadaan darurat perang, maka mereka
dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas
territorial. Penenmpatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau
profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit
Tentara, Pengacara/Advokat di Dinas Hukum, Akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di
Skuadron Angkatan dan sebagainya.
Bela Negara Secara Nonfisik
Pemahaman tentang keikutsertaan warga negara dalam bela negara tidak sekedar
dipahami dalam kerangka “memangkul senjata menghadapi musuh”, namun
keikutsertaan warga negara dalam bela negara juga dapat dilakukan dengan cara nonfisik
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002. Adapun cara non fisik
yang dimaksud dapat melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai
dengan profesinya. Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan bahwa keterlibatan
warga negara dalam bela negara secara nonfisik dilakukan dengan cara :
Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara dengan menghayati arti
demokrasi dalam menghargai perbedaab pendapat atau tidak memaksakan
kehendak, menanamkan raca cinta terhadap tanah air melalui pengabdian yang tulus
kepada masyarakat.
Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan bertindak nyata tanpa
perlu banyak beretorika.
Menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan
atau hokum yang berlaku dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
Menyelenggarkan pembekalan mental di kalangan masyarakat agar dapat
mengfilter pengaruh budaya-budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai
dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Hingga saat ini, belum adanya aturan atau Undang-Undang yang mengatur tentang
pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian
sesuai dengan profesi masing-masing yang hal tersebut sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002. Yang nantinya telah dibuatnya Undang-Undang
mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan
pengabdian sesuai dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk keikutsertaan warga
negara dalam upaya pembelaan negara.

Identifikasi Ancaman Terhadap Bangsa dan Negara


Disetiap negara, ancaman terhadap disintegrasi bangsa, makar, maupun hal-hal yang
dapat merongrong kedaulatan sebuah negara menjadi suatu hal yang harus diwaspadai,
karena hal tersebut bisa datang sewaktu-waktu. Ancaman diartikan sebagai usaha dan
kegiatan baik dari dalam maupun dari luar negeri yang dianggap dapat mempengaruhi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara serta keselamatan segenap bangsa.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 1982, istilah ancaman mencakup
tantangan, hambatan dan gangguan. Sedangkan menurut Undang-Undang No.3 Tahun
2002, bahwa ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun dari luar
yang dianggap dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan segenap bangsa dan negara.
Dewasa ini, ancaman terhadap kedaulatan negara telah berkembang, sebelumnya
ancaman hanya bersifat konvensional (fisik) namun saat ini berkembang menjadi
multidimensional (fisik maupun nonfisik) baik yang sifatnya datang dari dalam maupun
yang sifatnya datang dari luar negeri. Adapun ancaman yang bersifat multidimensional
berupa permasalahan ideology, politik, ekonomi, sosial budaya maupun permasalahan
keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional diantaranya pengedaran narkoba,
terorisme, imigran gelap, perdagangan manusia, pencurian kekayaan alam dan
perusakan lingkungan.
Bentuk Ancaman
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan No. Per/03/M/II/2008 tentang Buku
Putih Pertahanan 2008, persepsi Indonesia tentang ancaman adalah setiap usaha dan
kegiatan baik dari luar maupun dari dalam negari yang dinilai mengancam atau
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan
bangsa. Adapun hakikat ancaman ancaman deibedakan menjadi dua yaitu ancaman
militer dan ancaman nirmiliter.
Ancaman militer
Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan
terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
militer dapat berupa :
Agresi dapat dikategorikan sesuatu yang berkaitan dengan hal yang mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa baik yang
berskla besar maupun rendah. Adapun begaian dari bentuk agresi
diantaranya :
Invasi merupakan bentuk agresi yang paling besar dengan menggunakan
kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan
menduduki wilayah Indonesia.
Bombardemen, yaitu penggunaan senjata dalam bentuk lain yang dilakukan
oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah NKRI .
Blokade terhadap pelabuhan atau pantai atau wilayah udara NKRI oleh
angkatan bersenjata negara lain
Serangan unsure angkatan bersenjata negara lain terhadap unsure satuan
darat atau satuan laut atau satuan udara Tentara Nasional Indonesia
Unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam wilayah NKRI
berdasarkan perjanjian yang tindakan atau keberadaannya bertentangan
dengan ketentuan dalam perjanjian
Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh
negara lain, sebagai daerah persiapan untuk melakukan agresi terhadap
NKRI
Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh negara lain untuk
melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI atau melakukan tindakan
seperti tersebut d atas.
Pelanggaran wilayah Indonesia yang dilakukan oleh negara lain baik yang
menggunakan kapal maupun pesawat nonkomersial
c. Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan
mendapatkan rahasia militer
Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan objek vital nasional
yang mebhayakan keselamatan bangsa.
Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional
atau bekerja sama dengan terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi
sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan segenap bangsa.
Pemberontakan bersenjata
Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata dengan
kelompok masyarakat bersenjata lainnya.
Jika mencermati kecenderungan perkembangan lingkungan global,
ancaman militer negara lain terhadap Indonesia dalam bentuk agresi saat ini
diperkirakan kecil kemungkinan terjadi. Maka dapat dikatakan bahwa dalam
jangka pendek ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Namun
disisi lain, ancaman militer dalam bentuk pelanggaran wilayah, aksi terror dan
gerakan separatis masih memungkinkan dapat terjadi di Indonesia.
Ancaman nirmiliter
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor
nirmiliter yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman
nirmiliter berdimensi ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan
informasi serta keselamatan umum.
Ancaman berdimensi ideologi
Dalam Buku Putih 2003 mengangkat gerakan kelompok radikal sebagai salah
satu ancaman nyata. Adapun motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan
tersebut dapat berupa dalih agama, etnik atau kepentingan rakyat. Pada saat
ini masih terdapat anasir-anasir radikalisme yang menggunakan atribut
keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideology lain, seperti yang
dilakukan oleh keompok NII (Negara Islam Indonesia). Bagi Indonesia
keberadaan kelompok tersebut merupakan ancaman terhadap eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengancam kewibawaan
pemerintah sehingga harus ditumpas
Ancaman berdimensi politik
Ancaman berdimensi politik dapat bersumber dari luar negeri maupun dari
dalam negeri. Dari luar negeri, ancaman berdimensi politik dilakukan oleh
suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia.
Intimidasi, provokasi atau blokade politik merupakan bentuk-bentuk
ancaman nirmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-
pihak lain untuk menekan negara lain. Adapun ancaman berdimensi politik
dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi
massa untuk menumbangkan suatu pemerintah yang berkuasa, atau
menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.
Ancaman separatism merupakan bentuk ancaman politik yang timbul di
dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman politik, separatism dapat menempuh
pola perjuangan politik (tanpa senjata) dan perjuangan bersenjata
Ancaman berdimensi ekonomi
Ancaman berdimensi ekonomi, berpotensi menghancurkan pertahanan
sebuah negara. Pada dasarnya, ancaman berdimensi ekonomi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Dalam konteks
Indonesia, ancaman dari internal dapat berupa inflasi dan pengangguran
yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi
yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya
tinggi sedangkan secara eksternal dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi
yang buruk, daya saing rendah ketidaksiapan menghadapi era globalisasi dan
tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.
Ancaman berdimensi sosial budaya
Ancaman berdimensi sosial budaya, dapat dibedakan atas ancaman dari luar.
Ancaman dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal
timbulnya permasalahan seperti separatism, terorisme, kekerasan yang
melekat-berurat, berakar dan bencana akibat perbuatan manusia.
Ancaman berdimensi teknologi dan informasi
Ancaman berdimensi teknologi dan informasi berupa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pada dasarnya membawa manfaat yang
besar bagi umat manusia. Seiring dengan kemajuan iptek tersebut
berkembang pula kejahatan yang memanfaatkan kemajuan iptek tersebut
antara lain kejahatan siber dan kejahatan perbankan.
Ancaman berdimensi keselamatan umum
Secara gegrafis NKRI berada dikawasan rawan bencana baik bencana alam,
keselamatan transportasi maupun keselamatan kelaparan. Bencana yang
dapat terjadi di Indonesia dan merupakan ancaman bagi keselamatan umum
dapat terjadi murni bencana alam, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung
berapi dan tsunami.

Indonesia dan Perdamaian Dunia


Dalam pembahasan yang kaitannya dengan Ketahanan Nasional, maka tidak dapat
terlepas dari pengaruh global serta perkembangan kehidupan internasional. Hal tersebut
disebabkan karena globalisasi serta perkembangan di luar negara turut secara langsung
mempengaruhi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Jika berbicara tentang perdamaian dunia, maka pemahaman tentang konsep global
menjadi bagian dari satu kesatuan yang utuh. Karenanya pembahasan mengenai perdamaian
dunia akan melibatkan antar negara-negara yang ada didunia dalam kerangka ketahanan
negara. Globalisasi adalah proses sosial yang muncul akibat dari kemajuan dan inovasi
teknologi, serta perkembangan komunikasi dan informasi. Adanya perbedaan pendapat
tentang konsep globalisasi dari pendapat para ahli diantaranya :
Kata globalisasi diambil dari kata global yang bermakna universal atau internasional. Jadi
globalisasi maksudnya adalah universalisasi atau internasionalisasi.
Globalisasi dalam arti literal adalah sebuah perubahan sosial, berupa tambahnya keterkaitan
antara diantara masyarakat dan ekeman-elemannya yang terjadi akibat transkulturasi dan
perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunkasi yang memfasilitasi
pertukaran budaya dan ekonomi internasional.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia
(sehingga menjadi budaya dunia atau world culture)
Globalisasi menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dan individu anggota
masyarakat. Globalisasi menyangkut kesadaran baru mengenai dunia sebagai satu
kesatuan.
Globalisasi juga didefenisikan sebagai fenomena yang menjadikan dunia mengecil dari segi
perhubungan manusia disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu
(benda atai perilaku) sebagai cirri-ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah Globalisasi belum memiliki defenisi yang mapan, kecuali sekedar defenisi, sehingga
bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandang sebagai suatu proses
soaial atau proses sejarah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara
di dunia maikin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan
ko eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, budaya masyarakat.

Disisi lain, ada yang memahami globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan. Maka dari pandangan
inilah, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-
negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-
bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali
menggunakan istilah globalisasi pada tahun 1985.
Beberapa ciri yang dapat menandakan bahwa globalisasi sudah mempengaruhi
masyarakat dunia adalah :
Perkembangan barang-barang seperti telepon gengggam (android), televisi satelit, dan
internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian ceparnya sementara
melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasa banyak hal dari
budaya yang berbeda
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling ketergantungan
Peningkatan interaksi cultural melalui perkembangan media massa (terutama televise, film,
musik dan transmisi berita dan olahraga internasional)
Meningkatnya masalah bersama.
Indonesia sebagai salah satu bagian dari negara yang ada di dunia, memiliki peran
yakni memelihara perdamaian dunia. Hal tersebut sebagaimana amanat dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Di sisi lain, konstelasi
perubahan dunia akan selalu berpengaruh terhadap kelangsungan bangsa negara
Indonesia. Dunia yang aman dan damai tentu menjadi harapan semua umat manusia
termasuk bangsa Indonesia.
Mochtar Mas’oed dalam Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (1998) menggambarkan
fenomena dunia pasca perang dingin sebagai sebuah kaca retak. Apa jadinya jika sebuah kaca
yang ditindiskan pada lembaran peta dunia dan dari bawahnya diberi tekanan yang kuat untuk
meretakkan kaca tersebut. Hasilnya adalah sebuah kaca yang retak berkeping-keping
walaupun ukuran pecahannya tidak sama. Melalui kaca yang terpecah-pecah itu dapat dilihat
peta dunia yang terpecah belah. Begitupun dunia terbagi oleh guratan-guratan yang
terbentuk oleh serpihan kaca, maka begitu pula sebuah gambaran dunia yang terbagi dalam
berbagai kelompok etnik, bahasa, sectarian, ras dan agama.
Serpihan-serpihan kaca tersebut menjadi gambaran kenyataan bahwa masyarakat dunia
tercabik-cabik dalam kinflik. Diantaranya perseteruan antara Serbia vs Bosnia, Tamil vs
Sinhala, Israel vs Palestina, gerakan separatism dalam negarab serta terjadinya
pemeberontakan samapai pada ancaman maker dan lain sebagainya. Konflik-konflik tersebut
terjadi pada pasca perang dingin dimana umumnya terjadi antara mereka yang mewakili
kepentingan-kepentingan yang berbeda.
Sebagaiman yang telah diurakan tersebut diatas, maka perdamaian menjadi misi bersama
negara-negara yang ada di dunia untuk mewujudkannya. Olehnya, PBB (perserikatan bangsa-
bangsa) merupakan lembaga organisasi internasional yang terbesar saat ini yang memiliki alat
kelengkapan yang dinamakan Dewan Keamanan. Adapun Dewan keamanan PBB adalah badan
terkuat di PBB yang memiliki tugas menjaga perdamaian dan keamanan antar negara.
Sebagaimana yang diatur dalam Bab VII Piagam PBB bahwa tindakan yang dilakukan Dewan
Keamanan jika terjadi gangguan perdamaian untuk mempertahankan dan mengembalikan
perdamaian internasional. Dalam Pasal 39 Piagam PBB mengatur bahwa “Dewan Keamanan
akan menentukan ancaman gangguan perdamaian”.
Untuk menjaga perdamaian di kawsan konflik, PBB membentuk perdamaian dalam
rangka operasi pemeliharaan perdamaian atau yang disingkat dengan nama OPP. Adapun
beberapa contoh pasuka perdamaian tersebut diantaranya keikutsertaan Indonesia dalam
upaya perdamaian dunia adalah dengan menjadi anggota pasukan perdamaian pada tahun
1957. Pasukan perdamaian Indonesia dikenal dengan nama kontingen Garuda. Selain itu pula
keikutsertaan melalui kontingen Garuda dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia
yang diprakarsai oleh PBB. Indonesia juga tercatat sebagai anggota tidak tetap Dewan
Kemanan PBB sebanyak tiga kali diantaranya :
Periode pertaman, pada tahun 1973-1974
Periode kedua, pada tahun 1995-1996; dan
Periode ketiga, pada tahun 2007-2008
Dukungan yang luas terhadap ke anggotaan Indonesia di dewan Keamanan ini,
menunjukkan cerminan pengakuan terhadap masyarakat Internasional terhadap peran dan
sumbangsi selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik di tingkat
kawasan regional maupun global. Peran dan konstribusi Indonesia tersebut mencakup antara
lain keterlibatan pasukan Indonesia di berbagai misi penjagaan perdamaian PBB sejak tahun
1957, upaya perdamaian seperti di negara Kamboja dan Filipina Selatan dalam konteks ASEAN
dengan ikut serta dalam menciptakan tatanan kawasan di bidang perdamaian dan keamanan
serta peran aktif di berbagai forum pembahasan isu peluncuran dan non-proliferasi nuklir.
Dengan terpilihnya Indonesia menjadi anggota, berarti Indonesia secara otomatis akan
mengemban kepercayaan Internasional untuk berpartisipasi menjadi Dewan Keamanan,
sebagai badan yang efektif untuk menghadapi tantangan-tantangan global.di bidang
keamanan dan perdamaian dunia. Kenaggotaan Indonesia di dewan Keamanan merupakan
bagian dari upaya yang dilakukan di bidang diplomasi untuk melaksanakan amanat di dalam
Pembukaan UUD 1945 pada aline ke-IV yang memandatkan Indonesia untuk “turut serta
secara aktf dalam upaya menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kebebasan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sulistiyono. 2007. Negara Hukum, Kekuasaan, Konsep dan Paradigma Moral. Surakarta:
LPP UNS dan UNS Press
Adnan Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia . Jakarta:
Grafitti
Ahmad, Masku. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Metode Praktis. Palembang
Al Hakim S, dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Dalam Konteks Indonesia. Malang:
Universitas Negeri Malang (UNEM).
Armaidy Armawi. 2012. Karakter Sebagai Unsur Kekuatan Bangsa , Makalah disajikan dalam
“Workshop Pendidikan Karakter bagi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi” pada tanggal 31 Agustus sampai 2 September 2012 di Jakarta.
Basri, Chaidir. 1992. Pengetahuan Tentang Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara.
Jakarta: CV.Chitra Delima
Basri Faisal. 1998. Krisis ekonomi Indonesia, Antara Gelombang Globalisasi dan Tuntutan
Reformasi Total Dalam Menuju Indonesia Baru. Bandung: Musa Kazhim. Pustaka Hidayat
Budi Juliardi. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Buku Pedoman “Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Evaluasi Hasil
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan - Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis
Kompetensi” berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Diunggah
dari web DIKTI
Didi Nazmi Yunus. 1999. Konsep Negara Hukum, Padang: Angkasa Raya
Hamid Darmadi. 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraa di Perguruan
Tinggi. Bandung: Alfabeta
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Hamdayama. 2010. Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara.
Jakarta: Erlangga
Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi
berdasarkan SK Dirjen Dikti No.43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta: Paradigma
Keputusan Ditjen Dikti (2003) No. 38/DIKTI/Keputusan/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan MPK, Ditjen Dikti, Jakarta
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara. 2005. Pedoman Umum
Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara. Jakarta: LPPKB
Mahfud M.D. 1993. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Yogyakarta; Liberty
______________. 1998. Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum dalam Jurnal
Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM, 2 (II), 55-67
______________. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media
Muhaimin, Yahya & Collin McAndrews. 1982. Masalah-Masalah Pembangunan Politik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Munir Fuady. 2010. Konsep Negara Demokrasi. Bandung: Refika Aditama
Mustafa Kamal Pasha. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri
Nazaruddin Sjamsuddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Oesman, Oetoyo dan Alfian. 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermsyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Badan Pembinaan
Pendidikan Pelaksanan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7)
Saafroedin Bahar. 1996. Integrasi Nasional. Jakarta: Ghalia Indonesia
Samuel Huntington. 2001. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Soegito. 2006. “Rule of Law”. Makalah pada Pelatihan Dosen MPK Kewarganegaraan. Dirjen
Dikti
Srijanti, A. Rahman dan Purwanto. 2007. Etika Berwarganegara. Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat
Sukarna. 1981. Demokrasi versus Kediktatoran. Bandung: Alumni. Sunardi. 1997. Teori
Ketahanan Nasional. Jakarta: HASTANAS.
Sunaryati Hartono. 1982. Apakah The Rule of Law. Bandung: Alumni
Suradinata, Ermaya. 2005. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka
Keutuhan NKRI. Jakrta: Suara Bebas
Suryo, Joko. 2002. Pembentukan Identitas Nasional makalah Seminar Terbatas
Pengembangan Wawasan tentang Civic Education. Jakarta:LP3 UMY
Tim Permata Press. 2011. UUD 1945 Amandemen I,II,III dan IV. Permata Press
Tim Visi Yustisia. 2014. UUD Negara Republik Indonesia 1945. Jakarta: Transmedia Pustaka
Usman Sunyoto. 1998. Integrasi & Ketahanan Nasional di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press
Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara
Zamroni. 2001. Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin
Kalam Utama
Sumber Internet
http:// wordpress.com
http://www.suduthukum.com
http://www.artikelsiana.com
http://academia.edu
http://simpulanilmu.blogspot.co.id
TENTANG PENULIS

Zulfikar Putra, SH., M.Pd. Lahir di Baubau, 20 Juli 1982. Menyelesaikan jenjang
S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Dayanu
Ikhsanuddin (Unidayan) Baubau tahun 2006, S-2 Jurusan IPS Kosentrasi
Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari tahun 2014.
Saat ini bekerja sebagai dosen di Prodi PPKn Universitas Sembilanbelas
November (USN) Kolaka. Mengajar untuk matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Karakter, Pendidikan Pancasila dan Ilmu Negara.

Penelitian yang pernah dilakukan yang diusulkan di Penenilitian Dosen Pemula (PDP) Kemenristek
Dikti yaitu: “Tinjauan Yuridis Upah Minimum Kota Terhadap Pekerja di Kota Kendari tahun 2016”.
Adapun karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal antara lain : “Akibat Hukum Yang Timbul Dari
Perjanjian Kerja Yang Dibuat Perusahaan Dengan Pekerja Ditinjau Dari Undang-Undang No.13 Tahun
2003 dan Kitab Undan-Undang Hukum Perdata”

Surahman Gaffur, S.Pd., M.Pd. lahir pada tanggal 9 Mei 1988 di Otole
Kecamatan Lasolo, sebuah desa dikawasan Utara Kabupaten Konawe Utara
Provinsi Sulawesi Tenggara. Menempuh pendidikan Sekolah Dasar dan
Menengah Pertama di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe
kemudian lanjut di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 7 Kendari. Lalu
melanjutkan Strata I (satu) ke Universitas Halu Oleo pada tahun 2006 dan lulus
pada tahun 2011, meraih gelar Master Pendidikan dalam bidang Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan pada tahun 2014.
Pada tahun 2015 menjadi dosen pengajar di Universitas Halu Oleo Kendari, lalu pada tahun 2016
diamanahkan menjadi dosen pengajar di Universitas Sembilanbelas November Kolaka sampai sekarang.
PARADIGMA MEMBANGUN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi

Kompleksitas permasalahan yang dialami bangsa ini, menjadi kewajiban bersama bagi
setiap komponen warga negara untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai luhur yang
dimiliki bangsa ini sejak dahulu kala. Hal yang penting jika dicermati adalah kondisi
mental dan karakter bangsa yang kian hari kian menuju titik nadirnya. Nilai
kebangsaan/Nasionalisme yang tergerus oleh arus modernisasi. Nilai-nilai yang sudah
menjadi akar budaya serta karakter bangsa yang susah payah di bangun oleh The
Founding Father yang teraktualisasi dengan nilai budaya gotong royong dan toleransi
mulai perlahan-lahan ditingalkan. Keadaan tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,
harus adanya upaya untuk merubah keadaan tersebut. Salah satu upaya adalah dengan
kembali menumbuhkan nilai-nilai luhur yang telah ada melalui Pendidikan
Kewarganegaraan.

Buku yang diberi judul “Paradigma Membangun Pendidikan Kewarganegaraan” ini


memuat pembahasan penerapan nilai-nilai luhur pancasila yang menjadi core dari
Pendidikan Kewarganegaraan yang mampu member cirri ke Indonesiaan, bagaimana
menciptakan nasionalisme maupun menciptakan semangat untuk bela negara. Buku yang
ada dihadapan pembaca, telah disesuaikan dengan kurikulum yang berjalan yaitu Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi dan mengacu
pada UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam buku ini tersaji 8 Bab
pembahasan diantaranya :
Bab 1 Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Suatu Pengantar
Bab 2 Identitas dan Integrasi Nasional
Bab 3 Warga Negara dan Kewarganegaraan
Bab 4 Negara dan Konstitusi
Bab 5 Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
Bab 6 Hak Asasi Manusia dan Rule Of Law
Bab 7 Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia
Bab 8 Ketahanan Nasional Sebagai Geostrategi Indonesia

Empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika
diupayakan dapat mengakomodir sajian materi yang ada dalam buku yang ada ditangan
pembaca. Akhirnya semoga buku ini, bisa bermanfaat bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai