Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
akhirnya dapat merampungkan buku yang saat ini tersaji dihadapan pembaca budiman yang diberi
judul Paradigma Membangun Pendidikan Kewarganegaraan sebagai panduan bagi mahasiswa di
Perguruan Tinggi.
Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu
dari mata kuliah wajib yang dipelajari di semua jenjang pendidikan.
Sebelum berlakunya aturan mengenai pemisahan antara Pancasila dan Kewarganegaraan maka
kedua matakuliah wajib tersebut disatukan menjadi mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan atau dikenal dengan istilah PPKn. Barulah kemudian setelah keluarnya Undang-
Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang secara implisit diatur pada Pasal 25 UU
No.12 Tahun 2012, bahwa matakuliah umum yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan
dilaksanakan melalui mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Dalam kajiannya diuraikan bahwa
tujuan mata kuliah Pancasila adalah pendidikan yang memberikan pemahaman dan penghayatan
kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia sedangkan mata kuliah Kewarganegaraan
memiliki tujuan adalah mewujudkan warga negara yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, memiliki pemahaman politik dan kebangsaan,kepekaan mengembangkan jati diri dan moral
dalam bingkai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhineka Tunggal Ika.
Akhirnya penulis berharap, semoga buku yang diberi judul Paradigma Membangun Pendidikan
Kewarganegaraan ini bermanfaat bagi mahasiswa serta pihak-pihak lain yang memiliki komitemen
untuk mengembangkan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia.
Demi kesempurnaan isi atau materi yang ada dalam buku ini, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca sangat diharapkan. Sekian.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Identitas Nasional
Hakikat Bangsa dan Negara
Negara Kebangsaan Indonesia
Integrasi Nasional
Konstitusionalisme
Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia
Ketatanegaraan Indonesia
BAB 5 DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN DEMOKRASI
Hakikat Demokrasi
Demokratisasi
Demokrasi di Indonesia
Sistem Politik Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
TENTANG PENULIS
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Struktur Kelembagaan Negara Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Hasil Amandemen
Gambar 7.1 Peta Wilayah Indonesia Yang Diapit Oleh Dua Benua dan Dua Samudera
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah
dengan imimg-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan
mudah terpengaruh secara langsung oleh budaya yang bukan berasal dari Indonesia
dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di Negara kita.
Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Oleh
karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk kita pelajari.
Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting manfaatnya, maka di
masa depan harus segera dilakukan perubahan secara mendasar konsep, orientasi,
materi, metode dan evaluasi pembelajaran.Tujuannya adalah agar membangun
kesadaran para pelajar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu
menggunakan sebaik-baiknya dengan cara demokratis dan terdidik.
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang pada hakikatnya
menyelenggarakan pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, nasionalisme, multikultural,
dan kewarganegaraan bagi mahasiswa guna mendukung terwujudnya warga Negara yang
sadar akan hak dan kewajiban, serta cerdas, terampil dan berarakter sehingga dapat
diandalkan untuk dapat membangun bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
sesuai dengan bidang keilmuan dan profesinya (dikutip dari Buku “Rencana Pembelajaran dan
Metode Pembelajaran serta Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi” bedasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi). Sementara dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air”.
Selain itu, berdasarkan Keputusan Dirjendikti No. 43/Dikti/Kep/2006, tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan dalam visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan,
yaitu :
Tujuan Umum
Membantu mahasiswa mengembangkan kompetensi untuk mengetahui ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap kewarganegaraan serta nilai-nilai yang diperlukan dalam rangka
menerapkan pengetahuan dan keahliannya dalam masyarakat.
Membantu mahasiswa menjadi warga Negara yang cerdas, demokratik berkeadaban
(kebebasan yang beradab), bertanggung jawab serta menciptakan kemampuan
kompetitif bangsa di era globalisasi.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mempunyai pemahaman dasar tata cara kerja demokrasi dan lembaganya.
Misalnya, lembaga Swadaya Masyarakat (sebagai lembaga infra struktur) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (sebagai lembaga supra struktur), dimana tata cara kerja lembaga ini
sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Agar mahasiswa memiliki pemahaman tentang “rule of law” dan HAM
Agar mahasiswa memiliki keterampilan partisipatif yang akan memberdayakannya untuk
merespons dan memecahkan masalah dalam masyarakat secara demokratif
Agar mahasiswa mampu mengembangkan budaya demokrasi dan perdamaian pada
lembaga pendidikan masing-masing atau antar lembaga pendidikan serta dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Adapun visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menurut Surat Keputusan
Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep./2006 adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini berdasarkan
pada suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa merupakan generasi muda bangsa yang
harus memiliki visi intelektual, religious, adil, memiliki rasa kemanusiaan dan yang memiliki
rasa nasionalisme.
Selanjutnya, misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguran Tinggi menurut Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep./2006 adalah membantu mahasiswa memantapkan
kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa
kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni (IPTEKS) dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Berdasarkan visi dan misi diatas, maka kompetensi yang wajib dikuasai mahasiswa adalah
mampu berpikir rasional, bersikap dewasa dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap
demokratis yang berkeadaban sebagai Warga Negara Indonesia. Sedangkan kompetensi
lulusan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggung jawab dari seorang warga Negara dalam berhubungan dengan Negara dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Sikap
tersebut disertai dengan perilaku yang:
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bernegara.
Berbudi pekerti yang luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara
Bersifat professional, yang dijiwai oleh kesadaran bela Negara
Aktf memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan,
bangsa dan negara.
Olehnya melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara diharapkan mampu
memahami, menganlisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional seperti digariskan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Jepang, yang dikenal dengan terminology social studies, living experience and moral education, yang
berorientasi pada pengalaman, pengetahuan dan kemampuan warga Negara yang berkaitan
dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang
Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh hamper semua bangsa di dunia ini memiliki
peran strategis dalam mempersiapkan warga Negara yang cerdas, bertanggung jawab, keberadaban,
memiliki rasa nasionalisme dan siap melakukan bela Negara.
A. Identitas Nasional
Identitas pada umumnya melekat pada entitas yang sifatnya individual. Misalnya, manusia
secara pribadi dapat diketahui dari identitas nama dan ciri-ciri fisik lainnya. Kata identitas
berasal dari bahasa Inggris yairu identity yang secara harfiah berarti jati diri, ciri-ciri atau
tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga mampu membedakannya
dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok
sendiri atau komunitas sendiri. Dengan demikian, identitas tidak hanya diberlakukan pada
individu tetapi juga pada kelompok atau afiliasi kelompok, seperti sebutan indentitas nasional
dan identitas budaya. Sedangkan nasional adalah konsep kebangsaan, kelompok ras, agama,
budaya dan sebagainya.
Sumber : ulunglampung.blogspot.com
Gambar 2.1 Perilaku Gotong Royong Masyarakat Indonesia
Kawasaki Yamaha
Parameter identitas nasional diatas memiliki sifat, cirri khas serta keunikan tersendiri yang
sangat ditentukan oleh factor-faktor yang membentuk identitas nasional tersebut. Dalam
kajian ini, terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan identitas nasional, yaitu :
a. Faktor Primordial (ikatan kekerabatan, kesamaan suku bangsa, daerah dan
sebagainya). Contohnya: bangsa Yahudi yang terikat oleh hubungan primordialyang
kemudian membentuk negara Israel. Artinya bahwa Israel merupakan suatu negara
yang memiliki ciri khas yang penduduknya dihuni oleh bangsa Yahudi.
Faktor Sakral (kesamaan agama dan ideologi). Contohnya: Negara Uni Soviet (sebelum
keruntuhannya pada tahun 1990-an) bersatu atas dasar kesamaan ideologi
komunisme yang dianut. Artinya, Uni Soviet merupakan sebuah negara yang memiliki
cirri khas sebagai negara yang menganut ideology komunis
Faktor Tokoh (kepemimpinan tokoh yang disegani). Contohnya : Mahatma Gandhi yang
menjadi tokohpengikat bangsa di India. Soekarno sebagai symbol kemerdekaan dan
pemersatu bangsa Indonesia demikian juga dengan George Washington di Amerika
Serikat yang fotonya di abadikan dalam mata uang dolar. Artinya, bagi masing-masing
negara yang memiliki tokoh yang tokoh ini merupakan cirri khas bagi mereka dan
menjadikan Negara yang bersangkutan dikenal oleh dunia.
Soekarno Mahatma Gandhi George Washington Yaser Arafat
(Indonesia) (India) (Amerika Serikat) (Palestina)
Faktor kesediaan warga Negara untuk bersatu dalam perbedaan. Contohnya Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, hingga agama bersedia bersatu di bawah
payung NKRI dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Semboyan inilah yang
merupakan ciri khas Indoensia dan semboyan ini tidak miliki oleh negara manapun di
dunia ini. Negara-negara lain di dunia juga memiliki semboyan lain pula yang berbeda
dengan semboyan dari Negara Indonesia, seperti Argentina dengan semboyan “En
Union y Libertad” (dalam persatuan dan kemerdekaan), Amerika Serikat dengan
semboyan “In God We Trust” (Kepada Tuhan Kami Percaya), Brunei Darussalam
dengan semboyan “Always in Service With God’s Guidance” (Selalu Menuruti Arahan
Tuhan), Jerman dengan semboyan “Einigkeit und Recht und Freiheit” (Persatuan dan
Keadilan dan Kemerdekaan), dan Prancis dengan semboyan “Liberte, Egalite,
Fraternite” (Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan).
Faktor perkembangan ekonomi/solidaritas organis atau solidaritas atas dasar satu tujuan
dalam perkembangan ekonomi. Contohnya negara-negara di Eropa membentuk
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Bahkan dalam perekonomian mereka menggunakan
mata uang sendiri yang disebut mata uang “Euro”. Inilah cara khas negara-negara di
Eropa yang membedakannya dengan negara-negara di benua lainnya.
Di Indonesia, dasar falsafah negara Indonesia adalah Pancasila, dan ini ini merupakan salah
satu identitas nasional bangsa Indonesia. Mengapa demikian? Karena Pancasila
dilahirkanmelalui proses kristalisasi identitas-identitas yang ada pada masing-masing wilayah
di Indoensia yang kemudian disepakati bersama oleh segenap masyarakat Indonesia untuk
dijadikan sebagai identitas nasional. Pancasila sebagai identitas nasional Indonesia berisi :
Konsep tentang Hakikat Eksistensi Manusia
Konsep Pluralistik
Konsep Harmoni dan Keselarasan
Konsep Integralistik
Konsep Character Building
Konsep Kekeluargaan dan Gotong Royong
Konsep kerakyatan, dan
Konsep kebangsaan.
Selain Pancasila, terdapat beberapa bentuk identitas nasional yang merupakan ke khasan
bangsa Indonesia yang berbeda dengan identitas nasional bangsa lain, diantaranya :
Bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia
Bendera Negara, yaitu Sang Saka Merah Putih
Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya
Lambang Negara, yaitu Garuda Pancasila
Semboyan Negara, yaitu Bhineka Tunggal Ika
Konstitusi Negara, yaitu UUD 1945
Bentuk Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Pengertian Negara
Secara etimologis, Negara berasal dari bahasa Latin, yaitu statum atau “status” yang
artinya “berdiri/ada”. Sedangkan dalam bahasa Inggris Negara berasal dari kata “state” dan
dalam bahasa Belanda “staat”. Perkembangan konsep Negara pertama kali berasal dari Yunani
Kuno pada abad IV SM, yang lahir dari konsep “polis” atau “city of state” atau “Negara kota”
dan lahir secara alami (menurut teori hokum alam). Perekembangan selanjutnya, yaitu pada
abad pertengahan, dimana ST. Augustinus membagi Negara menjadi dua yaitu “Civitas Dei”
atau City of God” atau “Negara Tuhan” dan “Civitas Terrena” atau “Civitas Diaboli” atau “City
of Die” atau “Negara duniawi/Negara setan”. Negara Tuhan bukanlah Negara dari dunia ini,
melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk
mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah adalah Gereja yang “mewakili”
Tuhan. Selain itu, Negara Tuhan menginginkan adanya keadilan bagi rakyat, sementara negara
duniawi/negara setan adalah Negara yang dipimpin oleh dictator yang tidak mementingkan
kepentingan rakyat.
Teori Negara menurut Machiavelli ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari filsuf
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1932-1704) dan JJ Rosseau (1712-1778).
Para filsuf ini mengartikan Negara sebagai suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian
masyarakat secara bersama-sama. Artinya, untuk mencegah terjadinya hokum rimba, di mana
yang kuat akan semakin kuat dan menindas yang lemah, dibutuhkan suata organisasi yang
memiliki unsur pimpinan dan aturan yang akan menertibkan kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat mengadakan perjanjian dan membentuk suatu organisasi negara dan
mengangkat pimpinan yang dianggap layak untuk menjadi panutan mereka.
Pada zaman modern, konsep Negara dipelopori oleh Rogert Saltou (1961) serta Harold J
Lasky (1974) yang intinya menyatakan bahwa “negara adalah organisasi bangsa” atau “state is
a organization of nation”. Negara bertujuan untuk melindungi warga negaranya berdasarkan
atas kekuasaan yang dimilikinya. Berdasarkan konsep Negara pada zaman modern, maka
konsep negara memiliki 2 pengertian yaitu :
Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati rakyatnya.
b. Negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang
memiliki lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik
dan berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalisme.
Berkaitan dengan pernyataan yang menyatakan, bahwa Negara sebagai organisasi
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya, maka Negara memiliki sifat
memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua. Memaksa artinya memiliki kekuasaan
untuk menyelenggarakan ketertiban dengan menggunakan kekerasan fisik secara legal.
Monopoli artinya memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak
untuk melarang sesuatu yang bertentangan dan menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat. Mencakup semua artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk
semua orang tanpa kecuali.
D. Integrasi Nasional
Pengertian Integrasi
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Integrasi memiliki 2 (dua pengertian, yaitu (1) pengendalian terhadap konflik
dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu dan (2) membuat suatu
keseluruhan dan menyatakan unsur-unsur tertentu. Merujuk pada pengertian kedua,
mengintegrasikan berarti menyatukan unsure-unsur yang ada.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), kata integrasi mempunyai arti pembaharuan
atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat . Berintegrasi artinya berpadu
(bergabung agar menjadi satu kesatuan yang utuh). Kata “mengitegrasikan” berarti membuat
untuk atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah
pisah.
Wriggins (1992) menyatakan bahwa integrasi berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda
dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-
masyarakat kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihat sebagai
peralihan dari masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.
Istilah integrasi nasional memmpunyai dua macam pengertian, yaitu :
Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke
dalam satu kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional, dan
Warga Negara
Penduduk
Kewarganegaraan
Cogan & Derricott (1998) mendefenisikan kewarganegaraan sebagai “a set
characteristics
of being a citizen”. Kewarganegaraan menunjuk pada seperangkat karakteristik dari seorang
warga. Karakteristik atau atribut kewarganegaraan (attribute of citizenship) itu meliputi (a)
sense of identifity (perasaan akan identitas), (b) the enjoymentof certain rights (pemilikan hak-
hak tertentu), (c) the fulfillment of corresponding obligations (pemenuhan kewajiban-
kewajiban yang sesuai) (d) a degree of interest and involvement in public affair (tingkat
ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah public), dan (e) an acceptance of basic values
( penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar).
Pendapat lain menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah bentuk identitas yang
memungkinkan individu-individu merasakan makna kepemilikan, hak dan kewajiban sosial dalam
komunitas politik (negara). Hubungan antara rakyat dan negara berdasarkan asas resiprokalitas hak
dan kewajiban (Kalidjernih, 2007). Dalam kamus Maya Wikipedia dikatakan kewarganegaraan
merupakan keanggotaan dalam komunitas politik (yang dalam sejarah perkembangannya diawali
pada negara kota, namun sekarang ini telah berkembang pada keanggotaan suatu negara) yang
membawa implikasi pada kepemilikan hak untuk berpartisipasi dalam politik.
Menghasilkan rasa kepemilikan terhadap komunitas baru (negara) termasuk kepemilikan akan nilai-
nilai bersama komunitas ,
Memunculkan aneka peran, partisipasi dan bentuk-bentuk keterlibatan lain pada komunitas negara,
dan
Timbulnya hak dan kewajiban antara keduanya secara timbal balik.
Menurut hukum Indonesia, dalam hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Arti kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara. Jika selama ini dipahami bahwa bentuk-bentuk hubungan
tersebut hanya melahirkan hak dan kewajiban secara timbal balik maka sesungguhnya lebih dari itu.
Seperti telah dikemukakan diatas, kewarganegaraan memunculkan sejumlah karakteristik, atribut
atau elemen yakni adanya identitas yakni adanya identitas, hak, kewajiban, partisipasi, dan
penerimaan terhadap nilai bersama (Cogan & Derricot, 1998).
Kewarganegaraan dapat dipahami dalam tiga status, Pertama, status legal yakni memiliki hak
dan perlindungan dari negara. Kedua, status sebagai agen politikal yang melahirkan aneka partisipasi
dalam berbagai pranata politik. Ketiga, status keanggotaan itu sendiri yang menghadirkan identitas
(Kalidjernih, 2010). Dewasa ini kewarganegaraan sebagai status hukum (legal) tampakanya lebih
mengemuka, sejalan dengan menguatnya entitas negara sebagai organisasi legal.
Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :
Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosilogis
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang
dengan negara atau kewarganegaraan sebagai status legal. Dengan adanya ikatan hukum
itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Bahwa orang tersebut berada di bawah
kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hokum seperti akte
kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan dan lain-lain
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan ikatan
emosional seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan
tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan orang yang bersangkutan.
Orang yang memiliki ikatan demikian merupakan kewarganegaraan dalam
arti sosiologis.
Dari sudut kewarganegaraan sosilogis, seorang dapat dipandang negara sebagai warga
negaranya sebab ikatan emosional, tingkah laku dan penghayatan hidup yang dilakukan
menunjukkan bahwa orang tersebut sudah seharusnya menjadi anggota negara itu. Akan tetapi, dari
sudut kewarganegaraan yuridis orang tersebut tidak memenuhi sebab tidak memiliki bukti
ikatan hukum dengan negara. Jadi, dari sisi kewarganegaraan sosiologis ada hal yang belum
terpenuhi yaitu persyaratan yuridis yang merupakan ikatan formal orang tersebut dengan negara. Di
sisi lain, terdapat orang yang memiliki kewarganegaraan dalam arti yuridis namun tidak memiliki
kewarganegaraan dalam sosiologis. Ia memiliki tanda ikatan hukum dengan negara tetapi ikatan
emosional dan penghayatan hidupnya sebagai warga negara tidak ada. Jadi, ada kalanya terdapat
seorang warga negara hanya secara yuridis saja sedangkan secara sosiologis belum memenuhi.
Adalah sangat ideal apabila seorang warga negara memenuhi persyaratan yuridis dan sosiologis
sebagai anggota dari sebuah negara.
Kewarganegaraan dalam arti formal dan material
Kewarganegaraan dalam arti materil menunjuk pada akibat dari status kewarganegaraan, yaitu
adanya hak dan kewajiban serta partisipasi warga negara. Kedudukan seseorang sebagai
warga negara akan berbeda dengan kedudukan seseorang sebagai orang asing.
C. Kewarganegaraan Indonesia
Tentang Warga Negara Indoensia
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tersebut tentang siapa yang
menjadi warga negara Indonesia, dinyatakan bahwa warga negara Indonesia adalah :
Setiap orang yang berdasarkan peraturan perudang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara lain sebelum undang-
undang ini berlaku menjadi Warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seseorang ayah dan ibu warga Negara
Indonesia;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara Indonesia dan
ibu warga Negara asing;
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga Negara asing dan ibu
warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
Anak yang lahir dari tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga Negara Indonesia;
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara Indonesia
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga Negara asing yang
diakui oleh seorang ayah warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
dan/atau belum menikah;
Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah
dan ibunya tidak diketahui;
Anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari Negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraan,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia;
Anak warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga Negara Indonesia; dan
Anak warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga Negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai warga Negara Indonesia.
Tentang Pewarganegaraan
Pewarganegaraan secara luas dapat diartikan sebagai cara atau upaya orang dalam
memperoleh status sebagai warga negara suatu negara. Pewarganegaraan dikenal dengan
istilah naturalisasi. Setiap negara memiliki ketentuan tentang cara-cara bagaimana orang
dapat menjadi warga negara di negara tersebut. Negara Indonesia juga memiliki ketentuan
mengenai cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Sedangkan pewarganegaraan secara sempit merupakan salah satu cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia. Menurut undang-undang, yang dimaksud pewarganegaraan
adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui permohonan.
Tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia menurut Undang-Undang
No. 12 Tahun 2006, antara lain :
Melalui permohonan, yaitu tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia. Permohonan pewarganegaraan data diajukan oleh pemohon jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
Pada waktu mengajukan permohonan sesudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
Sehat jasmani dan rohani
Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undnag-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) Tahun atau lebih
Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda.
Mempunyai pekerjaan dan/ atau berpenghasilan tetap.
Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Melalui pernyataan, yaitu warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang. Pernyataan
sebagaimana yang dimaksud dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal
di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling
singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan
tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Melalui pemberian kewarganegaraan. Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik
Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan
Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut
mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.
Contoh, orang asing yang telah berjasa dalam bidang olah raga di suatu negara maka
diberi kewarganegaraan negaratersebut yang menjadikan ia warga negara istimewa.
Melalui pernyataan untuk memilih kewarganegaraan. Ketentuan ini berlaku bagi anak yang
sudah berumur 18 tahun atau telah kawin atau anak yang memenuhi criteria di bawah ini :
1. Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia
18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetapi diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah
sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut memiliki kewarganegaraan
ganda. Akan tetapi, setelah berumur 18 tahun atau kawin, ia harus memiliki
kewarganegaraan. Apakah ia memilih berkewarganegaraan asing ataukah
berkewarganegaraan Indonesia.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, ORANG TUA,
MASYARAKAT DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 5
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memproleh pendidikan yang bermutu
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyrakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus
Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjat hayat.
Pasal 6
Setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar
Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 7
Orang tua berhak berperan serta dalam meilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar
kepada anaknya.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi
program pendidikan
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah dan pemerintahan daerah berhak mengarahkan, membimbing,
membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima
belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama;
Mendapatkan pelayanan pendidikan seusai dengan bakat, minat dan kemampuannya;
Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu mebiayai
pendidikannya;
Mendapat biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya;
Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan
Setiap peserta didik berkewajiban :
Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan;
Ikut menaggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturanperundang-undangan
yang berlaku.
Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Bentuk hubungan warga negara dengan negara pada dasarnya tidak hanya memuat hak
dan kewajiban secara timbal balik, namun juga memuat bentuk-bentuk partisipasi warga
negara. Partisipasi juga merupakan elemen atau atribut dari kewarganegaraan (atribut of
citizenship).
Apabila kita membaca secara keseluruhan isi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional maka partisipasi warga negara dalam pendidikan dimuat
dalam beberapa pasal. Contohnya, dalam Pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Pendidikan sebagai berikut.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organissi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan
Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Undang-undang yang lain juga memuat perihal hak, kewajiban dan peran serta warga
negara. Misalnya, dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
PenanggulanganBencana. Perihal hak dan kewajiban serta partisipasi (peran serta warga
negara) dimuat dalam beberapa pasal. Contoh :
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 26
Setiap orang berhak :
Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat
yang rentan bencana;
Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulan bencana
Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan
bencana.
Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan program
penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
Berpartsipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan
bencana, khususnya yang berkaitan dengan komunitasnya, dan
Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan
penanggulangan bencana.
Seorang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang
disebabkan oleh kegagalan konstruksi.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 27
BAB VI
PERAN LEMBAGA USAHA DAN
LEMBAGA INTERNASIONAL
Bagian Kesatu
Peran Lembaga Usaha
Pasal 28
Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan
penanggulanganbencan, baik secara tersendiri maupun secara bersam dengan pihak
lain
Pasal 29
(1) Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan penyelenggaraan
penaggunalangan bencana
Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan
yang diberi tugas melakukan penaggulangan bencan serta menginformasikannya
kepada public secara transparan.
Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencan.
Berdasrkan dua contoh di atas menunjukkan bahwa si materil
kewarganegaraan Indonesia memuat elemen hak, kewajiban dan partisipasi (peran
serta) warga negara. Hanya saja secara umum pemuatan hak dan kewajiban warga
negara lebih banyak dibandingkan pengaturan tentang partisipasi warga negara. Hal
demikian dikarenakan pemahaman tentang kewarganegaraan lebih banyak
menekankan pada kewarganegaraan sebagai status legal formal dimana hak yang
utama dan kewajiban menjadi elemen utama. Hal demikian juga sejalan dengan
penguatan konsep negara hukum dewasa ini.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kapan seseorang dikatakan apatride dan
kapan seseorang bipatride? Untuk memahaminya dapat dilihat dari skema berikut :
Apatride
Bipatride
Dari skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : Orang Amerika Serikat (negara
penganut asas tempat lahir/ius soli) pergi ke China (negara penganut asas keturunan/ius
sanguinis) dan melahirkan anak di China, sang anak tidak diakui sebagai warga negara
Amerika karena dia tidak dilahirkan di AS yang menganut asas tempat lahir. Sebaliknya sang
anak juga tidak diakui sebagai warga negara China yang menganut asas keturunan karena
orang tuanya bukan orang China. Artinya sang anak menjadi apatride (tidak memiliki
kewarganegaraan).
Sebaliknya, orang China (negara penganut asas keturunan/is sangunis) pergi ke AS
(negara penganut asas tempat lahir/ius soli) dan melahirkan anak di AS. Sang anak diakui
sebagai warga negara AS karena lahir di AS. Di sisi lain, sang anak juga diakui sebagai warga
negara China karena orang tuanya keturunan warga negara China. Artinya, sang anak menjadi
bipatride (memiliki dua kewarganegaraan).
Untuk mengatasi problem status kewarganegaraan ini, jika anak berada dalam kondisi
apatride, maka orang tua sang anak harus segera memohon, mengurus, dan meminta
kewarganegaraan dari negara yang diinginkannya untuk sang anak. Jika anak dalam kondisi
bipatride, maka yang bersangkutan boleh memiliki kewarganegaraan ganda sampai berusia
17 tahun atau belum menikah, setelah itu yang bersangkutan mutlak harus memilih atau
melepaskan salah satu kewarganegaraan yang dia miliki. Olehnya, dia memiliki dua hak yakni
hak opsi dan hak repudiasi. Hak opsi adalah hak untuk memilihsalah satu kewarganegaraan
dan hak repudiasi adalah hak untuk menolak satu kewarganegaraan lainnya.
BAB
NEGARA DAN KONSTITUSI
A. Konstitusionalisme
Gagasan tentang Konstitusionalisme
Konstitusi merupakan hukum dasar sebuah negara. Dasar-dasar penyelenggaraan
bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar. Penyelenggaraan bernegara
Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dapat dicermati dari kutipan kalimat
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai berikut :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:…”
Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional
(constitutional state). Constitutional state merupakan salah satu ciri negara demokrasi
modern. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai negara konstitusional maka
konstitusi negara tersebut harus memenuhi sifat atau ciri-ciri dari konstitusionalisme
(constitusionalism). Jadi, negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang
konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan atau paham.
Di negara demokrasi, pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang menjamin
sepenuhnya kepentingan rakyat, serta hak-hak dasar rakyat. Disamping itu pemerintah dalam
menjalankan kekuasaannyaperlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak
sewenang-wenang, serta benar-benar untuk kepentingan rakyat. Mengapa kekuasaan perlu
dibatasi? Kekuasaan perlu dibatasi karena kekuasaan itu cenderung untuk disalahgunakan dan
disewenang-wenangkan. Ingat hukum besi kekuasaan dari Lord Acton yang mengatakan
bahwa “power tends corrupt and absolut power corrupts absolutely” (kekuasan cenderung
untuk menjadi sewenang-wenang dan dalam kekuasaan yang mutlak kesewenang-wenangan
juga cenderung mutlak).
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan yang
terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi
(hukum dasar atau hukum undang-undang dasar negara). Konstitusi atau undang-undang
dasar negara mengatur dan menetapkan kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga
kekuasaan pemerintahan negara efektif untuk kepentingan rakyat, serta tercegah dari
penyalahgunaan kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa
kekuasaan pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak
dilanggar.
Gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi, serta hak-hak dasar rakyat dijamin
dalam suatu konstitusi negara dinamakan konstitusionalisme. Carl J. Friedrich berpendapat
“konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas
yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk pada beberapa pembatasan yang
dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan
tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang
dimaksud termaktub dalam konstitusi” (Taufiqurrohman Syauri, 2004).
Oleh karena itu, suatu negara demokrasi harus memiliki dan berdasar pada suatu
konstitusi, apakah itu bersifat naskah (written constitution) atau tidak bersifat naskah
(unwritten constitution). Akan tetapi, tidak semua negara yang berdasar pada konstitusi
memiliki sifat konstitusionalisme. Di dalam gagasan konstitusionalisme, undang-undang dasar
sebagai lembaga mempunyai fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan di
satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi warga negara (Mariam Budiardjo, 1977).
Jadi, dapat disimpulkan di dalam gagasan konstituisionalisme, isi daripada konstitusi negara
bercirikan dua hal pokok berikut ini.
Konstitusi itu membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya.
Konstitusi itu menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negara.
Konstitusi atau undang-undang dasar dianggap sebagai perwujudan hukum tertinggi
yang harus ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan
dalil “government by law, not by men” (pemerintahberdasrkan hokum bukan oleh manusia).
Pada permulaan abad ke-19 dan awal abad ke-20 gagasan mengenai konstitusionalisme
(kekuasaan terbatas dan jaminan hak dasar warga negara) mendapatkan perumusan secara
yuridis. Daniel S. Lev memandang konstitusionalisme sebagai paham “negara terbatas”. Para
ahli hokum Eropa Barat Kontinental, seperti Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl
memakai istilah Rechtsstaat. Sedangkanahli Anglo-Saxon, seperti A. V. Dicey memakai istilah
Rule of Law. Di Indonesia, istilah Rechtsstaat. dan Rule of Law biasa diterjemahkan
dengan istilah “Negara Hukum” (Mahfud MD, 1993).
Negara Konstitusional
Berbicara mengenai negara konstitusional, maka tidak terlepas dari sejarah panjang
mengenai asal usul dari negara itu sendiri. Masa Yunani kuno adalah sebuah permulaan
dimana sebuah kerangka negara mulai ada dengan meletakan fondasi hukum. Seperti
diketahui bahwa hubungan konstitusi dan negara memiliki keterkaitan yang sangat erat,
seperti dalam pengertian yang lampau dan sudah ada sejak dahulu bahwa konstitusi
merupakan keseluruhan sistem yang mengatur tentang hukum negara, yang kemudian hukum
tersebut mengatur fungsi dan kewenangan dari setiap kekuasaan yang ada, atau dalam
pengertian lain ialah kekuasaan pemerintah, hak yang diperintah, dan hubungan keduanya
yang kemudian diatur.
Setiap negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar. Namun tidak setiap negara
memiliki undang-undang dasar. Inggris tetap merupakan negara konstitusional (constitutional
state) meskipun tidak memiliki undang-undang dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas berbagai
aturan pokok yang timbul dan berkembang dalam sejarah bangsa tersebut. Konstitusi tersebar
dalam berbagai dokumen, seperti Magna Charta (1215), Bill of Right (1968), dan Parmilment
Act (1911). Konstitusi dalam kaitan ini memiliki pengartian yang lebih luas dari undang-
undang dasar.
Negara konstitusional bukan sekedar konsep formal, tetapi juga memiliki makna
normative. Di dalam gagasan konstitusionalisme konstitusi tidak hanya merupakan suatu
dokume yang menggambarkan pembagian dan tugas-tugas kekuasaan, tetapi juga
menentukan dan membatasi kekuasaan agar tidak dislahgunakan . Sementara itu, di lain pihak
konstitusi juga berisi jaminan akan hak-hak asasi dan hak dasar warga negara. Negara yang
menganut gagasan konstitusionalisme inilah yang disebut negara konstitusional (constitional
state).
Adnan Buyung Nasution (1995) menyatakan negara konstitusional pertama-tama
merupakan negara yang megakui dan menjamin hak-hak warga negara, serta membatasi dan
mengatur kekuasaannya secara hukum. Jaminan dan pembatasan yang dimaksud harus
tertuang dalam konstitusi. Jadi negara konstitusi bukanlah semata-mata negara yang telah
memiliki konstitusi. Perlu dipertanyakan lagi apakah konstitusi negara tersebut berisi
pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak-hak dasar warga negara.
B. Konstitusi Negara
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari istilah bahasa Perancis “constituer” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan suatu negara. Konstitusi juga dapat berarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan negara. Istilah konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau undang-
undang. Kata konstitusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut : (1)
segala ketentuan undang-undang dan aturan mengenai ketatanegaraan (2) undang-undang
dasar suatu negara.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menerjemahkna kata constitution (konstitusi) dengan
undang-undang dasar. Istilah undang-undang dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam
bahasa Belanda “Grondwet”. Dalam Bahasa Indonesia, grond berarti tanah dan wet
diterjemahkan sebagai undang-undang/peraturan. Di negara-negara yang menggunakan
bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai istilah constitution yang artinya konstitusi.
Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti lebih luas dari pada pengertian undang-
undang dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian undang-undang dasar.
Konstitusi juga dapat juga diartikan sebagai hukum dasar. Para pendiri negara kita
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan : “Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian hukum dasar negara kita. Undang-Undang Dasar
ialah hokum dasar yang tertulis sedang disampingnya Undang-Undang Dasar tersebut berlaku
juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipu tidak tertulis.” Adapun hukum dasar tidak
tertulis disebut konvensi (kesepakatan).
Dalam naskah rancangan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang dihasilkan oleh
BPUPKI sebelumnya juga menggunakan istilah hukum dasar. Barulah setelah disahkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 diubah dengan istilah Undang-Undang Dasar.
Terdapat beberapa defenisi konstitusi yang dikemukakan para ahli, yaitu :
Adapun tiga pengertian konstitusi menurut Herman Heller
Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan
politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang
selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah
mengandung pengertian yuridis
3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi
berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian konstitusi lebih luas dari Undang-Undang Dasar.
K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu
negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
Prof. Prajudi Atmosudirdjo merumuskan konstitusi sebagai berikut
Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa
yang bersangkutan.
Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan
bangsa Indonesia.
Konstitusi adalah cerminan dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu
bangsa.
Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak
tertulis.
Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hokum dasar tertulis, yaitu Undang-Undang
Dasar. Dalam pengertian ini, Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi atau hukum
dasar yang tertulis.
Konstitusi berlaku sebagai hukum dasar yang mengikat, berdasarkan atas kedaulatan
yang dianut oleh suatu negara. Jika suatu negara menganut paham demokrasi maka sumber
konstitusinya berasal dari rakyat dan apabila yang berlaku adalah paham kedaulatan raja,
maka rajalah yang menentukan berlaku atau tidaknya suatu konstitusi.
Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-
undang dasar mempunyai fungsi khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat semena-mena. Hak-hak warga
negara akan lebih dilindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme. Pada prinsipnya,
tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin
hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan
suatu negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang
sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu. Selain itu, konstitusi juga merupakan
ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta memberikan arahan kepada
generasi penerus bangsa dalam mengemudian suatu negara yang mereka pimpin.
Konstitusi dan konstitusionalisme di zaman sekarang merupakan keniscayaan bagi setiap
negara modern. Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau konsensus di antara mayoritas
rakyat mengenai pranata yang ideal berkenaan dengan negara. Jadi, kata kuncinya adalah
konsensus atau kesepakatan dasar bangsa yang bersangkutan. Jika kesepakatan itu runtuh,
maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan yang akhirnya pada
gilirannya akan terjadi suatu perang sipil (civic war) atau dapat juga suatu lain yang dibuat
oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar.
D. Ketatanegaraan Indonesia
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia diatur dalam UUD 1945. Dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang meliputi lembaga negara dari tingkat atas sampai ke
tingkat bawah yang meliputi : MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, BPK, MA,
MK, KY, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Lurah/Kepala Desa, RW dan RT. Lembaga-
lembaga tersebut berfungsi sebagai representasi dari suara dan tangan rakyat, sebab
Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi dikenal bahwa pemilik
kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat.
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak mulai berlakunya Undang-Undang Dasar
1945, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai dengan proses
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa perubahan sistem
pemerintahan. Indonesia terus mencari bentuk dan sistem pemerintahan yang ideal yang
relevan dengan struktur dan kondisi masyarakat seta kondisi wilayah (geografis)
Indonesia. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen, dalam sistem pemerintahannya
Indonesia menganut “quasi presidensial” artinya sistem yang merupakan gabungan dari
model presidensial dengan parlementer dimana presiden dan perdana menteri sama-
sama aktif dalam menjalankan pemerintahan negara sehari-hari. Kekuasaan presiden di
dalam UUD 1945 sebelum amandemen di bagi dalam tiga kekuasaan yaitu presiden
sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan sebagai mandataris (bertanggung
jawab) kepada MPR.
Setelah amandemen UUD 1945, maka sistem pemerintahan di Indonesia pun berubah
yang kemudian menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan
presidensial yang diadopsi oleh UUD 1945 pasca amandemen ini melahirkan lima prinsip
penting yaitu :
Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif
negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar;
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung (demokrasi) dan olehnya
itu secara politik presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR atau lembaga
parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat;
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum
apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
dan konstitusi;
Para menteri adalah pembantu Presiden dalam menjalankan roda pemerintahannya ;
Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensial
sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, maka
ditentukan masa jabatan seorang presiden maksimal dua periode (kurun waktu satu
periode selama lima tahun) dan setelah itu tidak boleh mancalonkan diri kembali
dengan jabatan yang sama.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berkaitan dengan kewenangan lembaga-
lembaga negara menganut konsep Trias Politica yaitu pemisahan kekuasaan atas tiga
lembaga negara. Mulanya, teori dicetuskan oleh John Locke yang membagi kekuasaan
pemerintahan negara menjadi tiga yaitu (1) Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk
membuat undang-undang; (2) Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan
undang-undang; (3) Kekuasaan federative yaitu kekuasaan menyatakan perang dan
damai. Berbeda dengan Monstesque, menyatakan bahwa kekuasaan negara harus di bagi
dan dilakasnakan oleh tiga badan atau lembaga yang berbeda dan terpisah satu dengan
yang lainnya, yaitu :
Badan Legislatif, memiliki tugas membuat undang-undang
Badan Eksekutif, memiliki tugas menjalankan undang-undang, dan
Badan Yudikatif, memiliki tugas mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang.
Selanjutnya, berdasarkan pemisahan/pembagian kekuasaan dari lembaga-lembaga
negara sebagaimana yang dijelaskan tersebut diatas terimplementasi dalam struktur
kelembagaan negara yang terbagi atas sistem ketatanegaraan Indonesia pra amandemen
dan pasca amandemen UUD 1945.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Sebelum mengalamai amandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga
tertinggi, lembaga tinggi negara serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang kemudian
dibawahnya ada lembaga tertinggi yakni MPR sebagai kedaulatan rakyat yang
diberikan kewenangan penuh oleh rakyat. MPR memberikan mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada lima lembaga tinggi yang
kedudukannya sejajar yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
UUD 1945
MPR
UUD 1945
Rakyat
Sistem Pemerintahan
Secara teoritis, sistem pemerintahan dibagi dalam dua klasifikasi besar yaitu sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Klasifikasi sistem
pemerintahan disebut sistem presidensial adalah apabila badan eksekutif berada di
luar pengawasan langsung badan legislatif . Sistem pemerintahan disebut sistem
parlementer adalah apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif
mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif.
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik dimana
kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu (1)
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-
pejabat pemerintah yang terkait, (2) Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat
memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa menjatuhkan, (3) Tidak ada status yang
tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif. Yang menjadi ciri-ciri
sistem pemerintahan parlementer adalah :
Badan legislatif atau parlemen merupakan satu-satunya badan yang anggotanya
dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum.
Anggota parlemen terdiri dari orang-orang yang berasal dari partai politik baik yang
bersangkutan merupakan kader maupun non kader partai politik yang
memenangkan pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilu
memiliki kans yang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di
parlemen.
Kabinet terdiri atas para menteri dan perdana menteri yang sekaligus sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen dengan tugas
melaksanakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada
pada kendali seorang perdana menteri yang juga sebagai kepala pemerintahan.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang
mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-
waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen
mengambil sikap “mosi tidak percaya” kepada kabinet.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala negara adalah
presiden dalam bentuk pemerintahan republik atau dalam istilah lain raja/sultan
dalam bentuk pemerintahan monarki. Kepala negara hanya berperan sebagai
symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
Sebagai perimbangan, parlemen dapat menjatuhkan kabinet sedangkan kepala
negara dapat membubarkan parlemen. Dengan demikian presiden atau raja atas
saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen yang kemudian dapat
dilakukan pemilihan umum guna membentuk parlemen yang baru.
Adapun dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung sebagaimana dalam sistem pemerintaham parlementer. Kedua badan
tersebut dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Presiden sebagai penyelenggara negara. Presiden dalam hal ini adalah sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen,
tetapi dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) yakni memilih langsung Kabinet
(dewan menteri) yang bertugas membantu presiden dalam menjalankan roda
pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Karena presiden tidak dipilih
oleh parlemen.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer
Parlemen memiliki kekuasaan legislative dan sebagai lembaga perwakilan.
Anggota parlemen dipilih langsung oleh rakyat.
Secara teoritis, sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan dan kelemahan.
Adapun yang menjadi kelebihan dari sistem presidensial diantaranya :
a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannyakarena tidak tergantung pada
parlemen
Masa jabatan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, di masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah
lima tahun sedangkan Presiden Filipina adalah enam tahun
Penyusunan program kerja cabinet, mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat
diisi oleh orang-orang luar termasuk anggota parlemen itu sendiri
Sedangkan kelemahan.dari sistem pemerintaham presidensial adalah :
Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat
menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggung jawaban kurang jelas
Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya merupakan hasil dari tawar
menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga yang terjadi keputusan tidak
tegas dan waktunya lama.
BAB
DEMOKRASI DAN
PENDIDIKAN DEMOKRASI
A. Hakikat Demokrasi
Sejarah Demokrasi
Lahirnya demokrasi melalui proses yang sangat panjang. Demokrasi hakikatnya lahir dari
beberapa hal yang melatar belakanginya diantaranya adalah :
Penindasan dan eksploitasi terhadap rakyat, utamanya eksploitasi tenaga dan pikiran rakyat
sehingga rakyat hanya punya kewajiban tanpa hak. Sebaliknya kedudukan
pemerintah/penguasa begitu luas dan besar sehingga yang nampak hanya memiliki hak
tanpa ada kewajiban;
Kondisi kehidupan masyarakat yang terdzholimi selalu mengakibatkan timbulnya konflik
dengan korban yang lebih banyak di pihak rakyat;
Kesjahteraan hanya bertumpu pada para penguasa sedangkan posisi rakyat dibiarkan hidup
melarat tanpa jaminan masa depan.
Kondisi sebagaimana digambarkan di atas menempatkan rakyat sebagai objek
penindasan oleh penguasa. Lama kelamaan rakyat yang tertekan ingin adanya sebuah solusi
dari kejumudan yang ada sehingga mengadakan pemberontakan untuk menggulingkan
kekejaman penguasa. Setelah itu, rakyat menciptakan sebuah konsep pemerintahan yang
langsung diawasi oleh rakyat. Maka disinilah cikal bakal pemerintahan demokrasi yang
kemudian berkembang hingga saat ini.
Jika dirunut, maka proses pertumbuhan dan perkembangan demokrasi dapat diuraikan
sebagai berikut :
Demokrasi Masa Yunani Kuno
Konsep demokrasi lahir di Yunani kuno dan di praktikkan dalam hidup bernegara antara
abad IV SM sampai abad VI M. Demokrasi yang dipraktikkan pada saat itu adalah
demokrasi langsung, artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan
seluruh rakyat atau warga negara yang jumlahnya kurang lebih 300.000 orang .
Demokrasi langsung dapat terselnggara pada waktu itu karena alasan :
Berlangsung dalam kondisi yang sederhana
Wilayahnya terbatas
3) Jumlah penduduknya sedikit
Adapun yang menjadi kelemahan dari demokrasi langsung di Yunani Kuno saat itu adalah
lapisan budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak punya hak suara dalam
pemilihan (ecclesia).
Demokrasi pada Abad Pertengahan
Gagasan sistem demokrasi di Yunani Kuno boleh dikatakan berakhir ketika bangsa
Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa pada Abad Pertengahan
(abad VI M samapai abad XII M yang dikenal sebagai Abad Kegelapan) yang dicirikan
dengan adanya :
Struktur masyarakat yang feudal
Kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama
Kehidupan politik ditandai oleh perbuatan kekuasaan di antara agam ditentukan oleh
elit-elit masyarakat (kaum bangsawan dan agamawan).
Selama abad pertengahan, perbedaan pendapat antara kalangan gereja dan ilmuwan
sering menimbulkan pertentangan yang tak terselesaikan. Misalnya, ketika pihak gereja
berpegang pada pendapat, bahwa dunialah yang dikitari matahari (geocentrism) dengan
berbagaialasan yang lebih didasarkan pada keimanan, Nicholas Copernicus (1473-1543),
seorang astronom dari Polandia melalui observasi empiric dan perhitungan matematika
yang cermat sampai pada kesimpulan yang menyatakan bahwa matahari merupakan
pusat yang dikitari oleh benda-benda nagkasa lainnya (heleocentrism). Sementara gereja
berpegang pada geocentrisme sebagai ajaran resmi, maka ajaran heleocentrisme
dianggap merupakan penyimpangan dan penganutnya dapat dikenakan hukuman
ekskomunikasi. Seorang pendeta Dominikan yang menganut pandangan Copernicus yaitu
Gioroano Bruno (1548-1600) dijatuhi hukuman bakar pada tiang pancang. Nasib serupa
dialami oleh filsuf Italia Lucilio Vanini (1585-1619)
Perkembangan Demokrasi Perancis
Demokrasi di Perancis dimulai pada awal abad XII M dengan ditandai munculnya pusat-
pusat belajar yang bisa dianggap sebagai cikal bakal perguruan tinggi. Mereka ini
kemudian membentuk sebuah perhimpunan yang disebut universitas magistromrum et
schofarum. Perhimpunan ini sangat penting artinya dalam sejarah pendidikan tinggi
karena berhasil mendapat pengukuhan statusnya yang otonom berdasarkan dekrit
pimpinan tertinggi gereja.
Perkembangan Demokrasi Melalui Magna Charta Tahun 1215 di Inggris
Selanjutnya tonggak baru kemunculan demokrasi yang ditandai dengan kelahiran Hak Asasi
Manusia melalui Magna Charta pada abad XII M di Inggris. Magna Charta merupakan
piagam yang berisi perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon di Inggris yang
intinya menyatakan, bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak. Hal ini terjadi
akibat kecaman terhadap monarkhi dan gereja yang awal pada masa itu masih sangat
dominan. Dari sinilah muncul gagasan memberikan batasan kekuasaan pemerintah dan
menjamin hak-hak politik rakyat dengan cara membagi kekuasaan pemerintah dengan
kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hokum sebagaimana yang dianut oleh sistem
konstitusional.
Demokrasi pada masa Renaissance
Renaissance merupakan sebuah gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra
dan budaya Yunani Kuno berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang
dimulai di Italia pada abad XII M dan mencapai masa puncaknya pada abad XVI M. Masa
Renaissance adalah masa di mana orang mematahkan ikatan dan menggantinya dengan
kebebasan bertindak yang sesuai dengan yang dipikirkan atau dengan kata lain masa
kebebasan dalam berpikir dan bertindak.
Reformasi Gereja
Reformasi Gereja merupakan gerakan revolusi agama yang terjadi di Eropa sekitar abad
XVI M yang bertujuan untuk menata keadaan dalam gereja Katolik yang hasilnya adalah
Protestanisme yakni ajaran dari Martin Luther yang hidup pada tahun 1483-1546.
Reformasi pada pintu gereja Katolik Wittenberg di tanggal 31 Oktober 1517, yang
kemudian memancing terjadinya serangan gereja. Marthin Luther memiliki keyakinan
bahwa gereja telah keliru dalam beberapa kebenaran sentral dari ke Kristenan yang
diajarkan dalam Kitab Suci yang salah satunya adalah doktrin (ajaran) tentang
pembenaran oleh iman semata. Martin Luther mulai mengajarkan, bahwa keselamatan
sepenuhnya ad lah pemberian dari anugerah Allah melalui Kristus yang diterima oleh
iman. Yang intinya, seruan Marthin luther kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-
ajaran AlKitab telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen.
Dari dua kejadian tersebut (renaissance dan reformasi gereja) yang akhirnya
mempersiapkan Eropa masuk pada fase Aufkarlung (abad pemikiran) dan rasionalisme
yang mendorong mereka untuk memerdekakan pemikiran dari batas-batas yang
ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) yang selanjutnya
melahirkan berbagai macam hak bagi manusia.
Pengertian Demokrasi
Secara etimologi, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat
atau penduduk yang mendiami suatu tempat tertentu dan “cratein” atau “cratos” yang berarti
pemerintahan atau kekuasaan sehingga secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara
dimana dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan berada ditangan rakyat atau dalam hal ini
pemerintahan rakyat. Adapun konsep pemerintahan rakyat mengandung beberapa pengertian
sebagai berikut :
a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people) yakni hal-hal yang berhubungan
dengan pemerintahan yang sah dan tidak sah;
Pemerintahan oleh rakyat (government by the people) yakni dimana kekuasaan yang
dijalankan atas nama dan dalam pengawasan rakyat;
Pemerintahan untuk rakyat (government for the people) yakni dimana kekuasaan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Secara terminologi, demokrasi pada hakikatnya merupakan suatu perencanaan
isntitusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu tersebut
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara memperjuangkan kompetisi atas suara rakyat
(Schunpter, 1950). Pendapat lain tentang demokrasi terjadi sejauh para pembuat keputusan
kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan
berkala didalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hamper
semua penduduk dewasa berhak meberi suara (Samuel Huntington, 2001). Lebih lanjut,
demokrasi diartikan dengan pemerintahan oleh rakyat, di mana kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di
bawah sistem pemilihan bebas (Revietch, 1991)
Dengan demikian demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal. Demokrasi
itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk, sehingga melahirkan berbagai
sebutan tentang demokrasi, seperti demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi
terpimpin, demokrasi liberal dan sebagainya.
Adapun demokrasi yang banyak dipraktikkan sekarang ini adalah demokrasi
konstitusional dimana cirri khasnya adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya oleh
konstitusi dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah ini tercantum dalam konstitusi (Miriam
Budiardjo, 1986). Demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga
suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, yang karenanya juga mengandung unsur-
unsur moral. Kemudian, demokrasi semakin berkembang dan melengkapi berbagai aspek
seperti ekonomi, pendidikan, pengajaran, organisasi dan lain sebagainya.
Pengambilan keputusan dalam alam demokrasi dilakukan dengan musyawarah, mufakat
atau dengan suara terbanyak (voting). Dalam musyawarah, setiap anggota harus memiliki
kebebasan dalam mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Kebebasan
berbicara dan berpendapat adalah “darah hidup” setiap demokrasi. Setelah musyawarah
dilaksanakan maka pengambilan keputusan dapat ditempuh dengan mufakat suara bulat
(musyawarah untuk mufakat) atau dengan suara terbanyak. Prinsip utama dalam pengambilan
keputusan ini adalah bahwa keputusan harus ditentuakan oleh mayoritas anggota tanpa
mengabaikan kepentingan minoritas sebagaimana yang dikemukakan (Ravietch, 1991). Dalam
budaya poltik masyarakat Indonesia baik pada tataran pemerintah yang paling bawah maupun
pada pemerintahan tertinggi, maka prinsip demokrasi yang senantiasa digunakan adalah
musyawarah untuk mufakat dalam kekeluargaan.
B. Demokratisasi
Demokratisasi adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada setiap
kegiatan politik kenegaraan. Tujuannya adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan
demokrasi. Demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada sistem pemerintahan yang
lebih demokratis.
Demokratisasi melalui beberapa tahapan, yaitu :
Tahapan pertama adalah pergantian dari penguasa nondemokrasi ke penguasa demokrasi.
Tahapan kedua adalah pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi
Tahapan ketiga adalah konsolidasi demokrasi
Tahapan keempat adalah praktik demokrasi sebagai budaya politik bernegara.
Demokratisasi berarti proses menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga sistem politik
demokratis dapat terbentuk secara bertahap. Nilai-nilai demokrasi dianggap baik dan positif bagi
setiap warga. Oleh karena itu, setiap warga menginginkan tegaknya demokrasi di negara. Nilai atau
kultur demokrasi penting untuk tegaknya demokrasi di suatu negara.
Adapun nilai (kultur) demokrasi sebagaimana yang dikemukakan oleh :
Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (1977) menyebutkan adanya delapan nilai delapan demokarasi
yaitu :
Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela
Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah
Pengantian penguasa dengan teratur
Penggunaan paksaan sesedikit mungkin
Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman
Menegakkan keadilan
Memajukan ilmu pengetahuan
Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan
Sedangkan Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur atau nilai-nilai demokrasi yaitu (1)
toleransi, (2) kebebasan mengemukakan pendapat, (3) menghormati perbedaan pendapat, (4)
memahami keanekaragaman dalam masyarakat, (5) terbuka dan komunikasi, (6) menjunjung nilai dan
martabat kemanusiaan, (7) percaya diri, (8) tidak menggantungkan pada orang lain, (9) saling
menghargai, (10) mampu mengekang diri, (11) kebersamaan, dan (12) kesimbangan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi sebagaimana yang dipaparkan diatas merupakan
sikap dan budaya yang mestinya dimiliki setiap warga negara, karena nilai demokrasi merupakan
bagian terpenting yang diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Demokrasi
tidak serta merta akan datang, muncul/terwujud, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara jika budaya demokrasi tidak ditanamkan sejak
dini sehingga dapat terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian sebagaimana yang dimaksud diatas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa
demokrasi yang semula merupakan bentuk pemerintahan dan sistem politik kemudian telah
berkembang sebagai suatu pandangan hidup berdemoktaris. Sedangkan demokratisasi adalah
serangkaian upaya atau sebuah proses yang dilakukan secara berkesinambungan (suistinable) menuju
terwujudnya kehidupan yang demokratis.
Selain adanya nilai-nilai demokrasi dalam mewujudkan sebuah sistem politik demokrasi maka
dibutuhkan pula perangkat berupa lembaga-lembaga demokrasi yang berfungsi menopang sistem
tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mirriam Budiardjo (1977) bahwa untuk melaksanakan
nilai-nilai demokrasi maka diperlukan sebuah penyelenggaraan lembaga-lembaga, diantaranya :
Pemerintahan yang bertanggung jawab
Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan dan kepentingan dalam masyarakat yang
dipilih melalui pemilihan umum yang yang berasaskan jujur dan adil (Jurdil) serta langsung,
umum, bebas dan rahasaia (Luber). Yang kemudian dewan tersebut merupakan representasi dari
rakyat yang bertugas mengawasi pemerintah.
Suatu organisasi politik yang mencakup lebih dari satu partai (sistem dwi partai atau multi partai).
Dalam hal ini partai melakukan hubungan secara kontinyu terhadap masyarakat dalam
membangun sepemahaman untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang memiliki gagasan/ide,
serta kemampuan untuk membawa bangsa dan negara semakin maju.
Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat (kebebsan pers)
Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak asasi manusia dan mempertahankan keadilan.
Dengan demikian, dapat dianalisis bahwa demokrasi bisa berjalan dengan baik maka setidaknya
ada dua hal penting yang harus dipenuhi diantaranya :
Tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai demokrasi yang terwejantahkan dalam bentuk sikap, pola
hidup masyarakat serta penyelenggaraan negara dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara
dalam hal ini terbangunnya kultur demokrasi.
Terbentuk dan berjalan dengan baik lembaga-lembaga demokrasi dalam sebuah sistem politik dan
pemerintahan dalam hal ini berjalannya struktur demokrasi.
Dari dua hal penting tersebut yakni kultur dan struktur memiliki keterkaitan dan menjadi penentu.
Nilai-nilai demokrasi yang telah tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat yang tersalurkan ke dalam
lembaga-lembaga demokrasi agar terwujud sistem pemerintahan yang demokratis. Serta adanya
lembaga-lembaga demokrasi juga didasari oleh adanya nilai demokrasi. Suatu negara yang telah
memiliki lembaga-lembaga demokrasi, namun masyarakatnya masih jauh dari sifat dan sikap
demokratis maka lembaga-lemabaga tersebut gagal dalam menjalankan perannya. Karena salah satu
tugas lembaga-lembaga demokrasi yaitu sebgai lembaga yang memiliki peran dalam memberikan
pendidikan politik yang baik.
C. Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah panjang ketatanegaraan negara Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah
abad, perkembangan demokrasi mengalami fluktuasi (pasang surut). Masalah pokok yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan
membangun kehidupan sosial politik yang demokratis dalam masyarakat yang plural.
Masa fluktuasi demokrasi di Indonesia pada hakikatnya dapat dibagi dalam lima periodesasi,
diantaranya :
Periode di tahun 1945 – 1949 dengan sistem Demokrasi Pancasila
Dalam periode ini pemerintah Demokrasi Pancasila sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena keaadaan negara pada saat itu masih
darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang semula berfungsi sebagai embantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR.
Sistem kabinet yang sesmestinya sistem Presidensial dalam pelaksanaannya berubah menjadi
sistem Parlementer seperti yang berlaku dalam Demokrasi Liberal yang dianut oleh Amerika
Serikat.
Periode di tahun 1949 – 1959 dengan sistem Demokrasi Parlementer
Pada periode ini, peranan parlemen dan partai politik sangat menonjol. Dalam periode ini berlaku
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Pada masa ini pula, Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Pemerintah dijalankan oleh
Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambing. Selanjutnya, RIS ditolak oleh rakyat
Indonesia sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan kembali ke
Negara Kesatuan dengan menggunakan UUD Sementara 1950. Kabinet pada sistem demokrasi
parlementer ini selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancer. Masing-
masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah berjalannya
selama hamper 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem
Demokrasi Parlementer tidak cocok diterapkan di negara ini. Akhirnya Presiden menganggap
bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
merintangi pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sehingga pada tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Periode di tahun 1959 – 1965 dengan sistem Demokrasi terpimpin
Dalam pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin merupakan sistem yang bertentangan dengan
amanat konstitusional. Periode ini dikenal dengan periode Orde Lama. Presiden Soekarno
menjabat sebagai “Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan
presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945
yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965
(G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
Periode 1965 – 1998 dengan sistem Demokrasi Pancasila (Orde Baru) Demokrasi Pancasila Era Orde
Baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Periode ini
dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila
dandikembalikan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya, sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presiden yang tidak
dibatasi periodenya maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehingga terjadilah
penyalahgunaan kekuasaan. Akibatnya adalah tumbuh suburnya budaya korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Kebebasan berbicara dibatasi, praktik demokrasi yang terkunkung oleh
intervensi kekuasaan dan Pancasila hanya dijadikan sebagai alat legitimasi politik serta lembaga
negara hanya berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah. Dengan akumulasi keadaan/kondisi
yang tidak menentu tersebut, maka muncullah gerakan reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa
yang menuntut reformasi (perubahan) dalam berbagai bidang. Yang hasil dari perjuangan
tersebut, dengan adanya pernyataan pengunduran diri yang dibacakan oleh Presiden Soeharto
sebagai penanda bahwa rezim orde baru telah berakhir.
Periode 1998 – sekarang dengan sistem Demokrasi Pancasila (Orde Reformasi)
Demokrasi Pancasila Era Reformasi berakar pada kekuatan multi partai yang berupaya
mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara. Demokrasi yang dikembangkan
pada masa reformasi ini adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,
dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yang dianggap tidak
demokratis, meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi negara dengan menegaskan fungsi
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata
hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Demokrasi
pada periode ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah
memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Dalam perkembangannya, pemerintahan fokus pada pembagaian kekuasaan antara presiden dan
parpol dalam DPR sehinggga rakyat terabaikan.
Dari uraian tersebut diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hakikatnya Negara Indonesia
menganut sistem Demokrasi Pancasila. Dalam sistem Demokrasi Pancasila menganut sistem
Musyawarah dan Mufakat dalam mengatasi berbagai macam problematika di negeri ini. Pemberlakuan
sistem demokrasi parlemen dan demokrasi terpimpin menjadi pengalaman sejarah sistem kenegaraan
kita, bahwa kedua sistem tersebut ternyata tidak cocok diterapkan di Indonesia. Namun demikian
sistem demokrasi Pancasila yang diimplementasikan masih terjadi peryimpangan, akan tetapi hal
tersebut bukan dari sistemya, namun berasal dari “manajemen” yang melaksanakannya. Jika rujukannya
tetap mengacu kepada nilai sistem demokrasi Pancasila yang murni dan konsekuen maka Indonesia
akan menjadi negara besar yang mencakup bukan hanya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi
semata akan tetapi juga dapat dilihat dari karakter yang dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
Dalam penerapan sistem demokrasi Pancasila di Indonesia disesuaikan dengan nilai-nilai yang
telah mengakar yakni nilai-nilai sosial budaya bangs Indonesia. Untuk memehami secara lengkap dan
utuh mengenai Demokrasi Pancasila maka ada dua indikator (alat ukur) yang saling melengkapi, hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sihimbing (1984:9) yaitu :
Alat pengkur yang konsepsionil
Alat ukur ini dipahami bahwa demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai dan
diintegrasikan dengan sila-sila Pancasila yang artinya bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi
haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, mampu mempersatukan bangsa serta dimanfaatkan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjabaran tersebut lebih bersifat formalistic dan
sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 atau pearaturan perundang-undangan lainnya.
Alat pengukur tingkat laku
Alat pengukur tingkah laku atau dalam hal ini yang bersifat nilai-nilai budaya (kebudayaan) yaitu
berupa tingkah laku yang bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Pengertian demokrasi
melalui alat pengukur kedua ini melengkapi uraian melalui alat pengukur pertama karean
memberikan struktur informal terhadap demokrasi Pancasila. Perpaduan antara kearifan dan
kebijaksanaan merupakan cirri khas dalam demokrasi Pancasila.
Adapun secara skematis kelembagaan negra Republik Indonesia menurut UUD 1945 yang
dianut saat ini adalah sebagai berikut :
UUD 1945
BPK
Presiden DPR MPR DPD MA MK
Kementerian
KPU Bank Negara
Sentral Badan-badan lain KY
Dewan yang fungsinya
Pertimbangan berkaitan dengan
keuasaan
Perwakilan TNI/Polri kehakiman
BPK Provinsi
Pemerintah Lingkungan
Hak asasi pribadi (personal rights), misalnya hak kemerdekaan, hak menyatakan
pendapat, hak memeluk agama.
Hak asasi politik (political rights), yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara. Misalnya,
memilih dan dipilih, hak berserikat, hak berkumpul
Hak asasi ekonomi (property rights), misalnya hak memiliki sesuatu, hak mengadakan
perjanjian, hak bekerja, hak mendapat hidup layak,
Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights), mislanya mendapatkan
pendidikan, hak mendapat santunan, hak pension, hak mengembangkan kebudayaan,
hak berekspresi.
Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hokum dan pemerintahan (rights of
legal equality).
Hak untuk mendapat perlakuan sama dalam tata cara peradilan dan perlindungan
(prosedural rights).
HAM di Indonesia
Potret bangsa Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai-nilai budaya yang menjadi
warisan dari leluhur, menjadikan Indonesia sebagai negara yang begitu terpandang di mata
dunia sebagai sebuah negara yang warganya ramah tamah, rukun, saling bergotong royong,
saling hormat menghormati dan senantiasa bersatu padu dalam sebuah bingkai Bhineka
Tinggal Ika. Namun begitu ironi, jika dibandingkan dengan kondisi Indonesia saat ini yang
lebih dikenal dengan kekerasan, melanggar niali-nilai HAM serta merendahkan peradaban.
Kondisi tersebut tentunya tidak boleh terus berlanjut, harus ada upaya preventif (pencegahan)
serta pengembalian harkat martabatnya sebagai sebuah bangsa yang besar dan berbudaya
serta menjunjung tinggi HAM.
Agar mencapai tujuan nilai yakni melindungi HAM setiap warga negara, maka negara
Indonesia harus kembali kepada produk hukum yang mengatur tentang HAM. Adapun produk
hukum tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya diantaranya
yaitu:
Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama
Hal tersebut dapat di lihat pada alinea pertama yang berbunyi “Bahwa sesunggunya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa….”. Dari kutipan tersebut mengandung makna
bahwa bangsa Indonesia mengakui adanya hak untuk merdeka atau bebas dari belenggu
penjajahan baik fisik maupun non fisik. Hanya saja jika dalam UUD 1945, mengenai HAM
di Indonesia berpaham kolektivitas yang nampak dari penggalan kalimat dari hak setiap
“bangsa” untuk merdeka. Sedangkan HAM di Barat, lebih bersifat individual.
Pembukan UUD 1945 Alinea Keempat
Dalam hal ini, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila mengandung pemikiran
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua status,
yakni manusia sebagai makhluk individu (pribadi) dan manusia sebagai makhluk sosial
(bermasyarakat). Oleh karenanya, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang
lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain. Ketetntuan ini juga berlaku tidak hanya manusia
sebagai makhluk probadi dan sosial, namun juga berlaku bagi setipa organisasi pada
tataran manapun terlebih dalam tataran negara dan pemerintah.
Batang Tubuh UUD 1945
Dalam rumusan hak tersebut mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya yang diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 didalam UUD 1945. Akan
tetapi, rumusan-rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya
dirumuskan secara singkat dan hanya menjelaskan secara garis besarnya saja.
Rumusan baru tentang HAM tertuang dalam Pasal 28 A-J UUD 1945 hasil amandemen I
tahun 1999. Dengan penambahan rumusan HAM ini tidak hanya semata-mata atas
kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan HAM yang semakin penting,
melainkan juga merupakan salah satu syarat negara hokum. Dengan instumen HAM dapat
menjadi salah satu indikator untuk mengukur tingkat peradaban, tingkat demokrasi serta
tingkat kemajuan sebuah negara.
Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Selain UUD 1945, Undang-Undang yang mengatur tentang HAM di Indonesia adalah
Undnag-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Berikut hak-hak yang diatur
sebagaiama tertuang dalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 diantarnya :
Hak untuk hidup sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, yang meliputi (a) hak untuk
hidup dan meningkatkan taraf kehidupan; (b) hak untuk hidup tenteram, aman dan
damai; (c) lingkungan hidup yang layak.
Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan sebagaimana yang diatur dalam Pasal
10, yang meliputi hak untuk membentuk suatu keluarga melalui perkawinan yang sah
Hak untuk mengembangkan diri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 – 16, yang
meliputi (a) hak untuk pemenuhan kebutuhan dasar; (b) hakpengembangan diri; (c)
hak atas manfaat IPTEKS; dan (d) hak atas komunikasi dan informasi.
Hak memperoleh keadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17-19, yang meliputi (a)
hak perlindungan hukum; (b) hak atas keadilan dalam proses hokum; (c) hak atas
hukuman yang adil.
Hak atas kebebasan pribadi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 – 27, yang meliputi
(a) hak untuk bebas dari perbudakan; (b) hak atas keutuhan pribadi; (c) kebebasan
memeluk agama dan keyakinan politik; (d) kebebasan untuk berserikat
dan berkumpul; (e) kebebasan untuk menyampaikan pendapat; (g) hak atas status
kewarganegaraan; dan (h) hak kebebasan untuk bergerak.
Hak atas rasa aman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 – 35, yang meliputi (a) hak
untuk mencari suaka; (b) hak perlindungan diri pribadi.
Hak atas kesejahteraan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 – 42, yang meliputi
(a) hak milik; (b) hak atas pekerjaan; (c) hak untuk bertempat tinggal secara layak; (d)
hak jaminan sosial; dan (e) perlindungan bagi kelompok rentan.
Hak turut serta dalam pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 – 42, yang
meliputi (a) hak pilih dalam pemilu; (b) hak untuk berpendapat.
Hak wanita sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 – 51, yang meliputi (a) hak
pengembangan pribadi dan persamaan dalam hokum; (b) hak perlindungan
reproduksi.
Hak anak sebagimana yang diatur dalam Pasal 52 – 66, yang meliputi (a) hak hidup anak;
(b) status warga negara anak; (c) hak anak yang rentan; (d) hak pengembangan
pribadi dan perlindungan hokum; dan (e) hak jaminan sosial.
Selanjutnya, UUD RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menyatakan,
bahwa “Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan
Peradilan Umum di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi
Pengadilan Negeri yang bersangkutan”.
Rule of Law atau Rechstaat memiliki padanaan makna yang berarti negara hukum. Negara
hokum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas
hukum. Negara berdasar hukum yaitu negara yang mana hukum menempati kedudukan
tertinggi (supreme) dalam suatu negara. Pada prinsipnya supremasi hukum tidak boleh
mengabaikan tige gagasan dasar hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian.
Agar hak-hak asasi itu betul-betul terlindungi yaitu dengan adanya pemisahan kekuasaan
yakni badan membuat peraturan perundang-undangan (lembaga legislative), sebaga
pelaksana/penyelenggara pemerintahan (lembaga eksekutif) dan sebagai pengadil
(lembaga yudikatif) harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.
.
BAB
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI
GEOPOLITIK INDONESIA
Secara terminologi, beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya :
Menurut Prof. Dr. Wan Usman: yaitu:
“Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah
airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”
Pengertian Wawasan Nusnatara dalam GBHN 1998 yaitu:
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Kemudian menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap.
MPR, yang dibuat Lemhanas tahun 1999 yaitu :
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang
serba baragam dan bernilai strategis dengan mngutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”
Dari pendapat para ahli yang dtelah dikemukakan diatas, maka secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap
diri dan lingkungannya. Yang dimaksud dengan “diri” disini adalah diri bangsa Indonesia
sendiri, serta “nusantara” sebagai lingkungan tempat tinggalnya.
Kedudukan Wawasan Nusnatara
Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan. Wawasan nasional juga merupakan visi bangsa
yang berkaitan dalam tujuan menuju masa depan. Adapun visi bangsa Indonesia yang sesuai
dengan konsep Wawasan Nusantara adalah menjadi bagian yang satu dengan wilayah yang
satu dan utuh.
Kedudukan Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi ketatanegaraan Republik
Indonesia digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
PEMBANGUNAN NASIONAL
Gambar 7.2 Paradigma Ketatanegaraan Republik Indonesia
Pada tanggal 17 Februari 1969 tentang landas kontienen Indonesia negara Republik
Indonesia merupakan konsep politik berdasarkan konsep wilayah dan dipandang untuk
mengesahkan wawasan nusantara.
Asas-asas pokok yang termuat dalam Deklarasi Landas Kontinen adalah:
Segala Sumber Daya Alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah miliki
eksklusif negara Indonesia.
Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan
negara-negara tetangga melalui perundingan.
Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di tengah-
tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara tetangga.
Klaim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landas kontinen
Indonesia maupun udara diatasnya.
Tentang landas kontinen dikuatkan pula dengan UU No.1 Tahun 1973 tentang Landas
Kontinen Indonesia yang juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta
penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang
ditimbulkannya.
Persetujuan landas kontinen telah menguatkan kedaulatan laut Indonesia seluas ±
800.000 mil² (± 2.072.000 Km²) serta hak penguasa penuh atas kekayaan alam (hak
eksekutif) di landas kontinen dengan merujuk UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas
Konstinen Indonesia.
Gambar 7.4 Peta Indonesia dengan negara-negara tetangga
Dengan disahkannya oleh traktat multilateral tentang batas laut suatu negara yang
masing-masing memiliki ukuran yang telah ditetapkan, yaitu :
Laut Teritorial (LT) sepanjang 12 mil
Zona Bersebelahan (ZB) sepanjang 24 mil
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil
Landas Benua (LB) sepanjang 400 mil
Sumber : http://image.ZEE
.
Asas Wawasan Nusantara
Asas wawasan nusantara merupakan ketentuan atau kaidah pokok yang di taati, di
patuhi, dan di pelihara untuk menciptakan perdamaian dan keseimbangan di negeri ini.
Apabila asas wawasan nusantara ini terabaikan atau bahkan tidak dilaksanakan, maka hal
tersebut dapat mengakibatkan diintegrasi bangsa. Adapun asas wawasan nusantara
sebagiamana yang dimaksud adalah :
Kepentingan Yang Sama
Saat menegakkan dan merebut kemerdekaan, kepentingan bersama bangsa ini adalah
menghadapi para penjajah secara fisik
Keadilan
Kesesuaian pembagian hasil yang adil atas jeri payah dan aktifitas yang telah dilakukan
baik itu individu maupun kelompok
Kejujuran
Keberanian untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan fakta dan realita serta
ketentuan yang benar walaupun itu terasa pahit. Demi terciptanya kebenaran dan
kemajuan bangsa dalam suatu negara.
Solidaritas
Solidaritas sangat diperlukan. Dengan adanya kerja sama, rela berkorban mau berbagi
untuk orang lain tanpa meninggalkan cirri dan karakter budaya masing-masing.
Kerjas Sama
Adanya koordinasi, saling mengerti satu dengan yang lainnya berdasarkan atas
kesetaraan sehingga kerja menjadi lebih efektif untu mencapai target yang telah
ditentukan bersama.
Kesetiaan
Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama untuk menjadi bangsa yang mandiri.
Kesetiaan terhadap segala kesepakatan yang telah dibuat sangatlah penting dan
menjadi tonggak utama demi terciptanya persatuan dan kesatuan di dalam suatu
negara. Apabila kesetiaan ini goyah, bisa dipastikan persatuan dan kesatuan suatu
bangsa akan hancur.:
Unsur:
Membahayakan
Trigatra
Pancagatra
Integritas
Kelangsungan Hidup
Perjuangan Mencapai Tujuan Nasional
Gambar 8.1 Skema Konsepsi Ketahanan Nasional
= kondisi geografi D =
kondisi demografi
A= kondisi kekayaan alam
= kondisi sistem ideologi
P= kondisi sistem politik
E= kondisi sistem ekonomi
S = kondisi sistem sosial budaya H =
kondisi sistem hankam
f= fungsi, dalam pengertian matematis
= dimensi waktu
Penjelasan atas Tiap Gatra dalam Ketahanan Nasional
Adanya sejumlah unsur dalam konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia yang
kemudian distilahkan dengan sebutan gatra. Unsur-unsur yang yang dimaksud adalah:
Unsur atau Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara
yang bersangkutan. Faktor yang berkaitan dengan penduduk negara meliputi :
Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja dan
kepribadian
Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran,
perataan dan pertimbangan penduduk di tiap wilayah negara
Terkait dengan unsur penduduk adalah faktor moral nasional dan karakter
nasional. Moral nasional merujuk pada dukungan rakyat secara penuh
terhadap negaranya ketika menghadapai ancaman. Karakter nasional
merujuk pada ciri-ciri khusus yang dimiliki suatu bangsa sehingga bisa
dibedakan dengan bangsa lain. Moral dan karakter nasional mempengaruhi
ketahanan nasional.
Unsur atau Gatra Wilayah
Unsur wilayah juga turut menentukan kekuatan nasonal negara. Hal yang terkait
dengan wilayah negara meliputi :
Bentuk wilayah negara dapat berupa negara pantai, negara kepulauan atau
negara continental,
Luas wilayah negara, ada negara dengan wilayah yang luas dan negara dengan
wilayah yang sempit (kecil)
Posisi geografis, astronomis dan geologis negara
Daya dukung wilayah negara, adanya wilayah yang habitable dan adawilayah
yang unhabitable
Adapun kaitannya dengan wilayah negara, pada masa sekarang ini perlu
dipertimbangkan adanya kemajuan teknoloi, informasi dan komunikasi. Suatu
wilayah yang pada awalnya sama sekali tidak mendukung kekuatan nasional
karena penggunaan teknologi maka wilayah itu kemudian menjadi unsur
kekuatan nasional negara. Mislanya, di wilayah kering dibuat saluran atau sungai
buatan.
Unsur atau Gatra Sunber Daya Alam
Hal-hal yang berkaitan dengan unsure sumber daya alam sebagai elemen
ketahanan nasional meliputi :
Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya
alam hewani, nabati dan tambang
Kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam
Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan
lingkungan hidup
4) Kontrol atas sumber daya alam.
Dewasa ini, kemampuan melakukan konrol atas sumber daya alam menajdi
semakin penting bagi ketahanan nasional dan kemajuan suatu negara. Banyak
negara-negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak di negara-
negara Afrika, tetapi negara tersebut tetaplah miskin. Negara-negara
berkembang belum mampu melakukan control atas sumber daya alam yang
berasal dari miliknya. Justru negara-negara yang tidak memiliki sumber daya
alam seperti Singapura dan Jepang bisa maju karena mampu melakukan kendali
atas jalur perdagangan sumber daya alam dunia.
Unsur atau Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi adalah seperangkat gagasan, ide, cita dari sebuah masyarkat
tentang keabikan bersama yang dirumuskan dalam bentuk tujuan yang harus
dicapai dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu (Ramlan
Surbakti, 1999). Ideologi tersebut mengandung serangkaian value (nilai) atau
sistem dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam, yang dimiliki dan
dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan
hidup mereka. Adapun nilai yang terkandung di dalam ideology tersebut diyakini
oleh masyarakat seabagai suatu nilai yang baik, adil dan benar sehingga
berkeinginan untuk melaksanakan segala tindakan berdasar nilai tersebut.
Ideologi juga memiliki fungsi dalam mendukung ketahanan suatu bangsa
karena sebuah ideology bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu :
Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat yang bersangkutan
artinya nilai-nilai yang terkandung dalam ideology itu menjadi cita-cita yang
hendak dituju secara bersama
Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, artinya
masyarakat yang banyak dan beragam itu bersedia menjadikan ideology
sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.
Sejarah dunia tidak membuktikan bahwa ideologi dapat digunakan sebagai
unsur untuk membangun kekuatan nasional negara. Bagi bangsa Indonesia,
Pancasila telah itetapkan sebagai ideologi nasional atau menjadi dasar negara
yang telah melali kesepakatan oleh The Founding Father. Pancasila. Adalah
kesepakatan bangsa, rujukan bersama, common denominator yang mampu
memperkuat persatuan bangsa. Kesepakatan atas Pancasila menjadikan segenap
elemen bangsa yang bersatu dalam satu bingkai di bawah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Unsur atau Gatra di bidang Politik
Politik penyelenggaraan bernegara amat mempengaruhi kekuatan nasional
suatu negara. Penyelenggaraan bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek,
seperti:
Sistem politik yang dipakai, apakah sistem demokrasi atau non demokrasi
Sistem pemerintahan yang dijalankan, apakah sistem presedensial atau
parlementer
Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah republic atau kerajaan
Susunan negara yang dibentuk apakah sebagai negara kesatuan atau negara
serikat.
Pemilihan suatu bangsa atas unsur politik penyelenggaraan bernegara tentu
saja tergantung pada nilai-nilai dan aspirasi bangsa yang bersangkutan. Dalam
realitasnya, sebuah bangsa bisa mengalami beberapa kali perubahan dan
pergantian politik penyelenggaraan bernegara. Indonesia pernah mengalami
fase perubahan dari presidensial ke parlementer dan pernah berubah dalam
bentuk negara serikat.
Bangsa Indonesia sekarang ini telah berketetapan untuk mewujudkan negara
Indonesia yang bersusunan kesatuan, berbentuk republic dengan sistem
pemerintahan presidensial. Adapun sistem politik yang dijalankan adalah sistem
politik demokrasi (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara merupakan kekuatan nasional
negara negara yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang
ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan
warga negara. Kemajuan pesat di bidang ekonomi tentu saja menjadikan negara
yang bersangkutan tumbuh sebagai kekuatan dunia. Seperti negara Jepang dan
Cina.
Disetiap negara, sistem ekonomi memiliki peran dalam mengerakkan
kekuatan ekonomi bangsanya. Ssecara garis besarnya, sistem ekonomi dalam
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem
ekonomi sosialis. Suatu negara dapat pula mengembangkan sistem ekonomi
yang dianggap sebagai cerminan dari nilai dan ideologi bangsa yang
bersangkutan. Sebagai contoh bangsa Indonesia menyatakan sistem ekonomi
Pancasila yang bercorak ke keluargaan.
Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu
negara. Hal-hal yang dialami sebuah negara yang homogeny tentu saja akan
berbeda dengan yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial
budaya masyarakatnya. Contoh, bangsa Indonesia yang relatif heterogen
berbeda dengan bangsa Israel.
Pengembangan integrasi nasional menjadi hal yang amat penting sehingga
dapat memperkuat ketahanan nasionalnya. Integrasi bangsa dapat dilakukan
dengan 2 strategi kebijakan yaitu “policy asimilasionis” dan “policy bhineka
tunggal ika” (Winarno, 2002). Adapun strategi pertama dengan cara
penghapusan sifat-sifat cultural utama dari komunitas kecil yang berbeda
menjadi semacam kebudayaan nasional. Kemudian strategi kedua yakni dengan
cara penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan local.
Negara juga dapat melakukan kombinasi dari keduanya. Kesalahan dalam
strategi dapat mengantarkan bangsa yang bersangkutan ke perpecahan bahkan
perang saudara. Misalnya, perpecahan yang terjadi pada etnis di Yugoslavia,
pertentangan antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda yakni para perang saudara
Sinhala dan Tamil di Srilanka.
Unsur atau Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu negara merupakan unsur pokok terutama dalam
menghadapi ancaman militer negara lain. Oleh karena itu, unsur utama
pertahanan keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan
keamanannegara juga merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.
Pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari luar negeri.
Sementara keamanan diarahkan untuk menghadapi ancaman dari dalam negeri.
Pertahanan kemanan adalah daya upaya rakyat semesta dengan angkatan
bersenjata sebagai inti dan merupakan salah satu fungsi utama pemerintah atau
negara dalam menegakkan ketahanan nasional dengan tujuan mencapai
kemanan bangsa dan negara, serta keamanan perjuangannya. Hal ini
dilaksanakan dengan menyusun, mengarahkan dan menggerakkan seluruh
potensi dan kekuatan masyarakat dalam seluruh bidang kehidupan nasional
secara terintegrasi dan terkoordinasi
Negara dapat melibatkan rakyatnya dalam upaya pertahanan negara sebagai
bentuk dari hak dan kewajiban warga negara dalam membela negara. Upaya
melibatkan rakyat dengan cara yang berbeda-beda digunakan sesuai dengan
sisitem dan politik pertahanan yang dianut oleh negara. Politik pertahanan
negara disesuaikan dengan nilai filosofis bangsa, kepentingan nasional, dan
konteks jamannya.
Bangsa Indonesia dewasa ini menetapkan politik pertahanan sesuai dengan
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pertahanan. Pertahanan
Negara Indonesia bersifat semesta dengan menempatkan tentara sebagai
komponen utama pertahanan.
D. Pembelaan Negara
Hakikat Bela Negara
Hakikat bela negara adalah sebuah sikap dan tindakan warga negara yang dilandasi
oleh kecintaan kepada negara dan diwujudkan dalam kesediaan untuk melindungi,
memperthankan serta memajukan bersama. Dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, dijelaskan bahwa bela negara merupakan sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh keintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara. Adapun upaya bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga
negara. Olehnya bela negara perlu dilaksanakan dengan penuh rasa kesadaran, tanggung
jawab dan rela berkorban dalam pengabdiannya terhadap negara dan bangsa.
Menurut Departemen Ketahanan Republik Indonesia, ada lima yang mendasari
uapaya bela negara diantaranya: 1) cinta tanah air; 2) kesadaran berbangsa dan
bernegara; 3) keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideology negara; 4) rela berkorban
demi bangsa dan negara; dan 5) memiliki kemampuan awal bela negara.
Terdapat ancaman dari luar yang lebih serius saat ini dan dimasa yang akan datang
adalah kejahatan transaksional seperti pengedaran narkoba yang saat ini sudah berada
pada tataran darurat narkoba, human tracfiking, serbuan budaya asing serta penjarahan
kekayaan alam.
Dalam sistem pertahanan di Indonesia dikenal adanya dua bentuk bela negara yaitu
dalam hal ini bela negara melalui pendekatan militer (bela negara yang dilaksanakan
secara fisik) yang bertujuan untuk menghalau atau berperang dengan cara militer dan
bela negara melalui pendekatan non militer (bela negara yang dilaksanakan secara
non fisik) yang bertujuan untuk menghalau atau berperang dengan cara non militer.
Disisi lain, ada yang memahami globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan. Maka dari pandangan
inilah, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-
negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-
bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali
menggunakan istilah globalisasi pada tahun 1985.
Beberapa ciri yang dapat menandakan bahwa globalisasi sudah mempengaruhi
masyarakat dunia adalah :
Perkembangan barang-barang seperti telepon gengggam (android), televisi satelit, dan
internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian ceparnya sementara
melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasa banyak hal dari
budaya yang berbeda
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling ketergantungan
Peningkatan interaksi cultural melalui perkembangan media massa (terutama televise, film,
musik dan transmisi berita dan olahraga internasional)
Meningkatnya masalah bersama.
Indonesia sebagai salah satu bagian dari negara yang ada di dunia, memiliki peran
yakni memelihara perdamaian dunia. Hal tersebut sebagaimana amanat dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Di sisi lain, konstelasi
perubahan dunia akan selalu berpengaruh terhadap kelangsungan bangsa negara
Indonesia. Dunia yang aman dan damai tentu menjadi harapan semua umat manusia
termasuk bangsa Indonesia.
Mochtar Mas’oed dalam Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (1998) menggambarkan
fenomena dunia pasca perang dingin sebagai sebuah kaca retak. Apa jadinya jika sebuah kaca
yang ditindiskan pada lembaran peta dunia dan dari bawahnya diberi tekanan yang kuat untuk
meretakkan kaca tersebut. Hasilnya adalah sebuah kaca yang retak berkeping-keping
walaupun ukuran pecahannya tidak sama. Melalui kaca yang terpecah-pecah itu dapat dilihat
peta dunia yang terpecah belah. Begitupun dunia terbagi oleh guratan-guratan yang
terbentuk oleh serpihan kaca, maka begitu pula sebuah gambaran dunia yang terbagi dalam
berbagai kelompok etnik, bahasa, sectarian, ras dan agama.
Serpihan-serpihan kaca tersebut menjadi gambaran kenyataan bahwa masyarakat dunia
tercabik-cabik dalam kinflik. Diantaranya perseteruan antara Serbia vs Bosnia, Tamil vs
Sinhala, Israel vs Palestina, gerakan separatism dalam negarab serta terjadinya
pemeberontakan samapai pada ancaman maker dan lain sebagainya. Konflik-konflik tersebut
terjadi pada pasca perang dingin dimana umumnya terjadi antara mereka yang mewakili
kepentingan-kepentingan yang berbeda.
Sebagaiman yang telah diurakan tersebut diatas, maka perdamaian menjadi misi bersama
negara-negara yang ada di dunia untuk mewujudkannya. Olehnya, PBB (perserikatan bangsa-
bangsa) merupakan lembaga organisasi internasional yang terbesar saat ini yang memiliki alat
kelengkapan yang dinamakan Dewan Keamanan. Adapun Dewan keamanan PBB adalah badan
terkuat di PBB yang memiliki tugas menjaga perdamaian dan keamanan antar negara.
Sebagaimana yang diatur dalam Bab VII Piagam PBB bahwa tindakan yang dilakukan Dewan
Keamanan jika terjadi gangguan perdamaian untuk mempertahankan dan mengembalikan
perdamaian internasional. Dalam Pasal 39 Piagam PBB mengatur bahwa “Dewan Keamanan
akan menentukan ancaman gangguan perdamaian”.
Untuk menjaga perdamaian di kawsan konflik, PBB membentuk perdamaian dalam
rangka operasi pemeliharaan perdamaian atau yang disingkat dengan nama OPP. Adapun
beberapa contoh pasuka perdamaian tersebut diantaranya keikutsertaan Indonesia dalam
upaya perdamaian dunia adalah dengan menjadi anggota pasukan perdamaian pada tahun
1957. Pasukan perdamaian Indonesia dikenal dengan nama kontingen Garuda. Selain itu pula
keikutsertaan melalui kontingen Garuda dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia
yang diprakarsai oleh PBB. Indonesia juga tercatat sebagai anggota tidak tetap Dewan
Kemanan PBB sebanyak tiga kali diantaranya :
Periode pertaman, pada tahun 1973-1974
Periode kedua, pada tahun 1995-1996; dan
Periode ketiga, pada tahun 2007-2008
Dukungan yang luas terhadap ke anggotaan Indonesia di dewan Keamanan ini,
menunjukkan cerminan pengakuan terhadap masyarakat Internasional terhadap peran dan
sumbangsi selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik di tingkat
kawasan regional maupun global. Peran dan konstribusi Indonesia tersebut mencakup antara
lain keterlibatan pasukan Indonesia di berbagai misi penjagaan perdamaian PBB sejak tahun
1957, upaya perdamaian seperti di negara Kamboja dan Filipina Selatan dalam konteks ASEAN
dengan ikut serta dalam menciptakan tatanan kawasan di bidang perdamaian dan keamanan
serta peran aktif di berbagai forum pembahasan isu peluncuran dan non-proliferasi nuklir.
Dengan terpilihnya Indonesia menjadi anggota, berarti Indonesia secara otomatis akan
mengemban kepercayaan Internasional untuk berpartisipasi menjadi Dewan Keamanan,
sebagai badan yang efektif untuk menghadapi tantangan-tantangan global.di bidang
keamanan dan perdamaian dunia. Kenaggotaan Indonesia di dewan Keamanan merupakan
bagian dari upaya yang dilakukan di bidang diplomasi untuk melaksanakan amanat di dalam
Pembukaan UUD 1945 pada aline ke-IV yang memandatkan Indonesia untuk “turut serta
secara aktf dalam upaya menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kebebasan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sulistiyono. 2007. Negara Hukum, Kekuasaan, Konsep dan Paradigma Moral. Surakarta:
LPP UNS dan UNS Press
Adnan Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia . Jakarta:
Grafitti
Ahmad, Masku. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Metode Praktis. Palembang
Al Hakim S, dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Dalam Konteks Indonesia. Malang:
Universitas Negeri Malang (UNEM).
Armaidy Armawi. 2012. Karakter Sebagai Unsur Kekuatan Bangsa , Makalah disajikan dalam
“Workshop Pendidikan Karakter bagi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi” pada tanggal 31 Agustus sampai 2 September 2012 di Jakarta.
Basri, Chaidir. 1992. Pengetahuan Tentang Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara.
Jakarta: CV.Chitra Delima
Basri Faisal. 1998. Krisis ekonomi Indonesia, Antara Gelombang Globalisasi dan Tuntutan
Reformasi Total Dalam Menuju Indonesia Baru. Bandung: Musa Kazhim. Pustaka Hidayat
Budi Juliardi. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Buku Pedoman “Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran serta Evaluasi Hasil
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan - Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis
Kompetensi” berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Diunggah
dari web DIKTI
Didi Nazmi Yunus. 1999. Konsep Negara Hukum, Padang: Angkasa Raya
Hamid Darmadi. 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraa di Perguruan
Tinggi. Bandung: Alfabeta
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Hamdayama. 2010. Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara.
Jakarta: Erlangga
Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi
berdasarkan SK Dirjen Dikti No.43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta: Paradigma
Keputusan Ditjen Dikti (2003) No. 38/DIKTI/Keputusan/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan MPK, Ditjen Dikti, Jakarta
Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kehidupan Bernegara. 2005. Pedoman Umum
Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara. Jakarta: LPPKB
Mahfud M.D. 1993. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Yogyakarta; Liberty
______________. 1998. Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum dalam Jurnal
Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM, 2 (II), 55-67
______________. 1999. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media
Muhaimin, Yahya & Collin McAndrews. 1982. Masalah-Masalah Pembangunan Politik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Munir Fuady. 2010. Konsep Negara Demokrasi. Bandung: Refika Aditama
Mustafa Kamal Pasha. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri
Nazaruddin Sjamsuddin. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Oesman, Oetoyo dan Alfian. 1991. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Bermsyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Badan Pembinaan
Pendidikan Pelaksanan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7)
Saafroedin Bahar. 1996. Integrasi Nasional. Jakarta: Ghalia Indonesia
Samuel Huntington. 2001. Gelombang Demokrasi Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Soegito. 2006. “Rule of Law”. Makalah pada Pelatihan Dosen MPK Kewarganegaraan. Dirjen
Dikti
Srijanti, A. Rahman dan Purwanto. 2007. Etika Berwarganegara. Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat
Sukarna. 1981. Demokrasi versus Kediktatoran. Bandung: Alumni. Sunardi. 1997. Teori
Ketahanan Nasional. Jakarta: HASTANAS.
Sunaryati Hartono. 1982. Apakah The Rule of Law. Bandung: Alumni
Suradinata, Ermaya. 2005. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka
Keutuhan NKRI. Jakrta: Suara Bebas
Suryo, Joko. 2002. Pembentukan Identitas Nasional makalah Seminar Terbatas
Pengembangan Wawasan tentang Civic Education. Jakarta:LP3 UMY
Tim Permata Press. 2011. UUD 1945 Amandemen I,II,III dan IV. Permata Press
Tim Visi Yustisia. 2014. UUD Negara Republik Indonesia 1945. Jakarta: Transmedia Pustaka
Usman Sunyoto. 1998. Integrasi & Ketahanan Nasional di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press
Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara
Zamroni. 2001. Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin
Kalam Utama
Sumber Internet
http:// wordpress.com
http://www.suduthukum.com
http://www.artikelsiana.com
http://academia.edu
http://simpulanilmu.blogspot.co.id
TENTANG PENULIS
Zulfikar Putra, SH., M.Pd. Lahir di Baubau, 20 Juli 1982. Menyelesaikan jenjang
S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Dayanu
Ikhsanuddin (Unidayan) Baubau tahun 2006, S-2 Jurusan IPS Kosentrasi
Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari tahun 2014.
Saat ini bekerja sebagai dosen di Prodi PPKn Universitas Sembilanbelas
November (USN) Kolaka. Mengajar untuk matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, Pendidikan Karakter, Pendidikan Pancasila dan Ilmu Negara.
Penelitian yang pernah dilakukan yang diusulkan di Penenilitian Dosen Pemula (PDP) Kemenristek
Dikti yaitu: “Tinjauan Yuridis Upah Minimum Kota Terhadap Pekerja di Kota Kendari tahun 2016”.
Adapun karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal antara lain : “Akibat Hukum Yang Timbul Dari
Perjanjian Kerja Yang Dibuat Perusahaan Dengan Pekerja Ditinjau Dari Undang-Undang No.13 Tahun
2003 dan Kitab Undan-Undang Hukum Perdata”
Surahman Gaffur, S.Pd., M.Pd. lahir pada tanggal 9 Mei 1988 di Otole
Kecamatan Lasolo, sebuah desa dikawasan Utara Kabupaten Konawe Utara
Provinsi Sulawesi Tenggara. Menempuh pendidikan Sekolah Dasar dan
Menengah Pertama di Kecamatan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe
kemudian lanjut di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 7 Kendari. Lalu
melanjutkan Strata I (satu) ke Universitas Halu Oleo pada tahun 2006 dan lulus
pada tahun 2011, meraih gelar Master Pendidikan dalam bidang Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan pada tahun 2014.
Pada tahun 2015 menjadi dosen pengajar di Universitas Halu Oleo Kendari, lalu pada tahun 2016
diamanahkan menjadi dosen pengajar di Universitas Sembilanbelas November Kolaka sampai sekarang.
PARADIGMA MEMBANGUN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi
Kompleksitas permasalahan yang dialami bangsa ini, menjadi kewajiban bersama bagi
setiap komponen warga negara untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai luhur yang
dimiliki bangsa ini sejak dahulu kala. Hal yang penting jika dicermati adalah kondisi
mental dan karakter bangsa yang kian hari kian menuju titik nadirnya. Nilai
kebangsaan/Nasionalisme yang tergerus oleh arus modernisasi. Nilai-nilai yang sudah
menjadi akar budaya serta karakter bangsa yang susah payah di bangun oleh The
Founding Father yang teraktualisasi dengan nilai budaya gotong royong dan toleransi
mulai perlahan-lahan ditingalkan. Keadaan tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,
harus adanya upaya untuk merubah keadaan tersebut. Salah satu upaya adalah dengan
kembali menumbuhkan nilai-nilai luhur yang telah ada melalui Pendidikan
Kewarganegaraan.
Empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika
diupayakan dapat mengakomodir sajian materi yang ada dalam buku yang ada ditangan
pembaca. Akhirnya semoga buku ini, bisa bermanfaat bagi pembaca.