Anda di halaman 1dari 19

62

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 30 Mei – 20 Juni 2022 di Rumah

Sakit Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan efikasi diri dengan kepatuhan melakukan latihan fisik

pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Argamakmur Kabupaten

Bengkulu Utara. Jumlah sampel yang didapatkan selama penelitian sebanyak 50

orang yang kemudian hasil pengumpulan data di olah dengan editing,coding,

tabulating, Adapun karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin,status

perkawinan dan pendidikan sedangkan variabel independen efikasi diri dan

variabel dependen kepatuham melakukan latihan fisik. Hasil pengolahan data

dan analisis disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini ;

1. Analisis Univariat

Tabel 3
Distribusi frekuensi Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara.
Efikasi Diri Frekuensi Persentase
Kurang Baik 17 34,0
Baik 33 66,0
Jumlah 50 100
63

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 50 orang responden terdapat

hampir sebagian 34,0%) responden memiliki efikasi diri yang kurang baik

dan terdapat 33 orang atau sebagian besar (66%) responden memiliki efikasi

diri yang baik.

Tabel 4
Distribusi frekuensi Kepatuhan Melakukan Latihan Fisik Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Argamakmur
Kabupaten Bengkulu Utara.

Kepatuhan Frekuensi Persentase


Tidak Patuh 17 34,0
Patuh 33 66,0
Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa d0ari 50 orang responden

terdapat hampir sebagian (34,0%) responden tidak patuh melakukan latihan

fisik dan sebagian besar (66%) responden yang patuh dalam melakukan

latihan fisik.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariate pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan efikasi diri dengan kepatuhan melakukan latihan fisik pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten

Bengkulu Utara. Analisis bivariate dilakukan dengan menggunakan uji

statistic chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Adapun hasil analisis

tersebut disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini ;


64

Tabel 5
Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Melakukan Latihan Fisik Pada
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Argamakmur
Kabupaten Bengkulu Utara.
Kepatuhan
Total
Efikasi Diri Tidak Patuh Patuh P value
F % F % N %
Kurang Baik 10 58,8 7 41,2 17 100
0,019
Baik 7 21,2 26 78,8 33 100
Jumlah 17 34 33 66 50 100

Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa dari 50 responden terdapat 17

responden dengan efikasi diri kurang baik dimana 10 orang atau hampir

sebagian (58,8%) responden tidak patuh dalam melakukan latihan fisik

sedangkan 7 orang atau sebagian kecil (41,8%) responden patuh dalam

melakukan latihan fisik di Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten

Bengkulu Utara. Hasil penelitian juga diapatkan bahwa dari 33 orang

responden yang efikasi baik terdapat 26 orang atau hampir seluruh responden

(78,8%) patuh dalam melakukan latihan fisik dan terdapat 7 orang yang tidak

patuh dalam melakukan latihan fisik.

Berdasarkan hasil uji statistic chi – square pada 50 responden didapatkan

nilai p sebesar 0,019 yang artinya ada hubungan efikasi diri dengan kepatuhan

melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit

Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara


65

B. Pembahasan

1. Efikasi Diri

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 50 orang responden terdapat

hampir sebagian (34%) responden memiliki efikasi diri yang kurang baik dan

terdapat 33 orang atau sebagian besar (66%) responden memiliki efikasi diri

yang baik. Peneliti berasumsi bahwa efikasi diri mempengaruhi bagaimana

seseorang berpikir, merasa, memotivasi diri sendiri dan bertindak. Efikasi

diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan perilaku yang

dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada penderita diabetes mellitus.

Hasil penelitian yang didapatkan dengan melalui kuesioner dimana

pada penilaian efikasi diri terdiri dari 6 item pernyataan. Pada penelitian

didapatkan bahwa efikasi diri yang kurang baik pada responden pendertia

diabetes mellitus bahwa masih banyaknya responden yang menyatakan

bahwa responden masih kurang dalam hal aktivitas fisik, responden tidak

meggunakan waktu luang untuk melakukan latihan fisik, responden kurang

mampu melakukan aktivitas fisik lebih banyak sesuai dengan instruksi

dokter, selain itu responden jugan menyatakan bahwa semenjak sakit

diabetes mellitus yang diderita responden sangat sulit untuk menyesuaikan

pola makannya. Hal ini lah yang membuat responden memiliki efikasi yang

kurang baik.

Efikasi diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan

perilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada penderita


66

diabetes melitus. Peneliti menganalisis bahwa efikasi yang kurang baik pada

responden dabnyak terdapat pada responden dengan pendidikan dasar. Hal

ini terlihat dari data bahwa terdapat 14 responden atau 28% penderita

diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Argamakmur dengan pendidikan

dasar. Hasil penelitian juga didapatkan bahwa dari 14 responden dengan

pendidikan dasar terdapat 9 orang dengan efikasi diri yang kurang baik

Peneliti berasumsi bahwa pendidikan yang rendah berpengaruh pada

pengetahuan yang rendah dan dapat menyebabkan penderita kurang

termotivasi untuk datang ke pelayanan kesehatan karena tidak merasa ada

keluhan atau sakit sehingga hal ini dapat berpengaruh pada status kesehatan

penderita apabila tidak melakukan manajemen pengelolaan perawatan

diabetes melitus secara komprehensif. Selain itu peneliti juga berasumsi

bahwa pengetahuan yang rendah juga dapat menyebabkan efikasi diri yang

rendah dalam perawatan diabetes melitus pendidikan juga secara umum akan

berpengaruh terhadap kemampuan dalam pengelolaan penyakit, pendidikan

yang lebih tinggi memiliki efikasi diri dan prilaku perawatan diri yang baik

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa seseorang yang memiliki

efikasi diri yang tinggi akan cenderung untuk memilih terlibat langsung

dalam menjalankan suatu tugas, walaupun tugas tersebut adalah tugas yang

sulit. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri yang rendah akan

menjauhi tugas - tugas yang sulit karena mereka menganggapnya sebagai


67

suatu beban. Tinggi rendahnya efikasi diri pada penderita diabetes melitus

dapat di pengaruhi oleh faktor pendidikan,

Pendidikan yang rendah berpengaruh pada pengetahuan yang rendah

dan dapat menyebabkan penderita kurang termotivasi untuk datang ke

pelayanan kesehatan karena tidak merasa ada keluhan atau sakit sehingga hal

ini dapat berpengaruh pada status kesehatan penderita apabila tidak

melakukan manajemen pengelolaan perawatan diabetes melitus secara

komprehensif. Selain itu peneliti juga berasumsi bahwa pengetahuan yang

rendah juga dapat menyebabkan efikasi diri yang rendah dalam perawatan

diabetes melitus pendidikan juga secara umum akan berpengaruh terhadap

kemampuan dalam pengelolaan penyakit, pendidikan yang lebih tinggi

memiliki efikasi diri dan prilaku perawatan diri yang baik.

Hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa pada responden tingkat

pendidikan sebagian besar berada pada kategori menengah, yaitu jenjang

SMA yaitu 60 %. Responden yang berpendidikan menengah lebih memiliki

banyak pengetahuan dan informasi mengenai pendidikan kesehatan

dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah pendidikan

kesehatan dalam penelitian ini berhubungan dengan pengetahuan dasar

responden mengenai penyakit diabetes melitus. Rendahnya pengetahuan

individu mengenai pendidikan kesehatan berkaitan dengan kesadaran

terutama dalam mengelola kesehatan. Semakin rendah kesadaran dalam

mengelola kesehatan akan menyebabkan semakin buruknya status kesehatan.


68

Pengetahuan dapat berpengaruh pada individu dalam pengambilan keputusan

untuk melakukan perilaku hidup sehat. Hal ini sependapat dengan Sacerdote

et al (2012) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih rendah

berhubungan dengan meningkatnya resiko terkena penyakit diabetes melitus

dan komplikasinya.

Pada tabel 3 diperoleh data penderita diabetes melitus mayoritas

berusia lebih dari 60 tahun tahun. Pada usia ini terjadi proses penuaan yang

menyebabkan fungsi organ tubuh menurun sehingga organ tubuh tidak dapat

bekerja secara efektif. Usia yang semakin bertambah maka akan terjadi

penurunan fungsi serta kemampuan tubuh, sehingga dapat menyebabkan

pada penurunan efikasi diri pada penyandang diabetes melitus. Efikasi diri

yang menurun dalam melakukan pengelolaan manajemen diabetes melitus

dapat berakibat lebih rentan terkena komplikasi dan menyebabkan penurunan

kualitas hidup pada penderita. Penderita diabetes melitus lebih banyak

ditemukan pada individu yang berumur di atas 60 tahun daripada orang yang

lebih muda.

Efikasi kurang baik pada penderita diabetes mellitus yang terdapat di

Rumah Sakit Umum Argamakmur diasumsikan karena faktor usia. Usia

seseorang akan mengaruhi perilaku sesorang terhadap kesehatan. Pada

penelitian diketahui rata – rata usia responden 52 tahun. Pada usia ini terjadi

proses penuaan yang menyebabkan fungsi organ tubuh menurun sehingga

organ tubuh tidak dapat bekerja secara efektif. Usia yang semakin bertambah
69

maka akan terjadi penurunan fungsi serta kemampuan tubuh, sehingga dapat

menyebabkan pada penurunan efikasi diri pada penyandang diabetes melitus.

Efikasi diri yang menurun dalam melakukan pengelolaan manajemen

diabetes melitus dapat berakibat lebih rentan terkena komplikasi dan

menyebabkan penurunan kualitas hidup pada penderita. Penderita diabetes

melitus lebih banyak ditemukan pada individu yang berumur di atas 60 tahun

daripada orang yang lebih muda.

Hal ini di dukung oleh penelitian yang telah di teliti oleh (Susanti et al.,

2020) diperoleh bahwa jumlah responden terbanyak yaitu dari usia

pertengahan (45-59 tahun) adalah sebanyak 53 responden. Hasil penelitian

sejalan juga dengan penelitian yang di lakukan oleh (Sa’adah, 2016)

bahwa rata rata usia 56 -61 tahun rentang untuk memiliki efikasi diri yang

kurang baik.

Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruh

responden (60%) berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin perempuan

lebih banyak menderita diabetes melitus dan penelitian yang dilakukan oleh

(Nurmawati et al., 2018) yang menyebutkan bahwa terdapat faktor resiko

pada jenis kelamin perempuan yang berpengaruh pada kerentanan terkena

diabetes melitus berkaitan dengan Indeks massa tubuh yang lebih besar, hal

ini di pengaruhi oleh siklus bulanan yang berakibat pada distribusi lemak

terakumulasi. Selain itu juga terjadi ketidakseimbangan hormonal pada saat

kehamilan, progesteron meningkat, janin berkembang maka tubuh akan


70

memberikan sinyal lapar dan pada puncaknya tubuh tidak bisa menerima

asupan kalori dan menggunakan secara total akibatnya terjadi peningkatan

gula darah selama kehamilan. Hasil ini seusai dengan dilapangan

dimanajumlah responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 30

orang dan laki – laki sebanyak 20 orang

Secara teori yang menyebabkan efikasi kurang baik aalah jenis

kelamin, dimana hasil enelitian Ngurah (2019), perempuan memiliki efikasi

diri yang lebih baik dari laki-laki, perempuan dianggap lebih yakin dalam

menjalani pengobatan dan perawatan dri, serta memiliki mekanisme koping

yang baik dalam menghadapi sebuah masalah

Berdasarkan status perkawinan diketahui bahwa hampir seluruh

responden (84%) telah menikah. Artinya masih memiliki pasangan. Penderita

diabetes mellitus yang memiliki pasangan mempunyai dukungan dan

perhatian berpengaruh dalam menjalani pengelolaan penyakitnya sehingga

efikasi diri menjadi lebih baik daripada yang tidak memiliki pasangan.

Bentuk dukungan yang didapatkan dari pasangan dapat berupa dukungan

simpati, empati, kepercayaan, cinta dan penghargaan. Penderita yang

mempunyai masalah dalam menjalani pengelolaan penyakitnya tidak merasa

terbebani untuk dirinya sendiri, tetapi masih memiliki dukungan pasangan

yang memperhatikan, mendengarkan, dan membantu mengatasi masalahnya

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

efikasi diri yang efektif dalam pengelolaannya (Nugroho et al., 2020).


71

Tingkat efikasi diri yang semakin tinggi akan menyebabkan keyakinan yang

baik dalam melakukan perawatan diri dalam pengelolaan penyakit diabetes

(Ratnawati, 2016).

Konsep efikasi diri merupakan keyakinan tentang kemampuan individu

untuk menghasilkan tingkat kinerja yang telah ditetapkan yang memiliki

pengaruh atas peristiwa dalam kehidupan mereka. Individu dengan tingkat

efikasi diri yang tinggi memperkirakan akan sukses dalam pencapaian tujuan,

dan individu dengan tingkat efikasi diri yang rendah akan meragukan

kemampuannya untuk mencapai tujuan (Hunt et al., 2018).

Seseorang dengan rasa efikasi diri yang cukup akan merasa percaya diri

dalam kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu, baik dalam hal minum

obat dengan benar, mengatur pola makan sesuai anjuran, mencegah

hipoglikemia, atau berolahraga dengan tepat (Beckerle & Lavin, 2017).

Sebaliknya, orang-orang yang meragukan kemampuanya sendiri akan

menghindari tugas-tugas sulit, memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen

yang lemah terhadap tujuan yang mereka pilih. Ketika dihadapkan dengan

tugas-tugas yang sulit, mereka memikirkan kekurangan pribadi dan

melemahkan upayanya dalam menghadapi tantangan (Sturt, Hearnshaw &

Wakelin, 2017). Individu dengan persepsi efikasi diri yang rendah akan

rentan terhadap stres dan depresi.


72

2. Kepatuhan Melakukan Laihan Fisik

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 50 orang responden terdapat

hampir sebagian (34,0%) responden tidak patuh melakukan latihan fisik dan

66% responden yang patuh dalam melakukan latihan fisik. Berdasarkan

hasilpenelitian bahwa responden yangtidak patuh dalam melakukan latihan

fisik terjadi karena responden merasa lelah setiap melakukan latihan fisik

akibat bertambahnya usia yang bertambah tua serta menurunnya status

kesehatan sedangkan responden yang patuh dalam melakukan latihan fisik

mereka merasakan badan menjadi bugar dan sehat.

Hasil penelitian juga didapatkan bahwa kepatuhan yang terjadi pada

responden salah satunya di sebabkan karena penderita menderita diabetes

melitus rerata < 5 tahun. Dimana menurut asumsi peneliti lama menderita

mempengaruhi perilaku kepatuhan pengelolaan penyakit seseorang sehingga

penderita akan merasa jenuh dalam menjalani perawatan atau pengelolaan

penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan bahwa ketidakpatuhan

dalam melakukan latihan fisik pada responden terjadi pada responden yang

memiliki efikasi diri yang kurang baik. Kurang baiknya efikasi diri seseorang

terhadap penyakitnya akan membuat responden tidak semangat dalam

menjalani proses ataupun manajemen diri untuk sehat.

Katidakpatuhan yang terjadi pada responden diasumsikan karena

kurangnya dukungan dari keluarga responden dimana setiap melakukan


73

latihan fisik, responden hanya sendirian tanpa ditemani oleh pihak keluarga

sehingga peneliti berasumsi bahwa kepatuhan dalam melakukan latihan fisik

juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga. Adanya dukungan keluarga yang

baik maka pasien akan dapat termotivasi untuk melakukan latihan fisik

dengan rutin. Dukungan keluarga juga dapat berperan untuk mencegah

terjadinya penyakit, membantu proses pengobatan sehingga pasien dapat

melakukan aktifitas seperti biasa. Apabila dukungan keluarga rendah maka

kepatuhan pasien terhadap latihan fisik yang di jalani tidak akan baik,

Dukungan keluarga yang baik maka akan mempengaruhi kepatuhan latihan

fisik ada pasien diabetes yang baik pula, sehingga resiko untuk terjadinya

komplikasi dapat ditekan

Kepatuhan merupakan hal yang penting dalam melakukan perawatan

diabetes melitus dalam mencapai keberhasilan penatalaksanaan diabetes

melitus, diperlukan kepatuhan yang cukup baik dalam mengelola diet,

mengontrol kadar gula, melakukan aktifitas, dan kepatuhan dalam perawatan

kaki sehingga bisa mencegah terjadinya resiko komplikasi ulkus diabetic

(Windasari, Wibowo, & Affandi, 2015).

Latihan fisik merupakan salah satu dari 4 pilar penatalaksanaan DM.

Latihan fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin, memfasilitasi

penyerapan glukosa, membantu mengontrol glukosa darah, membantu

pengendalian tekanan darah, risiko penyakit kardiovaskular lain, serta

menekan angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup. Kepatuhan


74

sangat diperlukan dalam pelaksanaan latihan fisik. Kepatuhan berarti sejauh

mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesionel kesehatan.

Hisni, Chinnawong, dan Thanniwattananon (2017) menyebutkan bahwa

latihan fisik pada pasien DM dapat dilakukan secara rutin. Jenis latihan fisik

pada pasien DM tipe 2 adalah berjalan dengan durasi 15-30 menit per latihan.

Latihan fisik yang dianjurkan menurut ADA (2015) adalah 3-5 kali dalam

seminggu.

3. Hubungan Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Melakukan Latihan Fisik

Berdasarkan hasil uji statistic chi – square pada 50 responden

didapatkan nilai p sebesar 0,019 yang artinya ada hubungan efikasi diri

dengan kepatuhan melakukan latihan fisik pada pasien diabetes mellitus tipe

2 di Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara

Efikasi diri yaitu merupakan suatu keyakinan dalam diri individu akan

kemampuannya dalam melakukan pengelolaan penyakit diabetes mellitus

dengan tujuan mendapatkan hasil yang diharapkan sehingga hal ini dapat

membantu mengurangi komplikasi. Efikasi diri pada penderita diabetes

mellitus dapat meningkatkan kepatuhan dan pencapaian untuk patuh dalam

melakukan latihan fisik. Penderita diabetes melitus yang mempunyai efikasi

diri yang baik akan mempunyai motivasi dan mendorong dirinya untuk terus

menjaga kesehatannya dengan patuh melakukan manajemen perawatan

diabetes melitus termasuk latihan fisik. Latihan fisik dapat berupa senam
75

kaki, responden melakukan jalan kaki maupun senam diabetes. Latihan fisik

yang efektif mampu memberikan pencegahan preventif untuk memutus

resiko ulkus menjadi amputasi.

Hal ini sependapat dengan Susanti (2020) yang mengatakan bahwa

semakin tinggi efikasi diri penderita maka semakin baik perawatan kaki yang

di lakukan penderita diabetes melitus, dan sebaliknya jika nilai efikasi diri

penderita rendah maka perawatan kaki juga akan rendah.

Efikasi diri yang baik cenderung memiliki perilaku yang patuh dalam

melakanakan latihan fisik. Semakin baik efikasi diri seseorang, maka

semakin patuh pula orang tersebut dalam melaksanakan latihan fisik yang

diindikasikan. Berdasarkan teori Bandura (2016), dengan efikasi diri,

kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 17 responden yang memiliki

efikasi diri kurang baik terdapat 7 orang patuh dalam menjalani latihan fisik

hal inii terjadi pada responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik,

dimana ini terlihat dari adanya keluarga yang menemani setiap responden

melakukan latihan fisik, selain itu responden juga menyatakan bahwa semua

persiapan dilakukan oleh keluarga seperti, minum, handuk kecil, pakaian

olah raga.

Hasil penelitian juga diapatkan bahwa dari 33 orang responden yang

efikasi baik terdapat 26 orang patuh dalam melakukan latihan fisik. Hal ini

membuktikan bahwa efikasi diri yang baik cenderung memiliki perilaku yang
76

patuh dalam melaksanakan latihan fisik, semakin baik efikasi diri seseorang

maka semakin patuh pula orang tersebut dalam melakukan latihan fisik yang

diindikasikan. Berdasarkan teori Bandura (2016) dengan efikasi diri,

kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu didapat. Semakin kuat

perasaaan efikasi diri dan semakin besar ketekunan maka semakin tinggi pula

peluang keberhasilan atas kegiatan yang dipilih dan dilakukan.

Pasien diabetes tipe 2 disarankan melakukan latihan fisik setidaknya 5

kali dalam seminggu atau setara 150 menit per minggu. Hasil percobaan

terkontrol telah menunjukkan bahwa latihan fisik secara teratur dapat

meningkatkan control glukosa darah, mengurangi faktor risiko

kardiovaskular, menurunkan gejala depresi dan meningkatkan kualitas

kesehatan (Amod et al., 2018). Perawat harus menjelaskan pentingnya

latihan fisik bagi pasien sehingga pasien termotivasi untuk meningkatkan

latihan fisik secara teratur sesuai dengan kemampuan masing-masing

individu. Al-Hassan & Froelicher (2018), yang menyimpulkan bahwa efikasi

diri secara signifikan lebih besar yang memprediksi perilaku manajemen diri

pada pasien diabetes tipe 2. Semakin tinggi tingkat efikasi diri pasien

diabetes tipe 2, maka akan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rencana

pengelolaan penyakitnya dan dapat mengurangi dan mencegah komplikasi.

Semakin rendah tingkat efikasi diri pasien, maka akan menurunkan

kepatuhan terhadap pengelolaan penyakit mereka, sehingga dapat


77

menimbulkan berbagai komplikasi diabetes, serta memperburuk kondisi

kesehatannya dan menurunkan kualitas hidupnya.

Hasil penelitian Mia et al (2018) menyatakan bahwa responden dengan

efikasi diri yang baik cenderung memiliki perilaku yang patuh dalam

melakanakan latihan fisik. Semakin baik efikasi diri seseorang, maka

semakin patuh pula orang tersebut dalam melaksanakan latihan fisik yang

diindikasikan. Berdasarkan teori efikasi diri, kekuatan untuk usaha yang

lebih besar mampu didapat. Semakin kuat perasaaan efikasi diri dan semakin

besar ketekunan, maka semakin tinggi pula peluang keberhasilan atas

kegiatan yang dipilih dan dilakukan.

Hasil penelitian Harjanto, Ekwantini, dan Cahyani (2015) dengan

judul hubungan efikasi diri dengan kepatuhan pengelolaan DM tipe 2 di

RSUP DR.Soeradji Tirtonegoro Klaten pada 70 responden, yang menyatakan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan

kepatuhan pengelolaan DM tipe 2 dengan nilai p= 0.001 dan r = 0,3623

Mia, Widha Anindita, Noor Diani,Ifa Hafifah. (2018) menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan kepatuhan

melakukan latihan fisik pada pasien DM tipe 2. lham Setiyawan, Yunita

Sari, Agis Taufik. (2020) terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi

diri dengan kepatuhan melakukan latihan fisik.

Lia Marliani (2019) menunjukan ada hubungan efikasi diri dengan

kepatuhan pelaksanaan senam diabetes pada pasien diabetes mellitus di


78

Poliklinik penyakit dalam RSUD Soreang dengan p value 0,001. Astri

Zakiyyah. (2017) menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan latihan fisik antara lain usia, jenis kelamin, pekerjaan , persepsi

rintangan, efikasi diri dan dukungan keluarga.

Umi Nazhiroh (2016), menunjukan adanya hubungan efikasi diri

dengan mekasisme koping pada pasien DM tipe 2. Seseorang dengan efikasi

tinggi akan yakin dapat menyelesaikan masalah dan akan memilih untuk

melakukan tindakan yang bermanfaat dan efektif untuk menyelesaikan

masalah dengan baik.


79

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Responden hampir sebagian (34,0%) memiliki efikasi diri yang kurang baik di

Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara

2. Responden hampir sebagian (34,0%) tidak patuh dalam melakukan latihan

fisik di Rumah Sakit Umum Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara

3. Terdapat hubungan efikasi diri dengan kepatuhan melakukan latihan fisik

pada pasien diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rumah SakitUmum Argamakmur

Kabupaten Bengkulu Utara dengan p value 0,019

B. Saran

1. Teoritis

Secara teoritis penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya yang

berminat melanjutkan penelitian dengan tema yang sama diharapkan agar

memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan (misalnya

faktor terapi, faktor sistem kesehatan, dan faktor lingkungan) serta dapat

menyempurnakan keterbatasan penelitian ini

2. Praktis

a. Bagi Penderita

Secara praktis hasil penelitian ini disarankan kepada penderita

diabetes mellitus tipe II diharapkan mampu mempertahankan efikasi diri


80

yang sudah dimiliki dengan cara selalu berfikir positif terhadap penyakit

yang dialaminya, mendekatkan diri kepada Tuhan, memotivasi diri sendiri

agar tetap yakin bahwa penyakit yang dideritanya bisa sembuh

b. Keluarga

Kepada pihak keluarga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

tentang kontribusi terhadap kepatuhan menjalani pengobatan, sehingga

pasangan dapat mempertahankan bahkan menambah dukungan kepada

penderita secara maksimal. Dukungan tersebut bisa dilakukan dalam

bentuk menemani pasangan berolahraga,

c. Rumah Sakit Umum Argamakmur

Bagi praktisi kesehatan, penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk

melakukan penyuluhan kesehatan, bekerja sama dengan praktisi psikologi.

Proses ini dapat dilakukan melalui pemberian bimbingan dan latihan

tentang pengelolaan penyakit diabetes seperti mengadakan senam diabetes

bersama setiap minggu, memberikan contoh makanan dan minuman yang

tidak mengandung kadar gula tinggi, dan mengadakan penyuluhan

bagaimana cara mencegah/ menangani komplikasi yang ditimbulkan dari

penyakit diabetes mellitus ini secara rutin

Anda mungkin juga menyukai