PENGALAMAN ESTETIS
Objek Estetis
Unsur
estetis
♫
♫ ♫
Tiga asumsi dasar ini digunakan beberapa filsuf untuk memaknai pendidikan musik.
Bagaimana keterkaitan antara makna musik dengan makna pendidikan musik? Marilah
kita lanjutkan dengan mempelajari uraian berikut ini.
Pandangan tentang pendidikan musik sebagai pendidikan estetis dikemukakan
oleh beberapa tokoh. Salah satu pencetus pandangan ini yakni James Mursell (1893-
1963). Menurut Mursell, seorang pencipta musik sesungguhnya mengambil esensi
emosional dari pengalaman hidupnya, untuk dikristalisasikan dalam nada. Pernyataan ini
mengisyaratkan bahwa musik merupakan representasi dari perasaan manusia. Selanjutnya
ia mengemukakan pemikiran dasarnya tentang pendidikan musik dalam buku “Principles
of Music Education” sebagai berikut: “Jika musik ditujukan untuk memproduksi nilai-
nilai pendidikan yang dimilikinya, maka musik diajarkan dan dipelajari dengan
penekanan utama yakni pada aspek estetis” (1936:6). Oleh karenanya pendidikan musik
maupun pendidikan melalui musik, perlu melibatkan pengalaman dalam menghargai dan
mengembangkan emosi atau perasaan manusia.
Asumsi ke dua bahwa unsur-unsur musik merupakan perwujudan unsur-unsur
estetis, dapat kita amati dari proses seorang komposer berkarya. Seorang komposer
selama proses penciptaan melakukan interaksi terus menerus dengan medium
ekspresinya. Misalnya ia punya suatu ide untuk mengolah suatu progresi harmoni. Ia
akan mengeksplorasi dan mengembangkannya melalui manipulasi berbagai komponen
estetis yang akan memperkaya medium musik tersebut (irama, melodi , form, tekstur,
dinamik, tempo dan lain-lain). Ia menata dan membentuk unsur-unsur musik tersebut
sebagai suatu bangunan estetis (♪- dengarkan contoh audio 1) Selama proses
berlangsung bisa jadi ia kemudian menyempurnakan kembali pilihan-pilihan yang telah
diputuskan sebelumnya karena ia merasa belum puas.
Implikasi dari asumsi tersebut terhadap pendidikan musik yakni diperlukan suatu
aktivitas yang memungkinkan individu memahami bagaimana unsur-unsur musik disusun
menjadi suatu bangunan estetis. Beberapa ahli memaknai aktvitas tersebut sebagai
pengalaman estetis. Bennett Reimer (1970, 1989) mengemukakan pandangannya: “The
meaning and value of musical works are internal: they are functions of the aesthetic
qualities themselves and how they are organized. Accordingly, music education must be
so arranged that aesthetic experience is central”. Terjemahan pernyataan tersebut yakni
makna dan nilai yang terkandung dalam suatu karya musik bersifat internal: hal-hal
tersebut merupakan fungsi dari kualitas estetik yang dimilikinya dan bagaimana hal-hal
tsb diorganisasikan. Berkaitan erat dengan hal tersebut maka pendidikan musik
sepatutnya dirancang sedemikian rupa sehingga pengalaman estetis merupakan hal yang
perlu diutamakan.
Musik ada karena didengar. Suatu produk estetis apakah itu karya musik, lukisan,
puisi atau jenis seni lainnya dipahami sebagai suatu komunikasi antara kreator dan
penikmatnya. Proses komunkasi sehari-hari dengan proses komunikasi yang berhubungan
dengan produk estetik agak berbeda. Dalam komunikasi sehari-hari, pengirim pesan
berharap makna pesan yang disampaikan, dapat dipahami sepenuhnya sebagai informasi
yang sama, oleh penerima pesan. Dalam komunikasi estetis hal tersebut amat sulit terjadi.
Saat suatu karya selesai diciptakan dan diperdengarkan pada pendengar, proses
transmisinya tidak dapat dikategorikan seperti komunikasi sehari-hari dalam bahasa
verbal. Suatu karya tidak memiliki satu set pesan yang meminta satu set respon.
Pendengar tidak memiliki kemampuan melihat dan merasakan komposisi tersebut sama
seperti komposer karena ia mencoba memahaminya dengan menggunakan satu set
kemampuan musikal, proses dan sikap yang berbeda. Menikmati sebuah karya berarti
pendengar membawa satu set pengalaman musikal yang telah dimlikinya, dan melalui
proses menikmati karya baru tersebut ia punya kesempatan untuk menemukan dan
memperoleh pemahaman baru berhubungan dengan komponen-komponen estetis dalam
musik.
Mengalami pengalaman estetik yakni secara penuh peduli terhadap ekspresi yang
ada di dalam sebuah produk estetis. Keith Swanwick (1979) menjelaskan : “Music
education is aesthetic education, Swanwick believes that listening is a matter of relating
to a musical object as an “aesthetic entity” through aesthetic experience”. Pendidikan
musik adalah pendidikan estetis. Swanwick meyakini bahwa mendengarkan musik adalah
suatu upaya untuk memahami objek musikal yang merupakan perwujudan estetika.
Proses menyimak melalui pendengaran inilah yang dimaksud sebagai pengalaman estetik.
Pengalaman Estetis dalam pendidikan musik dapat dikategorikan menjadi dua hal,
yakni sensitivitas estetis dan respon estetis. Kedua hal ini sebenarnya terjadi secara
simultan saat seseorang mendengarkan musik. Namun dalam pendidikan musik kedua hal
tersebut memiliki tempat yang berbeda. Sensitivitas estetis adalah sesuatu yang secara
sengaja harus diupayakan guru dalam pembelajaran, sementara respon estetis merupakan
implikasi dari berkembangnya sensitivitas estetis yang terbentuk saat seseorang
melampaui suatu pengalaman musik. Robert W. Bugart dan Charles B. Flower (1973)
menjelas bahwa sensitivitas terhadap produk estetis dapat diajarkan dan terukur
sementara respons terhadap produk estetis tidak dapat diajarkan dan tidak terukur.
PENGALAMAN ESTETIS
Sensitivitas
estetis :
temponya
cepaat!!!
Respon estetis:
Suara gamelan itu
Menarik karena
dinamis ♫
3.2 Praxial Philosophy of Music Education
Istilah praxial philosophy ini digunakan oleh David J. Elliot untuk memberikan
pandangan lain terhadap pendidikan musik. Apakah yang dimaksud dengan istilah
praxial? Kata praxis berasal dari kata praso yang bermakna melakukan sesuatu, karena
hal tersebut penting untuk dilakukan. Elliot menjelaskan: “By calling this praxial
philosophy I intend to highlight the importance it places on music as a particular form of
action that is purposeful and situated and therefore, revealing of one’s self and one’s
relationship with others in a community” (1995:14). Kata kunci dari pernyataan Elliot di
atas adalah musik merupakan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas manusia yang
bertujuan, pada situasi tertentu, dan memungkinkan seseorang mengungkapkan
keberadaan dirinya, serta hubungan dirinya dengan orang lain pada suatu komunitas.
Mengapa demikian?
Pada dasarnya Elliot berangkat dari pemikiran bahwa musik secara esensial
bukan merupakan objek, melainkan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Musik sebagai
salah satu bentuk aktivitas manusia memiliki empat dimensi yakni:
1. Orang yang menghasilkan musik (Musicer)
2. Aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan musik (musicing)
3. Produk yang diciptakan (music )
4. Konteks
Konteks
konteks
musicing
konteks
Konteks
Konteks
musicer
music
Konteks
Musicing listening
Music listenable
Musicer listener
Pernyataan Elliot tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan musik
Kembali kita melihat kata konteks yang mengaitkan aktivitas membuat musik dan
mendengarkan musik. Apa maksudnya? Marilah kita renungkan keterkaitan antara fungsi
musik, jenis musik dan penikmat dalam uraian berikut. Kita ketahui bersama ada
beragam musik, misalnya musik hiburan seperti keroncong, jazz, dangdut, musik pop dan
lain-lain punya komunitas pendengar masig-masing. Begitu juga musik untuk
peribadatan, upacara ritual atau musik untuk pertunjukan seni. Ada komunitas yang
mendukung terus berlangsungnya upacara seren tahun di Sukabumi, yang melibatkan
permainan angklung (musik angklung), dalam acara penyimpanan padi ke lumbung. Ada
komunitas musik kontemporer Indonesia yang senantiasa berupaya mengembangkan
musik-musik dengan pendekatan, cara atau materi yang baru, untuk menghasilkan suatu
karya yang punya identitas mandiri. Mereka saling mendengarkan, mengkritik dan
membangun bersama keberadaan musik kontemporer di Indonesia. Contoh-contoh ini
menjelaskan adanya konteks dalam melihat musik sebagai aktivitas membuat dan
mendengarkan. Aktivitas membuat musik dan mendengarkan musik, masing-masing
memilliki dimensinya sendiri yang saling mengisi dalam suatu konteks. Hal inilah yang
dimaksud dengan musik sebagai suatu bentuk aktivitas manusia yang multi dimensional.
Pada contoh tentang adanya komunitas tertentu yang menikmati dan mendukung
keberadaan suatu jenis musik, kita dapat menarik kesimpulan lain yakni musik
merupakan aktivitas manusia yang beragam.
Kemampuan
Kemandirian memperoleh mengembangkan diri
pengetahuan (self knowledge) (self growth)
Menemukan Menemukan
harga diri (self identitas diri
esteem) (self identity)
RANGKUMAN
Praxis filosofi memandang musik bersifat multidimensional dan beragam. Sifat
multi dimensional diajukan dengan pemikiran dasar bahwa musik ada karena ada
aktivitas manusia. Aktivitas manusia dalam bermusik minimal memiliki empat
dimensi yakni dimensi pembuat, proses, hasil dan konteks. Musik memiliki sifat
beragam karena pada prakteknya setiap aktivitas bermusik akan melibatkan satu
komunitas tertentu yang mendukung keberadaan musik tersebut. Realitas
menunjukkan ada banyak jenis dan ragam aktivitas bermusik manusia dalam
berbagai tataran kultur.
Praxis filosofi memaknai musik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas
manusia yang memiliki tujuan, terjadi pada situasi tertentu, dan memungkinkan
seseorang mengungkapkan keberadaan dirinya, serta hubungannya dengan orang
lain pada suatu komunitas.
Implikasi pandangan praxis filosofi terhadap pendidikan musik yakni pendidikan
musik patut menyelenggarakan aktivitas bermusik
Pendidikan musik dalam pandangan praxis filosofi memiliki makna membantu
manusia mengembangkan kemampuannya untuk memperoleh pengetahuan,
berkembang, memiliki harga diri dan identitas diri serta memiliki kepekaan sosial
terhadap keragaman budaya.
TES FORMATIF
I. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda paling tepat
1. Musik merupakan objek estetis karena
A. Musik ada karena didengar
B. Musik memiliki unsur bunyi
C. Musik merupakan aktivitas manusia
D. Musik merupakan perwujudan perasaan manusia
2. Pengalaman musikal dalam pandangan MEAE filosofi dan Praxis filosofi memiliki
kesamaan. Kedua pandangan filsafat pendidikan musik ini menekankan aspek
mendengarkan. Kedua pernyataan tersebut :
A. Benar-benar berhubungan
B. Benar – salah
C. Salah – benar
D. Salah semua
3. Manakah kegiatan dibawah ini yang memungkinkan terjadinya aktivitas menyimak
musik secara kritis?
A. Berlatih menyanyikan karya musik dalam paduan suara
B. Membaca majalah sambil mendengarkan radio
C. Menonton pertunjukan tari
D. Menyetel radio sebagai pengantar istirahat.
4. Musicianship diperoleh melalui aktivitas:
A. Membuat musik
B. Menggubah musik
C. Memainkan karya musik
D. A, B dan C benar semua
5. Kegiatan bermusik dalam pandangan praxis filosofi bermakna sebagai:
A. Upaya untuk memuliakan manusia atau membentuk manusia seutuhnya
B. Upaya untuk meningkatkan kepekaan musikal
C. Upaya untuk meningkatkan pemahaman akan keberagaman sosial
D. A, B dan C benar semua
II. Isilah jawaban yang benar dengan membubuhkan tanda (√) pada salah satu
kolom sensitivitas estetis atau respon estetis
Cek jawaban anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Jika jumlah jawaban yang benar
80 % dari 15 soal yang disediakan pelajari kembali kegiatan belajar 3 baik-baik.
KUNCI JAWABAN:
I. 1. D
2. C
3. A
4. D
5. A
II.
Jenis Komentar Pengalaman estetis
Sensitivitas estetis Respon estetis
1. Karyanya ruwet √
2. Saya suka karya tersebut √
3. Iramanya cepat √
4. Ada pengulangan melodi √
5. Mungkin menggambarkan √
perasaan frustasi
6. Dinamiknya tidak berubah √
7. Nada yang digunakan hanya 4 √
8. Ada variasi ritme √
9. Wah susah euy ada nada √
tingginya!
10 Nah ini lagu yang paling kacau √