Anda di halaman 1dari 16

KEGIATAN BELAJAR 3

Filosofi Pendidikan Musik di “Barat”

Pembahasan kali ini dimaksudkan untuk menambah wawasan anda tentang


perkembangan filosofi pendidikan musik yang sedang terjadi di negara-negara Barat.
Negara Barat yang dimaksud adalah negara-negara di Eropa dan Amerika. Dua sudut
pandang tentang pendidikan musik, yang akan dibahas kali ini yakni MEAE Philosophy
( Music Education as an Aesthetic Education) dan Praxis Philosophy.

3.1 MEAE Philosophy (PENDIDIKAN MUSIK SEBAGAI PENDIDIKAN


ESTETIS)
Sebelum membahas pandangan para filsuf tentang makna pendidikan musik
sebagai pendidikan estetis, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu, asumsi dasar tentang
musik yang digunakan oleh para filsuf tersebut. Ada tiga asumsi utama yang digunakan.
Asumsi pertama yakni musik merupakan objek estetis karena di dalamnya terkandung
kristalisasi pengalaman emosi manusia. Asumsi ke dua setiap musik mengandung unsur
atau kelengkapan struktural yang merupakan perwujudan unsur-unsur estetis. Asumsi ke
tiga yakni musik ada karena di dengar sehingga pengalaman auditif terhadap karya musik
merupakan pengalaman estetis

PENGALAMAN ESTETIS

Objek Estetis

Unsur
estetis


♫ ♫
Tiga asumsi dasar ini digunakan beberapa filsuf untuk memaknai pendidikan musik.
Bagaimana keterkaitan antara makna musik dengan makna pendidikan musik? Marilah
kita lanjutkan dengan mempelajari uraian berikut ini.
Pandangan tentang pendidikan musik sebagai pendidikan estetis dikemukakan
oleh beberapa tokoh. Salah satu pencetus pandangan ini yakni James Mursell (1893-
1963). Menurut Mursell, seorang pencipta musik sesungguhnya mengambil esensi
emosional dari pengalaman hidupnya, untuk dikristalisasikan dalam nada. Pernyataan ini
mengisyaratkan bahwa musik merupakan representasi dari perasaan manusia. Selanjutnya
ia mengemukakan pemikiran dasarnya tentang pendidikan musik dalam buku “Principles
of Music Education” sebagai berikut: “Jika musik ditujukan untuk memproduksi nilai-
nilai pendidikan yang dimilikinya, maka musik diajarkan dan dipelajari dengan
penekanan utama yakni pada aspek estetis” (1936:6). Oleh karenanya pendidikan musik
maupun pendidikan melalui musik, perlu melibatkan pengalaman dalam menghargai dan
mengembangkan emosi atau perasaan manusia.
Asumsi ke dua bahwa unsur-unsur musik merupakan perwujudan unsur-unsur
estetis, dapat kita amati dari proses seorang komposer berkarya. Seorang komposer
selama proses penciptaan melakukan interaksi terus menerus dengan medium
ekspresinya. Misalnya ia punya suatu ide untuk mengolah suatu progresi harmoni. Ia
akan mengeksplorasi dan mengembangkannya melalui manipulasi berbagai komponen
estetis yang akan memperkaya medium musik tersebut (irama, melodi , form, tekstur,
dinamik, tempo dan lain-lain). Ia menata dan membentuk unsur-unsur musik tersebut
sebagai suatu bangunan estetis (♪- dengarkan contoh audio 1) Selama proses
berlangsung bisa jadi ia kemudian menyempurnakan kembali pilihan-pilihan yang telah
diputuskan sebelumnya karena ia merasa belum puas.
Implikasi dari asumsi tersebut terhadap pendidikan musik yakni diperlukan suatu
aktivitas yang memungkinkan individu memahami bagaimana unsur-unsur musik disusun
menjadi suatu bangunan estetis. Beberapa ahli memaknai aktvitas tersebut sebagai
pengalaman estetis. Bennett Reimer (1970, 1989) mengemukakan pandangannya: “The
meaning and value of musical works are internal: they are functions of the aesthetic
qualities themselves and how they are organized. Accordingly, music education must be
so arranged that aesthetic experience is central”. Terjemahan pernyataan tersebut yakni
makna dan nilai yang terkandung dalam suatu karya musik bersifat internal: hal-hal
tersebut merupakan fungsi dari kualitas estetik yang dimilikinya dan bagaimana hal-hal
tsb diorganisasikan. Berkaitan erat dengan hal tersebut maka pendidikan musik
sepatutnya dirancang sedemikian rupa sehingga pengalaman estetis merupakan hal yang
perlu diutamakan.
Musik ada karena didengar. Suatu produk estetis apakah itu karya musik, lukisan,
puisi atau jenis seni lainnya dipahami sebagai suatu komunikasi antara kreator dan
penikmatnya. Proses komunkasi sehari-hari dengan proses komunikasi yang berhubungan
dengan produk estetik agak berbeda. Dalam komunikasi sehari-hari, pengirim pesan
berharap makna pesan yang disampaikan, dapat dipahami sepenuhnya sebagai informasi
yang sama, oleh penerima pesan. Dalam komunikasi estetis hal tersebut amat sulit terjadi.
Saat suatu karya selesai diciptakan dan diperdengarkan pada pendengar, proses
transmisinya tidak dapat dikategorikan seperti komunikasi sehari-hari dalam bahasa
verbal. Suatu karya tidak memiliki satu set pesan yang meminta satu set respon.
Pendengar tidak memiliki kemampuan melihat dan merasakan komposisi tersebut sama
seperti komposer karena ia mencoba memahaminya dengan menggunakan satu set
kemampuan musikal, proses dan sikap yang berbeda. Menikmati sebuah karya berarti
pendengar membawa satu set pengalaman musikal yang telah dimlikinya, dan melalui
proses menikmati karya baru tersebut ia punya kesempatan untuk menemukan dan
memperoleh pemahaman baru berhubungan dengan komponen-komponen estetis dalam
musik.
Mengalami pengalaman estetik yakni secara penuh peduli terhadap ekspresi yang
ada di dalam sebuah produk estetis. Keith Swanwick (1979) menjelaskan : “Music
education is aesthetic education, Swanwick believes that listening is a matter of relating
to a musical object as an “aesthetic entity” through aesthetic experience”. Pendidikan
musik adalah pendidikan estetis. Swanwick meyakini bahwa mendengarkan musik adalah
suatu upaya untuk memahami objek musikal yang merupakan perwujudan estetika.
Proses menyimak melalui pendengaran inilah yang dimaksud sebagai pengalaman estetik.
Pengalaman Estetis dalam pendidikan musik dapat dikategorikan menjadi dua hal,
yakni sensitivitas estetis dan respon estetis. Kedua hal ini sebenarnya terjadi secara
simultan saat seseorang mendengarkan musik. Namun dalam pendidikan musik kedua hal
tersebut memiliki tempat yang berbeda. Sensitivitas estetis adalah sesuatu yang secara
sengaja harus diupayakan guru dalam pembelajaran, sementara respon estetis merupakan
implikasi dari berkembangnya sensitivitas estetis yang terbentuk saat seseorang
melampaui suatu pengalaman musik. Robert W. Bugart dan Charles B. Flower (1973)
menjelas bahwa sensitivitas terhadap produk estetis dapat diajarkan dan terukur
sementara respons terhadap produk estetis tidak dapat diajarkan dan tidak terukur.

PENGALAMAN ESTETIS

Sensitivitas terhadap Respon terhadap


produk estetis produk estetis

Persepsi terhadap Reaksi terhadap


unsur musik unsur musik

Abraham Schwadron (1967) menjelaskan : “Music educators concern themselves


with the development of aesthetic perception and with fostering aesthetic experiences”.
Para pendidik musik memperhatikan dengan seksama perkembangan persepsi estetis
(sensitivitas) melalui penguatan pengalaman estetis. Sensitivitas terhadap produk estetis
dapat dipelajari dengan mengembangkan persepsi tentang komponen-komponen estetik
yang terdapat pada sebuah karya musik seperti irama, melodi, harmoni, form, tekstur,
dinamik, tempo, style, medium dll. Bagaimana komponen-komponen tersebut saling
berhubungan satu sama lain dalam sebuah karya musik? Pertanyaan inilah yang perlu
dihadirkan dalam benak siswa saat belajar musik. Peran guru dalam rangka
mengembangkan sensitivitas estetik adalah mengarahkan siswa untuk melakukan
evaluasi mandiri tentang konsep-konsep musik, melalui proses menyimak,
mengidentifikasi, membedakan dan menghubungkan. Kepekaan estetis dapat digunakan
untuk mengidentifikasi bunyi, misalnya menemukan pola irama atau motif utama suatu
karya, nada-nada yang digunakan, warna alat musik yang didengarnya dll.
Hal yang tak dapat dipelajari adalah apa yang digambarkan oleh Reimer (1965:
33-36) sebagai “the feelingfull reaction to what has been perceived”, artinya reaksi
dengan penuh perasaan terhadap apa yang dialaminya. Walaupun tidak diajarkan tetapi
hal ini juga amat penting dalam pendidikan musik, Charles Leonard dan Robert House
(1959) menyatakan “ the only basis for music education is the development of people’s
responsiveness to the aesthetic qualities of musical works” Landasan utama dalam
pendidikan musik yakni mengembangkan kemampuan seseorang untuk merespon
kualitas estetis yang terdapat pada suatu karya. Aktivitas yang menjadi indikator adanya
kemampuan merespon diantaranya ialah mengkritik, memilih dan menentukan musik
mana yang disukai, memberi makna terhadap musik yang didengar dan memberi
keputusan menolak atau mendengarkan suatu karya musik hingga selesai.
Upaya guru dalam melatih sensitivitas atau persepsi estetis siswa terhadap suatu
karya pada akhirnya juga akan memberikan implikasi pada kemampuan siswa
menemukan pemaknaan personal tentang musik yang didengarnya dan meningkatkan
kesenangan personal. Atau dengan kata lain melatih sensitivitas estetis berarti
memberikan peluang bagi berkembangnya respon estetis seseorang. Berbagai uraian ini
mudah-mudahan dapat membantu anda memahami esensi dari pandangan para filsuf
pendidikan musik dalam memaknai pendidikan musik sebagai pendidikan estetis.

Sensitivitas
estetis :
temponya
cepaat!!!

Respon estetis:
Suara gamelan itu
Menarik karena
dinamis ♫
3.2 Praxial Philosophy of Music Education
Istilah praxial philosophy ini digunakan oleh David J. Elliot untuk memberikan
pandangan lain terhadap pendidikan musik. Apakah yang dimaksud dengan istilah
praxial? Kata praxis berasal dari kata praso yang bermakna melakukan sesuatu, karena
hal tersebut penting untuk dilakukan. Elliot menjelaskan: “By calling this praxial
philosophy I intend to highlight the importance it places on music as a particular form of
action that is purposeful and situated and therefore, revealing of one’s self and one’s
relationship with others in a community” (1995:14). Kata kunci dari pernyataan Elliot di
atas adalah musik merupakan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas manusia yang
bertujuan, pada situasi tertentu, dan memungkinkan seseorang mengungkapkan
keberadaan dirinya, serta hubungan dirinya dengan orang lain pada suatu komunitas.
Mengapa demikian?
Pada dasarnya Elliot berangkat dari pemikiran bahwa musik secara esensial
bukan merupakan objek, melainkan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Musik sebagai
salah satu bentuk aktivitas manusia memiliki empat dimensi yakni:
1. Orang yang menghasilkan musik (Musicer)
2. Aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan musik (musicing)
3. Produk yang diciptakan (music )
4. Konteks

Konteks

konteks

musicing

konteks
Konteks

Konteks
musicer
music

Gambar 3.4 Dimensi musik


Keempat dimensi musik ini tidak hanya saling berkaitan, tetapi juga bergerak secara
dinamis. Keempat hal tersebut membentuk dinamika sistem yang berubah dan
memberikan umpan balik secara terus-menerus. Sebagai ilustrasi marilah kita amati kerja
seorang pianis. Saat memainkan suatu karya musik, pianis akan berupaya membunyikan
nada dengan penuh perasaan sesuai notasi yang tertulis dan interpretasinya terhadap
karya tersebut. Setelah nada dan irama karya tersebut ia kuasai, mulailah ia mengolah
bagian-perbagian lagu dengan aksentuasi, dinamika, tempo serta pengaturan energi agar
musik yang dihasilkan dapat berbicara sesuai perasaan yang ingin diungkapkannya.
Komunikasi antara pianis, karya, dan proses menguasai karya akan terjadi terus-menerus,
hingga sang pianis merasa puas baik terhadap cara membawakan karya yang dipilihnya,
maupun kualitas musik yang dihasilkannya. Keputusan-keputusan yang diambil oleh sang
pianis sesungguhnya juga didasari oleh situasi budaya tempat ia berada. Bila ia seorang
pianis di sebuah rumah makan, maka karya-karya yang ia mainkan akan disesuaikan
dengan selera pengunjung, fungsi musik dalam rumah makan tersebut, atau bahkan
selera bos pemilik rumah makan.
Pada contoh di atas pianis merupakan musicer yang berkomunikasi terus-menerus
terhadap musik yang ia mainkan melalui suatu proses yang disebut musicing. Selain itu ia
juga memperhatikan konteks. Bila kita amati diagram sebelumnya kita akan melihat ada
empat kata konteks. Masing-masing dimensi yakni musicer, musicing dan music
memiliki konteks, begitu pula dinamika ketiganya juga ada dalam konteks tertentu.
Sebagai gambaran, pianis atau musicer memiliki konteksnya sendiri yakni ia yang hidup
dalam ruang dan waktu tertentu, yang mungkin berbeda dengan ruang dan waktu saat
karya dibuat (konteks karya). Saat melakukan proses latihan ada konteks yakni situasi
dan kondisi saat ia berlatih. Ketiga dimensi pada konteksnya masing-masing akan saling
mempengaruhi dengan memperhatikan konteks pertunjukan, misalnya: kapan, dimana,
siapa pendengar karya dan sebagainya. Keseluruhan proses inilah yang dimaksud sebagai
sebuah sistem yang dinamis.
Musik sebagai suatu bentuk aktivitas manusia yang bertujuan, ada karena di-
dengar. Mendengarkan musik bisa dilakukan sekilas saja, dapat juga dilakukan dengan
penuh perhatian atau dengan istilah lain “menyimak”. Dapatkah anda memberi contoh
fenomena mendengar musik secara sekilas? Coba amati musik yang sering diputar di
pusat-pusat perbelanjaan, di apotik, atau di ruang tunggu rumah sakit! Bagaimana sikap
orang di sekitar tempat-tempat tersebut terhadap musik? Bandingkan dengan sikap orang-
orang yang melihat pertunjukan musik atau melaksanakan upacara ritual yang
menggunakan musik? Adakah perbedaannya? Ya..., ada perbedaan sikap bukan? Hampir
setiap orang di pusat perbelanjaan, apotik, maupun rumah sakit sibuk dengan pekerjaan
maupun pikirannya masing-masing. Sebaliknya pengunjung pertunjukan musik seolah-
olah terbius oleh suara musik yang diperdengarkan, sehingga mereka bisa bertepuk
tangan, menari atau berteriak karena larut dalam sajian musiknya.
Mendengarkan musik sendiri memiliki empat dimensi yakni pendengar (listener),
hal yang dapat didengar (listenable) dan kegiatan mendengar (listening) dan konteks
tertentu. Contoh di atas telah menjelaskan empat dimensi tersebut. Musik yang
diperdengarkan di apotik bisa kita katakan sebagai hal yang dapat didengar (listenable).
Siapa yang mendengarkan? Orang-orang yang ada di apotik tersebut (listener). Proses
mendengar sekilas yang dilakukan oleh orang-orang di apotik disebut sebagai listening.
Untuk apakah musik diputar di apotik? Musik diputar di apotik, agar pembeli yang antri
tidak bosan dan jemu menunggu, sementara petugas dan pelayan apotik tidak cepat
merasa lelah, dan terus bersemangat melayani pengunjung. Hal inilah yang dimaksud
dengan konteks. Sebagai latihan cobalah anda identifikasi empat dimensi mendengarkan
dengan menganalisis fenomena pertunjukan “Indonesian Idol” , “AFI”, “ KDI” atau acara
sejenis yang sedang marak ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi swasta kita.
Beberapa uraian di atas telah mengantarkan kita pada suatu pemahaman bahwa
musik merupakan fenomena yang multidimensional, mencakup dua bentuk aktivitas
sadar manusia yang saling mengisi, yakni membuat musik dan mendengarkan/menyimak
musik. “Music is a multidimensional human phenomenon involving two interlocking
forms of intentional human activity: music making and music listening”. (Elliot, 1995:42)
Membuat musik dapat mencakup proses penciptaan, maupun proses interpretasi karya.
Proses penciptaan biasa dilakukan seorang komposer, sementara proses interpretasi dapat
dilakukan oleh pemain musik, seorang penggubah lagu (arranger) maupun seorang
pemimpin orkes/paduan suara (dirigen). Hubungan saling mengisi atau interlocking
antara aktivitas membuat musik dengan mendengarkan musik dapat kita amati dalam
diagram di bawah ini.

Konteks

Musicing listening

Music listenable

Musicer listener
Pernyataan Elliot tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan musik

3.5 Musik sebagai bentuk aktivitas yang multidimensional

Kembali kita melihat kata konteks yang mengaitkan aktivitas membuat musik dan
mendengarkan musik. Apa maksudnya? Marilah kita renungkan keterkaitan antara fungsi
musik, jenis musik dan penikmat dalam uraian berikut. Kita ketahui bersama ada
beragam musik, misalnya musik hiburan seperti keroncong, jazz, dangdut, musik pop dan
lain-lain punya komunitas pendengar masig-masing. Begitu juga musik untuk
peribadatan, upacara ritual atau musik untuk pertunjukan seni. Ada komunitas yang
mendukung terus berlangsungnya upacara seren tahun di Sukabumi, yang melibatkan
permainan angklung (musik angklung), dalam acara penyimpanan padi ke lumbung. Ada
komunitas musik kontemporer Indonesia yang senantiasa berupaya mengembangkan
musik-musik dengan pendekatan, cara atau materi yang baru, untuk menghasilkan suatu
karya yang punya identitas mandiri. Mereka saling mendengarkan, mengkritik dan
membangun bersama keberadaan musik kontemporer di Indonesia. Contoh-contoh ini
menjelaskan adanya konteks dalam melihat musik sebagai aktivitas membuat dan
mendengarkan. Aktivitas membuat musik dan mendengarkan musik, masing-masing
memilliki dimensinya sendiri yang saling mengisi dalam suatu konteks. Hal inilah yang
dimaksud dengan musik sebagai suatu bentuk aktivitas manusia yang multi dimensional.
Pada contoh tentang adanya komunitas tertentu yang menikmati dan mendukung
keberadaan suatu jenis musik, kita dapat menarik kesimpulan lain yakni musik
merupakan aktivitas manusia yang beragam.

3.6 Musik sebagai aktivitas manusia yang beragam


Pada diagram 3.6 di atas, kita dapat melihat musik dalam tiga konteks. Dalam
konteks yang luas, musik merupakan aktivitas manusia yang beragam. Konteks yang
lebih kecil, menjelaskan bahwa setiap aktivitas tersebut terdiri dari aktivitas membuat dan
mendengarkan musik yang saling memperkuat dan mengisi (gambar dua segitiga yang
saling berhadapan). Pada kategori terakhir kita dapat memaknai musik sebagai suatu
kejadian bunyi atau karya yang dapat didengar karena terjadi sebagai hasil usaha
seseorang dalam konteks tertentu (adanya dimensi dalam masing-masing segitiga seperti
gambar 3.5).
Melalui berbagai uraian, contoh dan diagram tersebut di atas, kita dapat
menemukan pandangan praxis filosofi tentang sifat dasar musik yakni bersifat
multidimensional dan beragam. Selain itu musik dapat dimaknai sebagai suatu bentuk
kegiatan atau aktivitas manusia yang memiliki tujuan, terjadi pada situasi tertentu, dan
memungkinkan seseorang mengungkapkan keberadaan dirinya, serta hubungannya
dengan orang lain pada suatu komunitas.
Sifat dasar musik yang multi dimensional dan beragam, serta makna musik
sebagai aktivitas manusia memberi implikasi pada pemikiran tentang pendidikan musik.
Musik sebagai aktivitas manusia memberi implikasi pada proses pendidikan musik yang
patut menyelenggarakan aktivitas bermusik seperti mencipta, dan menginterpretasi karya
musik melalui perbuatan mencakup: menyajikan/memainkan karya, mengarahkan grup
musik/ paduan suara dalam membawakan suatu karya musik, dan menggubah/arransemen
musik. Mengapa demikian?
Didalam aktivitas bermusik terjadi suatu proses mendengar, merasakan, berpikir
dan membuat keputusan-keputusan. Contohnya seperti uraian tentang pianis pada awal
uraian kegiatan belajar tiga ini. Seorang pianis akan memutuskan untuk memperbaiki
cara ia memainkan tuts piano, setelah mendengarkan dengan seksama hasil permainannya
tentang suatu bagian tertentu. Mungkin keputusan tersebut diambil setelah
mempertimbangkan pentingnya memunculkan nada-nada tersembunyi yang ada pada
iringan tangan kiri, sebagai penguat melodi utama yang dimainkan oleh tangan kanan.
Dapatkah anda pahami bahwa keputusan tersebut didasari oleh pemikiran dan perasaan?
Mari kita renungkan, bagaimana cara pianis memutuskan mencari nada tersembunyi pada
pola iringan yang dimainkan tangan kiri! Apakah ia menyimak dengan baik bagian
tersebut dengan menggunakan kepekaan pendengarannya? Apakah ia memilih dan
memilah, mana nada yang berperan sebagai pendukung utama melodi dan mana yang
tidak? Disadari atau tidak, pianis tersebut telah melakukan proses menyimak yang
mengaitkan pemikiran dan perasaan untuk digunakan dalam menyempurnakan kualitas
karya yang dimainkannya.
Setiap aktivitas bermusik meliputi proses mendengar, merasakan, berpikir dan
membuat keputusan-keputusan. Cara tersebut memungkinkan seseorang memperoleh
pengetahuan yang dilandasi atas pemahaman mendasar yang terinternalisasi. Proses
internalisasi terjadi karena perolehan pengetahuan dipahami melalui perbuatan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui perbuatan inilah yang dimaksud sebagai
musicianship-“it is a form of practical knowledge, or reflective practice, a matter of what
Donald Schon calls thinking-in-action and knowing-in-action.”(Elliot, 1995:54)
Proses pembelajaran musik yang berisi berbagai aktivitas bermusik, dalam
pandangan filsafat praxis akan membantu siswa memperoleh kemandirian dalam
memperoleh pengetahuan. Pembelajaran yang menekankan aktivitas bermusik pada
siswa, memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan sebagai buah usaha yang telah
dilakukannya. Pembelajaran musik yang memperhatikan faktor perkembangan
musicianship di satu sisi, dan tantangan/ persoalan-persoalan musik di sisi lain akan
membantu siswa memperoleh kemampuan mengembangkan diri. Dalam aktivitas
bermusik, kedua kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang secara alami.
Implikasi dari kedua hal tersebut yakni siswa akan memiliki harga diri dan menemukan
identitasnya.

Kemampuan
Kemandirian memperoleh mengembangkan diri
pengetahuan (self knowledge) (self growth)

Mengalir /alami (Flow )

Menemukan Menemukan
harga diri (self identitas diri
esteem) (self identity)

Gambar 3.7 Implikasi aktivitas bermusik dalam


pendidikan musik
Penjelasan tersebut memberikan masukan pada kita bahwa pembelajaran musik
tidak hanya bermakna pada kegiatan bermusik dan pengetahuan musik saja, tetapi lebih
dari itu yakni akan membantu manusia mengembangkan kemampuannya untuk
memperoleh pengetahuan, berkembang, memiliki harga diri dan identitas diri. Bila kita
menyelenggarakan pembelajaran musik yang memperhatikan pula keragaman budaya,
artinya siswa diberi kesempatan pula untuk beraktivitas dengan musik yang berasal dari
berbagai suku bangsa, maka kita juga mengantarkan siswa pada suatu proses untuk
memiliki rasa empati dan kearifan sosial. Disinilah letak kekuatan pendidikan musik
sebagai pendidikan untuk memuliakan manusia atau membentuk manusia seutuhnya.

RANGKUMAN
 Praxis filosofi memandang musik bersifat multidimensional dan beragam. Sifat
multi dimensional diajukan dengan pemikiran dasar bahwa musik ada karena ada
aktivitas manusia. Aktivitas manusia dalam bermusik minimal memiliki empat
dimensi yakni dimensi pembuat, proses, hasil dan konteks. Musik memiliki sifat
beragam karena pada prakteknya setiap aktivitas bermusik akan melibatkan satu
komunitas tertentu yang mendukung keberadaan musik tersebut. Realitas
menunjukkan ada banyak jenis dan ragam aktivitas bermusik manusia dalam
berbagai tataran kultur.
 Praxis filosofi memaknai musik sebagai suatu bentuk kegiatan atau aktivitas
manusia yang memiliki tujuan, terjadi pada situasi tertentu, dan memungkinkan
seseorang mengungkapkan keberadaan dirinya, serta hubungannya dengan orang
lain pada suatu komunitas.
 Implikasi pandangan praxis filosofi terhadap pendidikan musik yakni pendidikan
musik patut menyelenggarakan aktivitas bermusik
 Pendidikan musik dalam pandangan praxis filosofi memiliki makna membantu
manusia mengembangkan kemampuannya untuk memperoleh pengetahuan,
berkembang, memiliki harga diri dan identitas diri serta memiliki kepekaan sosial
terhadap keragaman budaya.
TES FORMATIF
I. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda paling tepat
1. Musik merupakan objek estetis karena
A. Musik ada karena didengar
B. Musik memiliki unsur bunyi
C. Musik merupakan aktivitas manusia
D. Musik merupakan perwujudan perasaan manusia
2. Pengalaman musikal dalam pandangan MEAE filosofi dan Praxis filosofi memiliki
kesamaan. Kedua pandangan filsafat pendidikan musik ini menekankan aspek
mendengarkan. Kedua pernyataan tersebut :
A. Benar-benar berhubungan
B. Benar – salah
C. Salah – benar
D. Salah semua
3. Manakah kegiatan dibawah ini yang memungkinkan terjadinya aktivitas menyimak
musik secara kritis?
A. Berlatih menyanyikan karya musik dalam paduan suara
B. Membaca majalah sambil mendengarkan radio
C. Menonton pertunjukan tari
D. Menyetel radio sebagai pengantar istirahat.
4. Musicianship diperoleh melalui aktivitas:
A. Membuat musik
B. Menggubah musik
C. Memainkan karya musik
D. A, B dan C benar semua
5. Kegiatan bermusik dalam pandangan praxis filosofi bermakna sebagai:
A. Upaya untuk memuliakan manusia atau membentuk manusia seutuhnya
B. Upaya untuk meningkatkan kepekaan musikal
C. Upaya untuk meningkatkan pemahaman akan keberagaman sosial
D. A, B dan C benar semua
II. Isilah jawaban yang benar dengan membubuhkan tanda (√) pada salah satu
kolom sensitivitas estetis atau respon estetis

Jenis Komentar Pengalaman estetis


Sensitivitas estetis Respon estetis
1. Karyanya ruwet
2. Saya suka karya tersebut
3. Iramanya cepat
4. Ada pengulangan melodi
5. Mungkin menggambarkan
perasaan frustasi
6. Dinamiknya tidak berubah
7. Nada yang digunakan hanya 4
8. Ada variasi ritme
9. Wah susah euy ada nada
tingginya!
10 Nah ini lagu yang paling kacau

Cek jawaban anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Jika jumlah jawaban yang benar
80 % dari 15 soal yang disediakan pelajari kembali kegiatan belajar 3 baik-baik.

KUNCI JAWABAN:
I. 1. D
2. C
3. A
4. D
5. A
II.
Jenis Komentar Pengalaman estetis
Sensitivitas estetis Respon estetis
1. Karyanya ruwet √
2. Saya suka karya tersebut √
3. Iramanya cepat √
4. Ada pengulangan melodi √
5. Mungkin menggambarkan √
perasaan frustasi
6. Dinamiknya tidak berubah √
7. Nada yang digunakan hanya 4 √
8. Ada variasi ritme √
9. Wah susah euy ada nada √
tingginya!
10 Nah ini lagu yang paling kacau √

Anda mungkin juga menyukai