Anda di halaman 1dari 6

E-ISSN : 2685-2780

P-ISSN : 2685-4260

POTENSI FILM PENDEK DI ERA INTERNET


Lulu Hendra Komara
Volume 3, Nomor 2
Juli 2021 Program Studi Penciptaan Seni Videografi
(48-53) Pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta
e-mail : loeloehendra@gmail.com

ABSTRAK

Film pendek dalam kaitannya budaya sinema memberikan pengalaman yang berbeda ketika film pendek
ditonton bersama-sama di ruang gelap dengan menggunakan layar besar. Pada era internet saat ini, film
pendek memiliki banyak peluang untuk dapat di tampilkan pada khalayak. Film pendek sebagai produk
karya seni bisa dengan mudah mendapatkan ruang untuk menampilkan karya filmnya. Penelitian ini
membahas bagaimana potensi film pendek di era internet, melalui skema distribusi dan eksebisinya dengan
tujuan untuk mengetahui potensi film pendek di Indonesia saat ini. Oleh karena itu penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis observasi pada beberpa flatform streaming
online yang ada di Indonesia, serta wawancara kepada program manager Yayasan Cipta Citra Indonesia.
Dari hasil temuan yang didapat, film pendek tidak hanya hadir sebagai produk karya seni yang hanya
diputar di ruang terbatas. Akan tetapi, dengan kehadiran berbagai flatform streaming online (GoPlay Indie,
Genflix, Kinosaurus Virtual Cinema dan sebagainya) melalui layanan video berbasis permintaan (Video on
Demand) memberikan kesempatan pada film pendek untuk ditayangkan ke khalayak luas dan memiliki
peluang untuk mendapat keuntungan secara komersial.

Kata kunci: Film pendek, internet, Video on Demand

ABSTRACT

Short films concerning cinema culture provide a different experience when short films are watched together in a
dark room using a big screen. In the current era of the internet, short films have many chances to be delivered to
their audience. Short film as artwork can conveniently obtain their space to be displayed. This research discusses
the potential of short films in the internet era through its distribution and exhibition scheme to measure its current
potential in Indonesia. Therefore this research uses a qualitative approach with an observation-based analysis
method on available online streaming platforms in Indonesia, along with an interview with the program manager
of Yayasan Cipta Citra Indonesia. The obtained data shows that short films can function as more than just an art
form shown inside a limited space. The emergence of online streaming platforms (GoPlay Indie, Genflix,
Kinosaurus Virtual Cinema, and more) via Video-on-Demand service providing opportunities for the short film to
be delivered to a larger audience and gaining commercial profits.

Keyword: Short film, internet, Video on Demand

PENDAHULUAN berpendapat bahwa melalui film pendek, kita bisa


melihat kejujuran dari permasalahan yang
Saat ini kita sudah tidak asing dengan istilah disampaikan. Hal ini merupakan sebuah pernyataan
film pendek. Film yang secara teknis berdurasi bahwa motif penyikapan produksi pada film pendek
kurang dari 50 menit ini merupakan salah satu cenderung steril dari kepentingan industri atau
bentuk film yang memberikan kebebasan ruang kepentingan selera pasar. Tidak sedikit pula ide-ide
gerak ekspresi yang lebih leluasa kepada cerita yang disampaikan melalui film pendek
pembuatnya. Sebagaimana film sebagai karya seni, diadaptasi menjadi film panjang yang mampu
film pendek juga merupakan medium ekspresi serta memberi tawaran yang berbeda pada industri
mengandung pesan personal dari subjektifitas filmnya.
pembuatnya. Seperti halnya film panjang, Pada awal era digital kamera hadir, film
kebebasan cara bertutur dalam film pendek mampu pendek marak diproduksi diberbagai tempat di
menghasilkan bentuk film yang bervariasi. Film Indonesia. Berbagai macam cerita diangkat dengan
pendek dapat memilih durasi sesingkat-singkatnya dilandasi atas kejujuran pembuatnya. Film-film ini
apabila ide gagasan yang disampaikan telah membicarakan tentang hal-hal yang dekat dengan
terkomunikasikan. Banyak diantaranya yang sekitarnya. Film-film pendek semacam ini seperti

48
Lulu Hendra Komara / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.2, Juli 2021, 48-53

menjadi obat atas kerinduan tontonan masyarakat internet yang legal, seperti Kinosaurus melalui
yang biasanya sulit ditemukan di bioskop dan program pemutaran virtual cinema, GoPlay Indie,
tayangan televisi nasional. Maraknya produksi film dan beberapa platform internet lainnya yang
pendek di kalangan komunitas ini juga diiringi menayangkan karya film-film pendek dari
dengan kegiatan pemutaran yang sifatnya sangat Indonesia. Menurut Sugiyono, (2007:1), metode
terbatas. Kegiatan pemutaran-pemutaran tersebut penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
biasanya dilakukan oleh kalangan pelajar dan berlandaskan pada filsafat postpositifsime,
mahasiswa yang memiliki unit kegiatan mahasiswa digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
di tempat mereka berada. Akses terhadap tontonan alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di
film pendek seperti ini secara umum sangatlah mana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
terbatas. Untuk dapat menonton film-film semacam pengambilan sample sumber dan data dilakukan
ini biasanya hanya dapat dilakukan dengan cara secara purposive dan snowbaal, teknik
datang ke pemutaran-pemutaran swadaya yang pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi
dilakukan oleh komunitas film, atau saat festival (gabungan) analisis data bersifat induktif /
film di selenggarakan. Memang bukan sebuah hal kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
baru bahwa film pendek sejak kelahirannya selalu menekankan pada makna dari pada generalisasi.
termarjinalkan keberadaannya. Selain tidak adanya Lalu menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan
ruang khusus yang disediakan oleh industri penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian
ataupun bioskop komersial untuk film pendek, juga yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
akibat bentuk dan cara bertuturnya yang cenderung tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
personal dan spesifik ditujukan kepada khalayak yang dapat diamati. Krik dan Miller juga
terbatas. memberikan definisi penelitian kualitatif adalah
Pada era internet saat ini, film pendek tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
memiliki banyak peluang untuk dapat di tampilkan secara fundamental bergantung dari pengamatan
pada khalayak. Film pendek sebagai produk karya pada manusia baik dalam kawasannya maupun
seni bisa dengan mudah mendapatkan ruang untuk dalam peristilahannya (Lexy J Moleong, 2010: 4).
menampilkan karya filmnya. Kini penayangan film Hasil dari pengamatan akan dibahas secara
pendek bisa menggunakan berbagai flatform objektif, data-data tersebut akan dikumpulkan
internet yang memberikan layanan video melalui wawancara kepada para pengelola media
(streaming) berbasis permintaan (Video on platform pemutaran dengan melihat pada proses
Demand). perkembangan jumlah film yang ditayangkan dan
Dari paparan berbagai alasan tersebut, penonton serta hal-hal lainnya yang berkaitan
dipandang penting untuk membuat tulisan tentang dengan potensi penyangan film di media internet,
potensi film pendek di era internet. Film pendek selain itu peneliti juga akan mengumpulkan data-
sebagai salah satu produk kekaryaan yang bisa data hasil observasi dari data-data penayangan
dinikmati khalayak dapat dipetakan alur distribusi karya film pendek Indonesia yang diputar di luar
serta eksebisinya. Bagaimana dikotomi antara film negeri secara daring. Menurut Johnson (1975: 21)
pendek yang sulit mendapatkan ruang eksebisi ini, setiap orang dapat melakukan observasi, dari
di era internet bisa disaksikan dengan mudah, bentuk sederhana sampai pada tingkatan observasi
ditonton sendirian di depan layar kecil. Meksipun paling komplek. Metode observasi yang digunakan
pada awalnya film pendek dipandang juga secara pada setiap kegiatan penelitian bervariasi,
ekslusif terikat dengan budaya sinema; pengalaman tergantung pada setting, kebutuhan dan tujuan
menonton di tempat gelap bersama-sama akan penelitian (Santana, 2007: 127). Oleh karena itu
berbeda. Formulasi fokus permasalahan dalam observasi yang dilakukan pada penelitian ini akan
tulisan ini diharapkan dapat menerangkan hal yang menggunakan setting media-media penayangan
lebih spesifik tentang seberapa potensi film pendek film Indonesia, lalu data tersebut akan diolah
Indonesia di era internet. Untuk itulah tulisan ini kemudian dibuat sebuah pembahasan tentang
dibuat sebagai bahan kajian perjalanan film pendek seberapa besar potensi pemutaran film secara
saat ini, khususnya film pendek yang diciptakan daring pada saat ini. Kelebihan teknik observasi
oleh pembuat film pendek di Indonesia. terletak pada kemudahan mengakses setting.
Metode observasi tidak mencolok/ tersamar
METODE PENELITIAN (unobtrusive), tidak menuntut interaksi langsung
dengan partisipan. Menurut Webb, dkk., (1996)
Penelitian ini menggunakan pendekatan observasi dapat dilakukan secara tersamar, dengan
kualitatif dengan metode analisis observasi dan banyak setting dan tipe perilaku. Kelebihan lain
wawancara dalam mengumpulkan dan mengolah terletak pada upaya meminimalisasi potensi dan
data hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini pengaruh yang ditimbulkan oleh pengamat.
berusaha menghasilkan data-data dari media Selain melakukan observasi secara
pemutaran atau penayangan film di platform mendalam peneliti juga melakukan wawancara

49
Lulu Hendra Komara / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.2, Juli 2021, 48-53

pada beberapa narasumber yang relevan tentang Istilah film pendek mulai popular sejak tahun
potensi film pendek di media internet yakni pada lima puluhan. Istilah ini tidak diketahui secara pasti
pihak pengelola Kinosaurusjakarta.com dan GoPlay siapa yang menggunakanya pertama kali. Di
Indie. Peneliti melakukan wawancara terhadap kelompok masyarakat film di Eropa, kritikus Derek
narasumber dengan pertanyaan-pertanyaan Hill yang pertama kali memapankan istilah ini ke
mendasar lalu dikembangkan dari hasil jawaban kalangan luas. Menurutnya, film pendek merupakan
narasumber, karena peneliti lebih mengutamakan film dibawah durasi 50 menit, tidak terbatas pada
potensi-potensi data yang dipaparkan menjadi bentuknya, tidak pula pada jenisnya. Film pendek
bahan pembahasan pada penelitian ini. Wawancara dapat hanya berdurasi dua menit, yang terpenting
merupakan percakapan dengan tujuan tertentu ide dan pemanfaatan idenya tersebut (Prakosa,
kepada objek yang diwawancara, wawancara 2008, h. 41). Alur perkembangan film pendek yang
dilakukan oleh peneliti dan objek peneliti yang bisa dimulai di Jerman mulai dirintis dengan
lebih dari satu sumber, yaitu pewawancara kehadirannya Festival Film Oberhausen yang
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan diinisiasi oleh West German Assosiation of Adult
terwawancara (interview) yang memberikan Education. Mereka kemudian memperkenalkan
jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Meleong, 2010: istilah kultur film. Istilah yang menempatkan film
186). Ciri wawancara biasanya menggunakan sebagai produk budaya. Sejak saat itu, festival ini
kontak langsung dengan tatap muka antara peneliti selalu mengundang tokoh-tokoh film kaliber
dan narasumber atau melalui media penghubung. internasional yang dapat memberikan informasi
Proses wawancara juga sudah disiapkan berbagai terhadap perkembangan film di dunia. Film-film
macam pertanyaan-pertanyaan tetapi muncul pendek yang diputar banyak menyuarakan dan
berbagai pertanyaan lain saat meneliti. Hal inilah memberi gambaran kondisi bangsa dan negara asal
yang akan dilakukan peneliti dalam mengumpulkan pembuatnya.
dan membahas hasil data penelitian tentang potensi
film pendek yang ditayangkan melalui media
internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Film pendek atau dalam bahasa inggrisnya


disebut short film pada dasarnya bukanlah film
panjang yang dipendekkan. Film pendek dibuat
bukan atas pertimbangan minim biaya maupun
alasan pemaknaan cerita yang dipersempit. Tetapi
pada dasarnya film pendek haruslah memiliki posisi
yang berbeda dalam menyikapi ide gagasannya
dengan bentuk film lainnya. Biasanya film pendek Gambar 1. Suasana festival Oberhausen
mengambil tema serta isu yang tidak umum (sumber: https://www.kurzfilmtage.de)
disampaikan oleh film panjang ataupun bentuk film
lainnya. Film pendek juga biasanya menawarkan Film pendek bukan menjadi barang baru
sebuah gagasan untuk disampaikan ke penonton. untuk dibicarakan, serta kehadirannya telah
Gagasan ini bisa merupakan sebuah pernyataan menjadi nuansa segar. Tidak hanya di perfilman
ataupun pertanyaan singkat atas gambar-gambar Jerman tetapi di perfilman dunia. (Prakosa, 2008, h.
dan suara dari pengalaman serta pengetahuan 42-44). Di Indonesia sendiri film pendek sudah
pembuat filmnya, yang kemudian bisa di persepsi hadir dari masa orde lama. Pemerintah
oleh audiensnya dengan cara berbeda-beda. Dalam menggunakannya untuk keperluan politik,
hal ini, meskipun film pendek biasanya memiliki propaganda film pembangunan, maka sering
durasi yang singkat, cerita film pendek ini dapat disebuah sebagai film Gelora Pembangunan yang
memiliki makna yang besar. Film pendek tersebut populer di tahun 1960-an. Hingga kemudian Taman
juga telah mengalami berbagai eksplorasi dari Ismail Marjuki (TIM) berdiri pada masa
bentuk cerita dan kreasi gaya pengambilan gambar pemerintahan Order baru, Dewan kesenian Jakarta
maupun suara yang menghasilkan style yang sangat menyelenggarakan festival film mini (Prakosa,
khas (Prakosa, 2001, h. 25-26). Gagasan ini 2005, h. 8). Selepas era orde baru, perkembangan
kemudian diharapkan mampu direspon oleh film pendek meluas di berbagai kota di Indonesia.
audiens setelah menyaksikan film tersebut. Hal ini terjadi akibat dari berubahnya situasi politik
Harapannya kemudian dapat menciptakan dialog dan juga didukung oleh kemunculan teknologi
atau diskusi setelah pemutaran durasi film yang digital yang mempermudah tahapan produksi film
pendek, dan waktu untuk berdiskusi setelah pendek. Para penggiat film pendek tersebut
menonton bisa lebih panjang. memproduksi film pendeknya dengan spirit

50
Lulu Hendra Komara / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.2, Juli 2021, 48-53

kebebasannya membuat karya film dengan komersial. Dari pengamatan peneliti sejak di
seadanya. bangku kuliah, pada rentang waktu 2005 hingga
2010 terdapat beberapa kompilasi film pendek
(omnibus) yang ditayangkan melalui jalur tersebut.
Namun, dalam perjalanannya hal tersebut hanya
menjadi semacam trend yang bersifat sementara.
Pada tahun 2013 hingga 2015 jaringan bioskop 21,
menyelenggarakan ajang festival khusus untuk film
pendek melalui XXI Short Film Festival. Hal ini
menjadi salah satu anggapan bahwa jaringan
bioskop komersial memberikan perhatian khusus
pada film pendek. Namun, kini festival tersebut
tidak lagi diselenggarakan. Dari beberapa
Gambar 2. Salah satu adegan pada film Prenjak percobaan yang dilakukan untuk mengangkat film
(2016) karya Wregas Bhanuteja pendek ke wilayah mainstream rasanya memang
(sumber: semainedelacritique.com) bukan perkara mudah. Film pendek seperti awal
keberadaannya masih saja terus terpinggirkan.
Belakangan film pendek Indonesia sangat Hingga pada akhirnya film pendek hanya ada pada
pesat dan menarik perhatian. Beberapa diantaranya saat festival film mengadakan even tahunannya
mampu menembus ajang festival internasional dan serta pemutaran di ruang alternatif seperti halnya
mendapat penghargaan bergengsi. Film pendek pemutaran film di forum komunitas.
berjudul Prenjak sutradara Wregas Banuteja Di era internet, berbagai macam informasi
mendapatkan penghargaan di Semaine de la critique bisa dengan mudah di akses. Hal ini pula yang bisa
rangkaian Cannes Film Festival 2017 di Prancis. dimanfaatkan bagi penggiat film untuk
Selain itu, film pendek lainya seperti Kado Sutradara mempertemukan film dengan penontonnya. Aspek
Aditya Ahmad mendapat penghargaan di Venice lain yang menarik dari era ini adalah di mana waktu
Film Festival 2018. Bahkan hampir setiap tahun film luang saat jeda pekerjaan biasanya digunakan untuk
pendek Indonesia mengirimkan perwakilannya di menonton semua hal yang hadir melalui gadget
sirkuit festival kelas dunia. maupun perangkat lainnya. Hal ini juga menjadi
kecenderungan pola menonton film yang tidak
terbatas pada saat ketika film tersebut ditayangkan.
Penonton akan memilih waktu luang mereka
sendiri, sehingga mereka tidak terikat oleh waktu
tayangan seperti halnya penonton mendapatkan
jadwal pemutaran di bioskop ataupun di TV
konvensional. Ini merupakan perubahan pola
teknologi dan sosial yang sangat baru pada proses
menonton film. Netflix sebagai salah satu
perusahaan yang menyediakan jasa penyedia
layanan film streaming terus memacu teknologinya
Gambar 3. Salah satu adegan pada film Kado untuk memberikan layanan home theater bagi
(2018) karya Aditya Ahmad khalayak. Dengan adanya persaingan dengan
(sumber: https://www.labiennale.org) teknologi ini, bioskop-bioskop tidak kemudian
memberikan pelayanan yang baik dalam pemutaran
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia film-filmnya. Hal ini pulalah yang mengakibatkan
yang wilayahnya tidak terlalu banyak banyak penonton lebih memilih menonton film di
bersinggungan dengan produk budaya semacam ini, ruang keluarganya. Bagi kebanyakan pembuat film,
film-film pendek tersebut sangat sulit untuk proses penayangan film melalui layanan streaming
ditonton. Hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, atau Video on Demand (VOD) ini hanya dilakukan
Bandung, Yogyakarta dan beberapa kota besar ketika film telah ditayangkan di layar besar, dan
lainnya saja yang terdapat ruang-ruang alternatif juga setelah batas waktu pemutaran di festival
untuk melakukan pemutaran film-film seperti ini. selesai dilakukan. Dengan cara ini, film tidak
Itu pun biasanya hanya dalam jumlah yang sangat merubah kodrat sinemanya. Sehingga pemanfaatan
terbatas. Padahal film-film ini mampu memberikan jaringan internet bagi film mampu menjangkau
pengalaman dan tawaran baru dari bentuk serta penonton di wilayah-wilayah yang sulit
cerita film yang biasa tayang di bioskop komersial. mendapatkan akses menonton film tersebut. Dari
Tidak dipungkiri bahwa upaya-upaya fenomena tersebut, dampaknya bukan saja bagi film
berbagai pihak telah mengusahakan film pendek panjang ataupun film komersial, namun juga bagi
bisa masuk dan ditayangkan di jaringan bioskop film-film alternatif yang salah satunya adalah film

51
Lulu Hendra Komara / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.2, Juli 2021, 48-53

pendek yang mendapat kesempatan untuk dari film tersebut tayang pada bulan November
menayangkan film-film pendek tersebut melalui 2020.
flatform online.
Di Indonesia sendiri, flatform dengan
berbagai model bisnis berbasis Video on Demand
(VoD) telah hadir menggantikan penjualan dan
penyewaan DVD/Bluray melengkapi siaran TV
konvensional. Dari VoD tersebut, muncul juga
perkembangan dengan berbagai jenis turunannya,
seperti Subscription Video On Demand (SVoD)
maupun Transactional Video On Demand (TVoD).
Pada tahun 2020, sedikitnya terdapat sembilan
penyedia layanana SVoD yang hadir di Indonesia, Gambar 4. Tangkapan layar di laman Gojek.com
antara lain iFlix, Netflix, Vidio, GoPlay, Genflix, (sumber: gojek.com)
Bioskoponline, CatchPlay, Viu, dan Disney+Hotstar.
Dari semua penyedia layanan tersebut ada Sementara itu, Kinosaurus yang sejak 2015
diantaranya yang menyediakan penayangan film telah menjadi budaya sinema di Jakarta melalui
pendek, antara lain GoPlay, Genflix, dan Viu. Berbeda berbagai program pemutaran film. Dengan
halnya dengan GoPlay dan Genflix, Viu hanya perubahan yang terjadi dalam kondisi pandemi
menayangkan film pendek dari hasil original membuat Kinosaurus tetap berupaya mendukung
produksinya sendiri. kelangsungan karya pembuat film melalui
Dari hasil wawancara yang dilakukan kehadiran Kinosaurus virtual cinema.
peneliti kepada Gayatri Nadya, Program Manager di
Yayasan Cipta Citra Indonesia yang membawahi
Kolektif dan Kinosaurus, yang fokus pada kegiatan
distribusi dan pemutaran film, pameran, pelatihan
dan penelitian di dalam dan di luar Indonesia.
Kegiatan Yayasan ini memiliki fungsi yang sangat
spesifik dan direncanakan untuk menerapkan ide-
ide tentang pengembangan kapasitas pembuat film
dan penonton film, sekaligus menggali berbagai
potensi ekonomi bagi pembuat film. Gayatri Nadya
atau yang biasa dipanggil Nana menyampaikan
bahwa melalui Kolektif sebagai insiatif distribusi
Gambar 5. Tangkapan layar di laman
film sejak 2014, selain bekerja sama dengan
Kinosaurusjakarta.com
komunitas lokal untuk mengatur pemutaran film,
(sumber: kinosaurusjakarta.com)
diskusi, dan pelatihan, Kolektif juga juga membantu
Kegiatan ini merupakan ruang pemutaran
mengakuisisi film pendek untuk flatform lain sejak
daring yang menayangkan film-film pilihan dari
tahun 2020. Dari sejak tahun itu, Kolektif telah
berbagai negara yang dapat diakses apabila
banyak mengkurasi film pendek ke flatform online
penonton telah berdonasi pada program pemutaran
streaming salah satunya, Genflix. Ia manyampaikan
daring tersebut. Setiap bulan, Kinosaurus virtual
bahwa kurang lebih 50-an film pendek dari
cinema memutar sedikitnya 7 film pendek yang
Indonesia yang masuk ke flatform streaming online
didominasi film pendek Indonesia. Untuk
melalui perjanjian kontrak. Selain kehadiran
mendapatkan akses pemutaran tersebut, penonton
Kolektif yang basis aktifitasnya di Jakarta,
diharuskan berdonasi satu tiket seharga lima puluh
Fourcolours Films yang berada di Yogyakarta juga
ribu rupiah untuk mencakup 7 film yang bisa di
bekerja sama dengan GoPlay telah mengembangkan
tonton. Harga ini sama seperti donasi saat
sebuah program online streaming untuk film-film
pemutaran di ruangan, hanya saja berlaku flat dan
pendek Indonesia yang pernah disubmit ke Jogja-
bisa digunakan selama sebulan. Pada saat peneiliti
Netpac Asian Film Festival selama periode 2017-
melakukan wawancara, program ini telah berjalan
2019. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti
selama 4 bulan dan telah melalui Batch ke 4. Nana
kepada Asisten Produser Fourcolours Films, Intan
menjelaskan bahwa skema pemutaran film-film ini
Nadya menjelaskan bahwa terdapat 118 judul film
melalui skema inventif dengan pihak ke tiga.
pendek Indonesia yang telah didistribusikan
Pemilihan flatform online steaming ini
melalui skema kerja sama GoPlay Indie. Dari jumlah
mempertimbangkan keamanan serta
tersebut, menurut Intan terdapat beberapa kali
kemudahannya agar lebih mudah diakses oleh
gelombang penayangan yang disesuaikan dengan
penikmat film, serta diberlakukan zone blocking
kesiapan dan kelengkapan materi filmnya, sebagian
terbatas hanya untuk penonton di Indonesia.
Hingga kini, Kinosaurus virtual cinema mencoba

52
Lulu Hendra Komara / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.2, Juli 2021, 48-53

menganalisis pola penonton yang biasanya lebih tontonan di ruang gelap dengan di layar besar yang
tertarik untuk menonton film pendek yang telah mampu memberikan pengalaman menonton yang
masuk atau mendapatkan penghargaan di festival, berbeda. Dengan kehadiran teknologi semacam
atau mengenali siapa sutradara pembuatnya. layanan film streaming atau Video on Demand (VoD)
Menurutnya, kondisi ini menjadi menarik untuk tidak mungkin bisa dicegah penyebarannya.
dijadikan eksplorasi dan eksperimen bagaimana Pembuat film dalam hal ini harus mampu
memberi alternatif tontonan yang tidak tersedia di bernegosiasi dengan keadaan serta memanfaatkan
flatform online lainnya. Nana juga menambahkan teknologi yang ada. Dalam hali ini, film pendek yang
bahwa jumlah penonton setiap bulannya rata-rata pada awalnya sulit berada di wilayah mainstream
berada di 100 hingga 200 penonton. Hal ini menjadi kini bisa terbuka peluangnya dan memiliki potensi
keuntungan tersendiri karena biasanya program yang sama dengan bentuk film lainnya. Sehingga
pemutaran di ruang Kinosaurus tidak bisa lebih dari film pendek saat ini mampu menjadi tontonan
30 orang. Dengan adanya pemutaran daring, jumlah alternatif dan keberadaannya tidak hanya menjadi
penonton yang bisa menikmati pemutaran film bisa tontonan ekslusif, akan tetapi dapat diakses oleh
menjadi lebih banyak. Dari fenomena tersebut, seluruh kalangan yang kemudian dapat
Nana melihat ada potensi dan kemungkinan bahwa menghasilkan keuntungan.
meskipun ada pemutaran offline kembali diadakan,
kehadiran pemutaran daring ini bukan UCAPAN TERIMA KASIH
menggantikan, akan tetapi menambah jalur
distibusi film pendek yang lebih beragam. Terima kasih peneliti ucapkan kepada
Dengan hadirnya berbagai flatform online Gayatri Nadya selaku Program Manager Yayasan
streaming ini membuka kesempatan bagi semua Cipta Citra Indonesia yang membawahi Kolektif dan
pembuat film untuk mengedarkan filmnya masuk ke Kinosaurus, Intan Nadya selaku Asisten Produser di
flatform yang telah tersedia tersebut. Film-film Fourcolours Films, Wregas Bhanuteja dan Aditya
pendek yang bisa diterima di flatform tersebut bisa Ahmad yang telah membantu menyediakan data
merupakan film lama yang telah di produksi untuk akses penulisan ini.
maupun film yang baru saja selesai di produksi.
Menurut Nana, pembuat film hanya tinggal memilah DAFTAR PUSTAKA
flatform mana yang akan ia pilih yang sesuai dengan
keinginannya. Hal ini terkait dengan pilihan Prakosa, G. (2008). Film Pinggiran. Jakarta: FFTV-
beberapa flatform yang menyediakan Subscription IKJ & YLP.
Video on Demand (SVoD) maupun Transactional Prakosa, G. (2005). Film Pendek Independen Dalam
Video On Demand (TVoD). Penilaian. Jakarta: Komite Film Dewan
Terkait dengan pasar film pendek, menurut Kesenian Jakarta dan Yayasan Seni Visual
Nana perlakuannya harus berbeda dengan pasar Indonesia.
untuk film panjang. Ia berpendapat bahwa secara Prakosa, G. (2001). Ketika Film Pendek
format dan konteks dan cara menikmatinya juga Bersosialisasi. Jakarta: Yayasan Layar Putih.
berbeda. Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Gasella, S. (2020). Dinamika Distribusi Film di Era
film pendek. Hal ini terbukti dari bagaimana Platform Streaming yang Semakin
penonton tidak perlu membutuhkan banyak waktu Booming. Kumparan.Com https://kumparan.
untuk berkenalan atau mngetahui terkait isu com/shandy-gasella/dinamika-distribusi-
tertentu, dan pada akhirnya ada sesuatu yang tetap film-di-era-platform-streaming-yang-
bisa dibicarakan. Bukan lagi tentang filmnya, tetapi semakin-booming-1uNNDr45BCs
bagaimana isu ini menjadi lebih menarik ketika Johnson, J. (1975). Doing Field Research, Newyork:
disajikan melalui film pendek. Free Press.
Dari hasil pengamatan tersebut, film pendek Lexy J. Meleong, (2010). Metode Penelitian Kualiatif.
di era internet telah memiliki kesempatan yang Bandung, Remaja Rosda Karya.
sama seperti halnya bentuk film lainnya. Meksipun Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif,
pada dasarnya keuntungan bukanlah tujuan dari Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV
terciptanya karya film pendek, akan tetapi potensi Santana, Septiawan K., (2007). Menulis Ilmiah:
ini dapat memberi dampak positif sekaligus energi Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Yayasan
baru bagi pembuat film pendek untuk menciptakan Obor Indonesia.
film-film pendek selanjutnya. Webb, E. J., Campbell D.T., Schwartz R.D., &
Sechrest L., (1966) Unobtrusive Measures:
PENUTUP
Nonreactive Research In The Social
Film pendek dalam konteks budaya sinema, Sciences. Chicago: Rand McNally.
merupakan representasi gagasan yang
menawarkan pengalaman bagi khalayak melalui

53

Anda mungkin juga menyukai