Anda di halaman 1dari 30

USULAN PENELITIAN

TINDAKAN PLAGIARISME BERUPA FILM LAYAR LEBAR OLEH

PIHAK KETIGA TANPA IZIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

A. Latar Belakang Penelitian

Teknologi informasi adalah suatu studi perancangan,

implementasi, pengembangan, dukungan atau manajemen sistem

informasi dan fasilitas-fasilitas yng terdiri dari perangkat keras dan

perangkat lunak dalam mendukung dan meningkatkan kualitas

informasi untuk setiap lapisan masyarakat secara cepat dan

berkualitas.

Pada masa modern sekarang ini, film merupakan sarana media

hiburan yang disukai semua kalangan, baik dari usia remaja hingga

usia dewasa. Akan tetapi, ada beberapa tayangan film yang tidak

diperbolehkan untuk anak-anak. Pada film akan terselip kebiasaan

hidup, budaya, sikap, norma masyarakat/bangsa dimana film tersebut

dibuat. Film merupakan perwujudan visual dari imajinasi. Perwujudan

visual dengan penggabungan audio mudah diserap oleh otak manusia.

Apa yang dilihat dan didengar akan mudah diingat oleh otak. Oleh

sebab itu, film dapat digunakan sebagai sarana penyampaian

1
2

informasi yang efektif sehingga film dapat dibuat sebagai agen

perubahan masyarakat.

Film sebagai karya seni budaya yang terwujud berdasarkan

kaidah sinematografi merupakan fenomena kebudayaan. Hal itu

bermakna bahwa film merupakan hasil proses kreatif warga negara

yang dilakukan dengan memadukan keindahan, kecanggihan

teknologi, serta sistem nilai, gagasan, norma, dan tindakan manusia

dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian

film tidak bebas nilai karena memiliki seuntai gagasan vital dan pesan

yang dikembangkan sebagai karya kolektif dari banyak orang yang

terorganisasi. Itulah sebabnya, film merupakan pranata sosial (social

institution) yang memiliki kepribadian, visi, dan misi yang akan

menentukan mutu dan kelayakannya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh

kompetensi dan dedikasi orang-orang yang bekerja secara kolektif,

kemajuan teknologi, dan sumber daya lainnya.1

Perubahan pesat teknologi informasi ke arah kemajuan

globalisasi berdampak ke hampir semua aspek kehidupan

masyarakat. 2 Sistem teknologi dan informasi telah digunakan pada

banyak sektor kehidupan, mulai dari perdagangan / bisnis (e-

commerce), pendidikan (electronic education), kesehatan (tele-

medicine), telekarya, transportasi, industri, pariwisata, lingkungan

1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.
2
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Raja Gravindo Persada,
2004, hlm. 519.
3

sampai ke sektor hiburan.3 Teknologi informasi melingkupi sistem yang

mengumpulkan (collect), menyimpan (store), memproses,

memproduksi, mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun

masyarakat secara efektif dan cepat. 4 Perkembangan teknologi

komunikasi dan informasi telah melahirkan masyarakat informasi yang

makin besar tuntutannya akan hak untuk mengetahui dan hak untuk

mendapatkan informasi.5

Sejarah mencatat, Indonesia baru memiliki UU Hak Cipta

nasional pada tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1912.6 Sebagai

bagian dari upaya pembangunan hukum nasional, penyusunan UU

Hak Cipta Nomor 6 Tahun 19827 pada dasarnya merupakan tonggak

awal era pembangunan sistem HKI nasional. Meski substansinya

bernuansa monopoli dan berkarakter individualistic, kelahiran UU Hak

Cipta nyaris tanpa reaksi. Reaksi pro-kontra justru terjadi sewaktu UU

Hak Cipta direvisi pada tahun 1987. Yang menjadi sumber

penolakannya adalah langkah kebijakan Pemerintah mengembangkan

hukum Hak Cipta yang dinilai lemah aspirasi dan kurang tepat waktu.

3
Suhono Harso Supangkat, “Teknologi Informasi dan Ekonomi Digital : Persiapan Regulasi di
Indonesia”, dalam: Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi Penyiaran dan Teknologi
Informasi Regulasi dan Konvergensi, Bandung: Refika Aditama, 2010, hlm. 1.
4
Ibid.
5
Ibid., hlm. 72.
6
Henry Soelistyo, Plagiarisme pelanggaran hak cipta dan etika, Yogyakarta: PT Kanisius,
2011, hlm.49.
7
Ibid.
4

Film didalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang hak

cipta dikenal dengan sinematografi merupakan sebuah ciptaan.

Dengan demikian, terdapat perbedaan konsep tentang karya

sinematografi yang diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2009

tentang perfilman dengan yang diatur dalam Undang-Undang hak

cipta. Undang-Undang hak cipta tidak merumuskan definisi formil dari

film atau karya sinematografi. Namun dalam penjelasan Undang-

Undang hak cipta disebutkan bahwa yang termasuk karya

sinematografi adalah media komunikasi masa gambar gerak (moving

images).8

Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif terhadap ciptaannya

sehingga tidak akan ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak

tersebut tanpa izin pencipta. Hak eksklusif bagi pemegang hak cipta

diantaranya termasuk hak untuk mengumumkan dan memperbanyak

ciptaannya. Perbuatan mengumumkan suatu ciptaan mencakup

perbuatan yang sangat luas. Termasuk didalamnya pembacaan,

penyiaran, pengutipan, pameran, penjualan pengedaran atau

penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun,

termasuk media internet atau dengan cara apapun sehingga suatu

ciptaan dapat dibaca atau dilihat orang lain.9

8
Elyta Ras Ginting, Hukum hak cipta Indonesia: analisis teori dan praktik, PT cipta Aditya
bakti, bandung, 2012, hlm 161.
9
Ibid., hlm 65.
5

Para pencipta karya seni sinematografi sebagai pemegang hak

cipta sangat dilindungi oleh hukum dan juga memiliki hak penuh untuk

memberikan izin atau melarang orang lain untuk menirukan film yang

sama tanpa izin. Pihak produser film lain pun tidak bisa begitu saja

menirukan film yang sama tanpa seizin pencipta atau pemegang hak

cipta. Setiap konten atau isi dari sesuatu yang ditampilkan media salah

satunya media layar lebar yang berkaitan dengan KI (Kekayaan

Intelektual), harus mendapat izin pencipta atau pemegang hak cipta

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta.

Seperti kasus yang akan dibahas yaitu plagiarisme berupa film

layar lebar oleh pihak ketiga tanpa izin. Film layar lebar tersebut

berjudul benyamin biang kerok. Syamsul fuad sebagai penulis naskah

asli film benyamin biang kerok (1972), menuding dua rumah produksi

dan dua produser film benyamin biang kerok versi baru (2018) yaitu

falcon pictures dan mac pictures telah melanggar hak cipta, dan

syamsul juga menuntut royalty. Syamsul mengajukan gugatan ke

pengadilan negeri Jakarta pusat terhadap falcon pictures dan max

pictures. Syamsul juga menuntut ganti rugi materill sebesar Rp. 1 miliar

untuk harga penjualan hak cipta film benyamin biang kerok yang

tayang 1 maret 2018. Selain itu syamsul meminta royalty penjualan

tiket film tersebut senilai Rp. 1.000 per tiket.


6

Tak hanya itu, ia pun menggugat para tergugat untuk membayar

ganti rugi immaterill sebesar Rp. 10 miliar yang mencakup kerugian

akan hak moralnya sebagai pencipta atau pemegang hak cipta cerita

benyamin biang kerok. Dan syamsul meminta para tergugat

melakukan permohonan maaf kepadanya dan klarifikasi melalui media

massa terhadap masyarakat atas pelanggaran hak cipta tersebut.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, peneliti menemukan

beberapa peneltian hukum yang memiliki topik pembahasan yang

hampir sama yaitu sebagai berikut :

1. Skripsi : Biben Catur Perkasa, Tahun : 2017 tentang

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA ATAS

PENAYANGAN FILM PERDANA TANPA IZIN MELALUI

APLIKASI SOSIAL MEDIA LIVE STREAMING DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK”. Skripsi yang ditulis oleh

Biben Catur Perkasa memiliki kesamaan penelitian yaitu

membahas mengenai publikasi film tanpa seizin

pemegang hak cipta, namun terdapat perbedaan yaitu

publikasi film tersebut melalui media sosial.


7

2. Skripsi : Ade Kurniawan, Tahun : 2011 tentang

“PERLINDUNGAN PENYIARAN FILM TANPA IZIN

DENGAN TEKNOLOGI STREAMING MELALUI SITUS

SHARING VIDEO DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK”. Skripsi yang ditulis oleh Ade Kurniawan

memiliki kesamaan penelitian yaitu membahas mengenai

publikasi film tanpa seizin pemegang hak cipta, namun

terdapat perbedaan yaitu publikasi film tersebut dengan

teknologi streaming melalui situs sharing video.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas

suatu skripsi dengan pokok bahasan yang berjudul “TINDAKAN

PLAGIARISME BERUPA FILM LAYAR LEBAR OLEH PIHAK KE-3

TANPA IZIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

2014 TENTANG HAK CIPTA”.


8

B. Identifikasi Masalah

1. Apakah tindakan plagiarisme merupakan pelanggaran

berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak

cipta?

2. Bagaimana tindakan hukum yang paling efektif dengan adanya

plagiarisme berupa film layar lebar ditinjau dari Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menentukan bagaimana perlindungan hukum hak cipta


atas film layar lebar berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
2. Untuk menentukan tindakan hukum yang paling efektif yang
dapat dilakukan oleh pencipta film terhadap perbuatan pihak lain
yang tanpa izin melakukan plagiarisme berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

D. Kegunaan Penelitian

Setiap apa yang diteliti haruslah mempunyai kegunaan,

beranjak dari permasalahan di atas maka kegunaan untuk

menguraikan, menganalisis, dan memperoleh gambaran mengenai:


9

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran maupun menambah pemahaman mengenai aspek

Hukum Kekayaan Intelektual dikaitkan dengan perlindungan hak

eksklusif terhadap plagiarisme film tanpa hak oleh pihak lain

dalam rangka pengembangan ilmu hukum terutama dibidang

kekayaan intelektual khususnya Hak Cipta.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

dan menjadi pedoman bagi:

a) Pemecahan masalah-masalah yang mungkin dihadapi

pemerintah Indonesia berkaitan dengan praktek

perlindungan hak cipta terhadap pelanggaran hak cipta

plagiarisme berupa film layar lebar.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran bagi para akademisi dan praktisi hukum maupun

disiplin ilmu lainnya serta memberikan pemahaman kepada

masyarakat luas mengenai perlindungan hak eksklusif atas

hak cipta film layar lebar terhadap plagiarisme.


10

E. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dalam Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

negara hukum. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa setiap keputusan

dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah haruslah didasarkan pada

hukum. Hukum sendiri diartikan oleh Mochtar Kusumaatdmadja

sebagai perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan

masyarakat, termasuk di dalamnya lembaga-lembaga dan proses-

proses yang mewujudkan hukum itu di dalam kenyataan.10

Di dalam BAB XA UUD 1945 diatur mengenai kebutuhan

mendasar masyarakat yang dilindungi oleh hukum, yakni Hak Asasi

Manusia (HAM). Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan

pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia. 11 Terdapat 10 pasal di dalam UUD

1945 yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia, di antaranya;

Pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I dan 28J.

Secara teoretis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat

pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu

10
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 1.
11
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
11

anugerah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.

Hakekat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga

keselamatan eksistensi manusia secara utuh mellui aksi kesimbangan

Antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu

juga upaya menghormati, melindungi, dan menjujung tinggi Hak Asasi

Manusia menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama Antara

individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer),

dan Negara.12

Peraturan dasar mengenai Hak Asasi Manusia di Indonesia

terdapat dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu Hak

Asasi Manusia yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 adalah

perlindungan hukum yang terdapat dalam Pasal 28 D ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945 yang isinya:

“Setiap orang yang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Perlindungan hukum terhadap tiap-tiap manusia adalah suatu

hal yang mutlak harus dilakukan agar setiap manusia dapat

mendapatkan dan merasakan rasa aman, keadilan, dan kepastian

hukum dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dapat berpartisipasi

12
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional, Jakarta: Grafiti, 1994, hlm. 2.
12

dalam memberikan kontribusi untuk kemajuan negara secara

maksimal.

Indonesia memayungi hasil kreativitas manusia oleh

ketentuan hukum. Aturan mendasarnya terdapat dalam Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 C ayat (1) yang menyatakan:

‘’Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan

kualitas manusia.” Kemudian dalam ayat (2)

menyatakan: “Setiap orang berhak memajukan dirinya

dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

Dapat dilihat bahwa melalui pasal tersebut setiap orang berhak

memiliki hak untuk berkreasi dan memperoleh manfaat termasuk

manfaat moral maupun materiil dari hasilkreativitasn ya tersebut.

Kreasi tesebut dapat juga termasuk karya sinematografi atau film yang

merupakan bagian dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya.

Cara yang bisa dilakukan untuk memajukan suatu negara

adalah salah satunya melalui pemikiran intelektual atau menciptakan

suatu karya cipta yang berguna bagi banyak orang. Hak untuk
13

melahirkan ide atau pemikiran intelektual yang diwujudkan dalam

bentuk konkrit lazim disebut dengan Kekayaan Intelektual. Pengaturan

mengenai perlindungan terhadap hak setiap manusia untuk

menghasilkan ide, pemikiran intelektual, atau karya cipta terdapat

dalam Pasal 27 Pernyataan Umum Deklarasi Hak Asasi Manusia,

yang isinya:13

1) “Setiap orang mempunyai hak kemerdekaan berpartisipasi

dalam kehidupan budaya masyarakatnya, menikmati seni,

dan mengambil bagian dari kemajuan ilmu pengetahuan dan

menarik manfaatnya;

2) Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlindungan

atas kepentingan-kepentingan moral dan materiil yang

merupakan hasil ciptaan seseorang pencipta di bidang ilmu

pengetahuan, sastra, dan seni.”

Kekayaan Intelektual sulit untuk didefinisikan, karena memang

jika dilihat dari semua referensi dan catatan-catatan yang berkaitan

dengan asal-usul kata ”Intellectual” (Intelektual) yang ditempelkan

pada kata ”Property Rights” (Hak Kekayaan) akan sangat sulit kita

temui tulisan yang membahas tentang asal-usul kata Kekayaan

Intelektual.

13
Dokumen Declaration of Human Rights, Materi Pokok Hak Asasi Manusia, Departemen
Kehakiman, 2000.
14

Namun jika dicermati maksud dan cakupan istilah tersebut

dapatlah kita uraikan gambaran mengenai Kekayaan Intelektual

secara umum. Kekayaan Intelektual itu adalah dalam Bahasa

inggrisnya adalah Intellectual Property di Indonesia telah melalui

perjalanan yang panjang dan mengalami beberapa perubahan istilah.

Istilah Intellectual Property pertama kali diterjemahkan menjadi “hak

milik intelektual” 14 , kemudian menjadi “hak milik atas kekayaan

intelektual”, lalu berubah menjadi “hak kekayaan intelektual” (dengan

singkatan HaKI dan berubah menjadi HKI) dan sekarang istilahnya

menjadi “Kekayaan Intelektual” (KI).15

Kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan yang

merupakan bagian dari harta kekayaan. Hak merupakan tuntutan yang

dapat ditegakkan secara hukum dari seseorang terhadap pihak lain

harus bertindak atau tidak bertindak (sesuai dengan hukum yang

berlaku). Hak Eksklusif adalah hak untuk mengecualikan pihak lain

dalam jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan pembatasan

yang berlaku.16

Hak kebendaan adalah hak atas sesuatu benda yang

bersumber dari hasil kerja otak, dan hasil kerja rasio. Hasil dari

pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa

14
Muhammad Amirulloh dan Helitha Novianty Muchtar, buku ajar Hukum Kekayaan
Intelektual, cetakan 1, Bandung: unpad press, 2016, hlm. 2.
15
Ibid.
16
Ibid., hlm. 3.
15

benda immaterial atau benda tidak berwujud. Hasil kerja otak itu

kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal

memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar,

mampu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan

menggunakan logika, karena itu hasil pemikirannya disebut rasional

atau logis.17

Tidak semua orang dapat dan mampu mempekerjakan otak

(nalar, rasio, intelektual) secara maksimal. Oleh karena itu tidak semua

orang dapat menghasilkan Intellectual Property Rights. Hanya orang

yang mampu mempekerjakan otaknya secara maksimal yang dapat

menghasilkan hak kebendaan yang disebut sebagai Intellectual

Property Rights. Kepustakaan hukum Anglo Saxon ada dikenal

sebutan Intellectual Property Rights. Kata ini kemudian diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia menjadi ”Hak Milik Intelektual”, yang

sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan menjadi ”Hak atas

Kekayaan Intelektual”. Alasannya adalah ”Hak Milik” sebenarnya

sudah merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum.18

Sebagai negara peserta dan menjadi bagian dari kesepakatan

TRIPs, Indonesia harus dapat menjadikan TRIPs sebagai suatu

peluang untuk mendorong masyarakat supaya giat melakukan

17
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intektual (Edisi revisi, cetakan 8),
Jakarta: Rajawali Persada, 2013, hlm. 10.
18
Pasal 570 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam Pasal 20 Undang-undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
16

penemuan-penemuan, mengembangkan teknologi, dan

mengembangkan produk-produk yang mendapat perlindungan hukum

Kekayaan Intelektual. Oleh sebab itu pembangunan hukum Kekayaan

Intelektual di Indonesia seharusnya tidak sekedar memenuhi standar

internasional di bidang Kekayaan Intelektual saja, tetapi juga harus

memberi iklim yang kondusif dan merangsang munculnya inventor-

inventor dan kreator-kreator di dalam negeri. Yang dimaksud dengan

hukum Kekayaan Intelektual yang memberikan ikilm yang kondusif

adalah hukum yang membawa pembaharuan bagi masyarakat, hukum

yang mendorong masyarakat untuk giat berkarya, hukum yang

melindungi hak-hak masyarakat yang menghasilkan karya-karya

intelektual, dan akhirnya menjadi hukum yang mengantarkan manusia

kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat masyarakat

bahagia.19

Sebagai dampak pembangunan Kekayaan Intelektual yang

sedemikian, masyarakat akan berlomba untuk berkreasi, lalu di masa-

masa mendatang, Indonesia tidak hanya sebagai negara pengimpor

teknologi atau produk-produk berbasis Kekayaan Intelektual, tetapi

juga menjadi negara pengekspor. Dalam kaitan ini, sangat diperlukan

berbagai kebijakan antara lain di bidang perlindungan hukum dengan

pembentukan dan penyempurnaan peraturan (fasilitas normatif)

maupun pembentukan atau penguatan lembaga atau institusi yang

19
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta Dan Lembaga Manajemen
Kolektif, Bandung: PT. Alumni, 2011, hlm. 8.
17

diperlukan untuk menegakkan hukum tentang Kekayaan Intelektual

secara efektif (fasilitas institusional), serta pelaksanaan hukum yang

konsisten berpihak kepada kepentingan masyarakat pada umumnya

dan para inventor atau kreator pada khususnya.20

Hak Cipta merupakan salah satu dari bagian Kekayaan

Intelektual di samping Kekayaan Industri seperti Paten, Merek, Desain

Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan

Varietas Tanaman. Hak Cipta merupakan hak yang sangat pribadi

atau eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta yang timbul

secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya tanpa mengurangi pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.21

Terdapat ketentuan yang mengatur Hak Cipta secara lebih

spesifik, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta. Peraturan tersebut merupakan pembaharuan dari Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pembaharuan

tersebut dilakukan dengan maksud meningkatkan peraturan untuk

mewujudkan iklim yang lebih baik lagi bagi pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat untuk menciptakan karya di bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra yang sangat diperlukan bagi

20
Ibid., hlm. 9.
21
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
18

pembangunan nasional. Serta memberikan perlindungan yang lebih

terhadap karya cipta itu sendiri dengan diaturnya lembaga manajemen

kolektif sebagai lembaga yang berwenang untuk mengelola hak

ekonomi para pencipta.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta dikarenakan kecenderungan masyarakat Indonesia untuk

memberikan perlindungan hukum dalam bidang Kekayaan Intelektual.

Dengan adanya undang-undang yang mengatur Hak Cipta diharapkan

dapat mengurangi pelanggaran terhadap karya cipta seseorang. Serta

dapat meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak eksklusif yang

dimiliki oleh para pencipta.

Hak Cipta diberikan kepada ciptaan yang berwujud ataupun

dapat berupa ekspresi yang dapat dilihat, didengar, dibaca, dan

sebagainya. Hak Cipta melindungi ciptaan yang masih berupa ide. Di

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,

pengertian Hak Cipta dijelaskan pada Pasal 1 angka 1, bahwa:

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul

secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah

suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa

mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.”
19

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa:

“Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran,

pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat

apapun baik elektronik atau non elektronik atau

melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan

dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.”

Pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang

Hak Cipta dijelaskan bahwa pengumuman ciptaan merupakan hak

ekonomi yang dimiliki oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta,

dimana setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib

mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Lebih lanjut, dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai objek-objek dalam

bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dapat dilindungi oleh

Hak Cipta. Dalam ayat (1) menerangkan bahwa:

“Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang

ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Berdasarkan penjelasan pasal di atas, dijelaskan bahwa

sinematografi sebagai sebuah karya seni yang merupakan salah

satu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Ketentuan tersebut bersifat

umum, dimana karya sinematografi ditinjau baik dari bentuk (film


20

dokumenter, film iklan, reportase, film cerita yang dibuat dengan

skenario, dan film kartun), media yang digunakan (pita seluloid, pita

video, piringan video, cakram optik, dan lain sebagainya), tempat

pertunjukan (bioskop atau layar lebar) maupun penayangan (televisi),

serta pihak pembuat film itu sendiri (perusahaan pembuat film, stasiun

televisi, atau perorangan).22

Para pencipta karya seni sinematografi sebagai pemegang hak

cipta sangat dilindungi oleh hukum dan juga memiliki hak penuh untuk

memberikan izin atau melarang orang lain untuk menyiarkan hasil

ciptaannya. Begitupula dengan penyiaran film yang sedang tayang di

bioskop yang disebarkan melalui media sosial seperti Snapchat dan

Instagram Stories atau Snapgram, seseorang tidak bisa begitu saja

menyebarluaskan atau mempertontonkan film melalui media sosialnya

tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta, karena dapat

menimbulkan kerugian bagi pihak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

apabila film tersebut disebarluaskan tanpa izin.

Lebih lanjut dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menjelaskan mengenai

penyelesaian sengketa bahwa:

“Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat

dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa,

arbitrase, atau pengadilan.”

22
Ahmad M. Ramli dan Fathurahman, Independen Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan
Hukum Perfilman Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, hlm. 15-16
21

Berdasarkan pada Pasal 95 ayat (1) tersebut, bahwa upaya

penyelesaian sengketa Hak Cipta bisa dilakukan melalui alternatif

penyelesaian sengketa dan arbitrase sebelum ke Pengadilan.

Hak cipta memberikan perlindungan terhadap pelaku

(performers), produsen rekaman siaran, dan lembaga penyiaran

dengan tujuan mencegah pihak lain memanfaatkan hak terkait tersebut

tanpa otorisasi dari pemegang hak cipta tersebut, hal ini didasarkan

pada Art. 14.3.TRIPs.23

Kemudian di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2009 Tentang Perfilman menjelaskan definisi tentang film,

yaitu:

“Film adalah karya seni budaya yang merupakan

pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa

suara dan dapat dipertunjukkan.

Ditambah lagi dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yang menyebutkan bahwa:

“Insan perfilman adalah setiap orang yang

memiliki potensi dan kompetensi dalam perfilman dan

berperan dalam pembuatan film.”

23
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung: Alumni,
2005, hlm. 66.
22

Sehingga semakin jelas yang tertuang dalam Pasal 47

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yang

menegaskan bahwa setiap insan perfilman berhak mendapatkan

perlindungan hukum. Berbagai bentuk perlindungan Kekayaan

Intelektual khususnya dalam hal ini, hak cipta pada intinya melindungi

hak eksklusif yang terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Dengan

adanya perlindungan tersebut maka terhadap suatu ciptaan yang

dilindungi hak cipta tidak boleh diperbanyak atau diadaptasi dengan

cara apapun tanpa mendapat izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan dasar dalam melakukan

penelitian. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam

penelitian ini terdiri dari:

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam hal ini, spesifikasi penelitian yang digunakan oleh

penulis adalah deskriptis analitis. Bersifat deskriptif analitis

karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh

mengenai segala sesuatu baik perundang-undangan

maupun teori-teori hukum. 24 Menurut pendapat Soerjono

24
Soemitro dan Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
23

Soekanto, penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan data-data yang teliti, artinya untuk

mempertegas hipotesa, yang dapat membantu teori-teori

lama atau dalam rangka menyusun teori-teori baru.25

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini akan digunakan metode pendekatan

dengan pendekatan yuridis normatif artinya penelitian

dititikberatkan pada penggunaan bahan pustaka atau data

sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer,

sekunder, maupun tersier. 26 Penelitian hukum normatif,

mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,

sistematika hukum, dan sinkronisasi hukum. 27 Penelitian

yang akan lebih ditekankan adalah pada sinkronisasi

hukum. Pendekatan yuridis yaitu cara meneliti masalah

dengan mendasarkan pada peraturan-peraturan yang

berlaku di Indonesia, sedangkan pendekatan normatif yaitu

cara meneliti masalah dengan melihat apakah sesuatu itu

baik atau tidak, dan benar atau tidak menurut norma yang

berlaku.

Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 10.


25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 10.
26
Ibid., hlm. 52.
27
Ibid., hlm. 51.
24

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis

terdiri dari:

a. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan data dan

melakukan penelitian terhadap literatur-literatur

serta dokumen-dokumen yang erat kaitannya

dengan perlindungan hak eksklusif tindakan

plagiarism berupa film layar lebar oleh pihak ke-3

tanpa izin.

b. Studi virtual, yaitu mengumpulkan data-data serta

bahan-bahan yang diperoleh dari situs internet.

4. Tahapan Penelitian

Berkenaan dengan metode yuridis normatif yang

digunakan, maka dilakukan penelitian kepustakaan,

terhadap:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum

yang sifatnya mengikat. 28 Bahan hukum primer

terkait masalah-masalah yang akan diteliti penulis

berupa peraturan perundang-undangan antara

lain:

1) Undang-Undang Dasar 1945

28
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11,
Jakarta: PL Raja Gravindo Persada, 2009, hlm. 13-14.
25

2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009

tentang Perfilman

3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yang terdiri dari buku-buku yang ditulis

oleh para ahli serta hasil-hasil penelitian yang

terdiri dari:

1) Kepustakaan yang berhubungan

dengan hak cipta dan hak terkait.

2) Kepustakaan yang berhubungan

dengan perfilman.

c) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 29

Bahan hukum tersier yang digunakan penulis

antara lain kamus, ensiklopedia, indeks komulatif,

dan lain-lain.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis yuridis kualitatif yaitu analisis yang lebih

29
Ibid.
26

menekankan pada proses penyimpulan deduktif dan induktif

serta analisa terhadap hubungan fenomena yang dihadapi

dengan menggunakan logika ilmiah dengan bantuan

metode penafsiran hukum.30

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu:

a. Pusat Sumber Daya Informasi Ilmiah dan

Perpustakaan Unpad (CISRAL, Center of

Information Scientific Resources and Library)

Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang,

Jawa Barat 45363.

b. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas

Hukum Universitas Padjadjaran Jl. Dipatiukur No.

35, Bandung.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang pendahuluan yang terdiri dari

latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode

30
Dharminto, Metode Penelitian dan Penelitian Sampel, eprints.undip.ac.id diunduh pada
tanggal 3 September 2017 pukul 19.15 WIB.
27

peneltian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PRINSIP DAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA

TERHADAP FILM

Berisi uraian tentang teori, konsep, prinsip-prinsip

dasar hak cipta, subjek, jenis dan hak eksklusif dalam

hak cipta, dan efektivitas dalam penyelesaian

sengketa pelanggaran hak cipta, yang relevan sesuai

dengan sumber baik dari buku maupun dari undang-

undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.

BAB III : PLAGIARISME BERUPA FILM LAYAR LEBAR

Uraian tentang tinjauan umum hak karya

sinematografi, dan juga meneliti data, kasus tindakan

plagiarisme berupa film layar lebar “benyamin biang

kerok”.

BAB : ANALISIS PERLINDUNGAN TERHADAP KARYA

IV HAK CIPTA FILM ATAS PLAGIARISME TERHADAP

PRODUSER

Bab ini berisikan analisis terhadap identifikasi

masalah dan bab ini terdiri dari dua identifikasi

masalah yaitu: identifikasi masalah pertama, analisis

mengenai perlindungan hukum hak cipta atas film

layar lebar berdasarkan undang-undang nomor 28

tahun 2014 tentang hak cipta. Identifikasi masalah


28

kedua, menganalisis bagaimana tindakan hukum yang

paling efektif dengan adanya plagiarism berupa film

layar lebar ditinjau dari undang-undang nomor 28

tahun 2014 tentang hak cipta.

BAB V : PENUTUP

Bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan

saran dari hasil analisis penelitian.


29

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual


Pasca TRIPs, Bandung: Alumni, 2005.
Ahmad M. Ramli dan Fathurahman, Independen
Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman
Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak
Cipta Dan Lembaga Manajemen Kolektif, Bandung: PT.
Alumni, 2011.
Dokumen Declaration of Human Rights, Materi Pokok
Hak Asasi Manusia, Departemen Kehakiman, 2000.
Elyta Ras Ginting, Hukum hak cipta Indonesia:
analisis teori dan praktik, PT cipta Aditya bakti, bandung,
2012.
Henry Soelistyo, Plagiarisme pelanggaran hak cipta
dan etika, Yogyakarta: PT Kanisius, 2011.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Ilmu Hukum,
Alumni, Bandung, 2000.
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2004.
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intektual
(Edisi revisi, cetakan 8), Jakarta: Rajawali Persada, 2013.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008.
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori
dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, Jakarta: Grafiti,
1994.
Soemitro dan Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, Jakarta: PL Raja
Gravindo Persada, 2009.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
Jakarta: UI Press, 1986.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar (Cetakan kedua), Bandung: Citra Aditya Bakti,
2013.
30

Suhono Harso Supangkat, “Teknologi Informasi dan


Ekonomi Digital : Persiapan Regulasi di Indonesia”, dalam:
Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi Penyiaran
dan Teknologi Informasi Regulasi dan Konvergensi,
Bandung: Refika Aditama, 2010.
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan
Oetarid Sadino, Cetakan ke-24, Jakarta: Pradnya Paramita,
1990.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman.


Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam Pasal 20
Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

C. SUMBER LAIN

Dharminto, Metode Penelitian dan Penelitian Sampel,


eprints.undip.ac.id diunduh pada tanggal 3 September 2017
pukul 19.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai