Anda di halaman 1dari 14

Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terhadap


Pembajakan Film Pada Aplikasi Telegram

Legal Protection Against Copyright Holders Against Film Piracy


on the Telegram Application
Hana Wandari

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung


Email: hana.w@std.unissula.ac.id

ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi memberikan suatu perubahan drastis pada era
globalisasi. Termasuk adalah kemajuan internet yang didalam nya termasuk penggunaan sosial
media. Indonesia sebagai salah satu pengguna sosial media terbesar di dunia. Dimana salah satu
media sosial yang populer digunakan oleh masyarakat adalah aplikasi sosial media telegram.
Dengan hadirnya berbagai fitur yang terdapat dalam aplikasi tersebut, menjadikan peluang bagi
pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan pembajakan terhadap karya sinematografi
berupa film. Saat ini masih banyak kasus pembajakan film dengan memanfaatkan aplikasi pengirim
pesan untuk penyediaan film bajakan tersebut. Dengan adanya berbagai kasus pembajakan film
yang terjadi di Indonesia mengakibatkan industri perfilman Indonesia mengalami kerugian yang
sangat besar. Untuk itu dibutuhkan suatu perlindungan hukum bagi pemegang ataupun pemilik hak
cipta terhadap karya sinematografi yang telah diciptakan.
Pendekatan masalah yang akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam penulisan
hukum ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan tersebut dilakukan berdasarkan bahan
hukum utama menelaan teori, asas-asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian dari penulisan ini menunjukan bahwa: perlindungan hak cipta menjadi
suatu isu yang penting dalam era perkembangan global yang begitu pesat. Negara Indonesia
sebagai negara yang menjunjung tinggi lahirnya sebuah karya cipta memiliki kewajiban untuk
melindungi warga negaranya dari usaha pembajakan ilegal terkait hasil karya sinematografi
berupa film. Pihak yang melakukan pembajakan tersebut telah melanggar hukum dan melanggar
hak-hak dari pemilik hak cipta yaitu terkait dengan hak ekonomi dan hak moral. Pihak tersebut
diharapkan mendapatkan sanksi yang tegas terhadap perbuatan yang telah dilakukan, dan
pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) dapat
melakukan upaya pemblokiran situs group penyebarluasan atau pembajakan film yang dilakukan
melalui aplikasi telegram setiap harinya.
Kata Kunci : Pembajakan Karya Sinematografi, Aplikasi Telegram, Perlindungan Hukum.

1
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
ABSTRACT
The rapid growth of information technology provides a drastic change in the era of
globalization. This includes the advancement of the internet which includes the use of social media.
Indonesia is one of the largest social media users in the world. Where one of the popular social
media used by the public is the telegram social media application. With the presence of various
features contained in the application, it creates opportunities for irresponsible parties to piracy of
cinematographic works in the form of films. Currently, there are still many cases of film piracy by
using messenger applications to provide pirated films. With the various cases of film piracy that
occurred in Indonesia, the Indonesian film industry suffered enormous losses. For that we need a
legal protection for the holder or owner of the copyright to the cinematographic works that have
been created.
The problem approach that will be used to discuss the problems in writing this law is a
normative juridical approach. The approach is carried out based on the main legal material by
examining theories, legal principles, and laws and regulations related to this research.
The results of this study indicate that: copyright protection is an important issue in the era of
rapid global development. The Indonesian state as a country that upholds the birth of a copyrighted
work has an obligation to protect its citizens from illegal piracy efforts related to cinematographic
works in the form of films. The party who carried out the piracy has violated the law and violated
the rights of the copyright owner, which is related to economic rights and moral rights. The party is
expected to receive strict sanctions against the actions that have been carried out, and the
government through the Ministry of Communication and Information of the Republic of Indonesia
(Kominfo) can make efforts to block group sites for distributing or piracy of films that are carried
out through the telegram application every day.Keywords : Legal Protection, Justice Collaborator,
Corruption.
Keywords: Piracy of Cinematography, Telegram Application, Legal Protection.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPRs)
merupakan suatu hak ekonomis yang diberikan oleh hukum kepada seorang
pencipta atau penemu atas suatu hasil karya dari kemampuan intelektual manusia.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah suatu bentuk hak milik yang berda pada
lingkup kajian ilmu pengetahahuan, teknologi, seni dan sastra (Isnaini, 2009).
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dijadikan sebagai hak yang berasal dari kegiatan
kreatif suatu kemampuan daya pikir dari manusia yang diekspresikan kepada
khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang tentunya memiliki manfaat serta
kegunaan dalam menunjang kehidupan manusia serta memiliki manfaat nilai
ekonomi di dalam nya(Darwance et al., 2020).
Hasil karya cipta dari ekspresi seni, sastra dan ilmu pengetahuan dimulai
dari buku, musik, serta program komputer sangat berperan besar dalam membentuk
dan memperkaya peradaban manusia dari jaman ke jaman. Di era sekarang ini
dalam menyebarkan informasi menjadi semakin mudah, dan peran Hak Cipta dalam

2
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
melindungi pencipta karya-karya tersebut dari penyalahgunaan dan pembajakan
hingga plagiasi oleh pihak tidak berhak menikmati hasilnya menjadi semakin
penting. Karena Setiap Hak Kekayaan Intelektual sebagai karya yang tidak boleh
diakui oleh orang lain, pelanggaran terhadap kemampuan intelektual seseorang atau
kelompok sama dengan tidak menghargai keoriginalitas suatu karya, hal itu adalah
kata lain dari “kepintaran” yang disepelekan (Nizwana Yulia, 2019).
Hak Cipta adalah hak eksklusif dimana hak tersebut terdapat hak ekonomi
dan hak moral si pencipta atau pemegang hak cipta untuk bisa menggunakan hasil
dari ide gagasan atau kreatiifitas yang dibuat. Hak ekonomi pencipta atau pemegang
hak cipta dapat mengawasi serta mengeksploitasi hasil dari hak cipta tersebut. Hak
moral yaitu hak si pencipta untuk dicantumkan namanya apabila ada yang
menggunakan hak ciptanya dengan seizin dari pencipta. Hak moral ini membantu
pencipta untuk melarang seseorang untuk mengubah atau mengurangi hasil dari
ciptaannya tanpa seizin dari pencipta.
Dengan pesatnya pertumbuhan teknologi informasi di dunia memberikan
suatu perubahan yang sangat drastis pada era globalisasi ini. Salah satunya adalah
kemajuan internet yang didalam nya termasuk penggunaan sosial media. Laporan
terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial
Hootsuite menyebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta
di antaranya telah menggunakan media sosial. Salah satu sosial media di Indonesia
yang populer adalah Telegram. Telegram merupakan sebuah aplikasi layanan
pengirim pesan instan multiplatform berbasis awan yang bersifat gratis dan nirlaba.
Aplikasi Telegram mempunyai berbagai fitur sehingga Telegram sangat banyak
digunakan orang di seluruh dunia saat ini. Dimana dalam aplikasi ini pengguna
dapat menggunakan fitur chatting, bertukar foto, video, stiker, audio, maupun tipe
berkas lainnya.
Namun, dengan hadirnya berbagai fitur yang dimiliki oleh aplikasi
Telegram, menciptakan peluang bagi pihak – pihak yang tidak bertanggungjawab
untuk menyebarkan hasil karya sinematografi berupa film di aplikasi tersebut.
Seringkali pihak tersebut menyebarkan film – film yang sedang maupun sudang
tayang di pasaran. Hingga saat ini masih banyak beredar kasus pembajakan film di
Indonesia dengan memanfaatkan aplikasi pengirim pesan untuk penyediaan film
bajakan tersebut. Salah satu fitur pada aplikasi ini yang sering disalahgunakan yaitu
dengan adanya fitur untuk membentuk sebuah public chanel, dimana dalam public
chanel tersebut digunakan untuk penyebaran film secara ilegal. Dimana dalam
public chanel tersebut pengguna dapat menonton bahkan bisa mengunduh film
secara mudah dan gratis.
Tidak dipungkiri Negara Indonesia yang masih menjadi negara berkembang,
dimana masyarakat nya masih banyak yang berstatus sosial rendah ingin juga
menikmati tayangan film namun terbatas adanya ekonomi. Karena masih tinggi nya
tingkat keinginan masyarakat dalam mengakses film bajakan tersebut. Masyarakat
yang sudah "menikmati" keberadaan situs film bajakan selalu mencari cara agar
dapat menikmati film bajakan.

3
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
Film sebagai sebuah karya sinematografi merupakan suatu karya yang
bercerita secara visual yang diwjudukan dalam sebuah bentuk film dan dalam
proses pembuatan nya sangat dibutuhkan suatu kemampuan dalam berbagai macam
teknis dan pemahaman estetik di dalam nya. Sinematografi termasuk salah suatu
karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi oleh
Undang – Undang. Sinematografi adalah sebuah ilmu terapan yang membahas
tentang teknik menangkap gambar dan sekaligus menggabung-gabungkan gambar
tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang memililki kemampuan
menyampaikan ide dan cerita.
Perkembangan sinematografi Indonesia semakin maju, sehingga dalam hal
ini membuat pencipta karya tersebut yang telah menghabiskan waktu, tenaga,
pemikiran kreatif, bahkan dana yang tidak sedikit untuk mendaftarkan karya
sinematografi mereka supaya dapat dilindungi. Keresehan yang timbul dari pencipta
adalah ketika hasil karya sinematografinya dinikmati oleh orang lain secara cuma-
cuma atau bahkan orang yang membajak tersebut tanpa izin mengunggah dan
mendapatkan keuntungan dari tindakannya namun merugikan si pencipta karena
dalam pembuatan karya sinematografi tersebut tidaklah mudah.
Dalam rentan tahun 2017 – 2019 Kemenkominfo telah memblokir 1.745
situs yang memuat konten bajakan. Pada tahun 2017, telah terdapat 190 konten yang
memuat pelanggaran terkait hak kekayaan intelektual yang diblokir oleh
Kemenkominfo. Angka ini meningkat pada tahun 2019, Kemenkominfo telah
memblokir 1.143 konten yang bermuatan hak kekayaan intelektual. Pemerintah
dalam hal ini telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang – undangan untuk
melindungi hak kekayaan intelektual, sebagaimana yang tertuang dalam Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang – Undang Nomor 33
Tahun 2009 tentang Perfilman, dan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Akibat adanya pembajakan film berdasarkan Hasil riset yang dilakukan oleh
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan
Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menunjukan bahwa kerugian yang dialami
industri perfilman di Indonesia mencapai lebih dari Rp. 1,4 triliun. Oleh karena itu
diperlukan adanya perlindungan hukum bagi pegiat karya sinematografi dalam
melindungi karya yang telah dibuat nya.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
dan mengangkat penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap
Pemegang Hak Cipta Terkait Pembajakan Film Pada Aplikasi Telegram”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis merumuskan
beberapa permasalahan:

4
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik hak cipta dalam karya
sinematografi berupa Film yang ditinjau berdasarkan Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik?
2. Bagaimana upaya penyelesaian hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik hak
cipta sinematografi berupa film yang karya nya dibajak melalui Aplikasi
Telegram?

II. METODE PENELITIAN


A. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penlitian yuridis normatif, oleh karena itu jenis
data yang yang digunakan penulis adalah data sekunder yaitu berupa data yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh para peneliti dari sumber-sumber yang telah
tersedia, dengan cara menelaah teori-teori, konsep, serta asas hukum serta peraturan
di dalam undang-undang yang berhubungan dengan penulisan ini.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa pendekatan yuridis normatif yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran
terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti (Soekanto & Mamudji, 2001).
B. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan tersebut, yaitu pendekatan
perundang – undangan (statue approach) yang merupakan riset hukum dengan
meriset bahan berupa teori – teori, asas hukum, dan peraturan perundang –
undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Ditambah dengan pendekatan kasus
(case approach) yang merupakan pendekatan yang mempelajari bagaimana
penerapan norma-norma atau kaidah hukum dilakukan dalam praktik hukum, serta
menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (in put) dalam eksplanasi
hukum (Jonaedi Efendi et al., 2018).
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder yang
dijelaskan sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama. Data primer
diperoleh dari responden dan informan serta narasumber. Sumber data dalam
penelitian hukum empiris berasal dari data lapangan. Data lapangan
merupakan data yang berasal dari responden dan informan termasuk ahli
sebagai narasumber (Muhaimin, 2020).
Bahan hukum primer pada penelitian ini antara lain:

5
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman
3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
4) Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi
Elektronik.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (M.
Ali, 1985).
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Penelitian Kepustakaan
Dalam teknik pengumpulan data sekunder perlu dilakukan dengan cara
mengkaji, membaca serta menganalisis bahan hukum maupun literatur lainnya
yang berkaitan dengan penelitian ini. Perolehan data dapat diambil dari
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Perpustakaan
pusat Universitas Islam Sultan Agung, Perpustakaan Daerah Jawa Tengah,
Perpustakaan Umum Kota Semarang, Jurnal Online, dan beberapa tempat
maupun referensi lain yang bisa didapatkan.
2. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan teknik untuk mengumpulkan data yang
terkait dengan penelitian ini dengan cara pengumpulan data melalui dokumen-
dokumen yang terkait.
E. Metode Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Metode ini merupakan metode yang fokus pada pengamatan yang mendalam.
Selanjutnya data disajikan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan,
menguraikanm dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang berkaitan
dengan penelitian ini.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Perlindungan hukum terhadap pemilik hak cipta dalam karya sinematografi
berupa Film yang ditinjau berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Kemajuan teknologi tentunya membawa banyak perubahan global bagi
kehidupan manusia, termasuk dalam dunia perfilman. Tidak dapat dipungkiri bahwa
saat ini, seiring perkembangan teknologi memudahkan masyarakat untuk
menjangkau situs – situs streaming film yang secara legal dan beredar di internet.
Seperti halnya adalah Netflix, Viu, Disneyplus Hotstar, dan lain sebagainya.
Namun, situs streaming film legal tersebut biasanya hanya dinikmati oleh orang –

6
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
orang yang memang memiliki perekonomian stabil. Karena, apabila kita ingin
menonton sebuah film melalui streaming film melalui situs – situs resmi terdapat
biaya yang harus dibayarkan pada situs streaming tersebut.
Namun, dibalik dampak positif dari kemajuan teknologi tentunya terdapat
berbagai masalah atas kemajuan teknologi ini. Salah satu dampak dari kemajuan
teknologi adalah dengan adanya kehadiran internet. Dengan hadirnya internet dapat
dimaknai sebagai sebuah kemajuan yang menjadikan percepatan arus globalisasi,
yang memuat sisi positif maupun sisi negatif. Sisi negatif dari kehadiran internat
yakni berkaitan dengan dunia kejahatan. J.E. Sahetapy dalam tulisannya
menyatakan pendapat bahwasanya kejahatan erat kaitannya dengan perkembangan
masyarakat. Dalam hal ini semakin maju kehidupan masyarakat, maka kejahatan
juga akan semakin maju. Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan
Mayantara (Wahid Abdul, 2010).
Film yang merupakan bagian dari karya sinematografi dapat digunakan sebagai
media untuk menyampaikan sebuah pesan cerita atau alur sebuah cerita yang ingin
disampaikan oleh penulis skenario kepada penonton. Selain daripada hal tersebut,
dengan hadirnya film juga dapat digunakan sebagai media komunikasi yang dapat
menyampaikan sebuah pesan dalam bentuk informasi, edukasi, ataupun hiburan.
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 mengenai perfilman yang
berbunyi Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan tanpa
suara dan dapat dipertunjukkan. Tujuan dari seseorang yang menciptakan sebuah
karya tentunya juga ingin karya yang dihasilkan dapat dinikmati dan bermanfaat
bagi orang lain. Namun, seringkali hal tersebut justru disalahgunakan oleh orang –
orang yang tidak bertanggungjawab dan mencari keuntungan dari hasil karya
seseorang.
Peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Chaikal Nuryakin,
memaparkan angka perkiraan kerugian secara nasional itu. Disebutkan bahwa
kerugian yang dialami oleh Produser dalam pembuatan film karena dampak dari
pembajakan diperikirakan mencapai Rp. 5 triliun (Kompas, 2018).
Karya sinematografi lahir bukan hanya karena ide ataupun sebuah gagasan yang
ingin disampaikan oleh penulis, namun lahirnya sebuah film sebagai bentuk
sinematografi juga menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Karena dalam
pembuatan sebuah film diperlukan suatu tahapan yang secara khusus untuk
dituangkan dari imajinasi penulis ke visulasisi agar penonton dapat dengan mudah
menikmati karya tersebut dan memperoleh pesan moral. Ketua Asosiasi Produser
Film Indonesia (Aprofi) Fauzan Zidni menyebutkan, rata-rata biaya produksi film
Indonesia berkisar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar. Namun, biaya pengeluaran
sebesar itu sering kali tidak sepadan dengan penerimaan. Salah satu penyebabnya
adalah karena terjadinya suatu pembajakan yang dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab. Dilansir dari hasil penelitian Centre for Content Promotion Pte

7
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
Ltd menunjukkan bahwa tingkat keaktifan pengunjung dalam konten di laman ilegal
di Indonesia 8,92 kali lebih tinggi dibandingkan laman legal.
Seiring perkembangan zaman pembajakan juga semakin bervariasi dan dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat. Ketika dahulu pembajakan sebuah karya
biasanya dilakukan melalui CD bajakan, saat ini justru pembajakan tersebut dapat
dengan mudah diakses. Seperti halnya adalah pembajakan film yang dilakukan
melalui situs – situs ilegal, ataupun yang saat ini tengah populer yaitu melalui
aplikasi telegram. Dimana dalam aplikasi ini masyarakat yang ingin menonton film
ilegal dapat dengan mudah mengakses film tersebut, hanya mengetik judul dari film
yang diinginkan untuk ditonton. Kemudian nantinya aplikasi tersebut akan
mengarahkan untuk masuk ke dalam sebuah grup chat sebagai alat perantara untuk
mengirimkan link video film. Dimana link video film ini hanya dapat diakses oleh
orang yang berada dalam anggota grup tersebut. Hal ini tentunya menjadi sangat
sulit untuk dapat mendeteksi adanya tindakan ilegal pembajakan film. Ditambah
lagi dalam aplikasi ini terdapat 2 macam fitur grup, yaitu private group dan public
group. Private group merupakan sebuahh fitur yang diberikan oleh aplikasi telegram
dimana yang dapat menjadi anggota group tersebut hanyalah orang yang memang
diberikan sebuah link khusus ataupun diundang langsung oleh admin group
tersebut. Sementara public group merupakan sebuah fitur dimana semua orang
dapat bergabung. Tentunya dengan fitur private group tersebut menjadikan sulit
terdeteksi nya tindakan pembajakan film.
Disebutkan dalam Pasal 40 ayat 1 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta bahwa karya sinematografi merupakan sebuah ciptaan yang
dilindungi. Yang dimaksud dengan karya sinematografi meruapakan sebuah gambar
bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau
film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Hak cipta yang didapatkan
oleh pencipta karya dituangkan dalam Pasal 4 UUHC, dimana hak cipta merupakan
sebuah hak ekslusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi.
Lahirnya berbagai peraturan untuk mencegah terjadinya pembajakan
merupakan sebuah perlindungan hukum preventif yang dilakukan oleh pemerintah.
Upaya perlindungan hukum preventif yang juga dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk mencegah pembajakan yang marak dilakukan pada aplikasi telegram juga
dapat dilaksanakan oleh pemerintah sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal
54 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwasaya
pemerintah berwenang untuk melakukan :
a) Pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran
hak cipta dan hak terkait.
b) Kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar
negeri dalam pencegahan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak
terkait. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan bekerjasama
dengan situs – situs penyedia layanan streaming film legal untuk mencegah
terjadinya pembajakan karya sinematografi.

8
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
c) Melakukan oengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan
media apapun terhadap ciptaan dan produk hak terkait di tempat pertunjukan.
Upaya pencegahan (preventif) yang juga dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka menyelesaikan terkait pembajakan film juga dilakukan dengan sosialisasi
hukum pidana terhadap pembajakan film pada pusat – pusat perbelanjaan. Dengan
adanya sosialisasi ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat terkait pentingnya hak cipta yang dimiliki oleh pencipta sebuah karya
sinematografi. Pemerintah yang dalam hal ini melalui Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) memiliki peranan yang besar
untuk menindaklanjuti adanya pembajakan film yang tersebar pada aplikasi group
telegram. Hingga saat ini kominfo setiap harinya telah melakukan upaya
pemblokiran pada ratusan link streaming ilegal dan tidak mempunyai lisensi. Selain
daripada peran pemerintah untuk menanggulani pembajakan karya sinematografi,
diperlukan juga peran masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dalam
menghargai karya ciptaan seseorang dengan tidak mengunduh ataupun menonton
film tersebut melalui situs – situs ilegal yang tidak sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan.
Maraknya pembajakan film yang dilakukan melalui situs online khususnya
aplikasi telegram yang dilakukan tanpa seizin dari pencipta karya sinematografi
tersebut tentunya merupakan sebuah pelanggaran hukum yang wajib untuk
diberikan sebuah sanksi tegas. Tentunya pemerintah juga melakukan sebuah upaya
hukum represif sebagai langkah terakhir dalam menanggulangi pembajakan ini. Jika
mengacu pada Pasal 9 ayat 3 Undang – Undang Hak Cipta bahwa setiap orang
dilarang untuk melakukan penggandaan dan/atau penggunakan secara komersial
ciptaan tanpa mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Lebih lanjut
disebutkan dalam Pasal 113 ayat 2 Undang – Undang Hak Cipta menegaskan
bahwa:
“Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) hurf c, huruf d, huruf f, dan /atau huruf h untuk
penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)”.
Undang – Undang ini juga mengatur apabila terdapat sebuah pelanggaran
dalam bentuk pembajakan yang memenuhi unsur Pasal 113 ayat 3 Undang –
Undang Hak Cipta, maka pelaku dapat dikenakan pidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah). Namun, undang – undang ini menyebutkan bahwa terkait
dengan kasus pelanggaran hak cipta merupakan delik aduan. Dimana seseorang
yang merasa dirugikan akibat adanya sebuah pembajakan terhadap pelanggaran hak
cipta melaporkan kepada pihak yang berwajib, sehingga dapat diproses terhadap
adanya pengaduan dari pihak korban yang dirugikan atas hal tersebut.

9
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
Terhadap pembajakan situs online juga diatur di dalam Undang-undang No. 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut dengan
UU ITE) terdapat pada pasal 32 yaitu mengenai setiap orang yang setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau dokumen
elektronik milik orang lain atau milik publik dipidana penjara delapan tahun dan
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00.
Terdapat beberapa syarat sebuah ciptaan untuk dapat memperoleh suatu
perlindungan hukum, yaitu:
a. Material form
Merupakan suatu ide atau pemikiran yang telah dituangkan dalam bentuk nyata.
Sehingga, dalam hal ini yang dilindungi bukan suatu ide ataupun pemikiran.
b. Originality
Suatu ciptaan tersebut merupakan sebuah ciptaan yang berasal dari orang yang
mengaku sebagai pencipta dari karya tersebut. Bukan berasal dari suatu peniruan
atau perbanyakan atas suatu ciptaan lain yang telah ada sebelumnya (Hidayah,
2017).

B. Upaya penyelesaian hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik hak cipta
sinematografi berupa film yang karya nya dibajak melalui Aplikasi Telegram
Terdapat dua upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang hak cipta terhadap
pembajakan karya sinematografi yang dilakukan pada aplikasi group chat telegram,
dimana upaya tersebut dapat digolongkan menjadi upaya melalui jalur litigasi dan
upaya melalui jalur non litigasi. Upaya litigasi merupakan suatu istilah hukum
terkait penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui jalur pengadilan. Dimana
proses ini melibatkan pembeberan informasi serta bukti terkait atas sengketa yang
dipersidangkan. Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi sering disebut dengan
istilah ultimum remidium. Atau yang dalam artian bahwa litigasi menjadi sarana
yang terakhir dalam penyelesaian sengketa. Sementara penyelesaian sengketa
melalui jalur non litigasi merupakan sebuah penyelesaian sengketa yang dilakukan
diluar pengadilan. Dimana para pihak yang bersengketa berdasarkan itikad baik
untuk menyelesaikan sengketa diluar pengadilan dan sesuai dengan kesepakatan
bersama serta tertulis didalam sebuah perjanjian sebagai upaya perdamaian.
Lebih lanjut, terkait dengan penyelesaian hukum terhadap hak cipta terhadap
karya sinematografi dapat dilakukan melalui jalur litigasi, berikut adalah
mekanisme penyelesaian jalur litigasi bagi pencipta karya sinematografi dalam
mempertahankan haknya :
a) Gugatan Perdata

10
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
Mekanisme terkait gugatan perdata diatur dalam Pasal 99 Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa pemegak hak cipta berhak untuk
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga terhadap pelanggaran Hak
ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil
perbanyakan ciptaan itu. Gugatan ganti rugi tersebut dapat berupa permintaan untuk
menyerahkan seluruh hasil atau sebagian penghasilan yang didapatkan dari
pembajakan karya sinematografi terhadap karya yang dilanggar haknya. Terkait
dengan tata cara gugatan perdata terhadap hak cipta dijelaskan dalam Pasal 100
Undang – Undang Hak Cipta bahwa Gugatan atas Hak Cipta diajukan kepada
Pengadilan Niaga. Nantinya Panitera Pengadilan Niaga akan mendaftarkan gugatan
tersebut dan tercatat dalam register perkara Pengadilan Niaga. Setelah itu panitera
akan memberikan tanda terima yang telah ditandatangani pada tanggal yang sama
dengan tanggal pendaftaran. Langkah selanjutnya, ketua Pengadilan Niaga
menerima permohonan gugatan yang disampaikan oleh panitera dalam waktu 2 hari
setelah gugatan tersebut didaftarkan. Dan dalam kurun waktu paling lama 3 hari
sejak gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga akan menetapkan hari sidang.
b) Tuntutan Pidana
Sebagaimana tertuang di dalam Pasal 105 Undang – Undang Hak Cipta bahwa
hak untuk mengajukan gugatan keperdataan terkait pelanggaran hak cipta tidak
mengurangi Hak Pencipta untuk menuntut secara pidana. Dalam arti bahwa
pengajuan gugatan perdata tetap dapat dilakukan bersamaan dengan tuntutan
pidana. Proses perdata tidak menggugurkan hak negara untuk dapat melakukan
sebuah tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Dasar hukum mengenai
penyelesaian sengketa melalui tuntutan pidana diatur di dalam Pasal 112 – 118
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Penyelesaian sengketa mengenai Hak Cipta terhadap karya sinematogratif juga
dapat diselesaikan melalui jalur non litigasi. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 95
Undang – Undang Hak Cipta bahwa terkait dengan sengketa Hak Cipta dapat
dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa atau ADR (Alternative Dispute
Resolution) dalam bentuk negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih
oleh para pihak asalkan sesuai dengan ketentuan undang – undang yang berlaku.
Berikut adalah metode penyelesaian sengketa non litigasi :
a) Negosiasi
Negosiasi merupakan sebuah metode dimana para pihak yang sedang
bersengketa bertemu untuk mendapatkan sebuah titik terang dari penyelesaian
sengketa yang sedang dihadapi. Dalam metode ini membutuhkan seorang ahli
ataupun konsultasi yang bertugas untuk menengahi para pihak dalam menyelesaikan
sengketa. Hasil dari negosiasi, nantinya akan menghasilkan sebuah kesepakatan
bersama antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa tersebut atas dasar yang
lebih harmonis dan adil bagi para pihak.
b) Konsultasi

11
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
Metode konsultasi adalah sebuah metode dimana pihak yang sedang
bersengketa meminta pendapat terhadap sengketa yang sedang diharapi. Nantinya
konsultan akan memberikan sebuah pendapat sesuai dengan kebutuhan yang
memang dibutuhkan oleh klien. Dimana konsultasi ini bersifat privat antara pihak
yang bersengketa dan konsultan.
c) Mediasi
Mediasi merupakan sebuah metode non litigasi yang saat ini banyak digunakan
dalam penyelesaian sebuah sengketa. Dimana proses mediasi ini tidak jauh berbeda
dengan metode negosiasi, para pihak yang bersengketa akan melakukan sebuah
perundingan untuk menyelesaikan sengketa yang sedang dihadapi. Namun dalam
mediasi dibutuhkan seorang mediator untuk menjadi penengah bagi para pihak dan
turut mengikuti proses dari penyelesaian sengketa tersebut.
d) Konsiliasi
Metode ini nantinya akan melibatkan konsiliator sebagai penengah bagi para
pihak dalam menyelesaikan sebuah sengketa. Pihak konsiliator akan mengusahakan
penyelesaian dari sengketa yang sedang dihadapi.
e) Penilaian Ahli
Para pihak yang sedang bersengketa juga dapat meminta sebuah pendapat
ataupun pandangan dari prespektif Ahli yang bersangkutan dan tentunya
berkompeten sesuai dengan keahliannya.

IV. PENUTUP
Kesimpulan
Kemajuan teknologi menimbulkan banyak perubahan global dalam kehidupan
manusia yang dapat membawa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak
negatif dari adanya kemajuan teknologi adalah pembajakan karya sinematografi
berupa film yang marak dilakukan melalui aplikasi group chat telegram. Saat ini
perlindungan hukum terhadap pemilik hak cipta karya sinematografi yang diberikan
oleh pemerintah adalah sebuah perlindungan yang tertuang di dalam berbagai
peraturan perundang – undangan yang berlaku. Perlindungan hukum bagi pemegang
hak cipta tertuang di dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, dan beberapa pasal yang terdapat dalam Undang Nomor 19 Tahun 2016
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Selain daripada perlindungan melalui penyusunan perundang
– undangan pemerintah juga melakukan sebuah perlindungan hukum represif
sebagai upaya terakhir dalam penanggulangan pembajakan karya sinematografi
yakni dengan melakukan sanksi tegas terhadap pelaku pembajakan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang hak cipta yang karya sinematografi
nya telah dilakukan pembajakan melalui aplikasi group telegram dapat dilakukan
penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Dalam jalur

12
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022
litigasi pemegang atau pemilik hak cipta dapat melakukan gugatan perdata ataupun
tuntutan pidana. Selain itu undang – undang juga mengatur alternatif penyelesaian
sengketa atau ADR (Alternative Dispute Resolution) dengan beberapa metode yaitu
Konsiliasi, Negosiasi, Mediasi, Konsultasi, ataupun Penilaian Ahli.

13
Prosiding

SEMINAR NASIONAL MAHASISWA


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Juli 2022

Daftar Pustaka
Darwance, D., Yokotani, Y., & Anggita, W. (2020). Dasar-Dasar Pemikiran Perlindungan

Hak Kekayaan Intelektual. PROGRESIF: Jurnal Hukum, 15(2), 193–208.

Hidayah, K. (2017). Hukum HKI. Malang, Setara Press.

Isnaini, Y. (2009). Hak cipta dan tantangannya di era cyber space. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & SE, M. M. (2018). Metode Penelitian

Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media.

Kompas, H. (2018). Kerugian akibat Pembajakan Film Rp 5 Triliun.

Nizwana Yulia, R. (2019). No Title. PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

(HAKI) DITINJAU DARI EPISTIMOLOGI, 03(Vol. 3 No. 2 (2019): UIR Law

Review).

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2001). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

Edisi 1, Cet. V, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Wahid Abdul, M. L. (2010). Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Refika Aditama.

14

Anda mungkin juga menyukai