Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN TNDAK PIDANA

PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

(Studi Kasus Putusan Nomor 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN)

JURNAL

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Hukum

Oleh:

ELMAS CATUR RISKY RAMADHAN


150200345

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAKSI
Prof. Dr. Alvi Syahrin. SH., M.S*
Syafruddin, S.H., M.H., D.F.M*
Elmas Catur Risky Ramadhan

Pada hakikatnya, teknologi diciptakan untuk memenuhi kebuthan tertentu


manusia. Setelah diciptakan, teknologi dikembangkan agar dapat semakin efektif dan
efesien untuk memenuhi kebutuhan, teknologi terus berkembang sehingga teknologi
lamapun akan ditinggalakan dan membuat teknologi yang baru. Setelah teknologi
diciptakan dan dikembangkan, penggunaan teknologi tersebut dapat sesuai dengan tujuan
penciptaan dan pengembangannya maupun diluar tujuan awalnya. Demikian dengan
teknologi informasi dan komunikasi, perkembangan teknologi informasi telah
menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial secara
signifikan berlangsung secara cepat
Dalam penyusunan skripsi ini Penulis mempergunakan jenis metode penelitian
normatif, yaitu metode studi kepustakaan. Dengan metode studi kepustakaan dilakukan
pengumpulan data sebanyak mungkin yang berasal dari referensi yang relevan dan
berhubungan dengan permasalahan, yaitu meliputi buku, teks, artikel, maupun berita dari
internet, dan putusan dari Pengadilan Negeri Medan, maka didapatlah hasil yang dapat
menjawab semua permasalahan berhubungan dengan judul skripsi ini.
Hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di
Indonesia di atur di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal
310 ayat (1), Pasal 311 ayat (1), Pasal 315, Pasal 317 ayat (1), Pasal 318 ayat (1), Pasal
320 ayat (1). Analisa Hukum Pidana Terhadap Kasus Pencemaran Nama Baik melalui
media sosial ( Studi Putusan Nomor 3006/PID.SUS/2017PN.MDN ) adalah penerapan
Hukum Pidana Materiil terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dalam
putusan tersebut telah sesuai karena telah memenuhi unsur – unsur sebagaimana diatur
dalam Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

Kata Kunci : Teknologi Informasi, Pencemaran Nama Baik


* Dosen Pembimbing I Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing II Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya, teknologi diciptakan untuk memenuhi kebutuhan


tertentu manusia. Setelah diciptakan, teknologi dikembangkan agar dapat semakin
efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud teknologi yang
lamapun akan ditinggalkan dan membuat teknologi yang baru. Menurut Didik J.
Rachbini, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol
pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek
sosial, budaya, ekonomi dan keuangan.1 Tetapi setelah teknologi diciptakan dan
dikembangkan, penggunaan teknologi tersebut dapat sesuai dengan tujuan
penciptaan dan pengembangannya maupun diluar tujuan awalnya. Demikian pula
dengan teknologi informasi dan komunikasi.
Belakangan ini kita sering mendengar revolusi industry 4.0, industry

4.0 ini adalah industry yang menghubungkan teknologi otomatisasi dengan

teknologi cyber, ini merupakan tren otomastisasi dan pertukaran data dalam

teknologi manufaktur. Prinsip-prinsip industry 4.0 memungkinkan produsen

untuk menyelidiki transformasi potensi untuk teknologi industry 4.0, antara lain

Imteroperabilitas, Virtualisasi, Desentralisasi, Kemampuan Real-Time,

Orientasi Layanan, Modularitas. Mungkin dalam era teknologi informasi ini

setiap manusia dalam dunia maya memiliki kebebasan mendasar antara lain

untuk tidak memakai identitas asli mereka ( menggunakan identitas palsu atau

samara), untuk berinteraksi dengan manusia yang berada di dunia maya

tersebut. Penggagas ideologi ini melihat bahwa internet adalah milik bersama

dan oleh karena itu setiap orang memiliki hak penuh untuk berada dan

melakukan interaksi di dalamnya. Pemerintah tidak perlu turut campur dengan

membuat regulasi yang membatasi kebebasan mereka. Sehingga di dalam

1
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek
Hukum Teknologi Informasi, (Refika Aditama, Bandung, 2005), hlm,
1-2
dunia maya sering terjadi kejahatan seperti pengancaman, pencurian,

pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, hingga penipuan. Akan tetapi,

kemajuan teknologi informasi (internet) dan segala bentuk manfaat di

dalamnya membawa konsekuensi negatif tersendiri di mana semakin mudahnya

para penjahat melakukan aksinya yang semakin merisaukan masyarakat.

Penyalahgunaan yang terjadi dalam cyber space ini yang kemudian dikenal

dengan cyber crime atau dalam literatur lain digunakan istilah computer crime.

Menurut Walden, cybercrimes adalah bagian dari computer crimes.2

Walden melihat bahwa pengklasifikasian computer crimes dapat didasarkan

pada teknologi (technology-based), motivasi (motivation-based), hasil

(outcome-based), dan komunikasi (communication-based), serta informasi

(information-based). Tindak kejahatan dunia maya atau Cybercrime merupakan

tindakan yang banyak mendapatkan perhatian. Sebelum mengurai pengertian

Cyber Crime secara terperinci, maka terlebih dahulu akan dijelaskan “induk”

cybercrimes yaitu cyber space. Cyber space dipandang sebagai sebuah dunia

komunikasi berbasi komputer. Dalam hal ini, cyber space di anggap sebuah

realitas dalam kehidupan manusia yang dalam bahasa sehari-hari dikenal

dengan internet. Realitas baru ini dalam kenyataannya terbentuk melalui

jaringan komputer yang menghubungkan antarnegara atau antarbenua yang

berbasis protokol transmission control protocol/internet protocol.3 Dalam

perkembangan selanjutnya kehadiran teknologi canggih komputer dengan

jaringan internet telah membawa manfaat besar bagi manusia.

2
Josua Sitompul, CyberSpace,CyberCrimes,Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana,
Jakarta, PT. Tatanusa, Hal 37.
3
Maskun,kejahatan siber ( Cyber Crime) suatu pengantar,( Jakarta : kencana,2013), hlm.
46.
Untuk mengatasi masalah cybercrime ini pemerintah membuat Undang-

undang khusus untuk cybercrime ini, yaitu Undang-undang nomor 18 tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selanjutnya disebut sebagai

UU ITE. Undang-undang ini sebagai aturan-aturan atau pedoman-pedoman

untuk menggunakan internet dengan baik dan benar, serta memberikan batasan-

batasan apa saja yang boleh diperbuat di internet.

Maka terlihat bahwa media internet sekarang sering terjadi

penghinaan/pencemaran nama baik yang dilakukan oleh masyarakat,

UU ITE ini memiliki pasal khusus mengenai penghinaan/pencemaran nama

baik yaitu pasal 27 ayat (3). Pasal ini merupakan ancaman bagi seseorang

yang dengan sengaja melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

kepada orang lain dengan menggunakan akses informasi elektronik atau

dokumen elektronik.

B. Pemasalahan

Setelah menguraikan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana Tindak Pindana Pencemaran Nama Baik Berdasarkan

peraturan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana pembuktian Tindak Pindana Pencemaran Nama Baik

Penemaran Nama Baik Melalui Media Sosial?


3. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik

Melaui Media Sosial (Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Medan

No.3006/Pid.sus/2017/PN.MDN)?

Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian:

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan ilmiah terdapat beraneka ragam jenis penelitian. Dari

berbagai jenis penelitian, khususnya penelitian hukum, yang paling popular

dikenal adalah sebagai berikut :

a. Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau penelitian hukum

kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau

hanya menggunakan data sekunder belaka.

b. Penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara terutama

meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data

sekunder dari perpustakaan.

Sesuai dengan tujuan skripsi ini, maka penelitian hukum yang

digunakan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi

kepustakaan (library research).

2. Jenis Data

Jenis data yang dipakai dalan penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik

peraturan yang diadaptasi oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun peraturan yang

sedang dirancang oleh Pemerintah Republik Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya

dengan bahan hukum primer seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal

hukum, majalah- majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa

sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep

dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode Library Research

(penelitian kepustakaan) yaitu melakukan penelitian dengan berbagai sumber

bacaan seperti: peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, internet,

pendapat sarjana, dan bahan lainnya yang sangat berkaitan dengan skripsi ini.

4. Analisa Data

Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan dan diurutkan,

kemudian diorganisasi dalam satu pola, kategori dan satu uraian dasar. Analisa

data dalam skripsi ini adalah analisa dengan cara kualitatif yaitu menganalisa

secara lengkap dan komprehensif keseluruhan data sekunder yang diperoleh

sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini


HASIL PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN TINDAk PIDANA

PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

( Studi Kasus Putusan No 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN)

A. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Berdasarkan

KUHPidana

Tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda

disebut strafbaarfeit atau delict. Banyak juga ahli yang menerjemahkan degan

istilah “perbuatan pidana” atau “perbuatan yang dapat dipidana”. Menurut

Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.

Tidak semua pebuatan manusia dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Simons mengemukakan tentang unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) yang

harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,

yaitu: perbuatan manusia (baik perbuatan positif (melakukan) atau negative (

tidak melakukan atau membiarkan diancam dengan pidana (statbaar gesteld);

melawan hukum (onrechtmatig); dilakukan secara bersalah (met schuld in

verband stand); dilakukan oleh orang yang mampu dipertanggung jawabkan

secara hukum pidana (toerekeningsvatoaar person).

Penghinaan ( Beleediging ) atau pencemaran nama baik dapat diartikan

sebagai suatu tindakan menyerang kehormatan dan nama baik seseorang

dengan cara menuduh dia melakukan suatu perbuatan. Undang-udang sendiri

tidak memberikan penjelasan yang tentang pencemaran nama baik atau


penghinaan ini. Di dalam penghinaan atau pencemaran nama baik ini hal yang

harus dilindungi adalah kehormatan seseorang dan nama baik seseorang,

karena setiap orang memiliki harga diri mengenai kehormatan dan harga diri

mengenai nama baik. Adapun persamaan antara penghinaan dan pencemaran

nama baik, maka dapat dilihat dulu dari pengertiannya, pasal 310 KUHPidana

menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama

baik seseorang”, yang diserang disini biasanya merasa malu. Pencemaran nama

baik sangat erat kaitannya dengan kata penghinaan yang dimana penghinaan itu

sendiri memiliki pengertian perbuatan menyerang nama baik dan kehormatan

seseorang.

Menyerang kehormatan seseorang dalam hal ini bukan kehormatan

dalam artian seksual, menyerang kehormatan di pencemaran nama baik atau

penghinaan ini secara umum adalah menyerang kehormartan dari sesorang.

Rasa kehormatan ini diobjektifkan sedemikian rupa bahwa harus ditinjau apa

dengan suatu perbuatan tertentu seseorang pada umumnya akan merasa

tersinggung atau tidak. Dapat dikatakann pula bahwa seorang anak yang masih

sangat muda belum dapat merasakan perasaan tersinggung ini, dan bahwa

seorang yang sangat gila tidak tidak dapat merasakan tersinggung itu. Maka,

tidak mungkin ada tindak pidana penghinaan terhadap kedua jenis orang tadi.4

B. PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA

BAIK PENCEMARAN NAMA BAIK MELAUI MEDIA SOSIAL

Makna hukum pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang

harus dipedomani Hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan

4
Projodikoro Wirjono, tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia, Bandung, PT Refika
Aditama, 2003, hlm, 98.
putusan bagi pencari keadilan. Hukum pembuktian (law of evidence) proses

berperkara adalah bagian sentral dalam penegakan hukum , sistm pembuktian

dalam hukum acara pidana berkaitan dengan berbagai aspek antara lain

menyangkut teori pembuktian, asas-asas hukum acara dan juga sistem

peradilan di Indonesia.

Dalam hukum acara pidana memuat 2 ( dua ) asas hukum yang

dituangkan Syaiful Bakhri : 5

1. Asas-asas umum

a. Asas kebenaran materiil

Penerapan alat bukti informasi dan data elektronik dalam perundang-undangan

sering mengakibatkan multitatsir diantara aparat penegak hukum terutama saat

pemeriksaan pengadilan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya peraturan

yang jelas terhadap pengakuan alat bukti tersebut.

Meningkatnnya aktivitas elektronik, maka alat pembuktian yang dapat

digunakan secara hukum haru juga meliputi informasi atau dokumen elektronik

untuk memudahakan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari

dokumen atau informasi tersebut juga harus dapat dijadikan bukti yang sah

secara hukum.

Untuk memudahkan pelaksanaan pengunaan bukti elektronik (baik

dalam bentuk elektronik atau hasil cetak ), maka bukti elektronik dapat disebut

5
H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori- Praktik Dan Yurisprudensi Indonesia,
Alumni, Bandung, Thn 2002, hlm,77.
sebagai perluasaan alat bukti yang sah, sesuai dengan hukum acara yang

berlaki di Indonesia, sebagai mana tertulis dalam pasal 5 UU ITE :

1. Informasi Eletronik dan/atau Dokumen elektronik dam/atau hasil cetaknya


merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang ini.6

Namun bukti elektronik tidak dapat digunakan dalam hal-hal spesifik

sebagaimana yang tertulis dalam pasal 5 ayat (4) UU ITE menyatakan

ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :

a. Surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. Surat berserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat

dalam bentuk akta notaries atau akta yang dibut oleh pejabat pembuat akta. 7

Berdasrkan pasal 5 ayat (1) UU ITE, informasi elektronik memiliki

kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sah, bila informasi elektronik ini

dibuat dengan dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan teknologi

informasi. Bahkan secara tegas, pasal 6 UU ITE menentukan bahwa “Terhadap

semua ketentuan hukum yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus

berbentuk tertulis atau asli selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4),

6
Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang No. 11 tahun 2008 Tentang informasi dan
transaksi elektronik.
7
Pasal 5 ayat (4) undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang informasi dan transaksi
elektronik.
persyaratan tersebut telah terpenuhi berdasarkan undang-undang ini jika

informasi elektronik tersebut menjamin keutuhannya dan dapat

dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dapat ditampilkan sehingga

menerangan suatu keadaan.

Penegasan terhadap informasi elektronik dan dokumen elektronik dapat

dijadikan menjadi alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang

pengadilan tertulis di dalam pasal 44 UU ITE yang isinya sebagai berikut : 8

a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan;


dan
b. Alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta pasal 5 ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3).
Tanda tangan elektronik salah satu alat yang dapat digunakan untuk

menentukan keaslian atau keabsahan suatu alat bukti elektronik, tanda tangan

elektronik harus dapat diakui secara hukum karena penggunaan tanda tangan

elektornik lebih cocok untuk suatu dokumen elektronik.

C. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama

Baik Melaui Media Sosial (Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri

Medan No.3006/Pid.sus/2017/PN.MDN)

1. Dakwaan

Setelah membaca dan menganalisis dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara ini, maka jaksa penuntut umum membuat surat dakwaan yang disusun

secara subsidair. Dakwaan subsidair adalah dakwaan subsidair juga terdiri dari

8
Pasal 44 ayat (4) Undang-undang No. 11 tahun 2008 Tentang informasi dan transaksi
elektronik.
beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan

yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan

disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana

tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah.

Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut

dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak

terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari

lapisan dakwaan yang bersangkutan.

Untuk mendakwa terdakwa Muhammad Farhan Balatif alias Ringgo

Abdilah, penuntut umum membuat dakwaan sebagai berikut :

Dakwaan Primer : Melanggar pasal 46 Ayat (3) Jo Pasal 30 Ayat (3) UU RI

No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik Jo UU RI No. 19

Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 208 Tentang Informasi

dan transaksi Elektronik.

Subsidair : Melanggar pasal 45 A Ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016

Tentang perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi

Elektronik Jo Pasal 28 Ayat (2) UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Lebih subsidair : Melanggar Pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016

Tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi

elektronik Jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan

transaksi elektronik.
Menurut penulis, Dakwaan yang telah dinuat oleh jaksa penuntut umum

telah sesuai dengan kronologis dari kasus tindak pidana pencemaran nama baik

melalui media sosial ini sebab dalam dakwaan primer, subsidair maupun lebih

subsidair telah memenuhi unsure-unsur dalam pasal tersebut. Hakim juga

menentukan pilihan dakwaan mana yang telah terbukti dan bebas untuk

menyatakan bahwa dakwaan primer yang telah terbukti tanpa memutuskan

terlebih dahulu tentang dakwaan, subsidair dan lebih subsidair. Artinya, jika salah

satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan lain tidak perlu dibuktikan lagi.

2. Tuntutan

Tuntutan Jaksa adalah permohonan Jaksa ( penuntut umum) kepada

pengadlian ( majelis hakim ) atas hasil persidangan. Tuntutan yang dijatuhkan

kepada terdakwa Muhammad Farhan Balatif alias Ringgo Abdilah, terbukti

bersalah melakukan tindak pidana “ dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikandan membuat dapat diaksesnya Informasi dan Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik dengan

memposting gambar-gambar dan tulisan melaui media sosial adalah untuk

menghina dan menjelek-jelekan institusi kepolisian dan Kepala Negara yaiut

Jokowidodo sehingga gambar dan tulisan yang terdakwa posting tersebut untuk

disebarkan oleh pengguna media sosial facebook dan twitter sehingga menjadi

viral di media sosial. Sebagaiman diatur dalam pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19

tahun 2016 Tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan transaksi elektronik jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang

informasi dan transaksi elektronik. Dimana terdakwa Muhammad Farhan Balatif

alias Ringgo Abdilah dijatuhkan pidana penjara selama 1 ( satu ) tahun dan 6 (
enam ) bulan dan denda sejumlah Rp. 10.000.000.00 (sepuluh juta Rupiah)

dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan

penjara pidana selama 1 ( satu ) bulan. Menurut penulis, dalam tuntutan jaksa

penuntut umum memberikan tuntutan yang telah sesuai dengan apa yang telah

diperbuat terdakwa karena tidak lebih rendah atau melebihi batas maksimal

hukuman pidana yang telah diatur dalam pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 tahun

2016 Tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

transaksi elektronik jo pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang

informasi dan transaksi elektronik.

3.Putusan

Berdasarkan pertimbangan hakim terdahap dakwaan subsidair yang

diajukan oleh jaksa penuntut umum dan dengan fakta-fakta hukum yang

terungkap di persidangan, Majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan

dakwaan yang tepat diterapakan terhadap perbuatan terdakwa adalah dakwaan

lebih subsidair yaitu melanggar pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 tahun 2016

Tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi

elektronik Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan

transaksi.

Adapun unsure-unsur yang harus dapat dibuktikan dalam tindak pidana

pencemaran nama baik melalui media sosial yang diatur dalam pasal 45 ayat (3)

UU RI No. 19 tahun 2016 Tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang

informasi dan transaksi elektronik Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11 tahun 2008

tentang informasi dan transaksi.


1. Setiap orang

2. Dengan sengaja dan tanpa hak

3. Mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan

dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran

nama baik.

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam menuntut perkara Putusan No.

3006/PID.SUS/2017/PN.MDN tahun 2017, penulis berpendapat bahwa majelis

hakim dalam memutus perkara ini telah menguraikan pertimbangan-pertimbangan

yang relevan dan logis, mulai dari tuntutan jaksa penuntut umum, terpenuhinya

unsure-unsur pasal yang didakwakan dan ada atau tidaknya menemukan hal-hal

yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan

pembenar, hingga keadilan yang memberikan dan meringankan terdakwa dalam

menjatuhkan pidana, yaitu :

1. Keadaan yang memberatkan

- Perbuatan terdakwa merusak nama baik kepala Negara republik Indonesia

- Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian pada institusi Kepolisian

Republik Indonesia dan kapolri sebagai pimpinan tertinggi Kepolisian RI

- Perbuatan terdakwa dapat menimbulkan kebencian dalam masyarakat

terhadap kepala Negara yang sah maupun institusi Negara

2. Keadaan yang meringankan

- Terdakwa menyesali dan mengakui perbuatannya


- Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi kejahatannya dikemudian hari

- Terdakwa masih muda dan memiliki kesempata untuk berubah lebih baik

- Terdakwa dan keluarga terdakwa telah meminta maaf melalui media elektronik

Dengan demikian dapat disimpulkan perbuatan terdakwa dala perkara ini

adalah erbuatan yang dengan sengaja melawan hukum. Terdakwa juga adalah

orang yang menurut hukum mampu bertanggung jawab. Selanjutnya tidak

ditemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggung jawaban pidana, baik

sebagai alasan pembenar atau alasan pemaaf

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan atas uraian kasus

diatas, yaitu keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian satu sama lain

termasuk dengan keterangan terdakwa, serta dihubungan dengan adanya alat bukti

yang sah sebagaimana diuraikan diatas , dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh

unsure-unsur dari dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi.

Dapat disimpulkan dengan keputusan hakim yang telah menjatuhkan

pidana terhdap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu ) tahu dan 6

(enam) bulan dan denda sejumlah Rp. 10.000.000.00 (sepuluh juta Rupiah)

dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan

penjara pidana selama 1 ( satu ) bulan, dan telah menyatakan terdakwa

Muhammad Farhan Balatif alias Ringgo Abdilah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan pencemaran nama baik melalui media sosial

sebagaimana dalam dakwaan lebih subsidair penuntut umum yakni pasal 45 ayat

(3) UU RI No. 19 tahun 2016 Tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008

tentang informasi dan transaksi elektronik Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No. 11


tahun 2008 tentang informasi dan transaksi karena semua unsure terbukti sah dan

meyakinkan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dihadapan persidangan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan berdasarkan pembahasan yang

dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pencemaran nama baik

diatur dan dirumuskan dalam pasal 310 KUHP, yang terdiri dari menista dengan

lisan ( pasal 310 ayat (1)) dan menista dengan lisan ( pasal 310 ayat (2)),

sedangkan pasal 310 ayat (3) menyatakan “ Tidak dapat dikatakan menista atau

menista dengan surat jika nyata perbuatan itu dilakukan untuk mempertahankan

kepentingan umum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri.”


2. Kebijakan pemerintah Indonesia dengan diundangkannya Undang-Undang No.

11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroriik (UU ITE) merupakan

payung hukum pertama yang mengatur dunia siber (cyberlaw), sebab muatan dan

cakupannya yang luas dalam membahas pengaturan di dunia maya seperti

perluasan alat bukti elektronik sama dengan alat bukti yang sudah dikenal selama

ini seperti diakuinya suatu dokumen elektronik, serta pengaturan perbuatan-

perbuatan yang dilakukan dalam cyberspace sebagai suatu tindak pidana.

3. Kebijakan hakim sudah sesuai dengan mengadili pelaku seadil-adilnya dan

melihat dari hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan

B. Saran.

1. Seseorang yang menyampaikan pendapat atau kritikan secara lisan atau tertulis

tidak dapat begitu saja dijerat dengan pencemaran nama baik dan dijatuhi pidana

karena perbuatannya. Misalnya dalam pasal 310 ayat (3) KUHP menegaskan

bahwa “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan

terang dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk bela diri.

2.Diaturnya alat pembuktian informasi, dokumen elektronik yang dapat digunakan

secara hukum diharapkan dapat memudahkan pelaksanaan penegakan hukum

terhadap tindak pidana teknologi informasi di Indonesia, tetapi hal tersebut harus

didukung dengan pengetahuan dan keterampilan aparat penegak hukum untuk

menindak tindak pidana cybercrime.

3. Sebaiknya hakim lebih menggunakan pasal tentang penghinaan terhadap

Presiden karena pelaku menghinannya.


Daftar Pustaka

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum
Teknologi Informasi, (RefikaAditama, Bandung, 2005),
Josua Sitompul, CyberSpace,CyberCrimes,Cyberlaw Tinjauan Aspek
Hukum Pidana, Jakarta, PT. Tatanusa,
Maskun,kejahatan siber ( Cyber Crime) suatu pengantar,( Jakarta :
kencana,2013),
Projodikoro Wirjono, tindak-tindak pidana tertentu di Indonesia,
Bandung, PT Refika Aditama, 2003,
H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori- Praktik Dan Yurisprudensi
Indonesia, Alumni, Bandung, Thn 2002,

Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang No. 11 tahun 2008 Tentang
informasi dan transaksi elektronik.

Pasal 5 ayat (4) undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang informasi


dan transaksi elektronik.
Pasal 44 ayat (4) Undang-undang No. 11 tahun 2008 Tentang informasi
dan transaksi elektronik.

Anda mungkin juga menyukai