Anda di halaman 1dari 13

PERSPEKTIF

PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei
P-ISSN 1410-3648 E-ISSN 2406-7385
Kajian Masalah Hukum dan Pembangunan Sekretariat:
Volume
Fakultas Hukum 23 Nomor
Universitas 2 Tahun
Wijaya Kusuma 2018 Edisi
Surabaya Mei
Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54 Surabaya
e-mail & Telp: perspektif_hukum@yahoo.com (08179392500)
Diterbitkan oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN CYBERPORN DI DUNIA CYBER
DALAM UPAYA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

Nur Khalimatus Sa’diyah


Faculty of Law, Wijaya Kusuma Surabaya University
e-mail: nurkhalimatus@yahoo.com

ABSTRAK
Kejahatan di dunia maya salah satunya adalah cyberporn, pornografi di internet tidak dapat dihindari
lagi karena arus informasi dan komunikasi yang ada semakin canggih. Hal ini dikarenakan sex adalah suatu
hal yang dapat membawa profit cukup besar dalam dunia bisnis, terlebih lagi melalui jasa e-commerce.
Pornografi yang merambah sampai ke dunia maya dapat dengan mudah diakses oleh siapapun, dan
tanpa batasan usia, kelamin, tingkat pendidikan, maupun stratifikasi sosial. Hal tersebut jika dibiarkan
dan tidak dicegah maka akan sangat merusak mental bangsa Indonesia khususnya bagi generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengkaji dan menganalisa faktor-faktor
penghambat dalam pencegahan dan penanggulangan cyberporn di dunia cyber. Metode penelitian yang
digunakan yaitu dengan pendekatan yuridis empiris, dengan data primer dan sekunder, dan analisa
secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Pada penelitian hukum normatif terhimpun dalam suatu
kodifikasi atau bahan tertulis lainnya, dalam penelitian empiris akan mengaitkan hukum pada usaha
untuk mencapai tujuan-tujuan serta kebutuhan konkrit di dalam masyarakat. Penelitian ini mengkaji dan
mengolah data penelitian dengan menelusuri upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
memberikan pencegahan dan penanggulangan terhadap cyberporn.
Kata Kunci: cyberporn; pencegahan; hukum pidana

ABSTRACT
One of the crimes in cyberspace is cyberporn, pornography on the internet is inevitable because the
flow of information and communication is increasingly sophisticated. This is because sex is something that
can bring considerable profit in the business world, especially through e-commerce services. Pornography
that extends to cyberspace can be easily accessed by anyone, and without limitation of age, sex, level
of education, and social stratification. If left unchecked and prevented, it will seriously damage the
mentality of the Indonesian people, especially for the next generation. Therefore, this study has the aim to
examine and analyze the inhibiting factors in the prevention and control of cyberporn in the cyber world.
The research method used is an empirical juridical approach, with primary and secondary data, and
qualitative analysis and presented descriptively. In normative legal research collected in a codification
or other written material, in empirical research will link the law to efforts to achieve concrete goals and
needs in society. This study examines and processes research data by tracing the efforts made by the
Indonesian government to provide prevention and control of the cyberporn.
Keywords: cyberporn; prevention; criminal law

95
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

PENDAHULUAN
Internet pada awalnya hanya digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia, yaitu dengan
kepentingan kekuasaan. Internet dikembangkan pada fasilitas kemudahan dalam penggunaan internet.
tahun 1960 oleh Amerika Serikat khususnya untuk Cukup dengan mengetik serangkaian kata melalui
kepentingan militer. Pada tahun 1970-an kalangan search engine (keyword) yang diinginkan, maka akan
akademisi mulai menggunakan internet sebagai diperoleh dengan mudah data dan informasi yang
jaringan komputer yang menghubungkan lembaga- disajikan oleh berbagai macam situs.
lembaga akademis dalam universitas.1 Namun dalam Jaringan komunikasi global interaktif melalui
perjalanannya, internet saat ini sudah dapat dinikmati fasilitas internet relay chat (chatting) dapat digunakan
oleh semua kalangan dan termasuk orang-orang untuk menyebarluaskan informasi tentang cerita
biasa. ataupun gambar pornografi (baik untuk sisi gelap
Internet saat ini dapat diakses melalui software maupun sisi terang dari pornografi) atau disebut
seperti Netscape, Mosaic, The Internet Explorer, juga Cybersex. Cyberspace sendiri adalah ruang
dan penyedia lainnya melalui jasa komersial seperti psikologis dan ruang psikologis itu sendiri ternyata
America Online dan Prodigi. Melalui penggunaan membuka peluang bagi para penjahat, tak terkecuali
software seperti di atas, maka pemilik komputer dapat para penyaji dan para netter yang bertukar koleksi
memasukkan dokumen kedalam komputernya, dan gambar atau tulisan yang bersifat porno. Tidaklah
sekaligus pula si pemilik komputer dapat mengakses dipungkiri bahwa para pengguna internet saat ini
dan membaca dokumen. Selain itu pengguna dapat kebanyakan adalah kaum muda, sehingga kehadiran
melakukan perjalanan untuk mencari dokumen- cyberporn merupakan hiburan tersendiri, apalagi
dokumen yang ditempatkan dengan jumlah ribuan.2 gambar-gambar yang disajikan adalah gambar orang-
Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru orang yang telah dikenal di masyarakat.
yang tercipta yang dinamakan Cyberspace. Pemerintah Indonesia membentuk undang-
Cyberspace adalah suatu lingkungan manusia undang yang mengatur hal ini yakni Undang-
baru. Didalamnya terdiri dari orang-orang dari Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
berbagai negara, budaya, bahasa, usia dan pekerjaan, dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU
selama jaringan komputer terkoneksi melalui ITE), khusus yang mengatur tentang pornografi di
infrastruktur telekomunikasi yang menyebarkan internet hanya ada pada Pasal 27 ayat (1). Namun
informasi melalui proses dan ditransmisikan secara pada pasal tersebut, hanya menyebutkan “hal-
digital.3 hal yang melanggar kesusilaan”, tanpa uraian dan
Dunia baru ini banyak memberikan kemudahan- penjelasan. Tentu saja hal ini sangatlah multi tafsir
kemudahan bagi perkembangan peradaban manusia, dan banyak celah hukumnya.
di mana penghuninya dapat berhubungan dengan
siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Banyak orang PERUMUSAN MASALAH
memanfaatkan teknologi ini untuk kepentingan- Masalah cyberporn merupakan masalah yang
kepentingan bisnis publik (e-commerce), bahkan sangat serius yang dihadapi beberapa negara
pemanfaatannya sudah mencapai kebutuhan khususnya Indonesia. Dari uraian pendahuluan di
privat dan menimbulkan ketergantungan teknologi atas, maka dapat dikaiji rumusan masalah yaitu
tersendiri bagi pemakainya. Cyberspace dapat apa faktor penghambat dalam pencegahan dan
penanggulangan cyberporn di dunia cyber dalam
1
Gareth Grainger. (2000). “Freedom of Expession and
upaya pembaharuan hukum pidana.
Regulation of Information in Cyberspace: Issues concerning
Potential International Cooperation Principles”. UNISCO. The METODE PENELITIAN
International Dimensions of Cyberspace Law. Sidney: Ashgate
Dartmount, p. 72-73.
Penelitian hukum ini dalam penulisannya
2
Totter Hardy. “The Ancient Doctrine of Trespass to Web mengunakan tipe penelitian normatif-empiris yang
Sites”. article. http:// www.wm.edu/law/publications/jol/95_96/ bersifat diskriptif. Penelitian ini mengkaji dan
hardy.html”. mengolah data penelitian dengan menelusuri upaya-
3
Teresa. “Introduction: UNESCO and Law of Cyberspace”. upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
UNISCO.

96
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

memberikan perlindungan terhadap terhadap korban pornografi berat biasanya diatur ketat. Pornografi
cyberporn dan menganalisa faktor penghambat dalam dianggap melanggar hukum di kebanyakan negara,
upaya pencegahan dan penanggulangan cyberporn. dan pada umumnya negara-negara mempunyai
Pada penelitian hukum normatif ada pembatasan menyangkut pornografi yang melibatkan
kemungkinan kaedah hukum itu terhimpun dalam kekerasan atau binatang. 
suatu kodifikasi atau bahan tertulis lainnya. Berbeda Kebanyakan negara berusaha membatasi
dengan penelitian normatif dalam penelitian empiris akses anak-anak di bawah umur terhadap bahan-
akan mengaitkan hukum pada usaha untuk mencapai bahan porno berat, misalnya dengan membatasi
tujuan-tujuan serta kebutuhan konkrit di dalam ketersediaannya hanya pada toko buku dewasa,
masyarakat. Penelitian ini bersifat diskriptif artinya hanya melalui pesanan lewat pos, lewat saluran-
melalui hasil penelitian yang diharapkan akan saluran televisi yang dapat dibatasi orangtua, dan
diperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis lain-lain. Biasanya toko-toko porno membatasi usia
mengenai upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan orang-orang yang masuk kesitu, atau kadang-kadang
pemerintah Indonesia memberikan perlindungan barang-barang yang disajikan ditutupi sebagian atau
terhadap korban cyberporn dan menganalisa sama sekali tidak terpampang.5
faktor penghambat dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan cyberporn. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pencegahan
dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber
PEMBAHASAN Berdasarkan pengkategorian kejahatan
Cyberporn termasuk salah satu jenis cybercrime yang berkaitan dengan internet atau cybercrime
yang serius dan menimbulkan kerugian melebihi sebagaimana tersebut, cyberporn masuk dalam
segalanya karena yang diserang tidak hanya web, kategori the computer as the tool of a conventional
data, peralatan TI, kantor/Perusahaan dan peralatan crime. Misalnya, komputer atau internet hanya
lain yang sifatnya dimiliki perorangan dan golongan. sebagai alat, sedangkan kejahatannya berkaitan
Cyberporn dan cybersex akan menyerang dan dengan isi atau content yang disajikan oleh komputer
merusak generasi muda dari suatu bangsa yang atau internet.6
keamanan internet rendah atau tingkat kejahatan Pornografi di internet berkaitan dengan
cyberporn tinggi. Dan akibat fatalnya tidak hanya sex possessing, creating, importing, displaying,
bebas, tapi adanya penurunan sumber daya manusia publishing and/or distributing pornography.7
karena hanya berorientasi pada pornografi.4 Pornografi di internet berkaitan dengan isi
Pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu atau content dari situs yang disajikan kepada
Porné yang artinya pelacur dan graphein artinya pengaksesnya, sehingga Convention on Cybercrime
menulis. Beberapa tokoh telah memberikan dari Uni Eropa mengkategorikan pornografi ini
pendefinisian yang terus berkembang seiring dalam kategori Content-related Offences yang
dengan perkembangan dinamika dan nilai yang ada terdapat dalam Title 3 Article 9. Secara lengkap
di tengah-tengah masyarakat. Pada masa sekarang, ketentuan tersebut menyatakan: First, Each Party
pendefinisian dari pornografi bukan lagi hanya shall adopt such legislative and other measures as
mengacu pada tindakan atau perbuatan seseorang, may be necessary to establish as criminal offences
namun sudah menjadi semacam ideologi yang hidup under its domestic law when committed without right
subur di tengah-tengah masyarakat modern; dengan
simbol utama perjuangan; pelecehan seksualitas 5
Ali Zaki dan Smitdev Community. (2008). Langkah
perempuan. Praktis Meningkatkan Kinerja Komputer. Jakarta: Elex Media
Di beberapa negara, pornografi ringan dianggap Komputindo, h. ......
6
tidak terlalu mengganggu hingga dapat dijual di toko- Agus Raharjo. (2007). “Kajian Yuridis terhadap Cyberporn
dan Upaya Pencegahan Serta Penanggulangan Penyebarannya di
toko umum atau disajikan di televisi. Sebaliknya, Internet”. Jurnal Hukum Respublica. 7(1): 33-46.
7
Susan W. Brenner (2000). “What is the Model State
4
Onno W. Purbo dan Tony Wiharijo. (2000). Buku Pintar Computer Crimes Code?”. University of Dayton School of Law.
Internet Keamanan Jaringan Internet. Jakarta: Elex Media versi elektronik dapat dijumpai di http:// www.cybercrimes.net/
Komputindo, h. ..... shelldraft.html, diakses 18 Agustus 2017.

97
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

and intentionally the following conduct: 1) Offering, aturan yang jelas. Pasal 28 dan Pasal 283 KUHP
distributing, transmitting or (otherwise) making hanya mengatur tindak pidana kesusilaan. Kedua
available child pornography through a computer pasal dalam KUHP itulah yang selama ini menjadi
system; 2) Producing child pornography for the andalan untuk menjerat pelaku cyber, khususnya
purpose of its distribution through a compu system untuk gambar, tulisan atau benda yang mengandung
3) Possessing child pornography in a computer unsur pornografi dan disebarluaskan di internet.
system or on a data carrier; Second, For the purpose Akan tetapi seiring dengan perkembangan teknologi
of paragraph a above “child pornography” shall dan kemudahan-kemudahan yang didapat dalam
include pornographic material that visual depicts: 1) mengabadikan peristiwa-peristiwa romantis, maka
Aminor engaged in a sexually explicit conduct 2) A cyberporn dapat dilakukan dengan menggunakan
person appearing to be a minor engaged in a sexually gambar bergerak. Jika menggunakan penafsiran
conduct 3) Realistic images representing a minor Pasal 283 maupun kata-kata yang mencakup
engaged in a sexually explicit conduct; Third, For gambar bergerak atau film sehingga penggunaan
the purpose of paragraph b above, the term “minor” undang-undang perfilman merupakan lex specialis
is to be defined by each party, but shall include in derogate lege generali, seperti yang terjadi pada
any case all persons under 18 year of age.8 kasus Bandung Lautan Asmara. Beberapa peristiwa
Internet pada dasarnya diciptakan untuk kebaikan yang dapat diungkap setelah kasus Bandung Lautan
berupa keinginan untuk menyelamatkan data penting Asmara juga menggunakan UU Perfilman sebagai
jika meletus perang besar sebagai akibat terjadinya dasar hukumnya.11
perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet Pencegahan yang perlu dilakukan agar cyberporn
waktu itu. Seiring berjalannya waktu internet menjadi tidak menimbulkan efek buruk bagi generasi
alat yang mempermudah kejahatan. Setidak-tidaknya mendatang. Langkah yang pertama adalah melalui
hal itu tercermin dari apa yang dikatakan Jonathan kebijakan kriminalisasi. Kebijakan kriminalisasi
Blumen bahwa “The Internet is “dangerous” because merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu
it is a medium for the instantaneous and uncontrolled perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak di
transmission of ideas.”9 pidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang
Melihat pemanfaatan internet yang semakin dapat dipidana). Jadi pada hakikatnya, kebijakan
bergeser dari tujuan semula maka kita semua kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan
mesti harus waspada agar tidak menjadi korban kriminal (criminal policy) dengan menggunakan
selanjutnya. Peringatan dari Neill Barret di bawah sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena itu
ini perlu untuk direnungkan. Ia mengatakan bahwa: termasuk bagian dari ”kebijakan hukum pidana”
”The Internet has been described by many as a Bad (penal policy), khususnya kebijakan formulasinya.12
Neighborhood, or as being a haven for pornography. Berkaitan dengan kebijakan kriminalisasi
This is certainly true: the Internet provides very many terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori
niches within which such immoral activity can be cyberporn sebagai tindak pidana, dapat dikemukakan
performed. It also supports criminal activity which persoalan kriminalisasi timbul karena di hadapan kita
is wholly amoral in nature.”10 terdapat perbuatan yang berdimensi baru, sehingga
Dalam konteks Indonesia, untuk persoalan muncul pertanyaan adakah hukumnya untuk
pornografi memang sudah memiliki peraturannya, perbuatan tersebut. Kesan yang muncul kemudian
yaitu Pasal 282 KUHP, Pasal 283 KUHP, dan Undang- adalah terjadinya kekosongan hukum yang akhirnya
Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman mendorong kriminalisasi terhadap perbuatan
(selanjutnya disingkat UU Perfilman). Namun,
untuk persoalan pornografi anak belum memiliki 11
Agus Raharjo, op.cit., h. 37.
12
8 Barda Nawawi Arief. (2005). Pembaharuan Hukum
Agus Raharjo, op.cit., h. 37.
Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan. Bandung: Citra
9
Jonathan Blumen. (1995). “Is Pornography Bad?”. Aditya Bakti, h. 126. Lihat juga dalam Barda Nawawi Arief.
versi elektronik dapat dijumpai di http://www.spectacle.org/Is (2006). Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian
Pornography Bad.html, diakses 19 Agustus 2017. Cybercrime di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, h.
10
Neill Barret. (1997). Digital Crime, Policing The 90. Lihat juga pengertian “kriminalisasi” dari Sudarto. (1986).
Cybernation. London: Kogan Page Ltd., p. 76. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni, h. 32 dan 151.

98
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

tersebut.13 Sebenarnya, dalam persoalan itu, tidak Nasional yang menyediakan daftar situs untuk di
ada kekosongan hukum. Ini terjadi jika digunakan blok. ISP itu juga bekerjasama dengan NGO Save
metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum The Children Denmark. Selama bulan pertama, ISP
dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak itu telah memblok 1.200 pengakses setiap hari. Di
hukum dalam menghadapi perbuatan-perbuatan yang Inggris, British Telecom mengembangkan program
berdimensi baru yang secara khusus belum diatur yang dinamakan Cleanfeed untuk memblok situs
dalam undang-undang.14 pornografi anak sejak Juni 2004. Untuk memblok
Persoalan pencegahan dan penanggulangannya situs itu, British Telecom menggunakan daftar
tidaklah cukup hanya dengan melakukan kriminalisasi hitam dari lnternet Watch Foundation (IWF). Saat
yang terumus dalam bunyi pasal. Diperlukan upaya ini British Telecom memblok kira-kira 35.000 (tiga
lain agar pencegahannya dapat dilakukan secara puluh lima ribu) akses ilegal ke situs tersebut. Dalam
efektif. Pengalaman beberapa negara menunjukkan memutuskan apakah suatu situs hendak diblok atau
bahwa kerja sama antara pemerintah, aparat tidak, IWF bekerja sama dengan Kepolisian Inggris.
penegak hukum, LSM/NGO dan masyarakat dapat Daftar situs itu disebarluaskan kepada setiap ISP,
mengurangi angka kriminalitas.15 penyedia layanan isi internet, perusahaan filter/
Internet, NetClean Technology bekerjasama software dan operator mobile phone. Norwegia
dengan Swedish National Criminal Police mengikuti langkah Inggris dengan bekerja sama
Department dan NGO ECPAT, mengembangkan antara Telenor dan Kepolisian Nasional Norwegia,
program software untuk memudahkan pelaporan Kripos. Kripos menyediakan daftar situs child
tentang pornografi anak. Setiap orang dapat pornography dan Telenor memblok setiap orang yang
mendownload dan menginstalnya ke komputer. mengakses situs-situs. Telenor setiap hari memblok
Ketika seseorang meragukan apakah material yang sekitar 10.000 (sepuluh ribu) sampai 12.000 (dua
ada di internet itu legal atau tidak, orang tersebut belas ribu) orang yang mencoba mengunjungi situs
dapat menggunakan software itu dan secara langsung itu.16
akan segera mendapat jawaban dari ECPAT Swedia.
Kepolisian Nasional Swedia dan Norwegia juga Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum
bekerjasama dalam memutakhirkan daftar situs Pidana terhadap Cyberporn Sebagai Bentuk
child pornography dengan bantuan ISP di Swedia. Perkembangan Delik di Bidang Kesusilaan
Situs-situs tersebut dapat diakses jika mendapat Proses penegakan hukum terhadap cyberporn
persetujuan dari polisi. Mengikuti langkah Norwegia tentunya bukan merupakan hal yang mudah, dan
dan Swedia, ISP di Denmark mulai memblok situs masih banyak mengalami kendala dan hambatan-
child pornography sejak Oktober 2005. ISP di hambatan. Adapun yang menjadi faktor-faktor
sana bekerjasama dengan Departemen Kepolisian penghambat di dalam penegakan hukum terhadap
13
cybersex dan cyberporn antara lain:
Muncul ketika kita membaca tulisan Tb. Ronny R.
Nitibaskara. “Problem Yuridis Cybercrime”. Makalah pada Substansi Hukum (Undang-Undang)
Seminar tentang Cyber Law. Diselenggarakan oleh Yayasan Jika melihat peraturan perundang-undangan
Cipta Bangsa. Bandung. 29 Juli 2000, h. 2 dan 5. yang dapat diterapkan terhadap pelaku cybersex dan
14
Upaya menafsirkan cybercrime ke dalam perundang- cyberporn masih ditemukan beberapa kelemahan dari
undangan khususnya KUHP telah dilakukan baik oleh institusi
maupun individual. Lihat Badan Pembinaan Hukum Nasional. undang-undang tersebut. Seperti Pasal 284 KUHP
(1995/1996). Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional bahwa pengertian zina selalu dikaitkan dengan
tentang Hukum Teknologi dan lnformasi. Jakarta: BPHN hubungan seksual secara fisik, sedangkan cybersex
Departemen Kehakiman RI, h. 32-34.
15 sulit dijangkau karena perbuatannya lebih banyak
Lihat usulan ini dalam Barda Nawawi Arief. “Kebijakan
Hukum Pidana Menghadapi Perkembangan Cyber Crime di bersifat maya/abstrak/nonfisik.17
Bidang Kesusilaan (Cybersex/Cyberporn)”. Makalah dalam Selain itu kelemahan lain di dalam KUHP adalah
Seminar Nasional Cybercrime dan Cybersex/Cyberporn Dalam
masih adanya keterbatasan jurisdiksi dan tidak ada
Perspektif Hukum Teknologi dan Hukum Pidana. Kerja sama
BPHN Depkumham & S2 Hukum Undip Semarang, 6-7 Juni ketentuan tentang subjek dan pertanggungjawaban
2007. Dapat pula dibaca pada Barda Nawawi Arief. (2007). Delik
16
Kesusilaan, Pornografi, Pornoaksi & Cyberporn, Cybersex. Agus Raharjo. op.cit., h. 42-43.
17
Semarang: Pustaka Magister, h. 79-88. ibid., h. 187.

99
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

korporasi yang juga terlihat didalam UU ITE, UU cybersex dan cyberporn adalah data dan atau sistem
Penyiaran, UU Perfilman yang belum mengatur komputer atau sistem internet yang sifatnya mudah
pertanggungjawaban terhadap korporasi. diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya.
Kelemahan lainnya adalah delik siaran dan delik Oleh karena itu, data atau sistem komputer atau
iklan niaga di dalam UU Penyiaran yang hanya internet yang berhubungan dengan kejahatan tersebut
terbatas pada siaran melalui radio dan televisi saja harus direkam sebagai bukti dari kejahatan yang
tetapi tidak mencakup penyiaran melalui teknologi telah dilakukan. Permasalahan timbul berkaitan
digital seperti internet. Minimnya denda yang hanya dengan kedudukan media alat rekaman (recorder)
Rp.50 (lima puluh) juta bagi pelaku korporasi di yang belum diakui KUHAP sebagai alat bukti yang
dalam UU Perfilman juga menjadi faktor kelemahan sah; 2) Kedudukan saksi korban dalam cybersex dan
di dalam penegakan hukum kejahatan cybersex dan cyberporn sangat penting disebabkan cybersex dan
cyberporn. Masih adanya kelemahan-kelemahan di cyberporn seringkali dilakukan hampir-hampir tanpa
dalam substansi undang-undang tentunya berdampak saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali berada
pula terhadap penerapan dan pengaplikasinya di jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik
lapangan, karena seperti kita tahu bahwa tahap melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan
kebijakan pembuatan undang-undang (Tahap hasil penyidikan. Penuntut umum juga tidak mau
Formulasi) merupakan tahap utama bagi penentu menerima berkas perkara yang tidak dilengkapi
berjalannya kebijakan Tahap Aplikasi dan juga Tahap Berita Acara Pemeriksaan Saksi khususnya saksi
Eksekusi.18 korban dan harus dilengkapi dengan Berita Acara
Dalam UU ITE sendiri pengaturan tentang Penyumpahan Saksi disebabkan kemungkinan
cyberporn juga sangat terbatas sekali. Di mana hanya besar saksi tidak dapat hadir di persidangan
terdapat sedikit pasal yang mengaturnya. Dan secara mengingat jauhnya tempat kediaman saksi. Hal ini
ekspisit tentunya belum dapat dijadikan lex specialis mengakibatkan kurangnya alat bukti yang sah jika
terhadap kejahatan pornografi atau cyberporn itu berkas perkara tersebut dilimpahkan ke pengadilan
sendiri. untuk disidangkan sehingga beresiko terdakwa akan
Aparat Penegak Hukum dinyatakan bebas.19
Secara umum penyidik Polri masih sangat Mengingat karakteristik kejahatan cyber,
minim dalam penguasaan operasional komputer maka diperlukan aturan khusus terhadap beberapa
dan pemahaman terhadap hacking komputer serta ketentuan hukum acara untuk menanggulangi
kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus- cybersex dan cyberporn. Pada saat ini, yang dianggap
kasus cyberporn dan cybersex. Kejahatan cyber lebih paling mendesak oleh peneliti adalah pengaturan
bersifat maya dan nonfisik inilah yang membuat tentang kedudukan alat bukti yang sah bagi beberapa
sistem pembuktian terhadap kejahatan ini menyulitkan alat bukti yang sering ditemukan di dalam cybersex
bagi para penyidik. Selain itu pengetahuan teknis dan cyberporn seperti data atau sistem program yang
dan pengalaman para penyidik dalam menangani di simpan di dalam disket, hard disk, chip, atau media
kasus-kasus cybersex dan cyberporn masih sangat recorder lainnya.
terbatas. Belum pernahnya menjalani pendidikan Sarana dan Prasarana
khusus untuk penyidikan terhadap kasus cybercrime Untuk dapat membuktikan jejak-jejak para
seperti kasus cybersex dan cyberporn juga menjadi pelaku kejahatan cybersex dan cyberporn di dalam
kelemahan dari kemampuan para penyidik. Persolaan menjalankan aksinya terutama yang berhubungan
lain yang timbul dalam penegakan hukum terhadap dengan program-program dan data-data komputer,
kejahatan cybersex dan cyberporn adalah penentuan sarana Polri yang belum memadai karena belum ada
alat bukti. komputer forensik. Fasilitas ini diperlukan untuk
Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam mengungkap data-data digital seperti gamba porno,
penyidikan cybersex dan cyberporn antara lain video porno, dan sebagainya serta merekam dan
berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybersex
dan cybeporn itu sendiri, yaitu: 1) Sasaran atau media 19
Don Raisa Monica dan Diah Gustiniati Maulani. (2013).
“Cybersex dan Cyberporn Sebagai Delik Kesusilaan”. Fiat
18
Barda Nawawi Arief, op.cit., h. 59. Justitia Jurnal Ilmu Hukum. September-Desember. 7(3): 337-344

100
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

menyimpan bukti-bukti berupa softcopy baik gambar, salah satu bentuk dari hi-tech crime adalah wajar
video, dan program lainnya. Dalam hal ini Polri jika pencegahannya ditempuh melalui pendekatan
masih belum mempunyai fasilitas forensic computing teknologi, pendekatan budaya/cultural, pendekatan
yang memadai. Fasilitas forensic computing yang edukatif/moral/religius hingga pendekatan global
akan didirikan oleh Polri diharapkan dapat melayani seperti kerjasama internasional.21
tiga hal penting yaitu evidence, forensic analysis, dan Pendekatan teknologi
expert witness. Kejahatan cybersex dan cyberporn dilakukan
Masyarakat di lingkungan elektronik. Oleh karena itu
Kurangnya kepedulian masyarakat di dalam penanggulangannya memerlukan keahlian khusus,
penegakan hukum dan penanggulangan kejahatan prosedur investigasi dan kekuatan dasar hukum yang
cybersex dan cyberporn masih sering dirasakan, mungkin saat ini masih minim tersedia di negara
seperti keengganan untuk melapor jika mengetahui kita. Upaya untuk meningkatkan penanggulangan
kejahatan cyberporn. Keingintahuan masyarakat tersebut diantaranya melalui pendekatan teknologi,
terhadap hal-hal yang berbau porno juga masih dengan cara meningkatkan kemampuan dan
sangat tinggi, seperti contoh terlihat dari begitu pengetahuan di bidang teknologi khususnya
cepatnya peredaran video porno kasus Ariel, baik sistem komputer. Peningkatan kemampuan ini
karena hanya penasaran ingin melihat, ataupun dikhususkan melalui upaya pelatihan (training)
karena untuk memuaskan kebutuhan biologis mereka bagi aparat penegak hukum, dikarenakan cybersex
tidak enggan untuk mengirim ke rekan sesama baik dan cyberporn merupakan kejahatan berteknologi
melalui media komputer seperti download maupun canggih dan melalui dunia maya/tidak nyata sehingga
media praktis seperti pengiriman via handphone.20 membutuhkan pembuktian yang tidak mudah. Upaya
Kebijakan Non Penal dan Penal dalam lain dengan peningkatan pengamanan bagi situs-situs
Pencegahan Cyberporn tertentu khususnya situs porno dengan cara memblok
Penegakan hukum pidana terhadap cybersex dan atau mengunci serta memverifikasi data pengguna
cyberporn dilakukan melalui dua kebijakan, yaitu internet sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna
kebijakan non penal atau melalui upaya preventif, internet yang ingin membuka situs porno tersebut
dan dilakukan juga melalui kebijakan penal atau khususnya anak di bawah umur.
melalui upaya represif. Pendekatan edukatif/moral/religius
Kebijakan non penal Pendidikan merupakan kunci utama dari perilaku
Kebijakan non penal hanya meliputi penggunaan manusia, khususnya pendidikan dalam keluarga.
sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi Mengingat cybersex dan cyberporn korbannya tidak
sosial tertentu, namun secara tidak langsung memandang umur dikarenakan kemajuan zaman
mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya membuat anak kecil pun sudah mampu menggunakan
kejahatan. Terkait dengan upaya pencegahan komputer. Oleh karenanya diharapkan peranan guru
terhadap cybersex dan cyberporn hukum pidana dan khususnya orangtua untuk turut serta membantu
bukan merupakan sarana kebijakan yang strategis/ pencegahan cybersex dan cyberporn ini. Dengan
utama. Kebijakan yang mendasar/strategis adalah meningkatkan pendidikan moral, akhlak khususnya
mencegah atau meniadakan faktor-faktor penyebab agama sejak usia dini diharapkan mampu mejadi
atau kondisi yang menimbulkan kejahatan. Upaya salah satu upaya pencegahan bagi seseorang untuk
secara non penal untuk mencegah cybersex dan melakukan perbuatan menyimpang seperti cybersex
cyberporn diantaranya penerapan kebijakan integral dan cyberporn ini.
dan strategis. Patut dikemukakan, bahwa kemampuan Pendekatan global
sarana “penal” (hukum pidana) dalam menanggulangi Pendekatan global ini dilakukan melalui
kejahatan sangatlah terbatas, terlebih menghadapi kerjasama internasional. Mengingat kejahatan ini
kejahatan cybersex dan cyberporn yang merupakan melampaui batas-batas negara.22 Selama ini upaya
bagian cybercrime yang perkembangannya sebagai
21
hi-tech crime sangat cepat dan canggih.Sebagai Barda Nawawi Arief. (2007). Pornografi, Pornoaksi dan
Cybersex/Cyberporn. Semarang: Pustaka Magister, h. 41.
20 22
ibid. ibid.

101
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

penyidikan dan penegakan hukum terhadap kejahatan Kebijakan Antisipatif Hukum Pidana yang Akan
cyber dibatasi dalam wilayah teritorial negaranya Datang
sendiri. Oleh karenanya kebijakan antisipatif hukum Sehubungan dengan kelemahan jurisdiksi
pidana yang akan datang diantaranya pengaturan di dalam KUHP dalam menghadapi masalah
perluasan asas wilayah dan asas teritorial di dalam cybercrime, dalam konsep RUU KUHP 2004/2005,
RUU KUHP 2004/2005. dirumuskan perluasan asas teritorial dan perumusan
Upaya lain yang dilakukan adalah peningkatan delik Pornografi Anak melalui komputer, yaitu: Pasal
efektifitas dan pembaharuan terhadap penegakan 3 Ketentuan Pidana dalam peraturan perundang-
hukum pidana, khususnya mengefektifkan hukum undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
positif. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara melakukan: 1) Tindak pidana di wilayah Negara
lain:23 Meningkatkan komitmen strategi/prioritas Republik Indonesia; 2) Tindak pidana dalam kapal
nasional dalam penanggulangan kejahatan di bidang atau pesawat udara Indonesia; atau 3) Tindak pidana
kesusilaan, yang seyogyanya disejajarkan dengan di bidang teknologi informasi yang akibatnya
upaya penaggulangan tindak pidana korupsi, narkoba, dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia dan dalam
terorisme, dan sebagainya; 1) Meningkatkan gerakan kapal atau pesawat udara Indonesia.25
sosialisasi/kampanye bahaya atau dampak negatif
delik kesusilaan di bidang cyber (cybersex, cybeporn, Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di
cyberphone, dan sebagainya) terhadap tujuan Dunia Cyber
pembangunan nasional, seperti halnya kampanye Peran Warung Internet (Jasa Layanan Internet)
anti narkoba, anti korupsi atau anti terorisme; 2) Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001
Meningkatkan sosialisasi nilai-nilai dasar dan menetapkan Kerangka Kebijakan Pengembangan
semangat jiwa yang terkandung dalam Pembukaan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika (ICT),
UUD 1945 serta tujuan yang tertuang dalam rencana di Indonesia yang tertuang dalam Inpres No. 6
pembangunan nasional; 3) Meningkatkan sosialisasi Tahun 2001. Dalam Inpres tersebut terlihat bahwa
dan pemantapan aparat penegak hukum akan tujuan warung internet (warnet) merupakan ujung tombak
dan nilai kesusilaan nasional dalam berbagai undang- untuk mencapai tujuan yang diinginkan di samping
undang (antara lain dalam UU Perfilman dan UU warung telekomunikasi (wartel). Teknologi warnet
Penyiaran); 4) Melakukan pembaharuan pemikiran/ memungkinkan masuk ke desa-desa terpencil di
konstruksi yuridis. pegunungan maupun di pantai asal ada infrastruktur
telekomunikasi meskipun mungkin tidak sebaik
Kebijakan Penal di perkotaan. Kemudahan membuka warnet
Walaupun sarana penal mempunyai keterbatasan, menyebabkan orang berlomba-lomba menekuni
namun dilihat dari sudut perencanaan kebijakan usaha ini. Keuntungan yang ditawarkan dari
penaggulangan kejahatan dengan hukum pidana bisnis warnet memang menjanjikan karena dengan
(penal policy), tahap kebijakan legislasi/formulasi membuka beberapa line saja, sudah dapat dihitung
merupakan tahap paling strategis. Ketentuan hukum berapa keuntungan yang akan masuk. Mereka
pidana positif yang terkait dengan cybercrime di yang melihat peluang bisnis di bidang warnet ini
bidang kesusilaan (cybersex dan cybeporn) antara kebanyakan adalah orang-orang kota atau mereka
lain: 1) Pengaturan pornografi melalui internet yang berada di perkotaan.
dalam KUHP; 2) Pengaturan pornografi melalui Konsumen terbanyak dari pengguna warnet
internet dalam UU ITE; 3) Pengaturan pornografi adalah mahasiswa, siswa SMP/SMU/SMK, pegawai/
melalui internet dalam UU Pornografi; 4) Pengaturan karyawan, dan masyarakat umum. Kebanyakan dari
pornografi dalam UU Penyiaran; 5) Pengaturan mereka menggunakan internet kebanyakan untuk
pornografi dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang chatting, membaca surat kabar, melihat gambar
Telekomunikasi.24 porno, dan sedikit yang memanfaatkannya untuk
penelitian. Keinginan untuk melihat gambar porno
23
dari internet merupakan daya tarik bagi pengguna
ibid., h. 64.
24 25
ibid., h. 44. Barda Nawawi Arief, op.cit., h. 190-192.

102
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

untuk mengakses internet. Sedemikian mudahnya Pertama, Efficiency (Efisiensi) ialah seseorang
untuk mengakses situs porno sehingga bagi warnet yang tinggal di negara yang melarang pornografi
ini merupakan daya tarik tersendiri, tetapi bagi seperti Indonesia tidak perlu bersusah payah untuk
masyarakat yang masih memegang nilai-nilai memperoleh film atau gambar porno. Mereka dapat
ketimuran dan religius tentunya hal ini sangat memperoleh bahan porno dengan biaya relatif murah
mengkhawatirkan. Nilai-nilai budaya dan religi yang dan dalam waktu cepat melalui media internet.
sebenarnya dapat menjadi sarana kontrol, tidak lagi Mereka tidak perlu bersusah payah membeli di toko
menjadi sarana yang ampuh untuk itu. buku atau membeli kaset porno.
Untuk mencegah dan menanggulangi maraknya Kedua, Without Boundary (Tanpa Batas) yaitu
pengakses situs porno, maka hukum pidana dapat sifat internet yang tanpa batas dapat mempermudah
digunakan untuk sebagai alat meskipun hanya seseorang yang berasal dari negara di mana pornografi
bersifat pengobatan simptomatik. Kebijakan atau dilarang oleh hukum atau mereka yang tidak perlu
upaya penanggulangan kejahatan pada hakekatnya menunjukkan bukti usia, untuk memperoleh data
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan porno baik berupa gambar maupun film dari negara
masyarakat (social defence) dan upaya mencapai lain yang melegalkan pornografi atau pornografi
kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh tidak menimbulkan tuntutan hukum.
karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau Ketiga, 24 Hours Online (Terbuka 24 Jam) yaitu
tujuan utama dari politik kriminal ialah “perlindungan media internet dapat mempermudah seseorang untuk
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan mengakses pornografi tanpa terikat oleh waktu.
masyarakat”.26 Mereka dapat mengakses data porno kapan pun
Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh mereka mau, karena internet terbuka selama 24 jam.
dengan pendekatan kebijakan yang meliputi adanya Keempat, No Censorship (Tanpa Sensor), yaitu
keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal sampai saat ini belum ada satu badan di dunia yang
dan politik sosial dan keterpaduan antara upaya secara resmi berwenang untuk menyensor informasi
penanggulangan kejahatan dengan penal dan non di internet. Hal ini dapat mempermudah seseorang
penal. Upaya penanggulangan kejahatan yang untuk menayangkan informasi apa pun melalui media
integral mengandung arti pula bahwa masyarakat internet, termasuk pornografi.
dengan seluruh potensinya harus dipandang sebagai Semakin maraknya pornografi internet
bagian dari politik kriminal.27 dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusakan moral
bagi generasi muda. Oleh karena itu diperlukan upaya
Peran Pihak Kepolisian penanggulangan yang serius dari berbagai pihak,
Media internet selain membawa dampak termasuk pihak kepolisian. Polri telah melakukan
positif bagi kehidupan umat manusia ternyata juga upaya penanggulangan terhadap tindak pidana
membawa dampak negatif. Salah satu dampak pornografi dalam media internet, penanggulangan
negatif internet adalah pornografi internet. Beberapa terhadap tindak pidana pornografi dalam media
keistimewaan dan keunggulan internet ternyata dapat internet, diantaranya adalah:29 Pertama, Upaya
menunjang penyebaran pornografi dalam media Preventif. Penanggulangan preventif dilakukan untuk
internet, diantaranya adalah:28 mencegah atau menghindarkan seseorang melakukan
tindak pidana pornografi dalam media internet, upaya
ini dilakukan oleh Subbag Bimnas. Kedua, Upaya
26
ibid. Represif. Upaya represif dalam menanggulangi
27
ibid. tindak pidana pornografi dalam media internet
28
Andi Lestari Septianti. (2014). “Upaya dilakukan oleh Unit Subbag Reskrim. Upaya represif
Penanggulangan Kejahatan Pornografi Dalam Media ini berupa razia terhadap beberapa warnet yang
Internet Oleh Pihak Kepolisian di Kota Makassar”. Skripsi.
Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanudin., h. diduga menyediakan file film porno dalam Personal
53-54, diakses dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ Computer (PC) milik warnet.
handle/123456789/10154/SKRIPSI%20LENGKAPANDI%20
LESTARI%20SEPTIANTI.pdf?sequence=1, tanggal 20 Agustus
29
2017 Pukul 15:25 WIB. ibid.

103
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

Peran Pemerintah dilakukan pemerintah melalui UU Pornografi, UU


Peran pemerintah dan masyarakat dalam upaya ITE, serta pemblokiran situs porno. Tetapi prakteknya
pemblokiran situs porno akhir-akhir ini marak beberapa upaya tersebut belum membuahkan dan
dilakukan. Bagaimana tidak, akibat dapat diaksesnya mendapat hasil maksimal. Harus diakui memblokir
situs porno di Indonesia dampak negatiflah yang situs porno di internet memang sulit bahkan beberapa
menjadi hasilnya. Dampak buruk situs porno tersebut kalangan menyebutnya mustahil. Namun sebagai
sudah masuk dalam semua kalangan baik remaja, orang yang peduli terhadap bangsa dan negara harus
dewasa bahkan anak-anak. Tindakan asusila yang tetap perlu kita upayakan terus-menerus sebagai
banyak dilakukan orang tidak lepas dari akibat solusi guna memecahkan masalah ini.32
maraknya situs porno. Terbukti juga bahwa Indonesia Kejahatan pornografi juga tidak lepas dari
paling tidak menduduki peringkat 10 besar dunia pengaruh teknologi internet, kejahatan pornografi
pengakses situs porno. Tentunya ini bukan prestasi ini sering juga disebut cyberporn, maka dari itu cara
membanggakan melainkan memalukan. Menyikapi mencegah kejahatan ini adalah:
kondisi negara telah melakukan langkah pencegahan Pertama, cara memberantas cyberporn, melalui
dan penanganan pornografi dengan ditandai dengan pendekatan teknologi dengan menerapkan: 1)
terbitnya UU Pornografi disusul Perpres No 25 Menerapkan proteksi internet. Banyak sekali proteksi
Tahun 2012 pada 2 Maret 2012.30 Kemudian pada gratis yang bisa didownload dan diinstal ke Personal
Tahun 2008 pemerintah mengesahkan UU ITE, dan Computer (PC). Apabila menggunakan Microsoft
Pada Tahun 2016 disahkannya UU No. 19 Tahun Internet Explorer, bukalah fitur proteksi built-in lewat
2016 tentang Perubahan atas UU ITE. menu [Tools] [Internet Options] [Content] [Content
Situs porno adalah salah satu situs yang banyak Advisor]. Sistem content advisor akan membaca tag
disinggahi oleh para pengguna internet Indonesia. khusus yang ada pada sebuah halaman web, lantas
Sampai saat ini terdapat banyak sekali situs porno akan mengidentifikasikannya; 2) Cari ISP (Internet
di internet yang dapat diakses dengan mudah dan Service Provider) yang aman. Di negara maju banyak
bebas oleh semua kalangan bahkan anak di bawah ISP yang menawarkan proteksi internet, termasuk
umur. Mereka dapat mengakses internet dan dapat di dalamnya antivirus dan firewall. Keuntungannya
dengan mudahnya mendapatkan konten porno, adalah bisa mendapatkan perlindungan menyeluruh
tentunya sebagai orang yang peduli generasi bangsa beserta software update secara gratis; 3) Pengaman
akan sangat khawatir dengan hal ini. Dampak e-mail. Saat ini banyak spammer yang selalu
negatif situs porno telah banyak terbukti. Sangat mengirimkan junk e-mail atau spam. Hal ini
mengkhawatirkan terutama bagi anak dan remaja. sangat berbahaya apabila isi e-mail tersebut adalah
Survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan pornografi. Upaya preventif yang dapat dilakukan
Anak (KPA) terhadap 4.500 siswa di 12 kota besar adalah seperti yang ditawarkan KidsCom, berupa
Indonesia menunjukkan bahwa 97% dari responden layanan web-based email yang dijamin aman.
pelajar SMP dan SMA pernah mengakses situs Layanan ini akan membatasi masuknya e-mail tak
porno.31 terdaftar ke account Anda; 4) Pengaman dalam PC.
Sementara berdasarkan riset Symantec (sebuah Hal ini dilakukan dengan menginstal software jenis
perusahaan keamanan internet) mencatat bahwa 96% web-filtering pada PC. Produk filter ini memiliki
anak di Indonesia punya pengalaman buruk terhadap fitur yang bisa disetel, sehingga dapat menyaring
konten negatif di internet. Symantec mencatat situs apa yang layak dikonsumsi.
rata-rata anak Indonesia online 64 jam per bulan, Kedua, Pendekatan Budaya/Kultural, upaya
sementara hanya satu dibanding tiga orangtua yang preventif dengan pendekatan budaya/kultural pada
care terhadap konten-konten yang diakses anak- dasarnya merupakan penanggulangan dengan cara
anaknya. Memang ada beberapa solusi yang telah mengetahui dan mematuhi etika dalam penggunaan
internet, sehingga dapat menghindari penyalahgunaan
30
Damianusbi. (2016). http://damianusbsi.blogspot. dan dampak negatifnya. Pendekatan ini merupakan
co.id/2016/05/peran-pemerintah-dan-masyarakat.html, diakses salah satu kebijakan non penal dalam Resolusi
20 Agustus 2017, Pukul 13:00 WIB.
31 32
ibid. ibid.

104
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

Kongres PBB VII/1990 mengenai Computer Related Setiap peraturan maupun kebijakan yang telah
Crimes, yang menyatakan perlunya membangun/ dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi
membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan maraknya penyebaran situs, video, dan content berbau
aparat penegak hukum terhadap masalah cyberporn pornografi, semuanya adalah baik, namun dengan
dan menyebarluaskan/mengajarkan etika penggunaan konsistensi yang diterapkan oleh pemerintah, maka
komputer melalui media pendidikan:33 1) Setiap penyebaran pornografi melalui berbagai media akan
orang harus bertanggung jawab terhadap perilaku dapat diminimalkan Pemerintah juga bisa menaikkan
sosial dan hukum tatkala menggunakan internet; 2) tarif sanksi bagi yang melanggar peraturan tentang
Tidak seharusnya ikut serta dalam berbagai bentuk pornografi, sehingga dengan demikian masyarakat
siber yang mengganggu; 3) Seharusnya tidak akan berpikir panjang untuk melakukan tindakan
bercakap-cakap tentang satu apapun kepada orang yang melanggar hukum karena sanksi yang mereka
lain yang tidak dikenal di internet; 4) Mengcopy atau bayarkan jumlahnya besar.
mendownload program yang berhak cipta, games Kedua, Cyber Police, pemerintah hendaknya
atau musik tanpa ijin atau tanpa membayar adalah membentuk sebuah unit kesatuan khusus yang
perbuatan ilegal; 5) Untuk menghindari plagiat menangani masalah kejahatan di dunia maya,
‘plagiarism’ penting untuk memberikan kredit termasuk cyberporn. Jika di dunia nyata polisi
terhadap situs yang digunakan untuk riset; 6) Tidak berpatroli di jalan raya, maka cyber police berpatroli
ada penggemar pada komputer pribadi yang berkirim di dunia maya. Unit ini berupa tenaga teknis yang
surat satu sama lain atau saling membacanya; 7) dibekali oleh software khusus yang dapat mengawasi
Jangan pernah bermaksud menyebarkan virus serta melindungi transaksi elektronik di internet.
komputer; 8) Internet tidak bersifat pribadi dan apa Ketiga, kerjasama pemerintah dengan instansi-
yang anda lakukan atau katakan akan kembali kepada instansi dan lembaga pendidikan. Instansi-instansi
anda. dan lembaga pendidikan yang memasang wi-fi, harus
Ketiga, Pendekatan Moral/Edukatif, kebijakan dibarengi dengan pemasangan firewall, sehingga
non penal dengan pendekatan moral/edukatif semua konten tidak dapat masuk, termasuk konten
sangatlah dibutuhkan dalam penanggulangan yang mengandung pornoaksi dan pornografi. Selain
cyberporn, bahkan dapat dikatakan bahwa pendekatan itu juga sering melakukan sidak terhadap ponsel dan
ini sangat strategis apabila pendekatan teknologi dan memberikan sanksi yang tegas dan menimbulkan
etika kurang efektif. Adanya penanaman pendidikan efek jera.
moral dan agama, pengetahuan akan dampak negatif Keempat, penerapan hukum pidana dan perdata
cyberporn dan semaksimal mungkin menutup potensi secara tegas bagi yang membuat, mengakses,
untuk mengakses pornografi akan lebih dapat menyebarkan, menyiarkan, memproduksi, membuat,
menumbuhkan kesadaran dari setiap orang untuk memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menghindari pornografi, apapun jenis dan medianya. mengimpor, mengekspor, menawarkan,
Kempat, Pendekatan Global, Internet sebagai memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
ruang tanpa batas-batas teritorial antar negara di pornografi. Hal ini berkaitan dengan Pasal 45 ayat
dunia (transnasional), menunjukkan bahwa dunia (1) UU ITE, yaitu ancaman pidana penjara paling
maya ini dalam pengaturan dan penanggulangan lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
dampak negatifnya tidak mungkin dilakukan oleh 1 (satu) milliar rupiah. Serta Pasal 29 UU Pornografi
negara secara sendiri-sendiri. Oleh karena itu yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
diperlukan adanya pendekatan global (Kerjasama dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana
Internasional). denda paling sedikit Rp 250 juta rupiah dan paling
banyak Rp 6 miliar rupiah.
Peran Pemerintah Memberantas Cyberporn:34 Kelima, Menutup semua akses internet yang
Pertama, pemerintah hendaknya konsisten berbau pornografi.
terhadap peraturan dan kebijakan yang telah dibuat.
33
ibid.
34
ibid.

105
Nur Khalimatus Sa’diyah,
Faktor Penghambat dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn di Dunia Cyber Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana

Peran Masyarakat Dalam Memberantas Rekomendasi


Cyberporn:35 Berkaitan dengan faktor penghambat terhadap
Peran masyarakat terbagi atas: 1) Berikan pencegahan cyberporn, pemerintah harus mengambil
pemahaman kepada anak sejak usia dini; 2) Berikan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang ada
pendidikan yang baik mengenai pornografi kepada yaitu dengan memperbaiki substansi hukum tentang
anak maupun orang lain; 3) Berikan pendidikan cyberporn dalam UU ITE, serta bagi aparat penegak
keimanan yang baik dan kokoh kepada anak dan orang hukum harus lebih menguasi tentang teknologi
lain; 4) Melaporkan kepada pihak yang berwajib komputer serta memperbaiki sarana prasarana yang
jika ada yang membuat, menyebar, memproduksi, ada guna mendukung dalam penanganan perkara
menyiarkan hal-hal yang berbau pornografi; 5) khususnya cyberporn.
Setidaknya orangtua membatasi pergaulan antar
remaja; 6) Menanamkan moral dan etika kepada DAFTAR PUSTAKA
keluarga dan orang lain; 7) Memberikan pendidikan Peraturan Perundang-undangan:
seks yang baik kepada remaja dan anak-anak yang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
dilakukan oleh guru dan orangtua; 8) Peran warnet, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
pemiliknya harus menutup akses yang memuat situs- Informasi dan Transaksi Elektronik.
situs pornografi. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi.
PENUTUP Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Kesimpulan Keterbukaan Informasi Publik.
Faktor penghambat dalam pencegahan dan Undang-Undang Perfilman.
penanggulangan cyberporn di dunia cyber sebagai Undang-Undang Penyiaran
upaya pembaharuan hukum adalah: Pertama,
Substansi Hukum (Undang-Undang). Dalam UU ITE Buku:
pengaturan tentang cyberporn juga sangat terbatas Ali Zaki dan Smitdev Community. (2008). Langkah
sekali. Di mana hanya terdapat sedikit pasal yang Praktis Meningkatkan Kinerja Komputer.
mengaturnya, serta secara eksplisit tentunya belum Jakarta: Elex Media Komputindo.
dapat dijadikan lex specialis terhadap kejahatan Badan Pembinaan Hukum Nasional. (1995/1996).
pornografi atau cyberporn itu sendiri. Kedua, Aparat Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional
Penegak Hukum. Secara umum penyidik Polri tentang Hukum Teknologi dan lnformasi. Jakarta:
masih sangat minim dalam penguasaan operasional BPHN Departemen Kehakiman RI.
komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer Barda Nawawi Arief. (2005). Pembaharuan Hukum
serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan.
kasus-kasus cyberporn dan cybersex. Ketiga, Sarana Bandung: Citra Aditya Bakti.
dan Prasarana. Untuk dapat membuktikan jejak- Barda Nawawi Arief. (2006). Tindak Pidana
jejak para pelaku kejahatan cybersex dan cyberporn Mayantara, Perkembangan Kajian Cybercrime
di dalam menjalankan aksinya terutama yang di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
berhubungan dengan program-program dan data-data Barda Nawawi Arief. (2007). Delik Kesusilaan,
komputer, sarana Polri yang belum memadai karena Pornografi, Pornoaksi & Cyberporn, Cybersex.
belum ada komputer forensik. Keempat, Masyarakat Semarang: Pustaka Magister.
terkait dengan kurangnya kepedulian masyarakat Gareth Grainger. (2000). “Freedom of Expession and
di dalam penegakan hukum dan penaggulangan Regulation of Information in Cyberspace: Issues
kejahatan cyberporn masih sering dirasakan, seperti concerning Potential International Cooperation
keengganan untuk melapor jika mengetahu kejahatan Principles”. UNISCO The International
cyberporn Dimensions of Cyberspace Law. Sidney: Ashgate
Dartmount.
Neill Barret. (1997). Digital Crime, Policing The
35 Cybernation. London: Kogan Page Ltd.
ibid.

106
PERSPEKTIF
Volume 23 Nomor 2 Tahun 2018 Edisi Mei

Onno W. Purbo dan Tony Wiharijo. (2000). Buku Barda Nawawi Arief. “Kebijakan Hukum Pidana
Pintar Internet Keamanan Jaringan Internet. Menghadapi Perkembangan Cyber Crime di
Jakarta: Elex Media Komputindo. Bidang Kesusilaan (Cybersex/Cyberporn)”.
Sudarto. (1986). Hukum dan Hukum Pidana. Makalah dalam Seminar Nasional Cybercrime
Bandung: Alumni. dan Cybersex/Cyberporn Dalam Perspektif
Teresa. “Introduction: UNESCO and Law of Hukum Teknologi dan Hukum Pidana. Kerja
Cyberspace”. UNISCO. sama BPHN Depkumham & S2 Hukum Undip
Semarang, 6-7 Juni 2007.
Jurnal: Damianusbi. (2016). http://damianusbsi.blogspot.
Agus Raharjo. (2007). “Kajian Yuridis terhadap co.id/2016/05/peran-pemerintah-dan-
Cyberporn dan Upaya Pencegahan Serta masyarakat.html, diakses 20 Agustus 2017,
Penanggulangan Penyebarannya di Internet”. Pukul 13:00 WIB.
Jurnal Hukum Respublica. 7(1): 33-46. Jonathan Blumen. (1995). “Is Pornography Bad?”.
Don Raisa Monica dan Diah Gustiniati Maulani. versi elektronik dapat dijumpai di http://www.
(2013). “Cybersex dan Cyberporn Sebagai Delik spectacle.org/Is Pornography Bad.html, diakses
Kesusilaan”. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum. 19 Agustus 2017.
September-Desember. 7(3): 337-344 Susan W. Brenner (2000). “What is the Model State
Computer Crimes Code?”. University of Dayton
Skripsi/Makalah/Website: School of Law. versi elektronik dapat dijumpai
Andi Lestari Septianti. (2014). “Upaya di http:// www.cybercrimes.net/shelldraft.html,
Penanggulangan Kejahatan Pornografi Dalam diakses 18 Agustus 2017.
Media Internet Oleh Pihak Kepolisian di Tb. Ronny R. Nitibaskara. “Problem Yuridis
Kota Makassar”. Skripsi. Makassar: Fakultas Cybercrime”. Makalah pada Seminar tentang
Hukum Universitas Hasanudin, diakses Cyber Law. Diselenggarakan oleh Yayasan Cipta
dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ Bangsa. Bandung. 29 Juli 2000.
handle/123456789/10154/SKRIPSI%20 Totter Hardy. “The Ancient Doctrine of Trespass to
LENGKAPANDI%20LESTARI%20SEPTIANTI. Web Sites”. Article. “http:// www.wm.edu/law/
pdf?sequence=1, tanggal 20 Agustus 2017 Pukul publications/jol/95_96/hardy.html”.
15:25 WIB.

107

Anda mungkin juga menyukai