Anda di halaman 1dari 24

STRATEGI OPTIMASI PERAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (KOMINFO) DALAM PENGAWASAN PENYIARAN


SINEMATOGRAFI FILM PADA APLIKASI TELEGRAM GUNA
MELINDUNGI HAK MORAL DAN HAK EKONOMI PENCIPTA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Pengganti UAS Kapsel HAN Rombel 3

Disusun Oleh

Nama : Shamimi Mazaya Darmiastri


NIM : 8111420111

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS HUKUM
RANCANGAN SKRIPSI

Nama : Shamimi Mazaya Darmiastri

Nim : 8111420111

Fakultas : Hukum

A. JUDUL SKRIPSI

STRATEGI OPTIMASI PERAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN


INFORMATIKA (KOMINFO) DALAM PENGAWASAN PENYIARAN
SINEMATOGRAFI FILM PADA APLIKASI TELEGRAM GUNA
MELINDUNGI HAK MORAL DAN HAK EKONOMI PENCIPTA
B. LATAR BELAKANG
Pada zaman globalisasi seperti saat ini, dimana segalanya menjadi
lebih mudah terlebih didukung dengan adanya kemajuan teknologi
informasi, sehingga manusia menjadi lebih mudah dalam mendapatkan
informasi maupun hiburan. Seperti contoh, pada jaman sekarang untuk
mendapatkan hiburan dari sebuah film tidak perlu lagi pergi ke bioskop atau
rumit-rumit memutar CD dengan VCD player, namun hanya cukup dengan
menyalakan internet dan pergi ke situs penyedia film, baik bisa ditonton
secara streaming maupun di download agar bisa ditonton secara offline.1
Di era digital, dimana segalanya menjadi lebih mudah, namun
tidak sedikit yang menyalahgunakan kemudahan tersebut. Banyak orang-
orang yang tidak bertanggung jawab, dan cenderung melakukan tindakan
negatif, terutama di bidang perfilman seperti melakukan pembajakan film di
telegram, dimana hal tersebut dapat merugikan bagi pencipta, pemegang
Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait. Dalam Undang-Undang Dasar RI 1945
bahwa perkembangan teknologi tentunya harus disesuaikan dengan
perlindungan dan jaminan kepastian hukum sesuai dengan pengaturan Pasal

1
Dewi, O. S., Hukum, P. S., Hukum, F., & Surakarta, U. M. (2022). Sinematografi Dengan
Adanya Pembajakan Pada.
28C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak
untuk mengembangkan diri dengan memenuhi kebutuhan dasarnya guna
menaikan tingkat kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia. Sehingga
dalam pemenuhan perlindungan dan jaminan kepastian hukum pada karya
sinematografi tentunya harus didukung dengan peran Kementerian
Teknologi dan Informatika (KOMINFO) dalam mengawasi kegiatan
penyiaran sinematografi film dan menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi
sebagaimana termaktub pada Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta.2
Secara definitif, film merupakan karya seni dan budaya, pranata
sosial dan media komunikasi massa, yang diproduksi dan dapat diputar
menurut kaidah film, dengan atau tanpa suara. Film sebagai suatu karya
ciptaan sebagai seni dan budaya masuk ke dalam kekayaan intelektual dan
hak pencipta dimana hak tersebut biasanya lebih dikenal dengan hak cipta
yang merupakan hak khusus milik pencipta yang lahir karena adanya suatu
karya yang wajib dilindungi secara hukum. Hak yang melekat ini adalah hak
ekonomi dan moral. hak ekonomi merupakan hak yang dimiliki oleh
pencipta suatu karya untuk memperoleh keuntungan finansial dari karya
yang diciptakan, sedangkan hak moral merupakan hak yang dimiliki untuk
memperoleh perlindungan atas kepentingan pencipta, hak moral dengan
pencipta akan terus melekat karena memiliki sifat yang abadi, sebagaimana
hak tersebut artinya akan terus berada di atas kewenangan pencipta
meskipun pencipta sudah meninggal dunia.3
Dalam membuat film terdapat produser yang harus mengeluarkan
dana untuk mendukung produksi dalam proses menyusun cerita film ke
dalam bentuk film aslinya. Dimana pendanaan tersebut adalah untuk sumber
daya alam, manusia, pengetahuan, teknologi, dan lain-lain. Oleh sebab itu,
negara harus melindungi secara hukum sebagai bentuk penghargaan
terhadap suatu kreasi.

2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
3
Budi Santoso, HKI Hak Kekayaan Intelektual, (Semarang: Penerbit Pustaka Magister,
2011), hal. 98-100
Ketika sebuah film ditayangkan dan mendapat ulasan bagus dari
penonton, itu adalah celah bagi mereka yang tidak bertanggung jawab untuk
mencari keuntungan dari popularitas film untuk melanggar hak cipta. Cara
yang dilakukan tidak lagi dalam bentuk bajakan ke dalam bentuk film
VCD/DVD, melainkan dengan menggunakan internet untuk mengimpor
film ke situs web penyedia layanan streaming film gratis dan aplikasi
lainnya seperti aplikasi telegram. Dimana aplikasi telegram merupakan
aplikasi bertukar pesan dan bertukar berbagai file, termasuk file film-film
yang bisa dengan mudah disebarluaskan. Penggunanya hanya perlu men-
download film-film tersebut secara gratis.4
Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya terdapat kasus
pembajakan pada berbagai situs yang diantaranya adalah Indo XXI,
Indostreaming, dan berbagai situs illegal lainnya yang sudah diblokir oleh
KOMINFO, kemudian ditemukan lagi adanya pembajakan film di aplikasi
Telegram dengan tujuan dapat terhindar dari aparat penegak hukum yang
mengatasi permasalahan hak cipta.5
Di Indonesia, pelanggaran hak cipta seperti mengunduh film
bajakan bukanlah masalah yang serius. Hal seperti itu dapat menyebabkan
menurunnya kesadaran hukum tentang keberadaan hak cipta dengan sangat
buruk, serta gagalnya dalam melindungi dan menegakkan, dan hal tersebut
menimbulkan kerugian triliunan rupiah kepada pemerintah saat film beredar
di Internet maupun di aplikasi Telegram karena tidak adanya pungutan
biaya dan hal itu tentu tidak dikenakan pajak. Sehingga, meningkatnya
pembajakan film telah menyebabkan kerugian ekonomi dan moral bagi
pemilik hak cipta.6

4
Hendrianto. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta Film Dari
Kegiatan Streaming dan Download Pada Website Illegal. JOM Fakultas Hukum
Universitas Riau, VI(1), 1–15.
5
Kompas. (nd.). https://www.kompas.com/ diakses pada tanggal 25 Februari 2022
6
Dewi, Gusti Agung Putri Krisya, I. W. (1967). Pelaksanaan Hukum Terhadap
Pelanggaran Hak Cipta di Bidang Pembajakan Sinematografi. Gastronomía Ecuatoriana
y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Pada realitanya seharusnya film yang sudah terdapat hak cipta
harus mendapat perlindungan khusus di bawah Undang-Undang Hak Cipta
(UU HC). Tapi untuk saat ini dalam persoalan film bajakan yang sudah
terdapat hak cipta seringkali bisa dirasakan banyak orang tanpa harus peduli
dengan hak cipta. Dengan ini dapat terlihat bahwa kurangnya optimalisasi
dalam hal pengawasan penyiaran sinematografi film baik pada perangkat
keras maupun perangkat lunaknya.7 Dimana apabila melihat pada Pasal 56
ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa
dalam pengawasan penyiaran sinematografi film itu dilakukan oleh
KOMINFO.
Berdasarkan dengan paparan latar belakang di atas dapat ditarik
permasalah mengenai ketentuan hukum mengenai pengawasan penyiaran
sinematografi film pada aplikasi telegram oleh KOMINFO berdasarkan
peraturan perundang-undangan di Indonesia dan strategi optimasi peran
KOMINFO dalam mengawasi penyiaran sinematografi pada aplikasi
telegram guna melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai penguatan
penelitian ini perlu dilakukan yang diantaranya adalah:
1. Kurang optimalnya pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) sebagai lembaga yang
berwenang untuk mengawasi kegiatan penyiaran sinematografi film
khususnya pada aplikasi telegram.
2. Adanya potensi merugikan hak moral dan hak ekonomi pencipta
sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional.
3. Adanya potensi hilangnya motivasi para pencipta dan pemilik Hak
Terkait untuk berkreasi.

7
Khelvin Risandi, T. (2022). Kajian Hukum Pembajakan Film di Platform Telegram di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(8.5.2017), 2003–2005.
4. Adanya potensi berkurangnya kreativitas pada tiap individu dan
makro bangsa Indonesia.
5. Adanya potensi untuk merugikan negara pada bidang perekonomian
dan kesejahteraan rakyat.
D. PEMBATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini diperlukannya adanya pembatasan masalah agar
pembahasannya tidak terlalu luas dan dapat fokus pada pokok permasalahan
utama, yaitu:
1. Fokus utama pada penelitian ini adalah peran KOMINFO dalam
melakukan pengawasan terhadap penyiaran sinematografi film pada
aplikasi Telegram terkait pelaksanaan kewenangannya berdasarkan
pada UU Hak Cipta Pasal 56 ayat (1).
2. Lokus atau setting social pada penelitian ini adalah Pencpita suatu
karya khususnya di bidang sinematografi film, masyarakat, dan
KOMINFO.
3. Tempus atau waktu dari dilaksanakannya penelitian ini adalah Juni
2022.
E. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana ketentuan hukum mengenai pengawasan penyiaran
sinematografi film pada aplikasi telegram oleh KOMINFO
berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia?
2. Bagaimana strategi optimasi peran KOMINFO dalam mengawasi
penyiaran sinematografi pada aplikasi telegram guna melindungi hak
moral dan hak ekonomi pencipta?
F. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis mengenai peran Kementerian
Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) dalam mengawasi penyiaran
sinematografi film khususnya pada aplikasi Telegram.
2. Untuk merumuskan langkah mitigasi kedepannya agar peran
KOMINFO dalam mengawasi penyiaran sinematografi film pada
aplikasi Telegram dapat berjalan secara optimal.
G. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi
ilmiah terhadap dunia Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya
Hak Cipta terhadap sinematografi film dalam hal pengawasan dalam
penyiarannya, terlebih di era yang serba canggih seperti sekarang ini.
Secara konseptual, penelitian ini berguna untuk memberikan informasi
kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembajakan terhadap film
agar tidak hilangnya tingkat kreativitas makro bangsa.
2. Manfaat Praktik
Penelitian ini secara praktik, dapat dijadikan sumber informasi untuk
mempertimbangkan segala aspek baik dalam bidang pengawasan hak
cipta, khususnya dalam penyiaran sinematografi film. Dengan
informasi dan ilmu yang cukup, diharapkan masyarakat semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam berkreasi agar dapat berkontribusi
dalam memajukan perekonomian negara melalui industry perfilman.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
kualitatif, yakni penelitian yang akan memberikan data secara deskriptif
yang berisi kalimat-kalimat hasil analisis secara tertulis.
2. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan Yuridis-Normatif yaitu penelitian dengan berdasarkan pada data
utama hukum, melalui kajian teori, konsep, asas hukum dan peraturan
perundang-undangan yang relevan dengan penelitian ini terutama yang
berkaitan dengan optimasi pengawasan yang dilakukan oleh KOMINFO
dalam penyiaran sinematografi film pada aplikasi Telegram menurut hukum
positif Indonesia. Metode ini disebut juga metode kepustakaan, yaitu
melalui kajian terhadap buku-buku, peraturan perundang-undangan dan
dokumen-dokumen lain yang relevan dengan penelitian ini. Adapun
penelitian lain yang digunakan adalah pendekatan historis filosofis yaitu
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah berbagai sumber yang berisi
informasi masa lampau yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan cara pandang terhadap paradigma mengenai awal mulanya
terjadinya pembajakan pada aplikasi Telegram.
3. Sumber Data & Teknik Pengumpulan Data
Adapun jenis dan sumber bahan hukum yang akan dipergunakan
dalam penelitian ini yang diantaranya adalah Bahan Hukum Primer, Bahan
Hukum Sekunder, Dan Bahan Hukum Tersier. Bahan Hukum Primer adalah
bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2009 tentang Perfilaman, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatikan Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Penanganan Situs Internet
Bermuatan Negatif. Adapun Bahan Hukum Sekunder ialah bahan hukum
yang menjelaskan bahan hukum primer, yaitu seperti buku, artikel, jurnal,
seminar, diskusi, dan berita di internet. Dan untuk Bahan Hukum Tersier
adalah bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum
primer dan sekunder yang diantaranya adalah kamus hukum dan
ensiklopedia yang dapat membantu memahami dan menganalisis masalah
dari penelitian ini.
4. Validitas Data
Data yang telah terkumpul, diuji validitas datanya dengan
menggunakan metode cross check triangulasi. Dimana pada metode ini
digunakan mulai terkumpulnya data hingga proses analisis data. Dan untuk
penelitian ini, jenis triangulasi yang diperlukan adalah dengan menggunakan
triangulasi sumber, dimana sumber-sumber yang digunakan akan
dibandingkan satu sama lainnya guna mencek persentase kevalidan pada
suatu informasi yang diperoleh, kemudian pada penelitian ini juga akan
menggunakan triangulasi metode, dimana dengan menggunakan metode ini
akan dilakukannya kredibilitas pada suatu data, atau dilakukannya
pengecekan terhadap kebenaran temuan penelitian.
5. Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif
deskriptif dimana penulis akan memberikan hasil penelitian berupa hasil
analisis, penggambaran, dan berbagai kondisi serta situasi hasil dari
wawancara atau pengamatan masalah yang terjadi di lapangan secara
ringkas.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan dengan studi mengenai penelitian yang telah ada
sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh para
ahli maupun para akademisi dari berbagai sudut pandang seperti
hukum, politik, tafsir, ekonomi, pendidikan, psikologi, dan tinjauan
lainnya. Berikut merupakan hasil penelitian stare of art dari
penelitan ini, maka penulis akan mengemukakan beberapa penelitian
terdahulu, yaitu:
a. Khelvin Risandi, Tantimin (Akademisi tahun 2022) dengan
judul “Kajian Hukum Pembajakan Film Di Platform
Telegram di Indonesia”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih dalam
tentang perlindungan hukum terhadap pembajakan film di
Telegram dengan berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
yuridis normatif yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan konseptual guna mendapatkan sudut pandang
dalam menganalisa penyelesaian suatu permasalahan hukum
melihat pada konsep hukum yang menjadi latar belakangnya
dan pengaturan hukum yang memiliki kedudukan hukum
positif Indonesia sebagai acuan dalam menegakkan dan
melindungi kepastian hukum pada pembajakan film melalui
aplikasi Telegram. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
dalam penegakkan hukum pada pelaku pembajakan film ke
aplikasi telegram tanpa dengan adanya izin dari pemilik hak
cipta, maka akan mendapatkan sanksi pidana atas
pelanggaran hak cipta dengan pidana penjara 1 bulan dan
paling lama 7 tahun disertai dengan denda paling sedikit
sebesar satu juta rupiah dan paling banyak sebesar lima
miliah rupiah. Serta dalam melindungi hak cipta yakni adalah
dengan mengacu pada Undang-Undang Hak Cipta yang
diharapkan dapat menjadi dorongan para individu dalam
mengembangkan segala intelektual dan kreativitasnya
sebagai kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan bangsa,
dan dengan adanya pengaturan yang mengatur terkait hak
cipta, maka tidak lagi diperlukannya kekhawatiran bagi para
pencipta terhadap ciptaannya.
b. Ummul Hudaini Lubis (Akademisi tahun 2020) dengan judul
“Perlindungan Hukum terhadap Pembajakan Film Indonesia
yang Beredar Melalui Internet Menurut Undang-Undang No.
28 Tahun 2014”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan
hukum terhadap pemegang hak cipta film Indonesia, pola
yang dilakukan pada pelaku pembajakan film di internet oleh
pihak terkait, serta upaya hukum hak cipta sebagai dalam
menjaga hak cipta yang dimiliki oleh pencipta. Adapun
metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif yaitu agar dapat mengolah dan
menginterprestasikan data guna menemukan kesimpulan dari
permasalahan mengenai bagaimana perlindungan hukum
terhadap pemegang hak cipta film dengan berdasarkan pada
hukum positif Indonesia, dan bagaimana cara yang dilakukan
dalam mengatasi pembajakan film di internet oleh pihak
terkait. Dan dalam hasil penelitian tersebut menghasilkan
bahwa perlindungan terhadap suatu karya cipta itu
berlandaskan pada hak cipta tepatnya diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014. Dan dalam mengatasi
pembajakan film di Internet oleh pihak terkait sebagaimana
dengan berdasarkan pada pengaturan tersebut dibutuhkan
suatu penegakkan hukum dalam melindungi hak cipta yakni
salah satunya dengan menetapkan berbagai sanksi bagi yang
melakukan pelanggaran, baik sanksi pidana, perdata maupun
administrasi.
c. Oktaviana sari Dewi (Akademisi tahun 2022) dengan judul
“Perlindungan Hukum Bagi Karya Pencipta Di Bidang
Sinematografi Dengan Adanya Pembajakan Pada Aplikasi
Telegram”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
bentuk perlindungan hukum dalam melindungi karya ciptaan
di bidang sinematografi dengan berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta upaya hukum yang
dapat dilakukan diberikan bagi para pencipta suatu karya
sinematografi dari pembajakan yang dilakukan di aplikasi
telegram. Metode yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan pendekatan normatif yang mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan
dengan pembajakan sinematografi di aplikasi telegram.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa dalam
melindungi hak cipta pada suatu karya cipta sinematografi
yakni dengan berlandaskan pada pengaturan perundang-
undangan hak cipta yang dijadikan sebagai instrument
perlindungan hukum pada hak cipta dalam aplikasi telegram.
Sebagaimana dalam melindungi hak cipta pada karya
sinematografi dalam mengatasi adanya pelanggaran adalah
adanya kerjasama antara kementerian kominikasi dan
informatika dengan kementerian hukum dan hak asasi
manusia untuk memblokir situs-situs pembajakan tersebut.
2. Landasan Teori
a. Teori Negara Hukum Kesejahteraan (Walfare State)
Pada penelitian ini digunakannya teori negara
hukum kesejahteraan, dimana secara konsepsi dari abad ke
abad terjadinya perkembangan dalam segala bidang sudah
mulai bergerak, begitupun dengan negara. Sejak abad ke-19,
ada pandangan bahwa fungsi negara harus dibatasi seminimal
mungkin sehingga raja dapat dirampas kebebasannya untuk
bertindak sewenang-wenang. Bahkan dikatakan bahwa
“pemerintah yang paling kecil adalah pemerintah yang paling
baik”. Ini merupakan dalil yang dikenal pada konsep “Negara
Penjaga Malam atau Nachwachterstaat, yang telah dianggap
ideal sejak akhir abad ke-19. Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, ternyata dengan berkembangnya konsep
tersebut, pada bidang perekonomian juga memiliki gejala
kapitalisme dan perlahan-lahan mengarah ke distribusi
sumber kemakmuran yang tidak merata untuk kemakmuran
bersama. Oleh karena itu, kesenjangan antara si kaya dan si
miskin semakin lebar dan menyebabkan mulai bermunculan
orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mehalalkan
segala cara, dan kondisi ini sulit untuk dipecahkan.8 Fakta ini
mendorong adanya kesadaran baru akan pentingnya
keterlibatan negara dalam menyikapi dan mengatasi
ketimpangan ini. Negara dipandang tidak bisa melepaskan
diri dari tanggung jawabnya untuk meningkatkan

8
Siallagan, Haposan. 2016. “Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia.”
Sosiohumaniora 18(2):131–37.
kesejahteraan masyarakat. Negara perlu mengintervensi
regulasi agar sumber-sumber kemakmuran tidak dikuasai
segelintir orang.
b. Teori Perlindungan Hak Cipta
Teori perlindungan hukum menurut Fitzgerald
menyatakan bahwasanya hukum memiliki tujuan sebagai
pengintegrasi dan koordinasi dalam segala kepentingan
masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena pada suatu
kepentingan dalam perlindungannyaa hanya bisa dilakukan
dengan membatasi kepentingan lain pihak.
Djumhana menjelaskan bahwa terdapat doktrin
yang berkembang pada perlindungan Hak Cipta, yang
diantaranya yaitu hak publisitas; perlindungan hak moral;
dan lain sebagainya. Sehingga, perlindungan hukum pada
Hak Cipta ditujukan guna menjadi pendorong agar tiap
individu dalam kemasyarakatan dapat meningkatkan
kemampuan intelektual dan berkreativitas sebagai bentuk
kontribusi dalam memajukan bangsa demi kesejahteraan
bersama.
c. Teori Sistem Hukum Perfilman
Film merupakan sebuah Film karya seni dan
budaya, yang diwujudkan menurut kaidah sinematografi
yang merupakan fenomena budaya. Ini berarti film adalah
hasil dari proses kreatif tiap individua tau sekelompok orang
dengan memadukan keindahan, kecanggihan teknologi, dan
sistem nilai, gagasan, norma, dan perilaku manusia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jadi, nilai film
tidak hanya sebatas pertunjukkan saja karena memiliki
seperangkat ide dan informasi penting dan merupakan kerja
kolektif dari banyak orang yang terorganisir. Oleh karena itu,
film merupakan salah satu alat perantara dalam
menyampaikan visi dan misinya yang menjadi penentu
kualitas dan kinerjanya apabila memenuhi syarat.
Sebagaimana dalam penyiaran film terdapat beberapa hal
yang perlu menjadi perhatian, salah satunya adalah dengan
memperhatikan apakah film tersebut lulus sensor atau tidak
sebagai untuk penemuhan perlindungan kepada khalayak
luas dari pengaruh negatif yang terdapat pada film tersebut.
Sebagai karya seni dan budaya yang dapat
dipertunjukkan dengan atau tanpa suara, film juga berarti
bahwa film merupakan media komunikasi massa, yang
menyampaikan informasi gagasan-gagasan penting kepada
publik (penonton) dan memiliki pengaruh yang besar dimana
pada pembuatannya, terdapat insan film yang mempunyai
potensi dalam perfilman baik itu dalam berperan maupun
dalam pembuatan film. Insan film memiliki hal-hal yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dipenuhi
secara optimal, yang diantaranya perlindungan hukum;
perlindungan asuransi pada usaha film yang memiliki
kemungkinan risiko; jaminan keselamatan serta Kesehatan
kerja; dan jaminan sosial.
d. Teori Pengawasan
Menurut definisinya, pengawasan merupakan suatu
proses terciptanya tujuan-tujuan organisasi dan manajemen
dapat terjamin yang berkenaan pada segala rencana dalam
penyelenggaraan kegiatan dapat terealisasi dengan baik. Pada
fungsinya, pengawasan yang dilakukan oleh orang/badan
yang memiliki kewenangan tersebut.9 Menurut Erlis Milta
Rin Sondole dkk yang mengutip dari Fahmi, mengatakan

9
Pramukti, Angger Sigit, and S. H. SH dan Meylani Chahyaningsih. Pengawasan
hukum terhadap aparatur negara. Media Pressindo, 2018.
bahwa pengawasan memiliki definisi yaitu cara suatu
organisasi agar dapat terwujudnya kinerja yang efisien dan
efektif, dan mendukung lebih jauh agar visi misi organisasi
tersebut dapat terwujud.
Berdasarkan dengan pemaparan di atas apabila
dikaitkan dengan penelitian ini adalah diperlukannya
penerapan pengawasan yang efisien dan efektif khususnya
dalam hal ini adalah terkait penyiaran sinematografi film
yang dilakukan oleh badan yang memiliki kewenangan
tersebut yakni KOMINFO.
e. Teori Good Governance
Secara mekanisme, pemerintah diharuskan
menjalankan pemerintahannya baik secara praktek dan tata
cara pemerintahan dalam mengatur segala sumber daya dan
mencari jalan keluar dari adanya permasalahan-permasalahan
publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanyalah
salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor penentu.
Implikasi peran pemerintah sebagai penyedia pembangunan
dan pelayanan infrastruktur akan menjadi kekuatan
pendorong di balik penciptaan lingkungan yang dapat
memfasilitasi masyarakat lainnya. Pemerintahan
membutuhkan redefinisi peran negara, yang berarti redefinisi
peran warga negara. Antara lain, tuntutan yang lebih tinggi
ditempatkan pada warga untuk mengawasi akuntabilitas
pemerintah itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa good
governance adalah terselenggaranya manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sesuai
dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
menghindari salah alokasi dana investasi, mencegah korupsi
secara politik dan administratif, menegakkan disiplin
anggaran, dan menciptakan peraturan perundang-undangan.10
Sehingga kaitannya pada penelitian ini adalah diharapkannya
pemerintah mampu menciptakan pengawasan terhadap
penyiaran sinematografi film menjadi lebih optimal sebagai
bentuk perlindungan terhadap hak moral dan hak ekonomi
pencipta, perlindungan terhadap tingkat kreativitas makro
bangsa, serta perlindungan terhadap kenyamanan bersama.
3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dibutuhkan agar dapat mendefinisikan
istilah-istilah yang muncul pada penelitian ini, yang diantaranya
yaitu:
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”), bahwa
strategi berarti suatu upaya perencanaan dengan cermat
dalam melaksanakan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
tertentu yang lebih baik. Dan optimasi dalam KBBI
merupakan arti dari pengoptimalan, proses, cara, pembuatan
agar dapat menghasilkan sesuatu yang terbaru dan lebih baik.
Optimasi biasa dikenal dengan kata optimalisasi. Sehingga,
optimasi adalah proses mengoptimalkan sesuatu agar dapat
menjadi suatu pembaharuan yang lebih baik. Dengan
demikian, strategi optimasi merupakan upaya perencanaan
yang lebih cermat guna mendapatkan pembaharuan yang
lebih baik dalam mencapai tujuan tertentu.
b. Berdasarkan KBBI, Peran memiliki arti pemain sandiwara
dalam sebuah perfilman, pelawak pada permainan mahyong,
sebuah tingkah yang diharapkan dipunyai oleh orang-orang
di masyarakat. Peran juga berarti sesuatu yang dijalankan
atau dimainkan. Secara definitif, peran adalah suatu aktivitas

10
Handayani, Fitria Andalus, and Ichsana Mohamad Nur. 2019. “Implementasi Good
Governance Di Indonesia.” Jurnal Pemikiran Administrasi Negara 11(1):1–11.
yang dijalankan oleh seseorang yang memiliki kedudukan
sosial dalam berorganisasi. Secara termonologi, peran
merupakan suatu tingkah yang diharapkan masyarakat
memilikinya. Dimana pada bahasa Inggris peran biasa
dikenal dengan sebutan “role” yang berarti “person’s task or
duty in undertaking” sebagaimana artinya adalah tugas
seseorang dalam menjalankan kewajibannya dalam suatu
pekerjaan yang sedang dijalankan. Dan Koentrajaraningrat
berpendapat bahwa peran adalah tingkah laku orang dalam
pemutusan suatu kedudukan tertentu, sehingga konsep peran
merajuk pada pola perilaku yang menjadi harapan
dilaksanakannya tugas atau kewajibannya dalam kedudukan
tertentu.
c. KOMINFO adalah Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang memiliki tugas dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika
guna membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.
d. Pengawasan berdasarkan pada KBBI memiliki arti sebagai
penjagaan atau penilikan. Pengawasan juga berarti segala
sesuatu yang memiliki kaitannya dengan penjagaan atau
pengarahan agar dilakukan dengan sungguh-sungguh agar
objek yang dijaga dapat berjalan dengan seharusnya.
e. Penyiaran menurut KBBI memiliki arti yaitu suatu proses,
cara, perbuatan menyebarluaskan siaran dengan
menggunakan alat pemancar atau media lainnya agar dapat
diterima khalayak luas secara bersamaan.
f. Berdasarkan KBBI, Sinematografi merupakan teknik
perfilman atau teknik dalam membuat film. Sinematografi
juga memiliki arti bahwa suatu kesenian atau keahlian dalam
pembuatan gambar yang bergerak dan disatu-padukan
dengan menambahkan cerita secara visual dan nilai
keindahan. Sedangkan secara teknis, sinematografi
merupakan suatu seni atau ilmu merekam cahaya secara
elektronik ke dalam film. Sedangkan film berdasarkan
dengan KBBI merupakan movie, gambar bergerak, atau foto
hidup atau kumpulan gambaran diam yang satu-padukan
pada layar sehingga terciptanya suatu ilusi gambar hidup
(karena bergerak). Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa sinematografi film merupakan kumpulan
gambaran bergerak yang diambil dengan menggunakan
teknik perfilman yang terkandung unsur seni dan terdapat
cerita visual yang disatu-padukan pada layar. Dalam KBBI,
film merupakan gambar hidup yang terbuat dari seluloid.
Sehingga, sinematografi film merupakan film yang terbuat
dari seluloid dengan menggunakan teknik perfilman yang
mengandung seni dengan isi cerita secara visual dan
memiliki nilai keindahan.
g. Menurut pendapat beberapa para ahli mengenai definisi
aplikasi, diantaranya adalah oleh Ali Zaki dan Smitdev
Community yang mengatakan bahwa aplikasi merupakan
suatu perangkat lunak yang memiliki fungsi mengolah data
ataupun kegiatan lainnya. Sedangkan Hengki W. Pramana
berpendapat bahwa aplikasi merupakan suatu perangkat
lunak yang berguna untuk memenuhi berbagai aktivitas yang
diantaranya dalam berniaga, melayani kebutuhan masyarakat,
berpromosi, atau segala hal yang menjadi pemenuhan
kebutuhan manusia secara digital.
h. Telegram menurut KBBI merupakan sebuah aplikasi layanan
bertukar pesan secara cepat yang berbasis cloud yang
menyediakan layanannya secara gratis dan nirlaba.
i. Berdasarkan KBBI, hak merupakan kepemilikan atau
kepunyaan. Secara definitif, hak merupakan suatu hal
mengenai kepunyaan, kekuasaan, kewenangan, dalam
melakukan sesuatu. Sedangkan moral menurut KBBI berarti
suatu ajaran dalam segala hal baik maupun buruk yang bisa
diterima pada khalayak umum tentang tingkah laku; sikap;
dan sebagainya. Namun, pengertian mengenai hak moral
yaitu adalah suatu hal yang dilindungi mengenai nilai pribadi
tiap individu dari reputasi pada ciptaan yang diciptakannya.
j. Bedasarkan dengan KBBI, ekonomi memiliki pengertian
bahwa suatu ilmu tentang asas produksi, distribusi, dan harta
kekayaan yang dipakai. Secara definitif, ekonomi adalah
suatu ilmu yang memiliki kaitannya dengan segala kegiatan
manusia dalam pemenuhan kebutuhannya. Dengan demikian,
hak ekonomi di sini memiliki pengertian bahwa suatu hak
eksklusif yang dimiliki pencipta untuk bisa mendapatkan
manfaat ekonomi dari ciptaannya.
4. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir dibutuhkan guna memperjelas
sistematika berpikir dalam penelitian, sebagaimana terangkum dalam
skema berikut.
Skema Kerangka Berpikir

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Pengawasan Penyiaran Sinematografi Film Pada Aplikasi Telegram


Oleh KOMINFO

Normatif-
Strategi Optimasi Peran KOMINFO Yuridis
TEORI
1. Bahan
1. Negara Hukum Primer
Kesejahteraan Perlindungan 2. Bahan
2. Perlindungan Sekunder
Hukum Hak 3. Bahan
Cipta Hak Moral Pencipta Hak Ekonomi Tersier
3. Sistem Pencipta
Hukum
Perfilman
4. Pengawasan
5. Good Perindustrian Perfilman yang Maju dan
Governance Meningkatkan Kreativitas Makro Bangsa

Kesejahteraan Sosial
J. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penelitian skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Bagian Awal Skripsi
Pada bagian awal ini berisi halaman sampul depan, halaman judul,
halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar,
abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Pada bagian isi terdapat lima (5) bab yaitu, pendahuluan, tinjauan
pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan serta
penutup.
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis memaparkan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini terdapat penelitian terdahulu dan landasan teori yang
memperkuat penelitian seperti Negara Hukum Kesejahteraan,
Perlindungan Hak Cipta, Sistem Hukum Perfilman, Pengawasa, dan
Good Governance.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Pada metode penelitian ini memuat dasar penelitian, metode
pendekatan, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data
penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data, analisis data,
prosedur penelitian, definisi operasional, kerangka berfikir.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian bab ini terdapat bahasan tentang: (i) ketentuan hukum
mengenai pengawasan penyiaran sinematografi film pada aplikasi
telegram oleh KOMINFO berdasarkan peraturan perundang-
undangan di Indonesia; dan (ii) strategi optimasi peran KOMINFO
dalam mengawasi penyiaran sinematografi pada aplikasi telegram
guna melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta.
BAB 5 PENUTUP SKRIPSI
Bab ini adalah bab akhir pada penelitian ini yang berisi mengenai
paparan kesimpulan dari hasil bahasan serta terdapat beberapa saran
terkait permasalahan yang ada.
3. Bagian Akhir Skripsi
Dalam bagian akhir pada skripsi ini telah tercantum daftar pustaka
dan lampiran. Isi daftar pustaka yaitu keterangan sumber literatur
yang menjadi referensi dalam penyusunan skripsi. Lampiran
digunakan guna memperoleh data dan keterangan sebagai pelengkap
isi skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
Buku
Ali, Z. (2021). Metode penelitian hukum. Sinar Grafika.
Jurnal
Aqidah, F. M. K. M. (2017). METODE HISTORIS: SUATU KAJIAN FILSAFAT
MATERIALISME KARL MARX Fuadi. 17, 219–230.
Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada
Penelitian Kualitatif. Teknologi Pendidikan, 10, 46–62.
Dewi, Gusti Agung Putri Krisya, I. W. (1967). Pelaksanaan Hukum Terhadap
Pelanggaran Hak Cipta di Bidang Pembajakan Sinematografi. Gastronomía
Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Dewi, O. S., Hukum, P. S., Hukum, F., & Surakarta, U. M. (2022).
SINEMATOGRAFI DENGAN ADANYA PEMBAJAKAN PADA.
Dita Shanaz Saskia. (2020). Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap
Cuplikan Film Bioskop Yang Diunggah Ke Instastory Oleh Pengguna
Instagram. 1–83.
Doly, D. (2009). Penegakan hukum terhadap pembuat situs streaming film
bajakan. Jurnal IUS, 4(4), 1–6.
Fajar Alamsyah Akbar. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap hak Cipta
Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
di Indonesia. UIN Maulana Malik Ibrahim, 39(1), 1–15.
http://dx.doi.org/10.1016/j.biochi.2015.03.025%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1038/nature10402%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/nature21059%0Ahttp://
journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/
1268/1127%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/nrmicro2577%0Ahttp://
Ginting, A. R. (2021). Tinjauan Hukum Sistem Pemberian Royalti bagi Pemain
Film. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15(1), 81.
https://doi.org/10.30641/kebijakan.2021.v15.81-94
Hendrianto. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta Film Dari
Kegiatan Streaming dan Download Pada Website Illegal. JOM Fakultas
Hukum Universitas Riau, VI(1), 1–15.
Indah, C. F. (2020). Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Situs
Film Gratis di Internet. PENGARUH PENGGUNAAN PASTA LABU
KUNING (Cucurbita Moschata) UNTUK SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU
DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG ANGKAK DALAM PEMBUATAN MIE
KERING, 28, 274–282.
Khelvin Risandi, T. (2022). Kajian Hukum Pembajakan Film di Platform
Telegram di Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha,
10(8.5.2017), 2003–2005.
Muchtar, H. (2015). Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah
Dengan Hak Asasi Manusia. Humanus, 14(1), 80.
https://doi.org/10.24036/jh.v14i1.5405
Penulis, T., Warsida, R. Y., & Si, M. (n.d.). KAJIAN PERLINDUNGAN
TERHADAP PEKERJA ( INSAN ) PERFILMAN KATA PENGANTAR
Industri perfilman Indonesia kian hari menunjukkan perkembangan yang
positif . Hal ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah penonton , bioskop
dan film Indonesia yang ditayangkan . . 1(1).
Stefano, Daniel Andre, D. (2016). Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta
Film Terhadap Pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan Situs Penyedia
Layanan Film Streaming Gratis di Internet. C, 5, 1–11.
Tenripadang, A., Sekolah, C., Agama, T., Negeri, I., Kunci, K., Hukum, P., &
Cipta, H. (2011). Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Hak
Cipta. 9(2), 164–175.
Zuama, A. P. C. (2021). Menciptakan Perlindungan Hukum Yang Efektif Bagi
Hak Cipta Karya Sastra Film Nasional : Utopis Atau Logis? Jurnal Hukum
Dan Pembangunan Ekonomi, 8(2), 95.
https://doi.org/10.20961/hpe.v8i2.49760

Anda mungkin juga menyukai