Anda di halaman 1dari 4

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA BIDANG

SINEMATOGRAFI DI INDONESIA: STUDI KASUS PEMBAJAKAN


PADA SITUS WEB ILEGAL PENYEDIA LAYANAN VIDEO ON
DEMAND
A. Latar Belakang
Industri sinematografi Indonesia merupakan salah satu industri yang
berkembang di Indonesia, selain didukung dengan talenta-talenta berbakat
yang dimiliki oleh aktris dan aktor Indonesia, keberagaman ide alur cerita
yang disalurkan ke dalam adegan karya sinematografi memberikan
keunikan tersendiri yang membedakan antara karya yang satu dengan karya
yang lainnya. Tentu proses pembuatannya juga tidak dapat dikatakan
mudah, dibutuhkan pikiran dan biaya yang tidak sedikit dalam setiap proses
pembuatan karya sinematografi. Untuk itulah sebagai salah satu karya seni,
pelaku sinematografi sudah sepatutnya mendapatkan penghargaan khusus,
yang dapat diwujudkan dengan menonton karya mereka melalui cara-cara
yang legal, seperti misalnya menonton langsung di bioskop atau bisa juga
melalui platform-platform yang legal.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang tidak mampu
dikendalikan oleh manusia, memang banyak sisi positif yang didapatkan,
namun juga terdapat banyak sisi negatifnya dimana perkembangan situs-
situs ilegal yang menayangkan berbagai macam jenis film ataupun karya
sinematografi lainnya. Salah satu dampak dari adanya perkembangan
teknologi berbasis internet adalah berkembangnya video on demand atau
yang bisa disebut dengan VoD. VoD merupakan salah satu instrumen yang
difungsikan untuk menyajikan video berbasis online dimana sama saja
dengan streaming. Konsumen dapat memilih program yang akan
ditontonnya. Contoh dari VoD legal adalah netflix, disney hot star, prime
video, dan masih banyak lagi, dimana memang untuk dapat mengakses
konten aatu video tertentu, konsumen harus membayar biaya berlangganan
yang jumlahnya variatif tergantung dari keuntungan apa yang mereka pilih.
Disinilah dampak negatif perkembangan teknologi terjadi, dimana banyak
oknum-oknum yang membuat aplikasi atau web yang menjalankan fungsi
yang sama dengan VoD berbayar namun tidak berbayar sehingga dapat
dikatakan bahwa keberadaan aplikasi atau web tersebut adalah ilegal.
Keberadaan VoD ilegal ini tentunya merugikan seluruh pelaku
industri sinematografi dimana setiap karya yang mereka keluarkan telah
melekat hak cipta di dalamnya. Ketika oknum tertentu mengunggah film
atau karya sinematografi lainnya ke dalam situs web ilegal maka pelaku
industri sinematografi tidak akan mendapatkan royalti atas penanyangan
dari karyanya sehingga jelas disini salah satu aspek hak cipta yaitu aspek
ekonomi telah dilanggar. Pihak yang berhak untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi di atas hak cipta suatu karya adalah pencipta karya itu sendiri.
Dengan adanya pengunggahan karya sinematografi ke web ilegal maka
pihak yang mendapatkan keuntungan bukan pencipta karyanya melainkan
oknum yang mengunggah secara ilegal karya tersebut1. Perlu diberikannya
perlindungan bagi seluruh pencipta karya seni atas karya yang mereka
hasilkan. Perlindungan ini diwujudkan dalam bentuk hak cipta.
Hak cipta sendiri telah dijamin oleh pemerintah melalui Undang-
Undang N0. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dimana disebutkan dalam
Pasal 1 angka 1 yang dimaksud dengan hak cipta adalah “hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. Itu artinya
suatu karya langsung dilekati oleh hak cipta semenjak karya tersebut
memiliki bentuk yang nyata, disini misalkan ide yang dimiliki oleh pencipta
telah memiliki wujud berupa film 2. Salah satu objek yang dilindungi oleh
hak cipta adalah sinematografi sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1)
huruf m UU No. 28 Tahun 2014. Karya sinematografi yang disebutkan
dalam penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf m UU No. 28 Tahun 2014 adalah
cipta yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film
dokumenter, film iklan, film kartun, reportase, atau film cerita yang dibuat
dengan skenario.
1
Revi Astuti and Devi Siti Hamzah Marpaung, ‘PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK HAK CIPTA
PEMBAJAKAN KARYA SINEMATOGRAFI DALAM GRUP CHAT PADA APLIKASI TELEGRAM’, Jurnal
Kertha Semaya, 9.7 (2021), 1087–98.
2
Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012).
Salah satu perbuatan yang merugikan seluruh insan sinematografi
adalah penggandaan tanpa ijin yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu
dimana mereka akan merekam film di bioskop untuk kemudian di unggah
ke web-web VoD ilegal sehingga orang dapat menonton film tersebut tanpa
harus datang ke bioskop bahkan mereka dapat menontonnya secara gratis.
Tentunya kembali lagi hal ini sangat merugikan bagi pencipta film. Contoh
situs atau web VoD ilegal adalah indoxxi, LayarKaca21.com, nonton.com.
gudangMovies21.com dan masih banyak lagi yang semuanya memberikan
akses gratis kepada penonton untuk menikmati film. Dalam pasal 1 angka
12 UU No. 28 Tahun 2014 disebutkan bahwa “memperbanyak karya adalah
proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau
fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara
permanen atau smeentara”. Pihak yang diperbolehkan untuk menggandakan
karya seni adalah pemilik hak cipta itu sendiri ataupun pemilik hak lisensi
yang dibuktikan dengan izin tertulis dari pemilik hak cipta, diluar dari pada
itu maka termasuk ke dalam penggandaan ilegal. Dengan adanya situs web-
web yang demikian termasuk ke dalam perbuatan penggandaan karya seni
yang ilegal 3. Masih banyaknya situs web ilegal menjadi sebuah persoalan
yang memprihatinkan mengingat pemerintah telah mengeluarkan Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014 yang difungsikan untuk memberikan
perlindungan atas hak cipta yang dimiliki oleh seorang pencipta.
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas, peneliti akan
melakukan sebuah ulasan lebih lanjut mengenai sebenarnya bagaimana
implementasi UU No. 28 Tahun 2014, mengapa hingga saat ini masih
banyak sekali situs-situs web ilegal yang dapat diakses bebas oleh
masyarakat luas.

B. Rumusan Masalah

3
Relys Sandi Ariani, Luna Dezeana Ticoalu, and Herlin Sri Wahyuni, ‘Mengoptimalkan Peran
Badan Perfilman Indonesia: Analisis Aspek Hak Cipta Terhadap Praktik Siaran Video Ilegal’, Jurnal
Kajian Pembaruan Hukum, 1.2 (2021), 175–214.
1. Bagaimana implementasi dari Undang-Undang No. 28 tahun 2014
tentang Hak Cipta khususnya di bidang sinematografi terhadap kasus
pembajakan yang marak terjadi di situs web ilegal penyedia layanan
video on demand?
2. Bagaimana hambatan terhadap pengimplementasian Undang-Undang
No. 28 Tahun 2014 dalam memberikan perlindungan hukum kepada
pemilik hak cipta berkaitan dengan kasus pembajakan yang marak
terjadi di bidang sinematografi?

Anda mungkin juga menyukai