Anda di halaman 1dari 8

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pelanggaran Hak Cipta Melalui Media Sosial

Oleh:
Shelly Lim
Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam
2251042.shelly@uib.edu
LATAR BELAKANG
Media sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia
virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah
media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis
web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. 1 Pada beberapa konflik yang terjadi di
masyarakat, diketahui bahwa pendistribusian karya film dilakukan melalui jejaring sosial tanpa
izin resmi. Pada dasarnya penyebaran karya cipta film dilakukan oleh Lembaga Penyiaran
memiliki hak ekonomi yang telah diatur pada Pasal 25 UU No.28/2014. Seperti contoh hal yang
sering terjadi pada lingkungan masyarakat adalah menyebarluaskan rekaman film yang sedang
tayang di bioskop. Hal ini tentu memberikan kerugian terhadap bioskop dan juga melanggar hak
cipta film tersebut. perilaku pembajakan dari zaman ke zaman terus menghadapi pertumbuhan baik
dari segi modus pembajakan maupun segi kuantitasnya. Bukan hanya penyebaran melalui situs
online, penyebaran melalui sosial media seperti instagram, telegram, facebook dan lain-lain.
Menyebarkan keseluruhan maupun sebagian dalam bentuk cuplikan film tersebut tentu juga
melanggar hak cipta. 2

HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan dari Intellectual Property
Right (IPR), sebagaimana tercantum dalam undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan
WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian dari Intellectual
Property Right sendiri adalah pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari
kemampuan intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi
yaitu hak asasi manusia (human right). HaKI atau Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak
eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang
atas karya ciptanya. Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil
dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Setiap hak yang digolongkan ke dalam HaKI
harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya, untuk itu diperlukan tujuan penerapan
HaKI. Tujuan dari penerapan HaKI yang pertama, antisipasi kemungkinan melanggar HaKI milik
pihak lain, kedua meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan
intelektual, ketiga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi
penelitian, usaha dan industri di Indonesia 3. Menurut informasi yang terdapat dalam Direktorat

1
Liedfray, T., Waani, F. J., & Lasut, J. J. (2022). Peran Media Sosial Dalam Mempererat Interaksi Antar Keluarga Di
Desa Esandom Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmiah Society, 2(1).
2
CIPTA, S. B. P. H. PENYEBARAN CUPLIKAN FILM DI MEDIA SOSIAL.
3
(2021). Pengertian HaKI dan jenisnya. https://lp2m.uma.ac.id/2021/11/25/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki-
pengertian-dan-jenisnya/. Diakses pada tanggal 15 Desember 2022.
Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum HAM & RI ada 7 jenis kekayaan intelektual
yaitu, paten, merek, desain industri, hak cipta, indikasi geografis, rahasia dagang, dan pengenalan
desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) 4. Dengan adanya kemajuan teknologi digital ini telah
berdampak kepada peningkatan pelanggaran Hak Cipta terhadap industri perfilman di Indonesia. 5

Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Hak Cipta adalah
hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ciptaan yang dapat dilindungi oleh undang-
undang antara lain buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, tari, koreografi, pewayangan,
pantomime, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. 6 Menurut Pasal 40 ayat 1 huruf
m undang-undang hak cipta, sinematografi ialah karya cipta yang memiliki wujud berupa gambar
bergerak seperti film dokumenter, kartun anak, iklan, atau film yang dibuat berdasarkan scenario. 7

Pelanggaran hak cipta umumnya terjadi karena dua hal, pertama adanya unsur kesengajaan,
tanpa hak mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu dan yang kedua dengan
sengaja menyebarkan, menjual suatu ciptaan tanpa izin. 8 Salah satu penyimpangan hak cipta yang
sering terjadi di Indonesia adalah pembajakan film, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka
23 UU No.28 tahun 2014, pembajakan adalah penggandaan ciptaan dan/atau produk kak terkait
secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk
memperoleh keuntungan ekonomi dan film merupakan sebuah karya seni 9, dan seperti yang
tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang perfilman, film
didefinisikan sebagai karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat
dipertunjukkan. 10

Pada penggunaan layanan Instagram Stories saat pemutaran film di bioskop apakah dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta pada film atau sinematografi maka terlebih dahulu
melihat bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang terdiri dari dua unsur penting yaitu,
hak moral dan hak ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Pasal 5 hingga
4
(2022). Pengenalan jenis. https://www.dgip.go.id/tentang-djki/kekayaan-intelektual. Diakses pada tanggal 15
Desember 2022.
5
MANURUNG, P., & ANGELITA, E. (2013). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Karya Cipta Digital
di Indonesia. Premise Law Journal, 1(2), 160369.
6
Undang-Undang Tentang Hak Cipta. http://www.bphn.go.id/data/documents/97uu012.pdf. Diakses pada tanggal 18
Desember 2022.
7
Roselvia, R. S., Hidayat, M. R., & Disemadi, H. S. (2021). Pelanggaran Hak Cipta Sinematografi Di Indonesia:
Kajian Hukum Perspektif Bern Convention Dan Undang-Undang Hak Cipta. Indonesia Law Reform Journal, 1(1),
111-121.
8
Mamentu, M. S. (2021). Penerapan Hukum Terhadap Pembajakan Film Di Situs Internet Dalam Hubungannya
Dengan Hak Cipta. Lex Administratum, 9(1).
9
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No.28 tahun 2014
10
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009
7, mengatur bahwa hak moral adalah hak dari pencipta untuk mempertahankan haknya, hak ini
melekat secara abadi pada diri pencipta untuk, mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya
pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum, menggunakan nama
aliasnya atau samarannya, mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat,
mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi
ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri
atau reputasinya dan Hak ekonomi berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta adalah hak eksklusif
pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Hak tersebut
meliput 8 hal, yaitu, Penerbitan ciptaan, Pengadaan ciptaan dalam segala bentuknya, Penerjemahan
Ciptaan, Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pendistribusian atau
salinannya, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan dan penyewaan
ciptaan.11

Menonton film di bioskop telah menjadi bagian dari gaya hidup masa kini, Badan Ekonomi
Kreatif Indonesia Bersama Rumah Sinema pernah melakukan survei terhadap 2 ribu responden
terkait segmentasi dan pengambilan keputusan masyarakat untuk menonton film. Dari survei
tersebut, 59% penonton merupakan mahasiswa jenjang pendidikan Strata-1 (S1) dan 33% siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA). Lalu, 43% penonton di bioskop pendapatan berpendapatan Rp 1
juta-Rp 5 juta. Kemudian, 85% responden mengaku menonton di bioskop hingga dua kali sebulan.
Bahkan, 1% responden menonton di bioskop hingga enam kali dalam sebulan 12. Banyaknya
penonton setiap tahunnya dapat meningkatkan tindak pembajakan film meski sudah ada aturan
yang melarang pengambilan gambar setiap memulai suatu film.

Dalam contoh pelanggaran hak cipta atas film, Pada tahun 2016 lalu dari film berjudul
Warkop DKI di film Warkop DKI Reborn. Terjadi aksi bentuk pelanggaran hak cipta atas film
oleh seorang oknum penonton, pembajakan ini menggunakan video live streaming melalui aplikasi
Bigo Live tidak seperti pembajakan lainnya yang menggunakan media perekam.Banyaknya
penonton setiap tahunnya dapat meningkatkan tindak pembajakan film meski sudah ada aturan
yang melarang pengambilan gambar setiap memulai suatu film. 13 Ada juga berdasarkan berita
yang dilansir berita nasional Antara News, seorang mahasiswi membagi aktivitasnya kepada para
pengikut media sosial mendapatkan perhatian lebih dari MNC Pictures. Bertujuan hanya untuk
meningkatkan popularitas, Merlina Ardiyah melakukan live video streaming pada saat
menyaksikan film Me vs Mami di bioskop melalui media sosial Bigo Live dengan durasi 17 Menit.
Rumah produksi MNC selaku pemegang Hak Cipta dari film Me Vs Mami melaporkan aksi
tersebut kepada pihak berwenang atas pelanggaran UndangUndang Hak Cipta. 14

Pembajakan film sudah lama menjadi masalah di Indonesia khususnya bagi produser film
yang mengalami kerugian besar akibat pembajakan. Maka dari itu artikel ini akan membahas
bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku pembajakan film, apakah hukum yang ada efektif

11
Noor, N. K. (2019). Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial
Tanpa Izin. Riau Law Journal, 3(1), 124-148.
12
Indonesiabaik.id. https://indonesiabaik.id/motion_grafis/alasan-orang-indonesia-nonton-film-di-bioskop Diakses
tanggal 12 Desember 2022
13
SUDIRMAN, A. D. (2022). PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYEBARAN CUPLIKAN FILM DI MEDIA
SOSIAL (Doctoral dissertation).
14
Dewina, A., Permata, R. R., & Muchtar, H. N. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Production House Terhadap
Penyiaran Film Yang Sedang Tayang di Bioskop Tanpa Izin Melalui Media Sosial. Law and Justice, 5(1), 1-16.
untuk mengurangi angka pelaku penyebaran situs pembajakan,dan bagaimana perlindungan
hukum yang diberikan bagi pemilik hak cipta. Adapun wawancara yang dilakukan kepada
masyarakat umum dengan usia berkisar dari 15-25 tahun untuk mengetahui apakah mereka pernah
menonton atau melakukan pembajakan film.

Fenomena Hukum
Pembajakan film bukan hanya merekam penuh seluruh film lalu menjualnya, namun
memotret potongan film dan merekam potongan film selama beberapa detik juga termasuk ke
tindak pembajakan meskipun hanya diunggah ke media sosial. Sayangnya tidak semua masyarakat
tau bahwa memotret termasuk tindakan illegal yang membuat hal ini sering dilakukan saat tidak
ada petugas yang berjaga di dalam bioskop.

Untuk menentukan apakah perbuatan yang dilakukan tersebut dapat dijerat pidana atau
tidak, perlu dilihat terlebih dahulu apakah perbuatan tersebut bersifat komersial, melanggar hak
ekonomi dari pemegang hak cipta atau tidak. Jika perbuatan menyebarkan cuplikan film tersebut
bersifat komersial dan melanggar hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan,
serta dilakukan tanpa izin, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan ketentuan pidana,
sebagaimana diatur dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta, setiap orang yang tanpa
hak atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b huruf e dan huruf g untuk
penggunaan secara komersial di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 1.000.000.000.15

Jika penyebaran cuplikan film tersebut bersifat tidak komersial dan menguntungkan
pencipta atau pihak terkait atau pencipta menyatakan tidak keberatan atas penyebarluasan tersebut
maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sebagaimana diatur dalam
pasal 43 huruf d Undang-Undang Hak Cipta, perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran
hak cipta meliputi, pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi
informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan menguntungkan pencipta atau pihak
terkait atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas perbuatan dan penyebarluasan
tersebut.16

Jika benar telah terjadi pembajakan maka pelaku dapat dijerat dengan ketentuan pasal 113
ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta yaitu setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000.17

Perbuatan dari pelanggaran hak moral hanya dikenakan sanksi perdata, dimana pihak yang
dirugikan menggugat secara perdata terhadap perbuatan distorsi hak cipta tersebut. Sebab
perbuatan tersebut tidak memenuhi ketentuan pidana dari Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014.
Dengan demikian tidak dianggap melanggar ketentuan pidana dalam hukum hak cipta. Jika
seorang pencipta mempermasalahkan pelanggaran hak moral berkaitan dengan pemenggalan film,

15
Hukumonline.com Pasal 113 ayat (3)
16
Hukumonline.com Pasal 43 huruf d
17
Hukumonline.com Pasal 113 ayat (4)
maka pencipta film tersebut harus membuktikan sejauh mana reputasinya menjadi rusak akibat
dari pemenggalan itu. berbeda dengan hak ekonomi seperti yang tercantum dalam Pasal 113
Undang-Undang Hak Cipta, mengatur bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan
secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau
tanpa izin pencipta atau pemegang kak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Setiap orang yang dengan
tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau
huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). 18
Narasumber pertama bernama Maitriana, berumur 18 tahun. Narasumber pertama
menyatakan bahwa ia pernah memotret atau merekam cuplikan film kemudian mengunggahnya
ke media sosial saat kecil dan mengetahui bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum. Namun ia
tidak mengetahui secara jelas hukum ataupun peraturan yang mengatur.
Narasumber kedua bernama Ibu Rosnida merupakan seorang guru, ia menyatakan bahwa
hal seperti merekam sebuah film secara illegal seharusnya tidak dilakukan karena menyebabkan
kerugian untuk produser film tersebut.
Narasumber ketiga bernama Angelica Tan merupakan seorang siswi, ia menyatakan
bahwa tindakan merekam sebuah film secara illegal merupakan perbuatan yang melanggar hukum
dan perbuatan yang tidak taat.
Narasumber keempat dan kelima saya merupakan sekelompok siswa/i, mereka menyatakan
bahwa saat kecil pernah melakukan tindak merekam atau memotret sebuah film, namun setelah
dewasa mereka menyadari hal tersebut melanggar hukum dan tidak mengetahui secara rinci
peraturan hukum yang mengatur.

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN


Pembajakan film tidak hanya berkaitan dengan pengunduhan suatu film, namun perekaman
dan pemotretan cuplikan juga termasuk kedalamnya. Dalam hal ini tidak semua perbuatan dapat
dijerat pidana perlu dilihat terlebih dahulu apakah perbuatan tersebut bersifat komersial,
melanggar hak ekonomi dari pemegang hak cipta atau tidak. Jika perbuatan menyebarkan cuplikan
film tersebut bersifat komersial dan melanggar hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan, serta dilakukan tanpa izin pencipta, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan
ketentuan pidana. Jika penyebaran cuplikan film tersebut bersifat tidak komersial dan
18
Noor, N. K. (2019). Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial
Tanpa Izin. Riau Law Journal, 3(1), 124-148.
menguntungkan pencipta atau pihak terkait atau pencipta menyatakan tidak keberatan atas
penyebarluasan tersebut maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
Berkenaan dengan hak cipta, suatu perlindungan juga sangat dibutuhkan dalam melindungi
suatu karya cipta, karena pada dasarnya pencipta memiliki hak ekslusif atas suatu ciptaannya. Hak
ekslusif tersebut berupa hak ekonomi dan hak moral, beserta hak terkait yang merupakan hak
ekslusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan/atau lembaga penyiaran. 19 Suatu
perbuatan yang diduga sebagai pelanggaran hak cipta, untuk mengkategorikan perbuatan tersebut
sebagai pelanggaran hak cipta terlebih dahulu melihat apakah ada pemafaatan ekonomi dan/atau
dengan tujuan komersial dalam melakukan perbuatan itu. Penggunaan layanan instagram stories
dalam publikasi potongan film dapat dikategorikan pelanggaran hak moral apabila pengunggah
meniadakan identitas pencipta atau tidak menuliskan identitas pencipta dalam video yang
ditampilkan.
Teori Efektivitas (Soerjono Soekanto) Hukum sebagai kaidah merupakan patokan
mengenai sikap tindak atau perilaku yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah
metode deduktif-rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada
yang memandang hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur. Metode berpikir yang
digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya sebagai tindak yang diulang-
ulang dalam bentuk yang sama, yang mempunyai tujuan tertentu. 20 Salah satu upaya yang biasanya
dilakukan agar supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-
sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya
adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan
tindakan yang terpuji. 21
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum
a. Faktor hukumnya sendiri
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik
penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian
hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan
keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara
secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai.22
Dalam kasus pembajakan film Warkop DKI pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal
Pelanggaran Hak Cipta UU ITE dengan ancaman hukuman 10 tahun dan denda 4M, namun
denda yang dicantumkan tidak setara dengan kerugian yang telah dialami produser sebesar
20M.
b. Faktor penegak hukum
Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

19
Albar, A. F, et al., “Perlindungan Hukum Penggunaan Musik Sebagai Latar dalam Youtube Menurut Undang-
Undang Hak Cipta”, Pactum Law Journal, Vol. 4 No. 1, Tahun 2018, hlm. 327.
20
Siregar, N. F. (2018). Efektivitas Hukum. Al-Razi, 18(2), 1-16.
21
Ibid., h. 7
22
Ibid., hal.7
Penegak hukum yang dimaksud disini adalah kurangnya penjagaan yang dilakukan oleh
pihak bioskop yang mengakibatkan tindakan pembajakan terjadi dan menyebabkan
kerugian.
c. Faktor kebudayaan
Pemotretan atau perekaman cuplikan film sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat
dengan mengunggahnya ke media sosial, hal ini biasanya dilakukan untuk memberi tahu
orang-orang bahwa dirinya sedang menonton sebuah film baru ataupun merasa eksis.

Hasil dari wawancara dengan kelima narasumber menyatakan bahwa hal tersebut pernah
dilakukan saat kecil, mengetahui bahwa hal tersebut illegal, namun tidak mengetahui aturan yang
ada secara rinci. Dalam hal ini akan lebih baik bahwa peringatan yang diberikan di awal film tidak
hanya tulisan namun juga video yang menarik dikarenakan penonton anak-anak yang berbeda dari
orang dewasa, mereka tidak akan mengerti tentang hukum yang ada dan mengabaikan peringatan
yang diberikan di awal film. Apabila ada yang tertangkap oleh pihak bioskop sedang melakukan
perekaman, pemotretan cuplikan film biasanya hanya akan diberi teguran, membuat surat
pernyataan, dan penyitaan hp, namun biasanya pihak bioskop hanya berada di dalam ruangan saat
awal dan akhir penayangan film yang membuat penonton dapat melakukan tindakan pembajakan
di pertengahan film. Kurangnya penjagaan ini menyebabkan meningkatnya tindakan pembajakan
seharusnya pihak bioskop meletakkan beberapa penjaga untuk berjaga dari awal sampai akhir film
dan menambah cctv.
Pada kasus pembajakan film Warkop DKI pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal
Pelanggaran Hak Cipta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentnag Hak Cipta dengan
ancaman hukuman 10 tahun dan denda 4 miliar, namun pada akhirnya tidak ditahan dengan
pertimbangan pelaku dapat bekerja sama dengan pihak yang berkaitan, sudah meminta maaf, dan
tidak akan menghilangkan barang bukti. Dikarenakan hal ini produser film Warkop DKI
mengalami kerugian sampai dengan 20M. Pada kasus kedua pembajakan film Me vs Mami
kejadian tersebut dapat diajukan ke pengadilan dalam bentuk gugatan ganti rugi, sebagaimana
diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengenai ganti
kerugian yang diajukan ke Pengadilan Niaga oleh karena penyelesaian sengketa hak cipta
merupakan wewenang dari Pengadilan Niaga pada Gugatan ganti rugi tidak hanya tercantum
dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pada kasus ini
kerugian yang diterima hampir 4M. 23
Perlindungan kepada pencipta terhadap pelaku livestreaming atau pembajakan tidak begitu
efektif dikarenakan kebanyakan kasus yang ada berakhir damai dikarenakan pelaku kooperatif dan
mengakui kesalahan yang dibuat. Undang-Undang yang tercantum juga tidak menutupi kerugian
yang diterima oleh produser film.

REKOMENDASI

23
Yuningsih, D., Zahrowati, Z., Sanib, S. S., Haris, O. K., Ruliah, R., & HM, A. A. P. U. (2022). Analisis Perlindungan
Hukum Pemilik Hak Cipta Film terhadap Perekaman Film Tanpa Izin melalui Fitur Siaran Langsung pada Aplikasi
Bigo Live. Halu Oleo Legal Research, 4(2), 101-113.
Penjagaan yang dilakukan seharusnya lebih ketat dengan adanya pegawai yang berjaga di tiap
sudut bioskop atau bisa juga penambahan cctv untuk meminimalisir tindakan pembajakan.
Penyebaran poster tentang tindakan pembajakan seperti larangan memotret atau merekam cuplikan
di luar ruangan bioskop agar bisa dilihat oleh orang-orang yang sedang menunggu film tersebut
mulai.

Anda mungkin juga menyukai