Anda di halaman 1dari 3

William Alexander

NIM: 22/497751/HK/23286

Tantangan Hak Cipta Digital dan Peran Mahasiswa Hukum

A. Pendahuluan

Perkembangan dalam era digital sudah semakin tak bisa kita hindari. Berbagai aspek dalam

kehidupan kita sudah semakin terdigitalisasi satu per satu. Terkadang malah hal yang kita kira
tidak akan terdigitalisasi pun ternyata tidak bisa menghindar dari cepatnya arus perkembangan.
Dunia kreatif pun sekarang sudah terdigitalisasi, mulai dari musik, software, game, hingga yang
sedang ramai dibicarakan adalah sistem NFT dan penerapannya. Dengan digitalisasi ini tentu
semakin mudah untuk berkreasi

Namun, di tengah kemudahan tersebut tentu akan banyak payung hukum yang harus
dibentuk untuk mencegah terjadinya kerugian materi maupun moral bagi pihak tertentu.
Kemudahan tersebut justru dimafaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang melakukan
penyebaran/pendistribusian oleh pihak yang tidak memiliki hak secara melawan hukum,
mudahnya suatu ciptaan dirubah, dimodifikasi, dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan sebuah
sistem yang mengatur hak cipta bagi kreasi seseorang dalam dunia digital.

John Locke melalui Labor Theory cetusannya berpendapat kalau manusia memiliki
kemampuan untuk menciptakan sesuatu dengan menggunakan hasil pikiran dan kreativitas. 1
Sehingga tiap orang memiliki hak atas hasil ciptaannya sendiri. Ini merupakan dasar dari
pentingnya hak cipta bagi kreasi seseorang. Karena dengan adanya penghargaan terhadap hasil
ciptaan dan pikiran seseorang, berarti haknya sebagai manusia yang berakal budi juga dihargai.

Pelanggaran terhadap hak cipta masih kerap terjadi di Indonesia, contohnya belakangan
ini marak pemberitaan tentang pembajakan film Jefri Nichol berjudul Jakarta vs Everybody.
Film tersebut ditayangkan dalam bentuk digital dalam platform digital bernama Bioskoponline,
biarpun telah diberikan platform yang memudahkan untuk menonton film namun tetap saja
terdapat oknum yang melakukan pembajakan film tersebut dan disebar laman pembajakan.

B. Pembahasan

1
Robert P.Merges, Locke for The Masses: Property
Rights and The Products of Collective Creativity
(Hofstra Law Review, 2008).

1
William Alexander
NIM: 22/497751/HK/23286

Hak cipta lahir dan timbul dari hasil olah pikir manusia dalam bidang ilmu pengetahuan,
kesenian, dan sastra. Hak cipta timbul secara otomatis seketika suatu ciptaan lahir. Hak cipta
merupakan hak perdata yang melekat pada diri si pencipta. Hak cipta merupakan hak privat.
Pembenarannya ialah karena suatu ciptaan dilahirkan oleh kreasi pencipta. Kreasi yang muncul
dari adanya olah pikiran dan kreativitas dari sang pencipta. Suatu hak cipta haruslah lahir dari
kreativitas manusia bukan yang telah ada di luar aktivitas atau di luar hasil kreativitas manusia.2

Meskipun hak cipta digital sudah diatur dalam undang-undang melalui UU No. 28 Tahun
2014, berbagai bentuk pelanggaran masih terjadi dan marak sekali di Indonesia. Oleh karena itu
bantuan dari segala elemen masyarakat sangat dibutuhkan, termasuk juga dari para mahasiswa
hukum. Mahasiswa hukum mempunyai dua jenis peranan dalam mencegah pelanggaran hak
cipta digital ini. Yaitu dalam pelaksanaan bantuan hukum litigasi dan edukasi.

Dalam aspek litigasi, mahasiswa hukum dapat memberi saran hukum kepada para pegiat
industri kreatif digital tentang pentingnya mendaftarkan HAKI ke Kemenkumham. Karena
dengan adanya bimbingan untuk mengikuti prosedur hak cipta yang telah dibuat oleh
pemerintah, maka penjaminan perlindungan hukum bagi suatu kekayaan digital akan ada. Peran
mahasiswa dalam pemberian layanan bantuan hukum, sangat urgen eksistensinya, mengingat
masih banyaknya masyarakat yang tidak mampu, marjinal dan buta hukum di Indonesia yang
sulit mendapatkan akses terhadap keadilan, apalagi jumlah penduduk yang padat dan menyebar
di berbagai wilayah yang luas sehingga tidak sebanding dengan jumlah advokat yang tersedia
sehingga masih banyak kasus buta hukum hak cipta.3

Meskipun seorang mahasiswa hukum belum boleh beracara namun dapat mendampingi
masyarakat dalam persidangan. Dengan aktif memberikan konsultasi hukum kepada para pegiat
industri kreatif digital, maka dia juga dapat belajar secara praktis bagaimana menjadi seorang
praktisi hukum dan menerapkan ilmunya di masyarakat.

Peran yang kedua adalah edukasi. Seorang mahasiswa dapat mengedukasi pegiat industri
kreatif digital tentang pentingnya hak cipta dan cara menjaga hak cipta agar tidak dapat diambil

2
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015).
3
Achmad, Deni. The Role of Law Faculty Students as Executor Legal Aid to Community. 2015

2
William Alexander
NIM: 22/497751/HK/23286

orang lain. Bahkan, seorang mahasiswa hukum dapat menjadi penyadar di komunitasnya untuk
dapat mendorong tumbuh berkembangnya kesadaran hukum masyarakat serta mampu
mendorong proses demokrasi di tingkat lokal.

C. Kesimpulan

Ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat dan membawa begitu banyak perubahan.
Digitalisasi sangat terasa di berbagai aspek kehidupan. Perkembangan digital mulai mengubah
perilaku manusia hingga ke proses menciptakan sesuatu. Kreasi manusia yang tadinya tradisional
dan konvensional kini diubah bentuk menjadi digital. Suatu karya digital dapat menggunakan
internet sebagai media penyebarannya agar cakupannya semakin luas. Namun dibalik
kemudahan yang disediakan terdapat dampak negatif yaitu semakin mudah dan masif
pelanggaran hak cipta karya cipta digital oleh pihak yang tidak memiliki hak. Untuk mengatasi
hal tersebut hukum perlu berkolaborasi dengan teknologi, yaitu melalui hak cipta. Dalam hal ini
hak cipta memiliki peran penting untuk melindungi hak bagi ciptaan seseorang. Tetapi,
kesadaran masyarakat terkhusus pegiat industri kreatif akan pentingnya hal cipta masih minim.
Sehingga dalam hal ini mahasiswa hukum memiliki peran dalam mengedukasi masyarakat dan
menjadi litigator dalam proses penegakan undang undang hak cipta.

Anda mungkin juga menyukai