Anda di halaman 1dari 11

DAMPAK PERKAWINAN

DINI PADA ANAK

HANA WANDARI
Pada tahun 2018 di Indonesia, 1 dari 9 anak perempuan
menikah sebelum usia 18 tahun. Dan pada tahun 2018
Sekitar 1 dari 100 anak laki-laki atau 1,06% telah
melangsungkan perkawinan sebelum 18 tahun. Yang
Lazimnya disebut Perkawinan Anak.

Seharusnya usia anak merupakan masa bagi perkembangan


fisik, emosional dan sosial sebelum memasuki masa
dewasa. Praktik perkawinan anak berkaitan dengan fakta
bahwa perkawinan anak melanggar hak asasi anak,
membatasi pilihan serta peluang mereka.

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan


berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
PRESENTASE PERNIKAHAN ANAK
DI INDONESIA TAHUN 2018

Presentase Pernikahan Anak Presentase Pernikahan Anak Laki – Laki


Perempuan <18 Tahun
16.87

0.77%
7.42 7.15
1.4%
2.87 2.9
0.28 0.95 0.95
1.44%
<15 tahun <16 tahun <17 tahun <18 tahun

Perkotaan Pedesaan
Perkotaan Pedesaan Indonesia

Data Susesnas 2018


PENYEBAB DAMPAK

Tradisi/Adat
Drop Out Sekolah

Pendidikan Rendah PERNIKAHAN


ANAK
Instabilitas Keluarga

Ekonomi Rendah

KDRT
Perjodohan

Kesehatan &
Seks Pra Nikah Kematian Ibu
MENGAPA TERJADI PERKAWINAN ANAK?
1. Faktor Pendidikan: Perilaku Seks Berisiko dan Kurangnya Pemahaman Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

Tidak dipungkiri bahwa masih banyak remaja-remaja yang mencoba-coba melakukan aktivitas seksual di masa berpacaran dengan
pasangannya. Akan tetapi, karena kurang terbukanya pendidikan kesehatan reproduksi yang masih dianggap sebagai pembicaraan
yang tabu, remaja kemudian terjebak dengan lingkaran yang sulit mereka lepaskan. Beberapa remaja mengaku bahwa mereka
melakukan hubungan seksual pertama kali karena ingin menyenangkan pacarnya sebagai sebuah bentuk pelayanan dan kesetiaan.
Dan bagi remaja laki – laki masih banyak anggapan kegiatan seks pra nikah dengan berganti-ganti pasangan sebagai suatu
kebanggan dan ajang mempertontonkan maskulinitas di kalangan remaja se-usia mereka.
Sehingga kehamilan yang tidak diinginkan karena faktor kurangnya pemahaman kesehatan reproduksi yang banyak terjadi pada
anak-anak menjadi salah satu faktor utama perkawinan muda.

2. Kemiskinan

Faktor ekonomi terjadi karena perjodohan ataupun putus sekolah karena tidak memilki biaya untuk pendidikan. Tidak dipungkiri
bahwa masih banyak pemikiran prioritas pendidikan itu lebih kepada anak laki-laki terutama ketika para orang tua mempunyai
keterbatasan kemampuan untuk menyekolahkan anakanaknya semua sehingga anak perempuan dinikahkan secepatnya untuk
mengurangi beban ekonomi.
Masalah kemiskinan lainnya adalah orang tua yang mencari pekerjaan diluar daerahnya dan meninggalkan anak-anaknya tanpa
pengetahuan dan pendidikan yang cukup sehingga anak-anaknya mencari pengetahuan dan pemahaman di tempat lain.
MENGAPA TERJADI PERKAWINAN ANAK?
3. Tradisi atau Adat
Faktor lainnya penyebab dari perkawinan anak adalah faktor budaya berupa tradisi atau adat. Informasi kesehatan reproduksi
dianggap sebagai sesuatu yang tabu, porno, dan dosa. Hal ini menjadi salah satu alasan terjadinya perkawinan anak. Dalam hal ini
ketabuan membicarakan hal terkait pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak menjadi salah satu penyebab anak
tidak mengerti mengenai kesehatan reproduksi dan seksual sehingga ingin coba-coba dan mencari tahu sendiri dari media lainnya
seperti internet (video porno).
Dan adanya anggapan perkawinan anak menjadi salah satu penyelesain masalah yang tepat untuk kehamilan tidak diinginkan dan
menghindari dosa, serta “omongan” masyarakat akan status anak yang dilahirkan nantinya. Ada pula yang beranggapan bahwa
dengan menikahkan anak nya secara dini maka dianggap akan menghindari zina.
Bahkan ada pula anak yang sudah diatur perjodohannya sejak kecil atau melakukan perjodohan dengan seseorang yang dianggap
“tuan guru” untuk mendapatkan keturunan yang baik, walaupun usia anak tersebut masih jauh di bawah umur.
Di daerah Banyuwangi, sekitar daerah Muncar yang dominan etnis Madura menjelaskan bahwa sudah menjadi tradisi perjodohan
sejak kecil, apalagi dalam suku Madura. Ditemui beberapa kasus yang dijodohkan sejak usia mereka masih kecil, dan ketika sudah
dianggap akhil baliq, mereka dinikahkan. Biasanya peran orang tua sangat dominan dan ketakutan untuk menolak lamaran karena
akan mempersulit jodoh sang anak kelak, maka menjadi suatu alasan menikahkan anak dalam usia muda.
DAMPAK PERKAWINAN ANAK
1. Dampak Ekonomi

Perkawinan anak sering kali menimbulkan adanya ‘siklus kemiskinan’ yang baru. Anak remaja (<15–16 tahun) seringkali belum
mapan atau tidak memiliki pekerjaan yang layak dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang rendah. Hal tersebut menyebabkan
anak yang sudah menikah masih menjadi tanggungan keluarga.
Akibatnya orang tua memiliki beban ganda, selain harus menghidupi keluarga, mereka juga harus menghidupi anggota keluarga
baru. Kondisi ini akan berlangsung secara repetitif turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya sehingga kemiskinan
struktural akan terbentuk.

2. Dampak Sosial

Perkawinan anak juga berdampak pada potensi perceraian dan perselingkuhan dikalangan pasangan muda yang baru menikah. Hal
ini dikarenakan emosi yang masih belum stabil sehingga mudah terjadi pertengkaran dalam menghadapi masalah kecil sekalipun.
Adanya pertengkaran terkadang juga menyebabkan timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)/kekerasan seksual terutama
yang dialami oleh istri di karenakan adanya relasi hubungan yang tidak seimbang.
Penerimaan masyarakat menerima akan perkawinan anak, akan membuat pernikahan perkawinan anak tidak tercatat secara hukum
sehingga dalam jangka panjang apabila pasangan tersebut mempunyai pasangan, maka anaknya tidak mempunyai akta kelahiran
yang akan menyulitkan secara legalitas negara.
Dan Apabila terjadi perceraian, maka tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak tercatat dalam negara karena perceraian
hanya disampaikan secara informal.
DAMPAK PERKAWINAN ANAK
3. Dampak Kesehatan Reproduksi / Seksual

Menurut Susenas 2017, persentase perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun dan usia hamil pertamanya sebelum usia 18
tahun ada sebanyak 63,08 persen. Artinya, hampir 2 dari 3 perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun hamil pertama kali
juga di bawah usia 18 tahun.
Menikah muda berisiko tidak siap melahirkan dan merawat anak dan apabila mereka melakukan aborsi, berpotensi melakukan
aborsi yang tidak aman yang dapat membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai pada kematian.
Selain itu Perkawinan anak juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan oleh pasangan dan apabila terjadi
kehamilan tidak diinginkan, cenderung menutup-nutupi kehamilannya maka tidak mendapat layanan kesehatan perawatan
kehamilan yang memadai.
Seringkali juga banyak ibu yang harus rela meninggal karena organ reproduksi nya belum siap disebbakan belum cukupnya umur.
Banyak pula karena mereka tidak paham tentang kesehatan reproduksi, ditemukan perempuan-perempuan yang mendapatkan
HIV/AIDS karena pasangannya (suami atau pacar) yang berganti-ganti pasangan.
Secara biologis anak – anak alat reporduksi nya masih dalam proses menuju kematangan. Sehingga belum siap untuk melakukan
hubungan seks dengan lawan jenisnya, apabila jika hamil hingga melahirkan. Karena jika dipaksakan justru nantinya akan terjadi
trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahyakan jiwa anak tersebut.
DAMPAK PERKAWINAN ANAK
3. Dampak Kesehatan Reproduksi / Seksual

Menurut Susenas 2017, persentase perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun dan usia hamil pertamanya sebelum usia 18
tahun ada sebanyak 63,08 persen. Artinya, hampir 2 dari 3 perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun hamil pertama kali
juga di bawah usia 18 tahun.
Menikah muda berisiko tidak siap melahirkan dan merawat anak dan apabila mereka melakukan aborsi, berpotensi melakukan
aborsi yang tidak aman yang dapat membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai pada kematian.
Selain itu Perkawinan anak juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan oleh pasangan dan apabila terjadi
kehamilan tidak diinginkan, cenderung menutup-nutupi kehamilannya maka tidak mendapat layanan kesehatan perawatan
kehamilan yang memadai.
Seringkali juga banyak ibu yang harus rela meninggal karena organ reproduksi nya belum siap disebbakan belum cukupnya umur.
Banyak pula karena mereka tidak paham tentang kesehatan reproduksi, ditemukan perempuan-perempuan yang mendapatkan
HIV/AIDS karena pasangannya (suami atau pacar) yang berganti-ganti pasangan.
Secara biologis anak – anak alat reporduksi nya masih dalam proses menuju kematangan. Sehingga belum siap untuk melakukan
hubungan seks dengan lawan jenisnya, apabila jika hamil hingga melahirkan. Karena jika dipaksakan justru nantinya akan terjadi
trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahyakan jiwa anak tersebut.
DAMPAK PERKAWINAN ANAK
4. Dampak Psikologis

Dengan adanya perkawinan anak, pasangan secara mental belum siap menghadapi perubahan peran dan menghadapi masalah
rumah tangga sehingga seringkali menimbulkan penyesalan akan kehilangan masa sekolah dan remaja. Perkawinan anak
berpotensi kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan trauma sampai kematian terutama dialami oleh remaja perempuan
dalam perkawinan.
Selain itu, remaja perempuan yang sudah menikah muda dan mengalami kehamilan tidak diinginkan akan cenderung minder,
mengurung diri dan tidak percaya diri karena mungkin belum mengetahui bagaimana perubahan perannya dari seorang remaja
yang masih sekolah ke peran seorang ibu dan istri saat harus menjadi orang tua di usianya yang masih muda.
Banyak efek negatif dari terjadinya perkawinan anak ini. Karena, pada saat perkawinan anak belum siap untuk menghadapi
tanggungjawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal jika menikah seharusnya kedua belah pihak sudah memiliki
sifat dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan baik ekonomi, pasangan, maupun anak. Sementara mereka yang menikah
dini umumnya belum cukup mampu untuk menyelesaikan permasalahan secara matang.
TERIMAKASIH!

Anda mungkin juga menyukai