0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan8 halaman
Kasus ini membahas tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah perusahaan dan pejabat pemerintah dalam proses lelang proyek pembangunan jalan di Kabupaten Jember. Berdasarkan analisis ahli hukum, perbuatan tersebut termasuk pertanggungjawaban pidana korporasi karena melibatkan sistem kejahatan terorganisir dan unsur-unsur yang mendukung. Korporasi dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pid
Deskripsi Asli:
Judul Asli
PENDAPAT AHLI TERKAIT PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Kasus ini membahas tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah perusahaan dan pejabat pemerintah dalam proses lelang proyek pembangunan jalan di Kabupaten Jember. Berdasarkan analisis ahli hukum, perbuatan tersebut termasuk pertanggungjawaban pidana korporasi karena melibatkan sistem kejahatan terorganisir dan unsur-unsur yang mendukung. Korporasi dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pid
Kasus ini membahas tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah perusahaan dan pejabat pemerintah dalam proses lelang proyek pembangunan jalan di Kabupaten Jember. Berdasarkan analisis ahli hukum, perbuatan tersebut termasuk pertanggungjawaban pidana korporasi karena melibatkan sistem kejahatan terorganisir dan unsur-unsur yang mendukung. Korporasi dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pid
PENDAPAT AHLI TERKAIT PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
Kepada Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Jalan Walan, Sedati Agung, Kec. Sedati Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Dengan hormat,
I. KASUS POSISI
1. Bahwa PT Adhi Rizki Prathama (PT ARP) merupakan perusahaan penyedia
jasa yang bergerak di bidang pembangunan, konsultan, percetakan, perdagangan, telekomunikasi, pertambangan, pertanian, perindustrian, pengangkutan dan real estate. Berkedudukan di Jl. Gajah Mada no.15 Kaliwates Kidul, Kaliwates, Kec.Kaliwates, kabupaten Jember, Jawa Timur 68131. Berdasarkan akta pendirian no. 35 tanggal 17-10-2000 dihadapan Notaris Aziza Zulia, S.H., M.Kn dan mendapatkan pengesahan dari Kemenkumham dlm surat keputusan tgl 25-10-2000 Nomor C-25.HT.02.01- TH.2001. Perusahaan ini telah mendapat banyak kepercayaan dari pemerintah setempat, dilihat dari track record perusahaan tersebut. Perusahaan ini berhasil menyelesaikan banyak proyek besar, beberapa diantaranya seperti pembangunan Jalan besar di kabupaten jember sampai pembangunan jembatan terpanjang di kabupaten tersebut, sehingga perusahaan ini mendapat banyak penghargaan dari berbagai Lembaga dan instansi pemerintahan. 2. Bahwa pada tanggal 4 Juni 2015 Vicky Alvian, S.H., M.Hum yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Adhi Rizki Prathama sejak tahun 2010, mengundurkan diri karena berniat mencalonkan diri sebagai calon Bupati Jember pada PILKADA bulan November 2015. Meskipun mundur, perusahaan tersebut secara tidak langsung masih dikendalikan Vicky Alvian, S.H., M.Hum sebagai Beneficial Owner 3. Bahwa pada tanggal 4 Februari 2016 diadakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) yang memutuskan mengenai Program Kerja satu periode kedepan. Dalam Program Kerja yang dipaparkan tersebut, salah satunya membahas mengenai pembangunan dan pemeliharaan beberapa ruas jalan di Jember yang dinilai terjadi penurunan kualitas jalan pada tahun 2016, kemudian untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Kabupaten Jember mengadakan Tender Pengadaan Barang/Jasa, antara lain: 1) Peningkatan Jalan Desa Cumedak-Jalan Ledokombo. 2) Proyek Peningkatan struktur pada ruas Jalan KH Agus Salim-KH Shiddiq-Sentor Prawirodirjo. 3) Pemeliharaan berkala pada ruas Jalan Wolter monginsidi-Jalan Yos Sudarso.
Bahwa rencananya ketiga proyek jalan tersebut akan dibuka pelelangan
tender pengerjaannya pada bulan Agustus 2016, dimana Vicky Alvian, SH., M.Hum telah mengethui rencana pembukaan lelang tender proyek Peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan Kabupaten Jember tahun 2016 tersebut. 4. Bahwa Pada tanggal 13 Juli 2016, Vicky Alvian, S.H., M.Hum bertemu dengan Adhisti Aprilia, S.E., M.M dan Miftachul Arif, S.T., M.T di Hotel Horizon di Surabaya. 5. Bahwa Vicky Alvian, S.H., M.Hum memberikan penjelasan berkaitan dengan proyek tender tersebut, kemudian Vicky Alvian, S.H., M.Hum berkongkalikong dengan Adhisti Aprilia, S.E., M.M dan Miftachul Arif, S.T., M.T agar seluruh tender tersebut dapat dimenangkan oleh PT Adhi Rizki Prathama, maka PT Adhi Rizki Prathama harus menggunakan bendera perusahaan lain guna menyamarkan identitasnya. Selain itu Vicky Alvian, S.H., M.Hum meminta hadiah 5% dari nilai total nilai proyek Rp 32.321.000.000,00 (tiga puluh dua miliyar tiga ratus dua puluh satu juta rupiah) yaitu sebesar Rp 1.616.050.000,00 (satu miliar enam ratus enam belas juta lima puluh ribu rupiah) jika berhasil mewujudkannya. 6. Bahwa setelah adanya pertemuan tersebut, tanggal 23 Juli 2016 Vicky Alvian, S.H.,M.Hum, Adhisti Aprilia, S.E., M.M, beserta Miftachul Arif , S.T., M.T melakukan pertemuan dengan Fachrie Shahab, S.T., M.T selaku Direktur Utama dari PT Hanna Satguna Jaya (PT HSJ) dan Brillyanda Robby, S.E selaku dari Direktur Utama dari PT Sayidah Ratu Persada (PT SRP) di Karoke Melati. Pertemuan tersebut membahas mengenai PT Adhi Rizki Prathama yang berencana akan menggunakan bendera PT Hanna Satguna Jaya untuk tender proyek peningkatan struktur pada ruas jalan KH Agus Salim-KH Shiddiq-Sentor Prawirodirjo dan menggunakan bendera PT Sayidah Ratu Persada untuk tender proyek pemeliharaan berkala pada ruas jalan Wolter Monginsidi - Yos Sudarso. Pada akhirnya kedua perusahaan pemilik bendera tersebut hanya akan diberikan fee pinjam bendera sebesar 1,5% (satu setengah) persen dari nilai kontrak. Kemudian PT Adhi Rizki Prathama sendiri akan mengikuti Tender Proyek Peningkatan Jalan Desa Cumedak – Jalan Ledokombo. 7. Bahwa untuk memenangkan proyek tersebut agar ketiga proyek tersebut dapat dimenangkan oleh PT Adhi Rizki Prathama Pada tanggal 24 Juli 2016 Vicky Alvian berkongkalikong terkait dengan proyek ini dan berjanji akan memberikan uang sebesar Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Sugeng Riyadi, S.T., M.T selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Jember, jika berhasil memenangkan PT Adhi Rizki Prathama (PT ARP), PT Hanna Satguna Jaya (PT HSJ), dan PT Sayidah Ratu Persada (PT SRP). Pemberian uang kepada Sugeng Riyadi, S.T., M.T tersebut, diserahkan dalam dua tahap,yaitu tahap pertama pada 24 Juli 2016 sebesar Rp 300.000,000,00 (tiga ratus juta rupiah) via transfer Bank Maju Mundur (BMM), tahap kedua pada saat proyek selesai sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) di waktu yang belum ditentukan. Maka dari itu pada 25 Juli 2016, Sugeng Riyadi, S.T., M.T selaku Pengguna Anggaran, menempatkan orang kepercayaannya yaitu Buana Wacana, ST., MT. sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), setelah itu Pada 26 Juli 2016 ditetapkanlah Abdul Rakhim, S.T., M.T untuk menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk Proyek Peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan Kabupaten Jember tahun 2016 dari bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jember. Setelah resmi ditetapkan Abdul Rakhim, S.T., M.T diarahkan oleh Sugeng Riyadi, S.T., M.T untuk membuat paket pengadaan proyek yang dibawah standar anggaran, agar PT Adhi Rizki Prathama memperoleh keuntungan yang besar. Pada 26 Juli 2016 Abdul Rakhim, S.T., M.T sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mendapatkan imbalan dari Sugeng Riyadi, S.T., MT sebesar Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah) juta yang ditransfer via Bank Indonesia Kaya (BIK). 8. Bahwa pada tanggal 10 Agustus 2016, kemudian sesuai hasil pemenang proyek tender dengan dikeluarkannya Letter Of Award yang menyatakan PT Adhi Rizki Prathama, PT Hanna Satguna Jaya, dan PT Sayidah Ratu Persada selaku pemenang dari proyek tender akan mengerjakan proyek peningkatan dan pemeliharaan beberapa ruas jalan di Jember pada tahun 2016 - 2017 nantinya. Setelah itu, Vicky Alvian, S.H., M.Hum melakukan pembagian anggaran kepada PT Adhi Rizki Prathama, PT Hanna Satguna Jaya, dan PT Sayidah Ratu Persada yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2016, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bantuan Provinsi Tahun Anggaran 2017 pada APBD Kabupaten Jember. 9. Bahwa PT Adhi Rizki Prathama mendapatkan keuntungan sebesar ........ dari ketiga proyek yang di jalankan.
II. Permasalahan Hukum
1. Apakah perbuatan hukum yang diuraikan pada kasus posisi diatas termasuk ke dalam pertanggungjawaban pidana korporasi? 2. Apakah dalam tindak pidana pencucian uang pihak korporasi dapat di gantikan oleh perorangan?
III. Analisa dan Pendapat Hukum
1. Perbuatan Hukum Yang Diuraikan Pada Kasus Posisi Diatas Termasuk Ke Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Tindak pidana korporasi dapat pula dikategorikan sebagai kejahatan transnasional yang bersifat terorganisir. Dikatakan demikian karena kejahatan korporasi melibatkan suatu sistem yang tersistematis serta unsur - unsurnya yang sangat kondusif. Dikatakan melibatkan suatu sistem yang tersistematis karena adanya organisasi kejahatan (Criminal Group) yang sangat solid baik karena ikatan etnis, kepentingan politis maupun kepentingan - kepentingan lain, dengan kode etik yang sudah jelas. Sedangkan terkait dengan “unsur- unsurnya yang sangat kondusif” bahwa dalam tindak pidana korporasi selalu ada kelompok (protector) yang antara lain terdiri atas para oknum penegak hukum dan professional. dan kelompok-kelompok masyarakat yang menikmati hasil kejahatan yang dilakukan secara tersistematis tersebut.Perlu pula dikemukakan bahwa kejahatan ini seringkali mengandung elemen- elemen kecurangan (deceit), penyesatan (misrepresentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts), manipulasi, pelanggaran kepercayaan (breach of trust), akal-akalan (subterfuge) atau pengelakan peraturan (ilegal circumvention) sehingga sangat merugikan masyarakat secara luas. Selain itu, menurut Mardjono Reksodiputro, tindak pidana korporasi merupakan bagian dari White Collar Crime yang dikemukakan oleh Shutherland berikut ini: “…is a violation of criminal law by the person of the upper socio economic class in the course of his occupational activities” yang mana kejahatan kerah putih adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai tingkat sosial ekonomi kelas atas yang berhubungan dengan jabatannya). Terkait dengan korporasi sebagai pembuat tindak pidana, ketika korporasi melakukan suatu tindak pidana, maka korporasi tersebut seharusnya dapat dimintakan dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukannya baik yang ditunjukan langsung kepada korporasi yang bersangkutan ataupun yang ditunjukan kepada pengurus-pengurusnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sudah dengan tegas mengatur korporasi sebagai subjek hukum dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Membahas masalah pertanggungjawaban pidana korporasi tentu tidak bisa dilepaskan dari tindak pidana. Dalam ilmu hukum pidana terdapat dua aliran yang membahas antara tindak pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Aliran pertama adalah aliran monoistis yang memandang bahwa di dalam tindak pidana terkandung juga pertanggungjawaban. Aliran kedua adalah aliran dualistis. Penganut aliran dualistis memahami bahwa dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk di dalamnya masalah pertanggunggjawaban, karena tindak pidana hanya merujuk pada dilarangnya suatu perbuatan. Dalam hukum pidana yang tersebar di luar KUHP diatur bahwa korporasi dapat melakukan tindak pidana, akan tetapi tanggung jawab untuk itu dibebankan kepada pengurusnya. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 35 UU No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pasal 35 ayat (1) menegaskan: “Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal 32, 33 dan 34 Undang-undang ini dilakukan oleh suatu badan hukum, penuntutan pidana dikenakan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus atau pemegang kuasa dari badan hukum itu.” UU No. 3 Tahun 1982 ini secara tegas membebankan tanggung jawab pidana yang dilakukan oleh korporasi kepada para pengurus/pemegang kuasa dari badan hukum, dengan demikian pengurus yang tidak ikut sertapun harus bertanggungjawab atas semua tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi. Selain pengurus, yang dapat mempertanggungjawabkan pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah mereka yang memberi perintah dan atau mereka yang bertindak sebagai pimpinan. Kemudian dikuatkan dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, telah dijelaskan mengenai peraturan bagaimana sebuah korporasi bisa bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh salah satu fungsionarisnya atau pengendali dari korporasi tersebut. Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No 8 Tahun 20210 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang berbunyi : 1) Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, pasal 5 dilakukan oleh korporasi pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi. 2) Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang : a. Dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi; b. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; c. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah dan dilakukan dengan maksud untuk memberikan manfaat bagi korporasi. Di dalam teori identifikasi atau Alter Ego Theory, merupakan salah satu dari doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi, teori ini menyatakan bahwa tindak pidana dilakukan korporasi jika dilakukan oleh orang – orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi, yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi tersebut baik sendiri – sendiri maupun bersama – sama. Meskipun korporasi bukanlah sesuatu yang dapat berbuat sendiri dan tidak memiliki sikap batin jahat mens rea. Sehingga apabila dikaitkan dengan teori – teori yang telah dikemukakan diatas, sudah sepatutnya dalam hal ini patut untuk dijatuhkan pidana korporasi. Karena, dalam hal ini tindakan yang dilakukan oleh Vicky Alvian untuk kepentingan korporasi terlihat niat dari Vicky Alvian yang berusaha untuk memenangkan PT Adhi Rizki Prathama di dalam pemenangan tender proyek peningkatan dan pemeliharaan jalan di Kabupaten Jember.
2. Apakah dalam tindak pidana pencucian uang pihak korporasi
dapat di gantikan oleh perorangan? Jika suatu koorporasi di jadikan media atau alat pencucian uang maka pertanggungjawaban di bebankan kepada pengurus, sesuai dengan pendapat dari Mardjono Reksodiputro yaitu bahwa dalam perkembangan hukum pidana di Indonesia ada 5 sistem mertanggungjawaban korporasi sebagai subyek tindak pidana, yaitu : 1) Pengurus korporasi sebagai pembuat 2) penguruslah yang bertanggungjawab 3) korporasi sebagai pembuat 4) pengurus yang bertanggungjawab dan 5) korporasi sebagai pembuatan yang bertanggungjawab. Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab, kepada pengurus korporasi dibebankan kewajiban tertentu. Sistem pertanggungjawaban yang di lakukan pengurus korporasi di tandai dengan pengakuan timbul dalam perumusan undang-undang bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh perserikatan atau badan usaha (korporasi), tapi tanggungjawab untuk itu menjadi beban dari pengurus badan hukum (korporasi). Dalam sistem pertanggungjawaban ini korporasi bisa menjadi pembuat tindak pidana, tapi yang bertanggungjawab adalah para anggota pengurus. Pengurus korporasi dapat dikatakan bertindak mewakili korporasi, yang sebagaimana diatur dalam undang–undang ini, apabila: 1) Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; 2) Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; 3) Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; 4) Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi. Jika melihat di Pasal 398 KUHP tidak membebankan tanggung jawab pidana korporasinya, tetapi kepada pengurusnya atau komisarisnya, hal serupa juga terdapat dalam ketentuan Pasal 399 KUHP, yaitu merupakan tindak pidana yang menyangkut pengurus atau komisaris perseroan terbatas dan sebagainya yang dalam keadaan pailit merugikan perseroannya. Ketentuan dalam KUHP tersebut jelas menganut subyek dalam hukum pidana adalah orang, hal tersebut sebagaimana ditegaskan juga dalam ketentuan Pasal 59 KUHP yang menegaskan bahwa bahwa pengurus, atau anggota- anggota badan pengurus maupun komisaris-komisaris yang melakukan pelanggaran dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana korporasi dibebankan kepada pengurusnya. Dalam beberapa putusan pengadilan yang seharusnya korporasi dapat dituntut, tetapi dituntut dan dipidana adalah pengurus dari korporasi tersebut. Hal ini membawa konsekuensi sulitnya ditemukan yurisprudensi tentang korporasi sebagai subyek tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana korporasi diatur dalam ketentuan Pasal 6 sampai Pasal 9 UU TPPU, Pasal 6 ayat (1) menentukan “Dalam hal Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi . Personil Pengendali Korporasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 14 UU TPPU adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya. Korporasi sebagai subjek hukum artinya membawa hak dan kewajiban, sehingga apabila korporasi melanggar kewajiban atau berbuat tanpa hak maka korporasi dapat dipertanggungjawabkan. Dari penjelasan di atas, maka sistem pertanggungjawaban pidana korporasi pada tindak pidana pencucian uang dapat dibagi menjadi empat sistem pertanggungjawaban pidana yaitu: Korporasi yang bertindak sebagai pelaku tindak pidana maka korporasi sendiri yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 1. Korporasi sebagai pelaku maka personil pengendali korporasi (pengurus korpoasi) yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 2. Korporasi bersama dengan personil pengendali korporasi sebagai pelaku dan keduanya harus memikul pertanggungjawaban pidana. 3. Pengurus korporasi berperan sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang maka beban pertanggungjawaban pidananya hanya dibebankan kepada pengurus korporasi saja.
IV. KESIMPULAN
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sudah dengan tegas mengatur korporasi sebagai subjek hukum dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Disebutkan dalam teori identifikasi atau Alter Ego Theory, merupakan salah satu dari doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi, teori ini menyatakan bahwa tindak pidana dilakukan korporasi jika dilakukan oleh orang – orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi, yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi tersebut baik sendiri – sendiri maupun bersama – sama. Meskipun korporasi bukanlah sesuatu yang dapat berbuat sendiri dan tidak memiliki sikap batin jahat mens rea. Sistem pertanggungjawaban pidana korporasi pada tindak pidana pencucian uang dapat dibagi menjadi empat sistem pertanggungjawaban pidana yaitu: 1) Korporasi yang bertindak sebagai pelaku tindak pidana maka korporasi sendiri yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 2) Korporasi sebagai pelaku maka personil pengendali korporasi (pengurus korpoasi) yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 3) Korporasi bersama dengan personil pengendali korporasi sebagai pelaku dan keduanya harus memikul pertanggungjawaban pidana. 4) Pengurus korporasi berperan sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang maka beban pertanggungjawaban pidananya hanya dibebankan kepada pengurus korporasi saja.