Anda di halaman 1dari 7

KASUS POSISI LEGAL OPINION

The 3rd National Business Legal Talk 2023

Perkembangan Financial Technology (Fintech) menjadi isu finance kontemporer


saat ini. Masifnya transformasi digital dan perubahan gaya hidup masyarakat menjadi faktor
pendorong perkembangan dan pertumbuhan industri fintech. Peer to Peer Lending (P2P
Lending), Securities Crowdfunding (SCF), dan Digital Banking menjadi beberapa contoh
fintech yang berkembang pesat di Indonesia. Terlebih pemerintah telah menerbitkan beleid
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi sebagai kerangka hukum perlindungan
ekosistem digital. Di satu sisi, Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki
potensi ekonomi syariah yang sangat besar.
Di Indonesia, PT Aligo dan PT Zonline menjadi representasi startup yang menarik
perhatian publik. Perkembangan kedua startup sebagai bisnis rintisan sangat pesat sehingga
menginspirasi banyak pebisnis untuk membuat perusahaan rintisan baru. PT Aligo adalah
perseroan terbatas yang bergerak di bidang transportasi dan e-commerce berbasis digital yang
tergolong dalam startup unicorn. Perusahaan ini berkantor pusat di Jl. Meruya Selatan 26-5,
Jakarta Barat, 11640 yang didirikan melalui akta pendirian perusahaan yang dibuat dan
disahkan di hadapan Aseham Frideric, S.H., selaku Notaris di Jakarta Barat, No. 12 Tahun
2011 serta telah mendapatkan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
berdasarkan Surat Keputusan Nomor AHU-11285.AH.04.02 tahun 2011 tertanggal 04
Februari.
PT Zonline adalah perseroan terbatas yang lingkup usahanya digital payment, Peer
to Peer (P2P) Lending, dan crowdfunding dengan mekanisme pengelolaan berbasis syariah.
Perusahaan ini berkantor pusat di Jl. Laksamana Malahayati 2, Jakarta Timur, 13420 yang
didirikan melalui Akta Pendirian Perusahaan yang dibuat dan disahkan di hadapan Ezra Kafi,
S.H., selaku Notaris di Jakarta Timur, No. 25 Tahun 2009 serta telah mendapatkan
pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan Nomor AHU-
11285.AH.09.09 tahun 2009 tertanggal 09 Juli.
PT Zonline dan PT Aligo sebagai dua Startup Unicorn telah melakukan merger
menjadi PT Alizon yang bergerak di bidang layanan keuangan digital berbasis syariah pada
tanggal 23 Januari 2020 berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM RI
Nomor AHU-11285.AH.09.20. Core bisnis PT Alizon yaitu pinjaman online, zakat dan
sedekah online, serta transaksi pembayaran online. PT Alizon berkantor pusat di Jl. Jend.
Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat, 10270. PT Zonline dan PT Aligo resmi melakukan merger
melalui akta penggabungan yang dibuat dan disahkan di hadapan Farras Arrabi, S.H.,M.Kn.,
selaku Notaris di Jakarta Pusat dengan susunan organisasi perusahaan PT Alizon, sebagai
berikut:
1. CEO dengan susunan sebagai berikut:
CEO Grup : Ainsley Adam
CEO PT Zonline : Arsenio Bahrayn
CEO PT Aligo : Natsu Chaong Do
2. Komisaris dengan susunan sebagai berikut:
Komisaris Utama : Albert Smith
Komisaris & Co-Founder : Monreld Louis
Komisaris Independen : Raline Brown
3. Pemegang Saham dengan komposisi dan susunan sebagai berikut:
a. Ainsley Adam dengan persentase kepemilikan sebesar 33%
b. Roni Setyawan dengan persentase sebesar 24%
c. Bambang Sugiarto dengan persentase sebesar 13%
d. Publik (masing-masing di bawah 5%) dengan persentase sebesar 30%

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan pada tanggal 07 Januari
2021 yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan
Perseroan Terbatas Alizon Tbk Nomor 53 dan dibuat dengan Akta Notaris No. 053/2021
membahas mengenai ekspansi usaha yang akan dilakukan oleh PT Alizon. Dalam RUPS
tersebut telah disepakati dan disetujui bahwa PT Alizon diperbolehkan untuk melakukan
ekspansi usahanya di negara Uni Emirat Arab, Inggris, dan Turki. PT Alizon dalam hal ini
diperbolehkan untuk mengakses pinjaman dengan limit maksimal Rp50.000.000.000.000,00
(lima puluh triliun rupiah) dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak ada pengalihan kepemilikan saham PT Alizon selama dalam masa kredit;
2. Tidak ada perubahan struktur Direksi dan Komisaris tanpa persetujuan RUPS;
dan
3. Kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi sehat.

Ainsley Adam selaku CEO dari PT Alizon melakukan komunikasi dan approach
ke Bank AS sebagai Bank BUMN dengan aset terbesar di Indonesia. Bank AS diwakili oleh
Yuka Saraswati selaku Head of Retail Banking juga menyampaikan bahwa skema kredit
yang akan diberikan adalah kredit sindikasi dengan difasilitasi oleh beberapa bank sebagai
berikut:
1. Bank Aka Syariah (“Bank AS”) merupakan salah satu badan usaha milik
negara terkemuka di Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta Selatan. Bank
AS bersedia memberikan pembiayaan kredit dengan plafon kredit sebesar
Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
2. Bank Kalkia Yazarim (“Bank KY”) merupakan bank internasional yang
beroperasi di Turki. Bank KY bersedia memberikan pembiayaan kredit
dengan plafon kredit sebesar USD 1.600.835.000 (satu miliar enam ratus juta
delapan ratus tiga puluh lima ribu Dolar Amerika);
3. Bank Libelle Ambros (“Bank LA”) merupakan suatu Badan Usaha Milik
Swasta yang berkantor pusat di Jakarta Pusat. Bank LA bersedia memberikan
pembiayaan kredit dengan plafon kredit sebesar Rp10.000.000.000.000,00
(sepuluh triliun rupiah).

Untuk mengakses kredit tersebut PT Alizon, mengajukan beberapa aset untuk


menjadi agunan, yaitu sebagai berikut:
A. Jaminan Pokok
1) Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 00653/06.04/2021 atas nama PT Alizon
dengan luas 30 ha yang terletak di Jl. Rasuna Said, Jakarta Pusat, dengan nilai
agunan sebesar Rp22.000.000.000.000,00 (dua puluh dua triliun rupiah);
2) Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 00654/07.04/2013 atas nama PT Aligo
dengan luas 36 ha yang terletak di Jl. Sudirman, Jakarta Selatan, dengan nilai agunan
sebesar Rp26.000.000.000.000,00 (dua puluh enam triliun rupiah);
3) Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 00656/08.05/2014 atas nama PT Zonline
dengan luas 24 ha yang terletak di Jl. Thamrin, Jakarta Pusat, dengan nilai agunan
sebesar Rp14.000.000.000.000,00 (empat belas triliun rupiah);
4) Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah yang terletak di Jl. Angkasa No. 22, Jakarta Pusat,
10610 dengan No.177. Gambar Situasi tanggal 25-04-2013. No. 00657/25.04/2013
dengan luas 2,68 ha. Atas nama pemegang Hak yaitu Roni Setyawan dengan nomor
surat pernyataan kerelaan jaminan 06.01/PT-AL/IV/2014. SHM ini mempunyai nilai
agunan sebesar Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh milliar rupiah);
5) Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah yang terletak di Jl. Cideng Barat 45-43, Jakarta
Pusat, 10150 dengan No.179. Gambar Situasi tanggal 09-05-2012. No.
00674/09.05/2012 dengan luas 2,87 ha. Atas Nama pemegang Hak Ainsley Adam
dengan nomor surat pernyataan kerelaan jaminan 06.02/PT-AL/V/2015. SHM ini
mempunyai nilai agunan sebesar Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh
milliar rupiah).

B. Jaminan Tambahan
1) Hak Cipta dengan Nomor HKI.5.HI.07.10.57505/2021 berupa Hak Cipta dalam
bentuk aplikasi “Alizonapps” atas nama pencipta PT Alizon dengan nilai valuasi
sebesar Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) yang mana jangka
waktu berlakunya selama pencipta masih hidup dan terus berlangsung hingga 50
(lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.
2) Hak Merek dengan Nomor HKI.6.HI.08.11.58506/2021 berupa Hak Merek dalam
bentuk merek produk dan jasa dengan nama “AmeenaPay” dengan pemegang hak
atas merek PT Alizon dengan nilai valuasi sebesar Rp15.000.000.000.000,00 (lima
belas triliun rupiah) yang mana jangka waktu berlakunya yaitu 10 tahun dimulai
sejak tahun 2021 dengan nomor registrasi IDM0009723922.
Kemudian, pada tanggal 23 Mei 2021 dilakukan penandatanganan Perjanjian
Kredit Sindikasi yang dibuat di hadapan oleh Notaris Tyas Maharani, S.H.,M.Kn., antara
PT Alizon dengan Bank AS, Bank LA, dan Bank KY dengan jangka waktu perjanjian 10
(sepuluh) tahun. Setelah dilakukan penandatanganan perjanjian, pihak-pihak kreditur yang
bersindikasi kemudian menunjuk Bank AS sebagai agen fasilitas, Bank LA sebagai agen
sekuritas, dan Bank KY sebagai agen escrow.
Dalam perjanjian Kredit Sindikasi ini, ekspansi dilakukan bertahap dimulai dari
Negara Uni Emirat Arab, Inggris, dan yang terakhir Turki. Lalu para pihak menyepakati
bahwa mengenai pencairan kredit dilakukan melalui 4 (empat) termin yang dibayarkan
sebagai berikut:
1. Pencairan kredit termin pertama diberikan untuk proyek ekspansi usaha di Uni Emirat
Arab dengan besaran pemberian kredit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari total
kredit yang akan diberikan, yaitu senilai Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun
rupiah) yang dibebankan kepada Bank AS sebagai uang muka pengerjaan dan
dibayarkan pada tanggal 23 Mei 2021 setelah izin usaha dan infrastruktur perusahaan
(pembangunan kantor fisik, tenaga kerja, IT) di Uni Emirat Arab mencapai 30% (tiga
puluh persen);
2. Pencairan kredit termin kedua diberikan untuk proyek ekspansi di Inggris sebesar
30% (tiga puluh persen) dari total kredit yang akan diberikan, yaitu senilai
Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) yang dibebankan kepada Bank
KY, diberikan pada tanggal 22 Agustus 2022 setelah izin usaha dan infrastruktur
perusahaan (pembangunan kantor fisik, tenaga kerja, IT) PT Alizon di Inggris telah
mencapai 30% (tiga puluh persen). Izin usaha PT Alizon harus sudah ada dan lengkap
sesuai dengan ketentuan regulasi yang ada sebagai persyaratan pencairan kredit
termin ketiga;
3. Pencairan kredit termin ketiga diberikan untuk proyek ekspansi di Turki sebesar 20%
(dua puluh persen) dari total kredit yang akan diberikan, yaitu senilai
Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) yang dibebankan kepada Bank LA
dan diberikan pada tanggal 21 November 2022 setelah izin usaha dan infrastruktur
perusahaan (pembangunan kantor fisik, tenaga kerja, dan IT) di Turki dengan
ketentuan bahwa progres fisik pengerjaan sudah dilaksanakan dan telah mencapai
30% (tiga puluh persen);
4. Pencairan kredit termin keempat diberikan untuk biaya operasional pengadaan
berbagai alat transportasi sebesar 20% (dua puluh persen) dari total kredit yang akan
diberikan pada tanggal 20 Februari 2023, yaitu senilai Rp10.000.000.000.000,00
(sepuluh triliun rupiah) yang dibebankan kepada Bank KY dan diberikan setelah
semua progres selesai.

Saat progres termin kedua berakhir, yakni pada tanggal 18 November 2022 terjadi
kasus kebocoran data pribadi dalam platform “Alizonapps”. Data pribadi 12 juta pengguna
platform diduga bocor. Platform Alizonapps mengalami data breach. PT Alizon digugat
secara perdata melalui gugatan class action oleh Aliansi Pengguna Alizonapps. Bahkan,
Ainsley Adam, dan beberapa CEO yang lain dikasuskan secara pidana oleh Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Laporan tersebut diproses melalui Laporan No. Pol:
LP/507B/XI/2022/Reskrim di Polda Metro Jaya pada tanggal 30 November 2022.
Di sisi lain terdapat masalah terkait jaminan yang berupa Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). HKI dimungkinkan menjadi jaminan pembiayaan melalui jaminan fidusia. Namun,
belum ada regulasi terkait penghitungan valuasi HKI sebagai jaminan dari OJK. Di samping
itu, juga belum ada penilai publik (appraisal) jaminan perbankan yang diakui untuk menilai
HKI sehingga HKI belum dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan oleh bank
sebagaimana hak kebendaan lainnya. Kondisi tersebut mengakibatkan hak cipta dan hak
merek yang digunakan sebagai jaminan PT Alizon belum diikat sebagai objek jaminan.
Mendekati pencairan kredit di termin ketiga, negara Turki mengeluarkan Turkey
Startup Act 2022 yang berdampak pada pencairan kredit PT Alizon. Dalam Turkey Startup
Act 2022, terdapat ketentuan yang bunyinya sebagai berikut:
Article 1: Digital financial services providers must be incorporated;
Article 2: A legal entity, as mentioned in Article 1, is a legal entity that exists in
Turkey;
Article 3: Foreign legal entities are prohibited from carrying out digital financial
services business activities.
Kondisi tersebut berdampak pada pencairan kredit PT Alizon karena Bank AS, Bank
KY, dan Bank LA menghadapi risiko hukum dan risiko kredit. Berdasarkan pertimbangan
beberapa kasus tersebut, Bank AS, Bank KY, dan Bank LA menyepakati bahwa pencairan
kredit sindikasi kepada PT Alizon untuk sementara di hold. Belum lengkapnya izin usaha
yang harus ada sebagai syarat pencairan kredit di termin ketiga juga menjadi pertimbangan
bagi bank kreditur untuk mengambil keputusan tersebut. Kebijakan tersebut mengakibatkan
PT Alizon mengalami kerugian karena sudah membangun infrastruktur bisnis baik perizinan
usaha, bangunan fisik, periklanan, sumber daya manusia, dan sistem teknologi informasi.
Total potensi kerugian yang dialami mencapai Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun
rupiah) untuk kerugian materiil dan Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) untuk
kerugian immateriil.
PT Alizon meminta Saudara untuk memberikan pendapat hukum (legal opinion) guna
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapinya. Penyelesaian tersebut dirangkum
dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah policy dari Turki yang melarang startup asing untuk menjalankan usaha di Turki
dapat menjadi force majeure untuk membatalkan pencairan kredit pada termin ketiga?
2. Apakah Kreditur Bank AS, Bank KY, dan Bank LA yang memfasilitasi kredit sindikasi
PT Alizon dengan jaminan Hak Cipta dan Hak Merek tersebut dapat dinyatakan
melanggar regulasi perbankan di Indonesia?
3. Apakah gugatan class action yang dihadapi oleh PT Alizon dan laporan pidana terhadap
CEO PT Alizon terkait kasus kebocoran data pribadi dapat menjadi alasan untuk
membatalkan proses kredit yang sudah berjalan?
4. Tidak lengkapnya izin usaha juga menjadi alasan pembatalan pencairan kredit di termin
ketiga. Izin usaha apa sajakah yang harus dilengkapi oleh penyelenggara fintech layanan
jasa keuangan digital berbasis syariah?
5. Bagaimanakah strategi dan mekanisme penyelesaian sengketa yang ideal antara Bank
Kreditur dan PT Alizon terkait permasalahan tersebut?

Anda mungkin juga menyukai