PT Alizon sebagai perusahaan financial technology (fintech) ingin melakukan ekspansi perusahaan ke negara Turki dengan melakukan kontrak kredit sindikasi, yang mana salah satu krediturnya merupakan bank yang berasal dari negara Turki. Kemudian, singkat cerita muncul peraturan baru di negara Turki yang pada intinya melarang badan hukum asing sebagai penyelenggara fintech untuk mendirikan perusahaannya di negara Turki. Turkey Startup Act 2022 Article 1: Digital financial services providers must be incorporated; Article 2: A legal entity, as mentioned in Article 1, is a legal entity that exists in Turkey; Article 3: Foreign legal entities are prohibited from carrying out digital financial services business activities. Atas dasar tersebut, para kreditur memutuskan untuk menghentikan menyalurkan pinjaman kepada debitur (PT Alizon). Sebagai pengacara dari PT Alizon, bagaimana menyelesaikan permasalahan terhadap PT Alizon?
LIST PERTANYAAN:
No. Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana memahami Untuk memahami force majeure dalam suatu
transaksi, maka perlu membaca dengan detail konsep force majeure mengenai peristiwa-peristiwa apa saja yang dalam sebuah kontrak diklasifikasikan sebagai keadaan kahar/force majeure. Beberapa kontrak bisnis hanya kredit sindikasi dalam menganggap peristiwa-peristiwa yang termasuk perjanjian? Apakah dalam kategori act of god, terorisme, demonstrasi perburuhan, inflasi/deflasi ekstrim sebagai keadaan munculnya regulasi kahar/force majeure, sedangkan tidak memasukkan (undang-undang) setelah peristiwa berupa perubahan hukum/change in law sebagai keadaan kahar. dilakukan perjanjian kredit sindikasi dapat dikatakan Pada prakteknya, dengan dibedakannya klasifikasi antara keadaan kahar dan perubahan hukum dalam sebagai force majeure suatu kontrak bisnis, maka implikasi kontraktual untuk membatalkan proses jika terjadi peristiwa-peristiwa tersebut juga akan berbeda. perjanjian kredit? Beberapa kontrak bisnis yang saya ketahui membedakan antara keadaan kahar dan perubahan hukum, sehingga implikasi kontraktualnya pun juga berbeda.
Dalam keadaan kahar, biasanya pihak yang terkena
dampak akan diwajibkan untuk secara wajar melakukan tindakan perbaikan untuk mengurangi dampak dari keadaan kahar tersebut menjadi seminimal mungkin, dan diwajibkan untuk memulai kembali seluruh pemenuhan kewajibannya setelah keadaan kahar tersebut selesai (kecuali untuk peristiwa keadaan kahar yang berkepanjangan, di mana periode minimalnya ditentukan dalam perjanjian).
Sedangkan, dalam perubahan hukum, biasanya para
pihak harus terlebih dahulu menganalisis perkiraan dampak finansial dan muatannya yang diakibatkan oleh perubahan hukum tersebut. Dan jika dimungkinkan, akan dilakukan renegosiasi skema transaksi dan finansial untuk “work around” perubahan hukum tersebut sepanjang masih dimungkinkan dari sisi legal.
Namun demikian, persamaan dari perubahan hukum
dan keadaan kahar adalah para pihak bisa menjadikan hal tersebut sebagai dasar dari pengakhiran perjanjian, terlebih jika peristiwa tersebut berdampak secara material terhadap isi pokok dari perjanjian.
Adanya peraturan baru yang menghalangi
pelaksanaan perjanjian umumnya dimasukkan dalam perjanjian sebagai peristiwa perubahan hukum yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengakhiri perjanjian – sepanjang perubahan hukum tersebut menyebabkan salah satu pihak tidak dapat melaksanakan setiap kewajiban materialnya berdasarkan perjanjian atau.
Namun, pada prakteknya, para pihak tidak serta
merta mengakhiri perjanjian tersebut. Biasanya mereka mencari cara untuk ‘mengakali’ perubahan tersebut dengan cara merestrukturisasi skema bisnisnya agar tetap sah secara hukum.
Selain itu, perhatikan governing law dari perjanjian
tersebut.
2. Apakah dapat menafsirkan Menurut saya perubahan hukum tidak dapat
dikategorikan sebagai keadaan memaksa sehingga bahwa dalam kasus tersebut tidak termasuk dalam peristiwa yang dimaksud tidak memenuhi Pasal 1244 dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Dalam perjanjian kredit sindikasi yang biasanya dan 1245 KUHPer nominalnya besar, biasanya perubahan hukum tidak sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai force majeure, melainkan sebagai peristiwa tersendiri dengan mekanisme dikatakan force majeure penyelesaian yang berbeda dengan force majeure. dan kreditur dapat kembali Namun demikian, keduanya tetap dapat menjadi dasar pengakhiran perjanjian. melaksanakan penyaluran dana? Sekali lagi, perhatikan governing law dari perjanjian tersebut untuk menentukan ketentuan hukum apa yang berlaku terhadap para pihak dan pelaksanaan perjanjian tersebut.
3. Bagaimana penyelesaian Ada.
yang dapat dilakukan oleh Penting untuk kalian ketahui bahwa hal yang debitur dan kreditur apabila dilarang berdasarkan Turkey Startup Act 2022 perjanjian dinyatakan tidak adalah pelaksanaan kegiatan usaha jasa keuangan dapat dilaksanakan akibat oleh entitas hukum asing, dan bukan larangan bagi force majeure. Adakah Lembaga Keuangan Turki untuk menyalurkan upaya yang masih kredit ke perusahaan jasa keuangan dengan entitas memungkinkan agar debitur hukum asing (dalam hal ini adalah Alizon). Dengan masih dapat menerima demikian, tidak ada keharusan untuk melakukan prestasi dari kreditur? pengakhiran perjanjian kredit atas dasar tersebut. Apakah dimungkinkan dilaksanakan renegosiasi? Para pihak selalu bisa melakukan negosiasi ulang. Coba brainstorming mengenai solusi yang bisa kalian tawarkan agar kredit tetap bisa disalurkan.
Explore berbagai opsi yang dapat ditawarkan
kepada pihak bank. Bisa saja dengan membuat suatu entitas baru berdasarkan hukum Turki (opco – operational company) yang dikendalikan oleh si penerima kredit (d.h.i. Alizon mis. melalui kepemilikan saham) untuk melakukan bisnis di wilayah Turki. Dengan demikian, kredit masih bisa disalurkan untuk tujuan yang disepakati oleh para pihak di awal. Analisis juga dampaknya terhadap perjanjian, apakah perjanjian perlu dinovasi atau cukup didetailkan dalam perjanjian bahwa kredit akan disalurkan secara langsung ke anak perusahaan/opco yang akan didirikan oleh Alizon di Turki.
4. Bagaimana langkah Perhatikan apakah governing lawnya menggunakan
hukum Indonesia? penyelesaian sengketa antara debitur dan kreditur, Kebanyakan perjanjian yang diatur berdasarkan hukum Indo biasanya akan mengatur mengenai apakah debitur dapat pengesampingan ketentuan Pasal 1266 langsung memohon KUHPerdata, dengan demikian pengakhiran perjanjian tidak perlu meminta penetapan membatalkan perjanjian Pengadilan dan cukup berdasarkan kesepakatan para sesuai dengan Pasal 1266 pihak saja. KUHPer atau Adapun untuk arbitrase: sengketa dapat dibawa ke dimungkinkan dilakukan forum Arbitrase HANYA dalam hal perjanjian tsb secara tegas dan nyata mengatur bahwa mediasi/arbitrase terlebih penyelesaian sengketa yang timbul sehubungan dahulu? dengan perjanjian akan dilakukan melalui arbitrase. Itu namanya Pactum Decompromittendo.
Kalau tidak ada pasal di dalam perjanjian yang
mengatur penyelesaian sengketa harus dibawa ke arbitrase, maka forum arbitrase TIDAK memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa tersebut – kecuali para pihak membuat Akta Kompromis, yaitu Perjanjian Arbitrase yang dibuat setelah timbulnya sengketa berupa perjanjian tersendiri (bukan berupa amendment ataupun addendum perjanjian pokok).
Namun demikian, dalam hal ini coba diexplore
terlebih dahulu apakah perjanjian tersebut memang harus diakhiri? Pertimbangkan untuk melakukan renegosiasi untuk menstruktur ulang skema transaksi agar kredit tetap bisa disalurkan. Minta pihak Bank untuk menganalisis ulang risiko kredit dan mitigasinya jika nantinya yang menjadi penerima pinjaman adalah opco yang didirikan oleh Alizon. Dalam hal terdapat perubahan skema kredit, biasanya Bank sindikasi juga akan menyesuaikan skema cash waterfallnya.
Jangan terlalu mudah membatalkan perjanjian.
Untuk dapat menandatangani perjanjian tersebut, dibutuhkan biaya dan usaha yang tidak sedikit baik dari sisi alizon maupun bank sindikasi, mis. untuk due diligence, analisis resiko kredit, penyiapan dokumen, dll. Always try to solve and work around the impediments first.
6. PT Alizon diduga Unfortunately, dalam praktiknya, bisa. Karena bank
mengalami kebocoran data yang punya duit, dan bank punya kewenangan untuk sewaktu-waktu menghentikan penyediaan terhadap platform aplikasi fasilitas kredit kepada kreditur. yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit Biasanya mengenai perjanjian kredit memang agak berat sebelah dan lebih cenderung memproteksi sindikasi. Kebocoran data bank, karena memang mereka yang punya duit. tersebut menyebabkan data pribadi 12 juta pengguna Pada beberapa kasus, bahkan Bank bisa saja mengakhiri perjanjian dalam hal mereka mendengar platform diduga bocor. ada sentimen atau berita buruk yang menurut Kemudian, PT Alizon mereka dapat berdampak pada kemampuan kreditur digugat melalui gugatan untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan class action dan beberapa perjanjian. Biasanya kewenangan Bank ini terdapat di dalam perjanjian kredit. CEO yang lain dikasuskan secara pidana oleh Namun, biasanya pihak Bank tidak akan serta merta Yayasan Lembaga langsung membatalkan perjanjian, melainkan akan terlebih dahulu mengklarifikasi dengan pihak Konsumen Indonesia Alizon mengenai situasi dan kondisi yang terjadi. (YLKI). Sepanjang pihak Alizon dapat meyakinkan Bank bahwa mereka memiliki rencana tindakan korektif Pertanyaan: dan manajemen risiko yang baik untuk Apakah sebuah gugatan menyelesaikan permasalahan tersebut beserta segala yang belum terbukti benar mitigasi atas setiap scenario yang mungkin terjadi, masih ada kemungkinan Bank akan tetap mau adanya, dapat dijadikan melanjutkan pemberian kredit. alasan pembatalan proses kredit yang telah berjalan antara debitur dan kreditur?
6. Apakah sebuah gugatan Baca jawaban nomor 5.
secara class action dan laporan pidana oleh konsumen terhadap adanya dugaan kebocoran data yang disebabkan oleh debitur dapat menyebabkan perjanjian antara debitur dan kreditur dapat dibatalkan?
7. Apabila gugatan maupun Baca jawaban nomor 5.
laporan tindak pidana tidak dapat membatalkan perjanjian, adakah dasar hukum yang mengatur mengenai hal tersebut?