Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

BANTUAN ANALISIS MEKANISME PEMBIAYAAN PRODUK


MURABAHAH PADA BPRS BUMI RINJANI KEPANJEN KANTOR
KAS SINGOSARI

Tim Pelaksana

Yuliyanti M. Manan, SEI,MSI NIDN. 0719078201

Maya Nofita Andriani NIM. 201864310001

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan pengabdian kepada masyarakat ini dengan
baik. Tak lupa penulis sampaikan solawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan suri tauladan kepada kita semua.
Laporan ini berjudul “BANTUAN ANALISIS MEKANISME PEMBIAYAAN
PRODUK MURABAHAH PADA BPRS BUMI RINJANI KEPANJEN KANTOR KAS
SINGOSARI”. Di dalamnya berisi penjelasan terkait BPRS, Mekanisme Pembiayaan Produk
Murabahah dan Analisis Mekanisme Pembiayaan Produk Murabahah Pada BPRS Bumi Rinjani
Kepanjen Kantor Kas Singosari.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan seluruh pihak. Oleh karena itu,
penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada
seluruh pihak yang telah membantu. Terakhir, penulis membuka pintu bagi para pembaca
yang ingin memberikan kritik maupun saran untuk perkembangan laporan pengabdian
penulis kedepannya.

Malang, 06 Maret 2021

Yuliyanti M. Manan, SEI.,MSI


I. PENDAHULUAN

Secara umum bank dikatakan sebagai lembaga keuangan karena bank menjadi
pihak perantara bagi sektor rumah tangga dan sektor industri, khususnya di dalam
menyerap dana dari sektor rumah tangga dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya
kepada sektor industri sebagai kredit investasi. Sekarang ini bank adalah institusi yang
memegang lisensi bank. Lisensi bank diberikan oleh otoritas supervisi keuangan dan
memberikan hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan
dan memberikan pinjaman. Terdapat beberapa jenis bank diantaranya adalah Bank
Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Keberadaan lembaga perbankan syari’ah di Indonesia didorong oleh adanya
desakan yang kuat dari penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, hal ini
dikarenakan mereka ingin terhindar dari transaksi bank yang dipandang mengandung
unsur riba yang bertentangan dengan syariat Islam. Kehadiran perbankan syari’ah
ditengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan
alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan atau memperoleh jasa perbankan tanpa
harus melanggar riba.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syari’ah yang
diidentikan dengan Bank yang berurusan dengan sektor usaha kecil. Banyak sektor
usaha kecil yang sebenarnya layak dibiayai oleh BPRS namun namun karena tidak
memiliki jaminan, maka sektor usaha kecil tersebut tidak mendapatkan pembiayaan
dari bank syari’ah. Pada UU No 21 Tahun 2010 pasal 1 ayat 9 dinyatakan bank
pembiayaan rakyat syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dari sisi ekonomi, masyarakat akan berusaha untuk memperoleh pendapatan.
Pendapatan digunakan untuk konsumsi atau memenuhi kebutuhan atau selebihnya
digunakan untuk menabung. Dalam aktivitas menabung masyarakat dapat
menggunakan jasa lembaga keuangan yaitu bank untuk menyimpan dananya. Dengan
diterapkannya dual banking system berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008
yang berisi bahwa perbankan syariah adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank
syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya maka bank syariah mempunyai
kesempatan besar untuk memperbesar pangsa pasarnya apalagi ditambah dengan
Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 yang menyatakan bunga di bank konvensional
adalah termasuk riba dan haram bagi umat Islam. Hal tersebut keterkaitannya dengan
adanya kesadaran umat Islam dalam bermuamalah, sehingga mereka terhindar dari
riba.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syari’ah tertuang
pada surat direksi bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/ tentang bank perkreditan
rakyat berdasarkan prinsip syari’ah pada tanggal 12 Mei 1999. Dalam hal ini pada
teknisnya BPR Syari’ah beroperasi layaknya BPR konvensional namun menggunakan
prinsip syari’ah.
Pembiayaan murabahah merupakan salah satu pembiayaan dimana pembelian
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Kodifikasi produk perbankan syari’ah memberikan definisi akad murabahah dari segi
transaksi murabahah, sedangkan UU Perbankan Syari’ah memberikan definisi akad
murabahah dari pengertian produk pembiayaan sebagai salah satu bentuk kegiatan
usaha bank syari’ah.
Dalam pembiayaan murabahah, bank dapat meminta nasabah untuk
menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Karena barang yang dijual oleh bank
kepada nasabah sejak akad sudah menjadi milik nasabah dan dapat di balik nama atas
nasabah yang bersangkutan. Produk pembiayaan murabahah pada BPRS Bumi
Rinjani Kantor Kas Singosari merupakan produk yang banyak diambil oleh nasabah.
Volume transaksi dengan akad murabahah yang dominan menjadikan produk ini
menjadi salah satu preferensi dalam aktivitas pembiayaan nasabah BPRS Bumi
Rinjani Kantor Kas Singosari, sehingga pertimbangan aspek security, Flexibilitas
sistem alur layanan serta Transaparansi dan akuntabilitas dalam sistem operasional
produk layanan tersebut sangat mutlak diperlukan. Untuk itu diperlukan analisis
terkait mekanisme pembiayaan pada produk murabahah Pmg Di BPRS Bumi Rinjani
Kepanjen Kantor Kas Singosari.

II. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah :
“Bagaimana Mekanisme Pembiayaan Pada Produk Murabahah Pmg Di BPRS Bumi
Rinjani Kepanjen Kantor Kas Singosari ?".
III. TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN
Tujuan dari program pengabdian pada BPRS Bumi Rinjani Kepanjen adalah untuk
menganalisis Mekanisme Pembiayaan Pada Produk Murabahah Pmg Di BPRS Bumi
Rinjani Kepanjen Kantor Kas Singosari.

IV. KHALAYAK SASARAN


Sasaran dari kegiatan ini adalah:
Nama : PT BPRS Bumi Rinjani Kepanjen Kantor kas Singosari
Berdiri : 16 November 1992
Jenis Usaha : Lembaga Keuangan
Alamat : Jl. Tumapel 81 Rt. 003/006 Pagentan-Singosari
PT BPRS Bumi Rinjani Kepanjen didirikan pada tanggal 16 Nopember 1992
berdasarkan Akte Notaris No. 132 tertanggal 16 Oktober 1991 dan akte perubahan
no.54 tertangga l 9 Mei 1992 yang dibuat dihadapan Darma Sanjata Sudagung,SH,
Notaris di Malang dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
no.C2-4578.HT.01.01.TH.92 serta ijin usaha dari Departemen Keuangan Republik
Indonesia No.Kep-072-KM.17-1992 tanggal 9 Nopember 1992, dan pada tahun 2006
dikonversi menjadi BPR Syariah berdasarkan Akte Perubahan Anggaran dasar No.36
tanggal 20 Januari 2006 yang dibuat dihadapan Darma Sanjata Sudagung,SH, Notaris
di Malang dengan pengesahan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia No. C-
07-850 HT.01.04.TH.2006 tanggal 17 Maret 2006 serta Ijin Perubahan Kegiatan
Usaha Konvensional Menjadi Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dari
Gubernur Bank Indonesia Nomor : 8/57/KEP.GBI/2006 tanggal 7 Agustus 2006.
Serta Anggaran dasar tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan
terakhir karena merger dengan PT BPRS Bumi Rinjani Probolinggo yang masih
merupakan satu grup dengan Kepanjen berdasarkan Akte Perubahan Anggaran dasar
No. 17 tanggal 25 Juli 2018 yang dibuat dihadapan notaris Galu Eva Purnama
Sh,M.Kn Notaris di Malang dengan pengesahan Departemen Hukum Dan Hak Asasi
Manusia No. AHU-0006767.01.10 tanggal 07 Agustus 2018.
PT BPRS Bumi Rinjani Kepanjen memiliki kantor layanan sebagai berikut :
a. Kantor Pusat : Jl. A Yani No 130 Kepanjen
b. Kantor Cabang :
1) Jl DR Wahidin Ruko KAV. No 3 Gondanglegi
2) Jl Raya Dringu No 110 Probolinggo
c. Kantor Kas:
1) Jl Raya Donomulyo No. 62 Donomulyo
2) Jl. Raya Pakisjajar ruko kavling No. 05 RT 01 RW 04 Pakis
3) Jl. Gatot Subroto 317-319 Turen
4) Jl. Kertanegara RT 04/001 Karangploso
5) Jl. Taman Suci No. 8 Wonokerto
6) Jl. Pasar Sitirejo Kav E no. 20 Wagir
7) Jl. Sidomulyo RT 025/RW 007 Wandapuro - Bululawang
8) Jl. Tumapel 81 Rt. 003/006 Pagentan-Singosari
9) Jl. Panglima Sudirman no 102-Lawang
10) Jl. Tlogosari Rt 02 Rw 04 Tirtoyudo
11) Dusun Brukan RT.007/RW.001 Maron Kidul

V. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah


1. Pengertian
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syari’ah yang
diidentikan dengan Bank yang berurusan dengan sektor usaha kecil. Banyak
sektor usaha kecil yang sebenarnya layak dibiayai oleh BPRS namun namun
karena tidak memiliki jaminan, maka sektor usaha kecil tersebut
tidak mendapatkan pembiayaan dari bank syari’ah. Hal ini disebabkan
karena bank syari’ah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang
disalurkan nya secara utuh kepada para deposan/penabung. Sehingga untuk
menjamin keamanan dana para deposan/penabung bank syariah meminta
jaminan kepada para nasabah debiturnya. Sebenarnya kendala jaminan ini tidak
boleh membuat Bank Syari’ah tidak menyalurkan pembiayaan ke sektor usaha
kecil.
Menurut undang-undang (UU) perbankan no. 7 tahun 1992, BPR adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan uang hanya dalam bentuk deposito
berjangka tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dalam bentuk
itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Pada UU perbankan no. 10 tahun
1998 disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syari’ah. Pada UU No 21 Tahun 2010 pasal 1 ayat 9 dinyatakan bank
pembiayaan rakyat syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pengaturan pelaksanaan BPR yang menggunakan prinsip syari’ah
tertuang pada surat direksi bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/ tentang bank
perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syari’ah pada tanggal 12 Mei 1999.
Dalam hal ini pada teknisnya BPR Syari’ah beroperasi layaknya BPR
konvensional namun menggunakan prinsip syari’ah.
Tujuan didirikan BPR Syari’ah adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah yang pada umumnya di daerah pedesaan.
b. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan sehingga dapat
mengurangi arus urbanisasi.
c. Membina semangat ukhuwah islamiyyah melalui kegiatan ekonomi dalam
rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang
memadai.

2. Landasan Hukum Operasional Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah

Adapun dasar hukum yang dijadikan kebijakan operasional Bank


Pembiayaan Rakyat Syari’ah di antaranya adalah:

a. PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syari’ah dalam


Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Bank Syari’ah beserta ketentuan perubahannya.
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum
Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah.
c. Peraturan Bank Indonesia nomor 8/25/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004
tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syari’ah.
d. PJOK Nomor 22/PJOK.04/2004 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh
Penyedia Jasa Keuangan di Pasar Modal.
e. PJOK Nomor 24/PJOK.03/2015 tentang Produk Aktivitas Bank Syari’ah
dan Unit Usaha Syari’ah.
f. PJOK Nomor 3/PJOK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah.
g. PJOK Nomor 31/PJOK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Pembiayaan
Syari’ah.
h. POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa
Keuangan.
i. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2010 tentang Perbankan Syari’ah.

3. Aspek Hukum Akad Pembiayaan Syari’ah


a. Perikatan dan Perjanjian
Menurut Subekti (2002) suatu perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban
memenuhi tuntutan itu. Sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini
ditimbulkan suatu Perhubungan antara dua orang itu yang dinamakan
perikatan. Maka perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan.
Berdasarkan ketentuan pasal 1233 KUH Perdata terdapat dua
sumber perikatan, yaitu yang berasal perjanjian, dan yang berasal dari
undang-undang. perikatan yang timbul dari perjanjian diatur dalam pasal 13
13 KUH Perdata sampai dengan pasal 13 51 KUH Perdata. Perikatan yang
timbul dari undang-undang diatur dalam pasal 1352 KUH Perdata sampai
dengan pasal 1380 KUH Perdata.
Apabila bank dan nasabah telah menandatangani suatu perjanjian,
misalnya akad pembiayaan atau perjanjian pembukaan rekening giro maka
antara bank dan nasabah yang bersangkutan sudah ada suatu perikatan yang
menimbulkan hubungan hukum. suatu perikatan (verbintenis) bersifat
tidak berwujud (abstrak), sedangkan perjanjian (overeenkomst) bersifat
nyata (konkret). Dalam hukum Islam kontemporer digunakan istilah iltizam
untuk menyebut perikatan verbintenis dan istilah akad untuk menyebut
perjanjian overeenkomst atau kontrak.
b. Wa’ad dan Akad

Kata wa’ad yang berasal dari bahasa Arab mempunyai arti yaitu
janji. Menurut istilah, yang dimaksud dengan wa’ad adalah keinginan yang
dikemukakan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan
maupun ucapanan dalam rangka memberi harapan/keuntungan bagi pihak
lain. Karena itu janji bersifat penyampaian suatu keinginan. Karena
merupakan suatu keinginan maka wa’ad tidak mengikat secara hukum
melainkan hanya mengikat secara moral. Apabila orang yang memberikan
wa’ad menjalankan janji tersebut, hal itu merupakan suatu kebajikan.
Dalam pandangan para ahli hukum Islam, janji tidak hanya mengikat secara
moral tetapi juga secara hukum apabila dikaitkan dengan suatu sebab, baik
sebab itu disebutkan dalam pernyataan janji itu sendiri atau tidak
disebutkan.

Akad yang sah mempunyai akibat hukum pada objek akad setiap
transaksi memiliki akibat hukum masing-masing sesuai dengan jenis dan
bentuknya. Dalam transaksi jual beli (murabahah), akibat hukumnya adalah
terjadinya pemindahan kepemilikan dari 1 pihak (yang melakukan Ijab)
kepada pihak lain (yang menyatakan kabul). Sedangkan dalam transaksi sewa-
menyewa (ijarah) akibat hukumnya adalah terjadinya pengalihan kemanfaatan
dari suatu barang atau jasa dari pemilik sewa kepada pengguna sewa. Dan
begitu seterusnya dalam transaksi-transaksi lain.
Kata akad bersifat umum, yaitu meliputi segala hubungan hukum yang
menimbulkan adanya hak dan kewajiban di antara para pihak yang
membuatnya, baik objeknya menyangkut masalah harta maupun bukan
harta. Dengan demikian an-nasr dalam pandangan Islam merupakan
hubungan hukum yang mencangkup semua objek akad dan tidak membedakan
asal-usul akar selama akad tersebut dibenarkan oleh hukum Islam. karena itu,
istilah akan dapat mencangkup pengertian perikatan dan juga perjanjian.
Suatu akad yang dibuat secara sah akan menimbulkan hubungan
hukum yang mengikat serta memberikan hak dan menimbulkan kewajiban
kepada para pihak yang membuatnya. Karena itu, akad yang dibuat secara sah
harus memenuhi syarat dan rukun. Syarat adalah sesuatu yang harus ada
sebelum akad tersebut dilakukan. Sedangkan rukun adalah sesuatu yang harus
ada pada waktu aku itu dilangsungkan.
Menurut ahli ahli hukum islam kontemporer (jumhur ulama khususnya
yang ditulis oleh Wahbah Zuhaili), rukun yang membentuk akad itu ada 4
yaitu:
1) Adanya para pihak yang membuat akad (Al muta'aqidain/aqidan)
2) Pernyataan kehendak para pihak untuk mengikatkan diri (shigatul al-
aqad)
3) Objek akad (al-ma’qud alaid/mahal al-aqd)
4) Tujuan akad (maudhu’al-aqad).
Menurut mazhab Hanafi, yang dimaksud dengan rukun akad adalah
unsur-unsur pokok yang membentuk akad, yaitu pernyataan kehendak
masing-masing pihak berupa ijab dan kabul. Az-Zarqa’ menyebutkan empat
unsur akan, yaitu para pihak, objek akad, tujuan akad dan rukun akad rukun
akad adalah pernyataan kehendak para pihak, yaitu ijab kabul.
Terkait dengan rukun dan syarat Akad tersebut. maka secara umum
syarat sahnya suatu akad adalah:
1) Rukun pertama, yaitu adanya para pihak yang harus memenuhi syarat
kecakapan (ahliyah) untuk melakukan akad atau karena kewenangan
(wilayah) atau karena perwakilan (wakalah).
2) Rukun kedua, berupa pernyataan kehendak para pihak harus memenuhi
syarat, yaitu adanya ijab dan kabul yang merupakan kesepakatan para
pihak.
3) Rukun ketiga, yaitu mengenai objek akad harus memenuhi syarat,
harus telah ada ketika akan berlangsung, dapat ditransaksikan
(mutaqawwim), dapat diserahterimakan, harus jelas dan diketahui oleh
para pihak, harus suci dan tidak najis.
4) Rukun keempat, berupa tujuan akad harus diiizinkan oleh syarak atau
tidak bertentangan dengannya.

c. Asas-Asas Akad
Dalam menjalankan kegiatan usaha, perbankan syari’ah yang
merupakan subsistem dari sistem ekonomi syari’ah wajib memenuhi asas-
asas yang sesuai dengan prinsip syari’ah terdapat beberapa nilai dasar/asas
yang merupakan pilar utama dari akad akad atau perjanjian berdasarkan
prinsip syari’ah. saat ini asas-asas tersebut telah diakomodasi dalam
peraturan perundang-undangan antara lain dalam UU Perbankan Syariah,
Peraturan Bank Indonesia, dan Surat Edaran Bank Indonesia. dengan
dimasukkannya prinsip-prinsip syari’ah tersebut dalam peraturan
perundang-undangan, maka prinsip syari’ah tersebut telah menjadi bagian
dari hukum positif di Indonesia.

Menurut Fathurrahman Djamil, asas-asas perjanjian syari’ah adalah


kebebasan (al-hurriyah), pemasaran atau kesetaraan (al-musawah),
keadilan (al-adalah), kerelaan (al-ridho), kejujuran dan kebenaran (as-
siddiq), dan asas tertulis (al-kitabah).

Asas perjanjian dalam hukum Islam menurut Syamsul Anwar ada 8


(delapan) asas, yaitu ibahah mabda’ al-ibahah yang dirumuskan dalam
adagium “Pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil
yang melarangnya”, asas kebebasan berakad (mabda’hurriyah at-ta’aqud),
asas konsensual (mabda’ ar-radha’iyyah), asas janji itu mengikat, asas
keseimbangan (mabda’ at-tawazun fi al-mu'awadhah), asas kemaslahatan
(tidak memberatkan), asas amanah dan asas keadilan.

d. Syarat Sah nya Akad Pembiayaan

Sebelum pembiayaan direalisasikan, terlebih dahulu harus dibuat


akad atau perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban antara bank dengan
nasabah penerima fasilitas pembiayaan. dalam praktik, akad atau perjanjian
pembiayaan memiliki berbagai macam istilah, antara lain perjanjian
pembiayaan, persetujuan membuka pembiayaan, dan sebagainya.

Disamping mengatur hak dan kewajiban bank serta nasabah,


perjanjian atau persetujuan antara bank dengan nasabah penerima fasilitas
pembiayaan (debitur) juga berfungsi sebagai perikatan pokok dari
perjanjian pengikatan jaminan (accessoir).
Syarat sahnya akad pada dasarnya sama dengan syarat sahnya suatu
perjanjian yang sebagaimana ditentukan dalam hukum positif, yaitu pasal
1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan pasal
1320 KUH Perdata diperlukan empat syarat yaitu:

1) Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri (Sighat Al-Aqd)


Apa yang dimaksud dengan sepakat mereka yang mengikatkan
diri adalah bahwa apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu disetujui
atau disepakati oleh pihak yang lain. Tidak ada kesepakatan apabila
suatu perjanjian muncul karena paksaan ke khilafan, atau penipuan.
Dalam bahasa fiqih, sepakat mereka yang mengikatkan diri ini
sendiri dinamakan sighat al-aqad, sighat al-aqad biasanya diwujudkan
dalam bentuk ijab dan kabul. Dalam kaitannya dengan ijab dan kabul
ini, karena begitu penting dan agar memiliki akibat hukum. para ulama
Fiqih mensyaratkan bahwa ijab kabul itu sungguh-sungguh
dikehendaki oleh para pihak, dinyatakan secara jelas, pasti, dan bebas,
dan adanya kesesuaian antara Ijab dan Kabul.
Adapun ungkapan sighat aqad sebagai bentuk adanya
kesepakatan agar dapat dilakukan secara lisan, tulisan, atau isyarat
yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan kabul,
dan dapat pula berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam
ijab dan kabul yang disebut dengan akad al-muathah. Misalnya di toko
buku seseorang membeli buku lalu membayar harganya di kasir
dengan harga yang tertera pada buku tersebut.
2) Kecapakan untuk Membuat Suatu Perikatan
Berdasarkan ketentuan pasal 1329 KUH Perdata, pada dasarnya
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-
perikatan. Berdasarkan ketentuan pasal 1330 KUH Perdata, orang-
orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
a) Orang yang belum dewasa
b) Mereka pengampunan yang di dibawah pengampuan
c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat Perjanjian perjanjian
tertentu.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ini dalam fiqih
merupakan bagian dari pembahasan subjek hukum yaitu pihak-pihak
yang melakukan akad baik berupa perorangan maupun berupa badan
hukum. berkaitan dengan kecakapan orang yang melakukan akad ini,
para ahli fiqih mengatakan bahwa seseorang dikatakan layak
melakukan akad apabila memenuhi dua karakter pokok, yaitu :
a) Ahliyatul ada’, yaitu kelayakan seseorang untuk memenuhi
kewajiban yang ditetapkan syarak atau orang yang layak
dengan sendirinya untuk melakukan berbagai akad. Penentuan
kelayakan ini ni para fuqaha sering hanya menyebutkan
mukallaf yaitu akil baligh, berakal sehat, dan cakap hukum.
Adapun batasan umur mukallaf tersebut biasanya diserahkan
kepada tradisi masyarakat atau peraturan perundang-undangan.
b) Wilayah atau perwakilan. Kata wilayah ini berarti adanya
kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh syarak atau
undang-undang kepada seseorang untuk melakukan tindakan
suatu akad, yang mempunyai akibat-akibat hukum.
Dalam praktik apabila bank memberikan pembiayaan kepada
perorangan, maka dalam komparisi perjanjian pembiayaan secara
tegas disebutkan bahwa untuk menandatangani perjanjian pembiayaan
tersebut si istri telah mendapat persetujuan dari suami.Persetujuan dari
suami tersebut dibuat secara tertulis atau suami ikut menandatangani
perjanjian pembiayaan yang bersangkutan. Hal yang sama berlaku pula
dalam menjamin kan harta yang tercantum atas nama istri yang
bersangkutan titik begitu pula sebaliknya apabila debitur tersebut
adalah suami dari istri yang bersangkutan.
3) Suatu Hal Tertentu (Mahal Al-Aqd/Al-ma’qud Alaih)
Suatu hal tertentu maksudnya mengenai hak dan kewajiban
para pihak harus dapat ditentukan secara jelas dalam perjanjian yang
bersangkutan misalnya dalam perjanjian pembiayaan harus
dicantumkan secara jelas mengenai beberapa hal diantaranya:
a) Maksimum pembiayaan yang diberikan (plafon pembiayaan)
b) Tujuan pemberian pembiayaan
c) Tanggal jatuh tempo pembiayaan
d) Kewajiban penerima fasilitas untuk melunasi utang pokok,
imbalan, dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan
pembiayaan yang diberikan oleh bank.
4) Suatu Sebab yang Halal (Maudhu’ Al-Aqd)
Suatu sebab yang halal maksudnya apa yang menjadi tujuan
bersama atau apa yang dikerjakan para pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut bukan hal yang dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak melanggar
kesusilaan.
Dalam hukum positif, yang menentukan tujuan ini adalah
undang-undang itu sendiri. Sedangkan dalam syari’ah Islam, yang
menentukan tujuan akad adalah yang memberikan secara syar'i, yaitu
Allah SWT. Jadi Tuhanlah yang menentukan tujuan dari setiap
perjanjian yang dibuat. Misalnya, dalam jual beli tujuannya adalah
pemindahan hak milik dari suatu barang dengan imbalan tertentu.
Dalam sewa-menyewa tujuannya adalah memberi manfaat/faedah dari
barang yang disewakan. Tujuan setiap akad, menurut ulama fiqih
hanya diketahui melalui cara yang dan harus sejalan dengan kehendak
syarak.
e. Komposisi Suatu Akad Pembiayaan

Sampai saat ini belum ada standar baku mengenai komposisi suatu
akad pembiayaan titik dalam praktik, pada umumnya komposisi akad
pembiayaan mengacu pada format akta notaris dengan penyesuaian
seperlunya sesuai dengan kebijakan pada masing-masing bank syari’ah.
Berdasarkan ketentuan pasal 38 undang-undang No 30 Tahun 2004 tentang
jabatan notaris, setiap akta notaris terdiri dari tiga bagian yaitu:

1) Awal akta atau kepala akta


2) Badan akta, dan
3) Akhir atau penutup akta
Kepala akta memuat antara lain, judul akta sama nomor akta jam dan
tanggal dibuatnya akta, serta nama lengkap dan kedudukan notaris.
Badan akta memuat informasi dan identitas dari para penghadap, serta
isi dari akta yang merupakan kehendak para pihak yang menghadap.
Penutup akta memuat uraian tentang pembacaan akta, tentang
penandatanganan dan tempat penandatanganan, identitas saksi, dan uraian
tentang ada atau tidak adanya perubahan dalam akta tersebut.
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia ditegaskan bahwa draft akad
merupakan salah satu syarat untuk mengajukan permohonan persetujuan
produk baru oleh bank syariah dan UUS kepada Bank Indonesia. Suatu akad
pembiayaan yang ditandatangani bank syari’ah dan nasabah penerima fasilitas
(debitur) pada umumnya telah dibuat oleh masing-masing bank dalam bentuk
perjanjian baku (standar kontrak), dan mempunyai komposisi berupa judul,
komparisi, isi perjanjian, dan penutup sebagaimana di bawah ini:
1) Judul Akad
Judul akad mencerminkan secara umum materi yang diatur dalam
suatu akad pembiayaan. Karena itu, pencantuman judul akad pembiayaan
sebaiknya disesuaikan dengan terminologi kodifikasi produk produk
Penyaluran dana sebagaimana tercantum dalam peraturan Bank Indonesia.
2) Komparisi
Dalam suatu perjanjian atau akad komparisi adalah bagian dari
suatu perjanjian atau akad yang memuat keterangan tentang orang
(identitas nama alamat), dasar hukum yang memberikan kewenangan
yuridis para pihak, dan kedudukan para pihak yang menghadap atau
bertindak melakukan perbuatan hukum berupa pembuatan perjanjian atau
akad tersebut. Dalam akta notariil keterangan ini merupakan bagian dari
badan akta.
Misalnya dalam suatu penandatanganan akad pembiayaan,
pemimpin cabang Bank Syari’ah bertindak sebagai kuasa direksi yang
bertindak untuk dan atas nama bank yang bersangkutan. Dalam
komparisi untuk nasabah harus jelas apakah dia bertindak untuk
dirinya sendiri, sebagai kuasa, atau dalam jabatannya sebagai pengurus
perusahaan sehingga dengan demikian bertindak untuk dan atas nama
perusahaan yang bersangkutan. Karena itu, dalam membuat komparisi
harus disebutkan:
a) Nama orang yang bertindak dan identitasnya
b) Kedudukan orang tersebut dalam melakukan tindakan hukum
menandatangani akad/perjanjian, yaitu apakah bertindak untuk
diri sendiri dan atau sebagai kuasa
c) Dalam jabatannya mewakili suatu badan hukum bertindak
untuk dan atas nama badan hukum tersebut
Penulisan alamat perlu dicantumkan secara benar karena
beberapa pertimbangan, antara lain akan memudahkan surat-menyurat
(korespondensi), dan bila terjadi sengketa dengan nasabah yang
bersangkutan maka akan memudahkan pemanggilan para pihak oleh
pengadilan sehingga menghindarkan resiko keliru penyampaian atau
menghindarkan resiko kemungkinan gugatan tidak dapat diterima
walaupun kemungkinan terakhir ini kecil karena kesalahan ini tidak
menyangkut materi dan bisa diperbaiki.

3) Isi Akad
Bagian isi akad merupakan bagian yang didalamnya memuat
klausul-klausul yang dengan tegas mengatur hal-hal yang diperjanjikan
dan disepakati oleh para pihak. Pasal 1339 KUH Perdata menegaskan
bahwa persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatuhan
kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.
Unsur-unsur kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang pada
dasarnya juga terdapat dalam asas-asas kesetaraan keadilan, kejujuran,
kemaslahatan, dan amanah dalam akad akad syari’ah sebagaimana
telah diuraikan terdahulu. Misalnya dalam pasal 1338 KUH Perdata,
persetujuan persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik, begitu
juga berdasarkan asas amanah para pihak harus beritikad baik dalam
melakukan transaksi. Itikad baik ini harus sudah ada dalam setiap akad
perjanjian atau transaksi karena sudah menjadi kepatutan dan
kebiasaan, karena itu tidak perlu lagi dicantumkan sebagai klausul
dalam akad atau perjanjian.
Dalam suatu perjanjian perlu diperhatikan unsur-unsur:
a) Unsur Esensialia, yaitu unsur pokok yang mutlak harus ada dan
harus dimuat dalam suatu perjanjian agar perjanjian tersebut
sah. Misalnya persetujuan para pihak dan objek perjanjian
harus sesuatu yang pasti atau dapat dipastikan. Seperti objek
perjanjian pembiayaan adalah penyediaan dana dengan
maksimum tertentu.
b) Unsur Naturalia, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara
khusus tetapi dengan sendirinya dianggap sudah melekat dalam
perjanjian yang merupakan sifat bawaan (nature). Misalnya
perjanjian pembiayaan dilakukan dengan itikad baik.
c) Unsur Aksidentalia, yaitu unsur tambahan yang telah disepakati
oleh para pihak unsur ini harus disebutkan secara tegas apabila
tidak dipertunjukkan secara tegas maka kedua pihak tidak
terkait oleh hal tersebut. Misalnya cara penyelesaian sengketa
atau pilihan hukum.
B. Pembiayaan Murabahah
1. Definisi Akad Murabahah

Akad murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga
perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, di
mana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
Dalam penyaluran pembiayaan berdasarkan akad murabahah, Undang-
Undang Perbankan Syari’ah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud
dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Kodifikasi produk perbankan syari’ah memberikan definisi akad
murabahah dari segi transaksi murabahah, sedangkan UU Perbankan Syari’ah
memberikan definisi akad murabahah dari pengertian produk pembiayaan
sebagai salah satu bentuk kegiatan usaha bank syari’ah.
2. Fitur dan Mekanisme Pembiayaan Berdasarkan Akad Murabahah

Dalam pembiayaan berdasarkan akad murabahah bank bertindak sebagai


pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah. Bank
dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang yang telah
disepakati kualifikasinya apabila telah ada kesepakatan antara bank dan nasabah
dan akad pembiayaan murabahah telah ditandatangani oleh bank dan nasabah,
maka bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang
yang dipesan nasabah.
Dalam pembiayaan murabahah, bank dapat memberikan potongan/diskon
dengan besar yang wajar tanpa diperjanjikan di muka. Dalam praktik, potongan
tersebut diberikan oleh bank apabila nasabah melunasi hutang murabahah lebih
awal daripada jangka waktu akad pembiayaan.
Dalam fatwa DSN no. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah antara
lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah
serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan yang dapat dipegang. Karena barang yang dijual oleh bank kepada
nasabah sejak akad sudah menjadi milik nasabah dan dapat di balik nama atas
nasabah yang bersangkutan maka barang yang dibiayai dengan fasilitas
pembiayaan berdasarkan akad pembiayaan murabahah tersebut merupakan
agungan pokok yang dapat diikat sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya hak
tanggungan, jaminan fidusia, atau gadai. Dalam hal ini juga ditegaskan bahwa
bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
Dalam praktik, fasilitas pembiayaan berdasarkan akad murabahah
diberikan dalam bentuk penyediaan dana di rekening pembiayaan atas nama
nasabah penerima fasilitas oleh bank syari’ah. Pada saat pencairan untuk
pembelian barang dari produsen/supplier, bank syari’ah mendebit rekening
pembiayaan atas nama nasabah dan mengkredit rekening giro atau rekening
tabungan atas nama nasabah.
Bank syari’ah melakukan pembayaran kepada produsen/supplier sejumlah
harga barang lazimnya dengan mendebit rekening giro atau rekening tabungan
atas nama nasabah dan mengkredit rekening produsen/supplier. Selanjutnya
produsen/supplier menyerahkan barang yang dibiayai langsung kepada nasabah.
Apabila nasabah tidak diwajibkan membuka rekening giro atau rekening
tabungan untuk menampung pencairan dana pembiayaan, maka pada saat
pencairan bank syariah akan mendapat rekening pembiayaan atas nama nasabah
dan mengkredit rekening produsen/supplier.
Saldo debit rekening pembiayaan merupakan salah satu bukti adanya
utang murabahah nasabah kepada bank syari’ah yang wajib dilunasi setelah
jangka waktu tertentu atau pada saat jatuh tempo pembiayaan sesuai yang telah
disepakati dalam akad pembiayaan. Dalam transaksi pembiayaan berdasarkan
akad murabahah proses pengadaan barang aktiva murabahah harus dilakukan oleh
bank sebagai penjual. Karena bank bertindak sebagai penjual, berarti kepemilikan
atas barang ada pada bank.
Apabila kepemilikan atas barang dilakukan secara riil atas nama bank
dan harus sah, maka akan timbul konsekuensi pajak dan balik nama Sesuai
dengan ketentuan hukum positif yang ada. Jika kepemilikan atas barang tersebut
berlaku secara prinsip saja dengan pertimbangan sebagaimana dikemukakan
maka bank tidak perlu melakukan balik nama atas barang sehingga tidak ada
konsekuensi tersebut.

V. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


Metode adalah langkah atau prosedur untuk mengetahui sesuatu. Sedangkan
penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencatat, merumuskan dan menganalisis ilmu
pengetahuan untuk memperoleh suatu fakta/data. Metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016: 2).
Metode yang digunakan dalam laporan ini adalah metode observasi dan dokumentasi.
a. Observasi
Metode observasi merupakan metode pengumpulan data melalui proses
pencatatan perilaku subjek (orang), objek (benda) atau kejadian yang sistematik
tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu yang diteliti.
Observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk suatu
kesimpulan dengan mengamati, mencermati serta merekam data secara sistematis.
Penulis melakukan observasi langsung pada BPRS Bumi Rinjani Kepanjen kantor
kas Singosari selama 22 hari, dari tanggal 18 Januari 2021 sampai dengan 09
Februari 2021 untuk mendapatkan data yang lebih jelas, tepat dan akurat.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan melihat
dan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang
lain pada dokumen yang sudah berlalu. Metode dokumentasi pada kegiatan ini
yaitu mencari data pustaka yang berkaitan dengan kegiatan pengabdian. Penulis
melakukan metode dokumentasi dari dokumen – dokumen BPRS Bumi Rinjani
Kepanjen Kantor Kas Singosari

VI. PELAKSANAAN DAN HASIL KEGIATAN


A. Mekanisme Pembiayaan Pada Produk Murabahah Pmg Di BPRS Bumi Rinjani
Kepanjen Kantor Kas Singosari
BPRS Bumi Rinjani Kepanjen sebagai salah satu lembaga keuangan
juga mempunyai kewajiban untuk menghimpun dana dari masyarakat dan juga
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat, salah satu penyaluran
dana tersebut melalui pembiayaan murabahah PMG. Adapun mekanisme
pembiayaan murabahah PMG adalah sebagai berikut:
a. Pengisian form permohonan
Pengisian form permohonan merupakan langkah awal untuk
melakukan pengajuan pembiayaan. Melalui form ini, pihak bank bisa
mengetahui informasi calon nasabah/nasabah karena didalamnya terdapat
informasi mengenai identitas pribadi dan suami/istri calon
nasabah/nasabah, data pembiayaan, data jaminan, aset yang dimiliki
sampai dengan pekerjaannya.
Dalam pengisian form ini calon nasabah/nasabah juga membawa
dokumen persyaratan untuk pengajuan. Dokumen yang dibawa sesuai
dengan jaminan yang akan diserahkan.
b. Ideb
Pengecekan Informasi Debitur (iDeb) dilakukan setelah pengisian
form permohonan selesai. Hal ini merupakan langkah awal penyeleksian
pembiayaan pada calon nasabah karena dengan dilakukan pengecekan
maka akan muncul data calon nasabah apabila pernah mengambil
pembiayaan di bank lain. Disini tingkat kolektibilitas calon nasabah akan
mempengaruhi pengajuan pembiayaan dapat dilanjutkan atau tidak.
c. Survei
Jika iDeb calon nasabah sudah dikonfirmasi dan terbukti tidak
terdapat kolektibilitas tinggi maka pihak bank akan menjadwalkan survei
ke tempat tinggal calon nasabah, dan juga tempat usaha calon nasabah
(jika calon nasabah bekerja sebagai wirausaha). Disini juga menjadi acuan
apakah pembiayaan bisa dilanjut atau tidak, karena pihak bank akan
melihat secara keseluruhan keadaan di lapangan.
d. Analisis
Jika sudah dilakukan survey dan hasilnya memang sesuai dengan
apa yang diberitahukan calon nasabah kepada pihak bank, maka pihak
bank membuat analisis calon nasabah. Dalam analisis ini terdapat juga
bagaimana karakter calon nasabah yang mengajukan pembiayaan.
e. Persetujuan
Pengisian form persetujuan yang berisi rincian pembiayaan yang
diajukan mulai dari jumlah pembiayaan dari bank, hingga rincian
pembiayaan (terdapat margin dan juga pengisian rencana anggaran biaya)
dimana form ini akan diajukan kepada kepala pembiayaan yang
menentukan apakah pembiayaan di acc atau ditolak.
f. Realisasi pembiayaan
Apabila pembiayaan di acc maka dilanjutkan dengan realisasi
pembiayaan. Dalam realisasi pembiayaan nasabah baru, dimulai dari
pembukaan rekening tabungan mitra iB. Selanjutnya nasabah diarahkan
untuk melakukan akad dan tanda tangan pada berkas realisasi.

B. Analisis Mekanisme Pembiayaan Pada Produk Murabahah Pmg Di BPRS Bumi


Rinjani Kepanjen Kantor Kas Singosari
Dalam rangkaian mekanisme pembiayaan diatas mulai dari pengisian
form permohonan, pengecekan ideb, survei dan analisis merupakan gambaran
yang ada pada PJOK Nomor 3/PJOK.03/2016 tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syari’ah. Hal ini dikalukan secara teliti dan bertahap mulai dari data diri
nasabah, keadaan nasabah dilapangan dan juga record pembiayaan yang pernah
calon nasabah lakukan, sehingga pihak bank mengetahui betul karakteristik
calon nasabah yang melakukan pengajuan pembiayaan pada pihak bank. Pada
proses awal ini juga bisa mempengaruhi pengajuan nasabah apakah Pengajuan
bisa dilanjutkan ke proses selanjutnya atau pengajuan ditolak karena track
record nasabah yang tergolong buruk. Faktor ini jarang dijelaskan kepada
nasabah apabila nasabah tidak bertanya alasan mengapa pegajuannya tidak bisa
dilanjutkan, maka sebaiknya nasabah diberi penjelasan mengenai track record
nasabah.
Saat dilakukan survei bukan hanya keadaan calon nasabah yang dicek,
namun pihak bank juga mengecek keadaan jaminan yang diberikan calon
nasabah apakah sesuai dengan yang tertulis pada form permohonan atau tidak,
hal ini juga mengacu pada fatwa DSN no. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
murabahah antara lain ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah
diperbolehkan. Pada proses ini biasa terjadi selisih waktu yang disebabkan saat
survei nasabah tidak siap dengan jaminannya, maka untuk menghemat waktu
saat melakukan survei sebaiknya pihak bank mengkonfirmasi waktu terlebih
dahulu kepada nasabah, agar saat dilaksanakan nasabah bisa mempersiapkan
jaminan yang akan disurvei.
Adanya proses analisis disini selain untuk menganalisis karakter calon
nasabah juga dilakukan untuk menganalisis apakah nasabah nantinya mampu
untuk membayar angsuran setiap bulannya, hal ini harus dilakukan dengan teliti
karena jika tidak pihak nasabah bisa melakukan manipulasi terutama tentang
penghasilan agar dikira mampu membayar angsuran dalam pembiayaan. Jika
nasabah dirasa mampu membayar angsuran maka dilanjutkan dengan
persetujuan. Dalam form persetujuan terdapat transparasi terhadap harga beli
produk dan juga margin yang diambil oleh pihak bank sesuai dengan PJOK
Nomor 24/PJOK.03/2015 tentang Produk Aktivitas Bank Syari’ah dan Unit
Usaha Syari’ah dan PJOK Nomor 31/PJOK.05/2014 tentang Penyelenggaraan
Pembiayaan Syari’ah.
Saat realisasi pembiayaan dilakukan akan ada slip penarikan yang
diberikan pada nasabah terkait dana pembiayaan. Mengenai slip penarikan
seringkali diisikan oleh teller dengan alasan untu mempersingkat waktu,
sebaiknya dalam slip penarikan ini wajib diisi oleh nasabah langsung walaupun
semua berkas yang ditandatangani oleh nasabah disiapkan pihak bank.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penulis dapat
menarik kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang diangkat dalam
laporan ini, yaitu Mekanisme pembiayaan pada produk murabahah PMG di BPRS
Bumi Rinjani Kepanjen Kantor Kas Singosari bahwa :
a. Proses Pembiayaan murabahah pada BPRS Bumi Rinjani Kepanjen sudah
memenuhi kebijakan yang sesuai dengan PJOK Nomor 3/PJOK.03/2016
tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah, dimana mulai awal sudah ada
prosedur yang mengharuskan pihak bank mengetahui calon nasabah pada
pengajuan pembiayaan.
b. Adanya jaminan saat melaksanakan pembiayaan ini juga mengacu pada
fatwa DSN no. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah antara lain
ditegaskan bahwa jaminan dalam murabahah diperbolehkan.
c. Dalam melaksanakan akad, BPRS Bumi Rinjani Kepanjen sudah bersikap
transparan sesuai ketentuan pada PJOK Nomor 24/PJOK.03/2015 tentang
Produk Aktivitas Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah dan PJOK
Nomor 31/PJOK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Pembiayaan Syari’ah,
dengan menginformasikan kepada nasabah rincian harga beli beserta
keuntungan yang diambil dari pihak bank dan biaya angsuran yang akan
dibayarkan kedepannya.
d. Pihak bank juga berkewajiban merahasiakan seluruh data yang terkait
dengan nasabah sesuai ketentuan pada PJOK Nomor 1/PJOK.07/2013
tentang perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
B. Saran
Saran yang bisa penulis sampaikan dalam mekanisme pembiayaan pada
produk murabahah PMG di BPRS Bumi Rinjani Kepanjen Kantor Kas
Singosari ini, adalah jika pengajuan pembiayaan tidak di setujui maka
sebaiknya langsung dikonfirmasikan kepada calon nasabah dan ketika
pembiayaan di setujui, pada proses terjadinya akad, hendaknya melakukan
pembacaan isi akad, sehingga nasabah mengetahui segala sesuatu yang
menjadi hak dan kewajibannya.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. Syafi’I, 2000, Bank Syari’ah : Suatu Pengenalan Umum, Edisi Khusus, Jakarta :
Tazkia Institute
Anwar, Syamsul, 2007, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih
Muamalat, Jakarta : PT Raja Grafindo Prasaja
Dewi, Gemala 2004, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana
Kasmir, 2002, Bank dan lembaga keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta : PT Intermasa
Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor Kep/38/MK/IV/1972, tentang Lembaga
Keuangan, yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
562/KMK/011/1982
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan
Wiwoho, Jamal, 2011, Hukum Perbankan Indonesia, Surakarta: UNS Press.
Wiwoho, Jamal. 2011.2012. Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank Dalam memberikan Distribusi Keadilan Bagi Masyarakat. MMH, Jilid 43 No.
1.
Zuhaili, Wahbah, 1999, Al-Fikih al-Islam Wa Adilatuh, Jakarta : Kapita Selecta

Anda mungkin juga menyukai