Anda di halaman 1dari 84

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/343229098

LAPORAN AKHIR KELOMPOK KULIAH KERJA NYATA TEMATIK (KKN-T)


PERIODE I TAHUN 2020 JUDUL KEGIATAN Oleh: KELOMPOK G-20

Preprint · July 2020

CITATIONS READS

0 27,745

1 author:

Suprayitno Suprayitno
Universitas Palangka Raya
15 PUBLICATIONS   37 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN (Studi Terhadap
Pedagang Kreatif Lapangan Dalam Pelaksanaan Car Free Day di Bundaran Besar Kota Palangka Raya) View project

pemberdayaan masyarakat View project

All content following this page was uploaded by Suprayitno Suprayitno on 27 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN AKHIR KELOMPOK
KULIAH KERJA NYATA TEMATIK (KKN-T)
PERIODE I TAHUN 2020

JUDUL KEGIATAN

STRATEGI DAN KESIAPAN DALAM MENGHADAPI KEBAKARAN


HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DIMUSIM KEMARAU DENGAN
TEKNIK PEMBASAHAN HUTAN GAMBUT (REWEETING)
(Studi di Desa Tumbang Nusa Kecamatan Jabiren Raya
Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah)

Oleh:
KELOMPOK G-20

1. Franata Sangki NIM GAA 116 002 (Koordinator)


2. Richwan Rawandi NIM GAB 116 123 (Sekretaris)
3. Devina Amalia NIM GAB 116 008 (Bendahara)
4. Harianto NIM GAC 116 114 (Anggota)
5. Benediktus Julio NIM GAB 116 101 (Anggota)
6. Hana Pira Paska Riski NIM GAB 116 016 (Anggota)
7. Weri Agustin NIM GAA 116 085 (Anggota)
8. Meidiala Saputra NIM GAC 116 133 (Anggota)
9. Irvan NIM GAB 116 051 (Anggota)
10. Supomo NIM GAB 116 067 (Anggota)
11. Fitra Hadi Wibowo NIM GAC 114 114 (Anggota)
12. Jun Rinaldo Triadinata NIM GAC 116 080 (Anggota)
13. Herry Ajie Putra NIM GAC 116 064 (Anggota)
14. Jhonala Orlando NIM GAB 116 048 (Anggota)
15. Pelina Amelia NIM GAB 116 021 (Anggota)
16. Deny Patmadinata NIM GAB 115 115 (Anggota)
17. Keri Aria Andika NIM GAB 115 045 (Anggota)

Dosen Pembimbing:
Suprayitno, S.AN.,M.A.P
NIP. 19900101 201803 1 001

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
TAHUN 2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kegiatan Strategi


: Dan Kesiapan Dalam Menghadapi
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Musim
Kemarau Dengan Teknik Pembasahan
(Reweeting)
Kelompok G-20 :
Fakultas Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Presentase Tanggal 14 Juli: 2020

Palangka Raya, Juli 2020

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Ketua Kelompok

Suprayitno, S.AN., M.A.P Franata Sangki


NIP.19900101 201803 1 001 NIM. GAA 116 002

Mengetahui :
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPR
Ketua,

Dr. Ir. Aswin Usup, M.Sc


NIP. 19670427 199303 1 002

iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, Tuhan
yang menciptakan kita tanpa perbedaan. Karena atas berkat dan rahmatnya maka
kami kelompok KKN G20 dapat melaksanakan kegiatan KKN-T 2020 ini dan
memberikan laporan serta menyelesaikanya sebaik mungkin dengan kurun waktu
yang di tentukan.
Berikut kami mempersembahkan sebuah karya laporan ilmiah KKN-T
2020, dengan mengangkat judul “Strategi dan kesiapan dalam menghadapi
kebakaran hutan dan lahan dambut dimusim kemarau dengan tehnik
pembashan lahan/reweeting”. Yang mana menurut hemat kami karya ini bisa
bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat dan menjadi sumbangsih pemikiran
yang membantu pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang lebih efektif.
Dalam karya ini membahas bagaimana pentingnya lahan gambut serta
dampak yang ditimbulkan dari rusaknya lahan gambut, maka karya ini
memberikan solusi dalam bentuk restorasi lahan gambut dengan system
pembasahan guna menegah bahaya kebakaran hutan dan lahan gambut di Desa
Tumbang Nusa.
Demikian yang kami sampaikan dan kami persembahkan karya ini,
semoga bermanfaat dan menjadi dasar kesadaran kolektif untuk melestarikah
hutan lahan gambut. Demikian yang kami sampaikan dan kami persembahkan
karya ini, semoga bermanfaat dan menjadi dasar kesadaran kolektif untuk
melestarikan hutan lahan gambut. oleh karena itu, kami ingin meyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan akhir ini terutama kepada :
1. Semua anggota KKN-T kelompok G-20 yang sudah meluangkan
waktu,tenaga dan moril maupun materil untuk menyelesaikan program
kerja yang telah di susun.
2. LPPM/Universitas Palangkaraya yang telah menyelenggarakan KKN-T

iv
Periode I Tahun 2020 serta dukungan yang diberikan kepada mahasiswa
dalam bentuk materil.
3. Bapak Suprayitno,S.AN.,M.A.P, selaku dosen pembimbing lapangan
( DPL ) yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada
kelompok G-20.
4. Pengurus Desa Tumbang Nusa Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten
Pulang Pisau atas Kerjasama nya dan dukungan yang telah di berikan
sehingga terselenggarannya kegiatan KKN-T Periode I Tahun 2020.
5. Masyarakat Desa atas partisipasi dalam kegiatan KKN-T Kelompok G-20.
6. Serta siapa saja yang terlibat baik secara aktif maupuan pasif dengan
caranya masing-masing.

Palangka Raya, Juli 2020

v
RINGKASAN

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Palangka Raya yang sebelumnya


dikenal dengan Kuliah Kerja Nyata Tematik (K2NM). Namun sejak periode I
tahun 2017 diubah namanya menjadi Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Dan
Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) sekarang pada tahun 2020 diganti
menjadi Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) guna menyamakan kegiatan KKN
di Universitas Palangka Raya dengan Perguruan Tinggi lainnya di Indonesia.
KKN-T adalah program KKN dengan fokus yang spesifik dengan ciri sebagai
berikut:
1. Relevan dengan program pembangun daerah atau pemerintah pusat
2. Relevan dengan kebutuhan masyarakat
3. Relevan dengan visi, misi, renstra, kepakaran, dan IPTEK yang dimiliki
univesitas
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
melalui aktifitas mahasiswa di masyarakat. Dalam periode I khusus tahun 2020
ini, UPR menyelenggarakan Kuliah Kerja Nyata - Tematik (KKN-T). Salah satu
kelompok KKN-T ini, yaitu KKN-T yang ditempatkan di Desa Tumbang Nusa,
Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah
selama satu setengah bulan.
Desa Tumbang Nusa secara administratif termasuk dalam Pemerintahan
kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah
yang terletak pada 210 Lintang Selatan dan 14440 Bujur Timur. Luas wilayah Desa
Tumbang Nusa kurang lebih 20.000 haktare.
Dalam program mufakat dan bermusyawarah dengan masyrakat Desa serta
pengurus Desa Tumbang Nusa. Kegiatan tersebut berjalan cukup baik dan cukup
behasil karena terlaksanya agenda diskusi terkait program yang akan kami jalan
dan terjalinya komunikasi yang baik dan interaksi yang berjalan aktif selama
kegiatan.
Dalam program sosialisasi dengan media reklame. Kegiatan tersebut
berjalan dengan cukup baik dengan kategori berhasil. Ini dilihat dari telah

vi
terlaksananya program tersebut dalam bentuk pemasangan spanduk di titik titik
jantung desa serta dipusat keramaian Desa Tumbang Nusa. Hal lain yang
membuktikan program ini berhasil adanya keterlibatan masyarakat secara aktif
dalam proses pemasangan sampai pada perawatan spanduk spanduk yang sudah
kami pasang.
Dalam program diskusi dengan aliansi masyarakat peduli api (MPA).
Kegiatan ini sudah terlaksanakan hanya saja dengan indikator keberhasilan kurang
berhasil. Ini terlihat dari sudah terlaksananya agenda penyerahan mesin DAP air
kepada sekretaris umum MPA. Sementara kurang berhasilnya dilihat dari tidak
terlaksananya agenda diskusi secara formal dengan masyarakat peduli api (MPA)
dikarenakan tidak adanya waktu untuk melaksanakan kegiatan secara formal,
yang terjadi hanyalah agenda semi formal atau secara lisan dalam bentuk
percakapan singkat dengan sekretaris MPA.
Dalam program aksi peduli COVID-19 di Desa Tumbang Nusa. Dalam
program ini berjalan dengan baik dengan indikator berhasil atau baik. Hal ini
dibuktikan dengan telah terlaksananya agenda tersebut dalam bentuk pemasangan
ember kran beserta sabun cuci tangan anti bakteri, serta diletakan di fasilitas
umum (Mesjid, Sekolah, Balai Pertemuan, dan lainnya)
Dalam program aksi peduli lahan gambut yang sudah rusak. Agenda ini
telah terlaksana dengan indikator tidak berhasil hal ini dibuktikan dengan telah
ditinjaunya lokasi lahan gambut yang telah rusak pasca kebakaran hutan,
sementara faktor kegagalan nya adalah tidak terlaksananya kegiatan penanaman
pohon yang sudah direncanakan dalam program kelompok, hal tersebut
dikarenakan tidak adanya waktu yang tepat untuk menjalankan agenda tersebut.

vii
DAFTAR ISI
Halaman Depan ................................................................................................ 1
Halaman Pengesahan` ....................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Ringkasan ........................................................................................................ vi
Daftar isi ........................................................................................................ viii
Daftar Tabel ...................................................................................................... x
Daftar Gambar.................................................................................................. ix
Daftar Lampiran .............................................................................................. xii

BAB I.
PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1. Latar Belakang dan Permasalahan ......................................................... 1
1.2. Tujuan Penyelenggaraan KKN-T ........................................................ 11
1.3. Kegunaan ........................................................................................... 12
BAB II. TINJAUAN TEORITIS.............................................................. 14
2.1. Tinjauan mengenai lahan dan Restorasi Gambut ................................ 14
2.2. Hasil-hasil Penelitian Pendukung ....................................................... 25
BAB III. METODOLOGI PELAKSANAAN
KKN TEMATIK .............................................................................. 31
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................ 31
3.2. Metode Dasar Pelaksanaan ................................................................ 31
3.3. Alat dan Bahan yang Digunakan ........................................................ 32
3.4. Pihak yang Terlibat............................................................................ 33
3.5. Cara Pengumpulan Data .................................................................... 33
3.6. Bentuk Partisipasi Masyarakat ........................................................... 34
3.7. Output yang Dapat Dicapai ................................................................ 34
3.8. Tindak Lanjut Kegiatan ..................................................................... 35
3.9. Analisis Data ..................................................................................... 35
BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI................................................... 37
4.1. Letak Administratif dan Geografis ..................................................... 37
4.2. Struktur Pemerintahan ....................................................................... 38
4.3. Batas Wilayah ................................................................................... 38
4.4. Tata Guna Lahan ............................................................................... 39
4.5. Keadaan Penduduk (Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan,
Agama, Tenaga Kerja) ...................................................................... 42
4.6. Keadaan Infrastruktur (Kelembagaan Sosial, Jalan, Jembatan,
Perdagang-an, Angkutan) ................................................................. 44

viii
BAB V. HASIL PENYELENGGARAAN
KKN TEMATIK ......................................................................... 47
5.1. Laporan Kemajuan............................................................................... 47
Rencana Program dan Pembagian Tim ....................................... 47
5.1.1.
Kondisi Awal Lokasi dengan Foto-foto Kegiatan ....................... 50
5.1.2.
Permasalahan yang Ditemukan................................................... 51
5.1.3.
Hubungan Tema dengan Judul yang Dipilih ............................... 53
5.1.4.
5.2. Laporan Akhir .................................................................................... 55
5.2.1. Pelaksanaan Kegiatan................................................................. 55
5.2.2. Peran Dan Fungsi Masyarakat .................................................... 63
5.2.3. Faktor Pendukung Dan Penghambat ........................................... 64
5.2.4. Upaya Mengatasi Hambatan ....................................................... 68
5.2.5. Keberhasilan Program ................................................................ 71

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................... 74


6.1. Kesimpulan.......................................................................................... 74
6.2. Rekomendasi ....................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80

ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

1. Nama-Nama KHG Gambut Kalimantan Tengah ................................................ 8

2. Penelitian Terdahulu........................................................................................ 26

3. Daftar Alat Dan Bahan .................................................................................... 32

4. Alokasi Penggunaan Lahan Desa Tumbang Nusa ............................................ 41

5. Jumlah Penduduk Desa Tumbang Nusa ........................................................... 42

6. Kondisi Fasilitas Umum Desa ......................................................................... 45

7. Kondisi Fasilitas Sosial ................................................................................... 45

8. Rencana Program Kegiatan ............................................................................. 48

9. Permasalahan Yang Ditemukan ....................................................................... 52

10. Hubungan Tema Dengan Judul ........................................................................ 54

11. Pelaksanaan Kegiatan ..................................................................................... 56

12. Faktor Pendukung dan Penghambat di Desa Tumbang Nusa ........................... 64

13. Upaya Mengatasi Hambatan ............................................................................ 69

14. Keberhasilan Program ..................................................................................... 71

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses Pembentukan Gambut ................................................................. 4

Gambar 2 Peta Kecamatan Jabiren Raya ............................................................... 37

Gambar 3 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Tumbang Nusa ........................... 38

Gambar 4 Peta Batas Administrasi Desa Tumbang Nusa ...................................... 39

Gambar 5 Grafik Jumlah Penduduk Desa Tumbang Nusa ..................................... 42

Gambar 6 Grafik Presentase Jumlah Penduduk

Berdasarkan Pekerjaan .......................................................................................... 43

Gambar 7 Grafik Jumlah Penduduk Desa Tumbang Nusa

Tahun 2014-2017 ................................................................................................... 44

Gambar 8 Gambar Lokasi Lapangan ..................................................................... 50

Gambar 9 Gambar Lokasi Lapangan ..................................................................... 50

Gambar 10 Gambar Lokasi Lapangan ................................................................... 50

Gambar 11 Gambar Lokasi Lapangan ................................................................... 50

Gambar 12 Gambar Lokasi Lapangan ................................................................... 50

Gambar 13 Gambar Lokasi Lapangan ................................................................... 50

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Foto-foto pada saat peninjauan laangan dan perkenalan kelompok guna menjalin
koordinasi lanjutan
Foto-foto pada saat turun ke lapangan jilid II, dan melaksanakan program
unggulan
Foto-foto pelaksanaan paparan laporan kelompok bersama Masyrakat dan
Pengurus Desa Tumbang Nusa

xii
1

BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

1.1.1 Latar Belakang

Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang muncul karena adanya


produksi biomassa yang melebihi proses dekomposisinya. Menurut PP No. 71
tahun 2014 tetang pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut, dimana
gambut diartikan sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-
sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada rawa.
Ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang merupakan satu kesatuan
utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitasnya (SETNEG, 2014a).

Gambut di dalam ilmu tanah dikenal sebagai Histosols (histos = jaringan;


Sols = Tanah), sedangkan dalam sistem klasifikasi tanah nasional tanah gambut
disebut Organosol (tanah yang tersusun dari bahan organik). Menurut BBPPSLP
(2011) tanah gambut didefinisikan sebagai tanah yang terbentuk dari timbunan
sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Tanah
gambut mengandung maksimum 20% bahan organik apabila kandungan bagian
tanah berbentuk tanah liat mencapai 0%, atau maksimum 30% bahan organik,
dengan ketebalan lahan organik 50 cm atau lebih. Lahan gambut adalah lahan
yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan
ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari
sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh
air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah
rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk.

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.
Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah
2

yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses
pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik
(Hardjowigeno, 1986).

Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu


(pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun
yang lalu (Andriesse, 1994). Gambut di Serawak yang berada di dasar kubah
terbentuk 4.300 tahun yang lalu (Tie and Esterle, 1991), sedangkan gambut di
Muara Kaman Kalimantan Timur umurnya antara 3.850 sampai 4.400 tahun
(Diemont and Pons, 1991). Siefermann et al. (1988) menunjukkan bahwa
berdasarkan carbon dating (penelusuran umur gambut menggunakan teknik radio
isotop) umur gambut di Kalimantan Tengah lebih tua lagi yaitu 6.230 tahun pada
kedalaman 100 cm sampai 8.260 tahun pada kedalaman 5 m. Dari salah satu
lokasi di Kalimantan Tengah, Page et al. (2002) menampilkan sebaran umur
gambut sekitar 140 tahun pada kedalaman 0-100 cm, 500-5.400 tahun pada
kedalaman 100-200 cm, 5.400-7.900 tahun pada kedalaman 200-300 cm, 7.900-
9.400 tahun pada kedalaman 300-400 cm, 9.400-13.000 tahun pada kedalaman
400-800 cm dan 13.000-26.000 tahun pada kedalaman 800-1.000 cm.

Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa pembentukan gambut


memerlukan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan
antara 0-3 mm tahun. Di Barambai Delta Pulau Petak, Kalimantan Selatan laju
pertumbuhan gambut sekitar 0,05 mm dalam satu tahun, sedangkan di Pontianak
sekitar 0,13 mm tahun. Di Sarawak Malaysia, laju pertumbuhan berjalan lebih
cepat yaitu sekitar 0,22 –0,48 mm per tahun (Noor, 2001 dari berbagai sumber).

Klasifikasi gambut bisa dilihat juga dengan kalsifikasi jenis tanahnya,


dimana tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah yang
memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab <
0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3
dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).

Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang


3

berbeda; dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi


pembentukannya.

Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:

• Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan
bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan
bila diremas kandungan seratnya < 15%.

• Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk,


sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila
diremas bahan seratnya 15 – 75%.

• Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan


asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75%
seratnya masih tersisa.

Gambar 1. Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah:


4

a. Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah, b. Pembentukan gambut


topogen, dan c. Pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen (Noor,
2001 mengutip van de Meene, 1982).
Berdasarkan tingkat kesuburanya, gambut dibedakn menjadi :
• Gambut eutrofik, dalah gambut yang subur yang kaya akan bahan
mineral dan basa-basa serta unsur hara lainya. Gambut yang relatif
subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh
sedimen sungai atau laut.
• Gambut mesotrofik, adalah gambut yang agak subur karena memiliki
kandungan mineral dan basa-basa yang tergolong dalam kategori
sedang.
• Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur diakarenakan
miskin akan mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut
tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong
gambut oligotrofik.

Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan


oligotrofik (Radjagukguk, 1997). Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit dan
umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai. Tingkat
kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa,
bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya, gambut dibedakan atas:

• gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang


hanya dipengaruhi oleh air hujan

• gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang


mendapat pengayaan air pasang. Dengan demikian gambut topogen
akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut
ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:

• gambut dangkal (50 – 100 cm),


5

• gambut sedang (100 – 200 cm),

• gambut dalam (200 – 300 cm), dan

• gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi:

• gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan
mendapat pengayaan mineral dari air laut

• gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak


dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan.

• gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah


tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.
(World Agroforesty Centre/ICRAF, Bogor2008).

Lahan gambut termasuk vegetasi yang tumbuh di atasnya merupakan bagian


dari sumber daya alam yang mempunyai fungsi untuk pelestarian sumber daya air,
perendam banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung berbagai kehidupan
keanekaragaman hayati, dan pengendali iklim, melalui kemampuanya dalam
menyerap dan menyimpan karbon (Wahyunto et al., 2004).

Lahan gambut sendiri memiliki beberapa karakteristik yang


membendakanya dengan lahan mineral, baik secara sifat, fisik, dan kimianya.
Kandungan karbon yang relatif tinggi pada lahan gambut menunjukan bahwa
lahan gambut dapat berperan sebagai penyimpanan karbon. Namun demikian,
cadangan karbon dalam gambut bersifat labil, jika kondisi alami lahan gambut
mengalami perubahan atau terusik maka lahan gambut sangat mudah rusak. Selain
memiliki karakteristik yang berbeda dengan lahan mineral, lahan gambut
khususnya gambut tropika mempunya karakteristik yang sangat beragam, baik
secara spacial maupun vertikal (Subiksa et al. 2011). Karakteristik lahan gambut
sangat ditentukan oleh tingkat ketebalan gambut, substratum (lapisan tanah
mineral dibawah gambut), kematangan, dan tingkat pengayaan, baik dari luapan
sungai sekitarnya maupun pengaruh dari laut khususnya untuk lahan gambut
6

pantai (keberadaan endapan marin).

Indonesia merupakan negara dengan kawasan gambut terluan keempat di


dunia setelah Kanada 170 juta hektare, Uni Soviet 150 juta hektare, dan Amerika
Serikat 40 juta hektare (Mubekti, 2011, dan Herman 2016). Kawasan hutan
gambut Indonesia dikenal dengan sebutan salah satu negara yang memiliki
kawasan hutan gambut terluas di dunia. Asia Tenggara menjadi kawasan pemilik
lahan gambut tropis terbesar di dunia dengan luas 56% dari total lahan gambut
tropis dunia. Indonesia sendiri menyubang 47% dari luas lahan gambut tropis
dunia, membuatnya menjadi Negara pemilik gambut terbesar di kawasan Asia
Tenggara (Badan Restorasi Gambut RI, 2006).

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektare atau sekitar
10,8 persen dari luas daratan Indonesia (Subagjo, 1998; Wibowo dan Suyatno,
1998 dalam Wahyunto et al, 2004; Herman, 2016).

Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan gambut terluas di


antara negara tropis, kawasan gambut ini tersebar di Kalimantan, Sumatera dan
Papua (Agus dan Subiksa; 2008).

Provinsi Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang


memiliki kawasan lahan gambut terluas, yaitu sekitar 3 juta haktare yang tersebar
sepanjang S. Mentaya, S. Kahayan, S. Kapuas, dan S. Barito (BRG. 2017).

Di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 33 KHG yang tersebar dengan


luasan yang cukup besar. Mengutip dari data pedoman KKN-T 2020, terlampir 33
data persebaran KHG di Kalimantan Tengah. KHG ini telah mendapat perhatian
khusus serta menjadi target restorasi oleh badan BRG, adapun data KHG di
Kalimantan Tengah seperti yang terlampir pada tabel berikut :
7

Tabel I. Nama-nama Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) di Kalimantan


Tengah.

No. Nama KHG Luas Total (hektar)

1. KHG Sungai Arut 14.428


2. KHG Sungai Barito – Sungai Ayuh 37.259
3. KHG Sungai Barito – Sungai Napu 9.968
4. KHG Sungai Bila – Sungai Rasau 24.346
5. KHG Sungai Buluh Besar 134.782
6. KHG Sungai Jelai Bila (lintas provinsi) 31.559
7. KHG Sei Kahayan – Sei Kapuas 400.320
8. KHG Sei Kahayan – Sei Sabangau 451.507
9. KHG Sei Kapuas – Sei Barito 558.168
10. KHG Sei Kapuas – Sei Mangkutup 77.714
11. KHG Sei Kapuas – Sei Murui 68.163
12. KHG Katingan – Klaru 28.378
13. KHG Katingan – Mentaya 361.296
14. KHG Katingan – Sebangau 823.060
15. KHG Kumai – Sekonyer 14.308
16. KHG Lamandau – Arut 44.045
17. KHG Lamandau – Jelai 216.493
18. KHG Lamandau – Kumai 90.583
19. KHG Lamandau – Sematu 4.160
20. KHG Mangkatif – Sei Barito 1 33.225
21. KHG Mangkatif – Sei Barito 2 28.253
22. KHG Mentaya – Cempaga 53.383
23. KHG Mentaya – Seranau Kiri 22.159
24. KHG Mentaya – Tualan 11.350
25. KHG Pukun – Kelua Besar 72.655
26. KHG Pukun – Mentaya 303.798
27. KHG Pukun – Seruyan 97.455
8

28. KHG Rasaw – Lamandau 38.012


29. KHG Rungan – Kahayan 111.156
30. KHG Sei Sampang – Sei Kala 31.278
31. KHG Seruyan – Kelua Besar 57.479
32. KHG Seruyan – Sembuluh 42.247
33. KHG Terusan Raya – Kapuas Murung 4.248

1.1.2 Permasalahan
Beberapa permasalahan lahan gambut yang paling banyak terjadi adalah
bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan lahan gambut kurang memperhatikan
prinsip-prinsip ekologi dan karakteristik ekosistem gambut, sehingga
mengakibatkan timbulnya berbagai masalah (kebakaran, gambut rusak);
peraturan mengharuskan pengelolaan ekosistem gambut berbasis Kesatuan
Hidrologis Gambut (KHG), Namun sampai saat ini belum terlaksana, dengan
baik; kebijakan RT/RW belum mempertimbangkan sifat dan karakteristik
gambut; dalam pengelolaan air pada setiap KHG, ditetapkan fungsi kawasan
lindung gambut yang terletak disekitar puncak kubah gambut dan fungsi
kawasan budidaya gambut memerlukan koordinasi yang kuat antar instansi
belum terwujud (Kuliah Umum Daring: Tata Air Di Lahan Gambut Prof. Dr. Ir
Indramo Soekarno, M.Sc. 2020 ).
Permasalahan kerusakan gambut di Kalimantan Tengah secara historis
dimulai dari pembukaan lahan pasang surut, pembukaan lahan transmigrasi,
penebangan kayu hutan. Perusakan itu dilakukan secara formal oleh pemerintah
dan informal oleh masyarakat setempat. Salah satu contoh yang paling besar dari
sisi luasan maupun kegagalannya adalah kegiatan Pengembangan Lahan Gambut
(PLG) yang bertujuan mengkonversi 1 juta haktare menjadi lahan sawah yang
telah dilakukan sekitar 25 tahun yang lalu. Produksi padi nampaknya hanya
cocok dilakukan pada sebagian kecil dari seluruh areal. Meskipun demikian,
sebagian besar tumbuhan kayu diatasnya telah ditebangi. Kegagalan PLG telah
menyebabkan banyak penduduk yang kemudian pindah kembali ke daerah
asalnya. Sementara itu masyarakat yang memutuskan untuk tetap tinggal
9

kemudian harus menghadapi resiko banjir yang dihasilkan sangat rentan


terhadap kebakaran hutan.

Kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah semakin tahun semakin


meningkat, BNPB merilis pernyataan mengenai data kebakaran hutan dan lahan
mengatakan bahwa, Kalimantan tengah menduduki posisi puncak secara berturut
dari tiga tahun, ( PNPB, 2019). Wilayah Kalimantan Tengah menjadi yang paling
parah soal kebakaran hutan, dimana tercatat pada tahun 2015, kebakaran di
Kalimantan Tengah yaitu seluas 583.833,44 Hektare. Namun kebakaran
berkurang drastis pada tahun 2016. Kemudian kebakaran menjadi semakin parah
dan terus meningkat pada tahun 2018 dan 2019. Kebakaran tersebut telah merusak
lahan gambut, merusak ekologi hutan, menimbulkan pencemaran dan banyak
korban terdampak dari kabut asap, serta memberikan perubahan secara sosial dan
ekonomi. (Situs Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI, 2014-2019).

Disisi lain akibat kegiatan konsesi serta konversi/pembukaan kawasan hutan


untuk peruntukan lain dan bencana alam seperti kebakaran yang menimbulkan
dampak negatif kepada lingkungan, maka kondisi hutan gambut mengalami
kerusakan yang cukup parah sehingga upaya pemulihan hutan gambut dengan
kegiatan restorasi ekosistem gambut patut diapresiasi dan diupayakan secara
maksimal pelaksanaannya di Kalimantan Tengah.
Kerusakan ekosistem hutan gambut berdampak besar terhadap lingkungan
setempat (in situ ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ). Fenomen banjir dan
kebakaran merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari rusaknya
ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan menggunakan lahan gambut untuk
sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran
atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi. Dan banyak lagi
dampak sosial dan ekonomi yang terjadi akaibat dari fenomena tersebut. Dalam
pengelolaan lahan gambut tersebut memerlukan strategi khusus karena lahan
gambut berbeda dengan lahan-lahan pada umumnya.
Menurut David F.R Dalam Suprayitno et al (2009:230) Management
Strategi adalah seni pengetahuan dalam merumuskan, menerapkan dan
10

mengevaluasi keputusan lintas fungsional dengan tujuan untuk mencapai tujuan


yang ditentukan. Karena lahan gambut ini berkaitan dengan masyarakat sekitar
maka perlu adanya pemberdayaan yang terintegrasi.
Menurut Rahmiyati dalam Sri Mujiarti Ulfah et al (2020 : 239)
Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan juga
kesejahteraan dalam jangka Panjang merupakan tanggung jawab semua pihak.
Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakatnya melalui program–program unggulan. Meskipun sudah ada
program dari pemerintah, tetapi pada kenyataannya tidak semua masyarakat bisa
menikmati program yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Studi literatur ini menggambarkan bagaimana metode restorasi memiliki


kaitan dan keberhasilan dengan tujuan proses pencegahan bencana kebakaran
lahan gambut di kawasan Sebangau yang rawan akan terjadinya kebakaran hutan
gambut, dan bagaimana mitode restorasi dengan teknik pembasahan ( Reweeting
) bisa memberdayakan perawatan gambut bagi masyarakat, serta memberikan
rujukan agar Pemerintah memberikan kebijakan yang baik serta realisasi yang
serius terhadap lahan gambut.
1.2. Tujuan Penyelenggaraan KKN-T
Adapun dalam penelitian dan studi literatur ini berdasar pada latar belakang
dan permasalahan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Secara umum penelitian dan studi literatur ini bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan dan pengetahuan terhadap lahan gambut serta
permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam sistem tatakelola dan
perawatan lahan gambut untuk masyarakat.
b. Tujuan Khusus
Secara khusus bertujuan untuk mengembangkan sistem restorasi gambut
yang lebih baik dengan teknik pembasahan atau reweeting dalam upaya
menanggulangi besarnya kebakaran lahan dan kerusakan gambut di
Kalimantan Tengah
11

1.3. Kegunaan
Berdasarkan dari tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian
dan studi literatur ini mempunyai manfaat dalam dunia pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian dan studi literatur ini diharapkan dapat
bermanfaat yaitu :
• Memberikan sumbangan pemikiran bagi Universitas Palangka Raya
untuk menerbitkan kurikulum baru terkait pentingnya pelestarian
kawasan lahan gambut.
• Memberikan sumbangan yang imliah bagi dunia pendidikan terhadap
inovasi restorasi gabut untuk menanggulangi bahaya kebakaran hutan.
• Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan restorasi gambut (reweetig) dalam upaya
menanggulangi kebakaran lahan.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian dan studi literatur ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
• Bagi Kelompok KKN G20
Dapat memberikan tambahan wawasan dan pengalaman langsung
tentang bagaimana cara melalukan restorasi dengan sistem pembasahan
(reweeting) yang lebih efektif terhadap pelestarian lahan gambut.
• Bagi Tenaga Pengajar di Univeristas
Dapat menjadi tambahan pengetahuan dan sumbangan pemikiran
tentang bagaimana teknik restorasi gambut dalam upaya menanggulangi
bahaya kebakaran lahan dan hutan gambut.
• Bagi Pemerintah Atau Lembaga
Sebagai bahan pertimbangan untuk menyususun kebijakan serta
menentukan sistem yang lebih efektif dalam upaya pelestarian gambut.
12

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Mengenai Lahan Dan Restorasi Gambut

2.1.1. Pengertian Gambut

Gambut adalah bahan berwarna hitam kecoklatan yang terbentuk dalam


kondisi asam, dan kondisi anaerobic lahan basah. Gambut terdiri dari bahan
organic yang sebagian terurai secara bebas dengan komposisi lebih daro 50%
karbon. Gambut terdiri dari lumut Sphagnum,batang, dan akar rumput-rumputan,
sisa-sisa hewan, sisa-sisa tanaman, bua, dan serbuk sari. Tidak seperti ekosistem
lainya, tanaman/hewan yang mati dilahan gambut tetap berada didalam lahan
gambut tanpa mengalami pembusukan sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Ini
terjadi karena kondisi air yang selalu menggenang, dimana terjadi kekurangan
oksigen yang menyebabkan terhambatnya mikroorganisme untuk melakukan
pembusukan tanaman/hewan yang sudah mati secara cepat. Hal tersebut
menyebabkan materi organik dilahan ambut mudah di identifikasi. Pembentukan
gambut merupakan proses yang sangat lambat dan hal ini memerlukan waktu
sekitar 10 tahun untuk membentuk 1 cm gambut (Dion dan Nautiyal, 2008).

Dalam klasifikasi tanah (soil taxonomy), tanah gambut dikelompokan


kedalam ordo histosol (histos=jaringan) atau sebelumnya dinamakan organosol
yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral pada
umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal,
proses pembentukan, dan lingkungannya (Noor, 2001).

2.1.2. Pembentukan Gambut


Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.
Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah
yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses
13

pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik


(Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dan Subiksa, 2008).
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang
mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi
lapisan transisi antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah
mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau
dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau
tersebut menjadi penuh (Agus dan Subiksa, 2008).
Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut
dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi
daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya
pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir
besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut.
Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil
pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan membentuk
kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung (Agus dan Subiksa, 2008).

2.1.3 Karakteristik Gambut


Karakteristik gambut berdasarkan proses awal pembentukannya sangat
ditentukan oleh unsur dan faktor berikut:
1. Jenis tumbuhan (evolusi pertumbuhan flora), seperti lumut (moss),
rumput (herbaceous) dan kayu (wood)
2. Proses humifikasi (suhu/iklim)
3. Lingkungan pengendapan (paleogeografi)
Semua sebaran endapan gambut berada pada kelompok sedimen alluvium
rawa zaman kuarter Holosen. Lokasi gambut umumnya berada dekat pantai
hingga puluhan kilometer ke pedalaman. Ketebalan maksimum gambut yang
pernah diketahui mencapai 15 m di Riau (Tjahjono, 2007). Endapan gambut
terdapat di atas permukaan bumi, sehingga endapan gambut dapat dikenal dan
dibedakan secara megaskopis di lapangan. Salah satu cara mengenal endapan
14

gambut secara megaskopis adalah berdasarkan ciri sifat fisiknya yang sangat
lunak menyerupai tanah, lumpur atau humus yang berasal dari gabungan bagian
tumbuhan yang sudah membusuk seperti daun, batang, ranting dan akar. Tingkat
pembusukan tumbuhan umumnya ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik seperti mikroba tanah yang
bersifat aerob maupun anaerob yang berguna untuk mendekomposisi bahan-bahan
organik (lignin, selulosa, kitin, asam humik dan lain-lain) menjadi mineral tanah
(Yuleli, 2009).

2.1.4 Sifat-Sifat Tanah Gambut


a. Sifat Fisik Lahan Gambut
Endapan gambut umumnya berwarna coklat muda hingga coklat tua
sampai gelap kehitaman, sangat lunak, mudah ditusuk, mengotori tangan, bila
diperas mengeluarkan cairan gelap dan meninggalkan ampas sisa tumbuhan yang
didapat dari permukaan bumi hingga beberapa meter tebalnya. Endapan gambut di
permukaan dapat ditumbuhi berbagai spesies tumbuhan mulai dari spesies lumut,
semak hingga pepohonan besar. Gambut yang berwarna lebih gelap biasanya
menunjukkan tingkat pembusukan lebih cepat. Secara makroskopis gambut tropis
umumnya terdiri atas sisa-sisa akar, batang dan daun dalam jumlah yang
berlimpah, sebaliknya gambut lumut didominasi oleh sisa tumbuhan lumut seperti
yang terdapat di Finlandia (Tjahjono, 2007).
Sifat fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian
meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing
capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik
(irriversible drying) (Agus dan Subiksa, 2008).
Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya
(Mutalib, et al., 1991dalam Agus dan Subiksa, 2008). Artinya bahwa gambut
mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Kadar air yang tinggi
menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan
bebannya rendah (Nugroho, et al., 1997; Widjaja-Adhi, 1997 dalam Agus dan
Subiksa, 2008). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g
15

cm3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya


berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3 tapi gambut
pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm3 (Tie dan
Lim, 1991 dalam Agus dan Subiksa, 2008) karena adanya pengaruh tanah mineral
(Agus dan Subiksa, 2008).
Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut di drainase, sehingga
terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume,
subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun
pertama setelah lahan gambut di drainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm.
Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2-6 cm/tahun tergantung kematangan
gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar
tanaman yang menggantung (Agus dan Subiksa, 2008).
Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga
beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan
beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga
tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman
perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan
roboh. Pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan
bagi petani untuk memanen sawit (Agus dan Subiksa, 2008).
Sifat lain adalah apabila gambut mengalami pengeringan yang berlebihan
maka koloid gambut akan rusak. Bila terjadi kemarau panjang lahan gambut akan
kering selamanya (irreversible drying) dan gambut berubah sifat seperti arang
sehingga tidak mampu lagi menyerap hara dan menahan air (Subagyo, et al., 1996
dalam Yuleli, 2009). Gambut akan kehilangan air tersedia setelah 4-5 minggu
pengeringan dan ini mengakibatkan gambut mudah terbakar dan sulit dipadamkan
(Yuleli, 2009). Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar
dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya
bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak
terkendali (Agus dan Subiksa, 2008).
16

b. Sifat Kimia Lahan Gambut


Sifat kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan
mineral, ketebalan, jenis mineral pada sub stratum (di dasar gambut), dan tingkat
dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang
dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-
senyawa humat sekitar 10 hingga 20 persen dan sebagian besar lainnya adalah
senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan
senyawa lainnya (Agus dan Subiksa, 2008).

Noor (2001) membagi gambut berdasarkan susunan kimianya sebagai


berikut:
1. Eutropik adalah kandungan mineral tinggi, pH gambut netral atau
alkalin.
2. Oligotrofik adalah kandungan mineral, terutama Ca rendah dan
reaksi asam
3. Mesotrofik adalah terletak di antara keduanya.

Secara umum keasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal
bahan organik maka keasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki
keasaman lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang
sangat asam menyebabkan kahat hara N, P, K, Ca, Mg, B, dan Mo (Yuleli, 2009).
Keasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam amino organik
yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi
anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang
mengakibatkan keasaman gambut meningkat. Selain itu terbentuknya senyawa
fenolat dan karboksilat dapat meracuni tanaman pertanian. Jika tanah lapisan
bawah mengandung pirit, pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai
lapisan pirit akan menyebabkan pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya
keasaman gambut (Sabiham, 1993 dalam Yuleli, 2009). Secara alamiah lahan
gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya
rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat
17

racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif
dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara.
Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan sifat kimia gambut
(Agus dan Subiksa, 2008).

c. Sifat Biologi Gambut


Gambut dapat memelihara daur hidrologi karena sifat hidrofilik yang kuat
kearah horizontal namun lemah ke arah vertikal. Akibatnya lapisan atas gambut
sering mengalami kekeringan meskipun lahan bawahnya basah sehingga
menyulitkan pasokan air untuk perakaran tumbuhan pada musim kemarau, karena
sifat gambut yang kering tidak kembali bila kekeringan dalam kondisi yang
ekstrim (Yuleli, 2009).
Berdasarkan lingkungan tumbuh dan pengendapan, gambut di Indonesia dapat
dibagi menjadi:

• Gambut Ombrogen
Gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh
air hujan (Agus dan Subiksa, 2008).
• Gambut Topogen
Gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air
pasang. Dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral
dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen (Agus dan
Subiksa, 2008).

(Skripsi, Suwanto, Ario M. W.Y. 2016)

2.1.5 Restorasi Gambut

Restorasi gambut merupakan proses untuk mengembalikan fungsi


ekologi lahan gambut, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
terkena dampak dari menyusutnya lahan gambut. Jika dipahami dari sisi definisi,
restorasi merupakan upaya yang sama dari tahapan manajemen bencana yang
disebut rehabilitasi. Tetapi, pada tahap restorasi, melekat juga unsur-unsur mitigasi
yakni pada 5 langkah restorasi hutan dan lahan gambut.
18

Center for International Forestry Research/ CIFOR (pantaugambut.id, n.d.)


menyampaikan langkah-langkah dalam merestorasi gambut yaitu:
a. memetakan gambut : Langkah pertama, yaitu pemetaan hutan dan
lahan gambut. Pemetaan lahan gambut sangat diperlukan agar bisa
menentukan lokasi gambut yang menyusut dan mengetahui tipe serta
kedalamannya. Pemetaan hutan dan lahan gambut, dapat membantu
mengurangi berkurangnya area lahan gambut akibat konversi lahan
melalui kebijakan-kebijakan yang tepat guna berlandaskan temuan-
temuan kajian lahan gambut. Pemetaan ini juga merupakan langkah
awal yang rumit, karena kondisi gambut yang berbeda memerlukan
jenis restorasi yang berbeda pula, misalnya dalam menentukan letak
pembuatan sekat kanal untuk mengatur kadar air.
Agar bisa melakukan upaya restorasi yang tepat, maka masyarakat
harus menggunakan metodologi yang tepat juga. Seperti yang
pemerintah lakukan yaitu, menciptakan Kesatuan Hidrologis Gambut
(KHG), agar memudahkan perlindungan dan pengelolaan gambut.

b. menentukan jenis, pelaku, dan rentang waktu pelaksanaan


restorasi : Langkah yang kedua, menentukan jenis, pelaku, dan
rentang waktu pelaksanaan restorasi, Setelah melakukan pemetaan
gambut, pelaku restorasi dapat menentukan jenis restorasi yang sesuai
dengan kondisi gambut. Ada gambut yang melewati proses
pembasahan terlebih dahulu ada pula yang langsung di tanam ulang,
dan ada juga yang melalui proses pembersihan gambut, misalnya
gambut terkena kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, atau kayu
maka gambut harus di bersihkan terlebih dahulu. Setelah menentukan
jenis restorasi, lalu menentukan pemangku mana saja yang terlibat.
Kemudian menentukan rentang waktu pelaksanaan restorasi,
misalnya yang pemerintah tetapkan sekarang ini menentukan rentang
waktu selama lima tahun.
19

c. membasahi gambut (rewetting) : Langkah yang ketiga, yaitu


membasahi gambut (rewetting). Membasahi kembali lahan gambut
perlu dilakukan agar gambut tetap lembab dan tetap terjaga
manfaatnya juga agar gambut sulit terbakar. Pada langkah ini, yang
kita lakukan adalah menata air. Menata air dengan cara membuat sekat
kanal, agar air tetap berada di lahan gambut dan membantu daerah
yang mengalami kekeringan air. Terkait dengan langkah pembasahan
lahan gambut, Widjaja-Adhi (Agus dan Subiksa, 2008) menyarankan
agar wilayah ekosistem lahan gambut dibagi menjadi 2 kawasan yaitu:
kawasan nonbudidaya dan kawasan budidaya. Kawasan nonbudidaya
terdiri dari (a) jalur hijau sepanjang pantai dan tanggul sungai dan (b)
areal tampung hujan yang luasnya minimal 1/3 dari seluruh kawasan.
Kawasan yang dijadikan sebagai areal tampung hujan adalah bagian
kubah gambut (peat dome) sehingga harus menjadi kawasan
konservasi. Kubah gambut berfungsi sebagai penyimpan air (resevoir)
yang bisa mensuplai air bagi wilayah di sekitarnya, terutama pada
musim kemarau, baik untuk air minum maupun usaha tani. Pada
musim hujan kawasan ini berfungsi sebagai penampung air yang
berlebihan sehingga mengurangi risiko banjir bagi wilayah di
sekitarnya. Hal ini dimungkinkan karena gambut memiliki daya
memegang air sangat besar yaitu sampai 13 kali bobot keringnya.
Perlindungan terhadap kawasan tampung hujan akan menjamin
kawasan sekitarnya menjadi lebih produktif.
d. menanam lahan gambut (revegetasi) : Langkah yang keempat,
penanaman kembali lahan gambut (revegetasi); Setelah proses
rewetting selesai maka lahan gambut dapat ditanami oleh tanaman
semusim yang ramah gambut seperti nanas, kakao, kopi dan lain
sebagainya (Agus dan Subiksa, 2008). Penanaman lahan gambut agar
menjaga keberlangsungan ekosistem gambut, memperkokoh sekat
kanal, serta melindungi lahan gambut dari kikisan aliran air kanal.
e. Langkah yang terakhir : yaitu memberdayakan ekonomi
20

masyarakat lokal. Tak hanya berhenti pada pulihnya ekologi dan


penanaman ulang, restorasi juga harus memperhatikan pemberdayaan
ekonomi masyarakat lokal, agar terciptanya sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang baik.

2.1.6 Hubungan Restorasi Gambut dan Mitigasi Bencana Kebakaran

Mitigasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi resiko bencana,


yang dilakukan dengan membuat bangunan/struktur dan membangun kapabilitas
sumber daya manusia yang bertujuan untuk menghindari dan atau mengurangi
resiko dari bencana.

Carter (Rahman, 2016) mendefenisikan mitigasi sebagai tindakan yang


bertujuan mengurangi dampak dari bencana alam atau bencana buatan manusia
pada suatu bangsa atau masyarakat.

Selain itu, Carter (Rahman, 2016) membagi mitigasi menjadi dua cara,
yaitu mitigasi fisik dan mitigasi nonfisik. Mitigasi fisik (Structure Mitigation)
merupakan keseluruhan upaya yang bertujuan meminimalisir risiko bencana dan
dampaknya melalui pembangunan infrastruktur. Mitigasi nonfisik (Nonstructure
Mitigation) merupakan keseluruhan upaya yang bertujuan untuk mengurangi risiko
bencana dan dampaknya dengan cara meningkatkan kemampuan baik fisik
maupun teknik melalui kegiatan yang dapat meningkatkan kapasitas pemerintah
dan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Bencana kebakaran hutan dan lahan memiliki metode khusus dalam


penanganannya, terutama dalam proses pencegahan. Oleh karena itu, metode
yang digunakan tidak hanya memperhatikan aspek pengurangan resiko bencana
namun juga bersanding dengan aspek pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat sebagai upaya untuk menerapkan pencegahan bencana yang
berkelanjutan. Maka masyarakat menjadi komponen utama dalam proses
pencegahan ini. Mitigasi sebagai salah satu komponen pada sistem pencegahan
mengedepankan peran masyarakat.
21

Sementara itu, mitigasi fisik yang dilakukan dalam upaya pencegahan


kebakaran hutan dan lahan gambut dilakukan dengan membangun sistem
pengelolaan tata air (water management) yang berfungsi sebagai pendukung
program membasahi hutan dan lahan gambut (rewetting) serta penanaman kembali
(revegetasi) hutan dan lahan gambut yang terdampak kebakaran. Sistem
pengelolaan tata air dapat dilakukan dengan membangun sumur dan kanal air
sehingga hutan dan lahan gambut dapat terjaga kelembabannya. Sedangkan
penanaman hutan dan lahan gambut dilakukan untuk menjaga keberlangsungan
ekosistem gambut dan dilakukan penanaman dengan tanaman yang dapat
menyesuaikan dengan kondisi gambut dan juga memiliki dampak sebagai
pendorong dalam peningkatan ekonomi masyarakat.

Jadi, metode restorasi bukan merupakan metode mitigasi secara penuh,


melainkan sebuah metode rehabilitasi khusus kebakaran hutan dan lahan gambut
yang didalam prosesnya terdapat kegiatan yang mendukung mitigasi bencana. Hal
ini terlihat pada upaya mitigasi yang terdiri dari mitigasi fisik dan nonfisik dalam
suatu bencana merupakan upaya yang sama dengan restorasi dimana didalamnya
memiliki upaya yang bersifat fisik dan nonfisik juga.

2.2. Hasil-hasil Penelitian Pendukung


` Dalam penyusunan laporan penelitian KKN ini, sedikit banyaknya kami
terinspirasi dan mereferensi dari penelitian-penelitian atau jurnal-jurnal ilmiah
sebelumnya yang berkaitan dengan latar belakang masalah karya ilmiah ini.
Berikut ini kami paparkan beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan karya ilmiah ini :
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ramdhan tahun 2017, penelitian ini
22

berjudul “ Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Restorasi Lahan


Gambut Di Kalimantan Tengah”. Dalam peneitian ini terdapat 6 kategori yang
menjadi kunci focus bahasanya serta mendukung penelitian dalam penelitian
kami. Kata kunci yang di maksudkan adalah : Kalimantan Tengah; Kawasan
Hidrologi; Lahan Gambut; Pemberdayaan Masyarakat; dan Restorasi. Penelitian
ini menghasilkan analisis bagaimana masyarakat Kalimantan Tengah yang tinggal
dilahan gambut mayoritas belum mengetahui program pengelolaan lahan gambut
dari pemerintah. Namun mereka mendukung adanya program pemerintah untuk
melakukan upaya pengelolaan lahan gambut di Provinsi Kalimantan Tengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Febri Yuliani. Penelitian ini berjudul
“Metode Restorasi Gambut Dalam Konteks Mitigasi Bencana Kebakaran Lahan
Gambut Dan Pemberdayaan Masyarakat”. Dalam penelitian ini kata kunci yang
menjadi focus penelitian adalah bencana kebakaran hutan dan lahan, mitigasi
bencana, restorasi gambut, pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini menjelaskan
bahwa Kebakaran hutan dan lahan gambut memang memerlukan penanganan
secara khusus. Kegiatan restorasi haruslah mendukung upaya mitigasi yang
dilakukan dengan tidak hanya terfokus pada hutan dan lahan gambut yang rentan
terhadap bencana namun juga harus menggandeng masyarakat sekitar hutan dan
lahan gambut. Masyarakat tidak hanya diberikan edukasi akan bahaya membuka
lahan dengan cara membakar namun juga harus diberikan informasi mengenai
bagaimana mengelola hutan dan lahan gambut untuk mencegah terjadinya kembali
kebakaran hutan dan lahan gambut.
Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Dony Rachmanadi, Sumardi, dan
Peter Van Der Meer, pada Juli 2017. Dengan Judul jurnal penlitian “ Karakteristik
Kerusakan Hutan Rawa Gambut Tropis Terdegradasi Di Kalimantan Tengah”.
Dalam jurnal penelitian ini yang menjadi kata kunci adalah karakteristik
kerusakan; hutan rawa gambut; keanekaragaman; faktor Lingkungan. Dalam
penelitian memiliki kesimpulan ilmiah bahwa : Gradasi lingkungan yang terjadi di
hutan rawa gambut tergradasi di pengaruhi oleh kondisi lingkungan, yaitu
genangan, (tinggi muka air tanah), bukan tajuk, hara tanah dan biomasa tumbuhan
bawah yang menetukan perbedaan intensitas cahaya, dan iklim mikro. Semakin
23

jauh dari dalam hutan atau semakin ketepi hutan maka akan semakin rendah nilai
keanekaragaman jenis pohon, jumlah jenis dan ketetapan vegetasi semakin
rendah. Kerusakan hutan rawa gambut juga menyebabkan sebaran kelas diameter
vegetasi yang tidak ideal dan dominasi jenis hanya terpusat pada sedikit jenis.
Krakterstik hutan rawa gambut yang telah terdegradasi tersebut akan membawa
implikasi manajemen dalam pengelolaan dan pemulihan lahan terdegradasi.”
24

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN KKN TEMATIK
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu dilaksanakanya KKN Tematik Periode 1 tahun 2020 yaitu di mulai
pada tanggal 28 mei 2020 sampai dengan tanggal 7 Juli 2019 dan tempat lokasi di
desa Tumbang Nusa kecamatan Jabiren Raya kabupaten Pulang Pisau Provinsi
Kalimantan Tengah.

3.2. Metode Dasar Pelaksanaan


1. Mufakat dan bermusyawarah masyarakat di Desa Tumbang Nusa
Mufakat dan bermusyawarah merupakan salah satu kegiatan penting untuk
memulai suatu perencanaan karena berunding dan bermusyawarah merupakan
pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian suatu
masalah.
Seluruh Kalimantan Tengah. Selain itu keberadaan Mahasiswa KKN dapat
membantu pemerintah dalam membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
serta kendala program di desa lokasi KKN.
2. Sosialisasi berupa himbauan dengan media reklame
Sosialisasi dengan media reklame adalah proses penanaman atau transfer
kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam suatu
kelompok atau masyarakat dengan menggunakan media seperti
spanduk,baliho,poster dll.
3. Diskusi dengan aliansi MPA (masyarakat peduli api)
Diskusi dengan aliansi MPA adalah sebuah interaksi komunikasi antara
semua anggota kelompok kkn G-20 bersama MPA membahas tentang tehnik
dasar,keadaan lokasi,kebijakan,dampak social dan ekonomi.
4. Aksi peduli covid 19 ( dengan memberikan protocol kesehatan )
Aksi peduli adalah suatu kegiatan peduli terhadap di suatu keadaan yang
terdampak maslah social ekonomi yang dipicu oleh kerusakan lingkungan
social dan budaya yang disebabkan oleh factor alam dan manusia, aksi
peduli dilakukan dengan cara inisiatif yang dipicu oleh rasa kepedulian
25

terhadap sesama manusia dengan dipenuhi rasa ikhlas tanpa pamrih dengan
cara protocol kesehatan ( dengan meyediakan tempat cuci tangan,hand
wash,masker dll.
5. Aksi peduli lahan gambut yang sudah rusak ( penanaman pohon)
Aksi peduli lahan gambut yaitu dengan cara menanam pohon yang cocok
dilahan gambut dengan SOP restorasi gambut

3.3. Alat dan Bahan yang di gunakan


1. Alat
Alat atau perkakas adalah benda yang di gunakan untuk mempermudah
pekerjaan kita sehari-hari.
2. Bahan
Bahan adalah zat atau benda yang dari mana sesuatu dapat dibuat darinya,
atau barang yang dibutuhkan untuk membuat sesuatu.
3.4. Pihak yang Terlibat
1. Pengurus Atau Birokrasi Desa Tumbang Nusa
2. Aliansi MPA
3. Masyarakat Desa
4. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Tengah
5. Dinas Lingkungan Lidup (DLH)

3.5. Pengumpulan Data


1. wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab dengan responden atau
informanuntuk memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk penelitian.
Wawancara digunakan untuk menggali informasi atau persepsi subjektif dari
informan terkait topik yang di teliti.
2. observasi
Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan lewat
pengamatan langsung. Peneliti melakukan pengamatan ditempat terhadap
objek penelitian untuk diamati menggunakan pancaindra.
26

3. studi pustaka
Tehnik pengumpulan data yang juga banyak dilakukan dengan cara
relevan dari buku,artikel ilmiah,berita,maupun sumber kribel lainnya yang
sesuai dengan topik penelitian.
4. snowball sampling
Adalah suatu metode untuk mengidentifikasi,memilih dan mengambil
sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus.

3.6. Bentuk partisipasi masyarakat


Dalam pelaksanaan kegiatan KKN-T sejauh ini di Desa Tumbang Nusa
mendapat tanggapan yang cukup baik dari pengurus desa. Disisi lain masyrakat
Desa beserta pengurus Desa juga aktif dalam proses interaksi dan membantu
dengan responsip terhadap data-data yang kami perlukan, masyarakat juga terbuka
dengan sangat ramah ketika kami melakukan wawancara atau menjalin koordinasi
baik via online maupun offline. Contoh sederhana adalah bagaimana pengurus
Desa memberikan dengan senang hati Profil Desa Tumbang Nusa dan bersedia
melakukan diskusi serta menyambut kedatangan kami dengan baik di Kantor Desa
Tumbang Nusa.
Meskipun begitu ada juga beberpa masyrakat yang bersipat permisif atau
masih belum terbuka dengan Mahasiswa KKN-T, baik dikarenakan proses
interaksi yang masih terlalu cepat terjadi atau di picu oleh faktor yang lainya.
‘’Untuk lebih jauh melihat keterlibatan partisipasi masyrakat bisa di lihat di
poit 5.2.2. Peran Dan Partisipasi Masyarakat’’.

3.7. Output yang Dapat Dicapai


Data-data dasar yang didapatkan berupa letak dan kondisi geografis baik
infrastruktur, jenis kelamin,keadaan umum, permasalahan sosial yang berkaitan
dengan kondisi lahan gambut yang tergredasi serta diketahuinya kegiatan KKN-T
di Desa Tumbang Nusa.
Disisi lain segera akan diketahuinya potensi masyrakat di Desa Tumbang
Nusa, juga pemucu kebakaran lahan dan hutan gambut di Desa Tumbang Nusa,
27

yang paling utama adalah bagaiman keadaan lokasi Pasca kebakran hutan dan
lahan dan melihat kebijakan apa yang di terapkan oleh Pemerintah Provensi
Kalimantan tengah lalu memberikan analisa faktor penghambat dan pendukung
dar fenomena tersebut.

3.8. Tindak lanjut kegiatan


Akan dilakukan nya pelaksanaan program unggulan kegiatan KKN-T,
penggalian data lanjutan, penyusunan sistematikan laporan kelompok, finalisasi
data dan pembuatan jurnal publikasi serta evaluasi dan pelaporan.

3.9. Analisis data


Kurangnya keseriusan dari pemerintah dalam penanganan lahan gambut
didesa Tumbang Nusa mengakibatkan banyaknya kegagalan dalam mencegah
terjadinya kebakaran hutan dan lahan Gambut. contohnya seperti masyarakat
hanya di dampingi sementara tanpa adanya tindak lanjut dari pemerintah terhadap
mereka secara berkelanjutan hal tersebut lah yang membuat setiap program yang
di berikan pemerintah hanya berjalan sementara dan tidak selamanya hingga
mengakibatkan keberhasilan yang sangat kurang. Disisi lain keadaan yang
ditemukan di lapangan bagaimana latar belakang dan budaya masyarakat tidak
sesuai dengan program pemerintah dalam upaya pengelolaan hutan lahan gambut
seperti program pengembangan masyrakat kedalam kelompok masyarakat
peternakan, perkebunan dan perikanan. pembukaan lahan perkebunan dan lain
sebagainya sehingga dampak yang ditimbulkan gagalnya masyarakat dalam
menjalankan program tersebut yang membuat tidak bertumbuhnya ekonomi
masyarakat didesa Tumbang Nusa.
Berkenaan dengan system restorasi yang dilakukan pemerintah terutama
pada tehnik pembasahan atau reweeting juga belum maksimal hal ini ditunjukan
dengan gagalnya upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut
ditahun 2018/2019. Bila kita melihat data kebakaran hutan di desa Tumbang Nusa
maka hampir setiap tahunnya selalu terjadi kebakaran yang merusak hutan lahan
gambut.
28

Permasalahan permasalahan seperti yang kami temukan dilapangan


membuktikan bahwa upaya untuk menanggulangi bahaya kebakaran disetiap
tahunnya masih mengalami kegagalan sehingga perlu adanya perhatian khusus
yang lebih serius terhadap restorasi gambut,perawatan gambut, program
pengembangan gambut yang lebih serius dengan pendekatan perspektif sosial
masyarakat yang lebih mengarah kepada analisis,psikologis,sosiologis,ekologis
dan ekonomis yang benar benar serius dilakukan oleh pemerintah dan semua
lapisan masyarakat.
Hal lain misalanya dalam hal tata kelola lahan gambut yang masih sangat
manual serta sederhana yang mengakibatkan potensi kerusakan gambut yang pasti
terjadi. Juga program-program yang coba dilakukan masih begitu abstrak pada
saat implementasinya di lapangan, misalnya sampai sekarang masyrakat belum
punya SK untuk melakukan perawatan terhadap program sumur bur yang juga
peta persebaran dari keberadaan sumur bur tersebut juga masih belum ada yang
benar dan tepat. Juga misalhnya beberapa sumur bur yang ada tidak bisa
digunakan pada saat musim kemarau karena teknis pembuatanya tidak memenuhu
kajian SOP yang epektif, sehingg ketika terjadi fenomena kebakaran hutan dan
lahan maka api akan sangat susah untuk di padamkan.
29

BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Letak Administratif dan Geografis

Secara umum letak Geografis dan letak Administatif Desa Tumbang Nusa
merupakan salah satu dari 95 Desa di Kabupaten Pulang Pisau, yang memiliki
luas wilayah 200 Km Persegi atau seluas 20.000 Haktare. Secara astronomis Desa
Tumbang Nusa terletak di 21º Lintang Selatan dan 114º Bujur Timur. Secara
geografis Desa Tumbang Nusa dilalui oleh Sungai Kahayan yang merupakan
bagian dari DAS Kahayan, dan jalan Trans Kalimantan.

Posisi Desa Tumbang Nusa yang terletak pada bagian Kecamatan Jabiren
Raya sebelah utara berbatasan dengan Desa Katunjung sebelah Barat dengan Desa
Tanjung Taruna, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pilang dan sebelah
Selatan dengan Desa Sebangau. Lahan di Desa sebagian besar merupakan Tanah
Basah yang memiliki luas 13.700 Haktare dari luas wilayah desa.

Gambar 2, Peta Kecamatan Jabiren Raya :


30

4.2. Struktur Pemerintahan


Struktur organisasi pemerintahan Desa Tumbang Nusa dipimpin oleh
seorang Kepala Desa yang dibantu oleh 1 (Satu ) orang Sekertaris Desa dan 3
(Tiga) orang Kepala Seksi masing-masing bidang dan 3 (tiga) orang Kepala
Urusan Masing Bidang yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat dengan dibantu 1 (satu) orang tenagaoperator desa.

4.3. Wilayah
Desa Tumbang Nusa berbatasan langsung dengan desa-desa tetangga, yang terdiri
dari :
Utara : Desa Katunjung-Kabupaten Kapuas
Barat : Desa Tanjung Taruna
Selatan : Kecamatan Sebangau
Timur : Desa Pilang
Desa Tumbang Nusa memiliki 5 RT yang letaknya terbagi menjadi dua:
pemukiman yang dekat dengan sungai dan pemukiman yang berada di pinggir
jalan. RT 1, 2 dan 3 berada dipinggiran sungai Kahayan atau biasa warga
menyebutnya dengan ngiwa (Tumbang Nusa bagian bawah), sedangkan RT 4
dan RT 5 berada disepanjang jalan trans Kalimantan KM 35, yaitu daerah
yang biasa disebut dengan ngambu atau Tumbang Nusa bagian atas.
31

Gambar 4, Peta Batas Administrasi Desa Tumbang Nusa

4.3. Tata Guna Lahan


Sekitar lebih dari 70% tanah yang berada di Tumbang Nusa tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat, hanya berupa hutan sekunder dan semak belukar
yang dipenuhi oleh tumbuhan sejenis paku-pakuan seperti kumpai (Hymenache
acutigluma) dan lampasau (Diplazium esculentum Swartz). Sebagian kecil
tanah, sekitar 20%, diusahakan oleh masyarakat dalam berkebun karet, purun,
dan rotan. Beberapa kebun ada juga yang ditumbuhi oleh pohon galam. Namun
kebun tersebut tidak lagi dimanfaatkan secara intensif sebagaimana dulu sebelum
kebakaran tahun 2015. Saat ini, banyak masyarakat yang mulai menanam
sengon, terutama di wilayah dekat jalan Trans Kalimantan. Beberapa warga
bahkan mengganti pohon karetnya untuk ditanam sengon.
Lokasi dimana purun tumbuh sering kali dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk membudidayakan ikan. Namun jumlah keluarga yang berbudidaya ikan ini
tidak banyak. Semak belukar dimana kumpai dan lampasau tumbuh biasanya
32

terdapat air yang tergenang, mengumpul di satu titik, masyarakat biasanya


menyebutnya dengan danau gundul. Danau gundul ini sering dijadikan alternatif
bagi warga untuk menangkap ikan selain di sungai.
Areal kebun sekitar pemukiman masyarakat yang berada di daratan
dimanfaatkan untuk menanam sayuran atau menanam buah-buahan. Sementara
lahan yang sudah berjarak sekitar 200-300 meter dari pemukiman masyarakat
masih belum dimanfaatkan secara maskimal. Hanya sebagian lahan yang
dimanfaatkan untuk berkebun dengan menanam pohon sengon, karet dan
sawit. Rencananya masyarakat akan mencoba untuk serius dalam hal
perkebunan karena mereka menyadari lahan yang sangat luas yang ada di desa
Tumbang Nusa. Masyarakat sudah tidak ada lagi yang memanfaatkan lahan untuk
berladang (bertani) karena menurut masyarakat kondisi tanah gambut yang ada di
Tumbang Nusa sangat tidak produktif untuk lahan pertanian.
Sekarang ini masyarakat mulai tertarik untuk memanfaatkan lahan dan
hutan desa untuk dijadikan lahan perkebunan. Sebagian masyarakat sudah
menanam sengon meski tidak dalam jumlah yang banyak karena masyarakat
masih ada rasa trauma dengan kebakaran lahan. Masyarakat juga masih
mempertimbangkan perkebunan jenis lain di desa Tumbang Nusa. Lahan desa
Tumbang Nusa juga ditumbuhi purun yang masih sangat melimpah. Pemanfaatan
purun masih belum maksimal, masyarakat hanya menjual bahan mentah purun
kepada pengepul yang berasal Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara
Provinsi Kalimantan Selatan. Sebenarnya masyarakat memiliki keterampilan
untuk membuat anyaman purun berupan tas dan topi, namun masyarakat
terkendala untuk pemasaran barang. Hal inilah yang membuat masyarakat
memilih untuk menjual barang mentah purun.
Kebun purun dan rotan yang ada di desa Tumbang Nusa sekarang ini masih
dimanfaatkan masyarakat. Mereka akan menjual purun dan rotan dalam bahan
mentah kepada pengepul yang berasal dari Kalimantan Selatan. Luas wilayah
menurut penggunaanya adalah sebagai berikut :
33

Tabel 4, Alokasi Penggunaan Lahan Desa Tumbang Nusa:

No Penggunaan Lahan Haktare

01 Luas Tanah Sawah 0,00 Ha


02 Luas Tanah Kering 20,00 Ha
03 Luas Tanah Basah 13,700,00 Ha
04 Luas Tanah Perkebunan 750,00 Ha
05 Luas Fasilitas Umum 207,00 Ha
06 Luas Tanah Hutan 5.323,00 Ha
Total Luas 20.000,00 Ha
34

4.4. Keadaan Penduduk (Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan,


Agama, Tenaga Kerja)
Jumlah penduduk desa Tumbang Nusa pada tahun 2018 adalah 1027 jiwa
yang terdiri dari 517 laki-laki dan 510 perempuan dengan 286 Kepala
Keluarga. Mayoritas penduduk berada pada usia produktif (12-60 tahun),
yaitu sekitar 925 orang.
Tabel 5, Jumlah Penduduk Desa berdasarkan jenis keamin

Laki-laki Perempuan Total Jumlah RT


(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) KK
517 510 1027 286 5

Gambar 5. Grafik Persentase Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi


Umur

ur

313 orang = 30%

˃ 60
o

Mayoritas penduduk desa Tumbang Nusa berprofesi sebagai nelayan.


Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang jalan trans Kalimantan atau
lebih dikenal dengan Tumbang Nusa Atas, masyarakat berprofesi sebagai
pedagang (warung) dan sebagian dari mereka juga memiliki usaha pembibitan
pohon serta beternak kambing dan sapi. Hanya sebagian kecil masyarakat
Tumbang Nusa yang berprofesi sebagai PNS dan wiraswasta.
35

Gambar Grafik Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Nelayan (KK)
… Pedagang
(KK)

PNS (KK)

Jumlah penduduk di Desa Tumbang Nusa setiap tahunnya mengalami


peningkatan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk 939 jiwa. Tahun 2015 penduduk
berjumlah 941. Pada tahun 2016 penduduk berjumlah 947. Pada tahun 2017 desa
Tumbang Nusa mengalami peningkatan menjadi 1015 jiwa dan tahun 2018
penduduk berjumlah 1027 jiwa. Dalam 2 tahun terakhir jumlah penduduk
mengalami peningkatan yang signifikan, hal tersebut didasari oleh adanya
perpindahan penduduk dan kelahiran penduduk.
Gambar 5. Grafik Jumlah Penduduk Desa Tumbang Nusa Tahun
2014-2017

104
0
101
102 5
0
100
0
98
0

96 94
0 93 94 7
9 1
94
0
92
0
90
0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun
2017
36

Kepadatan penduduk desa Tumbang Nusa berkisar 5,1 jiwa/Km2.


Pemukiman terkonsentrasi di dua tempat, yaitu yang berada di sekitar Sungai
Kahayan, dan yang berada di pinggir jalan Trans Kalimantan. Mayoritas warga
desa tinggal di pinggiran Sungai Kahayan, ada 3 RT di sana (RT 1, RT 2, dan RT
3). Sedangkan warga yang tinggal di pinggir jalan hanya 2 RT, yaitu RT 4 dan 5.

4.5. Keadaan Infrastruktur ( Kelembagaan Sosial, Jalan, Jembatan,


Perdagang-an, Angkutan )
Keadaan sarana dan prasarana fasilitas umum di Tumbang Nusa sudah
cukup baik. Jalan Desa Tumbang Nusa Bawah yang dulunya berupa titian kayu,
sekarang 95% sudah dilapisi dengan semen. Kondisi jalan yang menyambungkan
antara Tumbang Nusa Atas dengan Tumbang Nusa Bawah yang dikenal dengan
nama Jalan Segara, masih berupa sirtu, yaitu campuran pasir dengan batu. Ketika
cuaca panas jalan ini akan berdebu dan saat cuaca hujan beberapa lobang akan
tergenang air.
Proses pembangunan desa terus dilakukan untuk meningkatkan sarana
dan prasarana desa. Pada tahun 2018 pembuatan sumur bor untuk air bersih di
masing- masing RT akan dibangun. Hal ini agar ketersediaan air bersih untuk
masyarakat bisa terpenuhi. Di bawah ini beberapa fasilitas umum lain yang ada di
Tumbang Nusa:
Tabel 6, Kondisi Fasilitas Umum Desa Tumbang Nusa :

No Jenis Fasilitas Umum Jumlah Kondisi Lokasi


1 Jalan Desa ( semen ) 1 Km Baik RT 1 – 3
2 Jalan Desa/ Segara ( 3 Km Kurang baik RT 3 dan RT 5
Sirtu )
3 Jalan Desa 2,8 Km Kurang baik RT 3 – 4
(titian/jembatan)
4 Jalan Provinsi (trans 5 Km Kurang baik RT 4 – 5
Kalimantan)
5 Jembatan Tumbang 7 Km Baik RT 4
S Nusa
6 Tower Air Bersih 12 Buah Kurang baik RT 1 – 5
7 Jembatan 2 buah Baik RT 3
37

sarana dan prasarana fasilitas sosial di Desa Tumbang Nusa sudah sangat
lengkap. Kondisi beberapa fasilitas sosial juga masih sangat bagus dan terawat,
walau ada beberapa sarana yang kondisinya sudah cukup tua dan perlu
direhabilitasi, seperti balai desa. Berikut fasilitas sosial yang ada di Desa
Tumbang Nusa:

Tabel 7, Kondisi Fasilitas Sosial Desa Tumbang Nusa


No Jenis Fasilitas Sosial Jumlah Kondisi Lokasi
1 Kantor Desa 1 Unit Baik RT 4
2 Balai Desa 1 Unit Kurang baik RT 2
3 Gedung TK 1 Unit Baik RT 2
4 Gedung SDN 2 Unit Baik RT 1 dan RT 5
5 Gedung SMP 1 Unit Baik RT 4
6 Mesjid 2 Unit Baik RT 1 dan RT 4
7 Mushola 1 Unit Baik RT 3
8 Puskesmas Pembantu (Pustu) 1 Unit Kurang baik RT 1
9 Pos Kesehatan Desa 1 Unit Baik RT 4
(Poskesdes)
10 Gereja 1 Unit Kurang baik RT 5
11 Poskamling 5 Unit Kurang baik RT 1 – 5
12 Pemakaman Umum 1 Kavling Baik RT 1
13 Lapangan Voli 2 buah Baik RT 1 dan RT 4
14 Lapangan Bulutangkis 3 buah Kurang Baik RT 2 dan RT 4
15 Lapangan Sepakbola 1 buah Tidak baik RT 1
16 Pangantuhu1 3 buah Baik RT 1 dan RT 2
38

BAB V
HASIL PENYELENGGARAAN KKN TEMATIK

5.1 Laporan Kemajuan


5.1.1. Rencana Program dan Pembagian Tim
Rencana Program yang akan dilakukan di Desa Tumbang Nusa telah di
diskusikan kelompok KKN G20 melalui via google meet yaitu ada 5 program
diantaranya mufakat & bermusyawarah dengan masyarakat di Desa Tumbang
Nusa, Sosialasi berupa himbauan dengan media reklame, diskusi dengan aliansi
MPA (Masyarakat Perduli Api), aksi perduli Covid 19 (dengan memberikan
protocol Kesehatan), aksi perduli lahan gambut yang sudah rusak (penanaman
pohon).
Program-program yang dilakukan dan diterapkan di Desa Tumbang Nusa
dilakukan dengan pendekatan dan analisis kehidupan sosial masyarakat yang
mana program-program tersebut dilaksanakan guna menjadi alternatif
penyelesaian masalah yang cukup penting di Desa Tumbang Nusa.
Pelaksanaan program ini dikerjakan oleh Mahasiswa KKN-T G20 yang
pada teknis pelaksanaanya dilakukan oleh semua anggota kelomok dengan
melakukan kerja sama dengan masyrakat serta pengurus Desa Tumbang Nusa.
Tujuan utama dari adanya program-progam ini adalah untuk membantu
menyelesaikan masalah yang ada di Desa Tumbang Nusa, dan harapanya menjadi
media yang tepat sebagai mediator yang baik untuk memfasilitasi dan
mengadirkan solusi terhadap keadaan dan harapan dari masyarakat Desa Tumbang
Nusa.
Adapun deskripsi dari rencana program yang akan dilakuka di Desa
Tumbang Nusa, bisa dilihat dan di analisa pada :
39

No Kegiatan Metode Pelaksanaan TIM Yang


Kegiatan Terlibat
Mufakat dan melakukan Himbauan & mini Semua anggota
bermusyawarah dengan sosialisasi dengan kelompok KKN
1 masyarakat di Desa masyarakat Desa G20
Tumbang Nusa Tumbang Nusa yang
dijumpai di lokasi
Sosialasi berupa himbauan Pemasangan spanduk, Semua anggota
2 dengan media reklame poster, dll di lokasi kelompok KKN
penelitian G20
Diskusi dengan aliansi Diskusi santai Semua anggota
3 MPA (Masyarakat Perduli mengenai Teknik kelompok KKN
Api) dasar, keadaan lokasi, G20
kebijakan, dampak
sosial & ekonomi
Aksi perduli Covid 19 Dengan menyediakan Semua anggota
4 (dengan memberikan tempat cuci tangan, kelompok KKN
protocol Kesehatan) hand wash, masker, G20
dll
Aksi perduli lahan gambut Penanaman pohon di Semua anggota
5 yang sudah rusak lokasi lahan gambut kelompok KKN
(penanaman pohon) yang tergredasi G20

“tabel 8, rencana program kegiatan”.


40

Penggalian data dasar di kelompok G20


Desa : Tumbang Nusa
Kecamatan : Jabiren Raya
Kabupaten / Kota : Pulang Pisau
KHG Sei Kahayan –
WALHI Kalteng DLH Sei Sabangau
(Dinas Lingkungan (Desa Tumbang
Hidup) Nusa)

1. Franata 1. Devina Amalia 1. Keri Aria


Sangki (Koordinator) Andika
(Koordinat 2. Pelina Amelia (Koordinasi)
or) 3. Hana Pira 2. Richwan
2. Fitra Hadi Paska Riski Rawandi
Wibowo 4. Werry Agustin 3. Deny
3. Supomo 5. Irvan Patmadinata
4. Jhonala 6. Meidiala 4. Benediktus
Orlando Saputra Julio
5. Jun Rinaldo 5. Herry Aji
Triadinata Saputra
6. Harianto
41

5.1.2. Kondisi Awal Lokasi dengan Foto-foto Kegiatan

Gambar 6. gerbang desa Gambar 7. Lahan Gambut

Gambar 8. Fhoto bersama


Gambar 9. Diskusi dengan
pengurus desa
pengurus desa

Gambar 10. Peninjauan Gambar 11. Lokasi gambut


aktivitas masyarakat dalam
42

5.1.3. Permasalahan yang Ditemukan


Desa Tumbang Nusa memiliki luas lahan ± 200 km2 dengan berbagai
macam keunikan dan keanekaragaman hayati. Sumber daya alam yang sangat
melimpah baik di darat maupun di sungai. Di Desa Tumbang Nusa peletakan
sumur bor kurang tepat sasaran. Kebakaran hutan yang terjadi karena
sendirinya/alam sangat minim tetapi yang sering terjadi yaitu kelalaian manusia
seperti membuang putung rokok dipinggir jalan karena putung rokok dapat
memnyebabkan kebakaran dikarenakan semak-semak yang kering membuat api
cepat menjalar dan cepat menyebar. Dan pada sisi pemerintahan sudah
memberikan bantuan kepada masyarakat di Desa Tumbang Nusa tetapi tidak
sesuai memampuan masyarakat itu yang menyebabkan program pemerintahan
gagal . Dan yang menjadi mis komunikasi pemerintah dan masyarakat yaitu
pihak pemerintah hanya memberikan program tetapi hanya program itu saja
yang melaksanakanya masyarakat tetapi masyarakat belum tentu mengetahui
cara perawatannya dan juga kurang pemahaman. Pihak pemerintah sudah serius
tetapi kendalanya dimasyarakatnya yang masih kurang edukasi dan pemahaman
teknis terhadap program pemerintah serta latar belakang pekerjaan masyarakat
bertolak belakang dengan program pemerintah sehingga tingkat keberhasilan
program dinilai kurang baik. Dan permasalahan di Desa Tumbang Nusa selain
kebakaran pada musim kemarau , banjir juga termasuk permasalahan di Desa
Tumbang Nusa pada saat musim hujan (penjelasan sekretaris desa oleh Pak
Udeng dalam diskusi permasalahan gambut di Desa Tumbang Nusa)
43

Tabel 9, Permasalahan Yang Ditemukan :


NO MASALAH PENYEBAB AKIBAT
1 Sampah Kebiasaan membuang Kenyamanan dan
sampah sembarangan keamanan terganggu
Rusaknya lahan hutan
dan gambut,
terganggunya aktivitas
2 Kebakaran Faktor manusia & alam sosial, rusaknya
infrastruktur(jembatan,
jalan, dll) terancamnya
kesehatan masyarakat
seperti ispa serta
terganggunya ekonomi
masyarakat
Faktor alam dan Aktifitas masyarakat
3 Banjir masyarakat kebiasaan terganggu, rusaknya
membuang sampah infrastruktur,
sembarangan terancamnya
Kesehatan masyarakat
seperti muntaber,
DBD
Hanya memberikan Masyarakat masih
program saja tetapi kurang edukasi dan
4 Pemerintah pihak pemerintah tidak pemahaman,terjadinya
mendampingi benar- mis komunikasi dari
benar masyarakat pihak pemerintah dan
untuk melakukan masyarakat
program tersebut
44

Kurangnya Gagalnya program


pemahaman dan yang diberikan
ketidaktauan pemerintah
5 masyarakat dalam
. 5 Masyarakat perawatan program
1 yang diberikan
pemerintah

5.1.4. Hubungan Tema dengan Judul yang Dipilih


Dalam pelaksanaan KKN tahun 2020 priode I dengan mengusung tema “
Humaniora Dan Bio Fisik” maka kelompok kami mengangkat Judul “ Pencegahan
Kebakaran Hutan Dan Lahan Gambut Dengan Teknik Reweeting/ Pembasahan
Lahan Gambut”.
Tema Humaniora dan Bio fisik melihat bagaimana kondisi ketahanan
pangan dan alam untuk keberlangsungan serta kenyamanan kehidupan sosial
masyarakat. Disampin itu tema yang kami angakat merujuk kepada kegiatan
perawatan dan pengelolaan lahan gambut dalam menanggulangi kebakaran hutan
dan lahan di Desa Tumbang Nusa.
Jika dilihat bagaimana hubungan antara tema dan judul yang kami angkat
adalah bagaimana ada upaya yang sama terhadap ke khawatiran akan bahaya atau
dampak negative dari rusaknya lingkungan alam yang berdampak langsung
dengan masyarakat, terutama pada kehidupan sosial, Kesehatan dan ekonomi
masyarakat. Disisi lain adanya upaya pelestarian yang di tonjolakan dalam usaha
merawat dan melestarikan alam terutama hutan lahan gambut yang menjadi
sumber ekologi dan ekonomi masyarakat. Hubungan antara tema dan juduk yang
kami angkat memiliki visi dan misi yang sama, dimana merujuk kepada
pelestarian alam dan penanggulanagn bencana, dengan harapan terciptanya
keseimbangan alam dan manusia, ( Biosentrime )
45

Tabel 10. Hubungan Tema Dan Judul KKN Kelompok

No Tema KKN-T 2020 Judul Kelompok Hubungan

1. Memfokuskan
kearah
pelestarian
lingkunagn
Strategi dan dan keamanan
Desk Study kesiapan dalam kehidupan
Pengelolaan Bio menghadapi sosial
Fisik Dan kebakaran hutan
Humaniora dan lahan dambut 2. Memberikan
01 Kesatuan Hidrologi dimusim kemarau perhatian
Gambut (KHG) dengan tehnik khusus dengan
Kalimantan Tengah pembashan keadaan lahan
lahan/reweeting hutan gambut

3. Berorientasi
pada usaha
pelestarian
melalui
edukasi dan
kerjasama di
semua lapisan
masyarakat

4. Memiliki visi
dan misi
merujuk pada
system
restorasi lahan
gambut dengan
konsep
pelestarian
46

5.2. Laporan Akhir


Laporan merupakan bentuk penyajian dari suatu fakta tentang semua hal yang
berkenaan dengan terhadap situasi apapun dari suatu kegiatan. Laporan
didasarkan pada fakta-fakta yang disajikan dan fakta-fakta tersebut merupakan
sebuah tanggung jawab dari penulis atau peneliti yang harus dilampirkan dalam
bentuk tulisan ataupun teknik pelaporan lainya. Fakta yang disajikan merupakan
bahan informasi yang memang dibutuhkan, berdasarkan dari suatu tujuan yang
yang dialami, dilihat, didengar, dan diterima oleh pelapor atau penulis.
Meihat dari pengertian diatas maka dalam bagian ini kami akan jelaskan
mengenai laporan akhir dari kelompok KKN-T G20. Laporan yang kami sajikan
dalam bentuk tulisan ini merupakan hasil dari fakta-fakta yang telah kami
temukan, alami, lihat,dan dengar langsung dari kegiata lapangan yang mana telah
atau sedang kami lakukan di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya,
Kabupaten Pulang Pisau, dengan permasalahan seperti yang sudah kami
lampirkan di bagian awal karya tulis ilmiah ini.

5.2.1. Pelaksanaan Kegiatan


Dalam pelaksanaan kegiatan KKN-T 2020 di priode ini, kami memiliki
kegiatan-kegiatan dengan proker-proker yang menjadi prioritas utama dari
kelompok kami (Kelompok G20).
Program-program yang kami lakukan adalah program yang menurut hemat
dan analisa kelompok kami merupakan program yang bisa kami lakukan
sebagaimana mestinya serta program ini kami pikir cukup relevan dengan
permasalahan di Desa Tumbang Nusa.
Berikut adalah tabel pelaksanaan kegiatan yang telah kami lakukan :
47
Hari Deskripsi Permasalahan Yang Upaya Dalam Mengatasu
Tanggal Kegiatan Ditemukan Masalah
Senin, Turun • Belum • Melakukan diskusi dan
08Juni kelapangan terjadinya wawancara singkat
2020 untuk komunikasi dengan pengurus Desa
penggalian data langsung yang diwakili oleh
dasar lokasi dan dengan Ibu sekretaris Desa Tumbang
perkenalan Kepala Desa Nusa, sehingga kami
kelompok Tumbang menemukan media untuk
dengan Nusa, yang menjalin komunikasi
pengurus Desa mana dengan Ibu Kepala Desa
Tumbang Nusa, menjadi yang merupakan target
dengan objek informan sekaligus
melakukan Narasumber narasumber dalam
diskusi dengan atau salah penggalian data yang
pengurus Desa satu target kami butuhkan.
untuk menjalin informan • Menambahkan kedalam
komunikasi dalam proker dengan
terkait program penggalian Melaakukan edukasi serta
kerja yang data. himbauan terhadap
menjadi • Kebakaran pelestarian Hutan lahan
priorotas utama lahan dan gambut serta himbauan
untuk dilakukan. hutan mengenai kebakaran
Kemudian menjadi Hutan dilahan Gambut
melakukan permasalahan dengan media Reklame
pengecekan dan ancaman (pembuatan dan
hutan lahan utama yang pemasangan Spanduk).
Gambut yang di hadapi Dan memberikan mesin
menjadi objek oleh Desa Hitaci/dap air sumur
perhatian dari Tumbang dalam bentuk apresiasi
tema serta judul Nusa, kepada masyarakat peduli
KKN-T (Masyarakat api (MPA).
kelompok kami. Peduli Api) • Menambahkan analisa
48

sehingga yang menjadi potensi


kerusakan kurang berhasilnya
Hutan lahan program pengembangan
Gambut masyrakat Desa kedalam
masih terus laporan kegiatan
terjadi setiap kelompok sehingga
tahunya menjadi dasar untuk
• Kurang kebijakan dengan analisa
Berhasilnya pendekatan yang sesuai
program dengan potensi sosial dan
pemerintah ekonomi masyarakat di
yang Desa Tumbang Nusa.
dilakukan di • Menambahkan proker
Desa dengan Melakukan
Tumbang tindakan nyata dengan
Nusa yang menjaga kesehatan
mana dengan memberikan
membagi masker dalam upaya turut
kelompok membantu memerangi
masyrakat pendemi covid-19 kepada
Desa masyarakat Desa
kedalam tiga Tumbang Nusa.
golongan
(perkebunan,
perternakan,
dan Nelayan).
• Adanya
kebijakan
pembatasan
aktivitas
49

masyarakat
dan
penurunan
perekonomia
n akibat
sedang
terjadinya
wadah virus
Covid-19

Gambar peninjauan lokas hutan lahan


fhoto bersama pengurus gambut yang berada dipinggiran
Desa Tumbang Nusa setelah pemukiman penduduk
meakuan diskusi

Kamis, Turun 1. Tidak adanya 1. Melakukan kunjungan


18 Juni kelapanga, di Ibu Kepala kerumah Ibu Kepala
2020 Desa Tumbang Desa Desa, untuk diskusi
Nusa yang Tumbang mengenai pelaksanaan
menjadi objek Nusa di program serta meminta
dari sumber kantor kepala SK atau surat ijin formal
penelitian KKN Desa, untuk kiami bisa masuk
keompok G20. sehingga dan bertemu langsung
Melaksanakan belum adanya dengan masyarakar Desa
50

program yang surat Tumbang Nusa


telah kami susun pengantar
(program fisik). atau SK 2. Melihat permasalahan
Adapun formal dari tersebut maka kami
program yang pengurus melakukan koordinasi
kami lakukan Desa yang dengan salah satu penjaga
adalah : membuktikan posko yang juga salah
1. Diskusi bahwa seorang dari anggota
dan kelompok MPA(Masyarakat Peduli
minta kami Api) untuk menemani dan
ijin memiliki izin mendampingi kami dalam
menjalan Forma untuk pemasangan spanduk dan
kan masuk ke peletakan yang baik.
program Desa
serta Tumbang
3. Dari tidak seimbangnya
bertemu Nusa
jumlah masker yang kami
dengan
bagikan dengan
masyara 2. Dalam
banyaknya enduduk yang
kat pemasangan
ada di Desa. Sehingga
langsung spanduk
lagkah yang kami ambil
himbauan,
adalah pembagian masker
2. Pemasan masalah yang
dengan sistem analisa,
gan muncul
jadi kami bagi pada
spanduk adalah kami
masyarakat yang sedang
yang kurang
berada dirumah atau yang
bersubta menemukan
kami jumpai langsung
nsi pada letak
saja, dengan kata lain
himbaua geografis
masyarakat yang pada
n yang strategis
saat itu berada di Desa
pelestari untuk
saja.
an hutan pemasangan
51

lahan dan peletakan


gambut yang tepat 4. Untuk mengatasi masalah
da sepanduk. tersebut, maka kami akan
memeran mengadakan turun
gi lapangan diluar agenda
3. Pada saat
kebakara yang sudah baku, untuk
pembagian
n hutan meletakan kembali ember
masker
tempat limbah cuci
kendala yang
tangan tersebut, serta
3. Pembagi muncul
menyiapkan tisu untuk
an maske adalah kami
mengeringkan tangan.
kepada tidak bisa
warga menjangkau
5. Dari permaslahan tidak
Desa jumlah
adanya ketua MPA di
Tumban banyaknya
Desa. Maka kami
g Nusa penduduk di
berinisisatif bertemu
dalam Desa dengan
langsung dengan
bentuk jumlah
Sekretaris MPA, yang
aksi masker yang
kebetulan berada di Desa,
peduli kami
untuk menyerahkan
dimusim sediakan,
mesih dap air dan sedikit
Pndemi sehingga
mengadakan diskusi,
COVID- kami
mengenai kondisi di
19 kekurangan
Desa.
masker untuk
4. Peletaka dibagikan
n ember kesemua
keran masyarakat
beserta Desa.
sabun 4. Pada saat
anti peletakan
52

kuman di ember keran


titik-titik serta sabun
keramaia cuci tangan
n dan anti kuman.
pusat Masalahnya
aktivitas adalah kami
asyarakat lupa
Desa, membawa
dalam ember untuk
upaya tempat
mencega limbah cuci
h tangan, dan
penulara lupa
n Virus menyediakan
serta tisu untuk
peduli mengeringka
terhadap n tangan yang
kesehata sudah dicuci.
n
5. Kendala yang
kami
temukan pada
5. Bertemu
saat ingin
langsung
bertemu
dengan
dengan Ketua
Ketua
MPA
MPA
(Masyarakat
(masyara
Peduli Api)
kat
ternyata
Peduli
beliau tidak
Api) dan
sedang
menyera
53

hkan berada di
mesih Desa, sebab
dap Air beliau ada
atau agenda diluar
hitaci, desa
dalam (menurut
upaya informasi
menduku dari
ng penduduk
adanya Desa).
program
menolak
kebakara
n hutan
dan
lahan.

Tabel 11, Pelaksanaan Kegiatan


54

5.2.2. Peran Dan Fungsi Masyarakat


Dalam pelaksanaan KKN-T selama kurang lebih 2 minggu atau sampai
sejauh ini di Desa Tumbang Nusa, kami medapatkan sambutan yang cukup baik
dan pemberlakuan yang begitu ramah dari pengurus desa maupun penduduk Desa
Tumbang Nusa, ini terlihat dari respon pengurus Desa Tumbang Nusa dalam
menjalin komunikasi via online maupun offline, serta dilihat juga dari bantuan
masyrakat Desa ketika kami melakukan pemasangan spanduk, pembagian masker,
penempatan ember keran dll. Mereka turut membantu aktif serta memberikan
informasi seputar kelancaran program kerja yang kami lakukan.
Namun demikian tidak semua masyarakat yang aktif bergabung dalam
kegiatan Mahasiswa KKN-T, beberapa diantaranya ada yang kurang bersosialisasi
atau masih pada tahap interaksi yang tergolong bersifat permisif dengan kata lain
tidak peduli.

Lampiran Gambar 1. Partisipasi Masyarakat Desa Tumbang Nusa


55

5.2.3. Faktor Pendukung dan Penghambat


Setelah melakukan analisa dengan data yang kami temukan langsung,
dapatkan melalui informan, dan melihat keadaan masyrakat di Desa Tumbang
Nusa. Maka dari sumber tersebut beberapa faktor pendukung dan penghambat dari
kegiatan masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Faktor Pendukung Dan Penghambat Di Desa Tumbang


Nusa :
No Program Pendukung Penghambat

Adanya program dan Meskipun sudah adanya faktor


kebijakan yang mengarah pendukung dalam upaya pencegahan
pada pencegahan hutan dan Kebakaran Hutan Dan Lahan Namun
lahan gambut. Misalnya faktanya dilapangan masih
adanya upaya : terjadinya kebakaran setiap tahunya
• Restorasi lahan yang terjadi dengan skala yang besar.
gambut pasca Beberapa faktor penyebabnya sbb :
kebakaran yaitu • Meskipun sudah adanya
Pencega perawatan hutan upaya restorasi, namun
01 han gambut yang rusak program tersebut tidak begitu
Kebakar • Sudah,dibentuknya berhasil sebab masyrakat
an Hutan MPA (Masyarakat masih begitu asing dengan
Dan Peduli Api) di Desa sistem tanam ulang atau alih
Lahan Tumbang Nusa fungsi ke sistem perkebunan
• Adaya program dan peternakan, sehingga
peletakan sumur bor keberhasilan dari alih fungsi
atau dap air yang lahan pasca kebakaran
dilakukan di Desa maengalami kegagalan
Tumbang Nusa dalam • Masalah lainya adalah
upaya memerangi bagaimaa sumur bor yag
56

kebakaran hutan dan sudah dipasang dan diletakan


lahan Gambut pada konsesi hutan yang
• Himbauan dari rawan terbakar, namun
Mahasiswa KKN-T faktanya dari hasil
berupa media reklame wawancara dengan Ibu
dengan pemasangan Kepala Desa; beliau
spanduk pelestarian mengatakan bahwa sampai
hutan lahan gambut sejauh ini perawatan sumur
dan menlah kebakaran bor tersebut masih belum
hutan lahan gambut terealisasi sebab utamnya
adalah belum adanya peta
konkrit dari persebaran sumur
bor yang dilakukan BRG.
Dan juga belum adanya SK
perawatan sumur bor,
dampaknya adalah tidak
adanya dasar formal yang
memberi ijin masyrakat desa
melakukan perawatan dan
tidak adanya anggaran dana
perawatan sumur bor
tersebut.
• Fakta lainya bahwa Desa
Tumbang Nusa memang
sering mendapaatkan
sosialisai engenai kebakara
hutan dan lahan namun yang
terjadi adalah faktor dari
kelalaian dan fakotor lainya
yang menyebabkan
57

kebakaran hutan terus terjadi.


Salah satunya adalah
masyarakat yang ceroboh
dengan mebuang bekas rokok
atau membakar sampah
ketika melakukan aktivitas
memancing dengan tidak
memadamkan api sampai
kepada lapisan yang paling
dalam, sebab gambut mudah
terbakai dan apinya tersimpan
pada lapisan yang dalam,
sehingga terjadilah kebakaran
lahan yang tidak terduka,
serta adnya juga faktor lainya
yang belum bisa di buktikan.

• Adanya lokasi yang • Meskipun begitu banyak


strategis dimana potensi yang dimiliki oleh
memungkinankan Desa Tumbang Nusa, namun
terbentuknya pada faktanya program
masyrakat dengan kelompok masyrakat ini
potensi wisata masih belum bisa menjadi
perikanan, misalnya alternatif perekonomian yang
adanya spot-spot baik. Maslahnya adalah pada
tempat pemancingan latar belakang masyrakat
• Hamparan luas lahan yang rata-rata adalah nelayan
Pengemb gambut dan lahan ikan liar atau dengan sistem
angan material yang kosong manual dari alam. Sehingga
02 potensi bisa di alihfungsi ketida membudidayakan ikan
masyara
58

kat perkebunan, misalnya secara sistematis masyrakat


berbasis ada masyarakat yang kurang menguasai secra
perikana mulai menanam teknis perawatan dan
n, sengon dan pengembangan ikan. Begitu
perkebun mengembangkan juga dengan perkebunan dan
an dan kebun kelapa sawit peternakan. Sehingga
perternak lewat program program kelompok masyrakat
an masyrakat berbasis ini masih belum berhasil dan
perkebunan oleh masih gagal. Seperti yang
Pemerinta kepada dikatakan oleh sekretaris
Masyarakat Desa Desa Tumbang Nusa “ masih
Tumbang Nusa. banyak sapi atau ternak yang
• Adanya lahan kosong meninggal hanya karna
yang berisi semak masalah teknis suhu yang
belukar dan rumpu- sesuai, dan perkebunan yang
rumput yang cocok gagal karna perawatan yang
untuk melakukan salah dan dibiarkan begitu
budidaya peternakan saja.”
sapi dll. Seperti
program yang telah
dilaksanakan kepada
masyrakat di Desa,
dimana sekarang
masyarakat sudah ada
yang mulai
melakukan ternak sapi
dengan skala kecil.
Demikiala beberapa faktor pendukung dan penghambat yang bisa kami sampaikan.
Diluar dari itu masih beberapa permasalahan lain yang mungkin bisa kami sampaikan
dengan media diskusi dll.
59

5.2.4. Upaya Mengatasi Hambatan


Melihat dari permasalahan dan penghambat program yang kami temukan
dilapangan, maka penting adanya upaya-upaya yang kami lakukan dalam
mengatasi hambatan yang telah kami temukan dilapangan (Desa Tumbang Nusa).
Upaya yang kami lakukan merupakan bentuk partisipasi terhadap
permasalahan yang ada di Desa Tumbang Nusa. Dalam menjalankan upaya
mengatasi hambatan ini banyak mengalami hambatan yang mana cukup menjadi
pemicu kendala terlambatnya pelaksanaan kegiatan tersebut.
Meskipun permasalahan yang kami temukan dilapangan begitu serius,
namun beberapa upaya-upaya yang kami lakukan dalam mengatasi masalah
tersebut.
Adapun dalam upaya mengatasi hambatan dilapangan, maka beberapa hal
yang kami lakukan adalah sebagai berikut :
No Hambatan Upaya
60

Adanya faktor internal dan eksternal Adapun upaya yang bisa kami
yang mengacu pada kurang bujaknya lakukan melihat dari beberapa
perilaku tersebut sehingga kebakaran hambatan yang menonjol adalah
01 hutan dan lahan terus terjadi. sbb.
Faktor internal : • Melakukan pemasangan
• kelalaian Masyarakat ketika spanduk dalam bentuk
melakukan pembakaran pasca himbauan tentang
memancing dan membuang pelestarian hutan dan
puntung rokok dengan kondisi lahan gambut serta
menyala dan hidup. menolak terjadinya
• Dipicu juga aktivitas dari ladang bahaya kebakaran hutan.
berpindah dan pembukaan
perkebunan atau kegiatan lainya
yang memerlukan pembakaran
Faktor eksternal :
• Adanya aktivitas alam pada saat
musim kemarau, yang membuat
potensi lahan gambut yang
mengering ditambah suhu panas
yang cukup tinggi, fenomena
tersebut berdampak pada
terbakarnya lahan gambut
Dengan melihat adanya
Adanya kegagalan pada program permasalah dilapangan tersebut
pemerintah yang diterapkan pada Desa upaya yang kami lakukan adalah
Tumbang Nusa (Program Pengembangan :
Masyarakat). • Diskusi dan sosialisasi
Jenis kegagalan adalah pada kelompok serta mendengarkan
02 masyrakat berbasis perkebunan , dan permasalahan dengan
peternakan, yang dipicu oleh kurangnya bertukar pikiran untuk
pemahaman masyarakat dalam sistem masalah tersebut
perawata • Memasukan kedalam
jurnal publikas untuk
61

bahan pertimbangan
kebijakan Pemerintah
terhadap kondidisi dan
permasalahan tersebut
Hal yang bisa kami lakukan
Sumur bor yang telah dipasang masih adalah : berdiskusi dan memberi
belum cukup untuk enjadi operator guna pandangan yang lain sebaai
03 menanggulangi kebakaran hutan dan alternatif. Juga memberikan
lahan, dengan banyaknya faktor mulai mesin dap air atau hitaci kepada
dari maslah teknis sampai pada operator masyrakat MPA.
Dari kondidisi ini kami
membagikan masker serta
Berkenaan dengan musim pendemi meletakan ember keran dan
04 masyrakat perlu perhatian khusus terkait sabun cuci tangan, dalam upaya
pr otokol kesehatan yang seimbang dan menanggulangi dan melawan
memadai penyebaran virus COVID-19
Tabel 13. Upaya Mengatasi Hambatan:
62

5.2.5. Keberhasilan Program


Setelah menjalankan program KKN-T yang mana telah kami lakukan di
objek penelitian KKN-T (Desa Tumbang Nusa). Meskipun terlalu cepat untuk
melihat tingkat kegagalan ataupun keberhasilan dari program yang sudah kami
jalankan, namun beberapa hal yang menjadi indikator keberhasilan dari program
yang sudah kelompok kami lakukan adalah sbb :

Tabel 14. Keberhasilan Program :


No Program Keberhasilan Program
• Terjalinya koordinasi dan
interaksi yang baik antara
kelompok KKN-T dengan
masyarakat Desa dan
Pengurus Desa Tumbang
Mufakat da musyawarah Nusa
01 dengan masyarakat di Desa
Tumbang Nusa • Adanya masyrakat yang
mendampingi langsung
selama kegiatan KKN-T,
terutaa pada saat
berlangsungnya program
unggulan

• Dibantunya kelompok
KKN-T dalam memperoleh
informasi dasar dan data
63

lanjutan yang kami


butuhkan dalam proses
pelaporan

Sosialisai restorasi gambut • Telah terpasang spanduk


02 dengan menggunakan media hibauan di Desa Tumbang
reklame dengan memasang Nusa
spanduk di titik vital Desa • Adanya respon positif dari
Tumbang Nusa masyrakat dalam bentuk
apresiasi dengan adanya
pemasangan spanduk
himbauan dan partisipasi
masyrakat dalam bentuk
peminjaman alat kasar (
golok / parang, palu dan
lainya..)

• Terlaksanya diskusi dan


mengetahui permaslahan
64

yang menjadi kendala


03 Diskusi dengan Masyarakat dilapangan baik teknis
Peduli Api (MPA) maupun hal lainya
• Penyerahan mesih DAP ar
atau hitaci dalam bentuk
apresiasi terhadap perinsip-
prisip pencegahan api

Berhasil menyiapkan tempat cuci


04 Aksi peduli covid-19 dengan tangan ember keran dan sabun cuci
memberkan tangan. Dan meletakan pada
keramaian di Desa Tumbang Nusa
terutama di sarana dan prasarana
umum

05 Aksi peduli lahan gambut yang Menanam pohon di lokasi lahan


sudah rusak yang sudah terbakar pasca
65

kebakaran

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan kepada progra KKN-T yang sudah kami lakukan dan
laksanakan sebaik mungkin di Desa Tumbang Nusa. Sebelumnya kegiatan KKN-
T yang kami lakukan mengambil objek penelitian di Desa Tumbang Nusa,
Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, kegiatan tersebut telah
terlaksana dengan cukup baik, begitu juga dengan program-program unggulan
yang menjadi subtansi dari kegiatan KKN-T kelompok kami. Olehkarenya kami
sampaikan beberpa kesimpulan yang subtantif dari kegiatan dan program
kelompok kami.
1. Dalam program mufakat dan bermusyawarah dengan masyrakat Desa
serta pengurus Desa Tumbang Nusa. Kegiatan tersebut berjalan cukup
baik dan cukup behasil karena terlaksanya agenda diskusi terkait
program yang akan kami jalan dan terjalinya komunikasi yang baik
dan interaksi yang berjalan aktif selama kegiatan.
2. Dalam program sosialisasi dengan media reklame. Kegiatan tersebut
berjalan dengan cukup baik dengan kategori berhasil. Ini dilihat dari
telah terlaksananya program tersebut dalam bentuk pemasangan
spanduk di titik titik jantung desa serta dipusat keramaian Desa
Tumbang Nusa. Hal lain yang membuktikan program ini berhasil
adanya keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pemasangan
66

sampai pada perawatan spanduk spanduk yang sudah kami pasang.


3. Dalam program diskusi dengan aliansi masyarakat peduli api (MPA).
Kegiatan ini sudah terlaksanakan hanya saja dengan indikator
keberhasilan kurang berhasil. Ini terlihat dari sudah terlaksananya
agenda penyerahan mesin DAP air kepada sekretaris umum MPA.
Sementara kurang berhasilnya dilihat dari tidak terlaksananya agenda
diskusi secara formal dengan masyarakat peduli api (MPA)
dikarenakan tidak adanya waktu untuk melaksanakan kegiatan secara
formal, yang terjadi hanyalah agenda semi formal atau secara lisan
dalam bentuk percakapan singkat dengan sekretaris MPA.
4. Dalam program aksi peduli COVID-19 di Desa Tumbang Nusa. Dalam
program ini berjalan dengan baik dengan indikator berhasil atau baik.
Hal ini dibuktikan dengan telah terlaksananya agenda tersebut dalam
bentuk pemasangan ember kran beserta sabun cuci tangan anti bakteri,
serta diletakan di fasilitas umum (Mesjid, Sekolah, Balai Pertemuan,
dan lainnya)
5. Dalam program aksi peduli lahan gambut yang sudah rusak. Agenda
ini telah terlaksana dengan indikator tidak berhasil hal ini dibuktikan
dengan telah ditinjaunya lokasi lahan gambut yang telah rusak pasca
kebakaran hutan, sementara faktor kegagalan nya adalah tidak
terlaksananya kegiatan penanaman pohon yang sudah direncanakan
dalam program kelompok, hal tersebut dikarenakan tidak adanya
waktu yang tepat untuk menjalankan agenda tersebut.

6.2. Rekomendasi
Melihat dari permasalahan yang ada di Desa Tumbang Nusa yang mana
menjadi salah satu kendala untuk keberhasilan program-program yang
dilaksanakan dan diterima oleh masyarakat Desa, maka perlu adanya analisa yang
lebih menyentuh budaya dan sudut pandang kehidupan sosial masyarakat,
misalnya dalam penerapan pengembangan kehidupan masyarakat yang berbasis
pada filosofis Huma Betang. Filosofis Huma Betang merupakan sebuah kesadaran
67

kolektif yang dibangun dengan perasaan kekeluargaan dan mengutamakan prinsip


kebersamaan yang bertujuan membangun dan melindungi kehidupan sosial
masyarakat, dalam prinsip Huma Betang mengajarkan keseimbangan antara
kehidupan alam dan manusia yang memiliki moralitas.
Filosofi Huma betang adalah realitas subjektif kehidupan masyarakat
Dayak yang mengandung nilai-nilam kebersamaan, bantuan, egalitarianisme,
kekerabatan, konsensus dan hidup dalam masyarakat. Tingginya nilai budaya
yang terkandung dalam filosofi Huma betang mungkin digunakan sebagai acuan
atau orientasi bagi para pembuat kebijakan, terutama Kesbangpol dalam menjaga
dinamika hubungan antar-etnis dan strategi adaptasi untuk membangun harmoni
di Kalimantan Tengah.
(Jurnal Strategy on the National Unity And Politics Agency....”Oleh Suprayetno,
Triyani, Putri Fransiska Purnama Pratiwi.)
Demikianlah Laporan ini kami susun dan kami lampirkan dalam bentuk
tulisan yang berisikan hasil temuan yang besumber kepada fakta dilapangan yang
lebih objektif dan subtantif. Adapun mengenai program dan kegiatan yang telah
kami lakukan selama berlangsungnya kegiatan KKN ini ditinjau dari faktor
penghambat baik dari sumber internal maupun eksternal terutama terfokus kepada
program-program yang diterapkan pemerintah di Desa Tumbang Nusa. Melihat
dari faktor-faktor lapangan dan analisis kehidupan sosial masyarakat dengan
kebijakan yang diterapkan maka ada semacam ketidak cocokan yang ditonjolkan
ini dilihat dari apa yang menjadi program oleh pemerintah masih belum bisa
diindikatorkan berhasil hal ini dikarenakan latar belakang kehidupan sosial
ekonomi masyarakat kurang cocok dengan program serta kebijakan dari
pemerintah. Seharusnya kebijakan yang dilaksanakan atau diterapkan di Desa
Tumbang Nusa harus berdasarkan kepada latar belakang sosial, budaya, dan
potensi yang paling ditonjolkan supaya program yang terapkan nantinya bisa
diterima dengan baik dan mudah oleh masyarakat. Disisi lain keseriusan yang
diterapkan kepada program sekarang ini masih tidak begitu terarah kepada
subtansi hal ini dilihat dengan gagalnya program pengembangan masyarakat yang
berbasis kepada kelompok masyarakat nelayan, perkebunan, dan peternakan.
68

Fakta lapangan menunjukan kegiatan tersebut kurang berhasil karena kurangnya


edukasi masyarakat terhadap masalah teknis perawatan dan pengembangan
lanjutan, seharusnya dengan program seperti ini dilakukan juga pendampingan
kepada masyarakat baik secara teknis maupunhal yang lainnya dengan sistem
berkelanjutan.
Demikianlah beberapa rekomendasi dan analisis yang bisa kami sampaikan
kiranya bisa menjadi alternatif lain dalam penerapan kebijakan dan upaya
pengembangan masyarakat lebih efektif dan tepat pada subtansi.
69

DAFTAR PUSTAKA
Badan Restorasi Gambut (BRG) 2019 Frofil Desa Peduli Gambut, Desa
Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang
Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. http://brg.go.id/wp-
content/uploads/2019/03/FIX-Kalteng-Pulang-Pisau-Jabiren-
Raya-Desa-Tumbang-Nusa.pdf
Firmansyah, H., Mariani. 2018. Strategi pemberdayaan masyarakat
dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan
pertanian bergambut di Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar
Nasional Lingkungan Lahan Basah. 3(2). 471-475.
Kapita, F., Johannis, E.K., Johny, P,L. 2017. Peran Kepala Desa Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Wayafli Kecamatan Maba
Kabupaten Halmahera Timur. Jurnal Eksekutif. 1(1). 1-14.

Kuliah umum daring “Karakteristik Lahan Gambut”. Oleh Prof. Dr. Ir.
Azwar Maas, M.Sc. https://youtu.be/Y7Jl-Lpun6c
Suprayitno, S., Putri, F.P.P., Triyani, T. (2019). Strategy on the National
Unity and Politics Agency (KESBANGPOL) in Maintaining
Ethnicity and Religious Relations Based on Huma Betang
Philosophy in Central Kalimantan. Budapest Internasional
Research And Critics InstituteJournal (Birci-Journal. 2(3). 229-
238. DOI : https://doi.org/10.33258/birci.v2i4.629
Suprayitno, S., Riamona, S.T., Ira, Z. (2018). The Strategy to Increase
the Regional Revenue (PAD) of the Government of Central
Kalimantan through the Governor Regulation No. 16/2018.
Policy & Governance Review . 2(3). 245-260. DOI:
https://doi.org/10.30589/pgr.v2i3.100

Ulfah, Sri Mujiarti., Solikah, Nurwati ., Suprayitno, S . Pemberdayaan


Perempuan Dalam Proses Pembuatan Black Garlic Menuju
Masyarakat Mandiri di Era Industri 4.0. Pengabdianmu. 5(3).
237 – 241.
Doi : https://doi.org/10.33084/pengabdianmu.v5i3.1125
70

LAMPIRAN
• Foto-foto pada saat peninjauan lapangan dan perkenalan kelompok
guna menjalin koordinasi lanjutan
71

• Foto-foto pada saat turun ke lapangan jilid II, dan melaksanakan


program unggulan
72

• Lampiran Foto-foto pada saat melakukan pemaparan hasil KKN bersama


Masyarakat Desa Tumbang Nusa

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai