KELOMPOK 1
KAJIAN
tentang
OPTIMALISASI BINTER OLEH SATUAN YANG SEDANG MELAKSANAKAN OPERASI
PAMTAS UNTUK MENINGKATKAN KEBERHASILAN TUGAS
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
a. Pembinaan teritorial (Binter) TNI AD merupakan salah satu fungsi utama
TNI AD disamping fungsi utama yang lain yakni "Pertempuran". Dengan
menjadikan Binter sebagai fungsi utama, TNI AD memandang bahwa semua
kegiatan dalam rangka menjalankan tugas pokoknya akan sangat berkaitan
dengan kegiatan Binter. Operasi di dalam negeri harus menerapkan kemampuan
Binter di daerah operasi sebagai salah satu kegiatan utama yang harus
dilaksanakan dalam rangka menunjang keberhasilan tugas operasi.
operasi tersebut dituntut untuk dapat melakukan melakukan pertahanan diri (self
defence) dan melakukan pembinaan teritorial dengan dua kepentingan yakni untuk
membina masyarakat di sekitar satgas dalam konteks kesejahteraan dan untuk
meningkatkan keberhasilan operasi tempurnya.
b. Tata Urut. Uraian dalam kajian ini dibuat dengan tata urut sebagai berikut:
3
1) Bab I Pendahuluan.
2) Bab II Latar Belakang.
3) Bab III Data dan Fakta.
4) Bab IV Analisis.
5) Bab V Penutup.
4. Metode dan Pendekatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
menggunakan data non-numerik, yang menunjukan hubungan antara teori dan penelitian
sebagai sesuatu yang bersifat deduktif, di mana penelitian lebih menekankan pada
fenomena-fenomena dalam kehidupan sosial melalui pengujian terhadap individu-individu
di dalamnya. Dalam metode penelitian kualitatif dimulai dari topik yang umum, lalu
dilanjutkan pada pemilihan subjek, pengumpulan data, interpretasi data, pemahaman
konseptual, dan diakhiri kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan.
5. Pengertian-pengertian.
BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
8. Landasan Pemikiran
BAB III
DATA DAN FAKTA
9. Umum Data dan fakta yang dikumpulkan berkisar pada data dan fakta
tentang kondisi masyarakat di wilayah perbatasan dan tentang bagaimana pelaksanaan
Binter TNI AD yang dilaksanakan oleh satgas selama ini. Kawasan perbatasan
antarnegara harus dapat dikelola secara baik untuk meminimalisir timbulnya kerawanan
yang diperkirakan dapat mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di kalangan masyarakat setempat yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam
Pancasila. Hakikatnya kawasan perbatasan antarnegara dapat dijadikan sebagai pintu
gerbang aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Kenyataannya pembangunan ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan darat sangat
minim dan nyaris terbengkalai. Di daerah perbatasan, aktivitas ekonomi sangat
tergantung kepada negara tetangga. Selain itu, aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan
perbatasan pada umumnya berbasis pertanian tradisional berorientasi pada kecukupan
kebutuhan. Masalah infrastruktur yang ada juga jauh dari kata memadai. Hal tersebut
sudah mampu menunjukkan akan rendahnya kesejahteraan masyarakat kawasan
perbatasan.
BAB IV
10
ANALISIS
12. Umum.
Keberhasilan sebuah kegiatan apapun pada dasarnya akan dinilai dari bagaimana
mewujudkan sebuah kondisi yang dinginkan dari kondisi awal yang ada. Artinya harus
ada perbandingan antara kondisi ideal yang menjadi keinginan untuk diwujudkan dengan
kondisi nyata yang diwujudkan. Untuk itu diperlukan sebuah standar untuk menentukan
sebuah keberhasilan. Demikian juga dalam pelaksanaan Binter TNI AD di daerah operasi.
Indikator keberhasilan Binter satgas mau tidak mau harus ditentukan terlebih dahulu untuk
dapat menentukan apakah kegiatan Binter yang dilaksanakan itu berhasil atau tidak.
berpindah menjadi dipenuhi di dalam negeri. Kedua, yakni instrumen kegiatan ekspor
impor yang harus dibedakan dengan pemenuhan instrumen tradisional tersebut.
Informasi-informasi yang dapat berdampak pada kecintaan kepada negara dan
bangsa, merupakan hal yang sangat penting untuk diberikan secara terus menerus.
Perubahan pola pikir masyarakat memerlukan waktu yang relatif lama dan perlu upaya
yang terus menerus. Untuk itu jika satgas menjadikan perubahan pola pikir sebagai salah
satu ukuran keberhasilan tugasnya, maka disain pengubahan pola pikir masyarakat ini
harus dibuat oleh Komando atasan (Mabes TNI, Mabesad, Kodam dan Korem).
Kebutuhan untuk selalu update informasi tentang tanah air dan kebutuhan untuk selalu
merasa bangga dengan Bangsa Indonesia menjadi hal yang lebih krusial bagi masyarakat
di wilayah perbatasan dan wilayah konflik karena situasi yang lebih kompleks. Di
lingkungan seperti itu, pasti akan banyak pengaruh dari pihak-pihak yang menginginkan
instabilitas karena hal tersebut menjadi kebutuhan dari pihak lawan tersebut untuk selalu
eksis. Masyarakat yang dihadapi sehari-hari bisa jadi bukan merupakan masyarakat yang
lugu sebagaimana penampilannya, namun justru merupakan mata-mata yang dipasang
oleh pihak lawan untuk memelihara kepentingannya. Dengan demikian Binter di daerah
operasi tidak bisa dilaksanakan secara normatif saja, namun menuntut untuk dilakukan
secara lebih komprehensif dengan lingkungan yang sangat berbeda.
Daerah operasi akan selalu menjadi daerah tarik menarik kepentingan antara good
guy dengan pihak dalam posisi criminal. TNI adalah selalu dalam posisi good guy
sedangkan pihak lawan adalah the criminal. Pengaruh dua kepentingan ini selalu beradu
dan masyarakat selalu menjadi obyek dari perebutan pengaruh tersebut. Pihak lawan
tentunya tidak segan-segan untuk memberikan ancaman secara fisik kepada masyarakat
yang dinilai tidak kooperatif. Dan dengan keleluasaan ini mereka menjadi lebih mudah
untuk mempengaruhi masyarakat. Kelompok lawan tidak akan memperhatikan norma dan
aspek hukum yang berlaku. Dengan berbagai keterbatasan ini, akan sangat sulit bagi TNI
untuk mampu mengalahkan mereka secara konvensional tanpa upaya-upaya untuk
memberdayakan masyarakat. Kondisi yang harus dilakukan adalah membuat masyarakat
semakin berdaya, percaya diri dan mereka sendiri yang akan menolak dan lemawan
kehadiran kelompok lawan. Tugas TNI tidak saja melakukan Binter secara normatif, agar
dekat dan mampu berkomunikasi dengan masyarakat, namun dituntut untuk jauh lebih
mendalam. TNI hendaknya mampu menjadi bagian dari masyarakat, meyakinkan
masyarakat bahwa mereka dalam kondisi yang aman dan sejahtera dalam perlindungan
negara.
Dapat disimpulkan bahwa hal yang diperlukan masyarakat di wilayah perbatasan
darat negara dan di daerah rawan konflik adalah pemenuhan kebutuhan pokok secara
12
fisik, meliputi sandang, pangan dan papan yang hal ini secara logis juga membutuhkan
pembangunan infrastruktur yang mendukungnya. Di luar kebutuhan fisik tersebut, rakyat
juga membutuhkan keamanan karena daerah mereka selalu merupakan daerah tabrakan
kepentingan antara kelompok kriminal dengan pengaruh dari TNI yang mewakili
kehadiran negara di sana. Upaya untuk melakukan binter TNI AD oleh satuan-satuan
tugas operasi TNI di sana tentu harus memperhatikan aspek-aspek tersebut, tidak
mungkin melaksanakan Binter hanya dalam kapasitas Binter yang normatif saja.
1
Ibid, halaman 7 sd 25
15
satkowil (Kodim) yang dilaksanakan melalui kegiatan binsat dan binter. 2 Aspek binsat
yang dijadikan tolok ukur keberhasilan tugas Satkowil diuraikan secara berbeda dengan
Bujuknik Penilaian Kemampuan dan Kemantapan Satkowil Jajaran TNI AD. Komponen
Binsat di dalam Bujuknis Parameter Tugas Satkowil meliputi bidang pembinaan :
organisasi, personel, materiil, peranti lunak, pangkalan dan latihan. 3 Sedangkan aspek
pembinaan teritorial (binter) yang dijadikan tolok ukur keberhasilan adalah kegiatan binter
sesuai program dari komando atas dan kegiatan binter non-program dari komando atas. 4
Satuan tugas yang akan didatangkan dan bertugas di wilayah tertentu, harus sudah
diberikan informasi yang jelas tentang daerah penugasannya tersebut. Hal ini tentu
memerlukan dukungan dari Kodam atau satuan komando kewilayahan yang mempunyai
tanggung jawab di wilayah tersebut. Dengan data awal tersebut, satuan tugas akan
ditempatkan di wilayah tertentu yang karakteristiknya juga telah diketahui oleh satuan
kowil setempat. Selanjutnya satuan tugas diberikan beberapa target pencapaian dan
membuat rancangan kegiatan-kegiatan untuk mencapai target tersebut. Proses
perencanaan target yang harus dicapai ini seharusnya sudah dirumuskan pada tahap
perencanaan operasi, bukan pada saat setelah satgas tiba di daerah operasi.
Perencanaan dilaksanakan dengan melibatkan satuan kewilayahan yang memiliki teritori
di daerah operasi tersebut. Kemudian karena ada satgas yang berada di wilayah tersebut,
pembinaan teritorialnya menjadi keterpaduan diantara konsep yang diterapkan oleh
satkowil tersebut dengan kegiatan binter oleh satgas. Penyusunan target binter satgas
juga seharusnya merupakan keberlanjutan dari target satgas sebelumnya. Rangkaian dari
ukuran-ukuran keberhasilan ini pada akhirnya akan menjadi sebuah keberhasilan dalam
jangka panjang dan dengan demikian masalah di daerah operasi akan semakin mereda.
Hal kedua yang perlu mendapat perhatian dari upaya mengoptimalkan binter oleh
satgas di daerah operasi ini adalah dengan memberikan konten yang sesuai baik isi
maupun wujudnya, kepada masyarakat yang menjadi obyek binter. Dalam hal demikian,
Satgas juga harus mampu berkomunikasi dengan memberikan konten yang benar dan
sesuai dengan yang mereka perlukan. Hal yang sangat penting di dalam melaksanakan
Binter adalah menanamkan Nasionalisme Indonesia, rasa cinta tanah air, patriotisme dan
sebagainya.
Pelaksanaan Binter pada masyarakat secara umum, dilakukan oleh para babinsa dan prajurit
penugasan. Tugas Kodam/Korem/Kodim untuk melakukan pelatihan kepada babinsa dan prajurit
2
Bujuknis tentang Parameter tugas Satkowil, Kep Kasad nomor Kep/772/IX/2016 tanggal 1 September 2016, halaman
13
3
Ibid hal. 14
4
Ibid hal. 25
16
penugasan mengenai Teknik komunikasi sosial yang baik. Selain itu peran nasionalisme dalam
setiap metode komsos tetap harus konsisten.
Berdasarkan analisis di atas, idealnya TNI AD hendaknya dapat mengembangkan
konsep yang memadukan unsur strategi pemasaran, komunikasi strategis dan psikologi
dalam doktrin Binternya sehingga diharapkan mampu mengubah pandangan,
kepercayaan, sikap dan perilaku dari masyarakat terkait berbagai masalah yang ada di
Indonesia. Pesan ini harus dimasukkan dalam setiap metode program Binter yang
dilaksanakan baik komsos, bintahwil maupun Bhakti TNI. Pesan dimasukkan secara
bertahap dan perlahan-lahan melalui berbagai media dan dilakukan oleh seluruh aparat
teritorial TNI baik aparat TNI organik dan TNI penugasan. Selain itu untuk mengukur
efektifitas Binter TNI AD, perlu dilakukan survei setiap triwulan untuk mengevaluasi
efektivitas dan pelaksanaannya.
BAB VI
PENUTUP
15. Kesimpulan
Binter merupakan salah satu fungsi utama TNI AD disamping fungsi utama lainnya
yakni "pertempuran". Oleh karena itu setiap satuan termasuk yang melakukan penugasan
operasi tetap melekat tugas-tugas untuk melaksanakan Binter disamping tugas untuk
melaksanakan pengamanan perbatasan. Tugas binter dan tugas pengamanan bukan
merupakan dua tugas yang saling terpisah karena pelaksanaan keduanya merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Tugas melaksanakan Binter sampai dengan saat ini belum berjalan secara optimal di
daerah operasi. Ukuran-ukuran yang diberikan untuk mengukur keberhasilan binter belum
tepat, masih mengacu kepada kegiatan apa yang sudah dilakukan, bukan pada hasilnya
(apa yang diperoleh dari sebuah kegiatan Binter itu).
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan Binter di daerah operasi, terdapat dua hal
pokok yang bisa dilakukan yakni : penentuan sasaran (target) dalam pelaksanaan Binter
secara lebih jelas dan mengacu pada sasaran binter satuan Kowil yang membawahi
wilayah tersebut. Hal yang kedua adalah dengan melakukan perbaikan terhadap konten
17
16. Saran
Agar pelaksanaan Binter dapat berjalan secara lebih efektif, diharapkan ada referensi pokok
yang diterbitkan TNI AD, berupa roadmap atau dokumen lain yang berisikan rencana jangka
panjang secara komprehensif. Dari roadmap ini akan muncul tujuan-tujuan dan sasaran binter yang
lebih implementatif, bukan mengggunakan bahasa dewa yang susah direalisasikan di lapangan.
Pada konteks kewilayahan, setiap Kodam memiliki target tertentu untuk melaksanakan Binter
di wilayah, khususnya wilayah yang menjadi highlight (prioritas) di wilayahnya. Kemudian di
daerah ini diterapkan pola binter dengan prinsip-prinsip yang sama yakni menstandarkan sarana
kontak / sarana penggalangan untuk mempengaruhi opini masyarakat di wilayah tersebut secara
gradual.
Untuk menstandarkan konten dalam proses komunikasi sosial dalam rangka Binter, Mabesad
melalui Kodam-Kodam menerbitkan buku resmi tentang persoalan di wilayah yang dbuat dalam
beberapa segmen (dari anak sekolah sampai orang dewasa) untuk digunakan sebagai acuan resmi
bagi para pelaksana Binter di lapangan dan juga untuk diberikan sebagai sarana penggalangan.
Eko Susetyo
Brigadir Jenderal TNI
DAFTAR PUSTAKA
21. Pusat Kajian Strategis, 2006, Penyusunan Kebijakan dan Strategi PSPU dalam
Mendukung Pengem-bangan Kawasan Perbatasan dan Pulau-pulau Terpencil serta
Terisolir Wilayah Barat Indonesia;
22. Sutisna, dkk. “Boundary Making Theory dan Pengelolaan Perbatasan Indonesia,”
dalam Ludiro Madu (ed). 2010 . Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas:
Isu, permasalahan, dan pilihan kebijakan. Yokyakarta: Graha Ilmu.