Anda di halaman 1dari 107

KATA PENGANTAR

Ilmu statistik atau statistika akhir – akhir ini semakin


populer di kalangan masyarakat. Hal ini terjadi sejak adanya survei
dan quick count berkaitan dengan PILKADA. Kegiatan tersebut
sangat bermanfaat untuk membantu para kontestan PILKADA
mengukur elektabilitas sampai dengan perolehan suara.
Buku Statistik Pilkada Kabupaten Wonogiri 2020 ini
merupakan salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk
menyajikan gambaran umum tentang kondisi Pemilihan Umum
Kepala Daerah di Kabupaten Wonogiri Tahun 2020 sejak tahapan
penyusunan daftar pemilih oleh KPU sampai dengan Pengumuman
resmi perolehan suara masing – masing kontestan.
Adapun Sumber informasi dalam penyusunan buku ini
berasal dari data-data publikasi resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten Wonogiri.
Buku Statsitik Pilkada 2020 ini dapat terwujud berkat kerja
sama dan partisipasi dari berbagai pihak. Kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi, kami sampaikan penghargaan dan terima
kasih. Semoga data – data yang disajikan bermanfaat bagi pengguna
untuk berbagai keperluan.

Wonogiri, Desember 2020


Kepala Diskominfo
Kabupaten Wonogiri

HERU NUR ISWANTORO, S.Sos, MM


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ..................................................................... 1
PEMILU DALAM LINTASAN SEJARAH DI INDONESIA .... 13
a. Masa Hindia Belanda ......................................................... 13
b. Masa Kemerdekaan ......................................................... 15
c. Masa Republik Indonesia Serikat ............................................. 15
d. Masa Orde Baru ..................................................................... 17
e. Masa reformasi ..................................................................... 18
PEMILIHAN UMUM BUPATI & WAKIL BUPATI KABUPATEN
WONOGIRI DARI MASA KE MASA ................................. 21
a. Sejarah Singkat Jabatan Wedono Gunung Wonogiri Hingga Bupati
Wonogiri .................................................................................. 29
b. Singkat Jabatan Wedono Gunung Wonogiri ...................... 29
c. Bupati Wonogiri ...................................................................... 31
PEMILIHAN UMUM BUPATI & WAKIL BUPATI KABUPATEN
WONOGIRI TAHUN 2020 .......................................................... 34
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH OLEH KPU ..................... 39
PENYUSUNAN PEMUTAKHIRAN DATA OLEH KPU ............ 41
PENCOCOKAN DAN PENELITIAN (COKLIT) ........................ 44
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH SEMENTARA (DPS) ....... 49
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) ................ 52
DAFTAR PEMILIH TAMBAHAN (DPTb) ................................. 55
DAFTAR PEMILIH PINDAHAN (DPPh) .................................. 58
DAFTAR PEMILIH DISABILITAS ............................................. 61
TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA (TPS) .................................. 64
PENETAPAN PASANGAN CALON .................................. 72
LAPORAN HARTA KEKAYAAN ................................................ 73
PEMILIH PILKADA KAB. WONOGIRI 2020 .......................... 75
PARTISIPASI PEMILIH PILKADA KAB. WONOGIRI 2020.. 81
PEROLEHAN SUARA PILKADA 2020 .................................. 88
SUARA SAH DAN SUARA TIDAK SAH ................................... 92
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ................................... 97
DAFTAR TABEL

Tabel. I Data Pemilih Hasil Pemutakhiran Pilkada 2020 oleh


KPU Kab. Wonogiri
Tabel. II Daftar Pemilih Hasil Kegiatan Coklit Tahap 3 Pilkada
2020
Tabel. III Daftar Pemilih Sementara Pilkada 2020
Tabel. IV Jumlah DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Usia & Jenis
Kelamin
Tabel. V Jumlah DPTb Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel. VI Jumlah DPPh Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel. VII DPT, DPTb dan DPPh Pilkada 2020 Kelompok
Disabilitas
Tabel. VII Jumlah TPS Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan
Tabel. VIII Rata - Rata Jumlah Pemilih di Masing – masing TPS
Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan
Tabel. IX Pengguna Hak Pilih Dalam DPT Pilkada 2020
Tabel. X Pengguna Hak Pilih Dalam DPTb Pilkada 2020
Tabel. XI Pengguna Hak Pilih Dalam DPPh Pilkada 2020
Tabel. XII Partisipasi Pemilih Disabilitas Pilkada 2020
Tabel. XIII Perolehan suara Pilkada 2020 Per Kecamatan
Tabel. XIV Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020 Per
Kecamatan
DAFTAR GRAFIK

Grafik. I Data Pemilih Hasil Pemutakhiran Pilkada 2020 oleh KPU


Kab. Wonogiri
Grafik. II Jumlah Pemilih A.KWK yang di Coklit pada Pilkada 2020
Grafik. III Jumlah Pemilih Baru yang di Coklit pada Pilkada 2020
Grafik. IV Jumlah Total Pemilih yang di Coklit pada Pilkada 2020
Grafik. V Daftar Pemilih Sementara Pilkada 2020
Grafik.VI DPT Pilkada 2020 Bersarkan
Grafik. VII DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Kelompok Umur Laki -
laki
Grafik. VIII DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Kelompok Umur
Perempuan
Grafik. IX DPTb Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin
Grafik. X Jumlah DPPh Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin
Grafik. XI DPT, DPTb dan DPPh Pilkada 2020 Kelompok
Disabilitas
Grafik. XII Jumlah TPS Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan
Grafik. XIII Rata - Rata Jumlah Pemilih Pilkada 2020 Berdasarkan
Kecamatan
Grafik. XIV LHKPN Calon Peserta Pilkada 2020
Grafik. XV Pengguna Hak Pilih Dalam DPT Pilkada 2020
Grafik. XVI Pengguna Hak Pilih Dalam DPTb Pilkada 2020
Grafik. XVII Pengguna Hak Pilih Dalam DPPh Pilkada 2020
Grafik. XVIII Partisipasi Pemilih Disabilitas Pilkada 2020
Grafik. XIX Perolehan suara Pilkada 2020 Per Kecamatan
Grafik. XX Jumlah Perolehan suara Pilkada 2020
Grafik. XXI Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020 Per
Kecamatan
Grafik. XXII Prosentase Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020
PEMILU DALAM LINTASAN SEJARAH
DI INDONESIA
PENDAHULUAN

asyarakat hari ini sudah tidak asing lagi dengan proses


pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung. sedikit
berbeda memang dengan kondisi disaat pemerintahan masa orde baru
karena dimasa itu pemilihan kepala daerah dilaksanakan oleh lembaga
legislatif pada tingkatannya. namun sebelum masa orde baru bahkan
sebelum Indonesia Merdeka jabatan kepala daerah sudah memiliki
sistem (konstitusi) yang mengaturnya.
Sejak masa pemerintahan kolonial sampai orde baru,
kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah dikuasai oleh elit - elit
politik karena kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyatnya.
Sejarah demokrasi di Indonesia mencatat kepemilihan kepala daerah
terjadi mulai pada zaman kolonial Belanda. Pemerintahan Hindia
Belanda membuat undang - undang pada tanggal 23 Juni 1903 yang
dikenal dengan decentralisatie wet 1903. Decentralisatie wet 1903
menyerahkan implementasi ketentuan - ketentuan untuk
pengaturannya lebih lanjut kepada pejabat yang berwenang membuat
ordonansi di Hindia Belanda. Dengan dasar ketentuan yuridis,
decentralisatie wet 1903, lahirlah koninklijk desluit tertanggal 20
Desember 1904 (dikenal dengan decentralisatie desluit 1904).
Peraturan ini memberikan arahan pada upaya pembentukan Raden,
Pemilihan anggota Raad (dewan semacam DPRD) setempat, hak dan
kewajiban anggota dan ketua serta sekretarisnya serta kewenangan dan
cara kerja badan itu. Secara sederhana, pada zaman Hindia Belanda,
pengaturan tentang pemerintahan daerah dibedakan antara daerah
Jawa dan Madura dengan daaerah luar Jawa dan Madura.
Pemerintahan Pangrehpraja saat itu bersifat hierarkis dan
sentralistis, mulai dari gewest (propinsi) yang dipimpin gubernur,
karesidenan yang dipimpin residen; afdeling (asisten residen). Pada
tingkat pamong praja, terdapat kabupaten (bupati), district atau
kawedanan (wedana) dan onderdistrict atau kecamatan (camat).
Jabatan gubernur, residen, dan asisten residen dijabat oleh orang -
orang Belanda, sedangkan untuk jabatan lainnya dipegang oleh bangsa
Indonesia. Untuk semua jabatan tersebut, pemilihan kepala daerah
dilakukan dengan sistem penunjukan atau pengangkatan oleh
penguasa kolonial atau tepatnya gubernur jenderal, dengan kewajiban
pribumi yang menduduki jabatan memberikan kompensasi ekonomi
(upeti). Pendudukan Jepang di Indonesia memaklumatkan tiga undang
- undang yang mengatur tentang penyelengaraan pemerintahan yang
disebut dengan 3 osamu sirei (dalam bahasa Indonesia disebut
oendang - oendang). Ketiga oendang - oendang itu adalah oendang -
oendang nomor 27 tentang perubahan pemerintah (tertanggal 5-8-
2602), oendang - oendang nomor 28 tentang pemerintahan syuu
(tertanggal 7-8-2602) dan oendang - oendang nomor 30 tentang
mengubah nama negeri dan nama daerah (tertanggal 1 - 9 - 2602).
Dalam tatanan pembagian daerah masa pendudukan Jepang
yang termaktub dalam undang - undang ini adalah keresidenan yang
disebut syuu dan residennya disebut syuutyoo. Setelah keresidenan
terdapat dua pembagian daerah yang disebut ken dan si. Kedua daerah
itu dikepalai oleh pembesar negara yang diberi nama Kentyoo dan
Sityoo. Sementara itu, di tingkatan kawedanan, keasistenan, dan desa
dikenal dengan nama Gunson dan Ko, sedangkan kepala daerahnya
masing - masing disebut Guntyoo, Sontyoo dan Kutyoo. Jabatan
Guntyoo, Sontyoo dan Kutyoo dipegang oleh orang - orang pribumi
Indonesia, sementara itu jabatan lain diatasnya dijabat oleh perwira -
perwira Jepang. Seperti halnya pada masa kolonial Belanda, pada era
pendudukan Jepang sistem rekrutmen kepala daerah juga tidak
demokratis karena kepala daerah diangkat atau ditunjuk oleh penguasa
Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, undang - undang yang
menyinggung kedudukan kepala daerah adalah undang - undang
nomor 1 tahun 1945, tentang peraturan mengenai kedudukan komite
nasional daerah yang diundangkan pada tanggal 23 November 1945.
dalam undang - undang tersebut dinyatakan bahwa kepala daerah
menjalankan fungsi eksekutifnya sebagai pemimpin komite nasional
daerah, juga menjadi anggota dan ditetapkan sebagai ketua legislatif
dalam badan perwakilan daerah. Pada masa undang -undang nomor 1
tahun 1945, kepala daerah yang diangkat adalah kepala daerah pada
masa sebelumnya, hal itu dilakukan karena situasi politik, keamanan,
dan hukum ketatanegaraan pada saat itu tidak baik.
UU nomor 1 tahun 1945 hanya berusia 3 tahun saja, karena
pada tahun 1948, dibuatlah penggantinya yaitu UU nomor 22/1948
tentang pemerintahan di daerah. Dalam undang - undang ini yang
dimaksud pemerintahan daerah adalah propinsi, kabupaten (kota
besar), dan desa (kota kecil), nagari atau marga. Pengaturan tentang
kepala daerah dalam undang - undang ini tertulis dalam pasal 18.
dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa kepala daerah propinsi
(gubernur) diangkat oleh presiden dari calon yang diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Untuk kepala daerah
kabupaten, diangkat oleh menteri dalam negeri dari calon yang
diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten.
Demikian juga untuk kepala daerah desa (kota kecil) yang diangkat
oleh kepala daerah propinsi dari calon yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Desa (kota kecil).
Berubahnya konstitusi negara menjadi Republik Indonesia
Serikat dan ditetapkannnya Undang - Undang Sementara Tahun 1950
sebagai dasar negara menyebabkan terjadinya perubahan pada undang
- undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, yaitu undang -
undang nomor 1 tahun 1957. didalam undang - undang ini, tingkatan -
tingkatan daerah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu; daerah tingkat I
dipimpin oleh gubernur, daerah tingkat II dipimpin oleh bupati atau
walikota dan daerah tingkat III dipimpin oleh camat.
Kepala daerah adalah orang yang dikenal baik oleh rakyat di
daerahnya, oleh karena itu harus dipilih langsung oleh rakyat. Atas
dasar itu, dibandingkan dengan UU terdahulu dan bahkan setelahnya,
nuansa demokrasi dalam arti membuka akses rakyat berpartisipasi
sangat tampak dalam PILKADA yang diatur UU No.1 tahun 1957.
Dalam undang - undang ini, sistem pemerintahan kepala daerah
langsung telah dijabarkan namun dalam prosesnya. Berdasarkan
keterangan itu, sistem PILKADA langsung dalam UU nomor 1/1957
benar - benar merupakan introduksi dalam pentas politik karena secara
empirik belum dapat dilaksanakan.
Selain undang - undang, presiden pertama Republik
Indonesia membuat sebuah peraturan yang mengatur tentang
pengangkatan kepala daerah. Peraturan tersebut adalah Penetapan
Presiden Nomor 6 tahun 1959 yang mengatur tentang mekanisme dan
prosedur pengangkatan kepala daerah. Oleh karena itu undang -
undang ini kelihatan lebih bersifat darurat dalam rangka retooning
sebagai tindak lanjut berlakunya kembali Undang - Undang 1945.
dalam undang - undang ini, kepala daerah diangkat dan diberhentikan
oleh presiden atau menteri dalam negeri. Pengangkatan dilakukan
terhadap salah seorang yang diajukan oleh DPRD. Peran DPRD dalam
perundangan ini terbatas, karena DPRD hanya berwenang mengajukan
calon kepala daerah.
Keluarnya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959
berdampak pada keluarnya undang - undang nomor 18/1965 tentang
pokok - pokok pemerintahan daerah. dalam undang - undang nomor
18/1965, bertolak belakang dengan undang - undang nomor 1/1957
karena perubahan format pemerintahan negara sebagai implikasi
perubahan konstitusi, sebelumnya sistem federasi (Republik Indonesia
Serikat) menjadi sistem kesatuan. Dalam undang - undang ini, kepala
daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam
negeri melalui calon - calon yang diajukan oleh DPRD. Dengan
demikian, kedudukan pejabat pusat atas kepala daerah semakin kuat.
Dominasi pemerintah pusat untuk mengendalikan daerah semakin
terlihat ketika kedudukan kepala daerah ditetapkan sebagai pegawai
negara, yang pengaturannya berdasarkan peraturan pemerintah.
Seorang kepala daerah tidak dapat diberhentikan oleh suatu keputusan
dari DPRD, pemberhentian kepala daerah merupakan kewenangan
penuh presiden untuk gubernur dan menteri dalam negeri untuk bupati
atau walikota.
Pemerintahan Orde Baru menerbitkan undang - undang
nomor 5 tahun 1974 tentang pokok - pokok pemerintahan di daerah.
dengan berlandaskan pada undang - undang 1945 dan Pancasila secara
murni dan konsekuen, kekuasaan atau kewenangan daerah dibatasi dan
dikontrol oleh rezim Soeharto ketika itu, termasuk terhadap pemilihan
kepala daerah. kepala daerah diangkat oleh presiden dari calon yang
memenuhi syarat, tata cara seleksi calon yang dianggap patut diangkat
oleh presiden dilakukan oleh DPRD. Dengan demikian berarti kepala
daerah bukanlah hasil pemilihan dari DPRD, karena jumlah dukungan
suara dalam pencalonan atau urutan pencalonan tidak menghalangi
presiden untuk mengangkat siapa saja diantara para calon itu. Aturan
tersebut terkait dengan kepentingan pemerintah pusat untuk
mendapatkan gubernur atau bupati yang mampu bekerjasama dengan
pemerintah pusat. Dalam beberapa kasus, kepala daerah yang dipilih
bukanlah pilihan nomor 1 yang diusulkan DPRD setempat. Pada tahun
1985, kandidat nomor 1 gubernur Riau, Ismail Suko dikalahkan oleh
Imam Munandar yang merurpakan kandidat nomor 2. pada pemilihan
bupati Sukabumi, calon nomor 2 Ragam Santika juga akhirnya dipilih
sebagai bupati.
Seiring jatuhnya pemerintahan Soeharto, yang ingin
mewujudkan suatu tatanan Indonesia Baru maka ditetapkanlah undang
- undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah pada tanggal 7
Mei 1999. undang - undang ini menimbulkan perubahan pada
penyelengaraan pemerintahan di daerah. perubahannya tidak hanya
mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, tetapi juga hubungan
antara pemerintah pusat dengan daerah. Sebelumnya hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah bersifat sentralistis, namun setelah
undang - undang ini diberlakukan, hubungannya bersifat desentralistis.
Menurut undang - undang nomor 22 tahun 1999, pemerintah dareah
terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah lainnya, dimana DPRD
diluar pemerintah daerah yang berfungsi sebagai badan legislatif
pemerintah daerah untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Demikian juga dalam hal pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang
pada masa - masa sebelumnya sangat dicampur tangani oleh
pemerintah. Undang - undang nomor 22 tahun 1999 ini
mengisyaratkan tentang pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. berbeda dengan di masa -
masa sebelumnya, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hanya
mengusulkan nama - nama calon kepala daerah dan kemudian kepala
daerah tersebut dipilih oleh presiden dari calon - calon tersebut. Dalam
sistem pemilihan kepala daerah, sesuai dengan undang - undang ini,
sistem rekrutmen kepala dareah yang terbuka serta demokratis juga
dibarengi dengan praktik politik uang. Hal ini sudah menjadi rahasia
umum, bahwa calon kepala dareah selalu mengobral uang untuk
membeli suara para anggota DPRD dalam pemilihan, serta untuk
membiayai kelompok - kelompok social dalam rangka menciptakan
opini publik.
Undang - undang nomor 22 tahun 1999 memang disusun
dalam tempo singkat dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas.
Karena itu, tidaklah mengejutkan bila UU No. 22/1999 tidak
sepenuhnya aspiratif sehingga menimbulkan banyak kritik dan
tuntutan revisi. Untuk menggantikan undang - undang nomor 2 tahun
1999, ditetapkanlah undang - undang nomor 32 tahun 2004. Undang -
undang ini mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung,
hal ini dibuktikan dari 240 pasal yang ada, sebanyak 63 pasal
berbicara tentang PILKADA langsung. Tepatnya mulai pasal 56
hingga pasal 119, secara khusus berbicara tentang PILKADA
langsung. Lahirnya undang - undang nomor 32 tahun 2004 tidak serta
merta langsung menciptakan PILKADA langsung, namun harus
melalui proses, yaitu dilakukannya judicial review atas undang -
undang tersebut, kemudian pemerintah menerbitkan peraturan
pemerintah pengganti undang - undang (perpu) No. 3/2005, yang pada
akhirnya juga berimplikasi pada perubahan PP No.6/2005 tentang
pedoman pelaksanaan PILKADA langsung menjadi PP No.17/2005.
Dengan demikian, pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara
langsung dimana calon kontestannya adalah pasangan calon yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh 15 persen kursi DPRD atau dari akumulasi perolehan
suara sah pada pemilihan legislatif sebelumnya. Pemilu kepada daerah
langsung sesuai dengan Undang - undang ini terlaksana pertama kali
pada tanggal 1 juni 2005.
Pemilihan kepala daerah langsung yang termaktub dalam
undang - undang nomor 32 tahun 2004 adalah sebuah proses
demokratisasi di Indonesia. Perjalanan pembelajaran demokrasi di
Indonesia sebelum masa kemerdekaan sampai dengan saat ini.
Perjalanan demokrasi selanjutnya melahirkan sistem yang baru,
ketidakpuasan (kekurangan) undang - undang nomor 32 tahun 2004
mengenai otonomi daerah ini melahirkan sebuah konsepsi undang -
undang yang baru demi menciptakan sebuah tatanan yang lebih
demokratis lagi. Salah seorang Anggota DPRD kabupaten lombok
yang bernama Lalu Ranggawale mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materil pada UU No.32
tahun 2004. akhirnya keluarlah Keputusan MK No 5/PUU-V/2007
yang menganulir UU 32/2004 pasal 56, 59 dan 60 tentang persyaratan
pencalonan kepala daerah memberikan peluang kepada calon
independen untuk maju dalam Pilkada.
Revisi undang - undang nomor 32 tahun 2004 melahirkan
undang - undang nomor 12 tahun 2008. Undang - undang nomor 12
tahun 2008 ini tentang perubahan terhadap undang - undang nomor 32
tahun 2004 mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Hal yang paling
berbeda dari Undang - undang ini mengenai pemilihan kepala daerah.
dimana didalam undang undang sebelumnya, kepala daerah dipilih
langsung dari usulan partai politik atau gabungan partai politik,
sedangkan dalam Undang - undang ini, pemilihan kepala daerah
secara langsung dapat mencalonkan pasangan calon tanpa didukung
oleh partai politik, melainkan calon perseorangan yang dicalonkan
melalui dukungan dari masyarakat yang dibuktikan dengan dukungan
tertulis dan fotokopi KTP. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti
merasa tertarik untuk meneliti tentang lahirnya konstitusi yang
mengatur tentang otonomi daerah terutama dalam hal pemilihan
kepala daerah.
Pada tanggal 19 April 2007 terbitlah Undang - undang No.
22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum. Di Undang
- undang ini Pemilihan kepala daerah dimasukkan pada rezim pemilu.
maka kemudian masyarakat mulai menenal pemilihan kepala daerah
dengan sebutan PEMILUKADA.
Seluruh perjalanan pemilu tersebut merupakan informasi
berharga yang dapat menunjukkan dinamika politik bangsa Indonesia.
Untuk itu, publikasi ini mempunyai tujuan utama untuk
mendokumentasikan perjalanan pemilu di Indonesia secara lengkap
dari 1955 sampai 2019. Hal ini dapat mempermudah para peminat
pemilu yang ingin memperoleh gambaran detail tentang hasil antar
pemilu.
istem politik Indonesia memasuki fase baru. Undang-
Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (UU Pemilukada) yang
disahkan pada 26 September 2014 mengubah cara berdemokrasi
bangsa Indonesia, terutama dalam menentukan pemimpin daerah.
Sistem pemilukada langsung oleh rakyat yang berlaku selama sepuluh
tahun, berganti menjadi pemilukada oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Sistem lama yang dinilai demokratis, ternyata
menyebabkan dampak tak baik bagi bangsa. Sistem yang berbiaya
mahal itu disebut telah melahirkan pemimpin daerah yang korup.
Sistem baru yang juga diklaim demokratis, diyakini lebih menjamin
mampu melahirkan gubernur dan bupati/wali kota yang amanat, meski
dikritik sebagai kemunduran demokrasi.
Tak ada sistem yang benar-benar ideal, apalagi berlaku
sepanjang masa. Sebab sistem menyesuaikan dengan situasi zaman,
beradaptasi dengan tradisi, sistem ekonomi-sosial-budaya, dan banyak
hal. Sistem pemilihan kepala daerah terus bermetamorfosis sejak
sejarah modern Indonesia.
Masa Hindia Belanda
Di masa kolonial, pemerintahan daerah tak seperti
sekarang. Hierarkinya dimulai dari paling atas, yakni gewest (provinsi)
yang dipimpin gubernur, karesidenan yang dipimpin residen, afdeling
dipimpin asisten residen, kabupaten dipimpin bupati, lalu ada district
atau kawedanan yang dipimpin wedana, dan onderdistrict atau
kecamatan yang dipimpin camat.
Tak ada pemilu untuk menentukan pemimpin di tiap-tiap
tingkatan karena semua ditentukan Pemerintah Kolonial, yaitu
gubernur jenderal. Itu pun, tiga jabatan tertinggi pertama diisi orang-
orang Belanda. Bangsa pribumi hanya boleh menjabat jabatan bupati
sampai camat ditambah kewajiban memberikan/membayar upeti
kepada Pemerintah Kolonial.
Sistem itu berganti pada masa pendudukan Jepang meski
secara parsial saja. Pemerintah kolonial negeri matahari terbit itu
hanya mengubah istilah jabatan-jabatan, misalnya karesidenan disebut
syuu dan dipimpin syuutyoo, kawedanan disebut gunson yang
dipimpin guntyoo.
Tak ada pemilu juga dalam sistem ini. Semua jabatan
ditunjuk dan ditentukan pemerintah Jepang. Jabatan di tingkat
karesidenan diisi perwira-perwira militer Jepang, sedangkan pada
level kawedanan ke bawah dijabat orang pribumi.
Masa Kemerdekaan
Segera setelah Indonesia merdeka, sistem kembali berubah.
Di era ini, kepala daerah berfungsi sebagai pemimpin komite nasional
daerah, sekaligus menjadi anggota dan ditetapkan sebagai ketua badan
perwakilan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah.
Dalam sistem ini, kepala daerah yang diangkat adalah
kepala daerah pada masa sebelumnya. Alasannya karena situasi politik,
keamanan, dan hukum ketatanegaraan kala itu sedang tidak stabil.
Sistem ini disempurnakan pada tahun 1948. Istilah dalam
tingkatan pemerintah daerah diperjelas, yakni provinsi, kabupaten atau
kota besar, desa, dan nagari. Proses pemilihannya pun sedikit lebih
demokratis, karena, misalnya, gubernur diangkat oleh Presiden setelah
ada nama calon yang diajukan DPRD tingkat provinsi. Di bawahnya,
DPRD tingkat kabupaten mengusulkan calon bupati, lalu diangkat
oleh Menteri Dalam Negeri. Kepala desa diangkat Gubernur setelah
menerima nama calon yang diajukan DPR desa.

Masa Republik Indonesia Serikat


Sistem pemilihan kepala daerah kembali berubah
bersamaan perubahan bentuk negara Indonesia menjadi Republik
Indonesia Serikat tahun 1950. Itu terjadi karena konstitusi berubah
dari Undang-Undang Dasar 1945 menjadi Undang-Undang Sementara
tahun 1950.
Pada era ini, istilah dalam tingkatan pemerintah daerah
diubah: di tingkat provinsi disebut daerah tingkat I yang dipimpin
gubernur, di tingkat kota/kabupaten disebut daerah tingkat II yang di
bupati atau wali kota, dan tingkat kecamatan disebut daerah tingkat III
yang dipimpin camat.
Setelah konstitusi negara kembali pada Undang-Undang
1945, terbit undang-undang yang mengatur mekanisme dan peraturan
pengangkatan kepala daerah. Kepala daerah diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri. DPRD hanya
mengajukan nama, dan yang menentukan adalah Presiden atau
Menteri Dalam Negeri sesuai tingkatan masing-masing.
Posisi pemerintah pusat atas pemerintah daerah semakin
kuat setelah terbit Undang-Undang Nomor 18 tahun 1965, menyusul
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dalam undang-undang ini, kepala
daerah diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atau Menteri Dalam
Negeri melalui calon-calon yang diajukan DPRD.
Pemerintah pusat makin mengendalikan daerah setelah
status kedudukan kepala daerah ditetapkan sebagai pegawai negara.
Seorang kepala daerah tidak dapat diberhentikan oleh DPRD.
Pemberhentian kepala daerah merupakan kewenangan penuh Presiden
untuk gubernur, dan Menteri Dalam Negeri untuk bupati atau wali
kota.

Masa Orde Baru


Pemerintah pusat era Orde Baru mengukuhkan dominasi
atas pemerintah daerah. Rezim Soeharto mengontrol penuh kepala
daerah di seluruh tingkatan, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Kepala daerah
diangkat oleh Presiden, yang mekanisme pemilihannya di DPRD juga
dikontrol oleh Presiden.
Maka, kepala daerah sesungguhnya bukan hasil pemilihan
DPRD, karena patut atau tidak seseorang menjadi kepala daerah,
bergantung sepenuhnya pada penilaian Presiden. Aturan tersebut
terkait kepentingan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan gubernur
atau bupati yang mampu bekerja sama.
Misalnya, DPRD provinsi memiliki dua calon gubernur,
yang salah satunya didukung lebih banyak legislator. Jika Pemerintah
Pusat menghendaki calon yang memiliki lebih sedikit dukungan
DPRD, Presiden berhak mengangkatnya. Begitu juga
pemberhentiannya, dapat dilakukan tanpa persetujuan DPRD.
Masa reformasi
Tahun 1998 adalah tanda berakhirnya kekuasaan Orde
Baru yang sentralistik. Setelah itu, semangat berbangsa dan bernegara
berubah menjadi desentralistik atau pemerataan kekuasaan di daerah-
daerah, tidak berpusat di Jakarta. Terbit Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah pada 7 Mei 1999, yang segera
mengubah penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,
pemerintah dareah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah.
DPRD berada di luar pemerintah daerah, yang berfungsi sebagai
badan legislatif pemerintah daerah untuk mengawasi jalannya
pemerintahan.
Di masa ini, kepala daerah dipilih sepenuh oleh DPRD,
tak lagi ada campur tangan Pemerintah Pusat. Berbeda dengan sistem
sebelumnya, yaitu kepala daerah diangkat oleh Presiden atau Menteri
Dalam Negeri, yang diajukan atau diusulkan oleh DPRD.
Pemilihan kepala daerah mengandung kelemahan, karena
dalam mekanisme rekrutmen calon ditemukan banyak praktik politik
uang. Calon kepala daerah selalu mengobral uang untuk membeli
suara para anggota DPRD dalam pemilihan. Selain itu, mengumbar
uang untuk membiayai kelompok-kelompok tertentu sebagai cara
menciptakan opini publik.
Undang-Undang itu kemudian direvisi setelah banyak
dikritik karena dianggap menyuburkan politik uang dan tak
melibatkan partisipasi masyarakat luas. Lalu, terbit Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemilihan umum
kepala daerah secara langsung.
Meski begitu, pemilukada langsung tak serta-merta
diterapkan karena Undang-Undang itu terlebih dahulu diuji materi
(judicial review), lalu diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Nomor 3 Tahun 2005, yang berimplikasi
pada perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang
pedoman pelaksanaan pemilukada langsung menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005.
Setelah itu, pemilukada dilaksanakan secara langsung.
Para calon adalah pasangan calon yang diusulkan partai politik atau
gabungan partai politik yang memperoleh dukungan minimal 15
persen kursi DPRD atau dari akumulasi perolehan suara sah pada
Pemilu Legislatif.
Undang-Undang itu direvisi yang kemudian diganti
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan terhadap
Undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Ada
perubahan mencolok dalam perubahan ini, yaitu diperbolehkan calon
perseorangan —tidak hanya calon yang diusung partai politik—
menjadi calon kepala daerah dalam pemilukada secara langsung.
ejarah terbentuknya Kabupaten Wonogiri tidak bisa
terlepas dari perjalanan hidup dan perjuangan Raden Mas Said atau
dikenal dengan julukan Pangeran Sambernyawa. Asal kata Wonogiri
sendiri berasal dari bahasa Jawa wana (alas/hutan/sawah) dan giri
(gunung/ pegunungan). Nama ini sangat tepat menggambarkan kondisi
wilayah Kabupaten Wonogiri yang memang sebagian besar berupa
sawah, hutan dan gunung.
Pemerintahan di Kabupaten Wonogiri awal mulanya
merupakan suatu daerah basis perjuangan Raden Mas Said dalam
menentang penjajahan Belanda. Raden Mas Said lahir di Kartasura
pada hari Minggu Legi, tanggal 4 Ruwah 1650 tahun Jimakir, Windu
Adi Wuku Wariagung, atau bertepatan dengan tanggal Masehi 8 April
1725. Raden Mas Said merupakan putra dari Kanjeng Pangeran Aryo
Mangkunegoro dan Raden Ayu Wulan yang wafat saat melahirkannya.
Memasuki usia dua tahun, Raden Mas Said harus
kehilangan ayahandanya karena dibuang oleh Belanda ke Tanah Kaap
(Ceylon) atau Srilanka. Hal itu karena ulah keji berupa fitnah dari
Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo. Akibatnya, Raden Mas Said
mengalami masa kecil yang jauh dari selayaknya seorang bangsawan
Keraton. Raden Mas Said menghabiskan masa kecil bersama anak-
anak para abdi dalem lainnya, sehingga mengerti betul bagaimana
kehidupan kawula alit. Hikmah dibalik itulah yang menempa Raden
Mas Said menjadi seorang yang mempunyai sifat peduli terhadap
sesama dan kebersamaan yang tinggi karena kedekatan beliau dengan
abdi dalem yang merupakan rakyat kecil biasa.
Pada suatu saat terjadi peristiwa yang membuat Raden
Mas Said resah, karena di Keraton terjadi ketidakadilan yang
dilakukan oleh Raja (Paku Buwono II) yang menempatkan Raden Mas
Said hanya sebagai Gandhek Anom (Manteri Anom) atau sejajar
dengan Abdi Dalem Manteri. Padahal sesuai dengan derajat dan
kedudukan, Raden Mas Said seharusnya menjadi Pangeran Sentana.
Melihat hal ini, Raden Mas Said ingin mengadukan
ketidakadilan kepada sang Raja, akan tetapi pada saat di Keraton oleh
sang Patih Kartasura ditanggapi dingin. Dan dengan tidak berkata apa-
apa sang Patih memberikan sekantong emas kepada Raden Mas Said.
Perilaku sang Patih ini membuat Raden Mas Said malu dan sangat
marah, karena beliau ingin menuntut keadilan bukan untuk mengemis.
Raden Mas Said bersama pamannya Ki Wiradiwangsa dan
Raden Sutawijaya yang mengalami nasib yang sama, mengadakan
perundingan untuk membicarakan ketidakadilan yang menimpa
mereka. Akhirnya Raden Mas Said memutuskan untuk keluar dari
keraton dan mengadakan perlawanan terhadap Raja.
Raden Mas Said bersama pengikutnya mulai mengembara
mencari suatu daerah yang aman untuk kembali menyusun kekuatan.
Raden Mas Said bersama para pengikutnya tiba disuatu daerah dan
mulai menggelar pertemuan-pertemuan untuk menghimpun kembali
kekuatan dan mendirikan sebuah pemerintahan biarpun masih sangat
sederhana. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu Kliwon tanggal 3
Rabiulawal (Mulud) tahun Jumakir windu Sengoro, dengan candra
sengkala Angrasa Retu Ngoyag Jagad atau tahun 1666 dalam kalender
Jawa. Dan dalam perhitungan kalender Masehi bertepatan dengan hari
Rabu Kliwon tanggal 19 Mei 1741 M.
Daerah yang dituju Raden Mas Said waktu itu adalah
Dusun Nglaroh (wilayah Kecamatan Selogiri), dan disana Raden Mas
Said menggunakan sebuah batu untuk menyusun strategi melawan
ketidakadilan. Batu ini dikemudian hari dikenal sebagai Watu Gilang
yang merupakan tempat awal mula perjuangan Raden Mas Said dalam
melawan ketidakadilan dan segala bentuk penjajahan. Bersama dengan
pengikut setianya, dibentuklah pasukan inti kemudian berkembang
menjadi perwira-perwira perang yang mumpuni dengan sebutan
Punggowo Baku Kawandoso Joyo. Dukungan dari rakyat Nglaroh
kepada perjuangan Raden Mas Said juga sangat tinggi yang disesepuhi
oleh Kyai Wiradiwangsa yang diangkat sebagai Patih. Dari situlah
awal mula suatu bentuk pemerintahan yang nantinya menjadi cikal
bakal Kabupaten Wonogiri.
Dalam mengendalikan perjuangannya, Raden Mas Said
mengeluarkan semboyan yang sudah menjadi ikrar sehidup semati
yang terkenal dengan sumpah “Kawulo Gusti” atau “Pamoring
Kawulo Gusti” sebagai pengikat tali batin antara pemimpin dengan
rakyatnya, luluh dalam kata dan perbuatan, maju dalam derap yang
serasi bagaikan keluarga besar yang sulit dicerai-beraikan musuh.
Ikrar tersebut berbunyi “Tiji tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji
Mukti Kabeh”. Ini adalah konsep kebersamaan antara pimpinan dan
rakyat yang dipimpin maupun sesama rakyat.
Raden Mas Said juga menciptakan suatu konsep
manajemen pemerintahan yang dikenal sebagai Tri Darma yaitu :
1. Mulat Sarira Hangrasa Wani, artinya berani mati dalam
pertempuran karena dalam pertempuran hanya ada dua pilihan
hidup atau mati. Berani bertindak menghadapi cobaan dan
tantangan meski dalam kenyataan berat untuk dilaksanakan.
Sebaliknya, disaat menerima anugerah baik berupa harta benda
atau anugerah lain, harus diterima dengan cara yang wajar.
Hangrasa Wani, mau berbagi bahagia dengan orang lain.
2. Rumangsa Melu Handarbeni, artinya merasa ikut memiliki
daerahnya, tertanam dalam sanubari yang terdalam, sehingga pada
akhirnya pada akhirnya akan menimbulkan perasaan rela berjuang
dan bekerja untuk daerahnya. Merawat dan melestarikan
kekayaan yang terkandung didalamnya.
3. Wajib Melu Hangrungkebi, artinya dengan merasa ikut memiliki
timbul kesadaran untuk berjuang hingga titik darah penghabisan
untuk tanah kelahirannya.
Kegigihan Raden Mas Said dalam memerangi musuh-
musuhnya sudah tidak diragukan lagi, bahkan hanya dengan prajurit
yang jumlahnya sedikit, tidak akan gentar melawan musuh. Raden
Mas Said merupakan panglima perang yang mumpuni, terbukti selama
hidupnya sudah melakukan tidak kurang 250 kali pertempuran dengan
tidak menderita kekalahan yang berarti. Dari sinilah Raden Mas Said
mendapat julukan “Pangeran Sambernyawa” karena dianggap sebagai
penebar maut (Penyambar Nyawa) bagi siapa saja musuhnya pada
setiap pertempuran.
Berkat keuletan dan ketangguhan Raden Mas Said dalam
taktik pertempuran dan bergerilya sehingga luas wilayah
perjuangannya meluas meliputi Ponorogo, Madiun dan Rembang
bahkan sampai daerah Yogyakarta. Pada akhirnya atas bujukan Sunan
Paku Buwono III, Raden Mas Said bersedia diajak ke meja
perundingan guna mengakhiri pertempuran.
Dalam perundingan yang melibatkan Sunan Paku Buwono
III, Sultan Hamengkubuwono I dan pihak Kompeni Belanda,
disepakati bahwa Raden Mas Said mendapat daerah kekuasaan dan
diangkat sebagai Adipati Miji atau mandiri bergelar Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro I. Penetapan
wilayah kekuasaan Raden Mas Said terjadi pada tanggal 17 Maret
1757 melalui sebuah perjanjian di daerah Salatiga. Kedudukannya
sebagai Adipati Miji sejajar dengan kedudukan Sunan Paku Buwono
III dan Sultan Hamengkubuwono I dengan daerah kekuasaan meliputi
wilayah Keduwang (daerah Wonogiri bagian timur), Honggobayan
(daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan Jatipurno dan
Jumapolo Kabupaten Karanganyar), Sembuyan (daerah sekitar
Wuryantoro dan Baturetno), Matesih, dan Gunung Kidul.
KGPAA Mangkunegoro I membagi wilayah Kabupaten
Wonogiri menjadi 5 (lima) daerah yang masing-masing memiliki ciri
khas atau karakteristik yang digunakan sebagai metode dalam
menyusun strategi kepemimpinan, yaitu :
1. Daerah Nglaroh (wilayah Wonogiri bagian utara, sekarang masuk
wilayah kecamatan Selogiri). Sifat rakyat daerah ini adalah
Bandol Ngrompol yang berarti kuat dari segi rohani dan jasmani,
memiliki sifat bergerombol atau berkumpul. Karakteritik ini
sangat positif dalam kaitannya untuk menggalang persatuan dan
kesatuan. Rakyat di daerah Nglaroh juga bersifat pemberani, suka
berkelahi, membuat keributan akan tetapi jika bisa memanfaatkan
potensi rakyat Nglaroh bisa menjadi kekuatan dasar yang kuat
untuk perjuangan.
2. Daerah Sembuyan (wilayah Wonogiri bagian selatan sekarang
Baturetno dan Wuryantoro), mempunyai karakter sebagai Kutuk
Kalung Kendho yang berarti bersifat penurut, mudah diperintah
pimpinan atau mempunyai sifat paternalistik.
3. Daerah Wiroko (wilayah sepanjang Kali Wiroko atau bagian
tenggara Kabupaten Wonogiri sekarang masuk wilayah
Kecamatan Tirtomoyo). Masyarakat didaerah ini mempunyai
karakter sebagai Kethek Saranggon, mempunyai kemiripan seperti
sifat kera yang suka hidup bergerombol, sulit diatur, mudah
tersinggung dan kurang memperhatikan tata krama sopan santun.
Jika didekati mereka kadang kurang mau menghargai orang lain,
tetapi jika dijauhi mereka akan sakit hati. Istilahnya gampang-
gampang susah.
4. Daerah Keduwang (wilayah Wonogiri bagian timur)
masyarakatnya mempunyai karakter sebagai Lemah Bang
Gineblegan. Sifat ini bagai tanah liat yang bisa padat dan dapat
dibentuk jika ditepuk-tepuk. Masyarakat daerah ini suka berfoya-
foya, boros dan sulit untuk melaksanakan perintah. Akan tetapi
bagi seorang pemimpin yang tahu dan paham karakter sifat dan
karakteristik mereka, ibarat mampu menepuk-nepuk layaknya
sifat tanah liat, maka mereka akan mudah diarahkan ke hal yang
bermanfaat.
5. Daerah Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai
perbatasan Jatipurno dan Jumapolo Kabupaten Karanganyar)
mempunyai karakter seperti Asu Galak Ora Nyathek.
Karakteristik masyarakat disini diibaratkan anjing buas yang suka
menggonggong akan tetapi tidak suka menggigit. Sepintas dilihat
dari tutur kata dan bahasanya, masyarakat Honggobayan memang
kasar dan keras menampakkan sifat sombong dan congkak serta
tinggi hati, dan yang terkesan adalah sifat kasar menakutkan.
Akan tetapi mereka sebenarnya baik hati, perintah pimpinan akan
dikerjakan dengan penuh tanggungjawab.
Dengan memahami karakter daerah-daerah tersebut, Raden
Mas Said menerapkan cara yang berbeda dalam memerintah dan
mengendalikan rakyat diwilayah kekuasaannya, menggali potensi
yang maksimal demi kemajuan dalam membangun wilayah tersebut.
Raden Mas Said memerintah selama kurang lebih 40 tahun dan wafat
pada tanggal 28 Desember 1795.

SEJARAH SINGKAT JABATAN WEDONO GUNUNG


WONOGIRI HINGGA BUPATI WONOGIRI
Setelah Raden Mas Said meninggal dunia, kekuasaan trah
Mangkunegaran diteruskan oleh putra-putra beliau. Ada beberapa
perkembangan penting mengenai situasi dan kondisi daerah kekuasaan,
serta sistem pemerintahan yang menyangkut nama penguasa wilayah
Praja Mangkunegaran termasuk di wilayah Wonogiri.
Wilayah Wonogiri merupakan daerah Kawedanan
(onderregent) dibawah Praja Mangkunegaran, yang dipimpin oleh
seseorang dengan jabatan sebagai Wedono Gunung. Organisasi
pemerintahan pada saat itu masih sangat sederhana, dengan titik berat
bidang pemerintahan hanya dua urusan yaitu urusan dalam (reh jero)
dan urusan luar (reh njobo).

Wedono Gunung Wonogiri


Jabatan Wedono Gunung Wonogiri pertama dijabat oleh
Raden Ngabei Joyosudarso, sejak tahun 1847. Makam Wedono
Gunung pertama ini terdapat di Dusun Ambarwangi, Desa Wonoharjo,
Kecamatan Nguntoronadi.
Pada tahun 1875, atas permohonan R. Ng. Joyosudarso,
Kawedanan Gunung Wonogiri dipecah menjadi dua yaitu Kawedanan
Gunung Wonogiri dan Kawedanan Gunung Baturetno. Kawedanan
Gunung Wonogiri meliputi wilayah Keduang, Honggobayan, dan
Nglaroh, dengan jabatan Wedono Gunung yang dipegang oleh Raden
Ngabei Djoyosaronto (putra tertua R. Ngabei Joyosudarso).
Kawedanan Gunung Baturetno meliputi wilayah Wiroko, Sembuyan,
dan Ngawen dengan jabatan Wedono Gunung yang dipegang oleh
Raden Ngabei Djoyohandojo (Putra kedua R. Ng. Joyosudarso). Pada
tahun 1892, terjadi penghapusan wilayah Kawedanan Gunung
Baturetno dan digabungkan kembali dengan Kawedanan Gunung
Wonogiri. Pejabat Wedono Gunung dipegang oleh Raden Mas Ngabei
Tjitrodipuro hingga tahun 1900. Hingga pada tahun 1903, terjadi
penghapusan jabatan Panekaring Wedono Gunung. RM. Ng.
Tjitrodipuro sendiri kemudian diangkat sebagai Bupati Patih di Praja
Mangkunegaran dan berganti nama Raden Mas Ngabei Brotodipuro.
Jabatan yang ditinggalkannya diganti oleh Raden Mas Ngabei
Haryokusumo (Eyang dari Ibu Tien Soeharto) sampai tahun 1916.
Kemudian jabatan Wedono Gunung Wonogiri dipegang oleh Raden
Mas Tumenggung Warso Adiningrat.
Pada tahun 1917, ada peristiwa penting yaitu Tetedakan
KGPAA Mangkunegara VII yang diumumkan pada tanggal 19
Nopember 1917, yaitu berubahnya status wilayah Wonogiri yang
semula Kawedanan Gunung menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh
seseorang oleh seorang Bupati yang menyandang gelar Tumenggung.
KGPAA Mangkunegara VII kemudian mengangkat Raden Mas
Tumenggung Warso Adiningrat sebagai Bupati Wonogiri. Sehingga
beliau merupakan Bupati Wonogiri pertama dengan gelar
Tumenggung. Akibat perubahan status ini, wilayah Wonogiri pun
dibagi menjadi 5 Kawedanan yaitu Kawedanan Wonogiri, Wuryantoro,
Baturetno, Jatisrono dan Purwantoro.

Bupati Wonogiri :
Sebelum masa kemerdekaan :
1. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Warso Adiningrat

2. Mas Tumenggung Warsodingrat

3. Raden Ngabei Joyowirono

4. Kanjeng Raden Tumenggung Harjowiratmo


Setelah masa kemerdekaan :
Seiring dengan peristiwa kemerdekaan, Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 sampai tahun 1946 di wilayah
Mangkunegaran terjadi dualisme pemerintahan, yaitu Kabupaten
Wonogiri masih dalam wilayah monarki Praja Mangkunegaran dan di
lain pihak menginginkan Kabupaten Wonogiri masuk dalam sistem
demokrasi Republik Indonesia. Timbulah gerakan Anti Swapraja yang
menginginkan Wonogiri keluar dari sistem kerajaan Mangkunegaran.
Akhirnya disepakati bahwa Kabupaten Wonogiri tidak menghendaki
kembalinya Swapraja Mangkunegaran.
Sejak saat itu Kabupaten Wonogiri mempunyai status
seperti sekarang, dan masuk sebagai Kabupaten yang berada diwilayah
Provinsi Jawa Tengah.
Nama Bupati Wonogiri setelah masa kemerdekaan :
1. SOETOJO HARDJO REKSONO ( 1946-1948 )

2. R. DANOEPRANOTO ( 1948-1950 )

3. R. AGUS MIFTAH DANOEKOESOEMO ( 1950-1953 )

4. SENTOT WONGSO ADMOJO ( 1953-1956 )

5. R. SOETARKO ( 1956-1957 )

6. POERWO PRANOTO ( 1958 )


7. R. YAKOP DANOE ADMOJO ( 1958-1959 )

8. RM. Ng. BROTO PRANOTO ( 1960-1966 )

9. R. SAMINO ( 1967-1974 )

10. KRMH. SOEMOHARMOYO ( 1974-1979 )

11. DRS. AGOES SOEMADI ( 1979-1980)

12. R. SOEDIHARTO ( 1980-1985 )

13. DRS. OEMARSONO ( 1985-1995 )

14. Drs. TJUK SUSILO ( 1995-2000 )

15. H. BEGUG POERNOMOSIDI ( 2000-2010 )

16. H. DANAR RAHMANTO ( 2010 – 2015)

17. JOKO SUTOPO (2016 - sekarang)


emerintah telah menetapkan tanggal 9 Desember
2020, akan dilaksanakan pemilihan Kepala Daerah (PILKADA)
Serentak dengan melibatkan kurang lebih 105 juta pemilih di 207
daerah yang ada di Indonesia. PILKADA tahun 2020 ini menjadi
menarik perhatian publik karena pelaksanaan PILKADA kali ini
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena dilaksanakan di tengah
pandemi wabah covid-19 yang melanda hampir satu tahun ini.
Hal ini menjadi sumber kegelisahan pemerintah serta
masyarakat Indonesia karena masih maraknya kasus penularan covid-
19 sedangkan di sisi lain pelaksanaan PILKADA yang di lakukan lima
tahun sekali tak memungkinkan untuk di tunda.
Sebelumnya PILKADA 2020 ini direncanakan akan
digelar pada 23 September 2020, namun pada 30 maret 2020 Rapat
Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI memutuskan untuk
menunda PILKADA ke bulan Desember sebagai bentuk respon
terhadap pandemi yang belum reda.
Menghadapi dinamika tersebut Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Kabupaten Wonogiri juga sempat menjelaskan kepada publik
bahwa ada tiga opsi pengunduran Pilkada. Yakni diundur Desember
2020, Maret 2021, atau September 2021. Karena diperlukan
penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang
(PERPPU) untuk mengganti Undang-undang no 10/2016 tentang
PILKADA terkait perubahan tanggal pelaksanaanya. Padahan dalam
penernitan PERPPU prosesnya sangat panjang.
Akhirnya kepastian pelaksanaan PILKADA 2020 terjawab
oleh Kementrian Dalam Negeri yang menyebut ada pertimbangan
yang membuat penundaan PILKADA 2020 hampir tidak
dimungkinkan untuk ditunda kembali. Apabila PILKADA Kembali di
tunda, kekosongan jabatan bisa di isi atau di gantikan sementara waktu
oleh pejabat (Pj) selama masa jabatan kepala daerah habis dan belum
memiliki kepala daerah baru. Akan tetapi hal ini juga mempunyai
problem yaitu kewenangan Pj yang sangat terbatas,dan harus
menyiapkan 270 plt/pj di seluruh Indonesia jika PILKADA serentak di
tunda hingga 2021. Dipoerkuat dengan keputusan Presiden Jokowi
serta pemerintah menegaskan bahwa PILKADA Serentak 2020 akan
tetap diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Alasannya tak ada
satu pun negara termasuk Indonesia yang mengetahui kapan pandemi
ini akan berakhir, Pemerintah pun menjelaskan akan menjalankan
PILKADA tahun ini mengggunakan protokol Kesehatan yang ketat.
Selanjutnya titik terang pelaksaaan Pilkada 2020 ini
dengan dikeluarkannya regulasi Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU 1
tahun 2015 akhirnya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada
tanggal 14 Juli 2020 untuk menjadi Undang-Undang. Yaitu Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Undang menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang menjadi Undang-Undang disahkan Presiden Joko
Widodo pada tanggal 11 Agustus 2020 di Jakarta.
Agar setiap orang mengetahuinya Undang-Undang Nomor
6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang
menjadi Undang-Undang ditempatkan pada Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 193. Penjelasan Atas Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-
Undang menjadi Undang-Undang ditempatkan pada Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6547.
Untuk menegakkan protokol kesehatan, pemerintah
memiliki dua opsi yakni menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPPU) atau merevisi Peraturan KPU (PKPU).
Opsi pertama mengenai Perppu nantinya akan mengatur keseluruhan
hal yang berkaitan dengan pencegahan, penanganan dan penegakan
hukum terkait Covid-19, dan opsi kedua berupa Perppu yang mengatur
spesifik mengenai protokol Covid-19 untuk PILKADA atau merevisi
Peraturan KPU dalam waktu dekat.pelaksanaan PILKADA 2020
mendatang harus dengan tetap penegakan disiplin dan sanksi hukum
terhadap pelanggar protokol kesehatan Covid-19.
Harapannya adalah PILKADA dapat berjalan dengan baik,
karena PILKADA merupakan perwujudan demokrasi dimana rakyat
yang telah memenuhi syarat berhak menyampaikan aspirasi suara dan
pilihanya melalui pemilu. Pemerintah sebagai fasilitator dalam jalanya
pemerintahan yang ada di harapkan dapat menangani konflik
PILKADA di tengah pandemi ini dengan baik.
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH OLEH KPU

erbeda dengan Sub Tahapan Pemutakhiran Data,


dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 5 tahun
2020 tidak ditemukan perincian kegiatan dari Sub Tahapan
Penyusunan Daftar Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota dan
penyampaian kepada PPS.
Namun, merujuk pada PKPU nomor 19 tahun 2019
tentang Perubahan Atas PKPU nomor 2 tahun 2017 tentang
Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau
Wali Kota dan Wakil Wali Kota, kegiatan dalam sub tahapan itu
sejatinya meliputi:
1. Penyusunan daftar pemilih ke dalam Formulir Model A-KWK,
(Formulir yang berisikan daftar pemilih per TPS) oleh KPU/KIP
Kabupaten/Kota; dan
2. Penyampaian Daftar Pemilih yang sudah disusun tersebut kepada
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara
(PPS), dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) untuk
dilakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) pada fase atau Sub
Tahapan Pemutakhiran Data.
Kegiatan Penyusunan daftar pemilih ke dalam Formulir Model A-
KWK, (Formulir yang berisikan daftar pemilih per TPS) oleh
KPU Kabupaten.
Dalam rangka penyusunan daftar pemilih per Tempat
Pemungutan Suara (TPS), KPU Kabupaten dengan dibantu oleh PPK
dan PPS terlebih dahulu melakukan kegiatan pemetaan TPS. Pemetaan
TPS dibuat agar susunan daftar pemilih pada formulir Model A-KWK
sesuai dengan syarat yang berlaku, yaitu:
 Tidak menggabungkan Pemilih dari Kelurahan/Desa atau nama
lain yang berbeda pada TPS yang sama;
 Tidak memisahkan pemilih dalam satu rukun tetangga atau
nama lain, pada TPS yang berbeda;
 Tidak memisahkan pemilih dalam satu keluarga pada TPS
yang berbeda;
 Memudahkan pemilih;
 Hal-hal berkenaan denganaspek geografis; dan
 Jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memperhatikan
tenggang waktu pemungutan suara.
Penyampaian Daftar Pemilih kepada PPS
Setelah melakukan penyusunan daftar pemilih ke dalam
A.KWK, KPU Kabupaten kemudian mendistribusikannya kepada PPK,
PPS, dan PPDP. Kepada PPK dan PPS dalam bentuk softfile,
sementara kepada PPDP dalam bentuk hardfile. Daftar pemilih ini
kemudian digunakan dalam kegiatan Coklit.

PENYUSUNAN PEMUTAKHIRAN DATA OLEH KPU

Terkait pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih,


KPU RI mengeluarkan surat edaran nomor 181/PL.02.1-
SD/01/KPU/II/2020 tanggal 28 Februari tentang Pemutakhiran Data
Pemilih berkelanjutan, dimana pemutakhiran data pemilih
berkelanjutan ini dilakukan dengan dua bentuk: Bagi daerah yang
tidak melaksanakan pemilihan dan bagi daerah yang melaksanakan
pemilihan, maka kegiatan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan
diintegrasikan dengan tahapan penyusunan daftar pemilih serentak
tahun 2020, dengan teknis yang dimulai dari Daftar Pemilih Tetap
(DPT) pada Pemilu/Pemilihan terakhir yang disandingkan
(sinkronisasi) dengan DP4 dari Pemerintah, untuk kemudian pada saat
waktu yang tepat nanti akan dilakukan pencocokan dan penelitian
(coklit) oleh PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih).
Tahapan pemutakhiran data ini merupakan salah satu
tahapan yang sangat krusial dan strategis bagi terselenggaranya
Pilkada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wonogiri
maka harus dilakukan dengan hati – hati karena tahapan ini
menentukan bagi tahapan pemilihan selanjutnya, mulai dari penentuan
jumlah TPS, alokasi logistik, pola sosialisasi pemilihan, rekapitulasi
hasil suara dan lain sebagainya. Maka jika tahapan ini bermasalah atau
tidak valid, dapat dipastikan tahapan selanjutnya juga akan sangat
terganggu.
Selain berpengaruh kepada tahapan selanjutnya,
pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih ini juga sebagai
langkah dalam memberikan jaminan warga negara terdaftar sebagai
pemilih tanpa diskriminasi. Jaminan tersebut melingkupi kemudahan
untuk terdaftar sebagai pemilih dan mengetahui data pemilih tersebut
serta memperbaiki elemen data di daftar pemilih.
Dari penyusunan data hasil pemutahiran yang dilakukan KPU
Kabupaten Wonogiri data jumlah desa terbanyak berada di Kecamatan
Pracimantoro sejumlah 18 (delapan belas) Desa atau 6,12 % dan
paling sedikit berada di Kecamatan Karangtengah sejumlah 5 (lima)
Desa atau 1,70 %.
Untuk jumlah TPS prosentase paling banyak ada di Kecamatan
Wonogiri sebesar 8,16 % atau 165 TPS dan paling sedikit di
Kecamatan Batuwarno 36 TPS atau 1,78 %.
Selanjutnya untuk Data jumlah pemilih paling banyak berada
di Kecamatan Wonogiri sejumlah 66.181 pemilih atau 7,89 % dan
paling sedikit di Kecamatan Batuwarno sejumlah 14.442 pemilih atau
1,72 % dari total jumlah pemilih.

Tabel. I
Data Pemilih Hasil Pemutakhiran Pilkada 2020
oleh KPU Kab. Wonogiri

Jumlah Jumlah
No Kecamatan LK PR JML
Desa/Kel TPS
1 Pracimantoro 18 129 26.471 27.434 53.905
2 Giritontro 7 42 8.251 8.840 17.091
3 Giriwoyo 16 81 15.486 16.300 31.786
4 Batuwarno 8 36 7.062 7.380 14.442
5 Tirtomoyo 14 105 21.870 21.753 43.623
6 Nguntoronadi 11 51 9.987 10.054 20.041
7 Baturetno 13 91 18.736 19.237 37.973
8 Eromoko 15 87 17.824 18.450 36.274
9 Wuryantoro 8 52 10.560 11.178 21.738
10 Manyaran 7 70 14.373 14.911 29.284
11 Selogiri 11 88 17.740 18.268 36.008
12 Wonogiri 15 165 32.693 33.488 66.181
13 Ngadirojo 11 112 23.425 24.090 47.515
14 Sidoharjo 12 84 17.278 17.471 34.749
15 Jatiroto 15 79 16.458 16.597 33.055
16 Kismantoro 10 74 16.119 15.856 31.975
17 Purwantoro 15 105 22.134 21.975 44.109
18 Bulukerto 10 65 13.920 13.942 27.862
19 Slogohimo 17 99 20.990 20.891 41.881
20 Jatisrono 17 116 25.069 25.197 50.266
21 Jatipurno 11 72 15.240 15.108 30.348
22 Girimarto 14 92 18.576 18.598 37.174
23 Karangtengah 5 48 9.709 9.655 19.364
24 Paranggupito 8 39 7.346 7.805 15.151
25 Puhpelem 6 41 8.268 8.669 16.937
JUMLAH 294 2.023 415.585 423.147 838.732

Grafik. I
Data Pemilih Hasil Pemutakhiran Pilkada 2020
oleh KPU Kab. Wonogiri
40,000

35,000 33,488

30,000 32,693

25,000

20,000

15,000
LK
PR
10,000 7,380
7,062
5,000

PENCOCOKAN DAN PENELITIAN (COKLIT)


Di Dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota dan Wakil Walikota Coklit Adalah
Kegiatan yang dilakukan oleh PPDP dalam pemutakhiran data pemilih
dengan bertemu pemilih secara langsung dan berdasarkan perbaikan
dari rukun tetangga/rukun warga atau nama lain dan tambahan
pemilih.
Dalam rangka memulai tahapan tersebut, KPU menggelar
Gerakan Klik Serentak (GKS) dan Gerakan Coklit Serentak (GCS).
Gerakan ini dilakukan untuk mengajak masyarakat memastikan
dirinya terdaftar sebagai pemilih Pilkada 2020.
Kegiatan ini dilaksanakan seiring dengan jadwal
pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih yang dilakukan mulai
tanggal 15 Juli hingga 13 Agustus 2020. Untuk mempercepat proses
coklit masyarakat yang melek tekhnologi dapat berpartisipasi mandiri
untuk mengecek data diri mereka dengan cukup memasukkan Nomor
Induk kependudukan (NIK) atau nama di website
https://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id.
Dari Hasil Coklit yang dilakukan menjunjukkan bahwa
Kecamatan Wonogiri merupakan wilayah dengan basis pemilih
tertinggi sejumlah 65.382 pemilih dan wilayah terendah di kecamatan
Batuwarno sejumlah 15.498 pemilih. Untuk Jumlah Pemilih A.KWK
yang dilakukan coklit, wilayah yang terbesar berada di Kecamatan
Pracimantoro sejumlah 53.078 dan wilayah terendah berada di
Kecamatan Wonogiri sejumlah 6.388 pemilih. Sedangkan Jumlah
Pemilih baru yang dilakukan coklit sejumlah 16.644 pemilih, tertinggi
ada di Kecamatan Wonogiri 1.502 pemilih atau 9,02 % dan terendah
ada di Kecamatan Giritontro 250 pemilih atau 1,50 %.

Tabel. II
Daftar Pemilih Hasil Kegiatan Coklit Tahap 3 Pilkada 2020
Jumlah Pemilih yang di Coklit
No Kecamatan Pemilih A.KWK di Coklit Pemilih Baru Jumlah Pemilih di Coklit
AKWK
L P Total L P Total L P Total
1 Pracimantoro 55,719 26,133 26,945 53,078 581 525 1,106 26,714 27,470 54,184
2 Giritontro 17,956 8,273 8,834 17,107 119 131 250 8,392 8,965 17,357
3 Giriwoyo 33,498 16,136 17,098 33,234 375 347 722 16,511 17,445 33,956
4 Batuwarno 15,373 7,406 7,832 15,238 149 111 260 7,555 7,943 15,498
5 Tirtomoyo 45097 22,666 22,431 45,097 454 456 910 23,120 22,887 46,007
6 Nguntorona 20,750 10,255 10,352 20,607 151 166 317 10,406 10,518 20,924
7 Baturetno 39,595 18,887 19,440 38,327 274 251 525 19,161 19,691 38,852
8 Eromoko 37,456 18,410 19,046 37,456 347 333 680 18,757 19,379 38,136
9 Wuryantoro 23,049 11,136 11,913 23,049 204 185 389 11,340 12,098 23,438
10 Manyaran 30,526 15,501 16,318 31,819 306 276 582 15,807 16,594 32,401
11 Selogiri 37,800 17,324 17,728 35,052 445 462 907 17,769 18,190 35,959
12 Wonogiri 68,674 31,551 32,329 63,880 813 689 1,502 32,364 33,018 65,382
13 Ngadirojo 49,422 23,627 24,102 47,729 502 464 966 24,129 24,566 48,695
14 Sidoharjo 36,323 17,810 18,066 35,876 364 285 649 18,174 18,351 36,525
15 Jatiroto 34,252 16,753 16,756 33,509 386 312 698 17,139 17,068 34,207
16 Kismantoro 33,033 16,625 16,408 33,033 341 316 657 16,966 16,724 33,690
17 Purwantoro 45,987 22,998 22,960 45,958 495 416 911 23,493 23,376 46,869
18 Bulukerto 28,629 13,352 13,304 26,656 227 280 507 13,579 13,584 27,163
19 Slogohimo 43627 18,902 18,691 37,593 426 401 827 19,328 19,092 38,420
20 Jatisrono 52,322 15,515 15,638 31,153 412 347 759 15,927 15,985 31,912
21 Jatipurno 31,488 15,841 15,647 31,488 455 405 860 16,296 16,052 32,348
22 Girimarto 38,794 19,432 19,362 38,794 333 316 649 19,765 19,678 39,443
23 Karangteng 19,827 11,361 11,236 22,597 158 141 299 11,519 11,377 22,896
24 Paranggupit 15,696 7,645 8,136 15,781 141 131 272 7,786 8,267 16,053
25 Puhpelem 17,489 8,576 8,933 17,509 209 231 440 8,785 9,164 17,949
Jumlah 872,382 412,115 419,505 831,620 8,667 7,977 16,644 420,782 427,482 848,264

Grafik. II
Jumlah Pemilih A.KWK yang di Coklit pada Pilkada 2020

60,000
53,078
50,000

40,000

30,000

20,000

10,000 6,388

Jumlah Pemilih A.KWK di Coklit


Grafik. III
Jumlah Pemilih Baru yang di Coklit pada Pilkada 2020
1,600
1,502
1,400
1,200
1,000
800
600
400 250
200
-

Jumlah Pemilih Baru Yang dicoklit

Grafik. IV
Jumlah Total Pemilih yang di Coklit pada Pilkada 2020
70,000
65,382
60,000

50,000

40,000

30,000

20,000 15,498

10,000

Jumlah Total Pemilih di Coklit


PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH SEMENTARA (DPS)

Setelah dilakukan rapat pleno terbuka Rekapitulasi Daftar


Pemilih Hasil Perbaikan (DPHP) dan Penetapan Daftar Pemilih
Sementara (DPS) tingkat Kabupaten Wonogiri pada Pilkada
Kabupaten Wonogiri Tahun 2020 di kantor KPU Kab. Wonogiri
ditetapkan jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) Kabupaten
Wonogiri pada Pilkada Serentak 2020 sebanyak 838.732 pemilih.
Jumlah pemilih terbesar berada di kecamatan Wonogiri sebesar
66.181 pemilih atau 7,89 % dan jumlah pemilih terkecil berada di
Kecamatan Batuwarno sebesar 14.442 pemilih atau 1,72 %.
Data tersebut merupakan tahapan pemutakhiran dan
penyusunan daftar pemilih dalam ajang pesta demokrasi lima tahunan
tersebut sudah dimulai dengan kegiatan pencocokan dan penelitian
(coklit).
Jumlah DPS yang ditetapkan menurun sejumlah 9.532
pemilih dari jumlah Pemilih berdasarkan hasil kegiatan coklit dan
hasil singkronisasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kab. Wonogiri untuk selanjutnya dilakukan pemutakhiran data
pemilih tersebut.
Daftar pemilih yang telah disusun bukan berarti sudah
final karena masih merupakan Daftar Pemilih Sementara. Setelah itu
diumumkan untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari
masyarakat. Diharapkan tanggapan dan masukan itu disertai dengan
data yang akurat, baik data yang mestinya masuk ke DPS sudah
memenuhi syarat namun blm atau tidak masuk atau sebenarnya sudah
masuk tapi sebenarnya sudah tidak memenuhi syarat. Dikatakan tidak
memenuhi syarat itu antara lain sudah meninggal, pindah domisili,
kemudian menjadi TNI/POLRI. setelah pengumumam DPS akan
dilakukan uji publik terhadap DPS yang sdh ditetapkan oleh KPU.
Hasil dari masukan dan perbaikan-perbaikan itulah yang nantinya
akan ditetapkan menjadi DPT.

Tabel. III
Daftar Pemilih Sementara Pilkada 2020
Nama Jumlah Jumlah TPS DPS
No
Kecamatan Desa / Kel Pilbup 2020 LK PR JML
1 Pracimantoro 18 129 26.471 27.434 53.905
2 Giritontro 7 42 8.251 8.840 17.091
3 Giriwoyo 16 81 15.486 16.300 31.786
4 Batuwarno 8 36 7.062 7.380 14.442
5 Tirtomoyo 14 105 21.870 21.753 43.623
6 Nguntoronadi 11 51 9.987 10.054 20.041
7 Baturetno 13 91 18.736 19.237 37.973
8 Eromoko 15 87 17.824 18.450 36.274
9 Wuryantoro 8 52 10.560 11.178 21.738
10 Manyaran 7 70 14.373 14.911 29.284
11 Selogiri 11 88 17.740 18.268 36.008
12 Wonogiri 15 165 32.693 33.488 66.181
13 Ngadirojo 11 112 23.425 24.090 47.515
14 Sidoharjo 12 84 17.278 17.471 34.749
15 Jatiroto 15 79 16.458 16.597 33.055
16 Kismantoro 10 74 16.119 15.856 31.975
17 Purwantoro 15 105 22.134 21.975 44.109
18 Bulukerto 10 65 13.920 13.942 27.862
19 Slogohimo 17 99 20.990 20.891 41.881
20 Jatisrono 17 116 25.069 25.197 50.266
21 Jatipurno 11 72 15.240 15.108 30.348
22 Girimarto 14 92 18.576 18.598 37.174
23 Karangtengah 5 48 9.709 9.655 19.364
24 Paranggupito 8 39 7.346 7.805 15.151
25 Puhpelem 6 41 8.268 8.669 16.937
JUMLAH TOTAL 294 2.023 415.585 423.147 838.732

Grafik. V
Daftar Pemilih Sementara Pilkada 2020

70,000 66,181

60,000

50,000

40,000

30,000

20,000 14,442

10,000

Jumlah DPS
PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT)

Mengutip isi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)


Nomor 18 Tahun 2020, di pilkada serentak tahun 2020 ini, terdapat
sejumlah jenis daftar pemilih, yakni DPT, DPTb, dan DPPh.
A. DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT)
Daftar Pemilih Tetap adalah Daftar Pemilih Semehtara (DPS)
yang telah diperbaiki oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan
ditetapkan oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota.
Pemilih Kategori DPT
 Pemilih yang telah terdaftar di Tempat Pemungutan Suara
(TPS).
 Pemilih dalam DPT akan mendapatkan formulir
C.Pemberitahuan-KWK dari KPPS.
 Pemilih dalam DPT datang ke TPS dengan membawa formulir
C. Pemberitahuan dan KTP Elektronik atau Surat Keterangan
(Suket).
 Untuk waktu kedatangan mencoblos di TPS, Pemilih kategori
DPT dapat menggunakan Hak Pilihnya di TPS sesuai dengan
jam yang tertera di formulir C.Pemberitahuan-KWK.
Tabel. IV
Jumlah DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Usia & Jenis Kelamin

NO USIA LAKI - LAKI PEREMPUAN JUMLAH


1 15-17 7.597 7.119 14.716
2 18-24 54.909 51.334 106.243
3 25-34 71.988 68.283 140.271
4 35-44 74.157 73.221 147.378
5 45-54 75.400 78.518 153.918
6 55-64 66.255 72.229 138.484
7 65 ≤ 64.051 71.337 135.388
JUMLAH 414.357 422.041 836.398

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pemilih


Pilkada Wonogiri 2020 lebih banyak dari pemiih dengan jenis kelamin
perempuan sejumlah 422.041 pemilih atau 50,46 % dibandingkan
dengan pemilih laki – laki sejumlah 414.357 pemilih atau 49,54 %.
Sedangkan kelompok usia 45-54 tahun yang paling banyak sebagai
pemilih dibandingkan dengan kelompok usia yang lain sejumlah
153.918 pemilih atau 18,40 % sedangkan kelompok umur terendah di
usia 15-17 tahun atau 1,76 % yang merupakan pemilih pemula.
Grafik.VI
DPT Pilkada 2020 Bersarkan

DPT PILKADA 2020 BERDASARKAN USIA


15-17 18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65 ≤
1,76 %

16,19% 12,70%

16,77%
16,56%
Tota Jumlah pemilih
836.398
18,40% 17,62%

Grafik. VII
DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Kelompok Umur Laki - laki

DPT PILKADA 2020 LAKI - LAKI


15-17 18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65 ≤
1,83%

15,46% 13,25%

Jumlah Pemilih Laki – Laki


15,99% 17,37%
414.357

18,20% 17,90%
Grafik. VIII
DPT Pilkada 2020 Berdasarkan Kelompok Umur Perempuan

DPT PILKADA 2020 PEREMPUAN


15-17 18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65 ≤
1,69%

16,90% 12,16%

16,18%
Jumlah Pemilih Perempuan
17,11% 422.041

17,35%
18,60%

B. DAFTAR PEMILIH TAMBAHAN (DPTb)


Yaitu daftar pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih di dalam
DPT, tetapi memenuhi syarat dilayani penggunaan hak pilihnya
pada hari pemungutan suara.
Pemilih Kategori DPTb
 Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, tapi telah memenuhi
syarat sebagai Pemilih.
 Pemilih kategori DPTb dapat menggunakan hak pilihnya di
TPS yang berada di RT/RW sesuai domisili pada KTP
Elektronik atau Suket.
 Pemilih kategori DPTb wajib membawa KTP Elektronik atau
Suket ketika datang ke TPS.
 Pemilih kategori DPTb dapat menggunakan hak pilihnya di
TPS pada pukul 12.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB.

Tabel. V
Jumlah DPTb Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 28 32 60
2 Giritontro 6 7 13
3 Giriwoyo 6 15 21
4 Batuwarno 12 8 20
5 Tirtomoyo 12 17 29
6 Nguntoronadi 8 5 13
7 Baturetno 20 25 45
8 Eromoko 16 13 29
9 Wuryantoro 7 10 17
10 Manyaran 24 23 47
11 Selogiri 58 67 125
12 Wonogiri 71 70 141
13 Ngadirojo 28 15 43
14 Sidoharjo 14 7 21
15 Jatiroto 5 6 11
16 Kismantoro 10 10 20
17 Purwantoro 24 15 39
18 Bulukerto 8 7 15
19 Slogohimo 29 24 53
20 Jatisrono 24 28 52
21 Jatipurno 13 11 24
22 Girimarto 17 12 29
23 Karangtengah 6 5 11
24 Paranggupito 1 5 6
25 Puhpelem 3 3 6
JUMLAH 450 440 890

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah


pemilih Pilkada Wonogiri 2020 yang menggunakan haknya pilihnya
dengan kategori DPTb paling banyak di wilyah Wonogiri sejumlah
141 pemilih atau 15,84 % sedangkan yang paling rendah berada di
dua wilayah Kecamatan yaitu Kec Paranggupito dan Kec. Puhpelem
masing-masing 6 pemilih atau 0,67 % dari total keseluruhan pemilih
DPTb.
Grafik. IX
DPTb Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin

80

71 70
70

60

50

40 LK
30 PR
20

10
5
33
1
-

C. Daftar Pemilih Pindahan (DPPh)


adalah daftar yang berisi pemilih yang telah terdaftar dalam DPT,
tetapi menggunakan hak pilihnya di TPS lain.
Pemilih kategori DPPh
 Pemilih yang telah terdaftar di TPS, dan akan menggunakan
hak pilihnya di TPS yang lain (pindah memilih).
 Pemilih kategori DPPh perlu melaporkan kepada PPS asal atau
PPS tujuan atau ke KPU Kabupaten/kota untuk mendapatkan
surat keterangan pindah memilih berupa formulir Model A.5-
KWK.
 Pemilih kategori DPPh datang langsung ke TPS dengan
membawa formulir A.5-KWK dan KTP Elektronik atau Suket.
 Untuk waktu pencoblosan, pemilih kategori DPPh dapat
menggunakan hak pilihnya di TPS tujuan pada pukul 07.00
WIB sampai dengan pukul 13.00 waktu setempat.

Tabel. VI
Jumlah DPPh Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 18 35 53
2 Giritontro 9 3 12
3 Giriwoyo 1 1 2
4 Batuwarno - - -
5 Tirtomoyo 5 3 8
6 Nguntoronadi 3 - 3
7 Baturetno 4 5 9
8 Eromoko 4 2 6
9 Wuryantoro 12 2 14
10 Manyaran 5 0 5
11 Selogiri 24 13 37
12 Wonogiri 115 59 174
13 Ngadirojo 0 0 -
14 Sidoharjo 31 0 31
15 Jatiroto 2 4 6
16 Kismantoro 1 - 1
17 Purwantoro 12 7 19
18 Bulukerto 4 2 6
19 Slogohimo 13 9 22
20 Jatisrono 5 8 13
21 Jatipurno 1 1 2
22 Girimarto 1 - 1
23 Karangtengah 37 30 67
24 Paranggupito 3 2 5
25 Puhpelem - 1 1
JUMLAH 310 187 497

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah


pemilih Pilkada Wonogiri 2020 yang menggunakan haknya pilihnya
dengan kategori DPPh paling banyak di wilyah Wonogiri sejumlah
174 pemilih atau 35,01 % dan ada dua wilayah Kecamatan yang
tidak ada pemilih yang menggunakan model DPPh ini atau 0 % dari
total keseluruhan data pemilih DPPh ini yaitu Kecamatan Batuwarno
dan Ngadirojo.
Grafik. X
Jumlah DPPh Pilkada 2020 Berdasarkan Jenis Kelamin
180

160

140

120

100
PR
80

60
JML
40

20

D. Daftar Pemilih Disabilitas


Pasal 5 (lima) Undang – Undang Pemilihan Umum
tegas sekali disebutkan bahwa penyandang disabilitas yang
memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai
pemilih. Prinsipnya, semua penyandang disabilitas harus diberi
akses yang setara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik
dan publik. Tidak boleh ada pembedaan, diskriminasi, atau
pengecualian terhadap kelompok disabilitas tertentu. Termasuk,
hak bagi penyandang disabilitas mental untuk masuk dalam daftar
pemilih dan menggunakan hak pilihnya.
Pemilih disabilitas berdasarkan data tabel. VII DPT,
DPTb dan DPPh KPU Wonogiri sejumlah 3.194 Pemilih.
Prosentase pemilih disabilitas laki – laki 54,60 % sedangkan
pemilih disabilitas perempuan sebesar 45,40 %.

Tabel. VII
DPT, DPTb dan DPPh Pilkada 2020 Kelompok Disabilitas

No Kecamatan LK PR JML
1 Pracimantoro 96 70 166
2 Giritontro 48 36 84
3 Giriwoyo 57 39 96
4 Batuwarno 32 30 62
5 Tirtomoyo 81 75 156
6 Nguntoronadi 52 29 81
7 Baturetno 71 73 144
8 Eromoko 50 53 103
9 Wuryantoro 44 40 84
10 Manyaran 60 42 102
11 Selogiri 75 62 137
12 Wonogiri 130 84 214
13 Ngadirojo 95 80 175
14 Sidoharjo 128 111 239
15 Jatiroto 63 68 131
16 Kismantoro 73 80 153
17 Purwantoro 81 67 148
18 Bulukerto 112 80 192
19 Slogohimo 47 44 91
20 Jatisrono 96 65 161
21 Jatipurno 43 38 81
22 Girimarto 81 70 151
23 Karangtengah 32 27 59
24 Paranggupito 53 49 102
25 Puhpelem 44 38 82
JUMLAH 1.744 1.450 3.194

Grafik. XI
DPT, DPTb dan DPPh Pilkada 2020 Kelompok Disabilitas

140
130
120
111
100

80

60 LK
40 32 32 PR
27
20

-
TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA (TPS)
Tempat pemungutan suara atau TPS adalah tempat pemilih
memberi suara dan mengisi surat suara mereka dalam pemilihan
umum. Tempat pemungutan suara dikelola oleh petugas yang disebut
petugas atau panitia pemungutan suara (PPS) yang memantau
prosedur pemungutan suara dan membantu pemilih dalam proses
pemilu.
Dalam masa pandemi Covid 19 kali ini KPU mengjimbau
warga agar tidak khawatir karena penyelenggara menjalankan standar
operasional prosedur penerapan protokol pencegahan penularan
Covid-19 sangat ketat sejak pendistribusian logistik. Saat pemungutan
suara pun pemilih dan anggota kelompok penyelenggaran pemungutan
suara atau KPPS wajib menjalankan serangkaian protokol kesehatan
yang sangat ketat.
Setidaknya ada 16 (enam belas) protokol yang dijalankan
untuk mencegah penularan Covid-19 yaitu :
1. Jumlah pemilih per-TPS dikurangi, dari maksimal 800 orang
menjadi maksimal 500 orang
2. Kehadiran pemilih ke TPS diatur jamnya, sehingga kehadiran
pemilih diatur rata per jam, sehingga tidak menumpuk di pagi hari
seperti sebelum-sebelumnya.
3. Ketika pemilih antre di luar maupun saat duduk di dalam TPS
diatur jaraknya, minimal 1 meter sehingga tidak terjadi
kerumunan.
4. Dilarang bersalaman, terutama antara petugas Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan pemilih
termasuk sesama pemilih.
5. Disediakan perlengkapan cuci tangan portable atau wastafel
dengan air mengalir dan sabun di TPS, bagi pemilih sebelum dan
sesudah mencoblos.
6. Petugas KPPS mengenakan masker selama bertugas, disiapkan
masker pengganti sebanyak tiga buah selama bertugas. Pemilih
diharapkan membawa masker sendiri dari rumah di area TPS
hanya disediakan cadangan dalam jumlah terbatas.
7. Petugas KPPS mengenakan sarung tangan selama bertugas. Setiap
pemilih disediakan sarung tangan plastik (sekali pakai) di TPS.
8. Petugas KPPS mengenakan pelindung wajah (face shield) selama
bertugas.
9. Saksi dan pengawas TPS yang hadir di TPS mengenakan masker
yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, dan sarung tangan
sekali pakai.
10. Setiap pemilih diharapkan membawa alat tulis sendiri dari rumah
untuk menuliskan atau memberikan tanda tangan dalam daftar
hadir. Dengan cara ini, satu alat tulis tidak dipakai bergantian oleh
pemilih.
11. Di setiap TPS disediakan tisu kering untuk pemilih yang selesai
mencuci tangan sebelum maupun sesudah mencoblos di TPS.
12. Petugas KPPS yang bertugas di TPS harus menjalani rapid test
sebelum bertugas, sehingga diyakini sehat/tidak membahayakan
pemilih selama bertugas.
13. Setiap pemilih yang akan masuk ke TPS dicek suhu tubuhnya.
Jika suhunya di bawah standar, dibolehkan untuk mencoblos di
dalam TPS.
14. Lingkungan TPS didesinfeksi sebelum maupun sesudah proses
pemungutan dan penghitungan suara. Desinfeksi akan dilakukan
secara berkala setiap pergantian mekanisme pemilih yang datang.
15. Setiap pemilih yang selesai mencoblos tidak lagi mencelupkan
jari ke dalam botol tinta, tetapi tintanya akan diteteskan oleh
petugas.
16. Jika ada pemilih bersuhu tubuh di atas standar (di atas suhu 37,3
derajat celsius), maka dipersilakan untuk mencoblos di bilik suara
khusus, yang berbeda dengan bilik suara di dalam TPS, tapi masih
di lingkungan TPS tersebut.

Polisi Resort (POLRES) Wonogiri menerjunkan personel yang akan


memantau situsai dan menegakkan disiplin protokol kesehatan. Setiap
satu personel akan memantau enam TPS yang berdekatan. Personel
bersangkutan harus melapor ke perwira pengendali setiap satu jam.
Personel Polres Wonogiri yang diterjunkan lebih dari 600 orang,
termasuk anggota Polsek. Selain itu Polres akan mendapat dukungan
personel dari Polres Karanganyar, Brimob Polda Jawa Tengah, dan
Kodim 0728/Wonogiri masing-masing satu peleton atau 30 anggota.

Tabel. VII
Jumlah TPS Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan

No Kecamatan Jumlah TPS


1 Pracimantoro 129
2 Giritontro 42
3 Giriwoyo 81
4 Batuwarno 36
5 Tirtomoyo 105
6 Nguntoronadi 51
7 Baturetno 91
8 Eromoko 87
9 Wuryantoro 52
10 Manyaran 70
11 Selogiri 88
12 Wonogiri 165
13 Ngadirojo 112
14 Sidoharjo 84
15 Jatiroto 79
16 Kismantoro 74
17 Purwantoro 105
18 Bulukerto 65
19 Slogohimo 99
20 Jatisrono 116
21 Jatipurno 72
22 Girimarto 92
23 Karangtengah 48
24 Paranggupito 39
25 Puhpelem 41
JUMLAH 2.023

Jumlah TPS terbesar berada di wilayah kecamatan


Wonogiri sebesar 165 TPS atau 8,16 %, sedangkan Kecamatan
Batuwarno menjadi wilayah yang jumlah TPS nya paling sedikit
hanya 36 TPS atau 1,78 % dari total 2.023 TPS di seluruh
Kabupaten Wonogiri.
Grafik. XII
Jumlah TPS Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan

Puhpelem 41
Paranggupito 39
Karangtengah 48
Girimarto 92
Jatipurno 72
Jatisrono 116
Slogohimo 99
Bulukerto 65
Purwantoro 105
Kismantoro 74
Jatiroto 79
Sidoharjo 84
Ngadirojo 112
Wonogiri 165
Selogiri 88
Manyaran 70
Wuryantoro 52
Eromoko 87
Baturetno 91
Nguntoronadi 51
Tirtomoyo 105
Batuwarno 36
Giriwoyo 81
Giritontro 42
Pracimantoro 129
- 50 100 150 200

Jumlah TPS
Tabel. VIII
Rata - Rata Jumlah Pemilih di Masing – masing TPS Pilkada 2020
Berdasarkan Kecamatan
RATA - RATA JUMLAH
NO KECAMATAN
PEMILIH
1 Pracimantoro 417
2 Giritontro 406
3 Giriwoyo 391
4 Batuwarno 400
5 Tirtomoyo 415
6 Nguntoronadi 392
7 Baturetno 416
8 Eromoko 416
9 Wuryantoro 417
10 Manyaran 417
11 Selogiri 409
12 Wonogiri 400
13 Ngadirojo 423
14 Sidoharjo 413
15 Jatiroto 417
16 Kismantoro 431
17 Purwantoro 419
18 Bulukerto 428
19 Slogohimo 422
20 Jatisrono 432
21 Jatipurno 420
22 Girimarto 403
23 Karangtengah 403
24 Paranggupito 387
25 Puhpelem 413
Grafik. XIII
Rata - Rata Jumlah Pemilih Pilkada 2020 Berdasarkan Kecamatan

Puhpelem 413
Paranggupito 387
Karangtengah 403
Girimarto 403
Jatipurno 420
Jatisrono 432
Slogohimo 422
Bulukerto 428
Purwantoro 419
Kismantoro 431
Jatiroto 417
Sidoharjo 413
Ngadirojo 423
Wonogiri 400
Selogiri 409
Manyaran 417
Wuryantoro 417
Eromoko 416
Baturetno 416
Nguntoronadi 392
Tirtomoyo 415
Batuwarno 400
Giriwoyo 391
Giritontro 406
Pracimantoro 417
360 380 400 420 440
Rata - Rata Jumlah Pemilih
PENETAPAN PASANGAN CALON
Setelah melewati berberapa tahapan verifikasi dana rapat
pleno selanjutnya KPU Kab. Wonogiri mengelarkan pengumuman
tertanggal 23 September 2020 Nomor: 450/PL.02.3-PU/3312/KPU-
Kab/IX/2020 tentang Penetapan Calon Bupati dan Wakil Bupati yang
amemenuhi syarat menjadi peserta pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Wonogiri Tahun 2020.
KPU Kabupaten Wonogiri menetapkan 2 (dua) Pasangan
Calon Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 yaitu :
 Pasangan nomor urut 1 (satu) Hartanto-Joko Purnomo (HARJO),
waktu Penyerahan Pendaftaran Dokumen Perbaikan hari Rabu, 16
September 2020 Jam 16.32 WIB. Adapun partai pengusung
adalah gabungan parpol PKS (empat kursi), Partai Gerindra
(empat kursi) dan PKB (tiga kursi). Jadi total diusung 11 kursi
dan dinyatakan memenuhi syarat.
 Pasangan nomor urut 2 (dua) Joko Sutopo - Setyo Sukarno
(JOSSS), waktu Penyerahan Pendaftaran Dokumen Perbaikan hari
Selasa, 15 September 2020 Jam 11.00 WIB adapun partai
pengusung adalah PDI-P (28 kursi), Golkar (8 kursi) dan PAN (3
kursi) total 39 kursi sehingga memenuhi syarat.
LAPORAN HARTA KEKAYAAN
Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
(LHKPN) empat sosok yang bertarung, memiliki nilai kekayaan yang
berbeda - beda. Calon Bupati (cabup) nomor urut 2, Joko Sutopo
menempati posisi teratas dengan harta kekayaan terbanyak yang
totalnya mencapai Rp 6.613.844.718,-
Urutan kedua ditempati oleh Calon Bupati (cabup) nomor
urut 1, H. Hartanto, SH, MH dengan total harta Rp. 1.755.000.000,-
Sedangkan urutan ketiga adalah Calon Wakil Bupati
(cawabub) nomor urut 2, Setyo Sukarno yang melaporkan total harta
kekayaannya sebesar Rp 1.002.000.000,-.
Sementara kontestan yang memiliki harta paling sedikit
adalah Calon Wakil Bupati (cawabup) nomor urut 1 Drs. Joko
Purnomo, dia mencatatkan harta sebesar Rp 486.479.560,-.

Grafik. XIV
LHKPN Calon Peserta Pilkada 2020

Dalam ribuan
486,479
1,002,000

1,755,000
6,613,844

Joko Sutopo Hartanto, SH, MH Setyo Sukarno Drs. Joko Purnomo


PEMILIH PILKADA KAB. WONOGIRI 2020
Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan
utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakini agar
mendukung dan memberikan suara (memilih) kontestan yang
bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun
masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain Calon Bupati dan Wakil
Bupati harus memiliki basis dukungan Kelompok-kelompok atau
konstituen secara jelas untuk melakukan pemetaan perolehan suara.
Setidaknya ada 10 basis Kelompok yang ada dalam masyarakat yaitu:
1. Basis Keluarga
Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau
lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal,
hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi. Bahkan
adapula ahli yang menyebutkan keluarga adalah abstraksi dari
sebuah ideologi yang memiliki citra romantik, suatu proses,
sebagai satuan perlakuan intervensi, sebagai suatu jaringan dan
tujuan atau peristirahatan akhir. Contoh bentuk kegiatannya
adalah sosialisasi dan pendidikan pemilih ke ibu-ibu arisan,
perkumpulan rutin tingkat RT/RW, dan sebagainya.
2. Basis Pemilih Pemula
Pemilih pemula first time voters adalah mereka yang akan
memasuki usia memilih dan akan menggunakan hak pilihnya
untuk pertama kali dalam pemilu. Dengan siklus pemilu di
Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali, maka kisaran usia
pemilih pemula adalah 17-21 tahun. Pemilih pemula umumnya
masih duduk di sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat dan
mereka yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Di luar itu, anak-anak putus sekolah yang berusia 17-21 tahun
juga merupakan basis pemilih pemula yang membutuhkan
sosialisasi dan pendidikan pemilih.
Pemilih pemula yang berstatus mahasiswa merupakan elemen
penting dalam struktur dan dinamika politik dan demokrasi.
Mereka memiliki potensi besar sebagai penggerak perubahan
karena mempunyai horizon atau cakrawala yang luas di antara
masyarakat. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki
lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan
prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di
dalam kalangan angkatan muda.
3. Basis Pemilih Muda
Sesuai Undang Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Kepemudaan adalah warga Negara yang berusia 16 tahun sampai
30 tahun. Dalam konteks pemilu, mereka yang disebut basis
pemilih muda adalah warga Negara yang telah memiliki hak pilih
dan usianya tidak melebihi 30 tahun.
4. Basis Pemilih Perempuan
Basis pemilih perempuan akan memainkan peran strategis dalam
pemilu karena dianggap sebagai pihak yang terkait dengan
mengasuh dan mendidik anak ketika mereka menjadi ibu rumah
tangga. Perempuan yang berstatus ibu memiliki pengaruh yang
besar dalam membentuk pengetahuan, sikap dan tingkah laku
anak. Pengaruh kehidupan keluarga yang didominasi oleh peran
ibu baik langsung maupun tidak langsung merupakan struktur
sosialisasi politik pertama yang dialami seseorang sangat kuat dan
kekal.
5. Basis Pemilih Penyandang Disabilitas
Berdasarkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, yang dimaksud dengan penyandang
disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama
yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Penyandang disabilitas menjadi basis sosialisasi dan pendidikan
pemilih karena terdapat kecenderungan mereka tidak akan
menggunakan hak pilih jika tidak ada kepastian bahwa
penyelenggaraan pemilu benarbenar aksesibel terhadap keterbasan
yang mereka miliki.
6. Basis Pemilih Berkebutuhan Khusus
Pemilih berkebutuhan khusus yakni pemilih yang mencakup
masyarakat di wilayah perbatasan atau terpencil, penghuni
lembaga permasyarakatan, pasien dan pekerja rumah sakit,
pekerja tambang lepas pantai, perkebunan, dan kelompok lain
yang terpinggirkan. Pemilih berkebutuhan khusus menjadi basis
sosialisasi dan pendidikan pemilih dikarenakan minimnya
informasi yang mereka peroleh, utamanya yang berkaitan dengan
kepemiluan. Hal ini disebabkan karena mereka tinggal di wilayah
yang mempunyai kekhususan dari aspek aksesibilitas wilayah
yang sulit dijangkau, eksklusif karena tidak semua orang bisa
bebas masuk ke area mereka seperti Lembaga Pemasyarakatan,
Rumah Sakit dan sebagainya. Berdasarkan data Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM, jumlah
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mencapai 242.903 orang
hingga Mei 2018.
7. Basis Pemilih Marginal
Kelompok ini menjadi basis sosialisasi dan pendidikan pemilih
karena mereka tidak memiliki sumber daya, akses informasi, dan
kepercayaan diri yang cukup. Mereka memiliki hak hidup dan hak
berpartisipasi yang sama dengan warga Negara lainnya. Tetapi
situasi dan kondisi kehidupan membuat mereka dalam posisi yang
tidak berdaya dan 17 tidak memiliki motivasi berpartisipasi dalam
kehidupan sosial dan politik. Mereka membutuhkan sosialisasi,
motivasi dan fasilitasi untuk dapat berpartisipasi sehingga secara
sosial mereka tidak makin terbelakang.
8. Basis Komunitas
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama
lain lebih dari yang seharusnya. Dalam sebuah komunitas terjadi
relasi pribadi yang erat antar anggota komunitas tersebut karena
adanya kesamaan nilai dan kepentingan.. Komunitas dapat dibagi
2 (dua) komponen. Pertama, berdasarkan lokasi, di mana sebuah
komunitas dapat dilihat sebagai tempat sekumpulan orang
mempunyai sesuatu yang sama secara geografis. Kedua,
berdasarkan minat sekelompok orang yang mendirikan suatu
komunitas karena ketertarikan dan minat yang sama seperti
komunitas hobbi yang saat ini sedang menjadi tren di masyarakat
kita seperti komunitas sepeda santai, komunitas fotografi,
komunitas skateboard dan lain sebagainya..
9. Basis Keagamaan
Sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada basis keagamaan
selama ini diorientasikan kepada tokoh-tokoh agama saja.
Akibatnya jamaah berbagai agama di Indonesia yang jumlahnya
sangat besar dan tak sebanding dengan jumlah tokohnya tidak
tersentuh. Sosialisasi dan pendidikan pemilih tidak mengakar kuat.
Informasi pemilu dan demokrasi beredar di tataran elit keagamaan
saja. Orientasi sosialisasi dan pendidikan pemilih kepada basis
keagamaan ke depan harus diubah dari gerakan yang elitis
menjadi gerakan popular. Distribusi dan konsumsi informasi
kepemiluan dan demokrasi harus masuk ke dalam ruang
kehidupan para jamaah.
10. Basis Warga Internet (Netizen)
Peningkatan akses informasi menggunakan internet terus
bertambah setiap tahun. Berdasarkan hasil survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun 2016,
pengguna internet Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan
yang cukup signifikan , sekitar 70 persen dari pengguna internet
Indonesia paling sering mengakses internet dari perangkat
bergerak atau mobile gadget. Kontestan Pilkada harus mampu
membentuk dan menghidupkan media komunikasi berbasis
internet seperti website dan media sosial seperti twiter, facebook,
instagram dan platform media sosial lainnya.

PARTISIPASI PEMILIH PILKADA KAB. WONOGIRI 2020


Peran serta aktif warga pemilih akan sangat menentukan
sukses tidaknya pelaksanaan Pilkada Tahun 2020, apalagi Pilkada
tahun ini masih dalam suasana Pandemi Covid 19. Pengalaman negara
lain memperlihatkan sulitnya menjaga tingkat partisipasi publik di
tengah pandemi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International
IDEA yang berjudul "Global Overview of Covid-19: Impact on
Elections", setidaknya ada 50 negara dan wilayah yang menggelar
pemilihan di tengah pandemi.
Adapun Tingkat partisipasi Masyarakat pemilih pada Pilkada
Kabupaten Wonogiri Tahun 2020 secara keseluruhan adalah 71.6 %
atau sejumlah 595.142 dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT
836.398. Tingkat Partisipasi pemilih dengan jenis kelamin perempuan
74.92% atau sejumlah 316.681 dari jumlah pemilih perempuan yang
terdaftar dalam DPT sejumlah 422.667 dan partisipasi pemilih dengan
jenis kelamin laki – laki 67,08 % atau sejumlah 278.461 dari jumlah
pemilih laki - laki yang terdaftar dalam DPT sejumlah 415.117.
Untuk wilayah terbesar pengguna hak pilih berada di wilayah
Kecamatan Wonogiri yaitu 48.824 atau 8,22 % sedangkan yang
terendah berada di Kecamatan Batuwarno sejumlah 10.545 atau 1,78 %
dari total pengguna hak pilih dalam DPT 593.766 pemilih.

Tabel. IX
Pengguna Hak Pilih Dalam DPT Pilkada 2020

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 18.940 21.060 40.000
2 Giritontro 5.467 6.171 11.638
3 Giriwoyo 10.302 11.904 22.206
4 Batuwarno 4.949 5.596 10.545
5 Tirtomoyo 14.435 16.311 30.746
6 Nguntoronadi 6.775 7.567 14.342
7 Baturetno 12.702 14.398 27.100
8 Eromoko 12.967 14.378 27.345
9 Wuryantoro 7.645 8.622 16.267
10 Manyaran 10.639 11.613 22.252
11 Selogiri 12.488 13.489 25.977
12 Wonogiri 23.069 25.755 48.824
13 Ngadirojo 16.613 18.816 35.429
14 Sidoharjo 11.145 13.273 24.418
15 Jatiroto 9.425 12.398 21.823
16 Kismantoro 10.224 11.563 21.787
17 Purwantoro 14.411 16.173 30.584
18 Bulukerto 8.585 9.385 17.970
19 Slogohimo 13.531 15.586 29.117
20 Jatisrono 14.723 18.695 33.418
21 Jatipurno 9.168 10.702 19.870
22 Girimarto 11.434 12.965 24.399
23 Karangtengah 7.289 7.403 14.692
24 Paranggupito 5.320 6.015 11.335
25 Puhpelem 5.462 6.220 11.682
JUMLAH 277.708 316.058 593.766

Grafik. XV
Pengguna Hak Pilih Dalam DPT Pilkada 2020

30,000
25,755
25,000 23,069

20,000

15,000 LK

10,000 PR
5,596
5,000 4,949

-
Tabel. X
Pengguna Hak Pilih Dalam DPTb Pilkada 2020

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 28 32 60
2 Giritontro 6 7 13
3 Giriwoyo 6 15 21
4 Batuwarno 12 8 20
5 Tirtomoyo 12 17 29
6 Nguntoronadi 8 5 13
7 Baturetno 20 25 45
8 Eromoko 16 13 29
9 Wuryantoro 7 10 17
10 Manyaran 24 23 47
11 Selogiri 58 67 125
12 Wonogiri 71 70 141
13 Ngadirojo 28 15 43
14 Sidoharjo 14 7 21
15 Jatiroto 5 6 11
16 Kismantoro 10 10 20
17 Purwantoro 24 15 39
18 Bulukerto 8 7 15
19 Slogohimo 29 24 53
20 Jatisrono 24 28 52
21 Jatipurno 13 11 24
22 Girimarto 17 12 29
23 Karangtengah 6 5 11
24 Paranggupito 1 5 6
25 Puhpelem 3 3 6
JUMLAH 450 440 890
Grafik. XVI
Pengguna Hak Pilih Dalam DPTb Pilkada 2020
80

70 71 70

60
58
50

40
28 12 20 24 28 24 29 24 17 LK
30
6 12 16 14 13 PR
20
6 8 7 5 10 8 6
10
5 3
1
-

Tabel. XI
Pengguna Hak Pilih Dalam DPPh Pilkada 2020

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 18 35 53
2 Giritontro 9 3 12
3 Giriwoyo 1 1 2
4 Batuwarno 0 0 0
5 Tirtomoyo 5 3 8
6 Nguntoronadi 3 0 3
7 Baturetno 4 4 8
8 Eromoko 4 2 6
9 Wuryantoro 12 2 14
10 Manyaran 5 0 5
11 Selogiri 24 13 37
12 Wonogiri 114 57 171
13 Ngadirojo 0 0 -
14 Sidoharjo 31 0 31
15 Jatiroto 2 4 6
16 Kismantoro 1 0 1
17 Purwantoro 11 7 18
18 Bulukerto 4 2 6
19 Slogohimo 9 8 17
20 Jatisrono 4 8 12
21 Jatipurno 1 1 2
22 Girimarto 1 0 1
23 Karangtengah 37 30 67
24 Paranggupito 3 2 5
25 Puhpelem 0 1 1
JUMLAH 303 183 486

Grafik. XVII
Pengguna Hak Pilih Dalam DPPh Pilkada 2020
120

100

80

60
LK
40
PR
20

-
Tabel. XII
Partisipasi Pemilih Disabilitas Pilkada 2020

NO KECAMATAN LK PR JML
1 Pracimantoro 21 9 30
2 Giritontro 19 3 22
3 Giriwoyo 11 7 18
4 Batuwarno 11 6 17
5 Tirtomoyo 14 11 25
6 Nguntoronadi 21 6 27
7 Baturetno 19 14 33
8 Eromoko 22 22 44
9 Wuryantoro 15 8 23
10 Manyaran 20 12 32
11 Selogiri 25 18 43
12 Wonogiri 49 25 74
13 Ngadirojo 38 26 64
14 Sidoharjo 55 33 88
15 Jatiroto 15 17 32
16 Kismantoro 26 18 44
17 Purwantoro 19 14 33
18 Bulukerto 33 14 47
19 Slogohimo 21 16 37
20 Jatisrono 29 7 36
21 Jatipurno 13 9 22
22 Girimarto 15 13 28
23 Karangtengah 6 6 12
24 Paranggupito 21 14 35
25 Puhpelem 13 7 20
JUMLAH 551 335 886
Grafik. XVIII
Partisipasi Pemilih Disabilitas Pilkada 2020

60 55

50

40
33
30
LK
20
PR
10
3 6

PEROLEHAN SUARA PILKADA 2020


Setelah tahapan pemilihan di TPS selesai selanjutnya
perolehan suara masing masing calon direkapitulasi dan diverifikasi
manual mulai dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan sampai dengan
tingkat Kabupaten yang dilakukan oleh KPU Kabupaten sehingga
memakan waktu yang tidak sebentar.
Perhitungan tersebut menjadi dasar penentuan pemenang
dalam kontestasi Pilkada. Namun, meski rekapitulasi manual belum
selesai, masyarakat sudah bisa mengetahui gambaran peta perolehan
suara paslon di setiap daerah melalui data Sirekap KPU. Istilah
terakhir merupakan sebutan buat sistem informasi rekapitulasi
elektronik (e-Rekap) terbaru bikinan KPU yang menggantikan Situng.
Pilkada 2020 menjadi debut Sirekap di pemilu serentak. Data Sirekap
KPU hampir mendekati real count, atau perhitungan resmi perolehan
suara paslon di pemilu yang dirilis Komisi Pemilihan Umum. Sebab,
basis datanya adalah hasil penghitungan suara di setiap TPS yang
terekam dalam formulir model C.Hasil-KWK.
Penting untuk dicatat, bahwa data yang ditampilkan di
Sirekap KPU tidak menjadi dasar penentuan pemenang Pilkada 2020.
Paslon pemenang Pilkada 2020 tetap ditentukan berdasarkan hasil
rekapitulasi suara manual yang dilakukan berjenjang, dari tingkat TPS
hingga KPU kabupaten/kota. Data Sirekap hanya bermanfaat untuk
mengetahui peta persaingan para kandidat, meski ia dapat mendekati
hasil rekapitulasi manual berjenjang.
Akhirnya pada tanggal 16 Desember setelah melalui rapat
pleno, KPU Kabupaten Wonogiri menerbitkan pengumuman Nomor
625/PL.02.6-Pu/3312/KPU-Kab/XII/2020 tentang Pengumuman Hasil
Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemiliha Bupati dan Wakil Bupati
Wonogiri Tahun 2020.
Tabel. XIII
Perolehan suara Pilkada 2020 Per Kecamatan

PASLON PASLON
NO KECAMATAN NOMOR URUT NOMOR URUT JUMLAH
1 2
1 Pracimantoro 4.273 34.998 39.271
2 Giritontro 1.412 10.009 11.421
3 Giriwoyo 3.617 18.178 21.795
4 Batuwarno 1.445 8.923 10.368
5 Tirtomoyo 5.316 24.873 30.189
6 Nguntoronadi 3.834 10.127 13.961
7 Baturetno 3.970 22.378 26.348
8 Eromoko 2.674 24.117 26.791
9 Wuryantoro 2.210 13.728 15.938
10 Manyaran 1.915 19.827 21.742
11 Selogiri 3.088 22.338 25.426
12 Wonogiri 12.890 34.432 47.322
13 Ngadirojo 9.212 25.311 34.523
14 Sidoharjo 4.623 19.326 23.949
15 Jatiroto 3.078 18.350 21.428
16 Kismantoro 2.777 18.612 21.389
17 Purwantoro 5.432 24.462 29.894
18 Bulukerto 2.781 14.835 17.616
19 Slogohimo 5.503 23.054 28.557
20 Jatisrono 7.747 25.027 32.774
21 Jatipurno 1.933 17.583 19.516
22 Girimarto 3.600 20.224 23.824
23 Karangtengah 1.310 13.242 14.552
24 Paranggupito 809 10.342 11.151
25 Puhpelem 1.515 9.966 11.481
JUMLAH 96.964 484.262 581.226
Grafik. XIX
Perolehan suara Pilkada 2020 Per Kecamatan

40,000
34,998
35,000

30,000

25,000

20,000

15,000 12,890
8,923
10,000

5,000
809
-

Paslon Nomor Urut 1 Paslon Nomor Urut 2

Grafik. XX
Jumlah Perolehan suara Pilkada 2020

Perolehan
Suara
16,68 %

Perolehan
Suara
83,32 %

Paslon Nomor Urut 1 Paslon Nomor Urut 2


SUARA SAH DAN SUARA TIDAK SAH

Meskipun dalam masa pandemi Covid 19 pelaksanaan


Pilkada Serentak tahun 2020 tidak jauh berbeda dengan pemilu
sebelumnya yakni pemilih diminta untuk mencoblos surat suara.
Surat suara adalah salah satu jenis perlengkapan
pemungutan suara yang berbentuk lembaran kertas dengan desain
khusus yang digunakan oleh pemilih untuk memberikan suara pada
pemilihan yang memuat foto, nama, dan nomor pasangan calon. Surat
suara rusak akan diberikan pengganti kepada pemilih sebanyak 1 (satu)
kali. Ketua KPPS akan memberikan tanda silang (X) pada surat suara
yang rusak.
Untuk pemilih disabilitas netra, akan disediakan alat bantu
(template). Namun, pemilih diminta memakai sarung tangan sebelum
mencoblos dan pemberian tinta pada jari pemilih dilakukan dengan
ditetes, bukan celup seperti pemilu sebelumnya.
Berdasarkan buku panduan KPPS Pilkada 2020, surat suara
dinyatakan sah dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS.
2. Surat suara dalam keadaan baik (tidak rusak), dan tidak terdapat
tanda coretan.
3. Dicoblos menggunakan alat coblos yang disediakan di TPS.
4. Tanda coblos pada satu kolom pasangan calon yang memuat
nomor urut atau nama pasangan calon atau foto pasangan calon,
dinyatakan sah untuk pasangan calon yang bersangkutan.
5. Tanda coblos lebih dari satu kali pada satu kolom pasangan calon
yang memuat nomor urut, karena pasangan calon dan foto
pasangan calon, dinyatakan sah untuk pasangan calon yang
bersangkutan.
6. Tanda coblos pada satu kolom kosong tidak bergambar,
dinyatakan sah untuk pasangan calon yang tidak bergambar,
apabila penyelenggaraan pemilihan hanya satu paslon.
7. Tanda coblos lebih dari satu kali pada satu kolom kosong tidak
bergambar, dinyatakan sah untuk pasangan calon yang tidak
bergambar, apabila penyelenggaraan pemilihan hanya satu paslon.

Tanda coblos pada surat suara dinyatakan tidak sah apabila:


1. Dicoblos bukan dengan paku atau alat yang disediakan.
2. Dicoblos dengan rokok atau api.
3. Surat suara yang rusak atau robek.
4. Surat suara terdapat tanda atau coretan.
Tabel. XIV
Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020 Per Kecamatan

SUARA
SUARA
NO KECAMATAN TIDAK JML
SAH
SAH
1 Pracimantoro 39.271 842 40.113
2 Giritontro 11.421 242 11.663
3 Giriwoyo 21.795 434 22.229
4 Batuwarno 10.368 197 10.565
5 Tirtomoyo 30.189 594 30.783
6 Nguntoronadi 13.961 397 14.358
7 Baturetno 26.348 805 27.153
8 Eromoko 26.791 589 27.380
9 Wuryantoro 15.938 360 16.298
10 Manyaran 21.742 562 22.304
11 Selogiri 25.426 713 26.139
12 Wonogiri 47.322 1.814 49.136
13 Ngadirojo 34.523 949 35.472
14 Sidoharjo 23.949 521 24.470
15 Jatiroto 21.428 412 21.840
16 Kismantoro 21.389 419 21.808
17 Purwantoro 29.894 747 30.641
18 Bulukerto 17.616 375 17.991
19 Slogohimo 28.557 630 29.187
20 Jatisrono 32.774 708 33.482
21 Jatipurno 19.516 380 19.896
22 Girimarto 23.824 605 24.429
23 Karangtengah 14.552 218 14.770
24 Paranggupito 11.151 195 11.346
25 Puhpelem 11.481 208 11.689
JUMLAH 581.226 13.916 595.142
Grafik. XXI
Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020 Per Kecamatan
50,000 47,322
45,000

40,000

35,000

30,000 Suara
Sah
25,000

20,000 Suara
Tidak
15,000 Sah
10,368
10,000

5,000
1,814
195
-

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa Kecamatan


Wonogiri merupakan wilayah yang suara sah dan suara tidak sahnya.
Suara sah sejumlah 47.322 suara atau 8,14 % dari total suara sah di
semua kecamatan, sedangkan suara tidak sah sejumlah 1.814 suara
atau 13,04
Suara sah yang paling rendah berada di wilayah kecamatan
Batuwarno yaitu 10.368 suara atau 1,78 % dan untuk suara tidak sah
paling rendah ada di kecamatan Paranggupito sejumlah 195 suara atau
1,40 %.
Secara keseluruhan prosentase suara tidak sah relatif cukup
rendah, dari total partisipasi pemilih 595.142 suara hanya 13.916
suara yang tidak sah atau 2,34 % , sedangkan suara sah mencapai
581.226 suara 97,66 %.

Grafik. XXII
Prosentase Suara Sah dan Suara Tidak Sah Pilkada 2020

2,34 %

Suara Sah
Suara Tida Sah

97,66%
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

APJII : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia


CABUP : Calon Bupati
CAWABUB : Calon Wakil Bupati
DPPH : Daftar Pemilih Pindahan
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat
DPS : Daftar Pemilih Sementara
DPT : Daftar Pemilih Tetap
DPTB : Daftar Pemilih Tambahan
MK : Mahkamah Konstitusi
GCS : Gerakan Coklit Serentak
GERINDRA : Gerakan Indonesia Raya
GOLKAR : Golongan Karya
HARJO : Hartanto – Joko Purnomo
IDEA : International Institute for Democracy and Electoral
Assistance
JOSSS : Joko Sutopo – Setyo Sukarno
KPPS : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
KPU : Komisi Pemilihan Umum
KTP : Kartu Tanda Penduduk
LHKPN : Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
NIK : Nomor Induk Kependudukan
PAN : Partai Amanat Nasional
PDI-P : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PEMILUKADA : Pemilihan Umum Kepala Daerah
PERPPU : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –
Undang
PILKADA : Pemilihan Kepala Daerah
PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
PKS : Partai Keadilan Sejahtera
PKPU : Peraturan Komisi Pemilihan Umum
PPDP : Petugas Pemutakhiran Data Pemilih
PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan
PPS : Panitia Pemungutan Suara
RDP : Rapat Dengar Pendapat
TPS : Tempat Pemungutan Suara
UU : Undang – Undang

Anda mungkin juga menyukai